• Tidak ada hasil yang ditemukan

SAAT TERUTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN TINJAUAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SAAT TERUTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN TINJAUAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

125 SAAT TERUTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

TINJAUAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

Oleh : Erna Widiya Astutik

Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang Email : Erna_widiya@yahoo.co.id

Abstraksi

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka terhitung mulai 1 Januari 2011 pemerintah pusat memberikan kewenangan penuh kepada pemda untuk memungut Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Mengingat t a n a h d a n b a n g u n a n m e r u p a k a n h a r t a b e r h a rg a y a n g m empunyai nilai investasi tinggi, maka setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan dikenakan BPHTB. BPHTB terutang sejak tanggal dibuat dan ditandatangani akta, ditandatangani risalah lelang, pendaftaran peralihan Hak atas Tanah dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak. Namun pejabat umum hanya dapat menandatangani akta, menandatangani risalah lelang, dan melakukan pendaftaran Hak atas Tanah atau pendaftaran peralihan Hak atas Tanah setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.

Kata kunci : pajak daerah dan retribusi daerah, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, saat terutang

Abstract

Based on the law No. 28 year 2009 about Regional Tax and Regional Retribution, the central government gives a full authority to the regional government to collect Duty of Title Acquisition to Land and Building (DTALB) dated from January 1st, 2011. Considering that the land and building are a valuable property that has high investment value, so every title acquisition to land and building is liable to duty. DTALB can be paid since the date when Certificate is made and signed, the signing of the Minutes of Auction, the registration of Title Transfer to Land and the issuance of Title Decree. However, the public officials can only sign the Certificate, Minutes of Auction and do the registration of Title to Land or the registration of Title Transfer to Land after the tax payers submit the receipt of tax payment.

Key Word: regional tax and regional retribution, duty of title acquisition to land and building, time payable

PENDAHULUAN

Salah satu potensi kuat guna menjamin kelangsungan pemerintahan dan pembangunan nasional yang adil, makmur dan sejahtera adalah dana yang berkecukupan dalam pelaksanaannya. Ketersediaan dana tersebut merupakan salah satu syarat mutlak dalam pelaksanaan pemerintahan

dan pembangunan nasional. Partisipasi sumbangan dana dari rakyat berupa pajak diperlukan sebagai wujud peran serta masyarakat dalam kegiatan pembangunan dan pemerintahan.

Berdasarkan Pasal 33 ayat (3) Un-dang UnUn-dang Dasar 1945 bahwa bumi, air dan

(2)

126 kekayaan alam yang terkandung didalamnya

dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tanah sebagai bagian dari bumi selain mempunyai fungsi sosial sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa juga difungsikan atau dimanfaatkan oleh rakyat sebagai pemenuhan kebutuhan dasar untuk papan dan lahan usaha serta digunakan sebagai alat investasi yang sangat menguntungkan. Sementara bangunan yang berdiri di atas tanah juga memberikan keuntungan dan atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang pribadi atau badan. Bagi mereka yang memperoleh manfaat dari tanah maupun bangunan mendapat sesuatu hak dari kekuasaan Negara, maka wajar apabila diwajibkan membayar pajak kepada Negara.

M e n g i n g a t b a h w a t a n a h d a n b a n g u n a n m e r u p a k a n h a r t a b e r h a r g a m empunyai nilai investasi tinggi maka Negara mengatur segenap hukum atas tanah dan bangunan tersebut kedalam peraturan perundangan yang kewenangannya diberikan kepada pejabat umum.

Diantara pejabat umum yang berwenang tersebut adalah Pembuat Akta Tanah (PPAT). Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Pejabat Akta Tanah Pasal 1 angka 1 dijelaskan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum mengenai hak atas tanah atau Hak Milik atas satuan rumah susun.

Pada saat transaksi jual beli tanah baik penjual maupun pembeli akan dikenakan pajak. Penjual membayar Pajak Penghasilan atas harga yang diterimanya, sedangkan pembeli dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas perolehan hak atas tanahnya.

Ditetapkannya Undang-Undang Nomor

28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada tanggal 15 September 2009, namun Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010, menjadikan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3688) sebagaimana diubah de-ngan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3988) tetap berlaku paling lama 1 (satu) tahun sejak diberlakukannya Undang-Undang ini.

