• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFFECT OF INDIGENOUS MYCORRHIZA AND Rhizobium ON PEANUT (Arachis hypogea) GROWTH ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFFECT OF INDIGENOUS MYCORRHIZA AND Rhizobium ON PEANUT (Arachis hypogea) GROWTH ABSTRACT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

EFFECT OF INDIGENOUS MYCORRHIZA AND Rhizobium ON PEANUT (Arachis hypogea) GROWTH

ABSTRACT

Research the effect of indigenous mycorrhiza from sampling locations Petong Village District Tanah Merah Bangkalan and Rhizobium given to peanut (Arachis hypogea) do in laboratory Botany, Biology ITS Surabaya from September 2010 until September 2011. Propagation indigenous mycorrhizal is done by the host's maize within 2 months, the number of spores was calculated by wet screening methods, then obtained spores of glomus sp. and Gigaspora sp. Peanut was grown with seven different treatment : addition of indigenous mycorrhizae (result from multiplication), mikofer mycorrhizae, Rhizobium, Rhizobium + indigenous mycorrhiza, dung, SP-36, and controls during 100 days. Each treatment were observed several parameters : plant growth parameters (plant height, dry weight, pod weight, nodule formation) and percent mycorrhizal infection parameters by microscopic with mycorrhizal spore coloring is tryplan blue . The results showed that the treatment of indigenous mycorrhiza + Rhizobium has no effect on growth (plant height, dry weight, and root nodules) and development of plants (peanuts pod weight) but only give effect on the mycorrhiza infection percentages with 55% infection.

Key words: indigenous mycorrhiza ; Rhizobium ; Arachis hypogea

PENGARUH PEMBERIAN MIKORIZA INDIGENOUS DAN Rhizobium PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogea)

ABSTRAK

Penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian mikoriza indigenous dari lokasi sampling Desa Petong Kecamatan Tanah Merah Kabupaten Bangkalan dan Rhizobium yang diberikan pada tanaman kacang tanah (Arachis hypogea) dilakukan di laboratorium Botani, Biologi ITS Surabaya dari bulan September 2010 hingga September 2011. Perbanyakan mikoriza indigenous dilakukan dengan inang jagung selama 2 bulan, hasilnya dihitung jumlah sporanya dengan metode penyaringan basah, sehingga didapatkan spora Glomus sp. dan Gigaspora sp. Tanaman kacang tanah ditumbuhkan dengan tujuh perlakuan berbeda, yaitu : penambahan mikoriza indigenous (hasil perbanyakan), mikoriza mikofer, Rhizobium, mikoriza indigenous + Rhizobium, pupuk kandang, pupuk SP-36, dan kontrol selama 100 hari. Pada tiap perlakuan diamati beberapa parameter pertumbuhan dan perkembangan tanamanan, yaitu : tinggi tanaman, berat kering, berat polong, pembentukan bintil dan persentase infeksi mikoriza melalui pengamatan secara mikroskopis dengan pewarna spora mikoriza tryplan blue. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian mikoriza indigenous dan Rhizobium tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan (tinggi tanaman, berat kering, dan bintil akar) dan perkembangan tanaman (berat polong kacang tanah). Namun hanya memberikan pengaruh pada hasil persentase infeksi mikoriza dengan persen infeksi 55%.

Kata kunci : mikoriza indigenous ; Rhizobium ; Arachis hypogea. PENDAHULUAN

Sektor pertanian di bangkalan menghasilkan produk palawija, salah satunya adalah kacang tanah (Sudjadi dan Supriaty, 2001). Desa Petong merupakan salah satu desa di kabupaten Bangkalan yang menghasilkan produksi kacang tanah sebesar 87,00 ton pada

tahun 2008, dan 98,00 ton tahun 2009. Produktivitas kacang tanah pada tahun 2008 adalah 1,18 ton/ha dan tahun 2009 adalah 1,26 ton/ha. Hasil produktivitas tersebut tidak mengalami peningkatan secara signifikan (BPS Kab. Bangkalan, 2009).

Bangkalan Madura merupakan salah satu wilayah lahan kering di Jawa Timur

(2)

(Nurhidayati dkk., 2010). Jumlah lahan kering tersebut semakin meningkat pada musim kemarau karena ada defisit air di beberapa lahan (Wignyosukarto, 2000 dalam Nurhidayati dkk., 2010). Salah satu teknologi yang dapat dikembangkan di lahan kering adalah Bioteknologi FMA (Fungi Mikoriza Arbuskular) karena berdasarkan hasil penelitian Nurhidayati dkk (2010) pada lahan kering Bangkalan Jawa Timur ditemukan 6 genus mikoriza yaitu, Gigaspora, Scutellospora, Acaulospora, Entrophospora, Glomus, dan Sclerocystis. Mikoriza tersebut berpotensi untuk dikembangkan sebagai pupuk hayati.

Budidaya kacang tanah di Bangkalan dilakukan dengan penambahan pupuk SP-36 dan pupuk organik berupa pupuk kandang. Pemupukan dilakukan sebagai salah satu upaya peningkatan produktivitas kacang tanah. Pemilihan pupuk yang tepat dapat meningkatkan produktivitas tanaman secara signifikan (BPS Kab. Bangkalan, 2009).

