• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL HUBUNGAN INTENSIFIKASI LAHAN PERTANIAN DAN PERPINDAHAN PENDUDUK DESA-KOTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL HUBUNGAN INTENSIFIKASI LAHAN PERTANIAN DAN PERPINDAHAN PENDUDUK DESA-KOTA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL HUBUNGAN INTENSIFIKASI LAHAN PERTANIAN

DAN PERPINDAHAN PENDUDUK DESA-KOTA

Oleh :

TIKA DESIANA MUSTIKASARI

G54102038

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007

(2)

ABSTRAK

TIKA DESIANA MUSTIKASARI. Model Hubungan Intensifikasi Lahan Pertanian dan Perpindahan Penduduk Desa-Kota. Dibimbing oleh HADI SUMARNO dan RETNO BUDIARTI.

Kota sebagai pusat industri memiliki daya tarik yang menyebabkan terjadinya kecenderungan migrasi penduduk yang tinggal di pedesaan ke perkotaan. Persebaran penduduk yang tidak merata akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan yang harus segera dicari jalan keluarnya. Salah satu caranya yaitu dengan mengurangi tingkat migrasi desa-kota.

Usaha mengurangi tingkat migrasi antara lain dengan mengembangkan pertanian menggunakan teknik intensifikasi lahan pertanian (padat karya) di pedesaan. Tingkat migrasi diperoleh dari keseimbangan pertumbuhan tingkat upah desa-kota.

Dengan memodelkan hubungan intensifikasi lahan pertanian dan perpindahan penduduk desa-kota dapat diperlihatkan bahwa dalam kondisi tahap pembangunan ekonomi dualistik, intensifikasi lahan pertanian dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja di bidang pertanian dan mengurangi tingkat migrasi desa-kota.

(3)

MODEL HUBUNGAN INTENSIFIKASI LAHAN PERTANIAN

DAN PERPINDAHAN PENDUDUK DESA-KOTA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

TIKA DESIANA MUSTIKASARI G54102038

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2007

(4)

Judul : Model Hubungan Intensifikasi Lahan Pertanian dan Perpindahan

Penduduk Desa-Kota

Nama : Tika Desiana Mustikasari

NRP : G54102038

Menyetujui :

Mengetahui :

Tanggal Lulus :

Pembimbing I,

Dr. Ir. Hadi Sumarno, MS.

NIP 131430804

Pembimbing II,

Ir. Retno Budiarti, MS

NIP 131842409

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS.

NIP 131473999

(5)

KATA PENGANTAR

Bismillahhirrahmanirrahim,

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan rahmat tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin berterima kasih kepada semua yang telah membantu karya ilmiah ini:

1. Bapak Hadi Sumarno sebagai pembimbing 1 yang telah memberikan saran dan masukan serta bantuan yang tak terbalaskan.

2. Ibu Retno Budiarti sebagai pembimbing 2 yang telah membantu dalam penulisan karya ilmiah ini.

3. Bapak Budhi Suharjo atas bimbingan dan kesediaannya menjadi penguji.

4. Bapak dan Ibu tercinta yang tiada hentinya memberikan nasihat, do’a, dukungan dan kasih sayang yang tak terbalaskan.

5. Teh Wina, Teh Tiza, adikku Andika serta A’ Iwan tersayang atas do’a, nasehat, semangat dan perhatiannya.

6. Tante Poppy dan Oom Asep atas semua cerita pengalamannya, do’a, dan rumah tempat penulis mengetik karya ilmiah ini.

7. Sepupu-sepupu tersayang, Nadya, Niko, Gitta, Reni, Anggie, Asri, Aang, A’ Qq, A’ Deni, Adit, dan semuanya yang telah memberikan do’a, semangat dan keceriannya.

8. Pa Amis, Mimih, keluarga besar Idi Suwanda dan keluarga besar Samsudin atas segala nasihat, do’a, dan semua cerita pengalamannya

9. Sahabat-sahabat terbaikku, Nonoy, Dina, Eryta, Mere, Ade, Nita, Tami, Desi atas segala bantuan mengerjakan skripsi, kebersamaan, keceriaan serta pengalaman seru.

10. Ratie, Idonk, Ika, Evrin, Ilma, Intan, dan Lu-q kalian selalu aku anggap sebagai sahabat-sahabat terindahku.

11. Teman-teman Math ’39, Kabul, Febi, Aden atas bantuan persiapan seminar, Irwan, Fitroh, Azhari, Avie, Arif, dan yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala kebersamaan.

12. Dosen-dosen Departemen Matematika atas segala ilmu yang telah diberikan tanpa lelah. 13. Staf-staf Departemen Matematika ibu Susi (atas segala nasihat,cerita dan menemani disaat

sidang), ibu Ade, mas Deni, mas Yono, mas Bono, ibu Marisi, pak Juanda, dan mbak Yanti. 14. Teman-teman Math ’38 dan Math ’40 serta seluruh civitas Matematika yang membuat kisah

hidup lebih lengkap.

15. Serta semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.

Akhir kata, semoga karya ilmiah ini menjadi amal saleh bagi penulis dan bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya serta dapat bermanfa’at bagi siapapun yang tertarik terhadap karya ilmiah ini. Amin.

Bogor, Pebruari 2007 Tika Desiana Mustikasari

(6)

DAFTAR ISI

Halaman I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 1 II LANDASAN TEORI ... 1

III MODEL DAN PEMBAHASAN 3.1 Kepadatan Penduduk Dan Penggunaan Lahan ... 3

3.2 Model dua Sektor... 3

3.2.1 Model Produksi Desa-Kota ... 3

3.2.2 Model Tingkat Upah Desa-Kota ... 3

3.2.3 Model Pertumbuhan Tingkat Upah Desa-Kota ... 4

3.2.4 Tahap Pembangunan Ekonomi ... 6

3.2.5 Sifat

θ

... 7

3.2.6 Intensitas Penanaman dan Tingkat Migrasi ... 8

IV ILUSTRASI ... 10

V KESIMPULAN ... 17

VI SARAN ... 17

DAFTAR PUSTAKA ... 18

(7)

DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Model Boserup ... 3 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Tabel Ilustrasi ... 20

(8)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Meningkatnya kepadatan penduduk mengharuskan adanya peningkatan produktivitas pertanian. Hal ini dapat dilakukan dengan teknik ekstensifikasi lahan pertanian yaitu meningkatkan produksi pertanian dengan memperluas lahan yang ada. Kenyataan menunjukkan bahwa luas lahan pertanian di Indonesia cenderung mengalami penciutan karena adanya berbagai kepentingan, seperti untuk pemukiman dan pembangunan infrastruktur, yang secara ekonomi jangka pendek dipandang lebih menguntungkan. Akibat adanya penciutan luas lahan pertanian tersebut maka untuk meningkatkan jumlah produksi pertanian perlu dilakukan upaya untuk mengkompensasi penurunan luas lahan tersebut yaitu dengan intensifikasi lahan pertanian.

