• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS KONSERVASI ARSITEKTUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TUGAS KONSERVASI ARSITEKTUR"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

KONSERVASI ARSITEKTUR 1. PENGERTIAN KONSERVASI

Secara harfiah, konservasi berasal dari bahasa Inggris yaitu Conservation yang terdiri atas kata con dan servare yang memiliki pengertian upaya memelihara apa yang kita punya namun secara bijaksana.

Pengertian Konservasi menurut berbagai sumber :

a. Konservasi adalah segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang dikandungnya terpelihara dengan baik (Piagam Burra, 1981).

b. Konservasi adalah pemeliharaan dan perlindungan terhadap sesuatu yang dilakukan secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan cara pengawetan (Peter Salim dan Yenny Salim, 1991).

c. Konservasi itu sendiri merupakan berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi.

d. Sedangkan menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang.

Dalam konteks luas Konservasi merupakan proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang terkandung dapat terjaga dengan baik meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan sesuai kondisi lokal.

Konservasi Arsitektur adalah Upaya pelestarian / pemeliharaan hal yang bersangkutan dengan dunia arsitektur. baik itu merupakan sebuah kawasan ,maupun didalam sebuah gedung , dengan tujuan agar dapat melestarikan / memelihara bangunan yang utuh dapat dipertahankan.

2. SASARAN KONSERVASI

1. Mengembalikan wajah dari obyek pelestarian

2. Memanfaatkan obyek pelestarian untuk menunjang kehidupan masa kini

3. Mengarahkan perkembangan masa kini yang diselaraskan dengan perencanaan masa lalu, tercermin dalam obyek pelestarian

(2)

3. RUANG LINGKUP KONSERVASI : Kategori obyek konservasi :

1. Lingkungan Alami (Natural Area) 2. Kota dan Desa (Town and Village)

3. Garis Cakrawala dan Koridor pandang (Skylines and View Corridor) 4. Kawasan (Districts)

5. Wajah Jalan (Street-scapes) 6. Bangunan (Buildings)

7. Benda dan Penggalan (Object and Fragments)

4. MANFAAT KONSERVASI : 1. Memperkaya pengalaman visual

2. Memberi suasana permanen yang menyegarkan 3. Memberi kemanan psikologis

4. Mewariskan arsitektur

5. Asset komersial dalam kegiatan wisata internasional 5. ASPEK KONSERVASI 1. Kriteria arsitektural 2. Kriteria Historis 3. Kriteria simbolis 6. KRITERIA KONSERVASI 1. ESTETIKA

(3)

Bangunan-bangunan atau dari bagian kota yang dilestarikan karena mewakili prestasi khusus dalam suatu gaya sejarah tertentu.Tolak ukur estetika ini dikaitkan dengan nilai estetis dari arsitektonis: bentuk, tata ruang dan ornamennya.

2. KEJAMAKAN

Bangunan-bangunan atau bagian dari kota yang dilestarikan karena mewakili satu kelas atau jenis khusus bangunan yang cukup berperan. Penekanan pada karya arsitektur yang mewakili ragam atau jenis yang spesifik.

3. KELANGKAAN

Bangunan yang hanya satu dari jenisnya, atau merupakan contoh terakhir yang masih ada. Karya langka atau satu-satunya di dunia atau tidak dimiliki oleh daerah lain. 4. KEISTIMEWAAN

Bangunan-bangunan ruang yang dilindungi karena memiliki keistimewaan, misalnya yang tertinggi, tertua, terbesar pertama dan sebagainya

5. PERANAN SEJARAH

Bangunan-bangunan dari lingkungan perkotaan yang merupakan lokasi-lokasi bagi peristiwa-peristiwa bersejarah yang penting untuk dilestarikan sebagai ikatan simbolis antara peristiwa terdahulu dan sekarang.

6. MEMPERKUAT KAWASAN

Bangunan-bangunan dan di bagian kota yang karena investasi di dalamnya, akan mempengaruhi kawsan-kawasan di dekatnya, atau kehadiratnya bermakna untuk meningkatkan kualitas dan citra lingkungan sekitarnya.

