• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.Bab VI (Kajian Hidrologi Dan Hidrogeologi)-Internal 3 Juni 09

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "6.Bab VI (Kajian Hidrologi Dan Hidrogeologi)-Internal 3 Juni 09"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VI. KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DAN

HIDROGEOLOGI

Kajian Aspek Hidrologi dan Hidrogeologi dalam Studi studi kelayakan ini adalah merupakan ringkasan dari Studi Hidrologi dan Hidrogeologi yang telah dilakukan, yang ditekankan untuk mengetahui kondisi Hidrologi dan Hidrogeologi di sekitar lokasi rencana penambangan yang akan berjalan. Studi Hidrologi dan Hidrogeologi tersebut dilaksanakan secara terpusat di area rencana penambangan batubara di Blok Tanjung Ranmbai & Muara Indung – HTI PT. Karya Bumi Baratama dan daerah sekitarnya terutama dalam penentuan luas Daerah Aliran Sungai (DAS) dan daerah tangkapan air (catchment area), analisis pola aliran air. Dari hasil analisis tersebut kemudian dibuat konsep dan sistem penanggulangan air secara keseluruhan agar tidak mengganggu rencana operasi penambangan.

6.1 Analisis Hidrologi

Dari pengumpulan dan atau pengambilan data-data Meteorologi yang meliputi curah hujan, hari hujan, suhu udara, kelembaban, tata guna lahan, dan lain-lain, dapat diketahui kondisi Hidrologi daerah penambangan yang akan dibuka dan daerah di sekitarnya.

Daerah rencana penambangan dan sekitarnya memiliki iklim Tropis dan mempunyai dua musim, yaitu musim hujan dan kemarau. Berdasarkan data Meteorologi yang diperoleh, diketahui bahwa temperatur udara rata-rata tahunan berkisar antara 22° - 31° C, sedangkan curah hujan bulanan berkisar antara 80 mm – 250 mm/bulan. Dalam konteks rencana penambangan, yang perlu diperhitungkan adalah intensitas curah hujan dan jumlah atau debit air hujan per satuan luas areal tambang dan daerah tangkapan di sekitarnya.

(2)

Tahun Jan Feb March April May June July August Sept Oct Nov Dec 2003 151.3 211.4 125.7 202.8 58.3 13.9 45.6 61.8 62.6 80.3 146.8 236.2 2004 172.3 213.6 171.4 87.8 64.9 47.7 80.8 11.1 33.2 48.2 72.6 249.5 2005 138.4 69.8 173.4 194.6 110.8 69.1 147.8 202.7 238.4 213.5 352 301.8 2006 266.8 302.4 100.1 205.1 116.1 166.1 208.4 48.9 81.7 18.8 192.2 131.1 2007 320.1 51.4 156.9 209.2 64.8 64.8 78 84 115.4 201.8 137.7 310 Sumber : PEMDA, Kab. Sarolangun, Jambi

Tabel 6.2 Data Curah Hujan Kab. Musi Rawas per Bulan, Tahun 2003 – 2007 Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

2003 179 274 127 316 91 9 94 56 157 271 402 445

2004 267 192 413 199 243 64 264 37 32 155 227 260 2005 248 224 413 225 253 182 172 67 151 149 242 222

2006 361 301 189 190 89 129 122 94 69 55 306 162

2007 297,2 302,3 257,7 369,5 202,3 97,3 161,2 103,3 108,4 199,7 129,7 268,8 Sumber : Badan Meterorologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Klas II Kenten, 2006 & Musi Rawas

dalam Angka Tahun 2008

Gambar 6.1 Grafik Curah Hujan Kab.Sarolangun Rata-rata per hari Tahun 2003 – 2007

(3)

Gambar 6.2 Grafik Curah Hujan Kab. Musi Rawas Rata-rata per hari Tahun 2003 – 2007

Dari analisa grafik curah hujan diketahui adanya perbedaan curah hujan yang bisa dikelompokkan menjadi bulan basah dan kering. Bulan kering pada Bulan Mei, Juni, Juli, Agustus, September dan Oktober dengan hujan maksimum 30 mm/hari, dan bulan basah pada Bulan Januari Februari, Maret, April, November dan Desember dengan hujan maksimum 50 mm/hari.

Klasifikasi hujan yang digunakan adalah klasifikasi berdasarkan Badan Meteorologi dan Geofisika, yaitu sebagai dalam tabel berikut ini.

Tabel 6.3 Klasifikasi Hujan

HUJAN mm/jam mm/hari

Ringan 1 - 5 5 - 20

Sedang 5 - 10 20 - 50

Lebat 10 - 20 50 - 100

Sangat Lebat > 20 > 100

Klasifikasi menurut Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), ditunjukkan dalam dua satuan, tiap satuan merupakan klasifikasi tersendiri. Jika data yang tersedia dalam mm/jam maka klasifikasi hujan Badan Meteorologi dan Geofisika menggunakan klasifikasi mm/jam. Dari data hujan yang tersedia, daerah lokasi pekerjaan memiliki klasifikasi hujan sedang hingga hujan lebat.

