• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Pengaruh Variasi Tipe Buoy pada Kinerja Sistem Tambat FPSO Brotojoyo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisa Pengaruh Variasi Tipe Buoy pada Kinerja Sistem Tambat FPSO Brotojoyo"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak - Bangunan apung sebagaimana FPSO harus

dilengkapi dengan sistem penambatan untuk mengatasi

gerakan yang terjadi pada saat mengalami eksitasi beban

lingkungan, sehingga proses operasinya akan dapat terus

dilakukan dengan aman. SPM CALM

buoy

merupakan salah

satu tipe system tambat yang digunakan untuk FPSO. Dalam

laporan ini disampaikan suatu studi sistem SPM CALM

buoy

yang digunakan pada FPSO “Brotojoyo”, berukuran 65KDWT

yang dioperasikan di Cinta Field pada kedalaman 48 m, tinggi

gelombang signifikan 1.9 m, periode puncak 5.3 sec,

kecepatan arus 0,1 m/s dan kecepatan angin 21.57 m/s. Pada

studi ini telah dilakukan variasi tipe

buoy

yang digunakan,

yakni

buoy

SBM Inc, SBM #1134, SBM #1039 dan SBM

Belanak, untuk memperoleh indikasi sistem yang terbaik.

Analisis kinerja system telah diselesaikan dengan menerapkan

model matematis berdasarkan teoridifraksi 3-dimensi. Hasil

analisis yang telah dilakukan pada kondisi ULS dan ALS serta

in-line

dan juga

between line

dengan arah pembebanan

headseas

menunjukkan bahwa

buoy

yang paling tepat untuk

SPM CALM FPSO “Brotojoyo” adalah dengan menggunakan

buoy

SBM Belanak. Menggunakan

buoy

tersebut harga-harga

tension

maksimum,

offset

maksimum serta

stability (free

board minimum) buoy

pada kondisi ULS adalah sebesar

masing-masing 22.05 ton, 17.05 m, dan 2.86 m. Pada kondisi

ALS ketiga parameter tersebut mempunyai harga,

berturut-turut 37.46 ton, 31.23 m, dan 2.84 m. Kesemua harga tersebut,

baik pada kondisi ULS maupun ALS, adalah masih lebih

rendah dari kriteria ABS. Dengan demikian dapat diharapkan

system akan beroperasi secara aman di lingkungannya.

Kata Kunci— SPM CALM

buoy

, tipe

buoy

,

tension

,

excursion

dan

stability

.

Abstract - Floating structure such as FPSO should be equipped

with a mooring system to resist the motion that would develop

when it experiences environmental loads, therefore the

operational process could be safely sustained. SPM CALM

buoy is one type of mooring system used for FPSO. This

report put forwards a study on SPM CALM buoy system

utilized for FPSO “Brotojoyo”, sized 65KDWT, operated at

Cinta Field in a water depth of 48 m, wave height of 1.9 m,

peak period of 5.3 secs, current velocity of 0.1 m/s, and wind

velocity of 21.57 m/s. In this study the buoy type has been

varied, comprises of buoy SBM Inc, SBM #1134, SBM

#1039, and SBM Belanak, to derive an indication of the best

system. Analysis of the system performance is accomplished

by applying a mathematical model based on a 3-dimensional

diffraction theory. Results of the analysis carried out under the

ULS and ALS conditions, as well as in-line and between line

at the head seas load propagation, suggest the buoy of SBM

Belanak is best suited for the SPM CALM of FPSO

“Brotojoyo”. Employing that buoy the average of maximum

tension, maximuym offset, as well as stability (the minimum

free board) of the buoy under ULS are in the extent of,

respectively, 22.05 tons, 17.05 m, and 2.86 m. For the ALS

condition those three parameters have the magnitudes in the

order of, correspondingly, 37.46 ton, 31.23 m, and 2.84 m. All

those values, either for the ULS condition or ALS, are

satisfactorily lower than the criteria from ABS. Therefore the

system could be expected to operate safely in its environment.

Keywords:

SPM CALM

buoy,

FPSO

, buoy tipe, tension,

excursion, stability

I. PENDAHULUAN

roduksi minyak mentah Indonesia terus mengalami trend menurun, bahkan sejak tahun 2010 hanya mampu berproduksi kurang dari 1 juta barrel per hari. Hal ini disebabkan karena kegiatan eksplorasi minyak masih mengandalkan sumur-sumur tua yang produktifitasnya terus merosot, tidak adanya lapangan baru yang dibuka dan tidak ada kegiatan enhanced oil recovery (EOR) yang berarti [1]. Sehingga dibutuhkan teknologi baru yang tepat guna, seperti FPSO. Komponen utama yang perlu diperhatikan adalah sistem tambat pada FPSO tersebut, diantaranya adalah dengan menggunakan SPM CALM buoy [2]. Penggunaan buoy sebagai terminal saat ini menjadi perhatian utama untuk pendistribusian minyak dan gas dari laut ke darat (begitu pula sebaliknya). Buoy merupakan piranti tambahan pada sistem mooring yang biasanya digunakan pada perairan menengah ataupun deep water. Multi Buoy Mooring menggunakan setidaknya 4 buoy pada sistem tersebut. Analisis pemilihan empat konfigurasi MBM yang paling tepat pada kondisi lingkungan ekstrem di daerah perairan laut Jawa. Empat variasi konfigurasi MBM dilakukan pada sudut penempatan buoy terhadap vessel dan jumlah buoy yang ditempatkan [3].