7. Peran Arsitek Dalam Konservasi : Internal :

1. Meningkatkan kesadaran di kalangan arsitek untuk mencintai dan mau memelihara warisan budaya berupa kawasan dan bangunan bersejarah atau bernilai arsitektural tinggi. 2. Meningkatkan kemampuan serta penguasaan teknis terhadap jenis-jenis tindakan

pemugaran kawasan atau bangunan, terutama teknik adaptive reuse

3. Melakukan penelitian serta dokumentasi atas kawasan atau bangunan yang perlu dilestarikan.

Eksternal :

1. Memberi masukan kepada Pemda mengenai kawasan-kawasan atau bangunan yang perlu dilestarikan dari segi arsitektur.

2. Membantu Pemda dalam menyusun Rencana Tata Ruang untuk keperluan pengembangan kawasan yang dilindungi (Urban Design Guidelines)

(4)

3. Membantu Pemda dalam menentukan fungsi atau penggunaan baru bangunan-bangunan bersejarah atau bernilai arsitektural tinggi yang fungsinya sudah tidak sesuai lagi

(misalnya bekas pabrik atau gudang) serta mengusulkan bentuk konservasi arsitekturalnya.

4. Memberikan contoh-contoh keberhasilan proyek pemugaran yang dapat menumbuhkan keyakinan pengembang bahwa dengan mempertahankan identitas kawasan/bangunan bersejarah, pengembangan akan lebih memberikan daya tarik yang pada gilirannya akan lebih mendatangkan keuntungan finansial.

Istilah-istilah pada konservasi :

1. Restorasi (dalam konteks yang lebih luas) ialah kegiatan mengembalikan bentukan fisik suatu tempat kepada kondisi sebelumnya dengan menghilangkan tambahan-tambahan atau merakit kembali komponens eksisting tnap menggunakan material baru.

2. Restorasi (dalam konteks terbatas) iala kegiatan pemugaran untuk mengembalikan bangunan dan lingkungan cagar budaya semirip mungkin ke bentuk asalnya berdasarkan data pendukung tentang bentuk arsitektur dan struktur pada keadaan asal tersebut dan agar persyaratan teknis bangunan terpenuhi. (Ref.UNESCO.PP. 36/2005).

3. Preservasi (dalam konteks yang luas) ialah kegiatan pemeliharaan bentukan fisik suatu temapt dalam kondisi eksisting dan memperlambat bentukan fisik tersebut dari proses kerusakan.

4. Preservasi (dalam konteks yang terbatas) ialah bagian dari perawatan dan pemeliharaan yang intinya adalah mempertahankan keadaan sekarang dari bangunan dan lingkungan cagar budaya agar keandalan kelaikan fungsinya terjaga baik (Ref. UNESCO.PP. 36/2005).

5. Konservasi ( dalam konteks yang luas) ialah semua proses pengelolaan suatu tempat hingga terjaga signifikasi budayanya. Hal ini termasuk pemeliharaan dan mungkin (karena kondisinya) termasuk tindakan preservasi, restorasi, rekonstruksi, konsoilidasi serta revitalisasi. Biasanya kegiatan ini merupakan kombinasi dari beberapa tindakan tersebut.

6. Konservasi (dalam konteks terbatas) dari bangunan dan lingkungan ialah upaya perbaikan dalam rangka pemugaran yang menitikberatkan pada pembersihan dan pengawasan bahan yang digunakan sebagai kontsruksi bangunan, agar persyaratan teknis bangunan terpenuhi. (Ref. UNESCO.PP. 36/2005).

7. Rekonstruksi ialah kegiatan pemugaran untuk membangun kembali dan memperbaiki sekaurat mungkin bangunan dan lingkungan yang hancur akibat bencana alam, bencana lainnya, rusak akibat terbengkalai atau keharusan pindah lokasi karenasalah satu sebab yang darurat, dengan menggunakan bahan yang tersisa atau terselamatkan dengan penambahan bahan bangunan baru

(5)

dan menjadikan bangunan tersebut laik fungsi dan memenuhi persyaratan teknis. (Ref. UNESCO.PP. 36/2005).

8. Konsolidasi ialah kegiatan pemugaran yang menitikberatkan pada pekerjaan memperkuat, memperkokoh struktur yang rusak atau melemah secara umum agar persyaratan teknis banguna terpenuhi dan bangunan tetap laik fungsi. Konsolidasi bangunan dapat juga disebut dengan istilah stabilisasi kalau bagian struktur yang rusak atau melemah bersifat membahayakan terhadap kekuatan struktur.