(4)

Dari klasifikasi ini maka dapat diketahui bahwa pada musim kering atau pun pada musim basah masih kemungkinan besar akan ada hujan sangat lebat. Kemudian diestimasi hujan yang turun di lokasi tambang dengan periode ulang sesuai dengan umur tambang beroperasi dengan metode Distribusi Gumbel. Kemudian, dengan perhitungan mengunakan Rumus Mononobe diperoleh hasil perhitungan untuk hujan rencana, sebagai berikut dalam Tabel 6.4.

Tabel 6.4 Estimasi hujan rencana dengan periode ulang

Intensitas Hujan (mm/jam)

T = 2 Thn T = 5 Thn T = 15 Thn T = 20 Thn

10,13 13,22 16,42 17,23

Daerah tangkapan air hujan (Catchment Area) di lokasi rencana penambangan berdasarkan studi pada Peta Topografi skala 1 : 2.000, diketahui seluas + 14.203,66 Ha (Gambar 6.3). Sungai utama yang ada di dalam daerah tangkapan air hujan adalah Sungai Tembesi dengan tiga anak sungai yang melewati lokasi penelitian. Dari analisa Catchment Area diketahui luasannya sebagaimana pada tabel 6.4.

(5)
(6)
(7)

Tabel 6.5 Luas Catchment Area Lokasi m2 ha Catchment 1 33105831 3,310.58 Catchment 2 38081815 3,808.18 Catchment 3 9223406 922.34 Catchment 4 7509706 750.97 Catchment 5 41811927 4,181.19 Catchment 6 5001954 500.20 Catchment 7 7301960 730.20

Dalam perhitungan dibedakan menjadi dua, yaitu dihitung dari air limpasan di luar lokasi penambangan yang diperoleh dengan menjumlahkan air yang berasal dari

catchment area yang telah dibatasi dari aliran sungai yang ada, dan di dalam lokasi penambangan itu sendiri. Air limpasan puncak dihitung dengan metode rasional dengan rumus sbb :

Dengan keterangan:

Q = debit air limpasan C = koefisien limpasan

A = luas daerah tangkapan air (catchment area) I = curah hujan

Berdasarkan Tabel 6.6, koefisien limpasan (C), dapat ditentukan sebagai berikut ;

 Untuk daerah hutan dan perkebunan, didapat nilai C = 0,3

 Untuk bukaan tambang Pit, nilai C = 0,9, artinya, air hujan akan ditangkap seluruhnya ke dalam Pit.

(8)

Nilai masing-masing koefisien limpasan seperti pada Tabel 6.5 6 berikut.

Tabel 6.6 Nilai Koefisien Limpasan

No Kemiringan Tata guna lahan tutupan (Land Use) Koefisien Limpasan

1. < 3 %

 Sawah, rawa

 Hutan, perkebunan

 Perumahan dengan kebun

0,2 0,3 0,4 2. 3 – 15 %  Hutan, perkebunan  Perumahan

 Tumbuhan yang jarang

 Tanpa tumbuhan, daerah penimbunan

0,4 0,5 0,6 0,7 3. > 15 %  Hutan  Perumahan, kebun

 Tumbuhan yang jarang

 Tanpa tumbuhan, daerah tambang

0,6 0,7 0,8 0,9

Sumber : C.W Fetter. Applied Hidrogeology. 1994

Dengan acuan operasi tambang lebih lama dari 15 tahun, maka dipilih Intensitas Hujan Rencana dengan periode ulang 15 tahunan, yaitu 16,42 mm/jam untuk kondisi ekstrim dan 9 mm/jam untuk kondisi rata-rata sedang. Hasil perhitungan air limpasan menjadi sebagai dalam Tabel 6.7 dan Tabel 6.8.

Tabel 6.7 Air limpasan dengan kondisi hujan ekstrim

PIT 2A 2262613 226.26 16.42 0.9 33,436.89 9.29 PIT 2B 4550483 455.05 16.42 0.9 67,247.03 18.68 PIT 2C 3378835 337.88 16.42 0.9 49,932.43 13.87 PIT 2D 4547352 454.74 16.42 0.9 67,200.76 18.67 PIT 2E 2553091 255.31 16.42 0.9 37,729.58 10.48 PIT 2F 5779470 577.95 16.42 0.9 85,409.01 23.72 PIT 2G 8880246 888.02 16.42 0.9 131,232.27 36.45 PIT 1C 3323854 332.39 16.42 0.9 49,119.91 13.64 PIT 1B 5414851 541.49 16.42 0.9 80,020.67 22.23 PIT 1A 8762032 876.20 16.42 0.9 129,485.31 35.97 C * I (mm/jam) ha m2 Lokasi Q (m3/detik) Q (m3/jam)

(9)

Tabel 6.8 Air limpasan dengan kondisi hujan sedang PIT 2A 2262613 226.26 9 0.9 18,327.16 5.09 PIT 2B 4550483 455.05 9 0.9 36,858.91 10.24 PIT 2C 3378835 337.88 9 0.9 27,368.57 7.60 PIT 2D 4547352 454.74 9 0.9 36,833.55 10.23 PIT 2E 2553091 255.31 9 0.9 20,680.04 5.74 PIT 2F 5779470 577.95 9 0.9 46,813.71 13.00 PIT 2G 8880246 888.02 9 0.9 71,929.99 19.98 PIT 1C 3323854 332.39 9 0.9 26,923.21 7.48 PIT 1B 5414851 541.49 9 0.9 43,860.29 12.18 PIT 1A 8762032 876.20 9 0.9 70,972.46 19.71 Lokasi m2 ha I (mm/jam) C * Q (m3/jam) Q (m3/detik)

Air limpasan pada area Waste Dump dihitung berdasarkan luas area miring dari tumpukan waste ( + 30 % lebar Waste Dump areaArea) sesuai volume waste yang dibuang. Dalam perencanaan, lebar waste dump dibuat relatif sama sehingga air limpasan dari masing-masing Waste Dump area Area untuk semua sub blok penambangan dianggap relatif sama. Dengan demikian, desain saluran pengalihan air untuk mencegah masuknya air ke dalam pit dapat dibuat satu macam saja. Limpasan dari Waste Dump area Area dapat dilihat pada Table 6.9 dan Tabel 6.10.

