• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wayan Santrayana Maya Rupa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Wayan Santrayana Maya Rupa"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

“Maya Rupa”

Solo Painting Exhibition

(3)

Kata Sambutan

Om Swastiastu

Membuka lembaran baru ditahun 2016, Santrian Gallery mempersembahkan sebuah pameran yang menampilkan karya-karya teranyar pelukis yang juga merupakan seorang pendidik I Wayan Santrayana. Ia adalah sosok guru seni rupa yang memiliki idealism tinggi, karena selain disibukkan dengan kegiatan mengajar di sekolah menengah seni rupa tangannya tidak pernah berhenti untuk selalu mengoreskan drawing, melukis di kanvas. Setiap tahun Ia selalu melahirkan karya-karya yang mewakili rekam jejaknya sebagai pelukis yang tetap produktif. Seperti karya-karya yang hadir sekarang ini, merupakan cipta karsa periode terakhirnya yang diberi tajuk “Maya Rupa”, dengan bangga kami hadirkan kehadapan khalayak apresian semua.

Sudah menjadi visi kami, Santrian Gallery untuk selalu memberi ruang apresiasi bagi perkembangan seni rupa Bali. Ini adalah wujud darma bakti kami kepada medan sosial seni rupa Bali yang sangat kaya akan kosa rupa yang membentang dari kosa rupa tradisi, modern, dan seni rupa hari ini (kontemporer). Sejak awal berdiri hingga sekarang, para perupa baik individu maupun berkelompok, baik yang muda maupun yang sudah lama malang melintang dalam percaturan seni rupa lokal, nasional bahkan internasional. Telah silih berganti kami persilakan untuk mempresentasikan hasil-hasil pencapaian kreatif mereka kehadapan apresiatornya. Tak hanya perupa Bali, Indonesia, tapi juga dari negeri manca.

Terakhir kata, kami ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat hingga menjadikan program pameran ini dapat terselenggara dengan baik.

Om Shanti, Shanti, Shanti, Om

Owner Santrian Gallery Ida Bagus Gede Sidarta Putra

“Maya Rupa”

(Kesadaran Garis Wayan Santrayana)

Oleh: I Wayan Seriyoga Parta

Membuat karya seni memang bukan hanya sekedar perkara teknis semata, tetapi juga menyangkut perkara ide, pemikiran dan imajinasi. Dengan itu, soal apa yang akan dituangkan atau dilukis menjadi perkara yang terpenting bagi seorang seniman. Hal yang dituangkan adalah “ide” (ide-ide kreatif), ide tersebut datang dari imajinasi dan diolah di dalam pikiran. Dan bagi seniman yang terpenting adalah melahirkan pemikiran yang kreatif-imajinatif. Dalam pemikiran kreatif seniman akan mengutak-atik sebuah “ide” dan tak berhenti untuk mengimajinasikannya, atau dengan kata lain mensimulasikannya di dalam pikiran. Dari pergutan itu kemudian lahir menjadi daya kreativitas yang selanjutnya akan menuntun seorang seniman mewujudkan ide tersebut hingga mewujud di dalam karyanya.

Sebagai seorang seniman, pergulatan kreatif itulah yang dijalani Wayan Santrayana dalam ruang dan waktu yang pernah putus. Dimanapun, dalam kesempatan apapun, (ia yang di sekolah diberi mandat untuk mengajar kelas drawing (sketsa) senantiasa selalu mengoreskan material pensil, drawing pendi kertas yang selalu setia menemaninya. Dalam kehidupannya, Santrayana telah mampu membuat medan tersendiri bagi gerak laku kreativitasnya. Dalam suatu waktu dan kesempatan dia akan selalu bisa menyempatkan diri khusuk dalam menuangkan ide-imajinasinya sembari juga terus mengulatkannya di dalam pikiran.

