• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III GAMBARAN UMUM KELUARGA NELAYAN DI DESA GEDANGAN PEKALONGAN. Kecamatan Pekalongan Utara Kota Pekalongan. Luas Desa Gedangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III GAMBARAN UMUM KELUARGA NELAYAN DI DESA GEDANGAN PEKALONGAN. Kecamatan Pekalongan Utara Kota Pekalongan. Luas Desa Gedangan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

A. Profil Desa Gedangan Pekalongan

1. Letak Geografis

Desa Gedangan merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Pekalongan Utara Kota Pekalongan. Luas Desa Gedangan 111,17 Ha. Desa Gedangan memiliki letak yang strategis dengan diapit oleh Desa Cangkring di sebelah barat, Desa Boyongsari di sebelah Selatan, sedang di wilayah barat dengan berbatasan dengan kelurahan panjang wetan dan di sebelah timur berbatasan dengan kelurahan panjang baru. Desa gedangan dilalui oleh transportasi umum (angkot) sehingga mudahkan aktifitas warganya untuk bekerja dan berdagang.1

2. Mata Pencaharian Penduduk

Desa Gedangan memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.543 KK (Kepala Keluarga) terdiri dari 8.490 warga dengan rincian 4.284 orang laki-laki dan 4.206 orang perempuan. Penduduk Desa Gedangan dalam status sosial terbagi menjadi dua yaitu penduduk asli yang bermukim di Desa Gedangan yang kebanyakan bermata pencaharian “kasaran” contohnya sebagai nelayan, buruh, dan karyawan serta sebagian kecil adalah pedagang dan wiraswasta dan penduduk yang kebanyakan

1 Data Monografi Desa Gedangan Pekalongan tahun 2013 diambil pada tanggal

9 Februari 2014.

(2)

mempunyai mata pencaharian “alusan” contohnya seperti pegawai negeri sipil, karyawan, dan wiraswasta. 2

Antara dua jenis status sosial tersebut sangat jelas perbedaannya baik dari segi pendidikan maupun pengalaman keagamaan. Warga yang bermata pencaharian “alusan” lebih tinggi tingkat pendidikannya, khususnya pendidikan umum dan lebih memiliki sekolah yang berstatus negeri, namun kurangg memperhatikan segi keagamaan. Sedang warga yang bermata pencaharian “kasaran”, sangat fanatik dalam menjalankan kegiatan keagamaan bahkan ada sebagian warga yang tidak mau menyekolahkan anaknya di sekolah negeri tetapi lebih memilih sekolah yang berbasis Islam, seperti madrasah ibtidaiyah, madrasah tsanawiyah.

Untuk mengetahui lebih jelas tentang mata pencaharian penduduk Desa Gedangan Pekalongan bisa dilihat pada tabel 1 berikut ini:

Tabel 1

Mata Pencaharian Penduduk Desa Gedangan Pekalongan. 3

No. Jenis Pekerjaan Jumlah

1. PNS 139 orang

2. TNI / POLRI 33 orang

3. Wiraswasta 586 orang

4. Pedagang 378 orang

5. Pertukangan 142 orang

6. Buruh Tambak 5 orang

7. Pensiunan 98 orang 8. Nelayan 1.496 orang 9. Pemulung 21 orang 10. Jasa 89 orang Jumlah 2.987 orang 2

Data Monografi Desa Gedangan Pekalongan tahun 2013 diambil pada tanggal 9 Februari 2014.

3 Data Monografi Desa Gedangan Pekalongan tahun 2013 diambil pada tanggal

(3)

Dengan memperhatikan tabel 1, dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk Desa Gedangan mempunyai jenis pekerjaan / sumber mata pencaharian sebagai nelayan yaitu sebanyak 1.496 orang.

3. Sarana-sarana Umum

Sebagai desa percontohan, Desa Gedangan memiliki sarana-sarana umum yang sangat penting menunjang kelancaran kegiatan kemasyarakatan warganya, bisa dilihat pada tabel 2 berikut ini :

Tabel 2

Jumlah Sarana Umum di Desa Gedangan Pekalongan. 4

No. Nama Sarana Umum Jumlah

1. Masjid / Musholla 1

2. Madrasah Ibtidaiyah 1

3. Taman Pendidikan Al-Qur’an 2

4. PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) 1

5. Pasar 1

6. Lapangan Olah Raga 1

Bila diperhatikan dari jenis sarana umum di Desa Gedangan, tidak ditemukan adanya Sekolah Dasar (SD), yang ada hanya Madrasah Ibtidaiyah (MI). Desa Gedangan merupakan satu-satunya desa di Kecamatan Pekalongan Utara yang tidak mempunyai Sekolah Dasar. 4. Kondisi Beragama

Kebebasan untuk memilih agama dan kepercayaan adalah merupakan hak asasi manusia. Dalam hal ini tiada paksaan, karena islam sendiri mengajarkan bahwa “tak ada paksaan dalam agama, bagimu

