• Tidak ada hasil yang ditemukan

Artikel pergerakan mahasiswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Artikel pergerakan mahasiswa"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Garis Perak Masa Depan Pergerakan Mahasiswa :

Sebuah Narasi

Februari 23, 2010 oleh ryanalfiannoor

“Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”

[Soekarno, Presiden Pertama RI]

Sekarang mari kita buat sebuah garis perak pergerakan mahasiswa, dari titik sejarah yang lalu menuju titik masa depan Indonesia. Tidak terasa, kini umur Indonesia telah mencapai 64 tahun. Begitu pula pergerakan mahasiswa mengiringi disekitarnya. Sebenarnya dalam konteks nation-state, umur negara Indonesia masih bisa dikatakan masih remaja jika dibandingkan dengan umur Amerika Serikat, China, India, dan beberapa negara lainnya yang telah berumur ratusan bahkan ribuan tahun yang kini telah menjadi negara maju.

Namun yang menjadi pertanyaan menariknya adalah apakah ‘umur’ menentukan kesuksesan sebuah negara? Dalam sisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indonesia masih kalah jauh dari tetangga dekatnya, Singapura, yang notabene umurnya relatif lebih mudah 20 tahun dari Indonesia. Bahkan kini Singapura pun dapat digolongkan sebagai negara maju.

Maka kini runtuhkanlah asumsi bahwa ‘umur’ merupakan dalih yang baik untuk menjadi alasan perlambatan pembangunan suatu negara. Meminjam istilah para pebisnis dunia, ada empat kunci kesuksesan sebuah negara : speed, speed, speed, and

innovation. Siapa yang cepat maka dialah yang dapat. Tidak salah ketika Rhenald

Kasali menyebutkan didalam bukunya Rechange Your DNA! Bahwa tersingkirnya kaum gypsy di tanah Eropa, kaum Indian di dataran Amerika, kaum Aborigin di benua Australia, terjadi karena kelambanan mereka untuk berinovasi.

Bapak Strategi Dunia, Kenichi Ohmae, mengatakan bahwa Indonesia adalah bangsa yang sudah mengeluh. Entah ini benar apa tidak, tapi setidaknya bukti empirik telah mencoba mencuatkan bukti-buktinya. Mulai dari bidang ekonomi hingga bidang olahraga memang sudah terlihat tanda-tandanya.Apapun yang terjadi di bangsa ini, selalu saja dihadapi dengan keluhan. Ya dengan presidennya, ya dengan jajaran pemerintahannya, ya dengan media massanya, ya dengan rakyatnya pula. Tampaknya kosakata ‘keluhan’ telah merasuk dalam pikiran sejumlah bangsa ini.

Sebenarnya keadaan Indonesia ini dapat dikorelasikan dengan keadaan Jepang saat luluh lantak setelah di bom oleh Amerika Serikat. Saat itu keadaan Jepang bukan kepalang. Infrastrukturnya hancur, pemerintahan kacau, rakyatnya terlunta-lunta, dan beberapa sektor lainnya juga ikut berada di ujung tanduk. Yang jadi pertanyaan menariknya adalah mengapa Jepang bisa semaju seperti sekarang? Padahal pembangunan infrastruktur kedua negara ini hampir sama, kurang lebih di tahun 1945.

Memang harus banyak analisis yang multiperspektif agar dapat menilai bagaimana cara Jepang bisa maju seperti sekarang. Tapi marilah kita tinjau dari pergerakan mahasiswanya. Sedikit berbeda dengan gerakan mahasiswa Indonesia yang

(2)

memulainya dari bottom-up, di Jepang memakai pola kebalikan dari pergerakan mahasiswa Indonesia (up-bottom). Kaisar Hirohito mendorong para mahasiswanya bersekolah diluar negeri untuk menuntut ilmu sebanyak-banyaknya hingga nanti dapat kembali di baktikan ke Jepang.

Dalam keadaan seperti ini, tampaknya Hirohito faham benar apa maksud dari “Iron Stock” dalam konsep fungsi, peran, dan posisi negaranya. Walhasil, kerja sang kaisar tidak sia-sia. Para cendikiawannya berbalik pulang ke Jepang dan mulai kembali merekatkan puing-puing peradaban bangsanya. Hari ini kita telah melihat negara Jepang sebagai negara adidaya yang tidak bisa lagi diremehkan. Satu pelajaran tercatat disini, bahwa kompetensi bidang mahasiswa sangat menentukan peradaban bangsanya..