Di lain pihak, semakin berkembangnya suatu negara akan diiringi oleh semakin banyaknya pembangunan di berbagai bidang, seperti industri, komunikasi dan sarana transportasi. Kesempatan ekonomi juga semakin luas. Kota sebagai pusat industri memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap, banyak kesempatan kerja di berbagai sektor, kehidupan yang modern dan mewah, serta sarana pendidikan yang lebih baik dan berkualitas. Hal tersebut merupakan daya tarik kota yang menjadi faktor penarik kecenderungan terjadinya migrasi penduduk yang tinggal di pedesaan ke perkotaan.

Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan menimbulkan

berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Antara lain masalah kepadatan penduduk, kebutuhan pangan, penyediaan air dan masalah kepadatan lalu lintas di daerah perkotaan.

Jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan, penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu adalah suatu masalah yang harus segera dicarikan jalan keluarnya.

Salah satu caranya yaitu dengan mengurangi tingkat migrasi desa-kota. Untuk itu dilakukan berbagai usaha, salah satunya dengan mengembangkan pertanian menggunakan teknik intensifikasi lahan pertanian di pedesaan yang padat karya. Hubungan antara intensifikasi lahan pertanian dengan migrasi desa-kota terkait dengan tingkat penyerapan tenaga kerja (tingkat pertumbuhan populasi alami di pedesaan dikurangi tingkat migrasi desa-kota). Semakin intensif lahan pertanian maka tingkat penyerapan tenaga kerja di daerah pedesaan akan semakin tinggi juga. Dalam jangka panjang ini dapat meningkatkan taraf ekonomi penduduk di desa.

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah menganalisis model hubungan antara intensifikasi lahan pertanian dan perpindahan penduduk (migrasi) desa-kota.

II LANDASAN TEORI

Definisi 1 [Migrasi]

Migrasi ialah proses berpindahnya penduduk dari suatu tempat ke tempat lain melewati batas wilayah tertentu yang dilalui dalam perpindahan tersebut.

(BPS 1995)

Definisi 2 [Daerah Perkotaan]

Suatu tempat dapat dikategorikan perkotaan apabila: (1) mempunyai kepadatan penduduk lebih dari 5 ribu jiwa per kilo meter persegi; (2) kurang dari 25% rumah tangga bekerja di sektor pertanian; (3) memiliki sekurang-kurangnya 8 fasilitas modern yaitu

listrik, air, telepon, rumah sakit, SMU, pasar, bank dan kantor pos.

(BPS 1992)

Definisi 3 [Pertumbuhan Penduduk]

Pertumbuhan penduduk akan selalu dikaitkan dengan tingkat kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk atau migrasi baik perpindahan ke luar maupun ke dalam. Pertumbuhan penduduk adalah peningkatan atau penurunan jumlah penduduk suatu daerah dari waktu ke waktu.

Pertumbuhan penduduk yang minus berarti jumlah penduduk yang ada pada suatu

(9)

daerah mengalami penurunan yang bisa disebabkan oleh banyak hal. Pertumbuhan penduduk meningkat jika jumlah kelahiran dan perpindahan penduduk dari luar ke dalam lebih besar dari jumlah kematian dan perpindahan penduduk dari dalam ke luar. Rumus menghitung pertumbuhan penduduk : p = (l - m) + (i - e)

dengan :

p = pertumbuhan penduduk l = total kelahiran

m = total kematian

e = total emigran atau penduduk yang pergi i = total imigran atau pendatang luar daerah

(www.organisasi.org 9 Agustus 2006)

Definisi 4 [Tingkat Kelahiran Kasar]

Tingkat kelahiran kasar

(CBR

)

menyatakan hasil bagi antara jumlah kelahiran dengan jumlah penduduk di suatu wilayah per satuan waktu, biasanya dinyatakan dalam ribuan. Misalkan banyaknya kelahiran pada tahun-

t

sebesar

B

(t

)

dan jumlah penduduk pada tahun-

t

sebesar

P

(t

)

, maka tingkat kelahiran kasar

(CBR

)

didefinisikan sebagai

100

)

(

)

( ×

=

t

P

t

B

CBR

(Brown 1997)

Definisi 5 [Tingkat Kematian Kasar]

Tingkat kematian kasar

(CDR

)

menyatakan hasil bagi antara jumlah kematian dengan jumlah penduduk di suatu wilayah per satuan waktu, biasanya dinyatakan dalam ribuan. Misalkan banyaknya kematian pada tahun-

t

sebesar

D

(t

)

dan jumlah penduduk pada tahun-

t

sebesar

P

(t

)

, maka tingkat kematian kasar

(CDR

)

didefinisikan sebagai

100

)

(

)

( ×

=

t

P

t

D

CDR

(Brown 1997) Definisi 6 [Parameter]

Parameter adalah suatu nilai yang menjelaskan ciri populasi.

(Walpole 1995)

Definisi 7 [Fungsi produksi]

Diasumsikan perusahaan hanya memproduksi 1 jenis output yang dinotasikan dengan

q

, menggunakan 2 jenis input yaitu tenaga kerja

(l

)

dan modal

(k

)

. Hubungan antara input dan output tersebut disebut fungsi produksi yang didefinisikan sebagai berikut

)

,

( k

l

f

q

=

( McKenna dan Rees 1992)

Definisi 8 [Fungsi Produksi Cobb-Douglas]

Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah fungsi produksi yang homogen berderajat

β

α +

sebagai berikut β α

L

K

Q

=

Jika

α

+

β

>

1

berimplikasi increasing return to scale, yaitu output bertambah lebih besar dari pada penambahan input.