4 Data Monografi Desa Gedangan Pekalongan tahun 2013 diambil pada tanggal

(4)

agamamu, dan bagiku agamaku”. Hal ini menunjukkan bahwa selain agama islam masih ada agama lain, seperti yang berkembang di Indonesia, yakni agama Hindu, Budha, Kristen protestan dan Kristen Katholik dan masih ada lagi yang tidak termasuk agama akan tetapi diakui oleh pemerintah Indonesia yaitu aliran kepercayaan. Kelima agama dan aliran kepercayaan tersebut hidup berdampingan saling menghormati satu sama lainnya. Demikian juga yang terjadi di Desa Gedangan, penduduknya juga memeluk agama yang berbeda-beda, namun hidup rukun karena diantara mereka tidak ada yang mengganggu dalam hal menjalankan ajaran agama yang di anutnya. Adapun agama yang dianut oleh penduduk Desa Gedangan tertera pada tabel 3 berikut ini :

Tabel 3

Jumlah Pemeluk Agama Penduduk Desa Gedangan Pekalongan. 5

No. Agama Jumlah

1. Islam 8.169 orang 2. Kristen 196 orang 3. Katholik 72 orang 4. Hindu 37 orang 5. Budha 16 orang Jumlah 8.490 orang

Berdasarkan tabel 3 di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk Desa Gedangan adalah pemeluk agama Islam, yaitu sebanyak 8.169 orang.

5 Data Monografi Desa Gedangan Pekalongan tahun 2013 diambil pada tanggal

(5)

5. Kondisi Pendidikan

Berdasarkan data monografi Desa Gedangan Pekalongan tahun 2013 diketahui bahwa pendidikan masyarakat di Desa Gedangan Pekalongan adalah sebagai berikut:

Tabel 4

Jumlah Penduduk Desa Gedangan Pekalongan Berdasarkan Tingkat Pendidikan . 6

No. Pendidikan Jumlah

Pendidikan Umum

1. Taman Kanak-Kanak 305 orang

2. Sekolah Dasar 2.012 orang

3. SMP / SLTP 1.164 orang

4. SMU / SLTA 1.216 orang

5. Akademi / D1 – D3 93 orang

6. Sarjana S1 – S3 229 orang

Pendidikan Khusus

7. Pondok Pesantren 38 orang

8. Madrasah 14 orang

9. Pendidikan Keagamaan 42 orang

10. Sekolah Luar Biasa 6 orang

11. Kursus / Ketrampilan 101 orang

Berdasarkan data monografi Desa Gedangan Pekalongan di atas, maka dapat dikatakan bahwa penduduk desa Gedangan Pekalongan rata-rata berpendidikan tamatan sekolah dasar / sederajat yang mencapai 2.012 orang. Hal ini juga diperkuat dari keterangan dari Lilik Mardiyanto selaku kepala Desa Gedangan Pekalongan, mengatakan bahwa:

“Dari hasil monografi desa, seperti yang anda lihat sendiri, pak, maka dapat saya katakan bahwa sebagian besar penduduk Desa Gedangan berpendidikan tamat SD atau sederajat hal ini juga berlaku untuk pendidikan anak nelayan di Desa

Gedangan”.7

6

Data Monografi Desa Gedangan Pekalongan tahun 2013 diambil pada tanggal 9 Februari 2014.

7 Lilik Mardiyanto, Kepala Desa Gedangan Pekalongan, wawancara pribadi, Gedangan,

(6)

Berdasarkan dokumentasi dan wawancara di atas, maka dapat ditarik suatu informasi bahwa pendidikan anak nelayan di Desa Gedangan Pekalongan rata-rata adalah tamatan SD/sederajat, maka dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan anak nelayan di Desa Gedangan Pekalongan belum mengikuti wajib belajar 9 tahun. Sebagaimana amanat Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 12 ayat 1 poin d, menyatakan bahwa: “peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya”, pasal 34 ayat (1): “setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar, (2) pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, (3) wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat”. Maka berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas di atas, dapat dikatakan bahwa pendidikan anak nelayan di Desa Gedangan Pekalongan belum terlaksana dengan baik, karena belum mengikuti wajib belajar 9 tahun. Tujuan diadakannya program Wajib Belajar 9 Tahun, diharapkan jumlah anak putus sekolah (drop out) bisa diminimalisir dan juga sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia serta penuntasan wajib belajar yang tidak hanya merupakan upaya agar anak masuk ke sekolah, akan tetapi sekolah dengan sistem pembelajaran yang berkualitas.

(7)

B. Pola Asuh Keluarga Nelayan di Desa Gedangan Pekalongan

Masyarakat pesisir dapat didefinisikan sebagai kelompok orang atau suatu komunitas yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir. Mereka terdiri dari nelayan, buruh nelayan, pembudidaya ikan, pedagang ikan, pengolah ikan, sarana produksi perikanan. Masyarakat pesisir yang identik dengan nelayan merupakan bagian dari masyarakat terpinggirkan yang masih terus bergulat dengan berbagai persoalan kehidupan, baik ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan, maupun budaya. Kondisi kehidupan mereka selalu dalam kondisi yang memprihatinkan, terutama secara ekonomi. Dengan penghasilan yang selalu tergantung pada kondisi alam Masalah kompleks yang dihadapi masyarakat pesisir adalah kemiskinan, keterbatasan pengetahuan serta dunia pendidikan dan teknologi yang berkembang. Kondisi alam tersebut yang membuat sulit bagi mereka untuk merubah kehidupannya menjadi lebih baik. Kondisi yang memprihatinkan tersebut yang menyebabkan rendahnya kemampuan dan ketrampilan masyarakat pesisir. Masyarakat nelayan sendiri secara geografis adalah masyarakat yang hidup, tumbuh dan berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat dan laut.8

