BAB I I
PROFIL SANITASI SAAT INI
2.1 Gambaran Wilayah
Secara geografis Kabupaten Aceh Besar terletak pada 503’1,2”- 5045’9,007” Lintang Utara dan 95055’43,6” - 94059’50,13” Bujur Timur. Sedangkan secara administrasi Kabupaten Aceh Besar memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara : berbatasan dengan Selat Malaka, dan Kota Banda Aceh;
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya;
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Pidie; dan
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Samudera Hindia.
Kabupaten Aceh Besar memiliki luas wilayah seluas 290.350,73 Ha. Sebagian besar wilayahnya berada di daratan dan sebagian kecil berada di kepulauan. Secara administratif Kabupaten Aceh Besar memiliki 23 kecamatan.
Keberadaan Kabupaten Aceh Besar sebagai pintu gerbang utama telah ditunjang sarana transportasi yang cukup memadai seperti: Jalan Nasional Arteri Primer Banda Aceh – Medan serta Jalan Kolektor Primer Banda Aceh – Meulaboh. Disamping itu, ditunjang pula prasarana transportasi Bandar Udara Internasional Iskandar Muda di Blang Bintang, Pelabuhan Malahayati di Krueng Raya. Disisi lain Kabupaten Aceh Besar berbatasan langsung dengan Kota Banda Aceh, yang menyebabkan Kabupaten Aceh Besar sebagai penyangga dari Kota Banda Aceh, diantaranya dalam kebutuhan perumahan.
Sejalan dengan potensi letak dan posisi Kabupaten Aceh Besar yang demikian strategis, menjadikan Kabupaten Aceh Besar berpeluang tumbuh dan berkembang cepat. Lebih jelasnya mengenai wilayah administrasi Kabupaten Aceh Besar dapat dilihat pada tabel 2.1, dan Gambar 2.1.
Tabel 2.1
Nama Kecamatan dan Luas Wilayah Kabupaten Aceh Besar
Nama Kecamatan Kelurahan/desa Jumlah
Luas Wilayah Administrasi Terbangun (Ha) (%) terhadap total administrasi (Ha) (%) terhadap Luas administrasi Baitussalam 13 2.084,17 0,72% 1.174,23 56,34% Blang Bintang 26 4.175,51 1,44% 641,02 15,35% Darul Imarah 32 2.434,69 0,84% 1.329,98 54,63%
Nama Kecamatan Kelurahan/desa Jumlah
Luas Wilayah
Administrasi Terbangun
(Ha) (%) terhadap total
administrasi (Ha) (%) terhadap Luas administrasi Darul Kamal 14 2.304,93 0,79% 292,61 12,70% Darussalam 29 3.843,05 1,32% 1.387,21 36,10% Indrapuri 52 19.703,87 6,79% 905,89 4,60% Ingin Jaya 50 2.433,51 0,84% 979,01 40,23% Kota Jantho 13 59.300,16 20,42% 2.369,21 4,00%
Krueng Barona Jaya 12 696,13 0,24% 388,45 55,80%
Kuta Baro 47 6.107,06 2,10% 1.009,55 16,53%
Kuta Cot Glie 32 33.225,43 11,44% 299,83 0,90%
Kuta Malaka 15 2.281,66 0,79% 326,73 14,32% Lembah Seulawah 12 31.960,06 11,01% 1.526,04 4,77% Leupung 6 16.915,40 5,83% 125,58 0,74% Lhoknga 28 8.794,62 3,03% 728,33 8,28% Lhoong 28 14.902,67 5,13% 525,51 3,53% Mesjid Raya 13 12.993,32 4,48% 1.198,87 9,23% Montasik 39 5.973,33 2,06% 450,37 7,54% Peukan Bada 26 3.625,04 1,25% 573,05 15,81% Seulimeum 47 40.435,45 13,93% 907,55 2,24% Simpang Tiga 18 2.759,80 0,95% 245,52 8,90% Suka Makmur 35 4.345,31 1,50% 567,46 13,06% Pulo Aceh 17 9.055,56 3,12% 163,36 1,80% Total 604 290.350,75 100,00% 18.115,36
Gambar 2.1
Peta Administrasi Kabupaten Aceh Besar (Pada Ukuran A1)
Panjang pantai wilayah Kabupaten Aceh Besar pasca tsunami berdasarkan pada Peta Dasar Bakosurtanal Kabupaten Aceh Besar adalah 292,16 km. Pada wilayah perairan Kabupaten Aceh Besar terdapat kawasan lindung laut berupa Taman Wisata Laut Lhoknga seluas ± 14,06 ha. Kawasan pesisir, perairan dan pulau yang harus dilindungi selain taman laut adalah kawasan mangrove (bakau) di Kecamatan Lembah Seulawah, Baitussalam, Mesjid Raya, Peukan Bada, Pulo Aceh, Lhoknga, Leupung dan Lhoong seluruhnya seluas 253 Ha.
Pulau-pulau kecil yang terdapat di Kabupaten Aceh Besar yang berpotensi untuk kegiatan perikanan laut, diantaranya pulau-pulau yang berpenghuni (ada penduduk). Pulau-pulau tersebut adalah:
Pulau Breuh (Kec. Pulo Aceh); Pulau Nasi (Kec. Pulo Aceh); Pulau Teunom (Kec. Pulo Aceh); Pulau Bunta (Kec. Peukan Bada).
Dominasi pekerjaan penduduk pada pulau-pulau kecil tersebut di atas adalah nelayan. Berdasarkan data dari Badan Informasi Geospasial, jumlah keseluruhan pulau yang ada di Kabupaten Aceh Besar adalah 37 pulau.
2.1.1. Kondisi Fisik
A. Ketinggian
Kondisi ketinggian Kabupaten Aceh Besar dapat diklasifikasikan pada beberapa kelas antara 0 – 800 meter dpl hingga > 800 meter dpl. Berdasarkan kelas ketinggian tersebut terlihat didominasi oleh ketinggian 200 – 400 meter dpl atau sebesar 20,67% dari total luas wilayah kabupaten. Untuk lebih jelasnya lihat tabel 2.2.
Tabel 2.2
Kondisi Ketinggian Kabupaten Aceh Besar
No Klasifikasi Ketinggian (m dpl) Luas (Ha) Persentase (%)
1 0 – 50 58.065,75 20,00 2 50 – 100 31.949,42 11,00 3 100 – 200 43.223,79 14,89 4 200 – 400 60.021,12 20,67 5 400 – 800 54.965,55 18,93 6 > 800 42.125,10 14,51 Jumlah 290.350,73 100,00
Sumber: RTRW Aceh Besar 2013
B. Topografi
Kabupaten Aceh Besar memiliki klasifikasi kelerengan yang terbagi atas kelas kelerengan yaitu : < 2%, 2-8%, 9-15%, 16-25%, 26-40%, 41-60% dan >60%. Berdasarkan gambaran klasifikasi kelerengan tersebut, tampak didominasi oleh lahan berkelerengan >60% dengan luasan yang mencapai 118.520,71 Ha atau sebesar 40,82% dari total luas wilayah kabupaten.
Tabel 2.3
Kondisi Kelerengan Kabupaten Aceh Besar
No. Klasifikasi Kelerengan Luas (Ha) Persentase (%)
1 < 2% 30.103,15 10,37
C. Geologi
Indonesia terletak diantara pertemuan 4 lempeng bumi besar, yaitu: Lempeng Hindia dan Australia, Lempeng Eurasia, serta Lempeng Pacific. Lempeng Hindia dan Australia bergerak ke utara menumbuk Lempeng Eurasia dengan kecepatan 50 – 70 mm/ tahun. Lempeng Eurasia bergerak sangat lambat ke arah tenggara dengan kecepatan sekitar 0,4 cm/tahun. Zona tumbukan dua lempeng ini adalah di sepanjang palung laut Sumatra – Jawa – Bali – Lombok. Lempeng Pasific bergerak dengan kecepatan 120 mm/ tahun kearah barat-barat daya menabrak tepian utara dari Pulau Papua New Guinea – Irian Jaya, dan terus ke arah barat sampai ke daerah tepian timur Sulawesi. Pulau Sumatera merupakan bagian tepi barat daya-selatan dari lempeng benua Eurasia yang berinteraksi dengan lempeng Samudera Hindia-Australia. Gerakan lempeng tersebut telah menghasilkan bentuk-bentuk gabungan penunjaman (subduction) dan sesar mendatar dekstral.
Berdasarkan struktur geologi Sumatera, daerah bagian barat mulai dari daerah sekitar Teluk Semangka (Lampung) sepanjang Pegunungan Bukit Barisan ke arah Barat Laut dan Utara sampai ke Aceh, merupakan daerah labil atau rawan gempa dan di duga dapat menimbulkan gempa-gempa tektonik yang cukup membahayakan. Pada jalur tersebut dijumpai banyak patahan-patahan. Salah satu diantaranya yang dapat dilihat di Kabupaten Aceh Besar adalah patahan turun (slenk) lembah Krueng Aceh, yang secara fisik (struktural), menandakan bahwa wilayah ini mungkin belum sepenuhnya stabil, sehingga sewaktu-waktu dapat terjadi gempa. Struktur geologi ini berkelanjutan ke dasar laut dan di ujung yang lain terlihat sampai ke Kota Jantho.
Berdasarkan struktur geologi, bahan induk tanah di wilayah kabupaten Aceh Besar cukup bervariasi, mulai dari yang bersifat masam sampai basa. Bahan induk tersebut terdiri dari bahan endapan, batuan sedimen, batu kapur, batu vulkanis (gunung api), bahan metamorf (malihan) dan batuan beku dalam (intrusi). Menurut umurnya, batuan-batuan tersebut terbentuk pada zaman Pra-tersier, Tersier dan zaman Kuarter.
