• Tidak ada hasil yang ditemukan

KULIT SEBAGAI RESEPTOR RASA SAKIT : TELAAH PENAFSIRAN SURAT AN-NISA' AYAT 56 DENGAN PENDEKATAN SAINS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KULIT SEBAGAI RESEPTOR RASA SAKIT : TELAAH PENAFSIRAN SURAT AN-NISA' AYAT 56 DENGAN PENDEKATAN SAINS."

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

KULIT SEBAGAI RESEPTOR RASA SAKIT

(Telaah Penafsiran Surat an

Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program

PRODI

FAKULTAS USHULUDDIN

KULIT SEBAGAI RESEPTOR RASA SAKIT

(Telaah Penafsiran Surat an-Nisa' Ayat 56 dengan Pendekatan

Sains)

“SKRIPSI” Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu Ilmu Alquran

dan Tafsir

Oleh:

M. ROYYAN NAFIS F.W E03213046

PRODI ILMU ALQURAN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

2017

KULIT SEBAGAI RESEPTOR RASA SAKIT

Nisa' Ayat 56 dengan Pendekatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya untuk memenuhi salah Sarjana Strata Satu Ilmu Alquran

(2)
(3)
(4)
(5)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika UIN Sunan Ampel Surabaya, yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : M. Royyan Nafis FW

NIM : E03213046

Fakultas/Jurusan : Ushuluddin dan Filsafat/ Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir E-mail address : m.royyannafis@gmail.com

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif atas karya ilmiah :

Skripsi Tesis Disertasi Lain-lain (………) yang berjudul :

KULIT SEBAGAI RESEPTOR RASA SAKIT

(Telaah Penafsiran Surat an-Nisa’ Ayat 56 Dengan Pendekatan Sains)

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya berhak menyimpan, mengalih-media/format-kan, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya, dan menampilkan/mempublikasikannya di Internet atau media lain secara fulltext untuk kepentingan

akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan atau penerbit yang bersangkutan.

Saya bersedia untuk menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan pihak Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah saya ini.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Surabaya, 17 Pebruari 2017

Penulis

( M. Royyan Nafis FW )

KEMENTERIAN AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

PERPUSTAKAAN

Jl. Jend. A. Yani 117 Surabaya 60237 Telp. 031-8431972 Fax.031-8413300 E-Mail: perpus@uinsby.ac.id

(6)

ABSTRAK

M. Royyan Nafis F.W. E03213046. Kulit Sebagai Reseptor Rasa Sakit (Telaah Penafsiran Surat An-Nisa' Ayat 56 Dengan Pendekatan Sains)

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan terus berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini berarti penafsiran Alquran yang bersifat stagnan harus terus dilanjutkan karena mengingat Alquran yang bersifat dinamis. Baru-baru ini ditemukan bahwasannya otak tidak berperan sebagai reseptor rasa sakit yang dirasakan oleh tubuh melainkan kulit. Secara mengejutkan, hal tersebut telah dijelaskan oleh Alquran jauh-jauh hari sebelum ditemukannya penemuan itu. Dalam Alquran surat an-Nisa' ayat 56 dijelaskan bahwa akan tiba masanya orang yang mendustakan agama Allah akan dimasukkan ke dalam neraka dan mendapat siksaan berupa pergantian kulit. ketika dibuktikan dengan adanya proses pembakaran yang sangat, ujung saraf sensorik akan rusak. Hal itu mengakibatkan kulit tidak lagi bisa menerima rangsangan. Oleh karena itu dalam neraka Allah mengganti kulit penduduk neraka dengan kulit yang baru yang dimaksudkan untuk memperbarui ujung saraf sensorik agar mereka merasakan siksaan neraka kembali. Tujuan penelitian ini yaitu ingin menyelaraskan dengan menghadirkan pembuktian sains sebagai alat dukung penafsiran.