1

<

+

β

α

berimplikasi decreasing return to scale, yaitu penambahan output lebih kecil dari pada penambahan input.

α

+

β

=

1

berimplikasi constant return to scale, yaitu penambahan output sama dengan penambahan input.

(McKenna dan Rees 1992)

Definisi 9 [Intensifikasi Pertanian]

Intensifikasi pertanian adalah upaya dengan penerapan ilmu dan teknologi pertanian di dalam penyelenggaraan usaha tani untuk meningkatkan produktivitas dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam. (BPS 1995)

(10)

III MODEL

3.1 Kepadatan Penduduk dan Penggunaan Lahan

Menurut analisis Boserup (Salehi-Isfahani 1992), kepadatan penduduk yang meningkat akan menyebabkan semakin intensif teknik penggunaan lahannya. Boserup mengelompokkan teknik penggunaan lahan berdasarkan jumlah produksi pertanian. Boserup juga setuju bahwa peningkatan jumlah tenaga kerja memiliki hubungan positif terhadap intensitas teknik penggunaan lahan. Secara umum petani lebih memilih menggunakan teknik ekstensifikasi dan tidak menggunakan teknik intensifikasi kecuali jika kepadatan penduduk meningkat sehingga lahan yang ada tidak mencukupi kebutuhan pangan. Kondisi di atas dapat dimodelkan dengan gambar berikut :

Gambar 1 Model Boserup

Pada setiap titik dalam gambar menunjukkan bahwa masyarakat desa dihadapkan pada persediaan lahan pertanian yang tetap dan sejumlah aturan teknik penggunaan lahan. Isoquant seperti ditunjukkan pada Gambar 1 adalah kombinasi lahan dan tenaga kerja yang menghasilkan tingkat output yang diasumsikan tetap. Pertumbuhan populasi akan mengurangi rasio lahan per orang dan meningkatkan rasio pekerja per satuan lahan. Akibatnya pada masyarakat A yang menggunakan teknik ekstensif pada

akhirnya akan memakai teknik intensif ketika lahan per orang mengalami penurunan ke B. Di luar titik ini masyarakat memanfaatkan kedua teknik secara bersamaan dan dengan demikian bergerak sepanjang garis BC. Pada awalnya, teknik intensif hanya digunakan pada beberapa bagian lahan yaitu pada lahan yang dianggap menguntungkan, tetapi akhirnya teknik intensif akan mendominasi penanaman. Dengan pertumbuhan populasi lebih lanjut, proses ini akan berulang dan masyarakat bergerak menuju suatu teknik yang lebih intensif.

3.2 Model Dua Sektor

Untuk menetapkan hubungan antara intensifikasi lahan pertanian dan migrasi desa-kota dibuat sebuah model dua sektor. Model ini menunjukkan bahwa dalam kondisi-kondisi tertentu, intensifikasi lahan pertanian (yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi) dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja di bidang pertanian dan mengurangi migrasi desa-kota.

Dengan menggunakan model dua sektor sederhana, (i) Sektor pedesaan menggunakan tenaga kerja dan luas lahan yang tetap untuk menghasilkan produk pertanian (ii) Sektor perkotaan menggunakan tenaga kerja dan modal untuk menghasilkan barang-barang manufaktur.

3.2.1 Model Produksi Desa-Kota

Model produksi pedesaan menggunakan intensitas teknik penggunaan lahan yang diukur oleh suatu parameter alpha dalam fungsi produksi, yang dirumuskan sebagai berikut

( )

α

d

d

L

Q

=

(1) dimana

L

d adalah jumlah tenaga kerja di pedesaan dan

α

menunjukkan tingkat intensifikasi, dimana semakin besar nilai

α

menunjukkan teknik yang lebih intensif.

Sedangkan model produksi perkotaan mempunyai fungsi produksi yang dirumuskan sebagai berikut

β β −

=

L

K

1

Q

t t (2) dimana

L

tadalah jumlah tenaga kerja di perkotaan,

K

adalah modal dan

β

adalah intensitas peranan tenaga kerja dalam menentukan produksi di perkotaan.

pekerja/lahan lahan/orang

(11)

3.2.2 Model Tingkat Upah Desa-Kota

Pertumbuhan populasi mengurangi lahan yang tersedia untuk tiap individu dan menjadi suatu dilema untuk penduduk pedesaan. Mereka dihadapkan pada dua pilihan, tetap di pedesaan atau pindah ke perkotaan. Tentunya banyak pertimbangan, jika mereka tetap di pedesaan mereka dapat mengembangkan teknik intensifikasi sehingga meningkatkan produksi pertanian, untuk memenuhi kebutuhan pangan yang semakin meningkat karena pertumbuhan penduduk. Alternatif lain penduduk pindah ke perkotaan (migrasi) yang lebih banyak kesempatan kerja terutama di sektor industri.

Di lain pihak, ketersediaan pekerjaan di perkotaan dan semakin berkembangnya sarana transportasi yang menyebabkan meningkatnya mobilitas penduduk menjadi suatu hambatan terhadap intensifikasi. Tetapi dalam model ini diasumsikan pindah dan tidak hanya didasarkan atas pertimbangan perbedaan upah desa-kota.

Tingkat upah di pedesaan diasumsikan adalah rata-rata keuntungan produksi di pedesaan dan hanya dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja dan intensifikasi pertanian, dengan persamaan sebagai berikut

1 −

=

α d d

L

w

(3)

Sedangkan di perkotaan tingkat upah diasumsikan adalah uang yang dibayarkan sebagai balas jasa atau bayaran tenaga yang sudah dipakai (meliputi gaji, honor) juga dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja, modal, dan intensitas peranan tenaga kerja, dengan persamaan sebagai berikut

β β− −

=

1 1

K

L

w

t t (4)

3.2.3 Model Pertumbuhan Tingkat Upah Desa-Kota

Dari model tingkat upah di atas, lebih lanjut dapat dirumuskan model pertumbuhan tingkat upah. Dari persamaan (3) pertumbuhan tingkat upah pedesaan dapat dihitung sebagai berikut

(

)

d d d d L L w w& & α − − = 1 (5) dengan

dt

dw

w

d d

=

&

yaitu turunan pertama tingkat upah di pedesaan terhadap waktu dan

dt

dL

L

d

d

=

&

yaitu turunan pertama jumlah tenaga kerja di pedesaan terhadap waktu.