D. Fisiografi/Geomorfologi
Geomorfologi di Kabupaten Aceh Besar cukup bervariasi, hal ini terlihat dari bentuk permukaan wilayah ini yang meliputi datar hingga bergunung. Kondisi wilayah ini didominasi oleh wilayah berbukit dan bergunung.
E. Bathimetri
Bathimetri menunjukkan tingkat kedalaman perairan laut. Batimetri di wilayah Kabupaten Aceh Besar memiliki kedalaman mencapai 1.000 – 1.500 meter di sebelah barat yaitu pada Samudera Hindia, dan maksimum kedalaman 1.000 meter di perairan sebelah timur yaitu Selat Malaka.
F. Jenis Tanah
Terdapat 8 jenis tanah di Aceh Besar, yaitu : (1) Aluvial, (2) Andosol, (3) Komplek Podsolik Coklat, Podsol, dan Litosol, (4) Komplek PMK dan Litosol, (5) Komplek Renzina dan Litosol, (6) Latosol, (7) Podsolik Merah Kuning (PMK), dan (8) Regosol. Untuk lebih jelasnya lihat gambar 1.8.
G. Hidrologi
Potensi sumber daya air di wilayah Kabupaten Aceh Besar relatif cukup memadai, dimana terdapat sejumlah aliran sungai. Beberapa daerah aliran sungai berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah di Indonesia. Salah satu sungai yang relatif memiliki potensi sumber daya air yang cukup besar adalah Krueng Aceh, dengan debit air rata-rata per tahun 30,86 m³/detik. Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Aceh ini ± 172.328,07 Ha, dimana bahagian DAS ini terdapat anak-anak sungai, diantaranya Krueng Jreu, Krueng Indrapuri, Krueng Pangoh dan Krueng Seulimeum. Anak-anak sungai tersebut mengalirkan kelebihan air hujan ke Krueng Aceh yang hulunya berasal dari pegunungan Bukit Barisan. Hanya Krueng Seulimeum yang hulunya berasal dari Gunung Seulawah.
1. Wilayah Sungai
Arah dan pola aliran sungai yang terdapat dan melintasi wilayah Aceh dapat dikelompokkan atas 2 pola utama, yaitu:
- Sungai-sungai yang mengalir ke Samudera Hindia atau ke arah barat; - Sungai-sungai yang mengalir ke Selat Malaka atau ke arah timur.
yaitu Wilayah Sungai Aceh – Meureudu dan Wilayah Sungai Teunom – Lambeuso. Pembagian Wilayah Sungai yang terdapat di Kabupaten Aceh Besar, meliputi:
1) Wilayah Sungai Aceh – Meureudu seluas 274.858,70 Ha, terdiri atas:
a. DAS Krueng Aceh seluas 172.328,07 Ha, meliputi Kecamatan Kota Jantho, Lembah Seulawah, Seulimeum, Kuta Cotglie, Indrapuri, Montasik, Kuta Malaka, Sukamakmur, Blang Bintang, Peukan Bada, Simpang Tiga, Darul Kamal, Darul Imarah, Ingin Jaya, Kuta Baro, sebagian Kecamatan Krueng Barona Jaya dan sebagian Kecamatan Baitussalam;
b. DAS Krueng Batee seluas 4.216,31 Ha, meliputi sebagian Kecamatan Lembah Seulawah; c. DAS Krueng Laweueng seluas 2.007,38 Ha, meliputi sebagian Kecamatan lembah
Seulawah;
d. DAS Krueng Babeue seluas 5.051,20 Ha, meliputi sebagian Kecamatan Lembah Seulawah dan sebagian Kecamatan Seulimeum;
e. DAS Krueng Leungah seluas 4.898,18 Ha, meliputi sebagian Kecamatan Seulimeum; f. DAS Krueng Lampanah seluas 3.521,77 Ha, meliputi Kecamatan Seulimeum;
g. DAS Krueng Ie Masin seluas 3236,09 Ha, meliputi Kecamatan Seulimeum;
h. DAS Krueng Areu seluas 11.576,86 Ha, meliputi Kecamatan Seulimeum dan sebagian Kecamatan Mesjid Raya
i. DAS Krueng Lambok seluas 3.821,35 Ha, meliputi Kecamatan Mesjid Raya dan sebagian Kecamatan Seulimeum;
j. DAS Krueng Raya seluas 10.090,18 Ha, meliputi Kecamatan Mesjid Raya, Seulimeum dan Kecamatan Indrapuri;
k. DAS Krueng Sibayang seluas 9.777,14 Ha, meliputi Kecamatan Baitussalam, Darussalam, sebagian Kecamatan Kuta Baro dan Kecamatan Krueng Barona Jaya;
l. DAS Krueng Pincung seluas 11.058,98 Ha, meliputi Kecamatan Lhoknga, Sebagian Kecamatan Peukan Bada dan Kecamatan Leupung;
m. DAS Krueng Geupe seluas 18.106,04 Ha meliputi Kecamatan Leupung dan sebagian Kecamatan Lhoknga dan Kecamatan Lhoong;
n. DAS Krueng Lamih seluas 2.808,23 Ha, meliputi Kecamatan Lhoong;
o. DAS Krueng Seulenggoh seluas 17,60 Ha, meliputi Kecamatan Lembah Seulawah; p. DAS Krueng Baro seluas 3.287,60 Ha, meliputi Kecamatan Kota Jantho;
q. DAS Krueng Reundrah seluas 3.076,87 Ha, meliputi Kecamatan Pulo Aceh; r. DAS Krueng Teunom seluas 461,61 Ha, meliputi Kecamatan Pulo Aceh; s. DAS Krueng Same seluas 2.735,16 Ha meliputi Kecamatan Pulo Aceh;dan
t. DAS Krueng Sotoy seluas 2.782,08 Ha, meliputi Kecamatan Pulo Aceh. 2) Wilayah Sungai Teunom-Lambeuso seluas 15.492,07 Ha, terdiri atas :
a. DAS Krueng Teunom seluas 4.573,69 Ha meliputi Kecamatan Kota Jantho; b. DAS Krueng Geunteut seluas 2.173,87 Ha meliputi Kecamatan Lhoong; c. DAS Krueng Bentaro seluas 7.294,77 Ha, meliputi Kecamatan Lhoong; d. DAS Krueng Tunong seluas 422,64 Ha, meliputi Kecamatan Lhoong; dan
e. DAS Krueng Lambeuso seluas 1.027,11 Ha, meliputi Kecamatan Kuta Cot Glie dan Kecamatan Kota Jantho.
H. Cekungan Air Tanah (CAT)
Berdasarkan Peta Hidrogeologi Indonesia dapat diidentifikasikan jenis litologi batuan (lithological rock types) serta potensi dan prospek air tanah (groundwater potential and prospects). Pada Peta Hidrogeologi Indonesia ditunjukkan adanya indikasi sesar/patahan yang relatif memanjang mengikuti pola pegunungan yang ada di wilayah Aceh (relatif berarah barat laut – tenggara). Terkait dengan aspek hidrogeologi di atas, selanjutnya dikemukakan juga mengenai cekungan air tanah (CAT) yang ada di wilayah Aceh Besar.
Dengan mengacu kepada Atlas Cekungan Air Tanah Indonesia yang diterbitkan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2009, pada halaman lembar Aceh, dapat diidentifikasikan ada 1 (satu) Cekungan Air Tanah (CAT) di wilayah Aceh Besar dengan luasan mencapai sekitar 125.200 Ha, yaitu jumlah Imbuhan Air Tanah bebas sebesar 375 juta m3/tahun dan jumlah Air Tertekan sebesar 72 juta m3/tahun.
I. Curah Hujan
Tingkat curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari 2013 yaitu mencapai 283,3 mm dengan jumlah hari hujan 16 hari. Untuk lebih jelasnya mengenai curah hujan dan hari hujan di Kabupaten Aceh Besar dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4
Rata-rata Curah Hujan dan Hari Hujan di Kabupaten Aceh Besar Tahun 2010 – 2013
Bulan 2010 Curah Hujan (millimeter) 2011 2012 2013 2010 2011 Hari Hujan 2012 2013 Agustus 73,5 68,1 38,0 40,4 12 7 6 11 September 75,6 136,8 77,6 164,6 15 13 6 7 Oktober 116,5 41,8 177,2 56,6 9 16 15 11 November 461,0 164,4 199,1 149,8 25 12 12 16 Desember 334,0 123,4 150,2 214,8 18 20 18 20
Sumber : Aceh Besar Dalam Angka Tahun 2014
2.1.2 Potensi Rawan Bencana Alam
A. Rawan Gempa bumi
Gempa bumi merupakan peristiwa pelepasan energi dalam bentuk gelombang. Komponen merusak gempa bumi dapat berbentuk getaran dan amblasan. Tingkat daya rusak gempa bumi tergantung dari intensitas gempa bumi, lama kejadian, jarak pusat gempa, kondisi geologi setempat, serta kondisi bangunan setempat. Penyebab terjadinya gempa bumi merupakan proses tektonik akibat pergerakan lempeng bumi, aktivitas sesar dipermukaan bumi, pergerakan geomorfologi secara lokal (tanah longsor), aktivitas gunung api, dan ledakan nuklir.
Gempa Bumi adalah akibat dari lepasnya energi secara tiba-tiba dalam kerak bumi yang menimbulkan gelombang seismik. Klasifikasi potensi gempa bumi menurut Mangnitudo (skala richter) di Kabupaten Aceh Besar sebagai berikut:
• 0,3 – 0,4 : Kecamatan Leupung dan Kecamatan Lhoong.