8 Kusnadi, Keberadaan Nelayan dan Dinamika Ekonomin Pesisir (Yogyakarta:

(8)

Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Wahyono Raharjo selaku ketua RW desa Gedangan, mengatakan bahwa:

“Rata-rata penduduk di sini bekerja sebagai nelayan, pak. Hal ini dikarenakan letak geografis desa gedangan yang dekat dengan pesisir pantai, sehingga mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan atau buruh kapal. Namun ada juga sebagian masyarakat yang bekerja sebagai buruh kasar seperti tukang becak, tukang batu, kuli panggul di

TPI, buruh bangunan”. 9

Kemiskinan yang melanda rumah tangga masyarakat pesisir telah mempersulit mereka dalam hal menyekolahkan anak-anaknya. Anak-anak mereka harus menerima kenyataan untuk mengenyam tingkat pendidikan yang rendah, karena ketidakmampuan ekonomi orang tuanya. Apabila para orang tua nelayan mampu untuk menyekolahkan anak-anaknya, mereka berusaha menyekolahkan anaknya setinggi mungkin, sehingga tidak harus menjadi nelayan seperti orang tuanya, tetapi biasanya orang tua nelayan tidak mampu membebaskan diri dari profesi nelayan, turun-temurun adalah nelayan.Anak-anak dituntut untuk ikut mencari nafkah, menanggung beban kehidupan rumah tangga, dan mengurangi beban tanggung jawab orang tuannya . Oleh karena itu, sebagian besar anak nelayan masih ingin bekerja di bidang kenelayanan untuk menambah pendapatan keluarga daripada bersekolah .10

9 Wahyono Raharjo, Ketua RW Desa Gedangan Pekalongan, wawancara pribadi,

Gedangan, 11 Februari 2014.

(9)

Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Rohim selaku tokoh masyarakat Desa Gedangan mengatakan bahwa:

“Masyarakat di sini banyak yang bekerja sebagai nelayan pak, tak jarang anak dan istrinya pun ikut membantu mencari nafkah dengan menjadi penjual ikan keliling, dapat saya katakan bahwa rata-rata masyarakta di sini hidup dengan kemiskinan

kalopun ada yang kaya dapat dihitung dengan jari saja”. 11

Berdasarkan wawancara di atas, maka didapatkan informasi bahwa keterbatasan penghasilan atau kemiskinan yang dialami oleh masyarakat pesisir khususnya Desa Gedangan tidak jarang membuat istri maupun anak-anak mereka ikut terlibat mencari nafkah tambahan guna memenuhi kebutuhan keluarga. Fenomena keseharian masyarakat pesisir yang terlihat yaitu anak lelaki maupun wanita secara lebih dini terlibat dalam proses pekerjaan nelayan dari mulai persiapan orang tua mereka untuk ke laut sampai dengan menjual hasil tangkapan. Hal ini tentunya berimplikasi kepada kelangsungan pendidikan anak-anaknya.

Desa Gedangan merupakan salah satu desa yang terletak di Kelurah Panjang Baru Pekalongan. Letak Desa Gedangan berada dekat dengan wilayah pesisir, hal inilah yang menyebabkan mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan. Keluarga nelayan di Desa Gedangan yang mayoritas berpendidikan hanya sampai tamat Sekolah Dasar membuat pola pikir mereka lebih mengutamakan mencari uang daripada mengasuh anaknya dengan baik. Bekerja melaut hingga berbulan bulan bahkan sampai bertahun

11 Rohim, Tokoh masyarakat Desa Gedangan Pekalongan, wawancara pribadi, Gedangan,

(10)

tahun membuat anak terlepas dari pantauan dan bimbingan dari orang tua Padahal Orang tua merupakan pendidikan pertama bagi anak-anak mereka.

Hal ini sebagaimana dikatakan Wasurin selaku ustad di Desa Gedangan Pekalongan, mengatakan bahwa:

“Mayoritas anak di sini tidak mementingkan pendidikan formal, pak, mereka banyak yang bekerja daripada bersekolah dengan alasan membantu ekonomi keluarga mereka, karena rata-rata mereka berasal dari keluarga yang kurang mampu, banyak anak di desa Gedangan yang bekerja sebagai nelayan atau buruh kapal bagi anak laki-laki dan sebagai penjual ikan bagi

anak perempuan, sehingga untuk pendidikan kurang

diperhatikan”. 12

Berdasarkan wawancara di atas, maka didapatkan informasi bahwa tidak hanya seorang ayah yang bekerja melaut untuk mencari ikan dilaut para ibu yang harusnya mengurus dan membimbing anaknya juga harus ikut bekerja guna memenuhi kebutuhan keluarganya. Jika sang ayah bekerja melaut maka ibu bekerja sebagai buruh ikan asin di pabrik pengolahan ikan asin yang letaknya disekitar wilayah Desa Gedangan. Bekerja dari pagi dan pulang pada sore harinya menjadikan sang anak dirumah kehilangan sosok orang tua yang penuh dengan perhatian dan kasih sayang. Anak dibiarkan bermain sesukanya tanpa tahu dengan siapa dan dilingkungan mana anak itu bermain. Hal inilah yang dapat menimbulkan permasalahan terutama bagi perkembangan psikologis anak.

