• Tidak ada hasil yang ditemukan

DETERMINAN SOSIAL KESEHATAN DAN PERILAKU TERHADAP KEJADIAN KEMATIAN BAYI DI KECAMATAN UJUNG TANAH KOTA MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DETERMINAN SOSIAL KESEHATAN DAN PERILAKU TERHADAP KEJADIAN KEMATIAN BAYI DI KECAMATAN UJUNG TANAH KOTA MAKASSAR"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

DETERMINAN SOSIAL KESEHATAN DAN PERILAKU

TERHADAP KEJADIAN KEMATIAN BAYI

DI KECAMATAN UJUNG TANAH

KOTA MAKASSAR

DETERMINANT RISK ANALYSIS OF HEALTH SOCIAL AND

BEHAVIOUR AGAINST INFANT MORTALITY INCIDENT

IN THE DISTRICT OF UJUNG TANAH MAKASSAR

Kiki Amelia M. 1, Ridwan M. Thaha 1, Masni 2 1

Bagian Promosi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, 2

Bagian Biostatistik, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar

Alamat Korespondensi : Kiki Amelia M.

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin

HP. 085242000114

(2)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui risiko determinan sosial kesehatan dan perilaku terhadap kejadian kematian bayi di Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar. Penelitian ini merupakan penelitian case control study. Sampel dipilih secara purposive sebanyak 84 responden yang terdiri dari 63 responden kontrol dan 21 responden kasus. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan kuesioner. Data dianalisis dengan uji regresi logistic. Hasil penelitian menunjukkan bahwa determinan kejadian kematian bayi adalah tingkat pendidikan ibu (nilai p= 0,043; OR =3,520 ), status ekonomi keluarga (nilai p= 0,005; OR = 5,000), paritas (nilai p= 0,376; OR = 0,490), jarak kelahiran (nilai p= 0,005; OR = 5,200, pemanfaatan ANC (nilai p= 0,032; OR = 7,176), pengetahuan ibu (nilai p= 0,023 ; OR = 3,800), sikap ibu (nilai p= 0,009 ; OR = 4,397), dan tindakan ibu (nilai p= 0,039 ; OR = 4,609). Adapun untuk usia ibu (nilai p= 0,376; OR = 0,490) dan penolong persalinan (nilai p= 0,595; OR = 2,105) bukan merupakan determinan kejadian kematian bayi. Status ekonomi keluarga merupakan determinan yang paling berisiko terhadap kejadian kematian bayi di Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar.

Kata kunci: determinan sosial kesehatan, perilaku, kematian bayi

ABSTRACT

This study aims to determine the determinants risk of social health and behaviors on the incidence of infant mortality in District of Ujung Tanah Makassar. There were 84 respondents consisted of 63 controled respondents and 21 case respondents. The research method used was a case control study through questionnaires and direct interviews with respondent. Samples were selected by purposive sampling technique. The results indicated that the determinant of infant mortality incidents is the level of maternal education (p = 0.043; OR = 3.520), family economic status (p = 0.005; OR = 5.000), parity (p = 0.376; OR = 0.490), distance birth (p = 0.005; OR = 5.200), use of ANC (p = 0.032; OR = 7.176), mother's knowledge (p = 0.023; OR = 3.800), maternal attitude (p = 0.009; OR = 4.397) , and mothers behaviour (p = 0.039; OR = 4.609). Whereas, the maternal age (p = 0.376; OR = 0.490) and birth attendants (p-value = 0.595; OR = 2.105) are not a determinant of infant mortality incidents. The results of logistic regression test shows that the family economic status highest determinant risk for the infant mortality incidents in district of Ujung Tanah Makassar. Therefore, it is necessary to provide counseling about the importance of parity and birth distance so that the process of pregnancy and childbirth can run smoothly and reduce the risk of infant mortality. showed that the economic status of the family is the most determinant of risk for infant mortality in sub Ujung Tanah.