Setiap zaman memiliki tantangannya sendiri. Dahulu para aktivis mahasiswa harus mengorbankan waktu kelulusan kuliah mereka hingga bertahun-tahun lamanya karena tantangan waktu dosen yang terbatas dan perjuangan radikal mereka bergelut dengan penjajah dan pemerintah yang otoriter. Sekarang kita dapat melihat kurikulum yang telah rapi, dosen yang mumpuni, dan pemerintah yang tidak seotoriter dahulu, kini diperlukan gebrakan pembuatan sistem dan paradigma baru dalam dunia mahasiswa, karena tantangan zaman kita sangat berbeda dengan tantangan dizaman mereka. Sudah saatnya kini bangsa kita meningkatkan daya saingnya melalui mahasiswa-mahasiswanya yang berprestasi.

Istilahnya seperti ini, “seorang mahasiswa tidak hanya dituntut bisa turun kejalan saja, namun ia dapat menjadi seorang yang ahli dalam bidang yang dia geluti selama menjadi mahasiswa pula.” Dari sinilah, terdapat tantangan baru di dunia pergerakan mahasiswa Indonesia yaitu bagaimana pergerakannya itu juga mampu menjadi stimulan pengayaan kompetensi mereka sebagai seorang mahasiswa.

Saat ini bangsa Indonesia telah terbebas dari penjajahan fisik. Namun penjajahan dari imperialisme barat belumlah berakhir. Hingga detik ini bentuk penjajahan imperialisme barat terus menggerogoti bangsa ini melalui cara-cara post-modernnya. Momentum globalisasi dan perkembangan media maya menjadi senjata ampuh yang digunakan imperialis barat untuk kembali menjajah bangsa ini.

Jika dulu, penjajah menggunakan kongsi dagang seperti VOC milik Belanda atau EIC milik Inggris untuk mengkungkung perekonomian negara jajahannya, maka sekarang mereka cukup memberikan pinjaman luar negeri pada sebuah negara agar negara itu tunduk pada sang penjajah. Hal ini telah dijelaskan dengan detail oleh ekonom dunia, John Perkins, didalam bukunya yang berjudul Confessions of Economic Hitman. Saat ini, kita telah melihat bahwa banyak putusan-putusan pemerintah Indonesia yang selalu tidak bisa bebas dari campur tangan asing.

Jika dulu, penjajah harus menyusupkan seorang mata-mata untuk merusak budaya sebuah bangsa, seperti disusupkannya Snouck Hurgronje dalam kehidupan kesultanan Aceh yang kemudian merusak sendi-sendi kehidupan islam disana. Maka kini, hanya dengan menggunakan media maya saja maka pengrusakan budaya sebuah bangsa dapat dilakukan secara lembut namun dampaknya tidak kalah dengan yang terjadi seperti yang dulu-dulu. Saat ini, kita dapat melihat dengan jelas bobroknya budaya bangsa kita ini tanpa harus sembunyi-sembunyi lagi.

(3)

Disinilah tantangan baru gerakan mahasiswa Indonesia dimulai. Bangsa ini terjangkit berbagai permasalahan multidimensi yang kompleks. Perlu suatu ada gerakan mahasiswa yang tertata rapi menghadapi setiap perannya di mata bangsa ini. Dia adalah ‘Iron Stock’, dia adalah ‘Guardian of Value’, dia adalah ‘Agent of Change’. Inilah dia pergerakan mahasiswa Indonesia. Selama masih ada masalah yang menjadi batas antara harapan dan realita bangsa, maka selama itu pula roda pergerakan mahasiswa terus berputar. Bahan bakarnya adalah teriakan rakyat, mesinnya adalah intelektual mereka, dan pelumasnya adalah idealisme.