9. Revitalisasi ialah kegiatan pemugaran yang bersasaran untuk mendapatkan nilai tambah yang optimal secara ekonomi, sosial, dan budaya dalam pemanfaatan bangunan dan lingkungan cagar budaya dan dapat sebagai bagian dari revitalisasi kawasan kota lama untuk mencegah hilangnya aset-aset kota yang bernilai sejarah karena kawasan tersebut mengalami penurunan produktivitas. 10. Pemugaran adalah kegiatan memperbaiki atau memulihkan kembali bangunan gedung dan lingkungan cagar budaya ke bentuk aslinya dan dapat mencakup pekerjaan perbaikan struktur yang bisa dipertanggungjawabkan dari segi arkeologis, histories dan teknis. (Ref. PP.36/2005). Kegiatan pemulihan arsietktur bangunan gedung dan lingkungan cagar budaya yang disamping perbaikan kondisi fisiknya juga demi pemanfaatannya secara fungsional yang memenuhi persyaratan keandalan bangunan.

1. PELESTARIAN LINGKUNGAN DAN BANGUNAN KUNO DI KAWASAN PEKOJAN JAKARTA

Pekojan yang lahir hampir bersamaan dengan lahirnya Kota Jakarta. Kawasan Pekojan pada era Kolonial Belanda lebih dikenal sebagai kampung Arab. Sebelum ditetapkan sebagai kampung Arab pada abad ke-18 oleh Pemerintah Hindia Belanda, Pekojan merupakan tempat tinggal warga Koja (Muslim India). Mayoritas penduduk yang berdagang dan bermukim di kawasan ini adalah orang India, sehingga dinamakan Pekojan yang berarti tempat tinggal orang Koja.

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 475 tahun 1993 tentang Penetapan Bangunan-bangunan Bersejarah di DKI Jakarta sebagai Benda Cagar Budaya menyebutkan bahwa di Kawasan Pekojan terdapat 16 buah bangunan yang dilindungi, berupa masjid dan rumah tinggal berlanggam Cina yang dibangun pada abad ke-17 hingga ke-19.

Gejala penurunan kualitas dapat dengan mudah diamati pada fisik kawasan kota

bersejarah/tua, karena sebagai bagian dari perjalanan sejarah (pusat kegiatan perekonomian dan sosial budaya), kawasan kota tua tersebut umumnya berada dalam tekanan pembangunan (Serageldin, 2000). Menurunnya kuantitas dan kualitas ruang terbuka publik yang ada di perkotaan, baik berupa ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang terbuka non hijau telah

(6)

ruang terbuka hijau menimbulkan dampak antara lain sering terjadinya banjir, tingginya polusi udara, meningkatnya kriminalitas, menurunnya produktivitas masyarakat (Konsep Ruang Terbuka Hijau Perkotaan, 2008).

Kawasan Pekojan kini termasuk ke dalam kawasan yang mengalami gejala penurunan kualitas lingkungan. Penurunan kualitas lingkungan di Kawasan Pekojan terlihat dari

menurunnya kuantitas dan kualitas ruang terbuka hijau dan penurunan tingkat aksesibilitas. Berdasarkan pengamatan awal, penurunan kuantitas dan kualitas ruang terbuka hijau di Kawasan Pekojan terlihat dari luasan ruang terbuka hijau yang berkurang dari 10% (3,8 km2) pada tahun 1960-an hingga kurang dari 1% (0,3 km2) pada tahun 2008. Sebagian besar ruang terbuka hijau yang ada dikonversi menjadi jalan raya, dan permukiman baru.

Penurunan tingkat aksesibilitas kawasan juga mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan bersejarah. Hambatan sirkulasi kendaraan di Kawasan Pekojan terjadi di Jl. Pekojan Raya, Jl. Pekojan I, Jl. Pejagalan Raya, dan Jl. Pejagalan I.

Penurunan kualitas lingkungan bersejarah juga ditandai dengan rusaknya beberapa bangunan kuno di Kawasan Pekojan. Menurut pengamatan tahun 2007, sekitar 75% dari 16 bangunan cagar budaya yang ada di Kawasan Pekojan dalam kondisi rusak dan tidak terawat. Bangunan-bangunan yang rusak tersebut dikhawatirkan akan segera hancur jika tidak ada upaya pemugaran kawasan. Upaya pemugaran perlu dilakukan guna melindungi dan mempertahankan bangunan kuno yang menjadi ciri khas dan mencerminkan karakter Kawasan Pekojan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dibutuhkan suatu kajian mengenai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan dan bangunan di Kawasan Pekojan Jakarta. Penelitian berjudul ”Pelestarian Lingkungan dan Bangunan Kuno di Kawasan Pekojan Jakarta” akan mencakup aspek historis kawasan, karakteristik lingkungan, karakteristik

bangunan kuno, pengukuran kualitas lingkungan dan bangunan kuno, faktor-faktor penyebab penurunan kualitas lingkungan dan bangunan kuno, serta arahan pelestarian dalam melindungi dan mempertahankan lingkungan dan bangunan kuno di Kawasan Pekojan.