• 0,4 – 0,5 : Kecamatan Mesjid Raya, Kecamatan Seulimeum, dan Kecamatan Seulawah. • 0,5 – 0,6 : Seluruh kecamatan.
B. Tsunami
Tsunami adalah gelombang air yang sangat besar yang disebabkan oleh pergeseran badan air dalam volume yang amat besar, misalnya lautan. Istilah Tsunami berasal dari Bahasa Jepang yang bisa diartikan sebagai "ombak besar di pelabuhan”. Kejadian tsunami di Aceh pernah terjadi tahun 1797, 1891,1907 dan 2004. Kejadian tsunami 26 Desember 2004 meliputi kawasan pesisir radius 5 km dari garis pantai dengan ketinggian di bawah 50 meter dari permukaan laut Gempa ini berkekuatan 9,3 skala Richter. Wilayah yang cukup luas rawan gelombang pasang adalah Kecamatan Peukan Bada, Baitussalam, Mesjid Raya, Lhoknga, Pulo Aceh, Lhoong dan Leupung.
C. Gunung Api
Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah “erupsi”. Setiap gunung api memiliki karakteristik erupsi yang berbeda-beda dan berpotensi sebagai ancaman serta memiliki karakteristik tersendiri jika ditinjau dari jenis muntahan atau material yang dihasilkannya. Ada 1 (satu) gunung api aktif tipe A di Aceh Besar, yakni Gunung Seulawah Agam di Aceh Besar. Klasifikasi lahar dan abu di Kabupaten Aceh Besar berada di kecamatan:
• Hazard Zone 1: Kecamatan Seulimun dan Kecamatan Lembah Seulawah. • Hazard Zone 2: Kecamatan Seulimun dan Kecamatan Lembah Seulawah. • Hazard Zone 3: Kecamatan Seulimun dan Kecamatan Lembah Seulawah. D. Tanah Longsor / Gerakan Tanah
Tanah Longsor adalah fenomena geologis yaitu pergerakan tanah, misalnya jatuhnya bebatuan, aliran reruntuhan, yang bisa terjadi di lepas pantai, pinggir pantai dan di daratan. Walaupun penyebab utama tanah longsor adalah gravitasi, ada faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap stabilitas lereng. Secara khusus, faktor-faktor pre-conditional membangun kondisi sub-permukaan khusus yang menyebabkan areal/lereng tersebut menjadii rawan, sedangkan tanah longsor yang sebenarnya sering membutuhkan pemicu (misalnya hujan lebat atau gempa bumi) sebelum terjadi longsor. Klasifikasi gerakan tanah di Kabupaten Aceh Besar antara lain:
• Rendah : semua kecamatan kecuali Kecamatan Peukan Bada.
• Menengah: semua kecamatan kecuali Kecamatan Ingin Jaya dan Kecamatan Kr. Barona Jaya. • Tinggi : Kecamatan Kota Jantho, Kecamatan Lhoknga, Kecamatan Leupung, Kecamatan
Lhoong, Kecamatan Indrapuri, dan Kecamatan Kuta Cot Glie.
E. Rawan Banjir
F. Abrasi
Abrasi merupakan jenis bencana yang disebabkan oleh arus atau gelombang yang mengganggu angkutan sedimen. Peristiwa abrasi dapat ditemui di tepi pantai dan di tepi sungai. Dalam 10 tahun terakhir ini, di pantai Barat-Selatan Aceh telah terjadi abrasi pantai di Kabupaten Aceh Besar. Selain abrasi pantai, Aceh juga mencatat beberapa kejadian abrasi sungai. Abrasi sungai ditandai dengan runtuhnya tebing sungai akibat gerusan aliran sungai. Abrasi sungai yang pernah dilaporkan terjadi di Aceh Besar (Krueng Aceh).
G. Angin Puting Beliung
Puting Beliung adalah angin kencang dan berbahaya yang bergerak melingkar hingga menyentuh permukaan bumi dan awan cumulonimbus atau, dalam sedikit kasus, awan cumulus. Klasifikasi angin puting beliung yang ada di Kecamatan Aceh Besar meliputi:
• Bahaya Rendah: Kecamatan Peukan Bada, Kecamatan Imarah, Kecamatan Blang Bintang, Kecamatan Kuta Baro, dan Kecamatan Montasik.
• Bahaya Menengah: Kecamatan Darul Imarah, Kecamatan Lhoknga, Kecamatan Peukan Bada, Kecamatan Kuta Baro, Kecamatan Blang Bintang, Kecamatan Montasik dan Kecamatan Indrapuri.
• Bahaya Tinggi: Kecamatan Darul Imarah, Kecamatan Kuta Baro, Kecamatan Blang Bintang, Kecamatan Montasik, Kecamatan Indra Puri, Kecamatan Peukan Bada, dan Kecamatan Lhoknga.
H. Kekeringan
Kekeringan adalah keadaan kekurangan pasokan air pada suatu daerah dalam masa yang berkepanjangan (beberapa bulan hingga bertahun-tahun). Musim kemarau yang panjang akan menyebabkan kekeringan karena cadangan air tanah akan habis akibat penguapan (evaporasi), transpirasi, ataupun penggunaan lain oleh manusia. Klasifikasi kekeringan yang ada di Kabupaten Aceh Besar, meliputi:
• Rendah: Kecamatan Pulo Aceh, Kecamatan Pekan Bada, Kecamatan Darussalam, Kecamatan Baitussalam, Kecamatan Krueng Barona Jaya.
2.1.4 Penggunaan Lahan
Kondisi lahan eksisting Kabupaten Aceh Besar didominasi oleh hutan lahan kering sekunder seluas 82.843,21 hektar (28,53%). Selain itu kabupaten Aceh Besar juga dikelilingi oleh pertanian lahan kering dan savana yang masing-masing seluas 40.165,63 hektar (13,83%) dan 54.778,43 hektar (18,87%). Permukiman yang terdapat di Kabupaten Aceh Besar hanya seluas 9.806,14 hektar, hanya sekitar 3,38% dari luas keseluruhan kabupaten. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.6 dan Gambar 2.2
Tabel 2.5
Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Besar Tahun 2011 Berdasarkan Digitasi Spot 5
No. Penggunaan Lahan Luas Penggunaan Lahan (Ha) (%)
1. Hutan Primer 15.282,15 5,26
2. Hutan Lahan Kering Sekunder 82.843,21 28,53
3. Hutan Mangrove Sekunder 2,43 0,00
4. Hutan Tanaman 381,42 0,13
5. Pertanian Lahan Basah 22.094,01 7,61
6. Pertanian Lahan Kering 40.165,63 13,83
7. Tambak 1.321,15 0,46 8. Pertambangan 146,27 0,05 9. Savana 54.778,43 18,87 10. Semak/Belukar 61.146,79 21,06 11. Permukiman 9.806,14 3,38 12. Tanah Terbuka/kosong 1.233,39 0,42 13. Bandara 110,13 0,04 14. Sungai 1.039,58 0,36 Jumlah 290.350,73 100,00
Gambar 2.2
Peta Penggunaan Lahan Kab. Aceh Besar (Peta Pada ukuran A1)
2.1.3 Kondisi Kependudukan
Jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Besar pada tahun 2014 mencapai 391.116 jiwa yang terdiri dari penduduk diwilayah pedesaan lebih dominan dibanding penduduk diwilayah perkotaan. Jika dilihat dari jumlah penduduk di tingkat kecamatan, maka kecamatan yang paling banyak jumlah penduduknya adalah Kecamatan Darul Imarah yang berjumlah 54.500 jiwa dan kecamatan yang paling sedikit jumlah penduduknya adalah Kecamatan Pulo Aceh yaitu sebanyak 4.572 jiwa. Jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Besar dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut :
Tabel 2.6
Jumlah Penduduk dan Proyeksi Penduduk 5 (lima) Tahun Kabupaten Aceh Besar
Tahun 2014
Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Aceh Besar, tahun 2014
Proyeksi penduduk untuk 5 (lima) tahun kedepan dengan pertumbuhan penduduk rata-rata 3,25% pada tahun 2014 adalah 456.549 jiwa. Berdasarkan perhitungan proyeksi penduduk,
n n + 1 n + 5 n n + 1 n + 5 n n + 1 n + 5 Baitussalam 8.224 8.490 9.343 13.756 14.202 15.627 21.980 22.692 25.779 Blang Bintang - - - 10.734 11.083 12.199 10.734 11.083 12.594 Darul Imarah 42.067 43.430 47.790 12.433 12.836 14.124 54.500 56.266 63.920 Darul Kamal - - - 7.493 7.736 8.512 7.493 7.736 8.788 Darussalam 11.284 11.650 12.819 11.286 11.652 12.821 22.570 23.301 26.471 Indrapuri - - - 21.391 22.084 24.301 21.391 22.084 25.088 Ingin Jaya 10.101 10.428 11.475 19.295 19.920 21.920 29.396 30.348 34.477 Kota Jantho 4.361 4.502 4.954 5.408 5.583 6.144 9.769 10.086 11.458 Krueng Barona Jaya 13.484 13.921 15.318 2.275 2.349 2.584 15.759 16.270 18.483 Kuta Baro 1.527 1.576 1.735 23.114 23.863 26.258 24.641 25.439 28.900 Kuta Cot Glie - - - 13.365 13.798 15.183 13.365 13.798 15.675 Kuta Malaka - - - 6.311 6.515 7.170 6.311 6.515 7.402 Lembah Seulawah - - - 12.162 12.556 13.816 12.162 12.556 14.264 Leupung - - - 3.194 3.297 3.628 3.194 3.297 3.746 Lhoknga 1.167 1.205 1.326 14.705 15.181 16.705 15.872 15.872 16.386 Lhoong 655 676 744 9.099 9.395 10.341 10.128 10.457 11.883 Mesjid Raya 2.178 2.249 2.475 21.197 21.886 24.090 23.375 24.135 27.426 Montasik - - - 19.606 20.243 22.282 19.606 20.243 23.004 Peukan Bada 10.279 10.613 11.682 9.125 9.422 10.370 19.404 20.035 22.767 Seulimeum 3.003 3.101 3.413 20.703 21.376 23.528 23.706 24.476 27.814 Simpang Tiga - - - 6.128 6.327 6.964 6.128 6.327 7.190 Suka Makmur 624 644 709 14.433 14.902 16.403 15.057 15.546 17.666 Pulo Aceh - - - 4.575 4.724 5.199 4.575 4.724 5.368 Total 108.954 112.486 123.783 281.788 290.929 320.172 391.116 403.287 456.549
Nama Kecamatan Wilayah Perkotaan Wilayah Perdesaan Total
Jumlah Penduduk (orang)
Tabel 2.7
Jumlah dan Proyeksi Kepala Keluarga (KK) 5 (lima) Tahun Kabupaten Aceh Besar
Tahun 2014
Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Aceh Besar, tahun 2014 dan hasil analisis (2015)
Gambaran perhitungan proyeksi kepadatan penduduk dan pertumbuhan penduduk dapat dilihat pada Tabel 2.8 berikut.