12 Wasurin, Ustad Desa Gedangan Pekalongan, wawancara pribadi, Gedangan,

(11)

Menurut ilmu psikologi, jenis pola asuh yang diterapkan oleh keluarga nelayan di Desa Gedangan Pekalongan termasuk ke dalam jenis pola asuh orang tua permisif. Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biaya pun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku permisif secara fisik dan psikis pada orang tua yang depresi. Orang tua yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya. Depresi pada orang tua dapat terjadi karena faktor ekonomi.

Pola asuh anak pada keluarga nelayan di Desa Gedangan Pekalongan termasuk pola asuh permisif. Hal ini dibenarkan oleh Lilik Mardiyanto selaku kepala Desa Gedangan Pekalongan, mengatakan bahwa:

“Dari jenis pola asuh yang saudara sebutkan tadi, menurut saya, pola asuh orang tua pada keluarga nelayan di Desa Gedangan adalah pola asuh permisif. Karena jika saya lihat banyak orang tua yang membiarkan anaknya, baik dari segi pendidikan formal, pendidikan agama, hingga tingkah laku sehari-hari, lihat saja pak, banyak anak-anak di Desa Gedangan yang suka berbicara kotor, tidak berpendidikan tinggi, cenderung menyukai bekerja daripada menuntut ilmu, dan ironisnya lagi orang tua mereka membiarkan hal tersebut,

dengan alasan faktor ekonomi keluarga”. 13

Berdasarkan wawancara di atas, maka diperoleh informasi bahwa pola asuh anak pada keluarga nelayan di Desa Gedangan Pekalongan adalah pola asuh permisif. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak

13 Lilik Mardiyanto, Kepala Desa Gedangan Pekalongan, wawancara pribadi, Gedangan,

(12)

yang agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, harga diri yang rendah, sering bolos, dan bermasalah dengan teman. Hal ini dibuktikan dengan perilaku anak keluarga nelayan di Desa Gedangan Pekalongan yang cenderung negatif, seperti: berkata kotor, tidak suka pendidikan agama, lebih menyukai bekerja karena dapat menghasilkan uang sehingga bisa digunakan untuk bersenang-senang, lebih menghormati teman daripada mentaati perintah orang tua. Hal ini diperkuat dengan pengakuan Abdul Rozak selaku keluarga nelayan di Desa Gedangan Pekalongan, mengatakan bahwa:

“Anak nelayan di desa Gedangan memiliki perilaku yang cenderung negatif, seperti suka berbicara kotor, tidak suka hal yang berbau agama, lebih suka bergerombol atau berkelompok dengan teman-temannya, lebih mementingkan bekerja daripada

menuntut ilmu”. 14

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa dilihat dari kehidupan sehari-hari keluarga anak nelayan di Desa Gedangan Pekalongan maka peneliti dapat menggolongan pola asuh anak pada keluarga nelayan di Desa Gedangan Pekalongan adalah pola asuh permisif, artinya orang tua lebih mementingkan kepentingannya pribadi daripada memperhatikan kebutuhan anaknya, seperti kebutuhan anak akan pendidikan formal, kebutuhan anak akan kasih sayang, kebutuhan anak akan pendidikan agama dan lain sebagainya.

14 Abdul Rozak, keluarga nelayan Desa Gedangan Pekalongan, wawancara pribadi,

(13)

C. Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Keluarga Nelayan di Desa Gedangan Pekalongan

Setiap orang atau keluarga memiliki sejarah sendiri-sendiri dan latar belakang yang sering kali sangat jauh berbeda. Perbedaan ini sangat memungkinkan terjadinya pola asuh yang berbeda terhadap anak. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh anak pada keluarga nelayan di Desa Gedangan Pekalongan, yaitu:

1. Faktor sosial ekonomi orang tua

Lingkungan sosial berkaitan dengan pola hubungan sosial atau pergaulan yang dibentuk oleh orang tua maupun anak dengan lingkungan sekitarnya. Anak yang sosial ekonaminya rendah cenderung tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau bahkan tidak pernah mengenal bangku pendidikan sama sekali karena terkendala oleh status ekonomi. Faktor ekonomi atau pendapatan keluarga sangatlah penting guna menunjang pendidikan anak-anaknya untuk melanjutkan sekolah. Kurangnya biaya dan keterbatasan pengetahuan orang tua akan berdampak negatif bagi anak-anaknya yang ingin melanjutkan sekolah ke sekolah lanjutan tingkat atas.

Sebagaimana dikatakan oleh Abdul Rozak selaku keluarga nelayan di Desa Gedangan Pekalongan, mengatakan bahwa:

“Kulo pun dangu nyambut damel dados nelayan mas, nanging intuke pas-pasan tok, mung cukup kanggo maem, lan nyekolahke anak kulo sampun alhamdulillah sanget, nopo malih bojone kulo kerjone yo podo bae buruh, mas, dodolan iwak, saget mbantu ekonomi keluarga, milo yen

(14)

kulo mboten nyambut damel dados nelayan kulo mboten saged nguripi keluarga kulo”.