Pengetahuan tentang perilaku gerak struktur bangunan apung di laut sangat rentan terhadap beban lingkungan yang terjadi pada bangunan laut tersebut, karenanya perlu dilakukan analisis terhadap sistem tambat yang bekerja pada FPSO, baik itu kondisi operasi maupun kondisi badai.

Analisa Pengaruh Variasi Tipe

Buoy

pada

Kinerja Sistem Tambat FPSO “Brotojoyo”

Mahasin Maulana Ahmad, Eko Budi Djatmiko, dan Murdjito

Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail: mahasinmaulanaahmad@gmail.com

(2)

II. METODEPENELITIAN

Langkah awal untuk memulai analisa ini adalah dengan melakukan studi literatur dan mengumpulkan data-data yang dibutuhkan untuk analisa ini. Data yang diperoleh berasal dari PT. Global Maritime dan juga dari IMODCO. Struktur yang digunakan dalam analisa ini adalah FPSO “Brotojoyo”, buoy SBM Inc, SBM #1134, SBM #1039 dan SBM Belanak yang akan dioperasikan di Cinta Field labuhan Maringgai Sumatera. Berikut data-data yang digunakan:

Tabel 1. Dimensi struktur FPSO “Brotojoyo”

Parameter Unit Value

Length Overall m 202.517 Length B.P m 194.0 Extream Breadth m 38.4 Breadth Moulded m 38.436 Depth Moulded m 18.6 Draught m 11.8

Data variasi tipe buoy yang digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Data variasi tipe buoy

Parameter Unit SBM Inc SBM #1134 SBM #1039 SBM Belanak Diameter OD m 12.00 13.50 11.00 13.00 Height H m 5.3 4.30 3.66 4.8 Draught T m 3.20 2.27 2.80 1.65

Displ. Buoy ton 380.04 332.88 272.607 206 Data mooring leg dan hawser yang digunakan tersaji dalam tabel berikut:

Tabel 3. Data mooring leg dan hawser

Descripotion Unit Buoy Mooring Leg

OD m 0.095

Number of Leg 4

Chain Type Studlink Chain

MBL ton 584 MBL kN 5727.084 Pre-Tension ton 17.89 Length of Leg m 509.02 Hawser OD m 0.4318 Length m 125 MBL ton 300 MBL kN 2941.995

Data lingkungan yang digunakan adalah Met-ocean Cinta seperti yang tersaji pada tabel di bawah ini:

Tabel 4. Data lingkungan Met-ocean Cinta

Parameter 100-Years Return Period

Kedalaman 48 m

Gelombang :

Tinggi Gelombang Signifikan.

(Hs) 1.9 m Periode Puncak. (Tp) 5.3 s Spektrum JONSWAP Arus : Kecepatan (Permukaan) Vs 0.1 m/s Angin : Kecepatan (1 jam) 21.57 m/s

Setelah semua data yang dibutuhkan diperoleh, dilanjutkan untuk pemodelan struktur, baik itu FPSO maupun SPM CALM buoy nya. Pemodelan dilakukan dengan bantuan perangkat lunak maxsurf dan juga MOSES baik itu FPSO maupun buoy nya. Setelah itu dilakukan validasi model terhadap data yang ada, yakni untuk FPSO validasi berdasarkan booklet FPSO “Brotojoyo” PT. GM sedangkan untuk buoy dari IMODCO. Sehingga sesuai dengan data yang ada untuk dilakukan analisa lebih lanjut.

Gambar 2: pemodelan FPSO “Brotojoyo” dengan maxsurf

Gambar 3: Pemodelan dengan MOSES; a. Tampak samping, b. Tampak atas, c. Tampak depan, d. Tampak isometri Gambar 1: Sketsa analisisi

(3)

Gambar 4: Pemodelan SBM dengan MOSES; a. SBM Inc, b. SBM #1134, c. SBM #1039 dan d. SBM Belanak

Tabel 5: Validasi model FPSO “Brotojoyo”

Parameter unit Data Maxsurf Selisih

(%) MOSES Selisih (%) Displacement ton 71943 71835 0.15 71943 0 Loa m 202.5 202.52 0 202.517 0 Lebar m 38.4 38.4 0 38.4 0 Tinggi m 18.6 18.6 0 18.6 0 Tinggi Sarat m 11.8 11.8 0 11.8 0 Cb - 0.76 0.78 2 0.76 0 WSA 𝑚𝑚2 6458 6539 1.25 6522 0.99