Sumber: http://ryanalfiannoor.wordpress.com/2010/02/23/garis-perak-masa-depan-pergerakan-mahasiswa-sebuah-narasi/

(4)

20 Februari 2010

Arah Pergerakan Mahasiswa

• Oleh Banu Prasetyo

PEMUDA adalah tonggak utama kemajuan. Dari zaman ke zaman, sejarah mencatat peran pemuda selalu memberikan dampak yang besar dalam perjalanan bangsa. Dr Sutomo, Bung Karno, dan Bung Hatta adalah representasi pemuda yang berjuang mengantarkan kemerdekaan. Begitu pula peristiwa pendudukan Gedung DPR/MPR di era Orde Baru (Orba) yang melibatkan mahasiswa.

Kemajuan bangsa pasti ditunjang oleh intelektualitas pemuda yang semestinya bersifat komprehensif. Pemuda biasanya juga dijadikan parameter kemajuan bangsa. Lebih dari itu, para pemuda biasanya menjadi aktor perubahan dalam setiap kehidupan perpolitikan negara dan dalam porsi tertentu. Dalam konteks mahasiswa, tentu sangatlah penting mengetahui perannya, mengingat mahasiswa adalah kaum intelektual bangsa.

Oleh karena itu, sangatlah penting menciptakan mahasiswa yang berkarakter kebangsaan kuat dalam persiapan menuju era regenerasi kepemimpinan. Salah satu bentuk persiapan regenerasi tersebut adalah pergerakan mahasiswa. Kritis dan Kreatif Arah pergerakan mahasiswa juga berubah pada setiap masa. Ada kalanya sangat dibatasi dan dilemahkan oleh sistem yang ada, namun pada waktu lain mahasiswa mampu bangkit melawan pembelengguan sistem dan berdiri dengan kokoh mengibarkan bendera demokrasi yang telah lama mati.

Salah satu bentuk pelemahan pergerakan mahasiswa adalah keluarnya kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/ BKK) yang mengubah format organisasi kemahasiswaan dengan melarang mahasiswa terjun ke politik praktis.

Kebijakan itu dikeluarkan Presiden Soeharto pada 1978 melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef.

Sepertinya bukan mahasiswa jika tak punya sifat kritis dan kreatif. Ketika pergerakan mereka dibelenggu, mahasiwa pun mengalihkan gerakannya pada kelompok studi. Pertengahan 1980-an, anak muda melirik kembali kelompok studi sebagai wahana aktivitas (Catatan Atas Gagalnya Politik Orde Baru, Eep Saefulloh Fatah, 1998). Kemunculan kelompok studi tersebut seolah menjadi cikal bakal pergerakan mahasiswa yang berhasil merobohkan Presiden Soeharto beserta rezimnya pada 1998. Apakah yang membuat pergerakan mahasiswa dapat bangkit lagi, meski sistem telah membelenggu? Pembungkaman pendidikan politik dan kurang transparannya pemerintahan membuat mahasiswa memiliki semangat bersama untuk kritis sekaligus skeptis terhadap kemapanan yang disajikan oleh Pemerintah Orba.

(5)

Dapat dikatakan, mahasiswa terbagi dalam dua sikap yang menonjol, yaitu mahasiswa yang tergolong aktif berorganisasi dan mahasiswa yang apatis terhadap organisasi kampus dan hanya berorientasi pada akademis individu.

Era sekarang justru banyak organ pergerakan yang menjadi ’’komoditas’’ dari kepentingan golongan politik tertentu, bahkan demo yang dilakukan mahasiswa dinilai tidak lagi objektif, karena sudah disusupi kepentingan kelompok maupun elite politik tertentu.

Atas proposisi-proposisi pergerakan mahasiswa dari zaman Orba ke zaman Reformasi, secara arif kita dapat mengambil pelajaran bahwa menurunnya tingkat semangat persatuan dari berbagai gerakan mahasiswa adalah ketidakjelasan arah perjuangan mereka.