Artinya:

“Saya sudah lama bekerja jadi nelayan mas, namun pendapatannya pas-pasan saja, hanya cukup untuk makan dan menyekolahkan anak saya meskipun begitu saya sudah patut merasa alhamdulilah, apalagi istri saya juga bekerja sebagai buruh, mas, jualan ikan, sudah bisa membantu ekonomi keluarga, untuk itu jika saya tidak bekerja sebagai nelayan saya tidak bisa menghidupi keluarga saya”.15

Senada yang dikatakan dengan Wahidi selaku keluarga nelayan di Desa Gedangan Pekalongan, mengatakan bahwa:

“Kulo pun kalih doso tahun kerjo dados nelayan mas, kulo, estri kulo, anak kulo yo kerjo dados nelayan, Alhamdulillah ekonomi keluarga kulo pun mapan. Kulo saged tumbas barang-barang kados rencange, nanging kulo jarang ten ndalem, akeh ten laute mas”.

Artinya:

“Saya sudah dua puluh tahun kerja jadi nelayan mas, saya, istri saya, anak saya juga bekerja sebagai nelayan,

Alhamdulillah ekonomi keluarga saya sudah berkecukupan.

Saya bisa membeli barang-barang seperti teman-teman, namun saya jarang berada di rumah lebih banyak berada di laut, mas”. 16

Berdasarkan wawancara di atas, didapatkan informasi bahwa kehidupan ekonomi keluarga nelayan di Desa Gedangan Pekalongan dapat dikatakan memiliki pendapatan yang pas-pasan, mungkin hanya cukup untuk makan sehari-hari dan menyekolahkan anak mereka hingga jenjang Sekolah Menengah Atas. Untuk itu mereka lebih banyak menghabiskan

15

Abdul Rozak, keluarga nelayan Desa Gedangan Pekalongan, wawancara pribadi, Gedangan, 14 Februari 2014.

16 Wahidi, keluarga nelayan Desa Gedangan Pekalongan, wawancara pribadi, Gedangan,

(15)

waktu mereka untuk bekerja mencari nafkah sebagai nelayan daripada berada di rumah, sehingga untuk kebutuhan pendidikan anak-anak mereka kurang diperhatikan.

2. Faktor pendidikan orang tua

Pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Latar belakang pendidikan orang tua dapat mempengaruhi pola pikir orang tua baik formal maupun nonformal kemudian juga berpengaruh pada aspirasi atau harapan orang tua kepada anaknya.

Faktor kedua yang mempengaruhi pola asuh anak pada keluarga nelayan di Desa Gedangan Pekalongan adalah faktor pendidikan dari orang tua itu sendiri. Berdasarkan dokumentasi didapatkan data bahwa rata-rata pendidikan orang tua pada keluarga nelayan di Desa Gedangan Pekalongan adalah tamatan SD (sekolah dasar). Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Kartubi selaku keluarga nelayan di Desa Gedangan Pekalongan, mengatakan bahwa:

“Kulo lulusan SD tok mas, maklum mbiyen tiyang sepah kulo putra-putrine katah, milo sagede wongtuo kulo nyekolahke dene SD tok, nanging senadyan kulo lulusan SD tok kulo mboten gelo, kerono kulo saged kerjo mbantu tiyang sepah kulo dan nguripi keluarga kulo”.

Artinya:

“Saya hanya lulusan SD saja mas, maklum dulu orang tua saya punya banyak anak, sehingga orang tua saya hanya sanggup menyekolahkan saya sampai SD saja, meskipun saya hanya lulusan SD saja tetapi saya tidak kecewa, karena

(16)

saya bisa bekerja membantu orang tua saya dan menghidupi keluarga saya”. 17

Senada yang dikatakan dengan Samsuri selaku keluarga nelayan di Desa Gedangan Pekalongan, mengatakan bahwa:

“Kulo sekolah ngatos SD tok mas, mbiyen bade neruske ten SMP nanging kulo mboten purun kulo luwih milih kerjo ketimbang sekolah, amargi tiyang sepah kulo tiyang mboten gadah mas, milo kulo mileh kerjo supoyo intuk duwet kanggo nyukupi kebutuhan keluarga”.

Artinya:

“Saya sekolah hanya sampai SD saja mas, dulu mau meneruskan ke SMP tetapi saya tidak mau, saya lebih memilih kerja daripada sekolah, karena orang tua saya orang tidak punya mas, sebab itu saya memilih kerja agar dapat uang guna mencukupi kebutuhan keluarga”. 18

Berdasarkan wawancara di atas, didapatkan informasi bahwa pendidikan keluarga nelayan di Desa Gedangan Pekalongan rata-rata hanya memiliki tingkat pendidikan lulusan SD (sekolah dasar) saja, hal ini dikarenakan faktor keturunan dimana orang tua mereka memiliki banyak anak, sehingga hanya sanggup menyekolahkan anak-anak mereka hingga tamat SD saja. Semakin rendah pendidikan seseorang maka semakin rendah pula kesadaran mereka akan arti pentingnya pendidikan sehingga mereka akan memiliki pola asuh dalam keluarga yang kurang baik.