Pupuk SP-36 merupakan pupuk P dalam bentuk super fospat yang mengandung 36% P2O5

Penggunaan pupuk kandang sendiri memiliki kekurangan antara lain apabila tidak disterilisasi dengan baik, maka pupuk kandang cenderung mengandung bibit penyakit dan hama bagi tanaman. Penggunaannya juga harus dilakukan dalam jumlah besar. Tingginya kadar C dalam pupuk kandang sapi juga menghambat penggunaan langsung ke lahan pertanian karena akan menekan pertumbuhan tanaman utama. Penekanan pertumbuhan terjadi karena mikroba dekomposer akan menggunakan N yang tersedia untuk mendekomposisi bahan organik tersebut sehingga tanaman utama akan kekurangan N. Untuk memaksimalkan penggunaan pupuk

kandang sapi harus dilakukan pengomposan dengan rasio C/N di bawah 20 (Hartatik dan Widowati, 2010). Oleh sebab itu perlu digunakan alternatif pupuk yang lain yaitu pupuk hayati. Hal ini sesuai dengan pengembangan tanaman budidaya dewasa ini, yang diupayakan mengacu pada teknis pertanian organik, yaitu peniadaan penggunaan input kimiawi eksternal seperti pupuk kimia dan lebih disarankan pada penggunaan pupuk hayati dengan pemanfaatan mikroorganisme pada tanah itu sendiri (Sudaryanta, 1999 dalam Nasahi, 2010).

yang di dalam tanah tidak segera tersedia dan sebagian terfiksasi (Jutono, 1987 dalam Sumaryo dan Suryono, 2000). Pupuk SP-36 adalah pupuk kimia tunggal yang menyediakan satu macam hara bagi tanaman yaitu P. Sehingga kebutuhan hara tanaman yang lain seperti unsur N, dan K sebagai hara makro dan mikro harus disuplai dengan pupuk yang lain. Pemberian pupuk SP-36 dalam jangka yang lama dapat menimbulkan rusaknya agregat tanah sehingga akan mengganggu pertumbuhan polongan kacang tanah akibat struktur tanah yang keras (Marsono, 2008).

Salah satu mikroba yang umum digunakan sebagai pupuk hayati adalah mikoriza dan Rhizobium. Kata mikoriza berasal dari bahasa Yunani yang mempunyai arti “jamur akar” yaitu merupakan suatu kerja sama saling menguntungkan antara jamur tertentu dengan akar tanaman tingkat tinggi (Hendromono, 1996). Hubungan kerja sama yang saling menguntungkan tersebut ialah tanaman inang menerima nutrisi yang berupa mineral, di lain pihak jamur menerima karbon sebagai hasil fotosintesis dari inang (Harley & Smith, 1983; Harley, 1989 dalam Bundrett et al, 1996). Penggunaan mikoriza dari daerah asal (indigenous) menunjukkan kecocokan dengan inangnya, sehingga penggunaan mikoriza indigenous pada daerah asalnya memungkinkan kecocokan yang lebih tinggi dalam bersimbiosis dengan tanamannya (Bertham, 2007).

Bakteri Rhizobium adalah salah satu contoh kelompok bakteri yang berkemampuan sebagai penyedia hara bagi tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legum seperti kacang tanah, kelompok bakteri ini akan menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar di dalamnya, dan memfiksasi nitrogen atmosfer bila berada di dalam bintil akar dari mitra legumnya. Rhizobium berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman khususnya berkaitan dengan masalah ketersediaan nitrogen bagi tanaman inangnya (Sutanto, 2002).

Inokulasi ganda Rhizobium dan jamur mikoriza arbuskular dilaporkan dapat meningkatkan jumlah bintil akar dan biomassa tanaman (Zhao et al., 1997 dalam Bertham, 2007), pertumbuhan dan hasil tanaman (Lin et al., 1993; Das et al., 1997; Sri Purwaningsih, 2001), karena meningkatkan penyerapan P,

(3)

pembentukan bintil akar, dan penambatan nitrogen. Sehingga penggunaannya secara bersamaan pada suatu tanaman dimungkinkan dapat meningkatkan produktivitas tanaman (Bertham, 2007). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian mikoriza indigenous dan Rhizobium pada tanaman kacang tanah.

BAHAN DAN METODE Lokasi pengambilan sampel

Pengambilan sampel tanah dilakukan di desa Petong kecamatan Tanah Merah kabupaten Bangkalan Madura dengan posisi 7º03’11.95” S dan 112º52’46.35” T.

Gambar 3.1 Lokasi Pengambilan Tanah di Desa Petong

Pengambilan Sampel Tanah Untuk Perbanyakan Mikoriza Indigenous

Tanah diambil pada lima titik, yaitu pojok kanan atas, pojok kanan bawah, pojok kiri atas, pojok kiri bawah, dan tengah. Lapisan tanah yang diambil setebal 20 cm dari permukaan yang merupakan lapisan top soil. Tanah diambil dengan menggunakan pipa paralon sebanyak ± 90 kg.