(7)

Gambar 1. Bangunan kuno yang mengalami degradasi

Karakter dan Kualitas Lingkungan dan Bangunan Kuno di Kawasan Pekojan Sejarah Kawasan Pekojan

Pekojan merupakan salah satu kampung tua di Kota Jakarta. Kampung Pekojan terletak di sebelah barat Pusat Kota Batavia (Kawasan Kota kini), berdampingan dengan lahan pertanian (Gambar 2.).

(8)

Gambar 2. Lokasi Kampung Pekojan pada peta Batavia tahun 1740

Kata Pekojan berasal dari kata “Koja” yang mengaju pada nama sebuah tempat di India. Penduduk Koja di India pada umumnya adalah orang yang senang berdagang sekaligus

menyiarkan agama Islam ke berbagai belahan dunia, termasuk ke Batavia. Para pedagang dari Koja yang merantau ke Batavia bermukim di kawasan ini. Kawasan ini kemudian dinamakan Pekojan, yang berarti tempat tinggal orang-orang Koja. Selain, para pendatang dari India, Pekojan juga dihuni oleh pendatang dari Yaman Selatan. Para pendatang yang berasal dari Hadramaut (Yaman Selatan), oleh Pemerintah Hindia Belanda diwajibkan lebih dulu tinggal di Kawasan Pekojan. Setelah menetap beberapa lama di Pekojan, barulah para pendatang kemudian menyebar ke berbagai daerah di Batavia.

Pada abad ke-18, Kawasan Pekojan didominasi oleh warga keturunan Arab dan India. Tetapi kemudian, selama masa migrasi orang-orang dari Hadramaut, populasi Mulim Arab di Pekojan meningkat. Pemerintah Hindia Belanda pada abad ke-18 kemudian menetapkan Kawasan Pekojan sebagai Kampung Arab.

Selama masa pemerintahan Hindia Belanda, warga Muslim Arab tidak hanya diwajibkan untuk tinggal di Pekojan, tetapi mereka juga harus memiliki passport (surat ijin) untuk

meninggalkan kawasan ini, yang dinamakan sistem wijken-en passen stelsen. Selain itu, para pria diwajibkan memakai pakaian yang menjadi identitas kaum Muslim Arab, seperti penutup kepala pada kaum laki-laki

(9)

Karakter bangunan kuno

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 475 Tahun 1993 menetapkan bahwa di Kawasan Pekojan terdapat 16 buah bangunan cagar budaya yang dilindungi, terdiri dari 4 buah masjid kuno dan 12 buah rumah berlanggam Cina. Bangunan cagar budaya berupa masjid kuno, yaitu Masjid Annawier, Langgar Tinggi, Masjid Jami Al Anshor, dan Masjid Kampung Baru. Sedangkan 12 buah bangunan cagar budaya berupa rumah tinggal, yaitu terletak di Jl Pekojan Raya No, 38, 45, 46, 47, 54, 55, 60, 61, 71, 86, dan 87. Masing-masing dari bangunan cagar budaya memiliki nilai historis tersendiri dan menggambarkan wujud Kawasan Pekojan pada masa lampau.

Karakter bangunan berdasarkan usia bangunan menunjukkan bahwa 24 bangunan kuno (35%) memiliki usia antara 70-80 tahun. Bangunan kuno tertua, yaitu berusia lebih dari 100 tahun berjumlah 17 bangunan (24%). Adapun persebaran bangunan kuno berdasarkan usia dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Bangunan kuno berdasarkan usia

Status kepemilikan bangunan kuno di Kawasan Pekojan dibagi menjadi 4, yaitu hak milik, hak guna bangunan, milik pemerintah, dan wakaf. Sebanyak 57 bangunan (82%)

merupakan hak milik, 6 bangunan (9%) merupakan hak guna bangunan, 6 bangunan mrupakan wakaf (9%), dan 1 bangunan (1%) milik pemerintah (Gambar 4.).