3. Faktor lingkungan orang tua

Faktor lingkungan orang tua berupa nilai-nilai agama juga menjadi salah satu hal yang penting yang ditanamkan orang tua pada anak dalam

17

Kartubi, keluarga nelayan Desa Gedangan Pekalongan, wawancara pribadi, Gedangan, 15 Februari 2014.

18 Samsuri, keluarga nelayan Desa Gedangan Pekalongan, wawancara pribadi, Gedangan,

(17)

pengasuhan yang mereka lakukan sehingga lembaga keagamaan juga turut berperan didalamnya. Banyak dari pemuda di Desa Gedangan Pekalongan baik laki-laki dan perempuan yang putus sekolah saat SMP dan banyak juga yang tidak lanjut ke SMA. Selain itu kepedulian masyarakat akan bertetangga juga rendah akibat terbentur dengan budaya perkotaan yang individualis. Seperti yang telah dituturkan oleh Iwan Kurniawan selaku Ketua RT 3 Desa Gedangan sebagai berikut:

“Perkembangan masyarakat desa gedangan pada hari ini mengalami kemunduran, karena masyarakat desa gedangan sudah sibuk dengan pekerjaannya yang pada akhirnya

kepedulian masyarakat akan bertetangga sudah menurun.“19

Dari segi budaya masyarakat Desa Gedangan merupakan masyarakat yang heterogen. Yang datangnya dari banyak daerah di sekitar Pekalongan, sehingga berbicara budaya tidak ada sesuatu yang khas. Dulu pernah ada paguyuban yang menaungi masyarakat kampung nelayan. Namanya paguyuban HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia) yang bergerak pada kegiatan nelayan, sosial dan kemasyarakatan sekitar dari tahun 1995-2000. Tapi pada akhirnya karena kesibukan masyarakat dengan pekerjaannya paguyuban itu tinggal nama saja.

Desa Gedangan Pekalongan sebagai salah satu desa yang menyediakan tenaga nelayan cukup melimpah. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Muhammad Darsono selaku keluarga nelayan di Desa Gedangan Pekalongan, mengatakan bahwa:

19 Iwan Kurniawan, Ketua RT 03 Desa Gedangan Pekalongan, wawancara pribadi,

(18)

“Tiyang mriki niku mboten terlalu ngamboti masalah agama, mas, sing penting wes islam, ngelakoni shalat, biso ngaji, ora neko-neko, cukup. Tiyang deso mriki niku katahe podo nyambut damel dados buruh, buruh pabrik, buruh tani, buruh kebun, tukang batu, lan sak liya-liyane. Jumlah kyai ning deso mriki saged diitung ngganggo jari, ora katah. Soale wong mriki seko milih kerjo daripada mikiri masalah agomo”.

Artinya:

“Orang tua di desa sini tidak terlalu memikirkan masalah agama, mas, yang penting sudah beragama Islam, mengerjakan shalat, bisa mengaji, tidak macam-macam, cukup. Orang desa sini kebanyakan bekerja sebagai buruh, buruh pabrik, buruh tani, buruh kebun, tukang batu dan semacamnya. Jumlah kyai di desa ini bisa dihitung dengan jari, tidak banyak. Hal ini karena masyarakat di desa ini lebih memilih bekerja daripada memikirkan masalah agama”. 20

Senada yang dikatakan dengan Wardjo selaku keluarga Nelayan Desa Gedangan Pekalongan, mengatakan bahwa:

“Wah, bocah-bocah kene ki do nakal-nakal mas, ora gelem sekolah, do geleme kerjo, opo maneh soal agomo, wah, yo nomor keri, sing penting kerjo intuk duwet, seneng-seneng, wes bar. Mulane nek jum’atan neng masjid deso kan sepi, cobo bae mas delok dewe”.

Artinya:

“Wah, anak-anak disini pada nakal-nakal, mas, tidak mau sekolah, maunya kerja, apalagi soal agama, wah, ya nomor belakangan, yang penting bekerja dapat uang, bersenang-senang, udah selesai. Makanya kalo jum’atan di masjid desa sepi, coba saja mas lihat sendiri”. 21

Berdasarkan wawancara di atas, didapatkan informasi bahwa kondisi lingkungan keluarga nelayan Desa Gedangan Pekalongan adalah sebuah desa dimana masyarakatnya tidak terlalu memikirkan pendidikan,

20

Muhammad Darsono, keluarga nelayan Desa Gedangan Pekalongan, wawancara pribadi, Gedangan, 16 Februari 2014.

21 Wardjo, keluarga nelayan Desa Gedangan Pekalongan, wawancara pribadi, Gedangan,

(19)

mereka hanya berpikir tentang bekerja untuk meningkatkan taraf hidup ekonomi keluarga mereka. Hal inilah yang menyebabkan pola asuh mereka lebih cenderung mengarah kepada pola asuh permisif, yakni membiarkan anak hidup dengan kondisi lingkungan apa adanya tanpa adanya kendali dari orang tua, hal ini dikarenakan orang tua terlalu sibuk dengan pekerjaan dan rutinitasnya sehari-hari dalam mencari nafkah sebagai nelayan.