Perbanyakan Inokulan Mikoriza Indigenous

Penanaman jagung dimulai dari persiapan media tumbuh. Media yang digunakan untuk perbanyakan inokulan mikoriza indigenous pada jagung adalah tanah yang berasal dari daerah desa Petung Kecamatan Tanah Merah Kabupaten Bangkalan. Tanah ditimbang sebanyak 3 kilogram dan dimasukkan dalam polybag ukuran 30 cm x 30 cm.

Penanaman jagung dilakukan dalam polybag yang telah berisi tanah, setiap polybag diisi dengan benih jagung sebanyak 10 benih per polybag dan pada umur tujuh hari setelah tanam (7 HST) diadakan penjarangan dengan menyisakan satu tanaman per polybag. Tanaman jagung ditumbuhkan dalam polybag selama 2 bulan, dan diasumsikan mikoriza telah bersimbiosis dengan tanaman jagung. Tanamn jagung yang bermikoriza dalam polybag tersebut selanjutnya dilakukan stressing selama 3 sampai 4 minggu. Setelah dilakukan stressing dan media kering, batang tanaman dipotong. Media tanam dalam pot dibongkar dan akar tanaman dipotong pendek-pendek kurang lebih 1 cm dan dicampur dengan media tanam. Sebagian lagi dilakukan pengamatan mikroskopis untuk menghitung presentase infeksinya. Inokulan tersebut kemudian diperbanyak lagi dengan cara yang sama dan hasilnya siap digunakan sebagai pupuk hayati.

Uji Viabilitas, Uji Jumlah Spora, dan Identifikasi Mikoriza Indigenous

Uji viabilitas inokulum dilakukan dengan seri pengenceran kelipatan 10. Inokulum mikoriza indigenous diambil sebanyak 100 gram dan diletakkan dalam polybag dan diatasnya ditumbuhkan biji jagung sebagai inang. Hal ini merupakan inokulum murni (100). Seri pengenceran 10-1 diambil 10 gram inokulum dan dicampurkan dengan 90 gram tanah steril, diatasnya ditumbuhkan tanaman inang jagung. Seri pengenceran 10-2 diambil 10 gram dari inokulum pengenceran 10-1 dan dicampurkan dengan 90 gram tanah steril, diatasnya ditumbuhkan tanaman inang. Seri pengenceran dilakukan hingga 10-10

Setelah ± 1 bulan, tanaman diambil dari media tanam dan dibersihkan perakarannya dari tanah. Selanjutnya, dilakukan pengamatan infeksi akar dengan metode autoclave pada tiap pengenceran. Dari uji tersebut kemudian ditentukan dosis pemberian mikoriza pada perlakuan. Apabila mikoriza menginfeksi akar tanaman 70%, maka bisa digunakan sebagai biofertilizer (Rahayu, 2005).

(Rahayu, 2005).

Uji jumlah spora dilakukan dengan mengambil sampel tanah sebanyak 100 gram, dan dimasukkan ke dalam wadah (Waskom). Ditambahkan air dan diaduk-aduk. Ditunggu

(4)

selama 15-20 detik. Dituangkan airnya ke dalam saringan yang telah disiapkan (600, 180,106,75,63,38 µm). Dituang (hasil saringan) ukuran 75,63,38 µm ke dalam wadah sampel. Hasil penyaringan dituang ke dalam tube centrifugase. Ditambahkan larutan glukosa 60%. Disentrifugasi pada kecepatan 3500 rpm selama 5 menit. Dituangkan cairan bagian atas (jernih) ke dalam cawan petri. Cairan jernih dalam petri tersebut kemudian dituang ke dalam saringan ukuran 38 µm, dan dicuci dengan air mengalir (menghilangkan larutan glukosa). Hasilnya dituang ke dalam cawan petri, dan diamati di bawah mikroskop. Sampel yang diamati kemudian difoto dan diidentifikasi sampai tingkat genus (Prasetya, 2011).

Persiapan Media Tanam

Media tanam berupa tanah yang telah disterilkan dengan autoclave disiapkan sebanyak ± 85 kilogram. Kemudian disiapkan polybag sebanyak 28 buah ukuran 5 kg. Polybag tersebut disusun sesuai dengan jenis perlakuannya. Tanah yang sudah steril di masukkan ke dalam polybag dan diletakkan di dalam green house. Pemberian Pupuk Pada Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogaea)

Pupuk diberikan sebelum penanaman kacang tanah dengan cara dicampurkan dengan media tanam yang telah steril. Masing-masing pupuk diberikan dengan dosis sebagai berikut :

a. Perlakuan kontrol tidak diberi penambahan pupuk, baik pupuk organik (pupuk kandang), pupuk anorganik (pupuk SP-36), dan pupuk hayati (mikoriza, Rhizobium).

b. Mikoriza indigenous diberikan sebanyak 100 gram/kg tanah dengan jumlah spora tertinggi dan jumlah infeksi 100 % (Sesuai dengan hasil uji viabilitas) c. Mikoriza mikofer (Glomus sp.)

diberikan sebanyak 10 gram/kg tanah d. Rhizobium diberikan sebanyak 10

gram/kg benih (khusus Rhizobium diberikan langsung pada biji)

e. Pupuk SP-36 diberikan sebanyak 0,56 gram/kg tanah

f. Pupuk kandang diberikan sebanyak 18,52 gram/kg tanah

(Muzar, 2008)

Penanaman Biji

Biji yang digunakan berasal dari Bangkalan Madura. Biji berasal dari varietas bertipe tegak dan berumur pendek dicirikan dengan kulit bening mengkilap, tidak keriput, atau tidak cacat. Penanaman dilakukan dengan meletakkan biji pada tanah yang sudah dilubangi sedalam ± 5 cm. Biji ditanam selama 110 hari (Rukmana, 1998).