n n + 1 n + 5 n n + 1 n + 5 n n + 1 n + 5 Baitussalam 4.479 4.624 5.253 2.393 2.471 2.807 6.872 7.095 8.060 Blang Bintang - - 2.909 3.004 3.413 2.909 3.004 3.413 Darul Imarah 12.787 13.201 14.997 3.292 3.399 3.861 16.079 16.600 18.858 Darul Kamal - - 2.091 2.159 2.452 2.091 2.159 2.452 Darussalam 3.072 3.172 3.603 3.057 3.156 3.585 6.129 6.328 7.188 Indrapuri - - 5.931 6.123 6.956 5.931 6.123 6.956 Ingin Jaya 2.566 2.649 3.010 5.128 5.294 6.014 7.694 7.943 9.024 Kota Jantho 1.106 1.142 1.297 1.482 1.530 1.738 2.588 2.672 3.035 Krueng Barona Jaya 3.667 3.786 4.301 608 628 713 4.275 4.414 5.014 Kuta Baro 379 391 445 6.312 6.517 7.403 6.691 6.908 7.847 Kuta Cot Glie - - 3.472 3.584 4.072 3.472 3.584 4.072 Kuta Malaka - - 1.671 1.725 1.960 1.671 1.725 1.960 Lembah Seulawah - - 3.301 3.408 3.872 3.301 3.408 3.872 Leupung - - 999 1.031 1.172 999 1.031 1.172 Lhoknga 348 359 408 4.352 4.352 4.493 4.700 4.852 5.512 Lhoong 309 319 363 2.763 2.853 3.242 3.072 3.172 3.604 Mesjid Raya 595 614 698 5.481 5.659 6.431 6.076 6.273 7.129 Montasik - - 5.259 5.430 6.170 5.259 5.430 6.170 Peukan Bada 2.881 2.975 3.380 2.700 2.788 3.168 5.581 5.762 6.548 Seulimeum 809 835 949 5.539 5.719 6.499 6.348 6.554 7.448 Simpang Tiga - - 1.848 1.908 2.168 1.848 1.908 2.168 Suka Makmur 159 164 187 4.012 4.142 4.707 4.171 4.307 4.894 Pulo Aceh - - 1.479 1.527 1.735 1.479 1.527 1.735 Total 33.157 34.232 38.890 76.079 78.406 88.631 109.236 112.778 128.133 Nama Kecamatan
Jumlah Kepala Keluarga
Wilayah Perkotaan Wilayah Perdesaan Total
Tabel 2.8
Proyeksi Kepadatan Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk Selama 5 (lima) Tahun Kabupaten Aceh Besar
Tahun 2014
Sumber : Hasil Analisis (2015)
Untuk jumlah Kepala Keluarga yang Miskin dapat dilihat di tabel 2.9 berikut.
n n + 1 n + 5 Baitussalam 3,24% 19 20 94 Blang Bintang 3,25% 17 18 84 Darul Imarah 3,25% 41 44 206 Darul Kamal 3,25% 26 27 129 Darussalam 3,25% 16 17 82 Indrapuri 3,25% 24 25 119 Ingin Jaya 3,25% 30 32 151 Kota Jantho 3,24% 4 4 21
Krueng Barona Jaya 3,25% 41 43 204
Kuta Baro 3,25% 24 26 123
Kuta Cot Glie 3,24% 45 48 224
Kuta Malaka 3,25% 19 21 97 Lembah Seulawah 3,24% 8 8 40 Leupung 3,26% 25 27 128 Lhoknga 3,25% 22 23 110 Lhoong 3,25% 19 21 97 Mesjid Raya 3,25% 19 21 98 Montasik 3,25% 44 46 219 Peukan Bada 3,25% 34 36 170 Seulimeum 3,24% 26 28 131 Simpang Tiga 3,24% 25 27 126 Suka Makmur 3,25% 27 28 134 Pulo Aceh 3,25% 28 30 141 Nama Kecamatan Kepadatan Penduduk (orang/Ha) Tahun Tingkat Pertumbuhan (%) Tahun 2014
Tabel 2.9
Jumlah Keluarga Miskin Kabupaten Aceh Besar
Tahun 2014
2.1.4 Potensi Ekonomi Wilayah
A. Struktur Perekonomian Kabupaten
Struktur perekonomian menunjukkan susunan komposisi atau susunan sektor-sektor ekonomi. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2014, selama periode 2010-2013 dapat dikatakan bahwa sepertiga dari PDRB Aceh Besar berasal dari kegiatan sektor primer, yakni sekitar 29,28 sampai dengan 30,62 persen. Sektor ini cenderung terus menurun dari tahun 2010 sebesar 30,62 persen hingga menjadi 29,28 persen pada tahun 2013.
Nama Kecamatan Jumlah Keluarga
Miskin (KK) Baitussalam 455 Blang Bintang 821 Darul Imarah 3.745 Darul Kamal 1.092 Darussalam 2.087 Indrapuri 2.269 Ingin Jaya 3.075 Kota Jantho 1.542 Krueng Barona Jaya 1.099 Kuta Baro 1.979 Kuta Cot Glie 1.736 Kuta Malaka 812 Lembah Seulawah 1.811 Leupung 838 Lhoknga 1.546 Lhoong 1.087 Mesjid Raya 2.052 Montasik 1.029 Peukan Bada 745 Seulimeum 3.678 Simpang Tiga 973 Suka Makmur 2.052 Pulo Aceh 504 Total 37.027
Sektor sekunder memanfaatkan hasil sumber daya alam untuk diolah lebih lanjut, yakni terdiri dari sektor industri pengolahan, konstruksi, dan energi berkisar antara 17,97 sampai dengan 19,20 persen.Tahun 2010 mencapai 19,20 persen dan mengalami penurunan hingga mencapai 17,97 persen pada tahun 2013. Kegiatan sektor tersier memfasilitasi pergerakan sektor primer dan sektor sekunder. Selama periode 2010-2013 dapat dikatakan bahwa lebih separuh dari PDRB Aceh Besar berasal dari sektor tersier. Gejala peningkatan terlihat dari tahun ke tahun, pada tahun 2010 sektor tersier mencapai 50,18 persen hingga pada tahun 2013 mencapai lebih 52,75 persen. Dari gambar 2.1 terlihat bahwa selama tahun 2010-2013, kontribusi sektor primer dan skunder yang semakin menurun peran tehadap pembentukan PDRB Aceh Besar, dan diiringi meningkatnya kontribusi sektor tersier, hal ini jelas menggambarkan sedikit transformasi atau pergeseran struktur ekonomi.
Tabel 2.10
Perkembangan PDRB Menurut Sektoral Kabupaten Aceh Besar
Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Perikanan 28,32 27,87 27,39 27,21
2. Pertambangan dan Penggalian 2,29 2,24 2,15 2,08
3. Industri Pengolahan 2,82 2,84 2,85 2,83
4. Listrik dan Air Bersih 0,33 0,34 0,35 0,35
5. Kontruksi 16,05 15,60 15,36 14,79
6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 19,39 20,59 21,52 22,10
7. Pengangkutan dan Komunikasi 12,62 12,54 12,52 13,24
8. Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan 4,03 3,97 3,89 3,92
9. Jasa-jasa 14,14 14,00 13,96 13,50
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 100,0 100,0 100,0 100,0
Sumber : BPS, Tahun 2014
Gambar 2.3
2.1.5 Pertumbuhan Ekonomi
Data Badan Pusat Statistik Tahun 2014 menunjukkan pada Tahun 2010 perekonomian Aceh Besar pertumbuhannya mencapai 4,81 persen. Sektor Listrik, Gas & Air Bersih merupakan pertumbuhan terbesar di tahun 2010 yaitu sebesar 9,48 persen dan sektor perdagangan mencapai pertumbuhan sebesar 8,05 persen. Pertumbuhan ekonomi Aceh Besar pada tahun 2010 merupakan laju pertumbuhan tertinggi pada periode 2010-2013. Selanjutnya pada tahun 2011 dan 2012 perekonomian Aceh Besar sedikit melambat, dengan ekspansi sebesar 4,66 persen dan 4,61 persen hingga mencapai 4,44 persen pada tahun 2013. Pada tahun 2011, Sektor Perdagangan, hotel dan restoran mengalami pertumbuhan tertinggi hingga mencapai 8,53 persen dan sektor kontruksi sebesar 5,99 persen, serta sektor listrik, gas dan air mengalami pertumbuhan sedikit melambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar 4,22 persen.