Sebaiknya kita mau belajar dari masa lalu. Kita pernah memiliki rasa nasionalisme yang begitu tinggi, yaitu menjelang dan di awal kemerdekaan. Rasa nasionalisme itu tumbuh kuat karena kita menghadapi musuh bersama (common enemy), yaitu penjajahan (Merjaut Kembali KeIndonesiaan Kita, Hamengku Buwono X, 2007). Dewasa ini, common enemy itu beralih menjadi bentuk-bentuk KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) yang seharusnya menjadi alat pemersatu pergerakan mahasiswa untuk mengawal jalannya pemerintahan agar lebih baik lagi. (37)

— Banu Prasetyo, ketua Lembaga Mahasiswa Filsafat Universitas Gadjah Mada Sumber:

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/02/20/99643/19/Arah-Pergerakan-Mahasiswa

(6)

ARAH GERAKAN MAHASISWA INDONESIA DI SIMPANG JALAN?

Dec 25, '06 8:10 AM

for everyone ARAH GERAKAN MAHASISWA INDONESIA DI SIMPANG JALAN?

(Kritik Terhadap Format Gerakan Mahasiswa Pasca Reformasi)

Pendahuluan

Krisis moneter bangsa Indonesia menimbulkan catatan sejarah barua bangsa Indonesia khususnya menyangkut gerakan mahasiswa yang begitu progresif dan melebur dengan masyarakat menuntut perbaikan nasib jutaan rakyat Indonesia. Sejarah ini ditorehkan oleh kalangan generasi muda, khususnya gerakan mahasiswa, melalui peristiwa yang dikenal sebagai era reformasi. Sebuah era baru, setelah jatuhnya rezim otoriter Orde Baru (Orba) di bawah kepemimpinan Jenderal Besar Soeharto oleh kekuatan rakyat (people power) melalui peristiwa yang kita kenal dengan "Tragedi Mei 1998". Demontrasi mahasiswa pada saat itu selalu mejadi legenda dan sejarah perjuangan mahasiwa sebagai katalisator dalam menjatuhkan regim Soeharto.

Kondisi saat itu tentu berbeda sekali dengan kondisi sekarang. Saat ini, berbagai demontrasi mahasiswa sudah tidak mendapat respek lagi dari masyarakat. Apa yang selama ini dilakukan dengan turun ke jalan bila hanya dilakukan oleh pihak mahasiwa sendiri tidak lebih disebut sebagai "pawai", karnaval", atau "arak-arakan" belaka. Dan malah lebih berkesan hura-hura jika aksi mereka tidak murni ide mahasiswa. “Demontrasi titipan” demikian yang menjadi stigma masyarakat terhadap gerakan mahasiswa Indonesia saat ini. Dan bila mahasiswa turun jalan membawa aspirasi murni hati nurani rakyat serta berlatar belakang ide mahasiswa sendiri tanpa ditunggangi, tanpa titipan-titipan maka turun jalan demikian dapat dikatakan sebagai "unjuk rasa". Tetapi apakah ini masih ada mengingat sikap dan keberpihakan terhadap kaum tertindas telah dikooptasi oleh situasi praktis yang sedang berkembang yang kurang menguntungkan nasib bangsa kita sendiri.

Dengan demikian strategi yang mesti dilakukan oleh mahasiswa jika memang mereka berani dalam membela kebenaran adalah bersikap dialogis terhadap pemerintah, introspeksi tentang niat kemurnian gerakan, dan tanggap benar dengan rakyat. Untuk itu, format gerakan mahasiswa harus tanpa kekerasan dan berwajah damai, namun tegas dan lugas dalam menyampaikan aspirasi rakyat sesuai yang dibutuhkan rakyat bukan menjadi rakyat semakin pusing melihat kelakuan mahasiswa.

Memudarnya Gerakan Mahasiswa Indonesia

Sejarah pergerakan mahasiswa dengan pemerintah dan elite politik sudah berlangsung sejak lama. Tahun 1966, misalnya, mahasiswa secara lantang menyuarakan isu Tritura. Kemudian tahun 1970 mahasiswa melakukan aksi menentang kenaikan harga minyak serta budaya korupsi di tubuh pemerintahan. Selanjutnya, mahasiswa juga kencang menggugat berbagai persoalan yang dinilai sepihak, tidak adil, dan tidak

(7)

demokratis seperti Peristiwa Malari (1974), kebijakan pembekuan Dewan Mahasiswa (1978), asas tunggal Pancasila (1984), dan SDSB (1988).