Penelitian ini menggunakan model penelitian kualitatif yang mana dalam penyajiannya menggunakan teknik deskriptif-analisis. Penelitian ini didasari pada teori tafsir ilmiy. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik library research

yakni berupa buku tafsir, buku sains dan buku-buku yang memiliki korelasi dengan penelitian ini.

Hasil penelitian ini yaitu hasil penemuan sains telah ditulis di dalam Alquran. Pada dasarnya ketika kulit dibakar maka akan tiga fase perubahan pada kulit, yakni pertama memar, kemudian merasakan sakit yang berat, dan yang terakhir mati rasa sebab ujung saraf sensorik pada kulit terlah rusak.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xii

Bab I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Kegunaan Penelitian ... 9

F. Kerangka Teori ... 10

G. Tinjauan Pustaka ... 14

H. Metode Penelitian ... 15

I. Sistematika pembahasan ... 18

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANATOMI KULIT ... A. Pengertian Kulit ... 20

B. Struktur Kulit ... 22

(8)

2. Penghubung Dermis dan Epidermis ... 27

3. Dermis ... 27

4. Hipodermis ... 30

C. Saraf Kulit ... 32

D. Fungsi Kulit ... 34

Bab III PENAFSIRAN KULIT SEBAGAI RESEPTOR RASA SAKIT DALAM SURAT AN-NISA' AYAT 56 MENURUT PERSPEKTIF SAINS ... 35

A. Tinjauan Umum Surat An-Nisa ayat 56 ... 35

1. Ayat dan Terjemah surat an-Nisa' ayat 56... 35

2. Tafsir Mufradat ... 35

3. Munasabah Kata ... 36

B. Integrasi dan Pembuktian Teori Sains Terhadap Penafsiran Surat an-Nisa' Ayat 56 ... 37

Bab IV PENUTUP ... 63

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 64

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kajian Alquran sebagai sumber dari segala sumber ilmu telah dilakukan

semenjak zaman sahabat. Namun, secara embrioritas pada zaman Nabi pun telah

dilakukan bentuk suatu kajian Alquran secara mendalam. Hal itu dibuktikan

cukup banyak adanya hadis-hadis yang menjelaskan tentang makna suatu ayat.

Melirik pada zaman kontemporer ini, Alquran tidak hanya sebagai sumber ilmu

Islam saja yang mana pada zaman klasik pembahasan Alquran hanya dinisbatkan

kepada kajian agama seperti fikih, akidah, tasawuf dan disiplin ilmu agama lainya.

Semenjak begesernya era, Alquran mulai dihidupkan dengan kajian-kajian yang

bersifat sosialis, humanis dan saintis. Jika ditelusuri lebih dalam, yang dinamakan

dengan saintis tidak hanya bergelut dengan apa yang dinamakan biologi, fisika,

dan kimia. Hal tersebut hanya segelintir ilmu yang ada di dalam Alquran.

Dengan hadirnya Alquran sebagai sumber ilmu, manusia bisa menjadi

suatu makhluk yang terlepas dari ketidaktahuan akan berkembangnya suatu

zaman. Hal itu tergantung bagaimana manusia memposisikan Alquran sebagai

sumber ilmu. Cukup banyak manusia yang semena-mena mengartikan makna

Alquran tanpa tahu apa maksud ayat Alquran tersebut. Apakah ayat tersebut

relevan dengan masalah yang hadir. Atau hanya mengambil dalil dalam Alquran

sebagai legitimasi atas ideologi yang dianutnya. Hal itu yang sangat disayangkan

dimana Alquran dapat digunakan untuk menambah kecerdasan dan pengetahuan

(10)

2

bukan kecerdasan dan pengetahuan manusia yang bertambah akan tetapi

pertumpahan darah, korban, dan kematian yang terus bertambah. Hal ini sungguh

jauh dari apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW yang memposisikan

Alquran sebagai sumber ajaran ilmu yang tinggi dibandingkan dengan sumber

ilmu lainnya.