Tabel 6: Validasi model buoy

Parameter SBM Inc MOSES Selisih (%) SBM #1134 MOSES Selisih (%) Displ.(te) 380.0 379.57 0.47 332.88 332.39 0.49 OD (m) 12 12 0 13.5 13.5 0 Tinggi (m) 5.3 5.3 0 4.3 4.3 0 Tinggi Sarat (m) 3.2 3.2 0 2.27 2.27 0 Parameter SBM #1039 MOSES Selisih (%) SBM Belanak MOSES Selisih (%) Displ.(ton) 272.6 272.4 0.23 206 205.8 0.198 OD (m) 11 11 0 13 13 0 Tinggi (m) 3.66 3.66 0 4.8 4.8 0 Tinggi Sarat (m) 2.8 2.8 0 1.65 1.65 0

Untuk mengetahui karakteristik gerakan struktur di laut dalam dilakukan analisa RAO pada struktur tersebut, yakni dengan mempertimbangkan persamaan RAO berikut [4]:

RAO gerakan translasional (surge, sway & heave) 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 =𝜁𝜁𝑘𝑘0

𝜁𝜁0 (𝑚𝑚 𝑚𝑚⁄ ) (1)

merupakan perbandingan langsung antara amplitudo gerakannya dibanding dengan amplitudo gelombang.

RAO gerakan rotasional (roll, pitch & yaw) 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 = 𝜁𝜁𝑘𝑘0

𝑘𝑘𝑤𝑤𝜁𝜁0=

𝜁𝜁𝑘𝑘0

(𝜔𝜔2⁄ )𝜁𝜁𝑔𝑔 0(𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟⁄ ) (2)

merupakan perbandingan antara amplitudo gerakan rotasi dengan kemiringan gelombang.

Analisa RAO struktur dilakukan terhadap FPSO, baik itu pada saat free floating maupun pada saat tertambat dengan masing-masing variasi tipe buoy untuk arah pembebanan headseas. Hasil analisa RAO ditampilkan pada kurava transfer RAO berikut ini untuk setiap mode gerakan SDOF:

Gambar 5: RAO gerakan surge FPSO kondisi free floating (m/m)

Gambar 6: RAO gerakan sway FPSO kondisi free floating (m/m)

Gambar 7: RAO gerakan heave FPSO kondisi free floating (m/m)

0,0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

1,0

0,0

0,5

wave frequency (rad/sec)

1,0

1,5

2,0

0 Deg 45 Deg 90 Deg 135 Deg 180 Deg

0,0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

1,0

0,0

0,5

wave frequency (rad/sec)

1,0

1,5

2,0

0 Deg 45 Deg 90 Deg 135 Deg 180 Deg

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

1,6

0,0

0,5

wave frequency (rad/sec)

1,0

1,5

2,0

0 Deg 45 Deg 90 Deg 135 Deg 180 Deg

(4)

Gambar 8: RAO gerakan roll FPSO kondisi free floating (m/m) Gambar 5. s/d 7 diatas menyatakan RAO gerakan sway, heave dan roll. Dimana besar RAO maksimum yang terjadi pada setiap mode gerakan untuk FPSO Brotojoyo kondisi free floating masih berada pada kondisi aman untuk dioperasikan, sehingga struktur layak untuk dilakukan analisis lebih lanjut.

Gambar 9: RAO gerakan pitch FPSO kondisi free floating (m/m)

Gambar 10: RAO gerakan yaw FPSO kondisi free floating (m/m)

Gambar 9. s/d 10 diatas menggambarkan RAO gerakan pitch dan yaw, dimana RAO maksimum yang terjadi masih aman untuk gerakan FPSO “Brotojoyo”.

Hasil analisis RAO maksimum FPSO “Brotojoyo” kondisi free floating disajikan dalam tabel xx berikut:

Tabel 7.: Nilai maksimum RAO FPSO kondisi free floating

Moda Gerakan Unit

RAO Maksimum

0deg 45deg 90deg 135deg 180deg Surge m/m 0.91 0.658 0.078 0.658 0.91 Sway m/m 0.004 0.651 0.942 0.651 0.004 Heave m/m 0.945 0.969 1.471 0.968 0.944 Roll deg/m 0.326 2.497 3.33 2.49 0.276 Pitch deg/m 1.466 1.625 0.402 1.433 1.364 Yaw deg/m 0.006 0.342 0.032 0.363 0.006

Berdasarkan Tabel 7. dapat dketahui bahwa nilai RAO maksimum kondisi free floating terjadi pada mode gerak roll yakni sebesar 3.33 deg/m. dimana dengan nilai itu tidak berpengaruh besar terhadap gerakan struktur FPSO itu sendiri, karena geometri struktur FPSO “Brotojoyo” sendiri mampu untuk meredam gerakan dengan nilai RAO 3.33 deg/m tersebut.

Kemudian dilakukan analisis RAO pada setiap buoy, sebagaimana analisis RAO pada FPSO yakni dilakukan analisis RAO buoy kondisi free floating. Hasil analisis disampaikan dalam kurva RAO sebagaimana kurva RAO FPSO sebelumnya:

Gambar 11: RAO buoy SBM Inc kondisi free floating

Gambar 11. Menjelaskan tentang perilaku gerak buoy pada saat terapung bebas, dimana RAO maksimum yang terjadi pada mode gerak rotasional pitch, yakni sebesar 5.23 dimana masih dalam batas aman untuk beroperasi.