Keywords: social determinants of health, behavior, infant mortality.

(3)

PENDAHULUAN

Determinan sosial adalah faktor-faktor penentu secara sosial di dalam masyarakat. Pada prinsipnya determinan sosial adalah sejumlah variabel yang tergolong dalam faktor sosial, seperti; budaya, politik, ekonomi, pendidikan, faktor biologi dan perilaku yang mempengaruhi status kesehatan individu atau masyarakat. Determinan sosial berkontribusi terhadap kesenjangan kesehatan di dalam kelompok masyarakat yang disebut determinan sosial kesehatan dan mempengaruhi kesehatan baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga dapat menjadi tolak ukur status kesehatan masyarakat.

Determinan sosial kesehatan merupakan proses yang membentuk perilaku di dalam masyarakat. Perilaku adalah semua kegiatan yang dilakukan manusia baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku seseorang terbentuk dari pengetahuan, sikap dan praktek atau tindakan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2012).

Determinan sosial kesehatan dan perilaku mempengaruhi mortalitas dan morbiditas dalam suatu komunitas. Hubungan determinan sosial kesehatan dan perilaku terhadap mortalitas atau kematian sangat menarik untuk dibicarakan karena mortalitas merupakan salah satu dari tiga komponen demografis selain fertilitas dan migrasi, yang mempengaruhi jumlah, struktur dan komposisi penduduk. Determinan sosial dan perilaku yang berkembang di masyarakat dipengaruhi oleh pemerintah sebagai penyedia layanan, masyarakat, dan fasilitas pelayanan kesehatan itu sendiri. (Bapenas, 2010).

Sehubungan dengan salah satu tujuan pembangunan milenium atau Millenium

Development Goals (MDGs), Indonesia berupaya untuk menurunkan angka kematian anak.

Anak- anak terutama bayi sangat rentan terhadap penyakit dan kondisi hidup yang tidak sehat yang dapat menyebabkan kematian. Kematian bayi juga turut menjadi tolak ukur derajat kesehatan dan pembangunan manusia, sehingga determinaan sosial kesehatan yang mempengaruhi risiko kematian bayi perlu diidentifikasi. Kunci dari model kelangsungan hidup anak terletak pada identifikasi sekumpulan variabel yang menyebabkan peningkatan risiko kematian anak (Bapenas, 2010).

Angka kematian bayi merupakan indikator yang sensitif terhadap ketersediaan, pemanfaatan dan kualitas pelayanan kesehatan terutama pelayanan perinatal (Hendrawan, 2014). Angka ini menggambarkan besarnya masalah kesehatan yang bertanggung jawab langsung terhadap kematian bayi misalnya sakit diare, ISPA, malnutrisi sampai kondisi perinatal dan menggambarkan tingkat kesehatan ibu, misalnya perawatan antenatal sampai sesudah melahirkan (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2009)

(4)

Dibandingkan negara-negara tetangga di Asia Tenggara, Indonesia memiliki angka kematian bayi yang cukup tinggi. Berdasarkan data UNICEF WHO tahun 2012, angka kematian bayi atau AKB di Indonesia sebesar 25,8 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan estimasi kematian bayi di negara Asia Tenggara yang lain (WHO, 2012).

Angka kematian bayi di provinsi Sulawesi Selatan masih tergolong tinggi dan belum memenuhi target MDGs. Berdasarkan data SDKI 2012, Angka kematian bayi di Sulawesi Selatan pada tahun 2011 sebesar 25 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini masih belum memenuhi target rencana pembangunan jangka menengah nasional hingga tahun 2014 sebesar 24 per 1000 kelahiran hidup. Makassar sebagai ibu kota dari provinsi Sulawesi Selatan merupakan penyumbang kematian bayi terbanyak dibandingkan daerah atau kabupaten lain di Sulawesi Selatan. Angka kematian bayi di kota Makassar pada tahun 2013 sebesar 6,71 per 1000 kelahiran hidup, dengan jumlah kasus 165 kematian dari 24.576 kelahiran hidup.