(10)

Gambar 4. Status kepemilikan bangunan kuno

2 KONSERVASI BANGUNAN BERSEJARAH DI JAWA BARAT

Gedung Merdeka di jalan Asia-Afrika, Bandung, Indonesia, adalah gedung bersejarah yang pernah digunakan sebagai tempat Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika tahun 1955. Kini gedung ini digunakan sebagai museum yang memamerkan berbagai benda koleksi dan foto Konferensi Asia-Afrika yang merupakan cikal bakal Gerakan Non Blok pertama yang pernah digelar disini tahun 1955.

Gambar 1. Peta Lokasi Museum KAA Bandung SEJARAH MUSEUM KAA BANDUNG

(11)

Gambar 2. Gedung Merdeka pada 1955

Pada saat itu bangunan ini bernama SOCITEIT CONCORDIA dipergunakan sebagai tempat rekreasi oleh sekelompok masyarakat Belanda yang berdomisili di kota Bandung dan sekitarnya. Mereka adalah para pegawai perkebunan, perwira, pembesar, pengusaha, dan kalangan lain yang cukup kaya. Pada hari libur, terutama malam hari, gedung ini dipenuhi oleh mereka untuk menonton pertunjukan kesenian, makan malam. Pada masa pendudukan Jepang gedung ini dinamakan Dai Toa Kaman dengan fungsinya sebagai pusat kebudayaan. Pada masa proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 agustus 1945 gedung ini

digunakan sebagai markas pemuda Indonesia guna menghadapi tentara Jepang yang pada waktu itu enggan menyerahkan kekuasaannya kepada Indonesia. Setelah pemerintahan Indonesia mulai terbentuk (1946 – 1950) yang ditandai oleh adanya pemerintahan Haminte Bandung, Negara Pasundan, dan Recomba Jawa Barat, Gedung Concordia dipergunakan lagi sebagai gedung pertemuan umum. disini biasa diselenggarakan pertunjukan kesenian, pesta, restoran, dan pertemuan umum lainnya.

Dengan keputusan pemerintah Republik Indonesia (1954) yang menetapkan Kota Bandung sebagai tempat Konferensi Asia Afrika, maka Gedung Concordia terpilih sebagai tempat konferensi tersebut. Pada saat itu Gedung Concordia adalah gedung tempat pertemuan yang paling besar dan paling megah di Kota Bandung . Dan lokasi nya pun sangat strategis di tengah-tengah Kota Bandung serta dan dekat dengan hotel terbaik di kota ini, yaitu Hotel Savoy Homann dan Hotel Preanger. Dan mulai awal tahun 1955 Gedung ini dipugar dan disesuaikan kebutuhannya sebagai tempat konferensi bertaraf International, dan pembangunannya ditangani oleh Jawatan Pekerjaan Umum Propinsi Jawa Barat yang dimpimpin oleh Ir. R. Srigati Santoso, dan pelaksana pemugarannya adalah : 1) Biro Ksatria, di bawah pimpinan R. Machdar

Prawiradilaga 2) PT. Alico, di bawah pimpinan M.J. Ali 3) PT. AIA, di bawah pimpinan R.M. Madyono.

Setelah terbentuk Konstituante Republik Indonesia sebagai hasil pemilihan umum tahun 1955, Gedung Merdeka dijadikan sebagai Gedung Konstituante. Karena Konstituante dipandang gagal dalam melaksanakan tugas utamanya, yaitu menetapkan dasar negara dan undang-undang

(12)

dasar negara, maka Konstituante itu dibubarkan oleh Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. Selanjutnya, Gedung Merdeka dijadikan tempat kegiatan Badan Perancang Nasional dan

kemudian menjadi Gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang terbentuk tahun 1960. Meskipun fungsi Gedung Merdeka berubah-ubah dari waktu ke waktu sejalan dengan perubahan yang dialami dalam perjuangan mempertahankan, menata, dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia , nama Gedung Merdeka tetap terpancang pada bagian muka gedung tersebut.

Pada tahun 1965 di Gedung Merdeka dilangsungkan Konferensi Islam Asia Afrika. Pada tahun 1971 kegiatan MPRS di Gedung Merdeka seluruhnya dialihkan ke Jakarta . Setelah meletus pemberontakan G30S/ PKI, Gedung Merdeka dikuasai oleh instansi militer dan sebagian dari gedung tersebut dijadikan sebagai tempat tahanan politik G30S/ PKI. Pada bulan Juli 1966, pemeliharaan Gedung Merdeka diserahkan oleh pemerintah pusat kepada Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat, yang selanjutnya oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat diserahkan lagi pelaksanaannya kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya

Bandung. Tiga tahun kemudian, tanggal 6 Juli 1968, pimpinan MPRS di Jakarta mengubah surat keputusan mengenai Gedung Merdeka (bekas Gedung MPRS) dengan ketentuan bahwa yang diserahkan adalah bangunan induknya, sedangkan bangunan-bangunan lainnya yang terletak di bagian belakang Gedung Merdeka masih tetap menjadi tanggung jawab MPRS.