4. Faktor motivasi orang tua

Dalam mengasuh anak orang tua bukan hanya mampu mengkomunikasikan fakta, gagasan dan pengetahuan saja, melainkan membantu menumbuh kembangkan kepribadian anak. Pendapat tersebut merujuk pada teori Humanistik yang menitik beratkan pendidikan bertumpu pada peserta didik, artinya anak perlu mendapatperhatian dalam membangun sistem pendidikan. Apabila anak telah menunjukkan gejala-gejala yang kurang baik, berarti mereka sudah tidak menunjukkan niat belajar yang sesungguhnya. Kalau gejala ini dibiarkan terus akan menjadi masalah di dalam mencapai keberhasilan belajarnya.

Anak keluarga nelayan di Desa Gedangan Pekalongan memiliki motivasi bahwa mereka lebih suka memiliki bekerja membantu orang tua mereka dari pada belajar atau mengerjakan ibadah. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Abdul Rozak selaku keluarga nelayan di Desa Gedangan Pekalongan, mengatakan bahwa:

“Kulo pernah tekon karo putro kulo, leh kowe milih tak pondoke opo milih kerja mbantu bapak dadi nelayan?, putro

(20)

kulo njawab: aku milih kerjo mbantu bapak wae dadi nelayan, aku seneng intuk duwet, tur aku bisa mbantu ekonomi keluarga ben ora susah maneh”.

Artinya:

“Saya pernah tanya kepada anak saya, Nak, kamu memilih saya sekolahkan di pondok pesantren atau memilih kerja membantu bapak jadi nelayan?, anak saya menjawab: saya lebih memilih kerja membantu bapak jadi nelayanh, saya senang dapat uang dan saya bisa membantu ekonomi keluarga agar tidak susah lagi”. 22

Lain halnya yang dikatakan oleh Wahidi selaku keluarga nelayan di Desa Gedangan Pekalongan, mengatakan bahwa:

“Lare kulo mboten purun sekolah duwur-duwur mas, alesane jare penak nyambut gawe bae, intuk duwet keno kanggo tuku opo sing dipingini, lulus SMP ora gelem sekolah maneh. Tapi lare kulo manut nek karo wong tuo, sregep sembayang, gelem ngaji, gelem kerjo, ora ngalem tapi memang koyo kuwi kenyataane”.

Artinya:

“Anak saya tidak mau sekolah tinggi-tinggi, mas, alasannya katanya lebih enak bekerja saja, dapat uang bisa untuk membeli apa yang diinginkan, lulus SMP tidak mau sekolah lagi. Tapi anak saya menurut sama orang tua, rajin shalat, mau mengaji, mau kerja, tidak menyanjung tetapi memang itu kenyataannya ”. 23

Berdasarkan wawancara di atas, didapatkan informasi bahwa anak keluarga nelayan di Desa Gedangan Pekalongan banyak yang memilih bekerja membantu orang tua daripada untuk belajar atau menuntut pendidikan. Mereka beralasan bahwa bekerja lebih menyenangkan daripada harus belajar, karena bekerja bisa mendapatkan uang yang bisa

22

Abdul Rozak, keluarga nelayan Desa Gedangan Pekalongan, wawancara pribadi, Gedangan, 14 Februari 2014.

23 Wahidi, keluarga nelayan Desa Gedangan Pekalongan, wawancara pribadi, Gedangan,

(21)

digunakan untuk membantu ekonomi keluarga. Selain itu banyak teman-teman mereka yang hanya lulusan masih lulusan sekolah dasar (SD) atau lulusan sekolah menengah pertama (SMP) yang sudah bekerja dan mendapatkan uang, sehingga timbul rasa iri untuk meniru teman-teman mereka yang sudah bekerja dan mendapat uang sendiri sehingga orang tua tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak bisa melarang keinginan anak tersebut.

5. Faktor jumlah anak

Jumlah anak yang dimiliki keluarga akan mempengaruhi pola asuh yang diterapkan orang tua. Semakin banyak jumlah anak dalam keluarga, maka ada kecenderungan bahwa orang tua tidak begitu menerapkan pola pengasuhan secara maksimal pada anak karena perhatian dan waktunya terbagi antara anak yang satu dengan anak yang lainnya

Keluarga nelayan di Desa Gedangan Pekalongan memiliki jumlah anak yang relatif banyak ada yang memiliki anak empat, lima bahkan ada yang sampai tujuh. Hal ini menyebabkan orang tua keluarga nelayan di Desa Gedangan Pekalongan kesusahan untuk membesarkan anak-anak mereka. Untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum sehari-hari saja terkadang mereka mengalami kesusahan, apalagi untuk memperhatikan pendidikan anak-anak mereka, sehingga orang tua lebih condok untuk menelantarkan anak mereka dengan hidup seadanya saja. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Kartubi selaku keluarga nelayan di Desa Gedangan Pekalongan, mengatakan bahwa:

(22)

“Kulo gadah lare sekawan mas, roto-roto tamat SD sedoyo, niku mawon kulo keteteran kanggene nguripi mas, lare kulo jarang ten ndalem mas dadine kulo jarang ndidik, wes lah paling tak jarke mawon”.