Sedangkan untuk perilaku gerak buoy yang lain, yakni buoy SBM #1134, buoy SBM #1039 dan buoy SBM Belanak dijelaskan pada Gambar 12. sampai Gambar 14 berikut ini, sebagaimana gambar 11. diatas:

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

0,0

0,5

wave frequency (rad/sec)

1,0

1,5

2,0

0 Deg 45 Deg 90 Deg 135 Deg 180 Deg

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

1,6

1,8

0,0

0,5

wave frequency (rad/sec)

1,0

1,5

2,0

0 Deg 45 Deg 90 Deg 135 Deg 180 Deg

0,00

0,05

0,10

0,15

0,20

0,25

0,30

0,35

0,40

0,00

0,50

wave frequency (rad/sec)

1,00

1,50

2,00

0 Deg 45 Deg 90 Deg 135 Deg 180 Deg

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

0,0

0,5

wave frequency (rad/sec)

1,0

1,5

2,0

Surge Sway Heave Roll Pitch

(5)

Gambar 12: RAO buoy SBM #1134 kondisi free floating

Gambar 13: RAO buoy SBM #1039 kondisi free floating

Gambar 14: RAO buoy SBM Belanak kondisi free floating

Dari gambar 12. s/d Gambar 14. Ditarik kesimpulan RAO maksimum yang terjadi pada setiap buoy kondisi free floating sebagaimana yang tercantum dalam Tabel xx berikut:

Tabel 8: Nilai maksimum RAO buoy kondisi free floating

Tipe Buoy

Moda Gerak Struktur

Translational (m/m) Rotational (deg/m) Surge Sway Heave Roll Pitch Yaw SBM Inc 0.98 0.00 1.11 0.00 5.21 0.00 SBM #1134 0.988 0.00 1.04 0.00 7.95 0.00 SBM #1039 0.996 0.00 1.18 0.00 2.76 0.00 SBM Belanak 1.078 0.00 1.17 0.00 8.38 0.00

Pada tabel 8 diatas dapat diketahui bahwa RAO maskimum buoy kondisi free floating terjadi pada buoy SBM Belanak untuk mode gerakana rotasional arah y (pitch) akan tetapi dengan nilai 8.38 deg/m tersebut masih aman untuk beroperasi dikarenakan tinggi dari buoy SBM Belanak tersebut masih jauh untuk dijangkau oleh SWL struktur.

Selanjutnya dilakukan analisa struktur FPSO kondisi tertambat pada setiap tipe buoy dengan arah pembebanan headseas. Berikut disajikan dalam gambar 15 s/d gambar 18:

Gambar 15:RAO FPSO tertambat dengan buoy SBM Inc

Gambar 16: RAO FPSO tertambat dengan buoy SBM #1134

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

9,0

0,0

0,5

wave frequency (rad/sec)

1,0

1,5

2,0

Surge Sway Heave Roll Pitch

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

0,0

0,5

wave frequency (rad/sec)

1,0

1,5

2,0

surge Sway Heave Roll Pitch

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

9,0

0,0

0,5

wave frequency (rad/sec)

1,0

1,5

2,0

Surge Sway Heave Roll Pitch

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

0,0

0,5

wave frequency (rad/sec)

1,0

1,5

2,0

surge Sway Heave Roll Pitch

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

1,6

0,0

0,5

wave frequency (rad/sec)

1,0

1,5

2,0

surge Sway Heave Roll Pitch

(6)

Gambar 17: RAO FPSO tertambat dengan buoy SBM #1039

Gambar 18: RAO FPSO tertambat dengan buoy SBM Belanak Dari gambar 15. s/d Gambar 18. ditarik kesimpulan RAO maksimum yang terjadi pada FPSO kondisi tertambat dengan setiap buoy dengan arah pembebanan headseas sebagaimana yang tercantum dalam Tabel xx berikut:

Tabel xx: Perbandingan nilai maksimum RAO kondisi free floating dan tertambat SPM CALM buoy

Kondisi

Moda Gerak Struktur

Translational (m/m) Rotational (deg/m) surge Sway Heave Roll pitch Yaw Free floating 0.91 0.004 0.944 0.276 1.364 0.01 Tertambat buoy SBM 0.947 0.000 0.945 0.059 1.370 0.001 Tertambat buoy SBM 0.952 0.000 0.945 0.023 1.369 0.001 Tertambat buoy SBM 0.953 0.000 0.945 0.056 1.372 0.001 Tertambat buoy SBM 0.949 0.000 0.945 0.057 1.373 0.001