Alquran dan sains, memang di zaman kontemporer ini mulai nampak

perkembangannya. Mulai dari menelusuri surat per surat, ayat per ayat, bahkan

sampai kata per kata hanya untuk bertafakkur bagaimana Alquran yang telah ada

semenjak 1400 tahun yang lalu sudah memikirkan hal-hal yang berbau saintis

yang bahkan baru ditemukan pada abad 21 ini. Mayoritas sarjana muslim

berasumsi bahwasannya seluruh ilmu sains yang ada pada era kontemporer ini

sebenarnya telah ditulis dalam Alquran sejak dulu. Secara logika memang benar

dan hal tersebut didukung oleh ayat dalam Alquran yang berbunyi:

َ ِ َٰ

ُ ٰ َ ِ

ۡ ٱ

َ

َۛ ۡ َر

ِ ِ

ى ٗ ُ

َ ِ ُ

ۡ

ِّ

1

Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa2 (al-Baqarah: 2)

Esensinya memang Alquran tidak ada keraguan yang berarti Alquran

tersebut benar adanya, apapun yang tertulis didalam Alquran baik secara implisit

maupun eksplisit pasti akan terjadi. Kemudian dilanjutkan oleh kata hudan yang

berarti petunjuk. Selama hidup di dunia, manusia pasti membutuhkan petunjuk

walaupun itu dalam dunia sains. Seluruh eksperimen yang telah dilakukan oleh

1Alquran, 2:2

2Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggaraan

(11)

3

manusia pasti telah tertulis rapi dalam Alquran. Hanya saja mayoritas sarjana

muslim masih belum menemukannya.

Dalam Alquran banyak sekali disinggung mengenai manusia. Memang

demikian karena Alquran ada untuk manusia. Alquran hadir ditengah polemik

kerancuan yang diperbuat manusia. Dan pembahasan mengenai manusia pun

sangat beragam. Mulai dari masalah sosial manusia hingga hal terkecil dalam diri

manusia yakni anatomi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia anatomi berarti suatu ilmu yang

melukiskan letak dan hubungan bagian-bagian tubuh manusia, binatang, atau

tumbuh-tumbuhan.3 Dalam hal ini lebih difokuskan bagaimana Alquran berbicara

mengenai anatomi manusia. contohnya dalam Alquran dijelaskan mengenai

gumpalan darah. Dalam ilmu sains, organ yang paling banyak mengandung darah

dan bentuknya berupa gumpalan ialah jantung. Dan masih banyak lagi bagaimana

Alquran menjelaskan tentang anatomi manusia.

Anatomi yang dimaksudkan dalam sains begitu banyak jenisnya. Salah

satunya yakni anatomi kulit. Kulit yang dipandang oleh manusia awam ialah

sesuatu yang melapisi manusia yang letaknya berada di bagian paling luar. Tetapi

jika ditilik menggunakan kacamata sains, ternyata kulit tidak sederhana itu.

Banyak sekali lapisan-lapisan yang terdapat pada kulit manusia dan setiap lapisan

itu memiliki fungsi yang berbeda beda. Bahkan segala hal yang berkaitan dengan

sentuhan dan rangsangan sepenuhnya melalui kulitlah yang berperan. Sentuhan

panas, lembut dan sakit sekalipun hanya kulitlah yang bisa merasakannya. Bisa

(12)

4

dibayangkan jika manusia hidup tidak memiliki kulit. Manusia tersebut pasti tidak

akan bisa merasakan sakit, panas, lembut dan rasa lainnya yang seharusnya

dengan adanya kulit bisa merasakan hal tersebut.