Ketika sebuah Undang-Undang selesai dibuat, tidak berarti segala yang diatur dalam Undang-Undang tersebut selesai. Persoalan tidak hanya akan timbul terkait dengan implementasinya dilapangan. Persoalan akan timbul dari sisi yang lain juga, yaitu ketika ditelaah ternyata ada kaidah-kaidah hukum yang disimpangi oleh undang-undang yang bersangkutan.

Terdapat kaidah hukum yang disimpangi oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD). Kaidah hukum yang disimpangi yaitu mengenai saat terutangnya perolehan hak atas tanah dan bangunan. Pasal 91 UU PDRD menyebutkan bahwa “Pejabat Pembuat Akta Tanah / Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan Hak atas Tanah dan / atau Bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak”.

Ketentuan Pasal 91 tersebut bertentangan dengan Pasal 90 ayat (1) yang menyebutkan bahwa saat terutang pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.

(3)

127 PEMBAHASAN

Dasar pungutan pajak di Indonesia dituangkan baik dalam konstitusi maupun peraturan perundang-undangan dibawahnya. Pasal 23A UUD Negara Republik Indaonesia 1945 menentukan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan undang-undang.

Berdasarkan konstitusi saat ini, ketentuan Pasal 23A UUD NRI 1945 menjadi dasar sistem perpajakan dan pungutan lainnya di Indonesia termasuk pengenaan pajak daerah dan retribusi daerah. Pemerintah daerah dapat mengeluarkan peraturan daerah dalam rangka melaksanakan undang-undang tentang pajak dan retribusi daerah. Segala bentuk pungutan dan retribusi daerah yang ditetapkan dalam Perda tidak dapat keluar dari ketentuan Pasal 23A UUD NRI 1945.

Terhitung mulai 1 Januari 2011 pemerintah pusat memberikan kewenangan penuh kepada pemda untuk memungut Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Pengalihan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah memberikan konsekuensi bahwa BPHTB yang semula merupakan pajak pusat menjadi pajak daerah.

Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD unsur-unsur pajak daerah dapat dikemukakan:

1. kontribusi wajib;

2. dilakukan berdasakan undang-undang;

3. tanpa ada kontraprestasi atau imbalan langsung;

4. bertujuan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Menurut Jimly Asshiddiqie1, ketentuan tentang pajak dan pungutan lainnya yang bersifat memaksa terutama ketentuan yang bersifat materiil harus dituangkan dalam undang-undang. Ketentuan berkenaan materi pajak dan pungutan lain yang mutlak diatur dalam undang-undang adalah:

1. siapa yang dibebani membayar pajak dan pungutan memaksa lainnya;

2. apa saja yang dikenakan pajak dan pungutan lainnya;

3. bagaimana cara menghitungnya.

Ketentuan yang bersifat formil berkenaan dengan prosedur dan tata cara perpajakan lainnya tidak mutlak diatur dalam atau dengan undang-undang. Hal prosedur dan tata cara perpajakan, idealnya diatur dalam undang-undang tetapi dapat juga diatur dalam peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang.

Ketentuan berkenaan dengan materi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang juga mutlak diatur dalam UU PDRD adalah:

1. apa saja yang dikenakan BPHTB; 2. siapa yang dibebani membayar BPHTB; 3. dimana tempat terutang BPHTB; 4. kapan saat terutang BPHTB; 5. bagaimana cara menghitungnya.

Atas perolehan hak atas tanah dan bangunan dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sementara subyek yang dikenakan BPHTB yang merupakan wajib pajak adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan / atau Bangunan. Perolehan Hak atas Tanah dan / atau

1.Imam

Soebechi, 2012, Judicial Review Perda Pajak dan Retribusi Daerah, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 112.

(4)

128 Bangunan yang merupakan obyek pajak

meliputi:

a. pemindahan hak karena: 1) jual beli;

2) tukar menukar; 3) hibah;

4) hibah wasiat; 5) waris;

6) pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain;

7) pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;

8) penunjukan pembeli dalam lelang;

9) pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap; 10) penggabungan usaha;

11) peleburan usaha; 12) pemekaran usaha; atau 13) hadiah.

b. pemberian hak baru karena: 1) kelanjutan pelepasan hak; atau 2) di luar pelepasan

Berdasarkan pasal 89 ayat (2) BPHTB yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat Tanah dan/atau Bangunan berada. Tempat terutang BPHTB adalah di wilayah Kabupaten, Kota atau Provinsi yang meliputi letak tanah dan bangunan.