Pada Maret 1980 Gedung ini kembali dipercayakan menjadi tempat peringatan Konferensi Asia Afrika yang ke-25 dan pada Puncak peringatannya diresmikan Museum Konferensi Asia Afrika oleh Soeharto Presiden Republik Indonesia – 2.

Gambar 3. Ruang Konferensi di gedung Merdeka pada 2010

ARSITEKTUR GEDUNG KAA

Bangunan ini dirancang oleh Van Gallen Last dan C.P. Wolff Schoemaker. Keduanya adalah Guru Besar pada Technische Hogeschool (Sekolah Teknik Tinggi), yaitu ITB sekarang,

(13)

dua arsitektur Belanda yang terkenal pada masa itu, Gedung ini kental sekali dengan nuansa art deco dan gedung megah ini terlihat dari lantainya yang terbuat dari marmer buatan Italia yang mengkilap, ruangan-ruangan tempat minum-minum dan bersantai terbuat dari kayu cikenhout, sedangkan untuk penerangannya dipakai lampu-lampu bias kristal yang tergantung gemerlapan. Gedung ini menempati areal seluas 7.500 m2.

Gambar 4. Nuansa Arc deco pada gedung KAA RUANG LINGKUP MUSEUM KAA BANDUNG PAMERAN TETAP

Museum Konperensi Asia Afrika memiliki ruang pameran tetap yang memamerkan sejumlah koleksi berupa benda-benda tiga dimensi dan foto-foto dokumenter peristiwa Pertemuan Tugu, Konferensi Kolombo, Konferensi Bogor, dan Konferensi Asia Afrika tahun 1955. Selain itu dipamerkan juga foto-foto mengenai :

1. Peristiwa yang melatarbelakangi lahirnya Konferensi Asia Afrika; 2. Dampak Konferensi Asia Afrika bagi dunia internasional;

3. Gedung Merdeka dari masa ke masa;

4. Profil negara-negara peserta Konferensi Asia Afrika yang dimuat dalam multimedia. Dalam rangka menyambut kunjungan Delegasi Konferensi Tingkat Tinggi X Gerakan Nonblok tahun 1992 di mana Indonesia terpilih sebagai tempat konferensi tersebut dan menjadi Ketua Gerakan Nonblok, dibuatlah diorama yang menggambarkan situasi pembukaan Konferensi Asia Afrika tahun 1955.

(14)

Gambar 5. Denah Museum KAA TAHAP PEMUGARAN

Museum KAA diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 24 April 1980, sebagai puncak peringatan 25 tahun KAA. Saat ini Museum KAA berada di bawah Kementerian Luar Negeri, menjadi UPT dari Direktorat Diplomasi Publik. Museum KAA menempati Gedung Merdeka, yang hingga saat ini menjadi milik DPR/MPR, dan berada di bawah pengawasan Sekretariat Negara. Pengelolaan gedung tersebut di bawah Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Museum KAA memamerkan sejumlah koleksi berupa benda-benda tiga dimensi dan foto-foto dokumenter peristiwa pertemuan Tugu, Konferensi Kolombo, Konferensi Bogor, dan

Konferensi Asia Afrika tahun 1955.

(15)

3.HOTEL INDONESIA-KEMPINSKI, JAKARTA

Hotel Indonesia yang dibangun pada tahun 1960-an dan diresmikan pada tanggal 5 Agustus 1962, pada tahun 1990-an hampir memudar dan kehilangan keanggunannya karena kelalaian untuk tetap mempertahankannya. Struktur maupun konstruksi bangunan masih kuat, tetapi karena diakui sebagai landmark kota Jakarta dan merupakan obsesi untuk kewibawaan bangsa oleh Presiden Soekarno, Proklamator dan Presiden pertama Republik Indonesia, serta ditetapkannya sebagai cagar budaya oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, maka dicari upaya untuk melestarikan dan mengkonservasi gedung tersebut, yaitu bekerja sama dengan grup pengelola hotel dari Jerman yang bernama Kempinski.