Tabel 6.9 Air limpasan dari Lereng Waste Dump area Pit 2A (hujan ekstrim)

WD Aa 335586.8 33.56 16.42 0.9 4,959.30 1.38 WD Ab 334754 33.48 16.42 0.9 4,946.99 1.37 Catchment 1487355 148.74 16.42 0.3 7,326.71 2.04 Q (m3/detik) Total Q (m3/detik) 4.79 Lokasi m2 ha I (mm/jam) C * Q (m3/jam)

Tabel 6.10 Air limpasan dari Lereng Waste Dump area Pit 2A (hujan sedang)

WD Aa 335586.8 33.56 9 0.9 2,718.25 0.76 WD Ab 334754 33.48 9 0.9 2,711.51 0.75 Catchment 1487355 148.74 9 0.3 4,015.86 1.12 Lokasi m2 ha I (mm/jam) C * Q (m3/jam) Q (m3/detik) Total Q (m3/detik) 2.62

Catatan : Perhitungan debit air limpasan dapat berubah apabila kemudian hari terjadi

(10)

intensitas hujan yang sama besarnya. Debit air yang dihitung merupakan dasar untuk menentukan daya tampung maksimum saluran air yang akan dibuat, agar air limpasan yang terjadi selalu cukup mengalir pada saluran itu.

6.2 Analisis Hidrogeologi

Penyelidikan hidrogeologi dilakukan dengan mengolah data lapangan seperti koefisien kelulusan air melalui suatu lapisan batuan/tanah dan debit airtanah di rencana lokasi penambangan. Telah dilakukan uji permeabilitas dengan menggunakan uji packer pada lubang bor geoteknik. Berdasarkan RSNI 03-2411-1991untuk uji packer, perhitungan nilai koefisien permeabilitas dari batuan di lokasi rencana penambangan dinyatakan dengan dua nilai koefisien kelulusan batuan (k) dan nilai Lugeon. Koefisien kelulusan air pada salah satu lapisan batuan/tanah yang diuji di lokasi rencana penambangan beserta cara penentuan nilai lugeonnya adalah sebagai dalam Tabel 6.11 dan Gambar 6.34.

Tabel 6.11 Perhitungan hasil uji packer Waktu

(menit) pm ps ptotal Awal Akhir Q (Lt/men) Q/m Lugeon k (cm/det)

1 0.3 0.93 1.23 2127 2174 47 8.393 68.235 4.624E-03 1 0.25 0.93 1.18 2179 2220 41 7.321 62.046 3.038E-03 1 0.25 0.93 1.18 2238 2280 42 7.500 63.559 2.496E-03 1 0.25 0.93 1.18 2351 2394 43 7.679 65.073 3.186E-03 1 0.25 0.93 1.18 2398 2434 36 6.429 54.479 3.542E-03

Tekanan (kg/cm2) Meteran air (Ltr) Air yang masuk Permeabilitas

(11)

Dari tabel di atas terlihat bermacam nilai lugeon pada berbagai urutan pengaliran dengan gambaran sebagai berikut :

0.000 20.000 40.000 60.000 80.000 1 2 3 4 5 Niail Lugeon

Pengaliran ke

Nilai Lugeon untuk berbagai Urutan Pengaliran Tekanan

Gambar 6.34 Diagram Cara Penentuan Uji Lugeon

Gambaran di atas, memberikan informasi bahwa aliran air yang melalui lapisan uji cenderung bersifat Laminer, dikarenakan nilai Lugeonnya hampir sama. Sehingga dalam pelaksanaannya, nilai Lugeon yang dipakai adalah nilai Lugeon rata-rata, begitu juga dengan nilai koefisien kelulusannya, yang digunakan adalah nilai rata-rata dari perhitungan koefisien kelulusan yang telah dilakukan. Nilai koefisien permeabilitas dan nilai Lugeon dari hasil pengujian (Packer Test) yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 6.12.