Materi BPHTB yang juga mutlak diatur dalam UU PDRD adalah tentang saat terutang BPHTB. Saat terutang BPHTB menjadi fokus permasalahan yang penting dibahas dalam penelitian ini karena ternyata ada kaidah-kaidah hukum yang disimpangi oleh UU PDRD. Pasal 90 ayat (1) UU PDRD menyebutkan bahwa saat terutangnya BPHTB adalah :

a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

b. tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

d. hibah wasiat adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

e. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke kantor bidang pertanahan;

f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

h. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pangadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap;

i. pemberian hak baru atas Tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;

j. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal diter-bitkannya surat keputusan pemberian hak;

k. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

l. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

m. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

n. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; dan

o. lelang adalah sejak tanggal penunjukkan pemenang lelang.

Ketentuan tersebut di atas diperjelas dalam Pasal 90 ayat (2) dimana pajak yang terutang tersebut harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak sebagaimana ketentuan Pasal 90 ayat (1). Ketentuan dua ayat tersebut menegaskan bahwa saat terutangnya BPHTB adalah:

1. sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

2. sejak tanggal pendaftaran peralihan haknya ke kantor bidang pertanahan;

3. sejak tanggal putusan pangadilan;

4. sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak ;

5. sejak tanggal penunjukkan pemenang lelang. Pasal 1 butir 42 menyebutkan bahwa

(5)

129 perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan

adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Penandatanganan akta, pendaftaran peralihan hak ke kantor tanah, putusan pengadilan, penerbitan surat keputusan pemberian hak dan penunjukan pemenang lelang adalah merupakan suatu perbuatan atau peristiwa hukum. Jika dari peristiwa atau perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh para pihak tersebut ternyata berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan para pihak berkewajiban membayar pajak, maka sejak itulah timbul pajak yang terutang.

Saat terutang pajak mempunyai peranan yang menentukan dalam pembayaran. Pasal 1 butir 48 merumuskan Pajak yang Terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan per-pajakan. Dari definisi tersebut bahwa pajak dapat dibayar pada suatu saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak. BPHTB merupakan pajak yang dibayar pada suatu saat artinya pihak yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan dikenakan BPHTB.

Terdapat 2 ajaran mengenai saat timbulnya hutang pajak, yaitu ajaran material dan ajaran formal. Ajaran material menjelaskan bahwa hutang pajak timbul karena Undang-Undang pajak dan peristiwa / keadaan / perbuatan dan tidak menunggu dari pihak fiskus / pemerinatah. Sedangkan ajaran formil menje-laskan bahwa hutang pajak timbul karena ada ketetapan dari pemungut pajak, yaitu pemerintah atau aparatur pajak, sehingga pajak terutang pada saat diterbitkannya surat ketetapan pajak2.

2

Achmad Tjahjono, 1999, dan Husein, M..F., Perpajakan, UPP AMP YKPN, Jakarta, hlm. 18.

Berdasarkan ajaran material bahwa pajak terutang timbul setelah terlebih dahulu ada perbuatan hukum atau peristiwa hukum sehingga seseorang atau badan memiliki kewajiban untuk membayar pajak setelah perbuatan hukum atau peristiwa hukum terjadi.

Namun ketentuan di atas tidak sinkron dengan ketentuan dalam pasal 91UU PDRD yang mengatur bahwa:

1. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak;

2. Kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara hanya dapat menandatangani risalah lelang Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak; 3. Kepala kantor bidang pertanahan hanya

dapat melakukan pendaftaran Hak atas Tanah atau pendaftaran peralihan Hak atas Tanah setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.

Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 91 UU PDRD tersebut di atas membawa akibat hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 93 UU PDRD:

1. Pejabat Pembuat Akta Tanah / Notaris dan kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara, yang melanggar dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran.

2. Kepala kantor bidang pertanahan yang melanggar dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Hal tersebut berarti Wajib Pajak harus terlebih dahulu menyerahkan bukti pembayaran BPHTB sebelum perbuatan atau peristiwa hukumnya terjadi. UU PDRD tidak mengatur secara rinci ketentuan yang bersifat formil berkenaan dengan prosedur dan tata cara perpajakan pemungutan BPHTB. Namun dalam

(6)

130 pelaksanaannya terdapat beberapa prosedur

pemungutan BPHTB diantaranya prosedur pengurusan Akta Pemindahan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, prosedur pembayaran BPHTB, prosedur penelitian Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) dan prosedur pendaftaran Akta Pemindahan Hak atas Tanah dan / atau Bangunan3.