Ketika Alquran memandang tentang fungsi kulit tersebut sebenarnya dapat

diteliti apakah bisa dibuktikan bahwasannya anatomi kulit, fungsi kulit memang

benar-benar telah dituliskan dalam Alquran secara implisit sejak 1400 tahun yang

lalu. Maka dari itu penelitian ini berjudul “Kulit Sebagai Reseptor Rasa Sakit

dalam surat an-Nisa’ ayat 56 (Kajian Sains Alquran)”. Hal ini dimaksudkan untuk

membuktikan bahwasannya Alquran berbicara mengenai sains dan memang benar

yang dikatakan oleh Alquran sejalan dengan ilmuan sains yang telah melakukan

berbagai eksperimen panjang.

Secara garis besar, yang dinamakan reseptor ialah alat penerima. Dalam

hal ini kulitlah yang berperan untuk menerima rasa sakit. Secara logika, sifat kulit

yang sangat sensitif terhadap sentuhan dan rangsangan memang masuk akal.

Tetapi di sisi lain sebelum era sekarang, banyak hipotesa-hipotesa yang

dikeluarkan oleh ilmuan mengatakan bahwasannya otaklah yang berpengaruh

terhadap rasa sakit tersebut. Mereka beranggapan bahwasannya rasa sakit

ditimbulkan di dalam syaraf dan bagian tubuh manusia yang mengandung

milyaran syaraf ialah otak. Sementara di bagian tubuh lain juga terdapat

(13)

5

Sakit ialah suatu perubahan rasa pada setiap individu yang menyebabkan

parameter kesehatan mereka berada di bawah kondisi normal.4 Ketika kulit dalam

kondisi normal tidak akan meninggalkan bekas apapun. Indikasi kulit jika terjadi

rasa sakit, maka akan ada parameter yang menunjukkan bahwasannya telah terjadi

kondisi tidak normal pada kulit. Misalkan, ketika kulit terkena api maka

kondisinya akan memar sementara, kemudian akan muncul benjolan pada kulit

tersebut.

Namun, pada penelitian sebelumnya, dikatakan bahwasannya rasa sakit

berasal otak. Otak (serebrum dan serebelum) adalah salah satu komponen dalam

sistem susunan saraf manusia.5 Pada abad 17 Rene Descartes dalam bukunya yang

berjudul “Treatise of Man” menjelaskan bahwasannya syaraf otak berfungsi

sebagai stimulus-respons yang berarti rasa ada karena adanya stimulus yang

memberikan suatu respon. Pada tahun 1906 konsep stimulus respon di jelaskan

kembali secara detai oleh Charles Sherrington. Sherrington berpendapat bahwa

adanya stimulus respon dikarenakan proses saraf dimulai dengan stimuli yang

mengaktifkan neuron sensoris, menghasilkan sinyal yang berpropagasi melalui

serangkaian hubungan dalam sumsum tulang belakang dan otak, mengaktifkan

neuron motorik dan maka menghasilkan respons seperti kontraksi otot.6

Jika dilihat menggunakan kacamata kontemporer, hal tersebut sungguh

tidak relevan. Baru-baru ini ditemukan bahwasannya bukan otak yang berperan

4Lorraine McCarty, Wilson, Pathophysiology: Clinical Concepts Of Disease Processes, Terj.

Brahm U, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Vol. 1, (Jakarta: EGC, 2005), 3

5Lorraine McCarty, Wilson, Pathophysiology: Clinical Concepts Of Disease Processes, Terj.

Brahm U, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Vol. 2, (Jakarta: EGC, 2005), 1024

6Charles Sherrington, The Integrative Action of the Nervous System, (London: Humphrey Milford,

(14)

6

terhadap rasa sakit melainkan kulit. Kulit sebagai reseptor rasa sakit yang

kemudian rasa sakit itu dapat dirasakan langsung oleh manusia. Hal tersebut

mengakibatkan degradasi hasil peneltian. Bagaimana bisa hal tersebut baru

ditemukan sedangkan Alquran sudah menuliskan hal tersebut pada 1400 silam.