Data dari bidang bina P2PL dinas kesehatan Makassar, kasus kematian bayi di kecamatan Ujung Tanah termasuk tinggi. Jumlah kasus kematian bayi pada tahun 2013 di kecamatan Ujung Tanah sebesar 18 kasus dan di kecamatan Ujung Pandang sebesar 3 kasus. Berdasarkan penelitian awal yang telah dilakukan, sebagian besar kasus kematian bayi yang terjadi di kecamatan Ujung Tanah disebabkan karena berat badan lahir rendah dan penyakit infeksi seperti diare dan batuk kronis yang tidak mendapatkan perawatan intensif. Selain itu kematian bayi yang dialami pada umumnya berasal dari kelahiran yang tidak cukup bulan atau prematur (dinas kesehatan kota Makassar, 2012).

Tingginya angka kematian bayi tidak dapat dibiarkan begitu saja, karena kelangsungan hidup bayi menentukan kualitas sumber daya manusia yang akan datang dan merupakan cerminan masa depan bangsa. Oleh karena itu, diperlukan intervensi yang tepat untuk mengatasinya. Intervensi yang baik dapat dilakukan, jika kita mengetahui determinan sosial dan kesehatan yang mempengaruhi risiko kematian bayi (Arifah, 2007). Penelitian sebelumnya tentang faktor risiko kematian bayi menunjukkan bahwa paritas, umur ibu dan jarak kelahiran berpengaruh terhadap kematian neonatal dan bayi (Kozuki et al., 2013). Penelitian lain dikemukakan oleh Hussaini (2013), yang mengatakan bahwa jarak kehamilan yang kurang dari 18 bulan meningkatkan risiko kematian bayi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui risiko determinan sosial kesehatan dan perilaku terhadap kejadian kematian bayi di kecamatan Ujung Tanah kota Makassar.

(5)

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain case-control study. Penelitian ini dilakukan di kecamatan Ujung Tanah kota Makassar dengan waktu penelitian Mei sampai Juni 2014.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner dan wawancara responden. Jumlah responden 84, terdiri dari 21 responden kasus dan 63 responden kontrol. Penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data diolah menggunakan program SPSS, yang dibedakan atas analisis univariat,

bivariat dan multivariate. Pengolahan data yang telah dilakukan kemudian disajikan secara sistematis dalam bentuk tabel deskripsi, tabel analisis hubungan variabel independen terhadap variabel dependen.

HASIL PENELITIAN Karakteristik Responden

Tabel 1 (terlampir) menunjukkan bahwa kelompok umur bervariasi 17-25 tahun, 26-35 tahun dan 36-45 tahun. Mayoritas responden adalah kelompok umur 26-26-35 tahun yaitu 51 responden (60,7%), sedangkan rentang umur dengan proporsi terendah adalah pada kelompok umur 17-25 tahun yaitu sebanyak 15 responden (17,9%).

Tabel 2 (terlampir) menunjukkan bahwa distribusi tingkat pendidikan bervariasi dari kategori tidak tamat SD sampai sarjana. Mayoritas pendidikan responden adalah tamat SMA yaitu 36 responden (43,1%), sedangkan kategori pendidikan responden paling sedikit adalah tingkat pendidikan sarjana yaitu 2 responden (2,3%).

Tabel 3 (terlampir) Menunjukkan distribusi responden berdasarkan karakteristik pekerjaan suami dan istri. Untuk pekerjaan suami terbagi menjadi jenis pekerjaan nelayan, penjual ikan, buruh harian, tukang becak, wiraswasta, karyawan swasta dan pegawai negeri sipil. Mayoritas pekerjaan suami responden adalah nelayan dengan diperoleh 26 responden (30,6%), sedangkan jenis pekerjaan yang paling sedikit adalah pegawai negeri sipil (3,5%). Untuk jenis pekerjaan responden dalam hal ini istri, terbagi menjadi pekerjaan ibu rumah tangga (IRT) sebanyak 79 responden (94%) dan wiraswasta sebanyak 5 responden (6,0%).