Teknik Pemanenan

Kacang tanah yang telah ditanam selama 110 hari dipanen, dengan cara mengambilnya dari tanah. Tanah pada bagian akar disisakan untuk menjaga akar akar tanaman tidak patah saat hendak diamati. Tajuk tanaman juga diambil untuk pengukuran berat kering.

Pengamatan Secara Mikroskopis Melalui Persen Infeksi Akar

Akar sebanyak ± 5 gram diambil dari tiap perlakuan, kemudian dicuci bersih dengan aquades. Akar yang telah dicuci disimpan dalam Formalin Acero-Alkohol (FAA) untuk fiksasi sebelum dilakukan pengecatan. Selanjutnya akar direndam dalam KOH 10% dan dipanaskan dengan autoclave selama 15-20 menit pada 121ºC. kemudian dicuci dengan air. Akar selanjutnya diputihkan dengan hydrogen peroksida alkali, dan dicuci lagi dengan air. Selanjutnya akar diasamkan dengan HCl 1%, dan rendam dalam larutan cat trypan blue dengan konsentrasi 0,05 % w/v

Potongan akar diamati dengan mikroskop perbesaran 100-250x. Persen infeksi mikoriza dihitung dari jumlah akar yang terinfeksi dari 10 potongan akar yang diamati. Akar yang terinfeksi ditandai dengan adanya vesikel atau arbuskel pada korteks akarnya. Tiap perlakuan dibuat replikasi preparat sebanyak 3 kali. Prosentase infeksi mikoriza dihitung :

dan beri laktogliserol hingga terendam. Panaskan dengan autoclave pada 121ºC selama 15 menit. Cat dibuang dan akar direndam dalam laktogliserol. Selanjutnya diamati di bawah mikroskop (Alkareji, 2007).

% infeksi = JAT x 100% JSP

Keterangan :

(5)

JSP : Jumlah Seluruh Potongan Akar Yang Diamati

Pengamatan Secara Visual (Morfologi)

Pengamatan morfologi merupakan pengamatan tanaman secara langsung mengenai bagian-bagian yang terlihat secara langsung pertumbuhan dan perkembangannya

a. Tinggi Tanaman (cm)

Pengukuran tanaman dilakukan dengan menggunakan benang dan penggaris dari batas terbawah pertumbuhan sampai batas teratas pertumbuhan yaitu daun terakhir yang tumbuh (Sitompul dan Guritno, 1995 dalam Nainggolan, 2011).

b. Bintil Akar

Jumlah bintil akar tidak efektif dan jumlah bintil akar efektif ditentukan setelah panen (akhir pengamatan). Jumlah bintil akar tidak efektif dan bintil akar efektif dihitung secara manual. Untuk mengetahui bintil akar efektif dapat ditentukan dengan cara membelah bintil akar menjadi dua bagian, apabila berwarna merah muda maka bintil akar tersebut merupakan bintil akar efektif (Islami dkk, 1995 dalam Nainggolan, 2011).

c. Berat Kering Tanaman (gram)

Berat kering tanaman meliputi akar, batang, dan daun. Masing-masing bagian dihitung sendiri-sendiri dan dijumlahkan untuk mendapatkan berat kering tanaman keseluruhan. Bahan tanaman dikeringkan dalam oven dengan temperatur 110ºC sampai beratnya konstan. Berat yang sudah konstan kemudian ditimbang dengan neraca analitik.

d. Produksi Kacang Tanah (gram)

Berat kacang tanah diukur dengan dua cara, yaitu menghitung berat buah kacang tanah dan berat polongannya. Kacang tanah yang sudah dibersihkan, dikering anginkan, ditimbang sampai beratnya konstan.

Rancangan Percobaan

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap. Penelitian dilakukan sebanyak empat ulangan dengan tujuh macam perlakuan, yaitu :

1. Perlakuan I = benih ditanam pada tanah tanpa penambahan pupuk

2. Perlakuan II = benih ditanam pada tanah dengan penambahan mikoriza indigenous (Gigaspora sp. Dan Glomus sp.) 3. Perlakuan III = benih ditanam pada

tanah dengan penambahan mikoriza Glomus sp.(mikofer)

4. Perlakuan IV = benih ditanam pada tanah dengan penambahan Rhizobium 5. Perlakuan V = benih ditanam pada

tanah dengan penambahan mikoriza indigenous dan Rhizobium

6. Perlakuan VI = benih ditanam pada tanah dengan penambahan pupuk SP-36 7. Perlakuan VII = benih ditanam pada

tanah dengan penambahan pupuk kandang Hasil data yang diperoleh dibandingkan dengan kontrol untuk masing-masing parameter pertumbuhan dengan uji Analysis of Variance (ANOVA) satu arah. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter pertumbuhan kacang tanah, diajukan hipotesis : Ho : Tidak ada pengaruh pemberian

mikoriza indigenous dan Rhizobium terhadap pertumbuhan dan perkembangan kacang tanah