Bukti persamaan (5) : Dari persamaan (3)

w

d

=

L

dα−1, d d d d d d d d

L

dL

dw

dt

dL

dL

dw

dt

dw

w

&

=

=

=

&

Sehingga

w

&

d

=

(

α

1

)

L

d(α−1)−1

L

&

d

Maka 1 1 ) 1 (

)

1

(

− − −

=

α

αα d d d d d

L

L

L

w

w

&

&

=

(

α

1

)

L

d−1

L

&

d d d

L

L&

)

1

(

=

α

d d

L

L&

)

1

(

α

=

ƒ terbukti. Pertumbuhan supply tenaga kerja di sektor pedesaan ditentukan oleh pertumbuhan populasi pedesaan (

n

d) dan tingkat migrasi dari desa ke kota (

m

), sebagai berikut

m

n

L

L

d d d

=

&

(6) Pertumbuhan supply tenaga kerja di pedesaan akan meningkat jika tingkat pertumbuhan populasi pedesaan meningkat dan menurunnya tingkat migrasi, atau karena salah satunya. Sebaliknya, pertumbuhan supply tenaga kerja di pedesaan akan menurun jika tingkat pertumbuhan populasi menurun dan meningkatnya tingkat migrasi, atau karena salah satunya.

Dengan mensubtitusi persamaan (6) ke persamaan (5) akan diperoleh

(

1

)

(n m) w w d d d =− −α − & (7) Dan dari persamaan (4) akan diperoleh model pertumbuhan tingkat upah perkotaan adalah

⎟⎟

⎜⎜

=

t t t t

L

L

K

K

w

w

&

&

&

)

1

(

β

(8) Bukti persamaan (8) : Dari persamaan (4) = β−1 1−β K L wt t ,

dt

dw

w

t t

=

&

(12)

misal

u

=

L

tβ−1

v

=

K

1−β maka t t

L

L

dt

du

=

(

β

1

)

(β−1)−1

&

K

K

dt

dv

=

(

1

β

)

(1−β)−1

&

sehingga

K

K

L

K

L

L

w

&

t

=

(

β

1

)

tβ−2

&

t 1−β

+

(

1

β

)

tβ−1 −β

&

dan β β β β β β

β

β

− − − − − −

+

=

1 1 1 1 2

(

1

)

)

1

(

K

L

K

K

L

K

L

L

w

w

t t t t t t

&

&

&

=

(

β

1

)

L

t−1

L

&

t

+

(

1

β

)

K

−1

K

&

K K L L t t & & ) 1 ( ) 1 (

β

− + −

β

=

⎟⎟

⎜⎜

=

t t

L

L

K

K

&

&

)

1

(

β

ƒ terbukti. Pertumbuhan supply tenaga kerja di perkotaan ditentukan oleh pertumbuhan populasi perkotaan (

n

t) dan tingkat migrasi (

m

), sebagai berikut

m

n

L

L

t t t

=

+

θ

&

(9) dimana

θ

=

L /

d

L

t yaitu perbandingan jumlah tenaga kerja desa-kota.

Pertumbuhan supply tenaga kerja di perkotaan akan meningkat jika pertumbuhan populasi di perkotaan meningkat, tingkat migrasi meningkat, dan jumlah tenaga kerja di pedesaan lebih besar dari perkotaan (

L

d

>

L

t), atau karena salah satunya. Sebaliknya, pertumbuhan supply tenaga kerja di perkotaan akan menurun jika pertumbuhan populasi di perkotaan menurun, tingkat migrasi menurun, dan jumlah tenaga kerja di perkotaan lebih besar dari pedesaan (

L

d

<

L

t), atau karena salah satunya.

Dengan mensubtitusi persamaan (9) ke persamaan (8) dan misal

k

=

K /

&

K

yaitu tingkat pertumbuhan modal, akan diperoleh

) )( 1 ( k n m w w t t t = − β − −θ & (10)

Pertumbuhan tingkat upah di perkotaan dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan modal, pertumbuhan populasi perkotaan, jumlah tenaga kerja desa-kota, dan tingkat migrasi. Jika tingkat pertumbuhan modal lebih besar dari tingkat pertumbuhan populasi perkotaan ditambah tingkat migrasi maka pertumbuhan tingkat upah di perkotaan akan naik, dan sebaliknya jika tingkat pertumbuhan modal lebih kecil dari pada tingkat pertumbuhan populasi perkotaan ditambah tingkat migrasi maka pertumbuhan tingkat upah di perkotaan akan menurun.

Untuk mencari persamaan tingkat migrasi desa-kota diturunkan dari keseimbangan tingkat pertumbuhan upah di pedesaan dan perkotaan. Dari persamaan (7) dan (10) diperoleh keseimbangan tingkat migrasi sebagai berikut

φ

θ

φ

+

+

=

k

n

t

n

d

m

(11) dimana

φ

=

(

1

α

)

(

1

β

)

. Bukti persamaan (11) : t t d d

w

w

w

w

& =

&

(

α

)(

ndm

) (

= −

β

)(

knt

θ

m

)

−1 1

(

k n

)

m m nd α β t βθ α) (1 ) (1 ) (1 ) 1 ( − + − = − − − − − d t

n

n

k

m

(

1

)(

)

!