(6)

Analisis faktor risiko

Tabel 4 (terlampir) menunjukkan bahwa determinan kejadian kematian bayi adalah tingkat pendidikan ibu (nilai p= 0,043; OR =3,520 ), status ekonomi keluarga ( nilai p= 0,005 ; OR = 5,000 ), paritas ( nilai p= 0,376 ; OR = 0,490 ), jarak kelahiran (nilai p= 0,005 ; OR = 5,200 ), pemanfaatan ANC (nilai p= 0,032 ; OR = 7,176 ), pengetahuan ibu (nilai p= 0,023 ; OR = 3,800 ), sikap ibu (nilai p= 0,009 ; OR = 4,397 ), dan tindakan ibu (nilai p= 0,039 ; OR = 4,609 ). Sedangkan untuk usia ibu (nilai p= 0,376 ; OR = 0,490 ) dan penolong persalinan (nilai p= 0,595 ; OR = 2,105 ) bukan merupakan determinan kejadian kematian bayi. Hasil uji regresi logistik didapatkan bahwa status ekonomi keluarga merupakan determinan yang paling berisiko terhadap kejadian kematian bayi di kecamatan Ujung Tanah. PEMBAHASAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu di kecamatan Ujung Tanah kota Makassar masih tergolong rendah, karena sebagian besar tidak menamatkan pendidikan SMA. Ibu dengan tingkat pendidikan rendah berisiko 3,520 kali untuk mengalami kematian bayi jika dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan tinggi (OR-3,520) dan pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap kematian bayi.

Penelitian ini menunjukkan bahwa status ekonomi keluarga yang rendah berisiko 5,000 kali untuk mengalami kematian bayi jika dibandingkan dengan status ekonomi tinggi (OR= 5,000). Pada tahap analisis multivariat, variabel status ekonomi keluarga merupakan variabel yang sangat berpengaruh dalam kejadian kematian bayi dengan nilai sebesar 11,190 kali lebih besar dari variabel lain. Sejalan dengan penelitian Djaja dkk (2009), mengatakan risiko kematian neonatal akan meningkat pada keluarga dengan tingkat pendapatan menengah ke bawah dan penelitian Kim (2013), yang mengatakan bahwa kebijakan sosial, masalah lingkungan, serta status sosial ekonomi individu dan perilaku kesehatan turut berperan dalam kematian bayi di negara barat.

Penelitian ini menemukan bahwa variabel usia ibu bukan merupakan faktor risiko kematian bayi di kecamatan Ujung Tanah. Didapatkan nilai (p= 0,375) dan nilai (OR= 0,490). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Prabamurti dkk (2008), yang mengatakan bahwa umur ibu berpengaruh terhadap status kematian neonatal.

Penelitian ini menemukan bahwa paritas yang tidak aman berisiko 3,727 kali untuk mengalami kematian bayi jika dibandingkan dengan yang paritasnya aman paritas (OR= 3,727). Variabel paritas berpengaruh secara signifikan terhadap kematian bayi. Sejalan dengan penelitian Anthony et al (2009), yang mengatakan prevalensi ibu yang primipara

(7)

berisiko terhadap kematian neonatal sebanyak 31-50% di negara Eropa. Hal yang sama ditemukan dalam penelitian Sugiharto (2010), yang mengatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara paritas primigravida dengan paritas grande > 4 terhadap kematian neonatal.