Tabel 6.112 Koefisien Permeabilitas dan nilai Lugeon hasil uji Packer Blok Tanjung RambaiI

(12)

Koefisien permeabilitas Tebal lapisan (cm/det)

1

GT-KBB-01.A

Batupasir

16.5

19.5

3

1.790E-04

5.140 Aliran Pengikisan

2

GT-KBB-01.B

Batubara

60

63

3

1.140E-05

0.330 Aliran Penyumbatan

3

GT-KBB-01.C

Batupasir

67

70.5

3.5

1.030E-04

2.440 Aliran Dilasi

4

GT-KBB-06.A

Batupasir

30.8

33.8

3

3.420E-05

0.980 Aliran Penyumbatan

5

GT-KBB-06.B

Batubara

45.5

48.5

3

2.860E-04

8.230 Aliran Torbulen

6

GT-KBB-06.C

Batulempung

59

62

3

5.200E-05

1.490 Aliran Torbulen

7

GT-KBB-07.A

Batupasir

11.6

14.6

3

1.630E-04

4.670 Aliran Penyumbatan

8

GT-KBB-07.B

Batupasir

18.7

22.6

3.9

6.260E-04

13.060 Aliran Pengikisan

9

GT-KBB-07.C

Batupasir

35

38.5

3.5

1.280E-04

3.400 Aliran Torbulen

10

GT-KBB-09

Batupasir

23

26.5

3.5

6.750E-04

16.080 Aliran Laminer

No Lubang uji Lapisan yang diuji

Kedalaman Lapisan Nilai

lugeon Arti lugeon (m)

Tabel 6.13 Koefisien Permeabilitas dan nilai Lugeon hasil Uji Packer Blok Muara Indung - HTI

(13)

Koefisien permeabilitas

Tebal lapisan (cm/det)

1 GT-KBB-10.1 Batupasir 18.6 24.6 6 4.122E-05 0.926 Aliran Torbulen

2 GT-KBB-10.2 Batupasir 29.6 33.6 4 8.931E-05 2.880 Aliran Penyumbatan

3 GT-KBB-10.3 Batubara 56.6 62.2 5.6 3.377E-03 62.678 Aliran Laminer

4 GT-KBB-11.1 Batupasir 18 27.4 9.4 3.762E-04 7.791 Aliran Dilasi

5 GT-KBB-11.2 Batubara 41.7 49.73 8.03 3.820E-03 52.149 Aliran Pengikisan

6 GT-KBB-11.3 Batupasir 64 69.47 5.47 6.210E-03 241.028 Aliran Pengikisan

7 GT-KBB-12.1 Batupasir 12 17 5 6.976E-05 1.975 Aliran Pengikisan

8 GT-KBB-12.2 Batupasir 59 61.8 2.8 3.974E-05 0.580 Aliran Pengikisan

9 GT-KBB-12.3 Batupasir 73.2 74 0.8 3.599E-05 0.642 Aliran Laminer

10 GT-KBB-13.1 Batupasir 25.65 31.65 6 1.695E-05 0.481 Aliran Dilasi

11 GT-KBB-13.2 Batubara 41.5 48.45 6.95 9.084E-07 0.006 Aliran Dilasi

12 GT-KBB-13.3 Batupasir 70 75.63 5.63 1.146E-06 0.015 Aliran Dilasi

13 GT-KBB-14.1 Batupasir 18 23.2 5.2 5.111E-05 1.489 Aliran Penyumbatan

14 GT-KBB-14.2 Batubara 45.4 51.8 6.4 1.796E-04 5.973 Aliran Laminer

15 GT-KBB-14.3 Batupasir 60 64.2 4.2 2.812E-05 0.705 Aliran Dilasi

16 GT-KBB-15.1 Batupasir 9.5 11.1 1.6 1.095E-04 11.806 Aliran Laminer

17 GT-KBB-15.2 Batupasir 19 21.8 2.8 7.131E-05 4.305 Aliran Torbulen

18 GT-KBB-15.3 Batupasir 52 57.5 5.5 9.924E-05 1.523 Aliran Laminer

19 GT-KBB-15.4 Batubara 62 65 3 1.160E-04 3.478 Aliran Laminer

No Lubang uji Lapisan yang

diuji

Kedalaman Lapisan Nilai

lugeon Arti lugeon

(m)

Debit air tanah adalah volume air yang masuk ke dalam tambang (pit) yang berasal dari rembesan batuan pada dinding lereng tambang. Debit air tanah dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Q = k. i. A (m3/detik)

Dengan keterangan :

Q = debit air tanah (m3/detik)

K = konduktivitas hidrolik (m/detik) i = gradien hidraulik

A = luas penampang melintang batuan yang terembesi air (m2)

Perhitungan debit airtanah dilakukan dengan menggunakan data hasil pengolahan nilai konduktivitas hidrolik yang diperoleh dari uji packer di lapangan, selain itu dilihat juga nilai muka airtanahnya. Ini bertujuan untuk memperoleh gambaran pola aliran airtanah secara umum di lokasi penelitian sekaligus arah pergerakan aliran airtanahnya. Di samping itu juga untuk memperkirakan nilai gradien hidraulik airtanah mengacu pada elevasi airtanah terhadap pola aliran airtanah.

(14)

X Y GT-01 10.19 256130 9742505 GT-06 7.94 250268 9741340 GT-07 3.67 252648 9741660 GT-09 5.15 250951 9741176 GT-10 4.9 257505 9740278 GT-12 4.85 259471 9740278 GT-14 2.15 258248 9740142 GT-15 4.4 259210 9739580 Koordinat Lubang Bor Water Level

(m)

Gambar 6.45 Pola aliran airtanah

Dengan pola aliran airtanah seperti yang digambarkan di atas, diperoleh nilai gradient hidraulik (i) dari aliran airtanah sebesar 0.0012, namun jika penambangan dibuka, maka nilai gradient hidraulik akan lebih besar, dan dalam studi ini diperkirakan (asumsi) = 0,3.