Tabel 2.11
Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektoral Kabupaten Aceh Besar
Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Perikanan 1,04 2,89 3,95 4,16
2. Pertambangan dan Penggalian 1,27 1,77 1,10 1,71
3. Industri Pengolahan 2,28 3,97 5,01 4,57
4. Listrik dan Air Bersih 9,48 4,22 5,41 5,22
5. Kontruksi 6,67 5,99 6,05 3,82
6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 8,05 8,53 6,99 6,93
7. Pengangkutan dan Komunikasi 3,68 2,79 3,57 4,96
8. Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan 6,61 3,70 4,13 5,24
9. Jasa-jasa 5,95 3,13 2,56 2,62
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 4,81 4,66 4,61 4,44
Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Aceh Besar secara keseluruhan dan secara tidak langsung dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi Propinsi Aceh. Keadaan perekonomian di Aceh menunjukkan terus terjadinya peningkatan selama empat tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi baik dengan migas maupun tanpa migas masih menunjukkan angka positif sejak tahun 2010-2013. Pada tahun 2013 PDRB ADHK dengan migas tumbuh sebesar 4,18 persen, agak melambat dari dua tahun sebelumnya yang secara berturut-turut tumbuh sebesar 4,84 persen dan 5,14 persen. Demikian juga dengan pertumbuhan ekonomi tanpa migas yang pada tahun 2013 melambat menjadi sebesar 5,36 persen, setelah pada tahun 2011 dan 2012 naik sebesar 5,69 persen dan 6,07 persen. Setelah selama dua tahun perekonomian tumbuh dengan cukup
cepat, terjadi perlambatan pada tahun 2013 baik dengan maupun tanpa migas. Hal ini erat kaitannya dengan adanya kenaikan harga BBM pada Bulan Juni dan Tarif Dasar Listrik (Secara lebih rinci, pertumbuhan ekonomi tahun 2013 ini didorong oleh pertumbuhan yang cukup tinggi di sektor konstruksi, perdagangan, dan jasa-jasa yang tumbuh di atas 6 persen. Sebagai sektor-sektor yang memiliki kontribusi lebih dari 10 persen, pertumbuhan di ketiga sektor-sektor ini mampu mendorong perekonomian tumbuh cukup baik.
Gambar 2.4
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Aceh Besar Menurut Sektor Migas dan Non Migas
Sektor lainnya yang tumbuh cukup tinggi adalah sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan yang tumbuh sebesar 6,78 persen. Sektor pertanian yang memiliki kontribusi terbesar hanya mampu tumbuh sebesar 3,26 persen, sedangkan sektor listrik dan sektor pengangkutan dan komunikasi masing-masing tumbuh sebesar 4,69 persen dan 4,68 persen. Sektor yang masih tumbuh negatif seperti tahun-tahun sebelumnya adalah sektor pertambangan dan penggalian yang turun sebesar 1,26 persen. Sekor industri pengolahan juga turun sebesar 3,52 persen, setelah 2 tahun sebelumnya tumbuh positif. Kedua sektor ini tumbuh negatif karena terkait dengan menurunnya produksi migas.
2.1.6 Kebijakan RTRW 2013-2032
A. Struktur Ruang
Didalam RTRW Nasional, Kabupaten Aceh Besar termasuk dalam Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Di Kabupaten Aceh Besar sendiri membagi sistem pusat kegiatan dalam beberapa kategori sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008, yaitu sebagai berikut :
a. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) ditetapkan di Kota Jantho, yang merupakan ibukota Kabupaten Aceh Besar sehingga diprediksi akan melayani keseluruhan pusat-pusat pelayanan lainnya di Kabupaten Aceh Besar khususnya untuk pelayanan pemerintahan.
b. Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp), Kabupaten Aceh Besar menetapkan PKLp adalah Kecamatan Kuta Malaka dengan ibukota Kecamatan Samahani.
c. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK), di wilayah Kabupaten Aceh Besar ditetapkan di : • PPK Lhoknga di Kecamatan Lhoknga;
• PPK Lambaro Angan di Kecamatan Darussalam; • PPK Lampuyang di Kecamatan Pulo Aceh; • PPK Indrapuri di Kecamatan Indrapuri;
• PPK Seulimeum di Kecamatan Seulimeum; dan • PPK Lambaro di Kecamatan Ingin Jaya.
d. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL), ditetapkan di : PPL Lamtamot di Kecamatan Lembah Seulawah; PPL Krueng Raya di Kecamatan Mesjid Raya; PPL Blang Bintang di Kecamatan Blang Bintang; PPL Lampeuneurut di Kecamatan Darul Imarah; PPL Lhoong di Kecamatan Lhoong;
PPL Peukan Bada di Kecamatan Peukan Bada; PPL Peukan Biluy di Kecamatan Darul Kamal; PPL Cot Iri di Kecamatan Krueng Barona Jaya; PPL Peukan Lam Ateuk di Kecamatan Kuta Baro; PPL Kajhu di Kecamatan Baitussalam;
PPL Leupung di Kecamatan Leupung; PPL Lampakuk di Kecamatan Kuta Cot Glie; PPL Montasik di Kecamatan Montasik;
PPL Sibreh di Kecamatan Sukamakmur; dan PPL Krung Mak di Kecamatan Simpang Tiga;
Gambar 2.5
Peta Struktur Ruang Kabupaten Aceh Besar
B. Kawasan Strategis
Kawasan Strategis Nasional (KSN) yang berada dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar meliputi :
1. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Bandar Aceh Darussalam.
Besar adalah diarahkan untuk pengembangan kawasan industri baru di Ladong (Kecamatan Mesjid Raya) dan infrastruktur penunjang di sekitarnya. Sedangkan kecamatan lainnya di Kabupaten Aceh Besar apabila memungkinkan dan sesuai dengan pola ruang yang ditetapkan dalam RTRW Kabupaten Aceh Besar ini dapat pula dikembangkan menjadi wilayah yang menunjang kegiatan strategis nasional sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan untuk percepatan ekonomi regional di wilayah yang termasuk dalam KAPET Bandar Aceh Darussalam.
2. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang
Kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas sabang sejatinya merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada Pemerintah Kota Sabang. Namun kemudian juga mengikutkan salah satu kecamatan di Kabupaten Aceh Besar yaitu Kecamatan Pulo Aceh. 3. Kawasan perbatasan negara.
Kawasan strategis perbatasan negara antara lain termasuk pulau-pulau kecil terdepan yang merupakan perbatasan NKRI dengan negara India/Thailand/Semenanjung Malaysia. Kawasan ini termasuk kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan keamanan. Di wilayah Kabupaten Aceh Besar, yang menjadi bagian dari kawasan strategis ini adalah Pulau Rusa dan Pulau Benggala (menurut RTRWN). Pulau-pulau yang menjadi bagian KSN ini merupakan daerah tidak berpenghuni sehingga diarahkan untuk pengelolan pertahanan dan keamanan oleh pemerintah pusat guna menjaga kedua pulau tersebut sebagai bagian terluar wilayah kedaulatan NKRI.
Kawasan Strategis Aceh di wilayah Kabupaten Aceh Besar, berdasarkan kelompok sudut kepentingan pengembangannya sebagai berikut ini:
1. Kawasan Strategi Aceh (KSA) dari sudut kepentingan Ekonomi.
Kawasan Strategi Aceh (KSA) dari sudut kepentingan Ekonomi berupa Kawasan pusat perdagangan dan distribusi Aceh atau ATDC (Aceh Trade and Distribution Center) Zona Pusat (Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie dengan lokasi pusat agro industri di Kabupaten Aceh Besar).
2. Kawasan Strategi Aceh (KSA) dari sudut kepentingan Sosial Budaya.
Kawasan Strategi Aceh (KSA) dari sudut kepentingan Sosial Budaya yang terdapat di Kabupaten Aceh Besar, meliputi :
b. Kawasan Makam Korban Tsunami, kawasan strategis Aceh ini terdapat di Kecamatan Lhoknga, dan Kecamatan Ingin Jaya.
c. Kawasan Pusat Pendidikan dan Olahraga Terpadu, meliputi Kecamatan Baitussalam, Kecamatan Darussalam dan Kecamatan Mesjid Raya
3. Kawasan Strategi Aceh (KSA) dari sudut kepentingan Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup, meliputi Kawasan Gunung Seulawah mencakup dari Gunung Seulawah hingga ke kaki gunungnya, yang terletak di Kecamatan Seulimeum, dan Kecamatan Lembah Seulawah.
Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) Aceh Besar, dari sudut pertumbuhan ekonomi, meliputi :
1. KSK Kawasan Perkotaan Sekitar Kota Banda Aceh, terdiri atas Kecamatan Lhoknga, Kecamatan Peukan Bada, Kecamatan Darul Imarah, Kecamatan Darul Kamal, Kecamatan Ingin Jaya, Kecamatan Barona Jaya, Kecamatan Blang Bintang, Kecamatan Kuta Baro, Kecamatan Darussalam, Kecamatan Baitussalam dan Kecamatan Mesjid Raya.
2. KSK Koridor Perkotaan Lambaro – Sibreh, merupakan kawasan yang saat ini sedang mengalami percepatan pertumbuhan yang berada di Kecamatan Ingin Jaya dan Kecamatan Sukamakmur.
3. KSK Agrowisata Saree, mencakup wilayah Kecamatan Lembah Seulawah dan sekitarnya yang ditetapkan pemanfaatan ruangnya untuk mendukung sektor pariwisata berbasis kegiatan pertanian, perkebunan, dan obyek wisata alam.