Penelitian ini menemukan bahwa jarak kelahiran berpengaruh secara signifikan terhadap kematian bayi dan jarak kelahiran yang tidak aman berisiko 5,200 kali untuk mengalami kematian bayi jika dibandingkan dengan jarak kelahiran yang aman (OR 5,200). Pengaturan jarak kelahiran di atas dua tahun akan meningkatkan kesempatan hidup bagi anak dan ibunya. Hal ini sejalan dengan penelitian Kozuki et al (2013), ibu dengan jarak kelahiran pendek berisiko tinggi untuk melahirkan bayi yang kecil untuk usia kehamilan, lahir prematur, kematian neonatal dan kematian bayi. Dan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kembo (2009), di negara Zimbabwe yang mengatakan bahwa jarak kelahiran mempengaruhi risiko kematian bayi.

Penelitian ini menemukan BBLR berhubungan dengan angka kesakitan dan kematian bayi. Bayi dengan berat badan lahir yang rendah berisiko 4,231 kali untuk mengalami kematian jika dibandingkan dengan bayi dengan berat badan lahir yang normal (OR= 4,231). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lykke et al (2010), mengatakan kelahiran prematur dan berat badan lahir kecil untuk kelahiran berpengaruh kuat pada kejadian kematian bayi dan penelitian Sovio et al (2012), yang mengatakan ibu yang menjadi single parent, paritas tinggi dan memiliki bayi dengan berat badan lahir rendah berhubungan dengan kejadian kematian bayi di Swedia.

Penelitian ini menemukan bahwa pemanfaatan pelayanan ANC berpengaruh secara signifikan terhadap kematian bayi, dan ibu hamil yang kurang memanfaatkan pelayanan ANC berisiko mengalami kematian bayai 7,176 kali dibandingkan dengan yang tidak memanfaatkan pelayanan ANC (OR= 7,176).

Penelitian ini menemukan ibu dengan penolong persalinan non medis berisiko 2,105 kali mengalami kematian bayi dibanding ibu dengan penolong persalinan medis (OR= 2,105). Akan tetapi, variablel penolong persalinan bukan merupakan faktor risiko kematian bayi di kecamatan Ujung Tanah. Dalam penelitian ini didapatkan pemanfaatan penolong persalinan oleh tenaga medis sudah tinggi di kecamatan Ujung Tanah. Hal ini disebabkan adanya program jaminan persalinan dari pemerintah yang memberikan jaminan persalinan secara cuma-cuma bagi seluruh ibu hamil di Indonesia. Selain itu adanya program kemitraan bidan dan dukun yang dicanangkan dinas kesehatan kota Makassar sejak tahun 2012 turut menunjang pemilihan penolong persalinan oleh tenaga medis. Hal ini tidak sejalan dengan

(8)

penelitian yang dilakukan oleh Titaley (2011), tentang determinan kematian neonatal di Indonesia yang mengatakan bahwa penolong persalinan berpengaruh terhadap kematian neonatal. Begitu juga dengan penelitian Mercer (2009), mengatakan bahwa penolong persalinan yang tidak terlatih berhubungan dengan kematian neonatal di daerah pedesaan Bangladesh.

Penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan ibu yang kurang terkait perawatan kehamilan, persalinan dan perawatan bayi berisiko mengalami kematian bayi 3,800 kali dibandingkan dengan ibu yang memiliki pengetahuan cukup (OR= 3,800). Variabel pengetahuan ibu berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian kematian bayi. Hal ini disebabkan latar belakang sosial yakni tingkat pendidikan ibu yang rendah. Beberapa responden memiliki latar belakang pendidikan yang tidak tamat SMA, selain itu masih ,maraknya budaya menikah usia dini mengakibatkan rendahnya tingkat pengetahuan ibu.