(15)

Batupasir 9.9 3.36E-06 3.36E-08 63188.27 6.37E-04 2.29

Batubara 3 9.08E-07 9.08E-09 19147.96 5.22E-05 0.19

Batupasir 9.9 3.36E-06 3.36E-08 85947.1 8.66E-04 3.12

Batubara 3 9.08E-07 9.08E-09 26044.57 7.10E-05 0.26

Batupasir 8.6 3.360E-06 3.36E-08 63667.02 6.42E-04 2.31

Batubara 6.95 9.084E-07 9.08E-09 51451.84 1.40E-04 0.50

Batupasir 14.87 3.360E-06 3.36E-08 126921.5 1.28E-03 4.61

Batubara 8.03 9.084E-07 9.08E-09 68539.31 1.87E-04 0.67

Batupasir 14.87 3.360E-06 3.36E-08 102837.5 1.04E-03 3.73

Batubara 8.03 9.084E-07 9.08E-09 55533.61 1.51E-04 0.54

Batupasir 14.5 3.360E-06 3.36E-08 144624.7 1.46E-03 5.25

Batubara 3 9.084E-07 9.08E-09 29922.36 8.15E-05 0.29

Batupasir 14.5 3.360E-06 3.36E-08 137761.9 1.39E-03 5.00

Batubara 3 9.084E-07 9.08E-09 28502.47 7.77E-05 0.28

Batupasir 6.3 3.360E-06 3.36E-08 46959.2 4.73E-04 1.70

Batubara 3 9.084E-07 9.08E-09 22361.52 6.09E-05 0.22

Batupasir 6.3 3.360E-06 3.36E-08 64782.68 6.53E-04 2.35

Batubara 3 9.084E-07 9.08E-09 30848.89 8.41E-05 0.30

Batupasir 6.3 3.360E-06 3.36E-08 87790.15 8.85E-04 3.19

Batubara 3 9.084E-07 9.08E-09 41804.84 1.14E-04 0.41

Lokasi PIT 1B PIT 1C PIT 2G PIT 2F PIT 2E PIT 2D 13934.945 0.3 PIT 1A PIT 2C PIT 2B PIT 2 A 10282.9645 0.3 7453.841 0.3 Litologi Tebal (m)* Panjang Bukaan (m)** k (cm/det) k (m/det) Luas (m2) i*** Q (m3/det) Q (m3/jam) 6382.6534 0.3 8681.5249 0.3 9974.1192 0.3 9500.8231 0.3 7403.1419 0.3 8535.4063 0.3 6915.7676 0.3

*) asumsi diambil dari ketebalan maksimum batupasir **) sepanjang sidewall dan highwall

***) asumsi maksimal karena pit akan mengubah gradien alami

6.3

Sistem Penanggulangan Air Tambang

Dengan mengetahui sifat, perkiraan debit, dan pola aliran air permukaan (run off) dan air sungai, koefisien Permeabilitas lapisan batuan yang akan ditambang, dan perkiraan debit air tanah yang potensial masuk ke dalam bukaan tambang, maka sasaran akhir dari studi hidrologi dan hidrogeologi ini adalah membuat rekomendasi sistem pengendalian air tambang secara keseluruhan

6.3.1 Penanggulangan Air Limpasan di Luar Pit Area

Air limpasan di luar Pit area akan dialihkan melalui saluran pengalihan air yang disesuaikan dengan kondisi topografi dan posisi serta pola aliran air sungai dekat Pit area. Perancangan dimensi saluran pengalihan air limpasan di luar Pit area didasarkan atas perhitungan debit air limpasan di luar Pit area pada masing-masing rencana penggalian.. Debit air limpasan ini adalah debit air limpasan dalam kondisi

(16)

skenario ekstrim, yaitu sebesar 9,56 m3/detik untuk Pit area kiri dan sebesar 3,84 m3/detik untuk Pit Kanan.

Penentuan dimensi saluran, dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut ini :

3 / 2 2 / 1 3 / 5 .P n S A Q= Dimana : Q = debit

A = Luas penampang basah S = gradient

N= koefisien kekasaran manning (kekasaran dinding saluran). Untuk dinding beton n = 0.011, dan untuk dinding tanah, n = 0,02

P = keliling basah

Saluran yang direkomendasikan adalah bentuk trapezium untuk memudahkan dalam pembuatannya. Dimensi saluran, akan ditentukan berdasarkan perhitungan luas penampang basah dan keliling basah menggunakan persamaan tersebut di atas. Gradien saluran ditentukan berdasarkan perbedaan ketinggian topografi ujung rencana saluran, dan nilai kekasaran dinding saluran adalah n = 0,02.

Dengan simulasi dan perhitungan pendekatan menggunakan rumus di atas, maka dapat ditentukan luas saluran basah (A), keliling basah (P), dan kecepatan aliran (v) untuk masing-masing rencana penggalian.

a. Pada waktu penggalian PIT 2A, debit air limpasan yang berpengaruh berasal dari waste dump Aa, Ab, dan Catchment 2A, seperti dapat dilihat pada Gambar 6.6. Total perkiraan air limpasannya, adalah 2,62 m3/det. Dengan simulasi untuk

(17)

Tabel 6.16 Perhitungan Debit Air Limpasan dan Desain saluran pada Pit 2A

WD Aa 0.76 WD Ab 0.75 Catchment 2A 1.12

Lokasi (m3/detik)Q (m3/detik)Total Q (m2)A S * n **

2.62 0.63 0.040 0.020 2.120 2.770 4.430 15.960 P (m) Q (m3/det)*** V (m/det) V (km/jam)

*) Diambil dari beda tinggi dibagi terhadap penurunan elevasi dari topografi **) tipe saluran dengan dinding tanah

***) debit maksimum jika saluran terisi penuh

2A Aa

Ab

Gambar 6.6 Penggalian PIT 2A

Dari perhitungan debit saluran hasil simulasi, direkomendasikan dimensi saluran air limpasan berbentuk trapezium, sebagai dalam Gambar 6.6, dan diperhitungkan cukup untuk mengalihkan air limpasan sepanjang waktu penambangan.