Salah satu mukjizat Alquran yang berupa mukjizat ilmu pengetahuan. Pembuktian

ayat Alquran dengan sains sudah cukup banyak ditemukan. Seharusnya pengkaji

Alquran khususnya orientalisme yang berorientasi pada rasio semata sudah tidak

memiliki keraguan terhadap Alquran sebagai kitab Tuhan yang tetap terjaga

sepanjang zaman dan bisa berdialektika dengan zaman manapun.

Seorang peneliti dari Thailand, Prof. Tejatat Tegasen sebagai guru besar

dibidang anatomi membuat suatu percobaan. Dan hasilnya sungguh menakjubkan.

Tegasen mengatakan bahwa dia setuju dengan apa yang dikatakan oleh Alquran

dalam surat An-Nisa ayat 56. Memang yang menjadi reseptor rasa sakit bukan

otak, melainkan kulit karena kulit juga terdapat bebagai macam jenis syaraf yang

salah satunya berfungsi sebagai reseptor rasa sakit.7 Adapun bunyi surat an-Nisa

ayat 56 sebagai berikut:

نِإ

َ ِ ٱ

ْاوُ َ َ

ِب

َ ِ ٰ َ اَ฀ٔ฀

َفۡ َ

ۡ ِ ِ ۡ ُ

ٗر َ

َ ُ

ۡ َ ِ َ

ُ ُد ُ ُ

ۡ ُ ٰ َ ۡ َ

اًد ُ ُ

َ َ ۡ َ

ْا ُ وُ َ ِ

َۗباَ َ

ۡ ٱ

نِإ

َ ٱ

َن َ

اً ِ َ

ٗ ِ َ

8

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka

(15)

7

dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana9 (an-Nisa’: 56)

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwasannya kalimat yang menjelaskan

bahwa Allah SWT akan mengganti kulit orang-orang kafir yang telah dimasukkan

kedalam neraka yang hangus, digantikan oleh kulit lain supaya mereka merasakan

azab. Kulit lain disini bukan kulit bekas ataupun kulit yang sudah terbakar juga

melainkan dengan kulit yang baru. Esensi neraka adalah tempat untuk melakukan

penyiksaan. Ketika penyiksaan berlangsung, maka sakit dan pedih yang hanya

dapat dirasakan oleh orang-orang yang masuk kedalam neraka tersebut. Ayat ini

dapat dimaknai tujuan penggantian kulit ialah untuk merasakan siksaan yang baru.

Sebab dalam penelitian anatomi mengatakan bahwasannya kulit yang telah

terbakar tidak bisa merasakan rasa sakit karena ujung syaraf yang berperan

terhadap rasa sakit tersebut telah rusak. Hal ini berbeda dengan orang yang

memilik luka bakar yang tidak terlalu hangus karenanya dia hanya akan

mengalami sakit parah yang dikarenakan ujung syaraf yang berperan belum rusak

tetapi hanya agak terbuka.

Dalam penjelasan ayat di atas, kulit akan mengalami peradangan.

Peradangan ialah reaksi lokal pada vaskular dan unsur-unsur pendukung jaringan

terhadap cedera yang mengakibatkan pembentukan eskudat10 kaya-protein; atau

merupakan respons protektif sistem imun nonspesifik yang bekerja untuk

melokalisasi, menetralisi atau menghancurkan agen pencedera dalam persiapan

9Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan..., 127

10Eksudat adalah cairan patologis dan sel yang keluar dari kapiler dan masuk ke dalam jaringan

(16)

8

untuk proses penyembuhan.11 Ketika kulit nanti dibakar dalam neraka,

peradangan yang mungkin akan terjadi berupa rubor (kemerahan), kalor(panas),

dolor(nyeri), tumor(pembengkakan), dan fungsio laesa (hilangnya fungsi). Ketika

kulit sudah mengalami peradangan hingga sampai titik fungsio laesa maka kulit

tersebut akan diganti oleh Allah SWT dengan kulit yang baru hingga terus

menerus mengalami berbagai macam peradangan. Hal inilah yang menjadi

penekanan bahwasannya surat an-Nisa' ayat 56 dapat tersinkronisasi dengan teori

sains.