4. KSK Agropolitan Indrapuri, mencakup wilayah Kecamatan Indrapuri, Kecamatan Seulimeum, sebagai sentra kegiatan agribisnis, peternakan dan pertanian, Kecamatan Kuta Malaka, Kecamatan Kuta Cot Glie, Kecamatan Kota Jantho, Kecamatan Montasik, Kecamatan Lembah Seulawah.
5. KSK Minapolitan Perikanan Laut Baitussalam – Mesjid Raya, meliputi Kecamatan Peukan Bada, Kecamatan Pulo, Kecamatan Leupung, Kecamatan Lhoknga.
Gambar 2.6
Peta Kawasan Strategis Kabupaten Aceh Besar
C. Rencana Pola Ruang Kabupaten Aceh Besar
Rencana pola ruang wilayah Kabupaten Aceh Besar dibagi menjadi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Penentuan kawasan lindung dan kawasan budidaya didasarkan padahasil analisis kesesuaian lahan dan kriteria yang disertakan dimasing-masing kawasan.
Gambar 2.7
Tabel 2.12
Luas Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya sesuai
Rencana Pola Ruang Kabupaten Aceh Besar
No Jenis Kawasan Sub Jenis Luas (Ha) Luas Wilayah Kabupaten Prosentase Terhadap
(%) Sebaran Lokasi Keterangan
I. Kawasan Lindung
A Kawasan hutan
lindung
Hutan Lindung 69.624,17 24 Pulo Aceh, Lhoknga,
Montasik, Peukan
Bada,Darul Imarah, Darul Kamal, Simpang Tiga, Sukamakmur, Kuta Malaka, Indrapuri,
Seulimuem, Kuta Cot Glie, Kota Jantho, Lhoong, Leupung
Sesuai dengan hasil
tim terpadu Kemenhut (Propinsi Aceh) Sub jumlah 69.624,17 24 B Kawasan perlindungan setempat
Sempadan pantai 2.392,36 0,82 Sepanjang Pantai
Kabupaten Aceh Besar (Pulo Aceh, Leupung, Mesjid Raya, Baitussalam, Lhoknga, Lhoong, Peukan Bada, Seulimeum)
Sesuai dengan hasil
tim terpadu
Kemenhut (Propinsi Aceh)
Sempadan sungai 4.768,00 1,64 DAS Kr. Aceh, Kr.Jreu,
Kr.Tengku, Kr. Angan, Kr. Payo, Kr. Bihue, Kr. Kala, Kr. Leungah, Lampanah, dan seluruh mata air yang ada
Kawasan ini 35,37 % dari catchment area seluruh DAS
yang ada yaitu
seluas 3.178 ha
No Jenis Kawasan Sub Jenis Luas (Ha)
Prosentase Terhadap Luas Wilayah Kabupaten
(%) Sebaran Lokasi Keterangan
Ruang Terbuka
Hijau 36,44 0,012 Tersebar di pusat-pusat kota dan pemukiman
Sub jumlah 7.224,44 2,49
C Kawasan suaka
alam, pelestarian alam, dan cagar budaya Cagar alam/Taman Wisata Alam Suaka Marga Satwa Pinus Jantho TWAPinus Aceh TWA Kuta Malaka 15.281,37 2.556,02 1.544,08 5,26 0,88 0,53
CA Hutan Pinus Jantho di Kota Jantho dan Lembah Seulawah
TWA Pinus Jantho Kuta Malaka di Kec. Kuta
Malaka
Sesuai dengan hasil
tim terpadu
Kemenhut (Propinsi Aceh)
Taman hutan
rakyat 6.122,85 2,11 Tahura Pocut Meurah Intan di Lembah Seulawah Sesuai dengan hasil tim terpadu Kemenhut (Propinsi Aceh)
No Jenis Kawasan Sub Jenis Luas (Ha)
Prosentase Terhadap Luas Wilayah Kabupaten
(%) Sebaran Lokasi Keterangan
Kawasan rawan
banjir 11.435,00 Kec. Ingin Jaya, Montasik, Darul Imarah, dan Kuta
Malaka
Kawasan rawan
tanah longsor 16.509,00 Kec.Kuta Cot Glie, Kota Jantho, dan Kuta malaka
Kawasan rawan
gunung berapi
65.044,00 Kec. Seulimeum, Masjid
Raya, dan Lembah
Seulawah Kawasan bahaya
tsunami 16.422,00 Kec. Baitusslam, masjid Raya, Peukan Bada,
Lhoknga, Pulo Aceh,
Lhoong, dan Leupung
Sub jumlah 136.519,80 47,02
E Kawasan
lindung lainnya Kebun nutfah (KPN) plasma 694,54 KPN Leupung Berada kawasan dalam hutan
produksi Kawasan
pengungsian satwa
2,00 Pusat Latihan Gajah (PLG)
di Lembah Seulawah Berada Taman dalam Hutan
Rakyat Pocut
Meurah Intan
Hutan dengan
tujuan khusus 183,28 Kawasan hutan pendidikan STIK Berada kawasan dalam hutan
produksi
Sub jumlah 1.866,95 0,64
No Jenis Kawasan Sub Jenis Luas (Ha)
Prosentase Terhadap Luas Wilayah Kabupaten
(%) Sebaran Lokasi Keterangan
II. KAWASAN BUDIDAYA
Kawasan hutan Hutan produksi
terbatas 40,02 Kec. Lhoong
Hutan Produksi
Tetap 67.998,71 Mesjid Raya, Darussalam, Kuta Baro, Blang Bintang,
Montasik, Indrapuri, Kuta Cotglie, Seulimeum, Lembah Seulawah, Kota Jantho
Hutan Produksi Konversi
4.368,52 Seulimeum, Montasik,
Lembah Seulawah, Kuta
Baro, Kota Jantho,
Indrapuri, Blang Bintang
Berada dalam
kawasan hutan
produksi tetap
Hutan Rakyat 1.128,70 Pulo Aceh, Peukan Bada,
Lhoknga, Leupung, Lhoong, Mesjid Raya, Seulimeum, Lembah Seulawah
No Jenis Kawasan Sub Jenis Luas (Ha)
Prosentase Terhadap Luas Wilayah Kabupaten
(%) Sebaran Lokasi Keterangan
Kawasan Peruntukan Pertanian Pertanian Lahan Basah Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan 23.054,48 14.202,55
Pulo Aceh, Peukan Bada, Lhoknga, Leupung, Lhoong, Darul Imarah, Darul Kamal, Simpang Tiga, Mesjid Raya, Baitussalam, Darussalam, Kuta Baro, Kr.Br.Jaya, Ingin Jaya, Blang Bintang,
Sukamakmur, Montasik, Kuta Malaka, Indrapuri, Kuta Cotglie, Seulimeum, Lembah Seulawah, Kota Jantho
Kota Jantho, Lembah Seulawah, Seulimeum, Kuta Cotglie, Indrapuri, Montasik, Kuta Malaka, Sukamakmur, Blang Bintang, Leupung, Lhoknga, Peukan Bada, Simpang Tiga, Darul Kamal, Darul Imarah, Ingin Jaya, Kuta Baro,
Darussalam, Kr.Br.Jaya, Lhoong, Mesjid Raya, Baitussalam, Pulo Aceh
Berada di dalam lahan basah
Pertanian Lahan Kering
13.024,39 Pulo Aceh, Peukan Bada,
Lhoknga, Darul Imarah, Leupung, Mesjid Raya,
No Jenis Kawasan Sub Jenis Luas (Ha)
Prosentase Terhadap Luas Wilayah Kabupaten
(%) Sebaran Lokasi Keterangan
Simpang Tiga, Kuta Baro, Blang Bintang, Ingin Jaya, Sukamakmur, Montasik, Kuta Malaka, Kuta Cotglie, Indrapuri, Seulimeum, Lembah Seulawah, Kota Jantho
Hortikultura 2.050,48 Tersebar di semua
kecamatan
Perkebunan 53.849,75 Tersebar disemua
kecamatan
Peternakan 409,27 Tersebar disemua
kecamatan Kawasan
Peruntukan Perikanan
Budidaya Air
Tawar Seulimeum, Kuta Cotglie, Lembah Seulawah, Pulo
Aceh, Montasik, Kota Jantho, Baitussalam, Leupung, Lhoong, Indrapuri Terintegrasi dengan kawasan pemukiman perdesaan
No Jenis Kawasan Sub Jenis Luas (Ha)
Prosentase Terhadap Luas Wilayah Kabupaten
(%) Sebaran Lokasi Keterangan
Kawasan Peruntukan Pariwisata
Tersebar di semua
kecamatan Terletak di lokasi pariwisata
Kawasan
Permukiman Permukiman Perkotaan 7.378,14 Peukan Bada, Darul Imarah, Darul Kamal, Ingin
Jaya, Kr.Br.Jaya,
Baitussalam, Darussalam, Kuta Baro, Blang Bintang, Sukamakmur, Indrapuri, Kota Jantho, Montasik, Kuta Malaka, Lhoknga, Seulimeum
Permukiman
Perdesaan 4.987,44 Tersebar di seluruh kecamatan
Kawasan Peruntukan Lainnya Kawasan Pertahanan dan Keamanan 291,51 Tersebar diseluruh
kecamatan Lokasi Koramil, Polsek, Polres, Airud, TNI AD, TNI AU, TNI AL
Kawasan
Transmigrasi 2.978,35 Kota Jantho, Seulimeum, Kuta Cotglie,
2.2 Kemajuan pelaksanaan SSK 2.2.1 Air limbah domestik
Hingga saat ini Kabupaten Aceh Besar belum memiliki sistem pengelolaan air limbah secara off-site. Sebagian besar masyarakat membuang limbah kakus (black water) ke dalam septic tank yang tidak dirancang dan dibangun dengan baik sehingga tidak memberikan pengolahan optimal terhadap limbah tersebut. Buangan dari septic tank ini sebagian besar dialirkan ke saluran sehingga sangat berpotensi terjadinya pencemaran air. Dalam beberapa kasus ada juga rumah tangga yang membuang secara langsung limbah kakus mereka ke saluran air terbuka. Berdasarkan kenyataan ini, maka dapat diasumsikan bahwa septic tank ini merupakan ancaman bagi kualitas air sumur dangkal yang saat ini banyak digunakan oleh masyarakat sebagai sumber air bersih disamping air bersih dari PDAM. Hampir semua air limbah mandi, cuci dan masak (grey water) dibuang langsung ke saluran/drainase mikro maupun ke saluran terbuka lainnya.