Tabel diatas mereview hasil analisis RAO maksimum yang terjadi pada FPSO saat free floating dan pada saat tertambat dengan masing-masing buoy. Dapat dilihat bahwa perbedaan antara free floating dan

pada saat tertambat sangatlah kecil. Dengan kondisi lingkungan Cinta Field yang mempunyai kedalaman 48 meter dan tinggi gelombang signifikan pada lingkungan tersebut hanya 1.9 meter, maka sistem tersebut masih aman untuk dioperasikan di lingkungan tersebut. Setelah memperoleh RAO dari masing-masing struktur, baik itu pada saat terapung bebas maupun pada saat tertambat, maka dilakukan analisa tension, offset dan juga stablity kondisi in line dan between line serta ULS dan ALS dari sistem tersebut. Analisa untuk tension tali tambat dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut ini [3]:

𝑇𝑇𝑚𝑚𝑟𝑟𝑚𝑚 = 𝑇𝑇𝐻𝐻+ 𝑤𝑤ℎ (3)

Dimana:

T

max

= tegangan maksimum tali tambat (ton)

T

H

= horizontal

pre-tension

(ton)

w = berat

chain

di air (ton/m)

h = kedalaman laut (m)

Sementara persamaan yang digunakan untuk analisa tension pada catenarymooring adalah sebagai berikut:

Gambar 1: cattenary definition sketch (Tsinker: 1986)

Berdasarkan Gambar 1. didapat persamaan tension pada sitem SPM yang digunakan dalam analisis ini, yakni dengan mnggunakan persamaan: V = wS = T sin (ϴ) (4) H = wc = T cos (ϴ) (5) T = wy (6) c = 𝐻𝐻 𝑤𝑤 (7)

V : Gaya vertikal pada poin (x,y)

w : Berat dari

mooring chain

S : Panjang

mooring chain

dari (0,c) ke poin (x,y)

T : Besar

tension

pada poin (x,y)

H : Gaya horizontal pada poin (x,y)

c : panjang dari

touch down poin

ke titik y yang ditinjau (m)

y : Jarak titik yang ditinjau ke dasar laut (m)

Analisa yang sudah dilakukan diatas, dipengaruhi oleh beban lingkungan, sehingga harus memperhitungkan gaya masing-masing beban yang akan mempengaruhi kestabilan struktur. Beban lingkungan yang mempengaruhi tersebut sebagai berikut:

- Beban Angin

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

1,6

0,0

0,5

wave frequency (rad/sec)

1,0

1,5

2,0

surge Sway Heave Roll Pitch Yaw

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

1,6

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

RAO

(

ɀ/

ɀ)

wave frequency (rad/sec)

surge Sway Heave Roll Pitch Yaw

(7)

Beban angin yang bekerja pada struktur adalah beban angin transversal, lateral dan momen yaw angin, dimana mempunyai persamaan masing-masing sebagai berikut:

𝐹𝐹1𝑤𝑤= 0,5 𝜌𝜌𝑊𝑊𝑅𝑅𝑇𝑇𝐶𝐶1𝑊𝑊(𝜓𝜓𝑊𝑊𝑅𝑅)𝑉𝑉𝑊𝑊𝑅𝑅2 (8)

𝐹𝐹2𝑤𝑤= 0,5 𝜌𝜌𝑊𝑊𝑅𝑅𝐿𝐿𝐶𝐶2𝑊𝑊(𝜓𝜓𝑊𝑊𝑅𝑅)𝑉𝑉𝑊𝑊𝑅𝑅2 (9)

𝐹𝐹6𝑤𝑤= 0,5 𝜌𝜌𝑊𝑊𝑅𝑅𝐿𝐿𝐿𝐿𝐶𝐶6𝑊𝑊(𝜓𝜓𝑊𝑊𝑅𝑅)𝑉𝑉𝑊𝑊𝑅𝑅2 (10)

Yilmaz (1996), menyatakan bahwa beban angin memberikan dampak yang kecil terhadap gerakan buoy. Persamaan kecepatan angin yang digunaka dalam perhitungan beban angin sebagai berikut [4]:

x WR y V V       = 10 10 (11) Dimana:

ρ

w

: massa jenis air

A

T

: total tranverse area(m

2

)

A

L

: total lateral area (m

2

)

C1W

: koefisien tahanan dalam arah longitudinal

C2W

:

koefisien tahanan dalam arah transversal

C6W

: koefisien tahanan dalam arah

yaw

VWR

: kecepatan angin(m/s)

ψWR

: sudut relatif angin

V

10

: kecepatan angin pada ketinggian 10 m (m/s)

y : ketinggian dimana kecepatan angin dihitung (m)

x : faktor eksponen (≈0,16) , (m)

- Beban Arus

Sebagaimana beban angin, beban arus yang bekerja pada struktur adalah beban arus transversal, lateral dan arah yaw masing-masing sebagai berikut:

(12) (13) (14)

Dimana:

ρ =

massa jenis air laut

L = panjang vessel

T = tinggi sarat vessel

C1C

= koefisien tahanan arah longitudinal

C2C

= koefisien tahanan arah transversal

C6C =

koefisien tahanan arah

yaw

- Beban Gelombang

Beban gelombang time series dapat dibangkitkan dari spektrum gelombang sebagai first order dan second order. Berikut adalah persamaan gaya gelombang first order:

𝐹𝐹𝑊𝑊𝑉𝑉(1)(𝑡𝑡) = ∑ 𝐹𝐹𝑁𝑁𝑖𝑖=1 𝑊𝑊𝑉𝑉(1)(𝜔𝜔𝑖𝑖) cos[𝜔𝜔𝑖𝑖+ 𝜀𝜀𝑖𝑖]𝑟𝑟𝑖𝑖 (15)

Sedangkan gaya gelombang second order menggunakan persamaan sebagai berikut:

𝐹𝐹𝑊𝑊𝑉𝑉(2)(𝑡𝑡) = ∑ ∑𝑁𝑁𝑖𝑖=1 𝑁𝑁𝑗𝑗=1𝑟𝑟𝑖𝑖𝑟𝑟𝑗𝑗𝐷𝐷𝑖𝑖𝑗𝑗cos�(𝜔𝜔𝑖𝑖− 𝜔𝜔𝑗𝑗)𝑡𝑡 + (𝜀𝜀𝑖𝑖− 𝜀𝜀𝑗𝑗)� (16)

Dimana:

𝐹𝐹𝑊𝑊𝑉𝑉(1)(𝑡𝑡) : gaya gelombang first order tergantung waktu

𝐹𝐹𝑊𝑊𝑉𝑉(1) :gaya exciting gelombang first order per unit amplitudo

gelombang

𝜀𝜀𝑖𝑖 : sudut fase komponen gelombang first order

𝑟𝑟𝑖𝑖 : amplitudo komponen gelombang first order

𝑆𝑆(𝜔𝜔) : fungsi spektra gelombang

𝐷𝐷𝑖𝑖𝑗𝑗 : drift force per unit amplitudo gelombang

Analisis pada penelitian ini mengacu pada rules ABS dimana mempunyai kriteria safety factortension yang terjadi pada mooring line kondisi ULS dan ALS masing-masing 1,67 dan 1,25.

III. HASIL DAN DISKUSI

Penelitian ini menunjukkan tension yang terjadi mooring line sistem tambat SPM CALM buoy FPSO “Brotojoyo” yang ditinjau pada kondisi ULS dan ALS serta in line dan between line untuk arah pembebanan headseas. Ilustrasi posis line dari analisa yang dilakukan ditunjukkan pada gambar 3. berikut:

Gambar 3. Illustrasi posiisi line kondisi in-line dan juga between line

Berdasarkan hasil analisa yang sudah dilakukan, didapat tension maksimum yang ditunjukkan pada Tabel berikut:

Tabel 5: Tension maksimum mooring line kondisi ULS, in line

Tipe Buoy Mooring

Max Tension (Te) SF Remarks SBM Inc L3 21.920 26.642 OK SBM #1134 L3 22.010 26.533 SBM #1039 L3 21.530 27.125 SBM Belanak L3 22.050 26.485

Sebagaimana hasil analisa yang sudah disajikan dalam Tabel 5. bahwa tension maksimum yang terjadi pada mooring line sistem tambat CALM Buoy FPSO “Brotojoyo” masih memenuhi kriteria safety factor ABS, yakni tidak boleh kurang dari sama dengan 1.67. tension maksimum terjadi pada saat sistem tambat menggunakan SPM buoy SBM Belanak, yakni sebesar 22.05 te.

(

)

(

)

(

)

2 6 6 2 2 2 2 1 1 5 . 0 5 . 0 5 . 0 CR CR C Stat C CR CR C Stat C CR CR C Stat C V LTC F V LTC F V LTC F

ψ

ρ

ψ

ρ

ψ

ρ

= = = − − −

(

2 2

)

R R CR

u

v

V

=

+

(8)

Sedangkan pada saat kondisi between line, hasil analisa tension ULS ditunjukkan pada Tabel 6. berikut:

Tabel 6: Tension maksimum mooring line kondisi ULS, between line

Tipe Buoy Line

Mooring Max Tension (Te) Safety factor Remark s SBM Inc L2 & L3 20.570 28.391 OK SBM #1134 L2 & L3 20.700 28.213 SBM #1039 L2 & L3 20.340 28.712 SBM Belanak L2 20.620 28.322

Berdasarkan Tabel 6. Diatas, yakni ULS, kondisi between line menunjukkan bahwa sistem tambat SPM CALM buoy dengan menggunakan keempat tipe buoy masih aman untuk dioperasikan, sebgaimana safety factor yang terjadi pada tiap tipe buoy masih memenuhi kriteria ABS. Untuk kondisi between line ini, temsion maksimum terjadi pada saat sistem tambat FPSO “Brotojoyo” menggunakan SPM CALM buoy SBM #1134, yakni mengalami tension sebesar 20.7 te.