Prosedur Pengurusan Akta Pemindahan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

Prosedur ini merupakan proses pengajuan pembuatan akta sebagai dokumen legal penerimaan hak atas tanah dan / atau bangunan yang dilakukan oleh wajib pajak selaku penerima hak atas tanah dan / atau bangunan kepada PPAT. Wajib pajak menghadap kepada PPAT dengan menyerahkan dokumen perolehan hak kemudian PPAT memeriksa data obyek pajak ke Kepala Kantor Bidang Pertanahan. PPAT menyusun dan menyimpan Draft Akta Pemindahan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. PPAT menghitung BPHTB terutang dan menyiapkan SSPD BPHTB. Selanjutnya wajib pajak dan PPAT menandatangani SSPD BPHTB.

Prosedur Pembayaran BPHTB

Prosedur pembayaran BPHTB oleh wajib pajak BPHTB melalui Bank yang ditunjuk / Bendahara Penerimaan. Dalam prosedur ini wajib pajak dapat memilih untuk melakukan pembayaran dengan melakukan penyetoran ke rekening kas daerah melalui Bank yang ditunjuk atau secara tunai melalui Bendahara Penerimaan.Wajib pajak menggunakan SSPD BPHTB untuk melakukan pembayaran tersebut dan sekaligus untuk melaporkan data perolehan hak atas tanah dan / atau bangunan.

Prosedur Penelitian Surat Setoran Pajak

3

Siti Resmi, 2004, Perpajakan Teori dan Kasus, Salemba Empat, Jakarta, hlm. 285.

Daerah (SSPD)

Prosedur penelitian SSPD BPHTB merupakan proses verifikasi kelengkapan dokumen dan kebenaran data terkait obyek pajak yang tercantum dalam SSPD BPHTB. Penelitian SSPD BPHTB dilakukan oleh Dinas Pengelolaan, Pendapatan dan Aset Daerah (DPPAD).

Prosedur Pendaftaran Akta Pemindahan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

Proses pendaftaran atas perolehan hak kepemilikan tanah dan/atau bangunan yang dilakukan Pejabat Pembuat Akta Tanah memiliki beberapa prosedur, yaitu:

1. Berdasarkan prosedur penelitian Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) BPHTB yang dilakukan Dinas Pengelolaan, Pendapatan dan Aset Daerah (DPPAD) dan prosedur pembayaran, Wajib Pajak mengarsip SSPD BPHTB lembar 1 dan menyerahkan SSPD BPHTB lam-piran 2 dan 3 kepada PPAT;

2. PPAT menyiapkan draft Akta Pemindahan Hak atas Tanah dan / atau Bangunan dan mengarsip SSPD BPHTB lembar 2;

3. PPAT mengajukan pendaftaran perolehan / peralihan hak atas tanah kepada Kepala Kantor Bidang Pertanahan;

4. Kepala Kantor Bidang Pertanahan menelaah kelengkapan dokumen dan memperbaharui database daftar kepemilikan hak atas tanah dan menyerahkan draft Akta Pemindahan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan kepada PPAT;

5. PPAT menerima dokumen dan menandatangani Akta Pemindahan Hak atas Tanah dan / atau Bangunan;

6. Wajib Pajak menerima Akta Pemindahan Hak atas Tanah dan / atau Bangunan.

Ketiga prosedur tersebut di atas sejalan dengan Pasal 91 UU PDRD yang menyebutkan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah / Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan Hak atas Tanah dan / atau

(7)

131 Bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan

bukti pembayaran pajak;

Dengan pengkajian dan penafsiran secara sistematis akhirnya dapat disimpulkan bahwa Pasal 91 UU PDRD seharusnya dinyatakan tidak berlaku atau dengan kata lain tidak berlaku sama sekali atau tidak dapat ditindak lanjuti, karena :

1. syarat adanya perbuatan hukum atau

peristiwa hukum berupa penandatanganan akta belum terjadi

sehingga belum timbul pajak yang terutang.