Gambar 6.7 Skema Rekomendasi Dimensi saluran Air Limpasan PIT 2A

1 m 0.5m 1.5 m Outlet Saluran menuju sungai Catchment 2A Saluran menuju sungai Saluran menuju sungai

(18)

b. Pada waktu penggalian PIT 2B, debit air limpasan yang berasal dari waste dump merupakan limpasan dari waste dump Ba , Bb dan catchment PIT 2A, seperti dapat dilihat pada Gambar 6.8.

c. Pada akhir penambangan pit 2B ini, akan dibuat DAM untuk menahan air limpasan dari mine out area PIT 2A dan 2B masuk ke PIT area 2C.

2A Aa Ab 2B Ba Bb

Gambar 6.88 Pengalihan Air Limpasan pada waktu Penambangan PIT 2B

d. Pada waktu penggalian PIT 2C, air limpasan berasal dari waste dump Ca dan Cb, seperti dapat dilihat pada Gambar 6.99.

(19)

2A Aa Ab 2B Ba Bb 2C Ca Cb

Gambar 6.99 Pengalihan Air Limpasan pada waktu Penambangan PIT 2C

e. Pada waktu penggalian PIT 2D, debit air limpasan berasal dari waste dump Da, Db dan catchment PIT 2C, seperti dapat dilihat pada gambar 6.1010.

f. Pada akhir penambangan PIT 2D ini, juga akan dibuat DAM untuk menahan air limpasan dari mine out area PIT 2C dan 2D masuk ke Pit area 2E.

(20)

Aa Ab Ba Bb Ca Cb 2D Da Db 2A 2B 2C

Gambar 6.1010 Pengalihan Air Limpasan pada waktu Penambangan PIT 2D

g. Pada waktu Penggalian PIT 2E, debit air limpasan berasal dari waste dump Ea dan Eb, seperti dapat dilihat pada Gambar 6.111.

(21)

Aa Ab Ba Bb Ca Cb Da Db Ea Eb 2A 2B 2C 2D 2E 2A 2B 2C 2D 2E

Gambar 6.111 Pengalihan Air Limpasan pada waktu Penambangan PIT 2E

h. Pada waktu penggalian PIT 2F, debit air limpasan berasal dari waste dump Fa, Fb dan catchment PIT 2E, seperti dapat dilihat pada Gambar 6.122. Luas catchment area dari PIT 2F adalah akumulasi dari PIT 2E dan 2F .

(22)

2A Aa Ab 2B Ba Bb 2C Ca Cb 2D Da Db 2E Ea Eb 2F Fa Fb

Gambar 6.122 Pengalihan Air Limpasan pada waktu Penambangan PIT 2F

i. Pada waktu penggalian PIT 2G, debit air limpasan berasal dari waste dump Ga dan air limpasan yang berasa dari catchment PIT 2E, 2F dan 2G, seperti dapat dilihat pada Gambar 6.133.

(23)

2A Aa Ab 2B Ba Bb 2C Ca Cb 2D Da Db 2E Ea Eb 2F Fa Fb 2G Ga Gb

Gambar 6.133 Pengalihan Air Limpasan pada waktu Penambangan PIT 2G

j. Selanjutnya, pada waktu penggalian pada Blok 1 PIT 1C, pada penggalian ini direncanakan juga untuk dilakukan backfill sehingga semakin maju penambangan ke arah PIT B dan PIT A maka catchment areanya akan semakin bertambah mengikuti luas catchment area masing-masing PIT. Debit air limpasan pada PIT 1C berasal dari waste dump 1Ca dan 1Cb. Catchment area tidak ada yang mempengaruhi PIT karena tertutup oleh area waste dump seperti terlihat pada Gambar 6.144.

(24)

1C 2A Aa Ab 2B Ba Bb 2C Ca Cb 2D Da Db 2E Ea Eb 2F Fa Fb 2G Ga Gb 1Ca 1Cb

Gambar 6.144 Pengalihan Air Limpasan pada waktu Penambangan PIT 1C

k. Pada waktu penggalian PIT 1B, debit air limpasan berasal dari waste dump 1Ba, 1Bb dan Catchment PIT 1C, seperti dapat dilihat pada Gambar 6.155.

(25)

1B 1C 2A Aa Ab 2B Ba Bb 2C Ca Cb 2D Da Db 2E Ea Eb 2F Fa Fb 2G Ga Gb 1Ca 1Cb 1Ba 1Bb 1C 2A Aa Ab 2B Ba Bb 2C Ca Cb 2D Da Db 2E Ea Eb 2F Fa Fb 2G Ga Gb 1Ca 1Cb

Gambar 6.1.55 Pengalihan Air Limpasan pada waktu Penambangan PIT 1B

l. Pada waktu penggalian PIT 1A, debit air limpasan berasal dari waste dump 1Aa, 1Ab dan dan Catchment PIT 1C serta PIT 1B, seperti dapat dilihat pada Gambar 6.166.