(

1

)

]

)

1

(

)

1

[(

α

+

β

θ

=

β

+

α

θ

β

α

α

β

)

1

(

)

1

(

)

1

(

)

)(

1

(

+

+

=

k

n

t

n

d

m

Bagi penyebut dan pembilang dengan

)

1

(

β

,

θ

β

β

β

α

β

α

β

β

) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( ) ( ) 1 ( ) 1 ( − − + − − − − + − − − = t d n n k m

θ

β

α

β

α

+ − − − − + − = ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( ) (k nt nd m Misal

φ

=

(

1

α

)

(

1

β

)

, maka

φ

θ

φ

+

+

=

k

n

t

n

d

m

ƒ terbukti. Persamaan (11) menyatakan tingkat migrasi desa-kota dipengaruhi tingkat pertumbuhan modal dalam industri,

(13)

pertumbuhan populasi alami di pedesaan dan perkotaan, rasio tenaga kerja desa-kota, dan intensitas penanaman dan intensitas peranan tenaga kerja dalam menentukan produksi di perkotaan yang dapat dilihat dari nilai

φ

.

Pada persamaan (11) juga diperlihatkan bahwa tingkat migrasi tidak sama dari waktu ke waktu dan perubahan

θ

bervariasi seiring dengan pergerakan populasi antara kedua sektor-sektor tersebut.

Dalam keadaan seimbang, tidak ada perpindahan penduduk dari pedesaan ke perkotaan dan sebaliknya (

m

=

0

) sehingga

φ

φ

n

0

n

(

n

k

)

n

k

t

+

d

=

d

=

t

.

Migrasi akan bergerak dari desa ke kota

(

m

>

0

)

jika dan hanya jika tingkat pertumbuhan modal di perkotaan

(k

)

tinggi sebagai daya tarik perkotaan (

k

tinggi relatif terhadap

n

t) dan tingkat pertumbuhan populasi alami pedesaan

(

n

d

)

juga tinggi sebagai dorongan dari pedesaan

)

0

(

k

n

t

+

φ

n

d

>

.

Tingginya tingkat pertumbuhan modal di perkotaan, akan meningkatkan perekonomian kota. Peningkatan perekonomian ini bisa berdampak bertambahnya lapangan pekerjaan dan kesempatan usaha. Apabila pada saat itu pertumbuhan populasi di desa meningkat tanpa dibarengi dengan penambahan lapangan pekerjaan, maka kemungkinan besar penduduk desa ini akan bermigrasi ke kota demi memenuhi kebutuhan hidupnya.

Migrasi dari kota ke desa

(

m

<

0

)

memungkinkan jika dan hanya jika tingkat pertumbuhan modal

(k

)

di perkotaan rendah sedangkan tingkat pertumbuhan populasi alami perkotaan

(

n

t

)

tinggi

)

0

(

k

n

t

+

φ

n

d

<

.

Jika pertumbuhan tingkat modal di perkotaan rendah, mengakibatkan perekonomiannya lemah dan peluang usaha juga kecil. Jika pertumbuhan populasi perkotaan juga tinggi yang berarti populasi perkotaan bertambah maka penduduk kota akan mencari tempat lain untuk mencari kehidupan yang lebih baik dan bisa jadi mereka memilih desa sebagai tujuan migrasi.

Migrasi dari desa ke kota juga mungkin tanpa adanya daya tarik perkotaan dalam hal

ini tingkat pertumbuhan modal

(

k

=

0

)

, selama intensitas lahan pertanian menurun sehingga

d t

n

n

>

φ

. Bukti :

0

>

+

+

=

φ

θ

φ

d t

n

n

k

m

0

>

+

n

t

n

d

k

φ

0

=

k

0

>

+

n

t

φ

n

d t d

n

n

>

φ

d t

n

n

>

φ

ƒ terbukti. Jika intensitas lahan pertanian menurun, maka penyerapan tenaga kerja juga akan menurun. Penduduk desa yang tidak bekerja ada kemungkinan pindah walaupun tidak ada pertumbuhan modal di perkotaan.

3.2.4 Tahap Pembangunan Ekonomi

Persamaan (11) juga membantu menjelaskan dua tahap pembangunan ekonomi, 1) Tahap dualistik, yang ditandai dengan perpindahan tenaga kerja dari pertanian ke industri

(

m

>

0

)

dan adanya peningkatan populasi pedesaan

(

m

<

n

d

)

2) Tahap industrial, yang ditandai oleh populasi pedesaan yang konstan atau menurun

(

m

n

d

)

. 1) Tahap Dualistik

Tingkat pertumbuhan modal dalam tahap dualistik dapat dirumuskan sebagai berikut

n

t

φ

n

d

<

k

<

n

t

+

θ

n

d (12) Bukti persamaan (12) : Dari persamaan (11)

φ

θ

φ

+

+

=

k

n

t

n

d

m

Pada tahap dualistik

m

>

0

dan

m

<

n

d, maka diperoleh

0

>

+

+

φ

θ

φ

d t

n

n

k

0

>

+

n

t

n

d

k

φ

d t

n

n

k

>

φ

(i) dan diperoleh d d t

n

n

n

k

<

+

+

φ

θ

φ

)

(

θ

φ

φ

<

+

+

n

t

n

d

n

d

k

(14)

d d d t

n

n

n

n

k

+

φ

<

θ

+

φ

d t

n

n

k

<

θ

d t

n

n

k

<

+

θ

(ii) Dari (i) dan (ii)

d t d t

n

k

n

n

n

φ

<

<

+

θ

ƒ terbukti. Pada tingkat keseimbangan, pertumbuhan tingkat upah yang umum di kedua sektor adalah

(

t d

)

d d t t n n k w w w w

θ

φ

θ

α

+ − = = & 1 & (13) Bukti persamaan (13) :

Pada saat keseimbangan berlaku

d d t t

w

w

w

w

& =

&

Dari persamaan (7)

(

)(

n

m

)

w

w

w

w

d d d t t

=

&

=

1

α

&

substitusikan persamaan (11) ke persamaan (7) diperoleh

(

)

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + + − − − − = = φ θ φ α t d d d d t t n k n n w w w w 1 & &

(

) (

)

⎟⎟

⎜⎜

+

+

+

=

φ

θ

φ

φ

θ

α

n

d

k

n

t

n

d

1

1

(

n

d

k

+

n

t

)

+

=

θ

φ

θ

α

θ

1

φ

(

k

n

t

θ

n

d

)

α

+

=

ƒ terbukti. Pada tahap dualistik, keseimbangan pertumbuhan tingkat upah akan menurun. Alasannya

0

<

+

<

n

t

n

d

k

n

t

n

d

k

θ

θ

dan

1

>

0

+

φ

θ

α

(iii) substitusi (iii) ke persamaan (13), maka diperoleh

0

)

(

1

<

+

=

=

t d d d t t

n

n

k

w

w

w

w

θ

φ

θ

α

&

&

terbukti keseimbangan pertumbuhan tingkat upah menurun pada tahap dualistik.