Karena pada saat kondisi operasi, sistem tambat dengan tiap tipe buoy tersebut masih aman untuk dioperasikan, maka dilakukan analisa tambahan dengan asumsi sistem tambat tersebut mengalami damage (satu tali putus) untuk in line dan juga between line. Hasil analisis menunjukkan sebagaimana Tabel 7. Berikut:

Tabel 7: Tension maksimum mooring line kondisi ALS, in-line

Tipe Buoy Damage Max Tension (Te) Line Mooring SF Remarks SBM Inc L4 736.9 L3 0.79 Failed SBM #1134 L3 37.75 L4 15.5 OK SBM #1039 H1 2080.5 L4 0.28 Failed SBM Belanak L3 37.460 L2 15.6 OK

Tabel 7. Diatas menunjukkan bahwa analisis yang dilakukan terhadap sistem tambat SPM CALM buoy megalami kegagalan pada beberapa tipe buoy, yakni terjadi pada tipe buoy SBM Inc dan buoy SBM #1039, dikarenakan mengalami tension yang mlebihi kriteria ABS untuk kondisi damage, yakni tidak boleh kurang dari sama dengan 1.25 sementara safety factor yang terjadi pada SPM CALM buoy SBM Inc dan buoy SBM #1039 masing-masing 0.79 dan 0.28. tension maksimum pada terjadi pada saat sistem tambat FPSO menggunakan SPM CALM buoy SBM #1039 dimana mempunyai maksimum tension sebesar 2080.5 ton terjadi pada saat hawser 1 putus.

Sementara analisis untuk kondisi ALS between line disajikan dalam Tabel 8 berikut ini:

Tabel 8: Tension maksimum mooring line kondisi ALS, between line

Tipe Buoy Damage Max Tension (Te) Line Mooring SF Remarks SBM Inc L2 32.970 L3 17.71 OK SBM #1134 L3 33.340 L2 17.52 OK SBM #1039 L2 32.220 L3 18.13 OK SBM Belanak L2;L3 33.350 L3;L2 17.51 OK

Tabel 8. diatas menunjukkan tension maksimum yang terjadi pada mooring line kondisi ALS (satu tali putus) between line dengan arah pembebanan haedseas. Berdasarkan Tabel 8. Tersebut dapat diketahui bahwasanya tension maksimum yang terjadi pada kinerja sistem tambat SPM CALM buoy FPSO “Brotojoyo” untuk masing-masing tipe buoy dalam keadaan aman untuk beroperasi di Cinta Field Labuhan Maringgai, dimana mengalami safety factor tension yang sesuai dengan kriteria yang diberikan oleh ABS. Tension maksimum untuk ALS between line sebesar 18.13, terjadi pada saat FPSO “Brotojoyo” menggunaan SPM CALM buoy SBM #1039. Setelah dilakukan analisis terhadap tension yang terjadi, tension maksimum kondisi ALS, in-line mengalami gagal pada saat sistem tambat FPSO menggunakan SPM CALM buoy tipe SBM Inc dan SBM #1039, jadi masih ada dua tipe buoy yang tepat untuk digunakan pada sistem tambat FPSO “Brotojoyo” ini, langkah selanjutnya adalah dengan menganalisa sistem tersebut terhadap stability yang terjadi pada SPM CALM buoy saat beroperasi, yakni berapa minimal free board yang terjadi pada setiap tipe buoy? Tabel 8. dan Tabel 9. menunjukkan hasil analisa free board sistem tambat FPSO dengan masing-masing tipe buoy, baik itu kondisi ULS dan ALS serta in-line maupun kondisi between-line dengan arah pembebanan headseas.

Tabel 8: Free board minimum kondisi ULS

Tipe buoy H (m)

In Line Between Line Z position Free board min (m) Z position Free board min (m) SBM Inc 5.3 -3.5 1.8 -3.51 1.79 SBM #1134 4.3 -2.52 1.78 -2.53 1.77 SBM #1039 3.66 -3.17 0.49 -3.17 0.49 SBM Belanak 4.8 -1.95 2.85 -1.96 2.84

Tabel 8. diatas dapat diketahui bahwasanya minimum free board terjadi pada buoy SBM Belanak, yakni mengalami minimum free board -1.95 meter dari tinggi buoy 4.8 meter. Itu berarti tinggi buoy yang tidak terkena air adalah 2.85 meter untuk in-line, sedangkan untuk between-line mengalami minimum free board -1.96 meter dari tinggi buoy 4.8 meter, sehingga tinggi buoy yang tidak terkena air adalah 2.84 meter. Sedangkan untuk kondisi ALS disajikan dalam tabel 9. berikut:

(9)

Pada kondisi ALS baik itu in-line maupun between-line, minimum free board terjadi pada saat sistem tambat FPSO menggunakan SPM CALM buoy SBM Belanak, yakni untuk kondisi in-line dan between line masing-masing sebesar 1.96 dan 1.94 yang artinya tinggi buoy yang tidak terkena air masing-masing sebesar 2.84 dan 2.86.