(26)

1B 1C 2A Aa Ab 2B Ba Bb 2C Ca Cb 2D Da Db 2E Ea Eb 2F Fa Fb 2G Ga Gb 1Ca 1Cb 1Ba 1Bb 1A 1Aa 1Ab

Gambar 6.166 Pengalihan Air Limpasan pada waktu Penambangan PIT 1A

6.3.2 Penanggulangan Air di Dalam Pit

Air di dalam Pit area berasal dari air limpasan permukaan dari air hujan dan air tanah yang merembes di bawah permukaan melalui lapisan batuan yang dapat merembeskan air baik melalui pori-pori maupun melalui rekahan batuan.

Jumlah debit air yang masuk ke dalam masing-masing Pit (rencana penggalian) dapat dilihat pada Tabel 6.137. Untuk penggalian yang telah dilakukan,

(27)

Tabel 6.137 Debit air dalam Masing-masing Penggalian PIT 2A 9.29 Batupasir 2.29 Batubara 0.19 PIT 2B 18.68 Batupasir 3.12 Batubara 0.26 PIT 2C 13.87 Batupasir 2.31 Batubara 0.50 PIT 2D 18.67 Batupasir 4.61 Batubara 0.67 PIT 2E 10.48 Batupasir 3.73 Batubara 0.54 PIT 2F 23.72 Batupasir 5.25 Batubara 0.29 PIT 2G 12.68 Batupasir 5.00 Batubara 3.51 PIT 1C 13.64 Batupasir 1.70 Batubara 0.22 PIT 1B 22.23 Batupasir 2.35 Batubara 0.30 PIT 1A 35.97 Batupasir 3.19 Batubara 0.41 9 10 No 1 2 3 4 5 6 7 8 89,573.204 142,430.410 42,367.879 79,394.737 60,066.877 86,202.076 53,125.294 105,359.132 76,294.290 56,044.281 14.757 29.266 21.193 15.568 24.881 39.564 Lokasi Q (m3/detik) Q (Total) (m3/detik) 11.769 22.054 16.685 23.945 Q (Total) (m3/Jam)

Penanggulangan air yang masuk ke dalam bukaan tambang (di permukaan Pit area) dilakukan dengan membuat beberapa saluran penyaliran di setiap jenjang, sebagai nampak dalam ilustrasi pada Gambar 6.177.

(28)

Gambar 6.177 Skema Saluran Penyaliran pada Jenjang

Sistem penyaliran air pada jenjang ini bertujuan untuk mengalirkan air yang berada di atas setiap jenjang dapat mengalir menuju sumuran pada lantai tambang, sehingga tidak terjadi genangan air di atas jenjang. Pada setiap level jenjang, dibuat saluran arah vertikal sebagai penghubung antar level jenjang dengan jarak setiap 60 meter. Pada lantai tambang di level terendah dibuat sumuran (Pit sump) yang berfungsi sebagai tempat penampungan akhir dari air yang masuk ke dalam Pit area, sebelum dialirkan ke luar dengan sistem pemompaan. Air pada Pit sump akan dipompakan menuju ke settling pond yang disarankan dibuat di bagian atas dan berada di luar pit. Air pada settling pond ini akan dialirkan lagi menuju ke kolam pengontrol (monitoring pond) yang berfungsi untuk memantau kualitas air sebelum dialirkan menuju ke sungai.

Perawatan dilakukan secara periodik 2 minggu sekali dengan cara mengontrol dan menggali kembali material yang masuk dan mengendap ke dalam saluran, sehingga kedalaman saluran tetap terjaga. Apabila material yang masuk sangat banyak, maka dapat dibuat bak pengontrol dan barier sebagai penghalang.

(29)

Tabel 6.18. Perhitungan Dimensi Saluran Air Limpasan pada Jenjang. Q (Limpasan) m3/det 1.14 Panjang Atas m 1 Panjang Bawah m 0.5 Tinggi m 0.75 Panjang sisi m 0.791 Sudut ° 71.57 Luas (A) m2 0.56 Keliling Basah (P) m2 2.08 Gradient (S ) 0.01 Koef. Manning (n) 0.02 Q m3/det 1.18 V m/det 2.09 V km/jam 7.52 SATUAN Jenjang

Dari perhitungan debit saluran hasil simulasi, direkomendasikan dimensi saluran air limpasan pada jenjang berbentuk trapezium, sebagai dalam Gambar di bawah ini, dan diperhitungkan cukup untuk mengalihkan air limpasan sepanjang waktu penambangan.

Gambar 6.18 Skema rekomendasidimensi saluran air limpasan Pada jenjang

0.5 m 0.75m

(30)

6.3.3 Sistem Pemompaan

Pemilihan pompa yang akan digunakan untuk sistem pemompaan air tambang ini perlu mempertimbangkan faktor-faktor kekeruhan air, pH, tinggi angkat total sistem pemompaan (Total Head) dan kapasitas (Debit) dan karakteristik pompa. Data-data ini dapat diperoleh dengan mengacu kepada desain tambang perencanaan tambang. Setiap tipe pompa umumnya mempunyai kurva unjuk kerja (karakteristik) pompa, yaitu grafik yang menunjukkan kemampuan atau kapasitas (debit) pemompaan terhadap variasi tinggi angkat total sistem (head) serta efisiensi kerja pompa.