Perjalanan kreativitasnya dalam seni lukis terbilang panjang, tercatat pameran bersama telah dia ikuti sejak tahun 1986 dan tahun 1993 ia telah memberanikan diri untuk tampil secara tunggal di Art Center Denpasar. Dalam penggalian bahasa visual Santrayana memulai dengan mengangkat figur ikonik yang bersumber dari bahasa rupa wayang. Penulis seni rupa Hardiman menjelaskan soal pemilihan berdasarkan dengan cara “wimba Bali” tersebut dengan menguraikan aspek visual dalam karya Santrayana.

(4)

Menurut Hardiman hal itu dapat diperiksa dari penggambaran objek figur yang “badannya tampak menghadap ke depan, kaki tampak menyamping, dan kepala tampak tiga perempat. Penyusunan objek-objek ini mengikuti juga cara penyusunan dalam tradisi wayang”. Kecenderungan eksplorasi rupa yang berkarakteristik wayang itu dilakoni sejak awal tahun 1990an.

Santrayana yang pernah mengenyam medan kreatif Yogyakarta rupanya mendapat spirit dari diskursus kebudayaan nasional. Hingga tahun 1990an karakter kebudayaan nasional dirumuskan dari mengidentifikasi puncak-puncak kebudayaan suku-suku bangsa daerah. Wayang menempati posisi penting dalam konstelasi konseptual tersebut, terlebih kebudayaan Bali yang sudah lama berhasil menjadi benchmarks bagi model pengembangan lanskap kebudayaan tradisi dalam kondisi modernitas. Penggalian ikon-ikon sebagai penanda identitas kebudayaan menjadi spirit penting bagi ekpslorasi karya-karya seniman kala itu, termasuk juga mendasari laku kreativitas Santrayana. Membawa seniman-seniman Indonesia termasuk Santrayana pada mencarian ikonik yang dikembangkan dari ikonografi wayang.

Dalam kerangka konseptual arus besar itu, ia terbilang cukup jeli dalam mengolah dan mengauisisi ikografi kolektif itu menjadi ‘karekter ikon pribadi’ yang diinjeksikan dengan tema-tema sosial masyarakat Bali. Tema-tema sosial digali dari kebudayaan pra-modern, kehidupan bertani, nelayan serta kehidupan dalam lingkup kebudayaan tradisional Bali yang erat berkaitan dengan ritual dan upacara. Tema-tema itu cukup sentral kala itu karena Bali dan Indonesia tengah mengalami proses modernisasi yang bergerak dengan laju yang pesat, melalui perangkat-perangkat modernitas. Laku kreatif yang dijalani Santrayana tidak secara frontal mempersoalkan dinamika proses tengah terjadi yang oleh beberapa seniman ditanggapi secara kritis dan banal. Ia sepertinya memilih jalan yang lebih personal dengan khusuk pada eksplorasi bahasa rupa, sembari terus merekam arus perubahan yang disematkan dalam tema-tema karyanya.

Perjalanan kreativitasnya tidak hanya berhenti di sana, semenjak paruh akhir dekade pertama tahun 2000an terjadi pergerakan dalam pemikiran kreatif Santrayana. Secara perlahan mulai muncul sebuah geliat pemikiran yang kemudian menggeser

pencarian kreatif yang telah dilakoni sebelumnya. Dalam pencarian kreatif fase berikutnya Santrayana mulai menggesersubject matter karyanya, dari tematika diproyeksikan ke luar, menjadi penggalian ke dalam diri. Hal ini sejalan dengan kesadaran eksplorasi bahasa visual yang sebelumnya menyandarkan diri pada bentuk ikonik-wayang, berikutnya beralih pada kesadaran nir-bentuk. Dalam menapaki proses kreativitasnya kini, ia mencoba menghayati potensi elemen paling pendasar dari rupa yaitu garis. Ia mulai menyadari bahwa garis adalah bagian terpenting dari laku kreativitas yang dijalaninya setiap hari, seperti telah disebutkan di awal. Kesehariannya selama ini begitu lekat dengan garis, setiap saat, setiap kesempatan, tangannya selalu menggoreskan garis dalam kertas. Dan selama puluhan tahun di Sekolah Menengah Seni Rupa ia telah mengajarkan cara mengoreskan garis kepada murid-muridnya, dan dengan intens ia juga turut mempraktekkan langsung, memberi contoh pada para muridnya.