Berdasarkan hasil studi EHRA yang pernah dilakukan pada tahun 2011 diperoleh bahwa sekitar 46,5% yang melaporkan menggunakan jamban ke tangki septic, sementara hanya sekitar 1,1% melaporkan tangki septiknya dibangun antara 5-10 tahun lalu. Dari sejumlah itu, mayoritas atau sekitar 42,0% melaporkan bahwa tangki septiknya belum pernah dikosongkan sama sekali sehingga mengidentifikasikan bahwa yang digunakan mereka bukan tangki septic melainkan cubluk atau tangki yang tidak kedap udara alias merembes ke luar tangki. Pada tahun 2015, hasil studi EHRA memperlihatkan bahwa masyarakat yang sudah memiliki jamban ke septic tank sebesar 69,22% dan tangki septic tank dengan suspek aman sebesar 67,09%. Dapat dilihat perbandingan bahwa terjadi peningkatan penggunaan jamban dengan suspek aman di Kabupaten Aceh Besar. Dalam ketersediaan sarana dan prasarana, pada tahun 2011 Kabupaten Aceh Besar belum memiliki Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT). IPLT di Kabupaten Aceh Besar baru dibangun pada tahun 2014 dan juga tersedia 2 (dua) truk penyedot tinja yang selama beroperasional dalam melayani masyarakat. IPLT yang tersedia saat ini terletak di Kecamatan
Tabel 2.13
Kemajuan Pelaksanaan SSK Sub Sektor Air Limbah Domestik
SSK (periode sebelumnya) SSK (saat ini)
Tujuan Sasaran Data dasar* Status saat ini
Menghilangkan praktek BABS Tahun 2014 Tersedianya perencanaan pengelolaan air limbah domestik dan industri rumah tangga skala per Kabupaten pada akhir tahun 2014 Meningkatnya cakupan kepemilikan jamban keluarga dengan penggunaan tangki septik untuk rumah tangga miskin pada akhir tahun 2014.
Meningkatnya jumlah dan cakupan layanan pengelolaan air limbah secara komunal di wilayah padat kumuh miskin perKabupaten di akhir tahun 2014 Tersedianya dan
berfungsi nya IPAL Komunal untuk industri rumah tangga pada akhir tahun 2014 Meningkatnya efektivitas layanan pengelolaan Air Limbah Domestik skala Kabupaten Prosentase tangki septic dengan suspek aman: 47,4% 46,5% menggunakan jamban ke tangki septic, 1,1% tangki septiknya dibangun antara 5-10 tahun lalu. 42,0% melaporkan bahwa tangki septiknya belum pernah dikosongkan sama sekali
Belum tersedia IPLT Pengurasan tinja dengan tukang 3,6% Membuangnya ke sungai/selokan/parit dan sekitar 9,0% menguburnya dipekarangan/lahan rumah. Belum terdapatnya data akurat tentang truck penyedot tinja Belum terdapatnya
sarana pengolahan air limbah skala kota Belum efektifnya
penyelenggaraan pengembangan system yang berbasis masyarakat
Tangki septik bersuspek aman 67.09% dan sebesar 32,91% yang tidak aman rumah tangga yang memiliki jamban dan dilengkapi dengan tangki septik terdapat 69.52% dan 0.91% rumah tangga membuang ke sungai air tinjanya 2.32% rumah tangga ke cubluk/plengseng an yang langsung dihasil akhirnya ke struktur tanah Terdapat 1 unit IPLT di Kota Jantho Terdapatnya MCK++ 35 Unit dengan melayani 746 KK Tersedianya 2 unit truk penyedot tinja Sudah adanya Program Sanimas (Sanitasi Berbasis Masyarakat) dengan lokasi di Kec. Kr.Br. Jaya
Peran Masyarakat Kultur budaya dan
kebiasaan masyarakat yang belum mendukung PHBS Masih kurangnya Minimnya respon masyarakat maupun swasta terhadap penyuluhan-penyuluhan
SSK (periode sebelumnya) SSK (saat ini)
Tujuan Sasaran Data dasar* Status saat ini
mengenai pentingnya pengelolaan pengelolaan air limbah. Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai dampak negatif dari limbah cair yang dibuang tanpa melalui proses pengolahan Sumber Data: SSK 2011-2014 dan Hasil Analisis (2015)
2.2.2. Persampahan
Secara umum pelayanan sampah belum terlayani dengan maksimal, hanya penanganan sampah pasar kecamatan saja yang sudah dapat terlayani dan tidak semua dari 23 kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Besar yang dapat terlayani. Hal ini dikarenakan wilayah kerja yang sangat luas juga karena keterbatasan alat dan keterbatasan jumlah personil yang khusus mengelola sampah dan juga belum didukung oleh tingkat kesadaran masyarakat yang kurang baik dalam pengelolaan sampah.
Mengenai kelakuan masyarakat terhadap pola hidup sehat di sektor persampahan, berdasarkan data yang tertuang dalam Buku Putih Sanitasi tahun 2011 bahwa rumah tangga yang membuang sampahnya dengan cara dibakar, yakni sebesar 88,78%. Sedangkan mereka yang membuang ke lahan kosong sebesar 4,26%, sampah yang dibuang ke sungai/kali/laut/danau, yakni 2,32%. Sementara pengelolaan sampah rumah tangga yang diangkut tukang sampah, dibuang ke TPS sebanyak 2,19%. Pengelolaan sampah yang dibuang dan dikubur sekitar 1,50%, dan sampah yang dibiarkan saja mencakup 0,63%. Hasil Studi EHRA yang dilakukan pada tahun 2015 di sub sektor persampahan diperoleh bahwa rumah tangga adalah dengan cara di bakar sebanyak 87,32 %, di buang ke lahan kosong/kebun/hutan dan di biarkan membusuk sebanyak 4.87%, di kumpulkan dan di buang ke TPS sebanyak 2.00%, di
Tabel 2.14
Kemajuan pelaksanaan SSK untuk persampahan
SSK Periode Sebelumnya SSK saat ini
Tujuan Sasaran Data Dasar Status saat ini
Tingkat Pelayanan Persampahan Kabupaten Aceh Besar mencapai 85 % efektifitas layanan pengelolaan persampahan pada akhir tahun 2014 Pengurangan Timbulan Sampah sebesar 25 %
rumah tangga yang membuang
sampahnya dengan cara dibakar, yakni sebesar 88,78%. Sedangkan mereka yang membuang ke lahan kosong sebesar 4,26% Berikutnya sampah yang dibuang ke sungai/kali/laut/da nau, yakni 2,32%. Sementara pengelolaan sampah rumah tangga yang diangkut tukang sampah, dibuang ke TPS sebanyak 2,19%. Pengelolaan sampah yang dibuang dan dikubur sekitar 1,50%, dan sampah yang dibiarkan saja mencakup 0,63 Masih diperlukan
beberapa unit mobil pengangkut sampah, truck amroll serta container sampah untuk melayani daya tamping sampah terhadap wilayah Kabupaten Aceh Besar yang luas Baru ada 20 unit
TPS namun masih belum memadai untuk mencukupi daya tampung sampah rumah tangga adalah dengan cara di bakar sebanyak 87,32 %, di buang ke lahan kosong/kebun/huta n dan di biarkan membusuk sebanyak 4.87%, di kumpulkan dan di buang ke TPS sebanyak 2.00%, di buang ke sungai/kali/laut/da nau sebanyak 0.91%, di biarkan saja sampai membusuk sebanyak 0.73%, di buang ke dalam lubang dan di tutup dengan tanah sebanyak 0.41%, sedangkan yang paling sedikit dilakukan oleh responden adalah dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang sebanyak 0.36%. TPSA sebanyak 1 unit dengan klasifikasi control land fill
22 (dua puluh dua) unit TPS.