2) Tahap Industrial

Tingkat pertumbuhan modal dalam tahap industri dapat dirumuskan sebagai berikut

t d

n

n

k

θ

+

(14) Bukti persamaan (14) : Dari persamaan (11)

φ

θ

φ

+

+

=

k

n

t

n

d

m

Pada tahap industrial

m

n

d, maka diperoleh d d t

n

n

n

k

+

+

φ

θ

φ

)

(

θ

φ

φ

+

+

n

t

n

d

n

d

k

d d d t

n

n

n

n

k

+

φ

θ

+

φ

d t

n

n

k

θ

d t

n

n

k

+

θ

ƒ terbukti. Pada tahap industrial pertumbuhan tingkat upah akan meningkat atau tetap. Alasannya

0

+

n

t

n

d

k

n

t

n

d

k

θ

θ

dan

0

1

>

+

φ

θ

α

(iv) substitusi (iv) ke persamaan (13) maka diperoleh

0

)

(

1

+

=

=

t d d d t t

k

n

n

w

w

w

w

θ

φ

θ

α

&

&

terbukti keseimbangan pertumbuhan tingkat upah meningkat atau tetap pada tahap industrial.

3.2.5 Sifat

θ

Dapat dilihat juga sifat dari

θ

yang menarik. Dari persamaan (7), persamaan (9), dan definisi

θ

diperoleh

m

n

n

d t

(

1

θ

)

θ

θ

&

=

+

(15) Bukti persamaan (15) : Dari definisi

θ

=

L /

d

L

t (v) Jika diturunkan

dt

d

θ

θ

&

=

misal

u

=

L

d

v

=

L

t maka

(15)

d

L

dt

du

=

&

t

L

dt

dv

&

=

diperoleh 2 t t d t d

L

L

L

L

L

&

&

&

=

θ

t t t d t

L

L

L

L

L

d

L

&

&

=

t t t d

L

L

L

L

&

&

θ

=

(vi) Dari (v)

L

d

=

θ

L

t (vii) Dari persamaan (6)

n

m

L

L

d d d

=

&

Substitusi (vii) ke persamaan (6) diperoleh

m

n

L

L

d t d

=

θ

&

maka

(

n

m

)

θ

L

L

d t d

=

&

(viii) Dari persamaan (9)

n

m

L

L

t t t

=

+

θ

&

Substitusi (viii), persamaan (9) ke (vi) diperoleh

)

(

)

(

n

d

m

θ

θ

n

t

θ

m

θ

&

=

+

=

θ

[(

n

d

m

)

(

n

t

+

θ

m

)]

Jadi m n m n m n m n t d t d θ θ θ θ θ θ − − + = = [( ) ( )] & m n nd t (1 θ) θ θ& = + ƒ terbukti. Dengan mensubstitusi persamaan (11) ke persamaan (15) diperoleh

φ

θ

θ

θ

φ

θ

θ

+

+

+

=

(

1

)(

n

t

n

d

)

(

1

)

k

&

(16) Bukti persamaan (16) : Dari persamaan (11)

φ

θ

φ

+

+

=

k

n

t

n

d

m

Dari persamaan (15) m n nd t (1 θ) θ θ&= +

Substitusi persamaan (11) ke persamaan (15) diperoleh

⎟⎟

⎜⎜

+

+

+

=

φ

θ

φ

θ

θ

θ

t d t d

n

n

k

n

n

(

1

)

&

φ θ φ θ φ θ φ θ + + − + − + − + =[nd( ) nt( ) (1 )(k nt nd)] φ θ φ θ θ θ φ θ φ θ + + − + + + − − − + =nd nd nt nt (1 )k (1 )nt (1 )nd φ θ θφ φ θ θ φ θ φ θ + − − + + + − − − + =nd nd nt nt (1 )k nt nt nd nd

φ

θ

θφ

θ

φ

θ

+

+

+

=

n

d

n

t

(

1

)

k

n

t

n

d φ θ θ θ φ + + − + − =(1 )(nt nd) (1 )k ƒ terbukti. Persamaan ini menunjukkan bahwa selama tahap industrial,

θ

akan selalu turun, sehingga negara yang memasuki tahap ini tidak akan kembali seperti semula maksudnya populasi desa akan terus konstan atau menurun, dan semua populasinya pada akhirnya akan berhenti pada sektor perkotaan. Namun untuk negara pada tahap dualistik menuju tahap industri,

θ

tidak selalu turun. Seperti terlihat pada persamaan (15),

θ

&

θ

mungkin tetap positif jika

m

<

n

d. Syarat cukup untuk

θ

yang menurun adalah

φ

1

atau

α

β

.

3.2.6 Intensitas penanaman dan tingkat migrasi

Pengaruh dari perubahan di dalam intensitas penanaman (

α

), terhadap tingkat migrasi pedesaan-perkotaan

(m

)

, yaitu untuk

θ

manapun, suatu peningkatan dalam

α

akan menurunkan tingkat migrasi. Hal ini ditunjukkan pada persamaan berikut

0

]

)

1

(

)

1

[(

)

)(

1

(

2

<

+

=

θ

β

α

θ

β

α

t d

n

n

k

d

dm

(17) Bukti persamaan (17) : Dari persamaan (11)

φ

θ

φ

+

+

=

k

n

t

n

d

m

(16)

⎟⎟

⎜⎜

+

⎟⎟

⎜⎜

+

=

β

α

θ

β

α

1

1

1

1

d t

n

n

k

m

)

1

(

)

1

(

)

1

(

)

)(

1

(

α

θ

β

α

β

+

+

=

k

n

t

n

d turunkan

m

terhadap

α

, misal

u

=

(

1

β

)(

k

n

t

)