Penelitian ini menunjukkan bahwa di kecamatan Ujung Tanah ditemukan sikap negatif ibu berisiko 4,397 kali untuk mengalami kematian bayi jika dibandingkan dengan ibu yang bersikap positif terkait perawatan kehamilan, persalinan dan perawatan bayi (OR= 4,397). Dalam penelitian ditemukan sikap ibu-ibu di Kecamatan ujung Tanah terkait perawatan kehamilan, persalinan dan perawatan bayi masih kurang. Hal ini disebabkan latar belakang sosial yakni tingkat pendidikan dan status ekonomi keluarga, yang mempengaruhi pemilihan sikapnya.

Penelitian ini menemukan bahwa tindakan ibu yang negatif berisiko 4,609 kali untuk mengalami kematian bayi jika dibandingkan dengan yang memiliki tindakan yang positif. Variabel tindakan ibu berpengaruh terhadap kejadian kematian bayi di kecamatan Ujung Tanah. Dalam penelitian ditemukan tindakan ibu-ibu di kecamatan Ujung Tanah terkait perawatan kehamilan, persalinan dan perawatan bayi masih rendah. Hal ini disebabkan latar belakang sosial yakni tingkat pendidikan dan status ekonomi keluarga yang rendah. Selain itu lokasi atau keadaan geografis wilayah kecamatan Ujung Tanah yang sebagian berada di wilayah kepulauan menyebabkan akses ke pelayanan kesehatan terhambat.

SIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa determinan kejadian kematian bayi adalah tingkat pendidikan ibu, status ekonomi keluarga, paritas, jarak kelahiran, pemanfaatan ANC, pengetahuan ibu, sikap ibu, dan tindakan ibu. Sedangkan untuk usia ibu dan penolong persalinan bukan merupakan determinan kejadian kematian bayi. Hasil uji regresi logistic didapatkan bahwa status ekonomi keluarga merupakan determinan yang paling berisiko

(9)

terhadap kejadian kematian bayi di kecamatan Ujung Tanah. Perlunya konseling tentang pentingnya paritas dan pengaturan jarak kelahiran agar proses kehamilan dan persalinan dapat berjalan lancar serta mengurangi risiko kematian bayi.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Anthony, S., Jacobusse, G. W., van der Pal-de Bruin, K. M., et al., (2009). Do differences in maternal age, parity and multiple births explain variations in fetal and neonatal mortality rates in Europe?--Results from the EURO-PERISTAT project. Paediatr

Perinat Epidemiol, 23(4), 292-300. doi: 10.1111/j.1365-3016.2009.01044.x

Arifah, T., & Rofi, A. (2007). Kematian Bayi Menurut Karakteristik Demografi Dan Sosial Ekonomi Rumah Tangga Di Provinsi Jawa Barat. . KESMAS.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi

kelangsungan hidup anak. Evaluasi Kinerja Pembangunan. Jakarta.

Bapenas. (2010). Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia. Jakarta.

Dinas Kesehatan Kota Makassar. (2012). Profil Kesehatan Kota Makassar Tahun 2011. Makassar: Dinas Kesehatan Kota Makassar.

Djaja, S., Hapsari, D., Sulistyowati, N., & lolong, D. B. (2009). Peran Faktor Sosio-Ekonomi, Biologi dan Pelayanan Kesehatan Terhadap Kesakitan Dan Kematian Neonatal.

Majalah Kedokteran Indonesia, 59.

Hendarwan, H. (2005). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Ibu Balita Dalam Pencarian Pengobatan Pada Kasus-kasus Balita Dengan Gejala Pneumonia Di

Kabupaten Serang. Media Litbang Kesehatan, XV(Nomor 3).

Hussaini, K. S., Ritenour, D., & Coonrod, D. V. (2013). Interpregnancy intervals and the risk for infant mortality: a case control study of Arizona infants 2003-2007. Matern Child

Health J, 17(4), 646-653. doi: 10.1007/s10995-012-1041-8.

Kembo, J., & Ginneken, J. K. V. (2009). Determinants of infant and child mortality in Zimbabwe: Results of multivariate hazard analysis. Demoghraphic Research, 367-384.