Jumlah armada utama angkut sampah sampai saat ini adalah sebanyak 21 (dua puluh satu) unit
SSK Periode Sebelumnya SSK saat ini
Tujuan Sasaran Data Dasar Status saat ini
yang berupa gerobak atau kendaraan penghantar sampai ke TPS sebanyak 18 (Delapan belas) unit. 120 (Seratus Dua Puluh) orang tenaga yang dipekerjakan sebagai tenaga kontrak daerah. TPA Regional sudah
ada tetapi belum berfungsi
Masih memakai TPA Gampong Jawa di Kota Banda Aceh Meningkatnya
partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan sistem 3R skala rumah tangga
partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan sistem 3R skala rumah tangga pada tahun 2014 Potensi masyarakat belum dikembangkan secara sistematis Bantuan yang diberikan pihak swasta masih sebatas bak sampah dan umumnya hanya terdapat di kecamatan berkembang Masih sangat kurang pastisipasi masyarakat dan lembaga swasta dalam pengelolaan sampah Masyarakat masih minim dalam pengetahuan pengelolaan sampah sehingga masih banyak praktek pembakaran sampah Sumber Data: SSK 2011-2014 dan Hasil Analisis (2015)
2.2.3. Drainase
beberapa faktor antara lain: endapan sampah pada saluran, saluran rusak, gorong-gorong tersumbat, dimensi saluran tidak sesuai kebutuhan, elevasi saluran tidak baik, saluran irigasi sekaligus sebagai drainase, dan kurangnya pemeliharaan. Kondisi eksisting sektor drainase di Kabupaten Aceh Besar dapat dilihat pada tabel dan diagram berikut ini:
Tabel 2.15
Pelaksanaan Kemajuan SSK Sub Sektor Drainase
SSK Periode Sebelumnya SSK saat ini
Tujuan Sasaran Data dasar Status saat ini
Berkurangnya luas genangan di Kabupaten Aceh Besar dokumen perencanaan sistem drainase Kabupaten yang terintegrasi di akhir tahun 2011 luas genangan di Kabupaten Aceh Besar dengan memprioritaskan penanganan di wilayah permukiman di akhir Tahun 2014
Kejadian banjir yang terjadi sekali dalam setahun 10,4%, beberapa kali dalam setahun 1,6%. Sedangkan yang mengalami banjir sekali atau beberapa kali dalam sebulan sebesar 3,0
rumah tangga yang pernah mengalami kebanjiran sekitar 44,4% mengalaminya secara rutin dalam kurun waktu tertentu. Sementara, 54,7% rumah tangga melaporkan kejadian banjir tidak berlangsung rutin Rumah yang mempunyai drainase lingkungan/seloka n di sekitar rumah 67,43%, sedangkan yang tidak ada drainase sebesar 32,57%. 79% tidak pernah mengalami banjir, 10% mengalami banjir sekali dalam setahun Belum adanya master plan drainase Pengerjaan drainase masih parsial
Sumber Data: SSK 2011-2014 dan Hasil Analisis (2015)
2.3. Profil Sanitasi Saat Ini
Sistem sanitasi yang ada saat ini untuk subsektor air limbah adalah sistem on-site dan sistem komunal yang berskala kawasan. Untuk sektor sub bidang persampahan, sampah diangkut dengan sistem yang belum melayani sampai kerumah tangga. Selama ini pengangkutan sampah masih hanya dilakukan pada jalan-jalan utama yang bisa dilalui oleh kendaraan truk pengangkut sampah. Sedangkan sistem di subsektor drainase, selama ini masih berdasarkan kebutuhan masyarakat untuk drainase lingkungan. Sedangkan sistem drainase yang memakai saluran induk, kolam retensi dan sejenisnya belum ada di Kabupaten Aceh Besar.
Berdasarkan data hasil studi EHRA, pada aspek pengelolaan sampah rumah tangga ditemukan praktek pengelolaan sampah terbesar adalah dibakar dengan total 87.32%
responden,dibuang ke TPS yang dilakukan oleh responden sendiri total 2.00% dan dibuang ke sungai total 1.02% responden yang melakukan. total responden dengan praktik pemilihan sampahnya tidak memadai sebesar 97.63% dan hanya 2.37% yang memadai.
Pada aspek air limbah domestik ditemukan tempat buang air besar yang paling dominan yaitu kloset jongkok leher angsa sebesar 70,16%, kloset duduk leher angsa ada 3.57%. Sedangkan buang air besar dengan cara cemplung sebesar 1.02% dan plengsengan sebanyak 0.20 %. Masih banyak responden yang tidak mempunyai jamban pribadi yaitu sebesar 25.05%
sehingga mereka memilih untuk buang air besar kekebun/pekarangan/jalan,
kesungai/selokan/got bahkan masih ada yang menggunakan wc helikopter. Kondisi tangki septik yang dilakukan pengurasan dalam waktu terakhir bahwa total 21.63% responden melakukan pengurasan tangki septik 1-5 tahun yang lalu. Jumlah responden yang sama sekali tidak pernah melakukan pengurasan tangki septik sebanyak 55.26%, yang berarti dari seluruh strata tidak pernah melakukan pengurasan tangki septik yang menyebabkan terjadinya kebocoran sehingga limbah langsung terserap ke tanahsehingga dapat disimpulkan terjadi Buang Air Besar sembarangan (BABS). Hal ini juga disebabkan oleh rendahnya kesadaran masyarakat akan resiko sanitasi buruk dan juga kurangnya layanan penyedot tinja di desa-desa dan biaya penyedotan yang relatif mahal. Ditinjau dari aspek komunikasi dan informasi public ditemukan hampir seluruh strata desa tidak tahu siapa penyedia layanan pengurasan tanki septik.Untuk tangki septik yang ada dilakukan pengurasan, lama waktu pernah melakukan pengurasan lebih dari 10 tahun sebanyak 1.74%. Adapun rumah tangga yang memiliki jamban dan dilengkapi dengan tangki septik terdapat 69.52%, 0.91% rumah tangga membuang ke sungai air tinjanya dan 2.32% rumah tangga ke cubluk/plengsengan yang langsung dihasil akhirnya ke struktur tanah. Tanki septik suspek aman dan tidak aman terdapat sebesar 67.09% bersuspek aman, dan sebesar 32,91% yang tidak aman.
Untuk lokasi genangan di sekitar rumah sebesar 39% terjadinya genangan berada di halaman rumah, genangan didekat dapur sebesar 14%, genangan didaerah lainnya sebesar 11%,dan genangan didekat kamar mandi ada 21%. Sedangkan genangan didekat bak
mempunyai SPAL sebesar 67%, sedangkan yang mempunyai SPAL hanya sebesar 33%. Pencemaran yang disebabkan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) di Kabupaten Aceh Besar berdasarkan pengamatan disaat survey EHRA, secara keseluruhan drainase yang aman dari pencemaran yang dikarenakan SPAL sebesar 64.93% sedangkan selebihnya dinyatakan tidak aman, sehingga air limbah rumah tangga masuk ke saluran drainase lingkungan.
Pada aspek Perilaku Hidup Bersih Sehat ditemukan secara keseluruhan hampir semua responden tidak melakukan CTPS di lima waktu penting yaitu sebesar 87%. Hal ini menunjukkan masih pentingnya penyuluhan perilaku higiene dan sanitasi untuk masyarakat. Waktu-waktu responden melakukan CTPS adalah sebelum makan yaitu 58,41%, setelah dari buang air besar 59,23% dan setelah makan 47,0%. Sedangkan waktu lainnya jumlah responden yang melakukan CTPS pada waktu lainnya dibawah 40%. Kebiasaan Buang Air Besar Sembarangan (BABs) di Kabupaten Aceh Besar terdapat 58,57% yang masih melakukan praktek BABs dan 41,43% yang sudah terbebas dari BABS. Secara strata dapat dilihat bahwa Strata 4 merupakan jumlah responden yang paling tinggi yang masih melakukan BABS yaitu sebesar 75,83%. Yang paling rendah BABS ada di strata 1 yaitu 3.6. total angka sebesar 73.41% tidah pernah mengalami kejadian penyakit diare jika diliat dari keempat strata. Pada Strata 0 paling tinggi angka tidak pernah mengalami kejadian diare yaitu sebesar 86.05% dan dan paling rendah strata 2 yaitu sebesar 5.56%. Kejadian diare paling tinggi terjadi pada anak-anak balita dengan waktu terjadi pada 6 bulan yang lalu.
Berdasarkan hasil tersebut diperoleh gambaran bahwa Indeks Risiko Sanitasi (IRS) yang menjadi permasalahan terbesar pada strata 0 yaitu masalah persampahan (47,4%) dan kemudian diikuti dengan permasalahan PHBS sebanyak (46.5%). Pada strata 1 yaitu masalah persampahan sebanyak (85,6%) dan permasalahan PHBS sebanyak (47,7%). Selanjutnya pada strata 3 yang menjadi indeks risiko sanitasi yaitu permasalahan persampahan (80,5%), dan PHBS (54,2%). Pada strata 3 yang menjadi indeks risiko sanitasi yaitu genangan air (52,5%) dan persampahan (46,9%). Strata 4 yang menjadi permasalahan adalah PHBS (58,4%) dan Persampahan (41,5%).
A. Air Limbah Domestik
(1) Sistem dan Infrastruktur
Infrastruktur yang sudah tersedia untuk pengolahan air limbah di Kabupaten Aceh Besar adalah IPLT dibangun pada tahun 2014 dan juga tersedia 2 (dua) truk penyedot tinja yang selama beroperasional dalam melayani masyarakat. IPLT yang tersedia saat ini terletak di
Kecamatan Kota Jantho dan masih belum berfungsi secara optimal. Dari sisi penyediaan MCK++ diKabupaten Aceh Besar telah tersedia sebanyak 35 Unit dengan melayani 746 KK, sedangkan IPAL belum ada.
Gambar 2.8
Diagram Sistem Sanitasi Air Limbah Kabupaten Aceh Besar
Sumber Data: Hasil Analisis (2015)
Sistem air limbah black water yang dihasilkan rumah tangga dengan user interface dari WC baik WC jongkok dan WC duduk masuk ke tangki septik dan cubluk/plengsengan. Dikarenakan belum ada pengolahan maka daur ulang pembuangan akhir langsung ke badan air. Sedangkan tangki septik yang aman disedot dengan menggunakan truk tinja yang dibuang ke
(A) (B) (C) (D) (E) User Interface Pengumpulan & Penampungan/Pengolahan Awal Pengangkutan / Pengaliran (semi) Pengolahan Akhir Terpusat
Daur Ulang dan/atau Pembuangan Akhir Produk Input Tangki Septik Cubluk/plengsengan WC Langsung dibadan Air Pembuangan ke Badan Air IPLT
Truk Sedot Tinja Tangki Septik Black Water Tinja Urine Air Pembersih Air Pengelontor MCK Sedot Buang ke IPLT Pengolahan
sudah dapat dibuang ke badan air