Kebijakan untuk mengkonservasi Hotel Indonesia tidak dengan menghancurkan seluruh bangunan lama dan diganti dengan bangunan baru, tetapi dengan konsep revitalisasi atau upaya untuk mendaur ulang dengan tujuan menghidupkan kembali vitalitas yang telah ada tetapi telah memudar. Dalam hal ini yang direvitalisasi adalah bentuk dan facade-nya karena inilah yang menjadi penanda utama Hotel Indonesia, sehingga tetap seperti Hotel Indonesia yang diresmikan tahun 1962. Namun, jumlah serta bentuk ruang-ruang di dalam dan interiornya dirancang kembali sesuai dengan kebutuhan saat ini.

Teknik pelaksanaan revitalisasi bangunan ini dengan metode diberi penyangga agar tetap berdiri tegak dan dapat dikerjakan dengan mudah dan leluasa Atap gedung tetap sama tidak ada yang diubah maupun diganti, hanya diperbaiki Di antara lengkungan-lengkungan atap terdapat menara berbentuk kotak untuk memasang identitas nama gedung, sebelum dipugar bernama Hotel Indonesia saja, tetapi setelah dipugar menjadi Hotel Indonesia Kempinski, menyesuaikan dengan kondisi hotel saat ini yang dikelolaoleh Kempinski. Dinding dan kolom bagian atas depan masih tetap sama, ditutup seluruhnya dengan kaca yang tidak menerus.

Di lantai bagian bawah, dinding kaca lebar berseling dengan pintu. Secara keseluruhan tampilan façade bangunan dilihat dari unsur-unsur bangunannya, yaitu pintu, jendela, lubang ventilasi, serta cantilever sepanjang dinding bangunan yang berfungsi sebagai teritisan

penghalang sinar matahari dan air hujan, masih tetap seperti sebelum dipugar. Hotel Indonesia sudah selesai dipugar. Hotel ini dahulu dikelola oleh PT. Hotel Indonesia, yang pada tahun 2001 bergabung dengan PT. Natour yang mengelola hotel-hotel milik pemerintah, dan berubah nama menjadi PT. Hotel Indonesia Natour. Namun, sejarah telah berubah, Hotel Indonesia saat ini dikelola oleh grup hotel dari Jerman, Kempinski, dan namanya disesuaikan, menjadi Hotel Indonesia-Kempinski. Setelah mengalami renovasi selama 5 tahun, tanggal 20 Mei 2009 Hotel Indonesia-Kempinski dibuka kembali oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. Pada awal dibukanya kembali terjadi demonstrasi massa karena Hotel Indonesia yang menjadi landmark kota Jakarta dikelola oleh grup hotel asing dan

(16)

Gambar 1. Hotel Indonesia saat renovasi 2007 Gambar 2. Hotel Indonesia 2008

Gambar 3. Nama hotel sebelum renovasi Gambar 4. Nama hotel setelah renovasi

4.Gedung Pancasila, Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia, Jakarta

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, beberapa gedung pemerintah dibangun di kawasan yang dikenal sebagai Lapangan Banteng dan Taman Pejambon. Bangunan-bangunan tersebut ialah Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (Volksraad) di Jalan Pejambon nomor 6, Gedung Dewan Hindia Belanda di Pejambon nomor 2 (Raad van Indie, sekarang menjadi bagian dari Gedung Kementerian Luar Negeri), Bangunan Gereja Katolik Roma di sisi timur Lapangan Banteng, dan Gedung Keuangan. Susunan peletakan keempat bangunan tersebut seolah-olah berada dalam sebuah lingkaran besar. Di sisi timur terletak Bangunan Pengadilan Tinggi, Benteng Pangeran Frederick (bekas benteng bawah tanah pasukan tentara Belanda), Gereja Immanuel, dan Stasiun Kereta Api Gambir yang terletak berhadapan di Jalan Merdeka Timur. Benteng Pangeran Fredericktelah dibongkar.

Saat ini berdiri Masjid Istiqlal yang megah di lahan tersebut. Gedung Volksraad saat ini dikenal sebagai Gedung Pancasila yang sekarang menjadi bagian dari kompleks bangunan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Tidak ada catatan resmi mengenai kapan Gedung

(17)

Pancasila mulai dibangun. Beberapa literatur mencatat bahwa pembangunannya dilaksanakan sekitar tahun 1830. Gedung tersebut awalnya dibangun sebagai rumah tinggal Panglima Angkatan Perang Kerajaan Belanda yang merangkap sebagai Letnan Gubernur Jenderal di Hindia Belanda.