Dengan pemaparan di atas dapat dipahami kulit sebagai reseptor tersebut

tidak hanya berlaku didalam neraka saja, tetapi ketika di dunia sangat berlaku.

Katakanlah ketika tangan kita pukul, pasti merasakan sakit. Dan memang

esensinya Alquran berbicara mengenai sains. Hanya saja tinggal sarjana muslim

untuk membuktikannya. Karena Alquran sesuai dengan kodratnya sebagai sumber

ilmu yang tidak diragukan lagi keabsahannya dan sebagai petunjuk bagi

kehidupan manusia.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi

berbagai masalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud Alquran sains?

2. Bagaimana Alquran menjawab eksperimen sains?

3. Apa yang dimaksud dengan kulit?

(17)

9

4. Bagaimana kulit menerima rangsangan dan sentuhan?

5. Bagaimana cara kerja rasa sakit sakit?

6. Bagaimana sistem syaraf otak menerima rasa sakit?

7. Bagaimana penafsiran surat Al-Nisa’ ayat 56 ?

8. Bagaimana pembuktian Al-Nisa’ ayat 56 terhadap studi sains?

Banyak sekali masalah yang dapat ditemukan dari latar belakang di atas.

Oleh karena itu, agar pembahasan fokus pada satu titik maka pembahasan dibatasi

hanya mengenai penafsiran Alquran dan pembuktiannya terhadap kajian sains.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, Agar lebih fokus dan

pembahasannya tidak melebar, maka dirumuskanlah rumusan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana penafsiran surat an-Nisa ayat 56 tentang kulit sebagai reseptor

rasa sakit?

2. Bagaimana pembuktian surat an-Nisa ayat 56 jika ditinjau dari sudut pandang

sains?

D. Tujuan Penelitian

1. Menganalisa bagaimana Allah SWT menjelaskan dalam Alquran tentang kulit

sebagai reseptor rasa sakit

2. Membuktikan maksud surat an-Nisa’ ayat 56 yang menjelaskan kulit sebagai

(18)

10

E. Kegunaan Penelitian

Dalam sebuah penelitian, sudah seyogyanya penelitian tersebut dapat

berguna khusunya untuk kepentingan keilmuan tafsir dan sebagi langkah untuk

melanjutkan penelitian ini. Adapun kegunaan penelitian ini dapat berupa

kegunaan teoritis dan kegunaan praktis

1. Kegunaan Teoritis

Sumbangan wacana ilmiah kepada dunia pendidikan, khusunya

pendidikan Islam dalam rangka memperkaya khazanah keilmuan reseptor

rasa sakit dalam surat an-Nisa' ayat 56

2. Kegunaan Praktis

Motivasi dan sumbangan gagasan kepada penelitian selanjutnya yang

akan meneliti penelitian yang serupa berhubungan kulit sebagai resepor rasa

sakit dalam surat al-Nisa’ ayat 56.

F. Kerangka Teoritik

Secara bahasa kata ‘ilmy merupakan bentuk masdar dari kata – ﻢَﻠﻌﯾ – ﻢِﻠﻋ

ﺎًﻤﻠﻋ yang berarti mengetahui atau memahami (فﺮﻋ / كردأ / ىرد) (mengetahui/memahami)12. Kata ‘ilmy ini merupakan bentuk nisbah yang

mendapat tambahan ي diakhir kata sehingga menjadi ّﻲﻤﻠﻋ yang bermakna

berhubungan dengan suatu ilmu (ﻢﻠﻌﻟ ﺎﺑ وأ ﺎﻣ ﻢﻠﻌﺑ ﻖّﻠﻌﺘﻣ)13. Jadi, jika dirangkai dengan

kata tafsir menjadi ّﻲﻤﻠﻌﻟا ﺮﯿﺴﻔّﺘﻟا yang berarti tafsir ilmiah. Lebih kompleks

12Louis Ma’luf al-Yassu’i dan Bernand Toffel al-Yassu’i, al-Munji@d al-Wasit} fi ‘Arabiyyah

al-Mu’ashirah, (Beirut: Dar al-Masyriq, 2003), 526

(19)