Proses yang panjang dan intens tersebut kini mendapat saluran dalam ruang kesadaran “baru”, Santrayana menyatakan konsepnya itu sebagai“usaha membahasarupakan alur pikiran atau jalan pikiran manusia yang sejatinya penuh dengan misteri”. Ia menjelaskan “pikiran manusia senantiasa menjadi menarik untuk digali lebih dalam, karena semua hal di dunia ini dimulai dari hasil pemikiran-pemikiran yang senantiasa bergerak dinamis, dan tidak pernah berhenti”. Dan ia pun membiarkan pemikirannya berjalan sembari mengoreskan garis melalui warna, di dalam proses itu ia berusaha mengangkat pikiran alam bawah sadar yang lebih spontan dan tidak terbatasi dengan struktur linier bahasa. Dalam konsep De Saussure struktur bahasa tersebut terdiri langue dan parole, jika disederhanakan bisa dikatakan terdiri dari sistem dan fenomen. Secara struktural kedua aspek itu saling berelasi sehingga menghasilkan makna di alam kesadaran (conscious). Namun para bagi para pemikir lain (post-strukturalis), terutama dari disiplin psikoanalisa struktur linier bahasa bukan satu-satunya struktur pemaknaan dalam kehidupan ini, banyak struktur yang lain. Salah satunya adalah struktur bawah sadar (subsonscious) yang justru tidak linier, dan berdasarkan penelitian tokohnya Sigmund Freud struktur bawah sadar bahkan berpengaruh besar pada kedasaran manusia.

(5)

“Maya Rupa”

Sebuah Kesadaran Awal dari Proses Panjang

Wayan Santrayana

Maya rupa yaitu sebuah konsep mengenai usaha membahasarupakan alur pikiran atau jalan pikiran manusia yang sejatinya penuh dengan misteri. Pikiran manusia senantiasa menjadi menarik untuk digali lebih dalam, karena semua hal di dunia ini dimulai dari hasil pemikiran-pemikiran yang senantiasa bergerak dinamis, dan tidak pernah berhenti tersebut. Tidak jarang pikiran yang dinamis tersebut menjadi liar dan tidak terkendali, saat ia bertemu dengan materi atau objek yang lainnya sehingga membentuk lahirnya sebuah objek baru. Pikiran akan menentukan bagaimana “rupa” seorang manusia yang dapat dilihat dengan kasat mata. Perasaan kasih sayang, mencintai, benci, iri, sedih, sengsara, kebijaksanaan, merupakan perwujudan “Maya Rupa” pikiran. Maya Rupa pikiran menentukan apakah seorang manusia akan menjadi manusia yang baik dan bijak? Atau apakah seorang manusia tersebut akan menjadi seorang yang buruk dan serakah? Kembali lagi, baik dan buruk tersebut adalah merupakan hasil persepsi yang dijustifikasi oleh pikiran manusia. Begitulah cara kerja pikiran dalam membentuk dan melahirkan suatu hal di dunia ini, dan begitu pula pikiran yang memberi penilaian dan apresiasi terhadap objek tersebut.

Saya berusaha mengangkat misteri tentang bagaimana cara kerja pikiran manusia lewat garis-garis yang seolah tidak berarah dalam lukisan saya. Namun jika diperhatikan, ketika satu garis dengan garis yang lainnya bertemu maupun berseberangan akan membentuk suatu bentuk “rupa-rupa” baru. Persepsi orang yang berbeda akan mengantarkan setiap orang pada pencarian dan penemuan rupa yang berbeda pula ketika melihat karya “Maya Rupa” tersebut.