H1 : Ada pengaruh pemberian mikoriza indigenous dan Rhizobium terhadap pertumbuhan dan perkembangan kacang tanah

Jika H1 diterima atau terdapat pengaruh perlakuan terhadap parameter pertumbuhan, maka dilanjutkan dengan uji beda nyata yaitu menggunakan uji Dunnet dengan taraf kepercayaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinggi Tanaman, Berat Kering, dan Berat Polong Arachis hypogea

Pertumbuhan didefinisikan sebagai pembelahan sel (peningkatan jumlah) dan pembesaran sel (peningkatan ukuran) yang meliputi peningkatan berat kering, tinggi tanaman, volume, dan luas daun. Sedangkan perkembangan merupakan proses lanjutan dari pertumbuhan dimana tanaman membentuk bunga dan membentuk buah serta biji (Gardner, 1991). Beberapa hasil pertumbuhan dan perkembangan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

(6)

Gambar 4.1. Grafik tinggi tanaman Arachis hypogea pada beberapa perlakuan

Gambar 4.2. Grafik berat kering tanaman Arachis hypogea pada beberapa perlakuan

Gambar 4.3. Grafik berat kering polong Arachis hypogea pada beberapa perlakuan

Gambar 4.4 Grafik Bintil akar Arachis hypogea pada beberapa perlakuan

Berdasarkan hasil analisis ANOVA satu arah menunjukkan bahwa perlakuan mikoriza indigenous dan Rhizobium yang diberikan tidak

memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang meliputi tinggi tanaman, berat kering, berat polong dan bintil akar. Hal ini dapat dilihat dari nilai p-value > 0,05 (lihat lampiran 8). Tidak berpengaruhnya perlakuan mikoriza indigenous dan Rhizobium terhadap pertumbuhan Arachis hypogea disebabkan karena masing-masing mikro organisme tersebut tidak dapat membantu tanaman dalam penyerapan unsur hara secara optimal. Hal tersebut pertama didukung dengan hasil pembentukan bintil akar, didapatkan bahwa bintil akar yang ditemukan merupakan bintil akar yang tidak efektif (tidak berwarna merah muda saat dibelah). Bintil akar yang efektif biasanya berukuran besar, terletak dibagian atas atau bergerombol di sekitar leher akar dan tampak warna merah pada bagian tengah nodul ketika dibelah. Warna merah tersebut disebabkan karena dalam nodul terdapat kandungan lehemoglobin. Selain lehemoglobin di dalam bakteri Rhizobium tersebut juga terdapat enzim nitrogenase (Maharani, 2008). Menurut Handayanto (1998) adanya lehemoglobin dan enzim nitrogenase merupakan dua komponen yang memegang peranan proses fiksasi N2.. Sebaliknya, bintil akar yang tidak efektif (inefektif) tersebar di seluruh perakaran tanaman dan berukuran kecil, apabila ditemukan bintil akar yang tidak efektif dalam suatu perakaran, maka tidak terjadi fiksasi nitrogen (N2

Kemudian yang kedua, dari hasil persen infeksi mikoriza yang kurang dari 70%, dimana menurut Bundrett (1996), standart persen infeksi mikoriza yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah diatas 70% (Rahayu, 2005). Hasil persen infeksi yang kurang optimal pada perakaran tanaman disebabkan karena adanya kompetisi interspesies mikoriza indigenous, yaitu Glomus sp. dan Gigaspora sp. (lihat lampiran 2), dimana diduga diantara kedua mikoriza indigenous tersebut terjadi persaingan dalam penggunaan hara dan nutrisi dari tanaman inang. Menurut Hart and Reader (2002) diketahui bahwa spesies Glomus sp. lebih cepat dalam menginfeksi perakaran tanaman bila dibandingkan dengan spesies Gigaspora sp. Hal ini menentukan kecepatan infeksi dan selanjutnya akan menentukan

) oleh Rhizobium (Suryantini, 1994 dalam Maharani, 2008).

Berat Kering Tanaman

Berat Kering Polong Tinggi Tanaman

(7)

tingkatan infeksi mikoriza pada akar tanaman. Selain terjadi kompetisi interspesies antara mikoriza indigenous, juga terjadi kompetisi intraspesies antara mikoriza indigenous dengan Rhizobium, hal ini dapat dilihat dari hasil persen infeksi mikoriza pada perlakuan mikoriza indigenous + Rhizobium menunjukkan persen infeksi paling sedikit diantara perlakuan lainnya. Kompetisi yang mungkin terjadi antara mikoriza indigenous dan Rhizobium adalah kompetisi nutrisi dan ruang untuk pertumbuhan.