11

mengenai terminologi tafsir ilmi, M. Husain Al-Dhahabi memaparkan tafsir ilmi

adalah:

ﱠﺘﻟا

ْﻔ

ِﺴ

ْﯿ

ُﺮ

ﱠﻟا

ِﺬ

ْي

َﯾ

ْﺤ

ُﻜ

ُﻢ

ِْﻹا

ْﺻ

ِﻄ

َﻼ

َﺣ

ِتﺎ

ْﻟا

ِﻌ ْﻠ

ِﻤ ﱠﯿ

ِﺔ

ِﻓ

ِﻋ

َﺒ

َرﺎ

ِتا

ْﻟا

ُﻘ

ْﺮ

َأ

ِن

َو َﯾ

ْﺠ

َﺘ ِﮭ

ُﺪ

ِﻓ

ِا

ْﺳ

ِﺘ

ْﺨ

َﺮ

ٍج

ُﻣ

ْﺨ

َﺘ َﻠ

ِﻒ

ْﻟا

ُﻌ ُﻠ

ْﻮ

ِم

َو

َْﻷا

َر

ِءا

ْﻟا

َﻔ ْﻠ

َﺴ

ِﻔ ﱠﯿ

ِﺔ

ِﻣ ْﻨ

َﮭﺎ

14

Tafsir yang menetapkan istilah-istilah ilmu pengetahuan dalam penuturan

al-Quran. Tafsir‘ilmy berusaha menggali dimensi ilmu yang dikandung al-Quran

dan berusaha mengungkap berbagai pendapat keilmuan yang bersifat falsafi.

Hampir sejalan dengan pemaparan al-Zahabi, al-Rumi memberikan

gambaran mengenai tafsir ilmi yakni suatu penafsiran ayat-ayat kauniyah

(kosmos) yang terdapat dalam Alquran dengan menggunakan informasi ilmu-ilmu

modern tanpa melakukan pembenaran dan penolakan.15 Dengan berdasarkan dua

terminologi diatas, maka dapat dikatakan bahwa tafsir ilmi merupakan suatu

ijtihad seorang mufassir dalam mengungkapkan hubungan ayat-ayat kauniyah

dalam Alquran dengan penemuan sains modern, yang bertujuan untuk

mendapatkan secara ril bentuk kemukjizatan Alquran.

Ulama mengaitkan tafsir ilmi bukan hanya terbatas pada ayat-ayat

kauniyah yang terdapat dalam Alquran saja, melainkan ada juga asebagian ulama

yang mengartikan tafsir ilmi sebagai sebuah penafsiran terhadap ayat-ayat

kauniyah yang sesuai dengan tuntutan dasar-dasar bahasa, ilmu pengetahuan dan

hasil penelitian alam.16 Dalam pengaplikasiannya, tafsir ilmi menghubungkan

14Husain Al-Dzahabi, Tafsir wa al-Mufassiru>n Juz 2, (Maktabah Wahbah: Al-Qahirah, 2000), 349 15M. Abduh Almanar, "Tafsir Ilmi: Sebuah Tafsir Pendekatan Sains", dalam Mimbar Ilmiah,

Tahun 17 No. 1, (Jakarta: Universitas Islam Jakarta, 2007), 29

16Sayyid Agil Husin al-Munawwar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, (Jakarta:

(20)

12

dengan ilmu pengetahuan. Adapaun dalam Alquran Allah memerintahkan kepada

hambanya untuk mencari dan menggali intisari dalam Alquran yang biasanya

mengenai pengetahuan tanda-tanda Allah pada alam semesta. Hal inilah yang

menjadi dorongan mufassir untuk menulis tafsirnya.