Pikiran manusia digerakkan dalam mekanisme kesadaran (conscious), walaupun sebagaian besar aspek kesadaran tersebut dipengaruh oleh alam bawah sadar seperti tesis Freud. Pergolakan tentang peran pikiran dalam diri manusia telah dibahas sejak lama dalam agama dan filsafat, di dalam diskursus agama dan filsafat tubuh manusia dipisahkan antara badan dan jiwa. Tubuh sebagai badan diidentifikasi sebagai penggerak utama kehidupan manusia, tetapi jiwa juga bagian penting. Bahkan agama menyatakan tubuh sebagai jiwa adalah bagian yang paling murni yang disebut sebagai roh. Badan sangat dipengaruhi oleh pikiran, pergulatan Santrayana juga menyentuh pada diskursus tersebut, dalam penghayatan spiritualitasnya ia menyatakan “perasaan kasih sayang, mencintai, benci, iri, sedih, sengsara, kebijaksanaan, merupakan perwujudan “Maya Rupa” pikiran”. Pernyataan itu dapat dimaknai sebagai akumulasi dari pergulatan subjektif yang dijalani Santrayana selama ini. Sebagai seniman pergulatan ini kemudian menemukan relasi dalam eksplorasi rupa yang dijalaninya sejak beberapa tahun belakangan. Mewujud dalam kreativitas rupa yang diberi judul sebagai “Maya Rupa”.

Bagi penulis, konsepsi perihal “maya” tersebut merupakan sebuah usaha untuk men-subject matter-kan pikiran, yang melahirkan eksplorasi nir-bentuk (abstraksi). Pencarian yang mengarah pada esensi rupa ini tidak harus dimaknai sebagai eksplorasi ensensialistik seperti yang dilakoni oleh kaum formalisme Barat di abad lalu. Eksplorasi Santrayana berjalan beriringan antara eksplorasi nilai artistik dan nilai penghayatan makna-makna yang subjektif. Penghayatannya telah menjadi bagian yang sangat subjektif dalam diri dan dunia kreativitasnya. Gelaran pameran tunggalnya kali ini adalah sebuah upaya untuk menawarkan nilai penghayatan subjektif tersebut, kehadapan subjek-subjek lain yaitu para apresian. Maka dari itu, pameran ini tidak hanya menjadi ajang untuk karya dan pencapaian estetik semata, di dalamnya juga terjadi sirkulasi komunikasi intersubjetif yang bersandar dari karya itu sendiri.

(6)
(7)

MAYA RUPA II, 2015, 150 x 300 cm, acrylic on canvas

(8)
(9)
(10)

Senggama Bumi , 2015, 120 x 130 cm, acrylic on canvas

(11)

I Wayan Santrayana, S.Pd, M.Pd

TTL : 29 September 1965

Alamat : Jl. Ida Bagus Japa, Br. Pagutan Kaja, Batubulan, Gianyar-Bali

Pekerjaan : Guru Seni Lukis di SMKN 1 Sukawati (SMSR) E-mail : wayan.santrayana@gmail.com

Phone : 081-337-644-027

PENGALAMAN PAMERAN Pameran Bersama:

1986 – Pameran Bersama Para Seniman Muda di Taman Budaya Denpasar 1992 – Pameran Pesta Seni Denpasar

1992 – Pameran Bersama Camps Group di Hotel Campuan Ubud 1992 – Pameran Dalam Rangka Dies Natalis STSI

1992 – Pameran Seni Rupa 4 Kota Di Bandung

1992 – Pameran Bersama Sanggar Dewata Indonesia di Museum Gunarsa 1993 – Pameran di Hotel Nusa Dua Beach

1997 – Pemaran Bersama di Museum Ratna Warta Ubud 1998 – Pameran Bersama di Lugano Switerland

2000 – Pameran Bersama Sanggar Dewata Menyambut Millenium

2000 – Pameran Menyambut Kunjungan Para Menteri Pendidikan Asea di Ruang Pameran SMKN. 1 Sukawati ( SMSR)

2006 – Pameran “ Gema Perdamaian”Bersama Komunitas Tamiang Bali 2007 – Pameran Voice Of Peace From Bali di Brussel ( Belgia)

2007 – Pameran Seniman Peduli Di Multi Art Gallery, Nusa Dua 2007 – Pameran Bersama di Gedung Pers Pancasila Jakarta. 2008 – Pemeran Bersama di BCC ( Bali Classic Centre) Ubud 2008 – Finalis “Festival Seni Internasional 2008” di Yogyakarta

2008 – Pameran Festival Seni Nasional di Gedung Mentri Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta

2009 – Pameran Bersama 50 Tahun Sanggar Bambu, Yogyakarta 2009 – Pameran Gebrak Guru Gambar, Yogyakarta

2010 – Pameran Edu Art Expo 2010, Solo

2014 – Pameran Seni Rupa Tingkat Nasional V, Geledah Kreasi Guru Seni 2014, Taman Budaya, Yogyakarta.