+

(

1

α

)

n

d v=(1−β)θ+(1−α) maka nd d du =

α

=1 α d dv jadi diperoleh 2 v d dv u v d du d dm

α

α

α

⋅ − ⋅ = 2 )] 1 ( ) 1 [( ) 1 ( ) )( 1 ( )] 1 ( ) 1 [( α θ β α β α θ β − + − − + − − + − + − − = nd k nt nd 2 )] 1 ( ) 1 [( ) 1 ( ) )( 1 ( ) 1 ( ) 1 ( α θ β α β α θ β − + − − + − − + − − − − = nd nd k nt nd 2 ] ) 1 ( ) 1 [( ) )( 1 (

θ

β

α

θ

β

− + − − − − = k nt nd ƒ terbukti. Jika

k

<

n

t

+

θ

n

d, maka

0

<

n

t

n

d

k

θ

sehingga pembilang selalu negatif, dan karena penyebut berbentuk kuadrat, maka nilainya selalu positif. Akibatnya nilai

α

d

dm

dari persamaan (17) nilainya selalu negatif. Dengan demikian, dalam tahap dualistik, ketika kondisi ini terpenuhi, teknik intensifikasi berhubungan dengan tingkat migrasi desa-kota yang lebih rendah.

(17)

IV ILUSTRASI

• Ilustrasi 1 (Peningkatan

α

)

Dari data awal diperoleh tingkat migrasi sebesar 2.64% yang berarti migrasi bergerak dari pedesaan ke perkotaan dan termasuk dalam tahap pembangunan ekonomi dualistik .

Dengan meningkatkan tingkat intensifikasi menjadi 0,3 akan diperoleh tingkat migrasi yang menurun menjadi 2.58%, tingkat upah di desa meningkat menjadi 0.0079, dan masih dalam tahap pembangunan

ekonomi dualistik. Begitu seterusnya jika kita meningkatkan tingkat intensifikasi di desa dan diperoleh

<

0

α

d

dm

yang menandakan peningkatan dalam intensitas penanaman akan mengurangi migrasi dari desa ke kota. (Lihat Lampiran 1) Desa Kota

6228

,

31

7766

,

31622

5

,

0

%

5

%

3

1000000

1000

=

=

=

=

=

=

=

t t t t

w

Q

k

n

K

L

β

%

64

,

2

0000

,

1

8000

,

1

=

=

=

m

θ

φ

0600

,

0

05

,

0

0240

,

0

<

<

+

<

<

d t d t

n

k

n

n

n

φ

θ

→Tahap Dualistik

0079

,

0

9433

,

7

3

,

0

=

=

↑=

d d

w

Q

α

6228

,

31

7766

,

31622

=

=

t t

w

Q

%

58

,

2

=

m

5012

,

0

1872

,

501

9

,

0

=

=

↑=

d d

w

Q

α

6228

,

31

7766

,

31622

=

=

t t

w

Q

%

17

,

2

=

m

0600

,

0

05

,

0

0120

,

0

<

<

+

<

<

d t d t

n

k

n

n

n

φ

θ

→Tahap Dualistik

0600

,

0

05

,

0

0240

,

0

<

<

+

<

<

d t d t

n

k

n

n

n

φ

θ

→Tahap Dualistik

0020

,

0

9953

,

1

1

,

0

%

3

1000

=

=

=

=

=

d d d d

w

Q

n

L

α

(18)

• Ilustrasi 2 ( Peningkatan

n

ddan

k

)

0071

,

0

0711

,

7

%

5

%

5

%

3

1000

=

=

=

=

=

=

t t t t

w

Q

k

n

L

β

0071

,

0

0711

,

7

%

5

%

5

%

3

1000

=

=

=

=

=

=

t t t t

w

Q

k

n

L

β

Dari data awal diperoleh tingkat migrasi sebesar 2% yang berarti migrasi bergerak dari pedesaan ke perkotaan dan termasuk dalam tahap pembangunan ekonomi dualistik.

Dengan meningkatnya tingkat pertumbuhan populasi pedesaan menjadi 3.5% dan pertumbuhan modal di perkotaan meningkat menjadi 5% akan diperoleh tingkat

migrasi yang meningkat pula menjadi 2.75%. Jika

n

ddan

k

terus meningkat tingkat migrasi juga akan terus meningkat dan pada akhirnya akan masuk dalam tahap pembangunan ekonomi industrial, dimana

t d

n

n

k

θ

+

. (Lihat Lampiran 2). Desa Kota

0316

,

0

6228

,

31

5

,

0

%

3

1000

=

=

=

=

=

d d d d

W

Q

n

L

α

6228

,

31

7766

,

31622

5

,

0

%

4

%

3

1000000

1000

=

=

=

=

=

=

=

t t t t

w

Q

k

n

K

L

β

%

2

0000

,

1

0000

,

1

=

=

=

m

θ

φ

0316

,

0

6228

,

31

%

5

,

3

=

=

↑=

d d d

w

Q

n

6228

,

31

7766

,

31622

%

5

=

=

↑=

t t

w

Q

k

%

75

,

2

=

m

0600

,

0

04

,

0

0

<

<

+

<

<

d t d t

n

k

n

n

n

φ

θ

→Tahap Dualistik

0650

,

0

05

,

0

0050

,

0

<

<

+

<

<

d t d t

n

k

n

n

n

φ

θ

→Tahap Dualistik

0316

,

0

6228

,

31

%

5

=

=

↑=

d d d

w

Q

n

6228

,

31

7766

,

31622

%

8

=

=

↑=

t t

w

Q

k

%

5

=

m

08

,

0

08

,

0

+

n

t

n

d

k

θ

→Tahap Industrial

(19)

• Ilustrasi 3 (Peningkatan

n

t dan penurunan

k

)

→Tahap Dualistik

d

Dari data awal diperoleh tingkat migrasi sebesar 2% yang berarti migrasi bergerak dari pedesaan ke perkotaan dan termasuk dalam tahap pembangunan ekonomi dualistik.