Setelah diketahui bahwa dalam penyerapan unsur hara, tanaman lebih mengoptimalkan akarnya dibandingkan dengan bantuan mikoriza ataupun Rhizobium. Seperti pada pernyataan Chairuman (2008) yang menyebutkan bahwa tanaman akan lebih memanfaatkan unsur hara langsung dari tanah melalui perakarannya apabila unsur hara pada tanah dijumpai dalam bentuk tersedia, sehingga bisa langsung digunakan oleh tanaman. Kondisi tersebut juga mengakibatkan penginfeksian oleh mikoriza dan Rhizobium tidak optimal. Pada hasil penelitian diketahui bahwa tanaman kacang tanah (Arachis hypogea) melakukan pertumbuhan vegetatif yang lebih optimal dibandingkan dengan pertumbuhan generatifnya. Hal ini dapat dilihat dari hasil tinggi tanaman yang mencapai tinggi 84 cm, sedangkan pada tanaman kacang tanah normal daerah Madura maksimal tinggi mencapai 40 cm. Hasil tersebut berbanding terbalik dengan hasil berat kering polong kacang tanah (Arachis hypogea) yang pertumbuhan polongnya tidak maksimal (kebanyakan masih membentuk ginofora). Secara umum pertumbuhan generatif terjadi apabila tanaman berada dalam kondisi tercekam. Cekaman tersebut mengakibatkan tumbuhan melakukan mekanisme pembentukan biji melalui pembentukan bunga terlebih dahulu. Di dalam biji terdapat embrio yang nantinya akan tumbuh menjadi tanaman baru, sehingga tanaman dapat terus melestarikan jenisnya (Desmarina, 2009). Pada hasil penelitian diketahui bahwa pembentukan bunga sedikit (antara 1-5 bunga) sedangkan untuk pembentukan polong yang banyak, diperlukan bunga yang banyak pula. Pada fase generatif (pembentukan bunga dan buah), tanaman masih melakukan pertumbuhan vegetatifnya seperti terlihat pada pernyataan Kasirah (2007), dimana

saat terjadi pertumbuhan generatif, tanaman masih melakukan pertumbuhan vegetatif dalam hal perpanjangan batang dan penambahan jumlah daun. Jika dilihat dari hasil penelitian ini polong yang dihasilkan kurang sempurna, beberapa polong masih berbentuk ginofora, dimana ginofora ini masih merupakan tahap perkembangan polong stadium awal (lihat lampiran 10).

Persentase Infeksi Mikoriza

Persentase infeksi mikoriza menunjukkan banyaknya mikoriza yang dapat bersimbiosis dengan tanaman inangnya. Tanaman inang yang di infeksi oleh mikoriza mampu meningkatkan kapasitasnya dalam menyerap unsur hara dan air. Selain itu juga meningkatkan serapan fosfat dan juga unsur-unsur mikro seperti Cu, Zn, dan Bo (Marschner, 1992 dalam Setiadi, 1999). Hasil infeksi mikoriza pada tanaman Arachis hypogea adalah sebagai berikut:

Gambar 4.5 Grafik Persentase infeksi mikoriza pada beberapa perlakuan

Berdasarkan hasil analisis ANOVA satu arah menunjukkan bahwa perlakuan mikoriza indigenous dan Rhizobium memberikan pengaruh terhadap infeksi mikoriza pada tanaman. Hal ini dapat dilihat dari nilai p-value < 0,05 (lihat lampiran 8). Pada perlakuan kontrol, Rhizobium, dan pupuk SP-36 tidak terinfeksi oleh mikoriza. Hal ini didukung oleh kondisi media tanam yang disterilkan dengan autoclave sebelum perlakuan, sehingga membunuh mikroorganisme pada tanah tersebut.

Pemberian pupuk mikoriza, baik mikoriza indigenous, mikoriza mikofer, gabungan mikoriza indigenous dan Rhizobium, dan pupuk kandang memiliki persen infeksi kurang dari 70%. Menurut Bundrett, persen

Persen Infeksi

(8)

infeksi yang kurang dari 70% adalah infeksi yang kurang optimal, sehingga belum cukup memberikan pengaruh ke tanaman (Rahayu, 2005). Perlakuan dengan penambahan pupuk kandang menunjukkan persen infeksi 57,5%. Persentase tersebut menunjukkan bahwa pada pupuk kandang yang ditambahkan terdapat mikroorganisme yang salah satunya adalah jamur mikoriza. Pupuk kandang selain mengandung unsur hara makro seperti N,P, dan K (Jamila, 2003) juga mengandung mikroorganisme seperti fungi yang dapat menguraikan bahan organik pada pupuk kandang tersebut (Isroi, 2008).

Berdasarkan hasil uji kimia tanah pada perlakuan pupuk kandang menunjukkan unsur P yang lebih tinggi dibandingkan dengan pada perlakuan mikoriza. Menurut Chairuman (2008) keberadaan unsur fosfat yang tinggi dalam tanah dapat menurunkan infeksi mikoriza pada tanaman, hal ini disebabkan karena tanaman akan cenderung menggunakan fosfat secara langsung untuk pertumbuhan tanaman daripada menggambil fosfat tersedia dari mikoriza, sehingga mikoriza tidak tumbuh optimal. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil persen infeksi pupuk kandang yang lebih rendah bila dibandingkan perlakuan penambahan mikoriza.

Pada perlakuan mikoriza indigenous + Rhizobium didapatkan persen infeksi mikoriza terendah (55%). Dijelaskan dalam Saptaningsih (2003) kacang tanah yang termasuk tanaman leguminosae lebih responsive terhadap infeksi Rhizobium dibanding dengan mikoriza. Rendahnya persen infeksi ini disebabkan adanya peningkatan kompetisi antara mikoriza dengan Rhizobium.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa perlakuan dengan penambahan mikoriza indigenous dan Rhizobium tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, berat kering tanaman, dan bintil akar) perkembangan tanaman (berat polong) kacang tanah (Arachis hypogea). Namun perlakuan hanya memberikan pengaruh pada hasil persentase infeksi mikoriza dengan persen infeksi 55%.