Berbeda dengan partai poltik yang berorientasi kekuasaan, gerakan mahasiswa memperjuangkan nilai-nilai (values) yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Gerakan mahasiswa adalah seperangkat kegiatan mahasiswa yang bergerak menentang dan mempersoalkan realitas objektif yang dianggap bertentangan dengan realitas subjektif mereka. Hal itu termanifestasikan melalui aksi-aksi politik dari yang bersifat lunak hingga sangat keras seperti penyebaran poster, tulisan di media massa, diskusi-diskusi politik, lobi, dialog, petisi, mogok makan, mimbar bebas, pawai di kampus, mengunjungi lembaga kenegaraan, turun ke jalan secara massal, perebutan dan pendudukan fasilitas-fasilitas strategis seperti lembaga kenegaraan, stasiun radio serta televisi, dan lain-lain.

Mahasiswa mengambil pilihan itu karena merasakan dan memahami bahwa ada nilai-nilai yang "suci" atau "ideal" dan bahkan "universial" yang mengalami ancaman khususnya karena kebijakan pemerintah. Mahasiswa berdemonstrasi karena menemukan banyak gejala atau praktik yang hendak menggusur dan bahkan membunuh nilai-nilai tersebut. Vijay Sathe dalam Culture and Related Corporate

Realities (1958) mendefinisikan nilai sebagai basic assumption about what ideals are desirable or worth striving for. Ungkapan "worth striving for" menunjukkan bahwa

pada suatu saat manusia rela mengorbankan nyawanya untuk mengejar sesuatu nilai. Hal tersebut yang saat ini mulai tergerus dalam perjalanan jaman dalam pergulatan gerakan mahasiswa di Indoensia. Gerakan mahasiswa ternyata ikut larut juga dalam kondisi sosial budaya masyarakat kita, dimana budaya hedonisme dan konsumerisme yang demikian tinggi. Arah gerakan mahasiswa sudah tidak lagi berbicara konteks memperjuangkan kepentingan masyarakat tertindas baik dari penghisapan bangsa sendiri dan bangsa asing. Tetapi lebih berbicara apa yang dapat diuntungkan dari situasi yang sulit ini. Degradasi inilah yang menyebabkan kemrosotan pola pikir dan daya intelektual mahasiswa. Mahasiswa sudah banyak berkurang tentang ide-ide cemerlang terhadap nasib bangsa apalagi tentang kerelaan untuk mengorbankan nyawa demi tegaknya nilai-nilai ideal. Padahal mahasiswa harusnya berjiwa idealis, progresive, militan, dan revolusioner untuk mempertanyakan segala hal dari yang bersifat pinggiran ke masalah yang bersifat asasi sekaligus melakukan perubahan-perubahan yang dicita-citakannya. Dalam dunia gerakan mahasiswa sudah tidak bisa lagi bertumpu pada hanya sekedar reorika semata. Gerakan mahasiswa.

Kesediaan untuk berkorban demi tegaknya nilai-nilai yang dianggap ideal adalah investasi utama bagi lahirnya radikalisme mahasiswa. Namun seringkali idealisme dan radikalisme gerakan mahasiswa tidak diiringi dengan kalkulasi-kalkulasi yang strategis dan taktis. Gerakan mahasiswa sering berjalan terlalu berani namun terlalu lurus tanpa perhitungan yang matang. Akibatnya, gerakan mahasiswa mudah sekali dibaca, dikendalikan, dan akhirnya dimanfaatkan gerakan kelompok kepentingan. Dalam konteks gerakan mahasiswa seharusnya tidak berhenti sebagai gerakan moral dan gerakan menumbangkan rezim saja, tetapi juga harus merebut dan membangun kekuasaan. Tanpa kekuasaan ini tidaklah mungkin bagi mahasiswa untuk mewujudkan cita-cita politiknya. Mengenai cara atau metode untuk mendapatkan kekuasaan ini, mahasiswa harus mampu membangun gerakan ekstraparlementer lewat mobilisasi massa dan gerakan intraparlementer dengan masuk ke kancah politik formal. Oleh karena itu, sebagian gerakan mahasiswa harus mendirikan partai-partai