Kim, D., & Saada, A. (2013). The social determinants of infant mortality and birth outcomes in Western developed nations: a cross-country systematic review. Int J Environ Res

Public Health, 10(6), 2296-2335. doi: 10.3390/ijerph10062296

Kozuki, N., Lee, A. C., Silveira, M. F., Sania, A., Vogel, J. P., et al., (2013). The associations of parity and maternal age with small-for-gestational-age, preterm, and neonatal and infant mortality: a meta-analysis. BMC Public Health, 13(Suppl 3),

Lykke, J. A., Langhoff-Roos, J., Lockwood, C. J., Triche, E. W., & Paidas, M. J. (2010). Mortality of mothers from cardiovascular and non-cardiovascular causes following pregnancy complications in first delivery. Paediatr Perinat Epidemiol, 24(4),

Mercer, A., Haseen, F., Huq, N. L., Uddin, N., Khan, M. H., & Larson, C. P. (2006). Risk factors for neonatal mortality in rural areas of Bangladesh served by a large NGO programme. Oxford University Press.

Notoatmodjo. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta Prabamurti, P. N., Purnami, C. T., & Widagdo, L. (2008). Analisis Faktor Resiko Status

Kematian Neonatal. Promosi Kesehatan Indonesia, 3.

Sugiharto, M., & Kusumawati, L. (2010). Analisi perbedaan Antar Paritas Ibu Dengan Kematian Neonatal. Penelitian Sistem Kesehatan, 13, 321-325.

Sovio, U., Dibden, A., & Koupil, I. (2012). Social determinants of infant mortality in a historical Swedish cohort. Paediatr Perinat Epidemiol, 26(5), 408-420. doi: 10.1111/j.1365-3016.2012.01302.x

Titaley, C. R., Dibley, M. J., Agho, K., Roberts, C. L., & Hall, J. (2008). Determinants of Neonatal Mortality in Indonesia. Biomed Central.

(11)

Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Umur di Kecamatan Ujung Tanah Tahun 2014 Kelompok Umur n % 17-25 tahun 26-35 tahun 36-45 tahun 15 51 18 17,9 60,7 21,4 Sumber : Data Primer, 2014

Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pendidikan di Kecamatan Ujung Tanah Tahun 2014 Pendidikan n % Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Sarjana 3 27 16 36 2 3,5 32,1 19,0 43,1 2,3 Sumber : Data Primer, 2014

(12)

Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pekerjaan di Kecamatan Ujung Tanah Tahun 2014

Sumber : Data Primer, 2014

Tabel 4 Tabel Hasil Analisis Bivariat

Variabel Independen p OR

Pendidikan

Status Ekonomi Keluarga Usia ibu

Paritas

Jarak Kelahiran

Barat Badan lahir Pemanfaatan ANC Penolong persalinan Pengetahuan Ibu Sikap Ibu Tindakan Ibu 0,043 0,005 0,376 0,022 0,005 0,021 0,032 0,595 0,023 0,009 0,039 3,520 5,000 0,490 3,727 5,200 4,231 7,176 2,105 3,800 4,397 4,609 Sumber : Data Primer, 2014

Pekerjaan n % Suami Nelayan Penjual ikan Buruh harian Tukang becak Wiraswasta Pegawai swasta Pegawai Negeri Sipil Istri IRT Wiraswasta 26 19 14 5 13 4 3 79 5 30,9 22,7 16,7 5,9 15,5 4,8 3,5 94,0 6,0

(13)

Gambar

Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pendidikan di Kecamatan Ujung  Tanah Tahun 2014  Pendidikan  n  %  Tidak tamat SD  Tamat SD  Tamat SMP  Tamat SMA  Sarjana  3  27 16 36 2  3,5  32,1 19,0 43,1 2,3  Sumber : Data Primer, 2014
Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pekerjaan di Kecamatan Ujung  Tanah Tahun 2014

Referensi

Dokumen terkait