DAFTAR PUSTAKA

Aak. 1989. Kacang Tanah. Kanisius : Yogyakarta.

Abdullah, Sofyan, Y. Musa, dan Feranita H. 2005. Perbanyakan Jamur Mikoriza Arbuskular (JAMUR MIKORIZA ARBUSKULA) Pada Berbagai Varietas Jagung (Zea Mays L.) Dan Pemanfaatannya Pada Dua Varietas Tebu (Saccharum Officinarum L.). J. Sains & Teknologi, April 2005, Vol. 5 No. 1: 12 – 20

Alkareji. 2007. Pemanfaatan Mycorrhizal Helper Bacteria (MHBS) Dan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Sengon (Paraserianthes Falcataria (L.) Nielsen) Di Persemaian. Skripsi. Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor : Bogor.

Azcon R, Rubio R., Barea JM. 1991. Selective interactions between different species of mycorrhizal fungi and Rhizobium meliloti starins, and their effects on growth, N2

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangkalan. 2009. Kecamatan Tanah Merah Dalam Angka Tahun 2009. Katalog BPS : 1403.3526.080.

fixation (N-15) and nutrition of Medicago sativa L. New Phytol. 117 : 399 – 404.

Bertham, Y. Harini Rr. 2007. Dampak Inokulasi Ganda Fungi Mikoriza Arbuskula dan Rhizobium Indigenous pada Tiga Genotipe Kedelai di Tanah Ultisol. Jurnal Akta Agrosia Edisi Khusus No.2 hlm 189-198.

Bundrett, M., N. Bougher, B., Dell, T. Grove and N. Malajezuk. 1996. Working With Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. ACIAR : Canberra.

Chairuman, Novia. 2008. Efektivitas Cendawan Mikoriza Arbuskula Pada Beberapa Tingkat Pemberian Kompos Jerami Terhadap Ketersediaan Fosfat Serta Pertumbuhan Dan Produksi Padi Gogo Di Tanah Ultisol. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara : Medan.

Desmarina, Riszky. 2009. Respon Tanaman Tomat Terhadap Frekuensi Dan Taraf

(9)

Pemberian Air Terhadap Pertumbuhan Dan Perkembangan Tanaman Tomat. Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor : Bogor.

Gardner FP, RB Pearce, RL Mitchell, 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI-Press : Jakarta

Handayanto dan Hairiah. 2007. Biologi Tanah “Landasan Pengelolaan Tanah Sehat”. Pustaka Adipura : Yogyakarta.

Harris D, Pacovsky RS, Paul EA. 1985. Carbon economy of soybean-Rhizobium-Glomus associations. New Phytol. 101 : 427 - 440. Hart Miranda M. and Reader R.J.

2002.Taxonomic basis for variation in the colonization strategy of arbuscular mycorrhizal fungi. New Phytologist 153 : 335–344

Hartatik, W. dan L.R. Widowati, 2010. Pupuk Kandang.

http://www.balittanah.litbang.deptan.go.id . Diakses tanggal 31 Januari 2011.

Hendromono. 1996. Mikoriza Pada Tanaman Hutan dalam Sylva Tropika. Vol 1. No. 1. Departemen Kehutanan. Bogor : Bogor. Imas et al. 1989. Mikrobiologi Tanah.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor : Bogor.

Isroi. 2008. Kompos. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia : Bogor.

Jamila. 2003. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Dan Kelengasan Terhadap Perubahan Bahan Organik Dan Nitrogen Total Entisol. Skripsi. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara : Sumatera Utara.

Kasirah. 2007. Sistem Informasi Pemupukan Lahan Pertanian. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2007 (SNATI 2007) ISSN: 1907-5022. Yogyakarta

Kramadibrata, K. 1999. Pengenalan Jenis-jenis Jamur Mikoriza Arbuskular dalam Workshop Mikoriza “Aplikasi Jamur Mikoriza pada Tanaman Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan”. Departemen Kehutanan : Bogor.

Maharani, P.S. 2008. Nodulasi Dan Efektivitas Rhizobium Endogen Tanah Entisol Dan Vertisol Pada Tanaman Kedelai (Glycine Max ( L.) Merril). Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Islam Negeri Malang : Malang

Marschner H. 1995. Mineral Nutrition of Higer Plants. Academic Press : London.

Marsono dan S. Paulus. 2008. Pupuk Akar Jenis dan Aplikasinya. Penebar Swadaya : Jakarta.

Muzar, Ali. 2008. Aplikasi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Terhadap Tanah Ultisol Dan Pengaruhnya Pada Tanaman Kedelai. J. Agrivigor 80): 24-32, September-Desember 2008; ISSN 1412-2286

Nainggolan, Paul F.H. 2011. Kajian PemanfaatanLumpur Limbah Water Treatment PT. Pupuk Kujang Sebagai Media Tanam Arachis hypogaea Dengan Penambahan Mikoriza, Rhizobium, dan Pupuk Bokashi. Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember : Surabaya.