(8)

politik. Secara rasional maupun konseptual, adanya gagasan atau keinginan agar mahasiswa lebih berani dalam bermain politik, sesungguhnya tidaklah berlebihan. Mahasiswa sebagai salah satu pilar civil society yang terdidik, secara tradisional memiliki tanggung jawab moral untuk membawa masyarakat ke alam kehidupan yang lebih baik dan demokratis. Secara rasional tidak bisa dipungkiri bahwa mahasiswa adalah penerjemah dan pencari solusi atas merebaknya kegelisahan sosial.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah ketika kaum intelektual sudah mulai terjun langsung ke dalam dunia politik praktis, akankah para mahasiswa mengikuti jejak senior mereka? Lantas, kepada siapa rakyat akan mempercayakan mandat dan aspirasinya? Padahal kalau kita simak kembali lembaran sejarah, gerakan mahasiswa itu sebenarnya tidak pernah mempunyai tujuan-tujuan politik praktis, sebagaimana gerakan-gerakan sosial pada abad ke-17 hingga 19. Gerakan mahasiswa sifatnya hanya berupa aktivitas atau reaksi-reaksi spontan dan sporadis yang bertujuan hendak mewujudkan atau menolak suatu perubahan, keadaan sosial atau tatanan politik tertentu. Gerakan mahasiswa selalu dan hanya lahir pada saat-saat di mana terdapat fenomena social anomie atau social disorder. Manakala tertib sosial dan harmoni telah terbangun, dengan sendirinya mereka akan kembali menekuni dunia keilmuan (back to campus).

Paradigma Gerakan Mahasiswa Indonesia

Terkait dengan gerakan mahasiswa ada dua pendekatan atau paradigma yang mengemuka sejak munculnya gerakan kaum terpelajar yaitu gerakan politik atau gerakan moral. Kedua pendekatan ini yang selalu mewarnai gerakan mahasiswa di Indonesia di luar mahasiswa-mahasiswa yang larus dalam dunia pragmatis. Berbagai upaya untuk mendekatkan mahasiswa dengan masyarakat dilakukan baik melalui pola pemberdayaan masyarakat melalui LSM ataupun kelompok-kelompok studi. Sementara itu, gerakan mahasiswa yang lebih cenderung ke arah politik lebih suka bermain di dataran elite partai maupu kekauasaan. Hal ini yang seringkali meninbulkan persinggungan gerakan mahasiswa di Indonesia. Contoh yang paling mudah adalah pasca jatuhnya regim Soeharto maka gerakan mahasiswa terpolarisasi dalam berbagai gerakan, baik itu yang moralistik dengan mengedpankan intelektual maupun gerakan politik dengan terlibat dalam partai politik. Bahkan saat ini muncul gerakan mahasiswa yang hanya berdasarkan orde. Tentu kelompok yang terakhir ini sangat memprihatinkan kita semua baik itu yang lebih menggunkan pendekatan politik maupun moral.

Terlepas dari itu semua, gerakan mahasiswa sudah tidak bisa lagi hanya berdasarkan pendekatan moral dan intelektual semata atuapun pendekatan politik. Keduanyta harus sinergi sebagai upaya mencapai atau meraih apa yang mejadi cita-cita moral mahasiswa. Untuk itu gerakan mahasiswa harusnya merupakan gerakanmoral politik. Mahasiswa tidak bisa lagi dikungkung dalam kampus semata dan bergulat dengan bidang keilmuwannya semata, mahasiswa harus selalu peduli dan kritis terhadap setiap permasalahan yang ada di bangsa kita. Jika mahasiswa masih terpola dengan cara-cara lam maka gerakan mahasiswa akan semakin tertinggal baik oleh para pragmatis yang selalu mencari keuntungan maupun kelompok-kelompok yang memiliki tujuan menghancurkan bangsa Indonesia.

Untuk itu, mahasiswa tidak bisa lagi mengandalkan tuntutan perjuangan semata dengan melupakan tanggung jawab sebai seorang intelektual. Kemampuan intelektual inilah yang saat ini sudah banyak ditinggalka oleh aktivis gerakan. Mahasiswa

(9)

terjebak dalam prilaku pragmatis dalam menghadapi permasalahan yang terjadi tanpa melihat secara lebih mendalam tentang substansi permasalahan yang dihadapi. Pada akhirnya gerakan mahasiswa maupun mahasiswa itu saendiri gagap terhadap setiap perkembangan jaman yang berubah secara cepat.