IV. KESIMPULAN/RINGKASAN

Berdasarkan analisa yang sudah dilakukan, yakni analisa tension mooring line pada kinerja sistem tambat SPM CALM buoy FPSO “Brotojoyo” yang dioperasikan di Cinta Field Labuhan Mariggai Sumatera dan ditinjau untuk berbagai kondisi, yakni kondisi ULS dan ALS serta in line dan between line untuk arah pembebanan headseas, dengan variasi empat tipe buoy, yakni buoy SBM Inc, SBM #1134, SBM #1039 dan SBM Belanak dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

Untuk kondisi ULS (semua tali utuh), baik itu untuk kondisi in line maupun between line, tension maksimum yang terjadi pada mooring line untuk setiap tipe buoy masih berada pada batas aman, dimana mempunyai safety factor tension mooring line yang sesuai dengan kriteria ABS, yakni safety factortension yang terjadi pada mooring line kondisi operasi lebih dari sama dengan 1.67, sehingga setiap tipe buoy aman untuk dioperasikan. Akan tetapi dapat dilihat juga perbedaan antara kondisi in line dan between line. Pada kondisi between line safety factor tension lebih besar dibandingkan saat dioperasikan pada kondisi in line.

Sedangkan untuk kondisi ALS (asumsi satu tali putus), mengalami perbedaan yang sangat signifikan antara in line dan between line untuk tension yang terjadi pada mooring line sistem tambat tersebut. Pada kondisi in line, 2 dari 4 tipe buoy yang dianalisis, ternyata mengalami kegagalan ketika satu tali putus. Yakni terjadi pada buoy SBM Inc dan buoy SBM #1039 yang mempunyai safety factor tension masing-masing sebesar 0.79 dan 0.28 dimana batas syarat safety factor tidak boleh kurang dari sama dengan 1.25, sementara tipe buoy SBM #1134 dan buoy SBM Belanak masih sesuai dengan kriteria ABS dimana masing-masing safety factornya adalah 15.5 dan 15.6.

Dua tipe buoy lainnya yang masih dalam kriteria aman dilakukan analisis terhadap stability yang terjadi pada sistem tersebut. Hasil analisis menghasilkan free board minimum terjadi pada SPM CALM buoy SBM Belanak dimana masih mempunyai 2.86 meter tinggi buoy yang tidak terkena air dibandingkan dengan buoy SBM #1134 yang mempunyai 1.86 meter tinggi buoy yang tidak terkena air. Akan tetapi kedua tipe buoy ini masih dalam kondisi aman untuk dioperasikan.

Berdasarkan analisis yang sudah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwasanya tipe buoy yang bisa dioperasikan terhadap sistem tambat FPSO “Brotojoyo” adalah dengan menggunkan sistem tambat SPM CALM buoy SBM #1134 dan atau SBM Belanak. Akan tetapi, lebih aman apabila menggunakan SBM Belanak.

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah dengan menganalisa sistem tambat terhadap fatigue yang terjadi dan juga dengan jumlah mooring line 6 atau 8 pada sistem tambat tersebut.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada PT. Global Maritime dan jiga IMODCO yang telah bersedia memberikan data yang dibutuhkan untuk pengerjaan jurnal ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Biro Riset LM FEUI, 2010, Analisis Industri Minyak dan Gas di Indonesia, LM FEUI.

[2] API RP 2SK. (1996). Recommended Practice for Design and Analysis of Station Keeping Systems for Floating Structures. Washington. DC

[3] Suryanto. AKS (2011) “Study Selection Configuration Multi Buoy Mooring Due Extrem Condition Based On Reliability”. Scientific Publications Search Engine. ITS Surabaya

[4] Djatmiko. E.B. 2012. Perilaku dan Operabilitas Bangunan Laut di Atas Gelombang Acak, Jurusan Teknik Kelautan. ITS Surabaya. Indonesia.

[5] Yilmaz. O.&.A.I.. 1996. Hydrodynamic Design of Moored Floating Platforms. Elsevier. Marine Structures. 9. pp.545-75. [6] ABS, 2012, Mobile Offshore Drilling Unit, American Beurau of

Referensi

Dokumen terkait

Yang bukan sistem operasi jaringan yang dapat digunakan sebagai server dalam jaringan adalah..... Jenis pengaturan pada access point yang dilakukan sebelum setting

Jika Lembar Data Keselamatan kami telah diberikan kepada Anda beserta persediaan tinta Asli yang diisi ulang, diproduksi ulang, dan kompatibel atau non-HP, harap diketahui

Dari hasil penelitian didapatkan indikator tujuan orientasi intrinsik berkategori sangat baik, yang berarti siswa mempunyai minat dan semangat dalam belajar serta

2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, Jakarta, Departemen Kesehatan

Seperti yang telah dijelaskan di atas mengenai objek penelitian yang ditetapkan oleh penulis sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti adalah mengenai Minat

Proses seleksi berkaitan dengan kemampuan individu untuk menyeleksi tingkah laku dan lingkungan yang tepat, sehingga dapat mencapai tujuan yang

Sementara itu, lahan gambut menjadi areal yang potensial untuk kehidupan ikan lokal perairan rawa diantaranya ikan gabus ( Channa striata), betok ( Anabas

Multimedia yang digunakan dalam penelitian ini berupa Microsoft Powerpoint yang dibuat dengan memadukan gambar-gambar (visual) yang relevan dengan sejarah perjuangan