Nasahi, Ceppy. 2010. Peran Mikroba Dalam Pertanian Organik. Jurusan Hama Dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran : Bandung.

Noermawati, D. 1996. Pengaruh Pemberian Mikoriza Arbuskular (MVA) dan

Rhizobium japonicum Terhadap

Pembentukan Bintil Akar dan Penyerapan Fosfor pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.). Skripsi. Jurusan Biologi Universitas Airlangga : Surabaya.

Nurhidayati, Tutik, K.I. Purwani, dan D. Ermavitalini. 2010. Isolasi Mikoriza Vesikular-arbuskular pada Lahan Kering di Jawa Timur. Journal of Biological Researche., Edisi Khusus No. 4F : 43-46. Pacovsky RS. 1986. Micronutrient uptake and

distribution in mycorrhizal and phosphorus fertilized soybeans. Plant and soil 95 : 379 – 388.

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 28. 2009. Pupuk Organik, Pupuk Hayati Dan Pembenah Tanah. Menteri Pertanian Republik Indonesia.

Petrokimia Gresik. 2002. Pupuk SP-36. Petrokimia. Gresik

(10)

Prasetya, Budi. 2011. Perhitungan Jumlah Spora. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya : Malang.

Rahayu, M. 2005. Potensi Inokulum Rhizobium Phaseoli dan Mikoriza (Glomus etunicatum) Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata) pada Lahan Pesisir. Skripsi tidak dipublikasikan.

Rahman, A. 2006. Respon Pertumbuhan Dan Aplikasi Terhadap Cekaman Kekeringan Tiga Jenis Tanaman Legume Pakan Yang Diinokulasi Jamur Mikoriza Arbuskular (JAMUR MIKORIZA ARBUSKULA) dan Rhizobium Di Ultisol. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana. IPB : Bogor. Rao, N.S.S. 1994. Soil Microorganisms and

Plant Growth. Oxford and IBM Publishing Co. (TerjemahanH. Susilo. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman). Universitas Indonesia Press : Jakarta.

Rukmana, R.H. 1998. Kacang Tanah. Penerbit Kanisius : Yogyakarta.

Ruiz-Lozano JM, Azcon R. 1995. Hyphal contribution to water uptake in mycorrhizal plants as affected by the fungal species and water status. Physiol Plant. 95 : 472 -478.

Saptaningsih E, 2001. Pertumbuhan Vigna radiate L.Wilezeck Dalam Persaingan Dengan Cyperus rotundus L. Pada Perlakuan Inokulasi Rhizobium Dan Mikorhiza Arbuskula. Tesis. Fakultas Biologi. Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada : Jogjakarta.

Schenck, N. C., and K. Hinson. 1982. Response of Nodulating and Non-Nodulating

Soybeans to a Species Endogone mycorrhiza. Agron. J. 65 : 849 – 850. Setiadi, Y. 1999. Pengembangan Jamur

Mikoriza Arbuskular sebagai Pupuk Biologis dalam Bidang Kehutanan dalam Workshop Mikoriza “Aplikasi Jamur Mikoriza pada Tanaman Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan”. Bogor. Smith, S. E., and D. J. Read. 1997. Mycorrhizal

Symbiosis. Second Edition. Academis Press: USA.

Sumaryo dan Suryono. 2000. Pengaruh Dosis Pupuk Dolomit Dan Sp-36 Terhadap Jumlah Bintil Akar Dan Hasil Tanaman Kacang Tanah Di Tanah Latosol. Agrosains Volume 2 No 2

Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius : Yogyakarta.

Sylvia DM. 1998. Mycorrhizal Symbioses In : Sylvia DM, Fuhrmann JJ, Hartel PG, Zuberer DA. (eds.). Principles and Applications of Soil Microbiology. Prentice Hall : New Jersey. Pp. 408 – 426. Wachjar, Ade, Supijatno, dan D. Rubiana. 2006. Pengaruh Beberapa Jenis Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan Dua Klon Tanaman Teh (Camellia sinensis (L) O. Kuntze). Bul. Agron. (34) (3) 160 – 164. Zarate, J.T. and R.E. Dela Cruz, 1995. Pilot

testing the effectiveness of arbuscular mycorrhizal fungi in the reforestation of marginal grassland. Biotrop Spec. Publ.No56: 131-137. Biology and Biotechnology of Mycorrhizae.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya pengaruh yang signifikan dari variabel Financing to Deposit Ratio (FDR) dan Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) terhadap profitabilitas (ROA)

Data awal yang dibutuhkan dalam perancangan ini berupa data verbal yang bisa didapatkan dari wawancara narasumber, literatur yang ada ataupun internet, media sosial yang

Setiap orang atau pemegang IUP Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral yang bukan dari

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karuniaNya, serta bantuan dari berbaga pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan

Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Salimian dan Hosainian yang menunjuk- kan bahwa perasaan optimis dan ke- terbukaan pikiran terhadap

Segala puji bagi Allah, karena hanya dengan rahmat dan hidayah-Nya maka penyusunan skripsi yang berjudul “HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN DAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN STATUS

Pengetahuan Alam. Arief Agoestanto, M.Si. Ketua Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, arahan,

WAHED HASIM AS'ARY SDN.. Tandes Lor