Penutup

Peranan politik mahasiswa itu, pada setiap waktu, sangat penting. Gerakan mahasiswa itu semacam medan latihan buat munculnya tenaga baru untuk partai, ormas, lsm, birokrasi, profesional, dll. Eksistensi gerakan mahasiswa amat ditentukan oleh kekuatan pemikiran dan kompetensi profesionalnya. Sebagai anak zaman, gerakan mahasiswa juga bergerak seirama dengan tuntutan zaman. Dalam konteks Indonesia, khususnya gerakan mahasiswa, ada beberapa poin yang bisa dijadikan acuan gerakan, antara lain:

1. Gerakan mahasiswa mesti menyiapkan ruang yang kondusif untuk membekali komunitasnya dengan keunggulan komparatif, agar kelak mampu eksis dalam kompetisi politik dan ekonomi yang semakin terbuka dan ketat.

2. Gerakan mahasiswa yang secara ideologis memiliki keberagaman (pluralisme ideologi), sudah semestinya mampu menemukan "sinergi kolektif" melalui tradisi "komunikasi tanpa prasangka" demi memperjuangkan kepentingan bangsa. Dalam diksi yang lain, sentimen ideologis kelompok atau golongan, jangan malah mengalahkan kepentingan kolektif kita sebagai bangsa.

3. Gerakan mahasiswa mesti mengambil prakarsa untuk menstimulasi, menjaga, dan mengawal berlangsungnya "demokrasi politik" dan "demokrasi ekonomi", melalui pergumulan varian isu seperti supremasi hukum, kebebasan berserikat/berkumpul, kebebasan pers, anti-KKN, penegakan HAM, dll. 4. Gerakan mahasiswa mutlak melakukan reorientasi dalam agenda gerakan atau

perjuangan kolektifnya. Sering perubahan konfigurasi dan budaya politik nasional, tema-tema gerakan yang menjadikan "orang/figur sebagai musuh bersama" tampaknya kurang relevan atau kontekstual lagi. Hendaknya, gerakan mahasiswa lebih memberikan atensinya terhadap tema-tema mendasar seperti ancaman disintegrasi nasional, disparatis antarwilayah, bias otonomi daerah yang memunculkan sentimen/ego daerah yang justru mengancam NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD '45.

5. Gerakan mahasiswa sudah semestinya mentradisikan motivasi perjuangan yang meletakkan loyalitas kepada cita-cita, bukan kepada orang. Gerakan mahasiswa akan kehilangan jati dirinya ketika ia memainkan perannya sebagai subordinasi dari orang per orang, dan bakal terkubur eksistensi sejarahnya apabila ia membiarkan dirinya menjadi alat penguasa, siapa pun pemegang kekuasaan itu.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil kajian diperoleh hasil bahwa bahan sumber yang ikut terbawa dalam ekspor pasir zirkon propinsi Kalteng berpotensi melebihi batas yang ditetapkan oleh

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) kontribusi pemanfaatan perpustakaaan terhadap hasil belajar auditing,2) kontribusi intensitas belajar terhadap

Pada konteks ini kita menyebutkan konjektur penyangkal Babai yang menye- butkan bahwa tidak hanya terdapat suatu graf Cayley yang bukan Hamiltonian, tapi untuk beberapa konstanta c ≥

Perkuatan tanah yang dihitung untuk memperbaiki Jalan Bujangga menggunakan 3 alternatif, yaitu turap, cerucuk, dan tiang pancang baja.Hasil perhitungan perkuatan

Pengaruh current ratio terhadap perubahan laba adalah semakin tinggi nilai current ratio maka laba bersih yang dihasilkan perusahaan semakin sedikit, karena rasio

Kebijakan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 tentang pedoman penyelenggaraan dan pembinaan pos

Berdasarkan angka sementara hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2013, jumlah usaha pertanian di Kota Bandung sebanyak 4.520 dikelola oleh rumah tangga,

Hasil penelitian Jenis-jenis Ikan di Perairan Krueng Kuala Makmur Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue ini dapat diterapkan dan dikembangkan pada praktikum