2015 – Pameran Seni Rupa Tingkat Nasional VI, Pro Eduart Expressio, Taman Budaya, Yogyakarta

2015 – Pameran Tutur Nyatur, Bentara Budaya Bali

Pameran Tunggal:

1993 – Pameran Tunggal di Art Center Denpasar 1994 – Pameran Tunggal di Museum Bali

2000 – Pemeran Tunggal di Bali International Convention Centre Sheraton Nusa Indah Nusa Dua

2006 – Pameran Tunggal di Ganesha Gallery, Four Season Hotel Jimbaran, Bali 2007 – Pameran Tunggal di Monumen Perjuangan Rakyat Bali (Bajra Sandhi)

(12)

CHOLOPON

Texts :

I Wayan Seriyoga Parta

Design & Layout :

D’ANSWER Production

Photography :

Artist Collection

Edition :

100 copies

All right reserved. No part of this catalog may be reproduced or transmitted in any formsor means, electronic or mechanical, including any information storage and retrieval system, without the prior permission in writing from the publisher.

Ucapan Terima Kasih:

- Bhakti dan syukur pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, berkat Beliau-lah pameran ini dapat terselenggara.

- Terima kasih kepada Griya Santrian Gallery and Resort atas kesempatan kerjasamanya.

-Terima kasih kepada Saudara Dollar Astawa atas bantuan untuk memfasilitasi pameran ini.

-Terima kasih kepada bli Nyoman Erawan atas kesediaanya membuka pameran ini.

- Saudara Wayan Seriyoga Parta atas kesediaanya menulis dan kuratorial pameran ini di sela kesibukannya yang begitu padat.

-Keluargaku tercinta yang selama ini senantiasa memberi dukungan dan semangat untuk berkarya.

(13)

Referensi

Dokumen terkait

ƒ Diagenesis ketiga terjadi dalam lingkungan fresh water phreatic, yang ditandai oleh pelarutan butiran, matriks dan semen yang membentuk porositas vuggy dan moldic; pelarutan

Filter yang akan digunakan berjenis filter pasif dengan beberapa topologi yaitu: filter harmonisa parallel, filter harmonisa seri dan Low Pass Filter.. Filter

HASIL PEMBANGUNAN OLAHRAGA KABUPATEN BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DITINJAU DARI SPORT DEVELOPMENT INDEX (SDI).. (Evaluasi : Ruang terbuka, Sumber Daya Manusia,

Bakteri intraseluler terbagi atas dua jenis, yaitu bakteri intraseluler fakultatif   dan obligat. Bakteri intraseluler fakultatif adalah bakteri yang mudah difagositosis

Rumusan masalah dina skripsi ieu nyangkut kana: (1) Naon tema nu aya dina novel Habibie dan Ainun?; (2) Kumaha alur carita nu aya dina novel Habibie dan Ainun?; (3) Saha wae tokoh

Berdasarkan uraian di atas, untuk menganalisis relevansi kurikulum prodi terhadap kurikulum PAUD diperlukan kajian lebih mendalam lagi, tidak hanya sebatas

Pemikiran Hegel tentang epistemologi ini tidak lepas dari pemikiran- pemikirannya tentang metafisiknya, dan senantiasa konsisten dengan methode dialektikanya. Hal

• TUJUAN HARUS LEBIH SPESIFIK/KONKRIT SESUAI DENGAN MASALAH PENELITIAN DIBANDINGKAN PERUMUSAN MASALAH YANG MASIH BERSIFAT ABSTRAK. • GUNAKAN KATA KERJA YANG HASILNYA DAPAT DIUKUR