Artinya:

“saya punya anak empat mas, rata-rata tamat SD, itu saja saya sudah keberatan untuk menghidupinya mas, anak saya jarang di rumah jadi saya jarang mendidik, jadi saya biarkan saja”. 24

Faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua yang bersifat permisif juga disebabkan oleh kurangnya perhatian orang tua mereka yang kurang memperhatikan keinginan atau pun kehidupannya karena terlalu sibuk dengan kegiatan mereka mencari nafkah untuk keluarga. Sehingga mereka menganggap orang tua mereka tidak menyayanginya, mereka merasa tidak mempunyai teman untuk berbicara tentang masalah yang dihadapi dalam beradaptasi baik dengan teman ataupun lingkungan sekitar. Hal ini diungkapkan oleh Saeful Huda selaku anak nelayan di Desa Gedangan Pekalongan, mengatakan bahwa:

“Wong tuaku anake akeh mas, tur mboh mas ra tau ndorong aku mboh ra rumongso duwe anak cok’e sibuk karo kerjaane dadi nelayan terus ibu juga sibuk ngurusi adekku sing cilik aku ra tau di urusi sarapan yo tuku dewe, sekolah yo ra tau di gugah pokoke sekarepe aku ape bali yo keno, ora bali yo ra masalah”.

Artinya:

“Orang tua saya itu anaknya banyak mas, lagi pula tidak pernah peduli sama saya mas nggak tahu mungkin tidak merasa punya anak mungkin sibuk dengan kerjaaan dadi nelayan, ibuku sibuk ngurusi adikku yang masih kecil, saya nggak pernah diperhatikan sarapan beli sendiri, mau sekolah tidak dibangunin pokoknya terserah saya mau pulang

24 Kartubi, keluarga nelayan Desa Gedangan Pekalongan, wawancara pribadi, Gedangan,

(23)

kerumah nggak apa-apa mau nggak pulang juga nggak masalah”.25

Usia remaja merupakan usia yang rentan karena mereka masih labil dalam menghadapi segala persoalan yang akan dihadapi, sehingga apabila mereka mempunyai persoalan terus mereka tidak bisa berbicara atau meminta nasehat orang tuanya ataupun orang tua karena malu, maka secara otomatis mereka akan lari kepada teman karena mereka menganggap teman yang dapat mengerti keadaan serta selalu ada saat mereka membutuhkan pertolongan. Remaja merasa lebih nyaman untuk berbicara dengan teman satu genk baik yang ada di rumah ataupun yang ada di sekolah. Seperti yang dikatakan oleh Andika selaku anak keluarga nelayan Gedangan Pekalongan mengatakan bahwa:

“Konco ki yo akeh mas tapi ono sing apik ono sing ora, sing apik misale belajar kelompok, ngaji utowo sholat neng masjid tapi angger sing elek yo ngajake sing ora-ora koyo rokok, bolos, ngetem neng pinggir dalan. Opo maneh wong tuoku jarang ngurusi aku soale anake akeh, dadi aku ora kurusan”.

Artinya:

“Teman itu banyak mas ada yang baik dan ada juga yang tidak, kalau yang baik misalnya belajar kelompok, ngaji atau sholat di masjid, tapi kalau yang jelek mesti ngajak yang melanggar seperti merokok, membolos atau nongkrong di pinggir jalan. Apalagi orang tuaku jarang mengurusi saya karena anaknya banyak, jadi saya tidak terurus”.26

25

Saeful Huda, Anak dari keluarga nelayan Desa Gedangan Pekalongan, wawancara pribadi, Gedangan, 17 Februari 2014.

26 Andika, Anak dari keluarga nelayan Desa Gedangan Pekalongan, wawancara pribadi,

(24)

Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti memperoleh informasi bahwa keluarga nelayan di Desa Gedangan Pekalongan memiliki banyak anak, sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja orang tua harus bekerja keras membanting tulang. Hal ini menjadikan orang tua pada keluarga nelayan di Desa Gedangan Pekalongan kurang memperharikan pola asuh terhadap anaknya. Mereka lebih cenderung menelantarkan atau membiarkan anak mereka dan sibuk dengan kegiatan mencari nafkah sebagai nelayan.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis regresi berganda yang telah dilakukan memperlihatkan bahwa pengaruh variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan laju pertumbuhan Produk

[r]

Jika metode regresi diterapkan pada data spasial dengan metode MKT untuk mengestimasi parameter model regresi dengan asumsi error identik independen dan berdistribusi normal,

Daftar Primer adalah data yang bersumber dari lapangan penelitian yaitu hasil wawancara dengan masyarakat Islam di Kabupaten Lombok Barat Propinsi Nusa Tenggara

pandangan dunia tersebut dalam struktur teks dan struktur sosialnya. Pada kajian sastra bandingan telah dilakukan penelitian dengan objek yang. berbeda, tetapi tidak mengungkapkan

Perkataan sosial berasal dari bahasa latin yaitu socius yanng berarti kawan, yang dimaksud dengan kawan disini adalah orang-orang yang ada di sekitar kita yaitu yang tinggal

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “ Pengaruh Praktik Kerja

Diharapkan dengan adanya rangsangan untuk berprestasi, kinerja karyawan dapat ditingkatkan dan organisasi dapat mencapai tujuannya secara keseluruhan pegawai dinas kesehatan