Pemilihan kapasitas pompa yang akan digunakan didasarkan atas debit air yang diperkirakan tertampung pada Pit sump.

Berdasarkan perhitungan kapasitas dan perkiraan efisiensi total kerja Ppompa 65%, maka jumlah pompa yang direkomendasikan yang dibutuhkan untuk setiap rencana penggalian untuk disediakan dapat dilihat padaadalah sebagai dalam tabel 6.189 di bawah ini:

(31)

PIT 2A 9.29 Batupasir 2.29 Batubara 0.19 PIT 2B 18.68 Batupasir 3.12 Batubara 0.26 PIT 2C 13.87 Batupasir 2.31 Batubara 0.50 PIT 2D 18.67 Batupasir 4.61 Batubara 0.67 PIT 2E 10.48 Batupasir 3.73 Batubara 0.54 PIT 2F 23.72 Batupasir 5.25 Batubara 0.29 PIT 2G 36.45 Batupasir 5.00 Batubara 3.51 PIT 1C 13.64 Batupasir 1.70 Batubara 0.22 PIT 1B 22.23 Batupasir 2.35 Batubara 0.30 PIT 1A 35.97 Batupasir 3.19 Batubara 0.41 18 18 18 18 18 18 18 18 Q (Total) (m3/Jam) Q pompa (m3/Jam) Estimasi kebutuhan Pompa / jam Estimasi kebutuhan Pompa / 4-8 jam kerja 18 18 1260 1260 Estimasi kebutuhan Pompa dengan Head 180 m Lokasi Q (m3/detik) Q (Total) (m3/detik) 11.769 22.054 16.685 23.945 14.757 29.266 44.962 15.568 24.881 39.564 105,359.132 161,862.253 56,044.281 1260 1260 1260 1260 1260 1260 83.62 128.46 44.48 1260 1260 42,367.879 79,394.737 60,066.877 86,202.076 53,125.294 10.45 10.71 8.90 89,573.204 142,430.410 33.63 63.01 47.67 68.41 42.16 6 7 8 71.09 113.04 8.41 9.00 8.67 8.55 8.43 9 10 No 8.89 9.42 1 2 3 4 5 Rekomendasi penyediaan pompa 1 PIT 2A1 56 3 5 2 PIT 2A2 104 10 3 PIT 2A3 156 14 4 PIT 2A4 183 14 5 PIT 2A5 183 14 6 PIT 2B1 185 14 7 PIT 2B2 185 14 8 PIT 2B3 185 14 9 PIT 2C1 185 14 10 PIT 2C2 185 14 11 PIT 2C3 185 14 12 PIT 2C4/D1 185 14 13 PIT 2D2 180 14 14 PIT 2D3 180 14 15 PIT 2D4 180 14 16 PIT 2E1 120 14 17 PIT 2E2 112 14 18 PIT 2F1 104 14 19 PIT 2F2 96 14 20 PIT 2G 2G 10 88 10 17 21 PIT 1C1 144 17 22 PIT 1C2 148 17 23 PIT 1C3 148 17 24 PIT 1C4/B1 140 17 25 PIT 1B2 138 17 26 PIT 1B3 140 17

Tahun Lokasi Lokasi

Estimasi kebutuhan Pompa / 12 jam kerja Kadalaman Pit (m) Rencana Pengadaan Pompa 2A 3 6 2B 6 12 2C 4 8 2D 6 12 2E 4 8 2F 7 7 1C 4 4 1B 6 6 VI - 31

(32)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk semua PIT jumlah jam kerja pemompaan sekitar adalah sekitar 4 – 8 jam sehingga dibutuhkan pompa sekitar 9 unit. Dengan mempertimbangkan kedalaman PIT yang paling dalam yaitu 180 m, maka untuk dapat mengeluarkan air limpasan akan digunakan pompa yang dipasang secara seri, sehingga kebutuhan pompa adalah dua kali dari jumlah pompa hasil perhitungan yaitu sekitar 18 pompa.

D

Kapasitas pompa yang direkomendasikan untuk dipakai adalah pompa yang mempunyai kapasitas setara dengan Pompa type HL 250 M, Merk Allight, dengan kapasitas 350 lt/sec atau 1.260 m3/jam, sebagai nampak dalam Gambar 6.1819.

(33)

Gambar

Gambar 6.1  Grafik Curah Hujan Kab.Sarolangun Rata-rata per hari Tahun 2003 – 2007
Gambar 6.2  Grafik Curah Hujan Kab. Musi Rawas Rata-rata per hari Tahun 2003 – 2007
Gambar 6.3  Peta Daerah Aliran Sungai dan Tangkapan Air Hujan
Tabel 6.5  Luas Catchment Area Lokasi m 2 ha Catchment 1 33105831 3,310.58 Catchment 2 38081815 3,808.18 Catchment 3 9223406 922.34 Catchment 4 7509706 750.97 Catchment 5 41811927 4,181.19 Catchment 6 5001954 500.20 Catchment 7 7301960 730.20
+7

Referensi

Dokumen terkait