2. bertentangan dengan pasal lainnya yaitu ti-dak sejalan dengan Pasal 90 UU PDRD yang menegaskan bahwa saat terhutang pajak adalah sejak tanggal dibuat ditan-datanganinya akta.

Pada akhirnya setelah terlebih dahulu ada perbuatan hukum atau peristiwa hukum, berupa penandatanganan akta; penandatanganan risalah; pendaftaran Hak atas Tanah atau pen-daftaran peralihan Hak atas Tanah, maka saat itu-lah pajak yang terutang atas BPHTB timbul. Atas peristiwa hukum tersebut selanjutnya dila-kukan pembayaran BPHTB.

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN

Hutang pajak timbul jika undang-undang yang menjadi dasar untuk pungutannya telah ada, dan telah dipenuhi syarat subyektif dan syarat obyektif yang ditentukan oleh undang-undang secara simultan. Syarat obyektif terpenuhi apabila keadaan yang nyata, berupa perbuatan atau peristiwa hukum , disebut oleh undang-undang dipenuhi.

Penentuan saat timbulnya hutang pajak mempunyai peranan yang menentukan dalam pembayaran. Hutang pajak umumnya berakhir karena dibayar atau dilunasi dengan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah melalui Bank yang ditunjuk / Bendahara Penerimaan.

SARAN

Perlunya sinkronisasi antar pasal didalam UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terkait dengan saat terutang BPHTB agar kepastian hukum bagi subyek BPHTB, pejabat umum dan pemerintah daerah dapat diwujudkan.

DAFTAR PUSTAKA

Adji, Habib, 2003, Tebaran Pemikiran Dalam Dunia Notaris & PPAT 1, Lembaga Kajian Notaris & PPAT Indonesia, Surabaya.

Endartos, 2005, Hand Out Materi Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan dan Bea Meterai (PBB,BEHTB dan BM) untuk Mengikuti Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak, IKPI Cabang Malang, Malang.

____, 2004, Hukum Agraria Indonesia Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta.

Harsono, Boedi, 2003, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan UndangUndang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta. Marzuki, Peter Mahmud, 2006, Penelitian

Hukum, Prenada Media Group, Jakarta. Pandiangan, Liberty, 2002, Undang-Undang

Perpajakan Indonesia. Erlangga. Jakarta. Parlindungan, A.P, 1999, Pendaftaran Tanah

di Indonesia, Mandar Maki. Bandung. Rusjdi, Muhammad, 2005, PBB,BPHTB, &

Bea Meterai, Indeks, Jakarta.

Resmi, Siti, 2004, Perpajakan Teori dan Kasus, Salemba Empat. Jakarta.

Soebechi, Imam, 2012, Judicial Review Perda Pajak dan Retribusi Daerah, Sinar Grafika. Jakarta.

Tjahjono, A dan Husein, M.F, 1999, Perpajakan, UPP AMP YKPN. Jakarta. Tobing, Lumban, G.H.S, 1983, Peraturan

Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta. Waluyo, 2005, Perpajakan Indonesia, Salemba

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengevaluasi kinerja setiap divisi penjualan, seorang manager terlebih dahulu perlu menilai efektifitas setiap segmen laba dan pusat pertanggung jawaban dengan cara

Beberapa fasilitas inilah yang dikemas dalam satu chip yang kemudian dipasang pada papan arduino uno dengan penambahan-penambahan komponen lain seperti penyediaan

TOWR Sarana Menara Nusantara Tbk Purwantono, Suherman dan Surja (Ernst & Young) 1 39. ROTI Nippon Indosari Corpindo Tbk Purwantono, Suherman dan Surja (Ernst & Young)

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa: penerapan PPR dapat meningkatkan ketiga aspek pembelajaran, yaitu: competence (kompetensi) ,

Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya,

Dalam acara dimaksud harus membawa dokumen asli yang saudara upload pada Aplikasi LPSE Kabupaten Deli Serdang dan membawa Surat Keterangan Domisili Perusahaan dari Lurah/ Kepala

Pemprograman visual Basic 6.0 Potensi Kombinasinya Dengan Macromedia Flash MX. Panduan Mudah

Iklan ponsel, yaitu sebuah website yang menawarkan pemasangan iklan khususnya ponsel hanya dengan mendaftarkan diri sebagai member / anggota dari website ini. Dengan adanya website