Pada awal tahun 1950, bangunan yang menjadi saksi berbagai peristiwa bersejarah, yaitu bangunan bekas Gedung Volksraaddan Tyuuoo Sangi-In(Tyuuoo Sangi-Inadalah Badan

Pertimbangan Pusat di Jakarta pada masa Pemerintahan Militer Jepang di Indonesia) diserahkan kepada Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Gedung Pancasila semakin dikenal karena pada tanggal 1 Juni 1964 di gedung tersebut, diperingati hari lahirnya Pancasila secara nasional yang dihadiri oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Masih banyak lagi kegiatan bersejarah yang diselenggarakan di sini, antara lain menjelang runtuhnya Orde Lama dan lahirnya Orde Baru, selama pergolakan politik tahun 1965-1966, Gedung Pancasila menjadi saksi bisu sebagai sasaran demonstrasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia.

Sekelompok pelajar dan mahasiswa yang marah telah menyebabkan kerusakan di beberapa bagian gedung. Ekspresi Gedung Pancasila sebagai bangunan yang berarsitektur Indis (arsitektur kolonial Belanda) sangat kental, yaitu memiliki ciri-ciri, antara lain (Handayani, 2010): bentuk atap datar bahan beton tertutup oleh perpanjangan dinding façade menutup atap atau lijstplank beton dengan garis horizontal di tepi atas dan bawah yang menonjol; dinding tebal dengan ukuran lebar satu batu ± 30 cm; bentuk kolom di teras depan bulat dengan pola garis-garis, menyangga lijstplank dengan ornamen kotak tipis di bawahnya; pintu masuk di bagian dalam setelah melewati teras depan terbuat dari kayu jati kombinasi kaca bening untuk

memasukkan cahaya, terdiri atas dua buah pintu yang membuka ke teras; serta jendela di ruang samping ruang utama terbuat dari kayu jati kombinasi krepyak miring, yang di terdapat teritis dan lubang ventilasi.

Dalam rangka memenuhi harapan Indonesia terhadap pemeliharaan dan perbaikan warisan budaya yang bersejarah, pemugaran terhadap gedung ini dilakukan oleh Departemen Luar Negeri (sekarang Kementerian Luar Negeri) pada tahun 1973 sampai dengan tahun 1975. Pemugaran diusahakan untuk mengembalikan corak aslinya, tanpa mengadakan perubahan struktur. Gedung Pancasila mempunyai kualitas arsitektural yang tinggi, bangunan yang didirikan sekitar tahun 1830 ini mempunyai desain dengan pola yang teratur serta anggun. Gedung ini banyak menyimpan sejarah dan terletak di kawasan bangunan Indis. Oleh sebab itu, Gedung Pancasila memenuhi kriteria untuk dilakukan upaya konservasi.

Gambar

Gambar 1. Bangunan kuno yang mengalami degradasi
Gambar 2. Lokasi Kampung Pekojan pada peta Batavia tahun 1740
Gambar 3. Bangunan kuno berdasarkan usia
Gambar 1. Peta Lokasi Museum KAA Bandung SEJARAH MUSEUM KAA BANDUNG
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan difraktogram yang diperoleh dari XRD, dapat dilihat perubahan yang terjadi akibat proses penumbuhan PANi pada permukaan zeolit yang ditunjukan pada Gambar 1 dan

Kontribusi yang lain dapat juga dilihat dari tujuan Lembaga Sosial Islam adalah tidak lain untuk membantu pemerintah desa atau kelurahan dalam.. menggerakkan

Entitas disyaratkan menyajikan, dalam catatan atas laporan keuangan, informasi komparatif yang terkait dengan laporan tambahan atas laporan laba rugi dan penghasilan

Dunia Kayu Jaya menggunakan bahan baku berupa kayu Mahoni, kayu Karet dan Veneer yang disuplai dari Tasikmalaya, Pasuruan dan Bekasi, sehingga dokumen Deklarasi

Rumus Struktur Nama IUPAC Nama Trivial Sumber  HCOOH CH3COOH C2H5COOH CH3(CH2)COOH CH3(CH2)3COOH CH3(CH2)4COOH Asam Metanoat Asam Etanoat Asam Propanoat Asam Butanoat Asam

H1 Desain Organisasi secara simultan proses inovasi Hipotesis ditolak H2 Desain Organisasi secara simultan penggalian ide Hipotesis ditolak H3 Desain Organisasi secara simultan

Topeng Prembon (Dramatari topeng yang sudah dikombinasikan dengan unsur drama tari Bali lainnya (biasanya dari arja) namun strukturnya patopengannya masih