Dengan meningkatnya tingkat pertumbuhan populasi perkotaan menjadi 3.5% dan pertumbuhan modal di perkotaan menurun menjadi 3% akan diperoleh tingkat

migrasi yang menurun menjadi 1.25%. Begitu seterusnya jika pertumbuhan populasi perkotaan meningkat dan pertumbuhan modal perkotaan menurun. Pada akhirnya migrasi akan bergerak dari perkotaan ke pedesaan

)

0

(

m

<

. (Lihat Lampiran 3). Desa Kota

0316

,

0

6228

,

31

5

,

0

%

3

1000

=

=

=

=

=

d d d d

W

Q

n

L

α

%

2

0000

,

1

0000

,

1

=

=

=

m

θ

φ

0600

,

0

04

,

0

0

<

<

+

<

<

d t d t

n

k

n

n

n

φ

θ

→Tahap Dualistik

0316

,

0

6228

,

31

=

=

d d

w

Q

6228

,

31

7766

,

31622

%

3

%

5

,

3

=

=

↓=

↑=

t t t

w

Q

k

n

%

25

,

1

=

m

0650

,

0

03

,

0

0050

,

0

<

<

+

<

<

d t d t

n

k

n

n

n

φ

θ

→Tahap Dualistik

0316

,

0

6228

,

31

=

=

d d

w

Q

6228

,

31

7766

,

31622

%

5

,

0

%

5

=

=

↓=

↑=

t t t

w

Q

k

n

%

75

,

0

=

m

0800

,

0

0200

,

0

005

,

0

=

=

=

+

+

<

<

d t d t d t d t d t

n

n

n

n

k

n

n

k

n

n

k

n

n

θ

φ

θ

θ

φ

→Bukan keduanya

6228

,

31

7766

,

31622

5

,

0

%

4

%

3

1000000

1000

=

=

=

=

=

=

=

t t t t

w

Q

k

n

K

L

β

(20)

• Ilustrasi 4 (Penurunan

α

dan

k

=

0

)

Dari data tersebut diperoleh tingkat migrasi sebesar -2% yang berarti migrasi bergerak dari perkotaan ke pedesaan.

Dengan menurunnya tingkat intensifikasi menjadi 7% mengakibatkan tingkat migrasi dari perkotaan ke pedesaan berkurang menjadi -0.75%, dan jika tingkat intensifikasi terus menurun, maka tingkat migrasi pun akan

berubah bergerak dari pedesaan ke perkotaan dan bisa terus meningkat walaupun tidak ada daya tarik perkotaan (

k

=

0

). Begitu seterusnya jika tingkat intensifikasi menurun walaupun tidak ada daya tarik perkotaan. (Lihat Lampiran 4). Desa Desa Kota

5012

,

0

1872

,

501

9

,

0

%

3

1000

=

=

=

=

=

d d d d

w

Q

n

L

α

6228

,

31

7766

,

31622

5

,

0

0

%

3

1000000

1000

=

=

=

=

=

=

=

t t t t

w

Q

k

n

K

L

β

%

2

0000

,

1

2000

,

0

=

=

=

m

θ

φ

0600

,

0

0240

,

0

0

=

+

=

=

+

+

<

<

d t d t d t d t d t

n

n

n

n

k

n

n

k

n

n

k

n

n

θ

φ

θ

θ

φ

→Bukan keduanya

1259

,

0

8925

,

125

7

,

0

=

=

↓=

d d

w

Q

α

6228

,

31

7766

,

31622

=

=

t t

w

Q

%

75

,

0

=

m

0600

,

0

0120

,

0

0

=

+

=

=

+

+

<

<

d t d t d t d t d t

n

n

n

n

k

n

n

k

n

n

k

n

n

θ

φ

θ

θ

φ

→Bukan keduanya

0020

,

0

9953

,

1

%

1

=

=

↓=

d d

w

Q

α

%

86

,

0

=

m

0600

,

0

0

0240

,

0

<

<

+

<

<

d t d t

n

k

n

n

n

φ

θ

→Tahap Dualistik Kota

6228

,

31

7766

,

3166

=

=

t t

w

Q

(21)

• Ilustrasi 5 (Peningkatan

α

dan

n

d)

Dari data awal diperoleh tingkat migrasi sebesar 1.93% yang berarti migrasi bergerak dari pedesaan ke perkotaan dan termasuk dalam tahap pembangunan ekonomi dualistik.

Dengan meningkatnya tingkat pertumbuhan populasi pedesaan menjadi 3.5% dan tingkat intensifikasi menjadi 3% akan diperoleh tingkat migrasi yang meningkat

menjadi 2.04%. Jika tingkat intensifikasi terus meningkat lebih besar dari pada peningkatan tingkat pertumbuhan populasi pedesaan maka pada akhirnya tingkat migrasi akan menurun. Begitu seterusnya jika pertumbuhan populasi pedesaan dan tingkat intensifikasi meningkat. (Lihat Lampiran 5). Desa Kota

0020

,

0

9953

,

1

1

,

0

%

3

1000

=

=

=

=

=

d d d d

w

Q

n

L

α

6228

,

31

7766

,

31622

5

,

0

%

3

%

3

1000000

1000

=

=

=

=

=

=

=

t t t t

w

Q

k

n

K

L

β

%

93

,

1

0000

,

1

8000

,

1

=

=

=

m

θ

φ

0600

,

0

03

,

0

0240

,

0

<

<

+

<

<

d t d t

n

k

n

n

n

φ

θ

→Tahap Dualistik

0079

,

0

9433

,

7

%

5

,

3

3

,

0

=

=

↑=

↑=

d d d

w

Q

n

α

6228

,

31

7766

,

31622

=

=

t t

w

Q

%

04

.

2

=

m

0650

,

0

03

,

0

0190

,

0

<

<

+

<

<

d t d t

n

k

n

n

n

φ

θ

→Tahap Dualistik

5012

,

0

1872

,

501

%

5

9

,

0

=

=

↑=

↑=

d d d

w

Q

n

α

6228

,

31

7766

,

31622

=

=

t t

w

Q

%

83

,

0

=

m

0800

,

0

03

,

0

0200

,

0

<

<

+

<

<

d t d t

n

k

n

n

n

φ

θ

→Tahap Dualistik

Gambar

Gambar 1 Model Boserup

Referensi

Dokumen terkait