Dalam sejarah kemunculannya, sebenarnya secara embrioritas tafsir ilmi

telah hadir ketika zaman Nabi dan sahabat. Walaupun demikian, secara kompleks

hadirnya model tafsir ini ketika pada zaman dinasti abbasiyah dimana ilmu

pengetahuan dan teknologi berkembang pesat pada zaman itu. Ketika dipetakan

terdapat dua faktor yang melatar belakangi munculnya model tafsir ilmi. Yang

Pertama, Faktor internal yang terdapat dalam teks Alquran sendiri,dimana

sebagian ayat-ayatnya sangat menganjurkan manusia untuk selalu melakukan

penelitian dan pengamatan terhadap ayat-ayat kauniyah atau ayat-ayat kosmologi,

bahkan adapula ayat Alquran yang disinyalir memberikan isyarat untuk

membangun teori-teori ilmiah dan sains modern, karena seperti dikatakan

Muhammad Syahrur, wahyu Alquran tidak mungkin bertentangan dengan akal

dan realitas.17

Kedua, faktor eksternal yakni adanya perkembangan dunia ilmu

pengetahuan dan sains modren,dengan ditemukannya teori-teori ilmu

pengetahuan, para ilmuwan muslim (pendukung tafsir ilmi) berusaha untuk

melakukan kompromi antara Alquran dan sains serta mencari justifikasi teologis

17Muhammad Syahrur, Al-Kita>b Wa Al-Qur’a>n Qira>’ah Mu’assirah, (Damaskus: Ahali li al-Nashr

(21)

13

terhadap sebuah teori ilmiah. Mereka juga membuktikan kebenaran al-qur’an

secara ilmiah-empiris, tidak hanya secara teologis-normatif.18

Ketika model tafsir ilmi digunakan dalam bentuk penafsiran, didapatkan

bahwa ada prinsip yang harus dipenuhi dalam tafsir ilmi. Adapun

prinsip-prinsip yang dimaksudkan sebagai berikut:19

1. Ilmu Allah bersifat universal dan mutlak kebenarannya, sedangkan ilmu

manusia terbatas dan relatif kebenarannya

2. Terdapat ayat-ayat Alquran yang Qat}'i al-dala>lah (makna ayat pasti) sebagaimana ada realitas ilmu pengetahuan yang pasti juga. Sebaliknya

terdsapat ayat-ayat Alquran yang z}anni al-dala>lah (makna ayat dugaan) sebagaimana terdapat juga teori-teori ilmiah yang tidak pasti (dugaan)

3. Tidak mungkin terjadi pertentangan antara yang pasti dari Alquran dengan

yang pasti dari ilmu ekperimentasi. Jika ada gejala pertentangan maka dapat

dipastikan ada kesalahan dalam menentukan salah satunya.

4. Ketika Allah menampakkan tanda-tanda kekuasaannya di ufuk dan dalam diri

manusia yang membenarkan ayat-ayat Alquran, maka pemahamannya

menjadi jelas, kesesuaiannya menjadi sempurna, penafsirannya menjadi tetap

dan indikasi lafa-lafal Alquran itu menjadi terbatas dengan apa yang telah

ditemukan pada realitas alam dan inilah sisi kemukjizatannya.

5. Sesungguhnya ayat Alquran itu diturunkan dengan menggunakan lafal-lafal

yang mencakup segala konsep yang benar dalam berbagai topiknya yang

senantiasa muncul dalam setiap generasi

(22)

14

6. Jika terjadi pertentangan antara makna nash yang qat}'i al-dalalah teori ilmiah, maka teori ini harus ditolak karena wahyu berasal dari Allah yang ilmunya

mencakup segala sesuatu, jika terjadi kesesuaian antara keduanya, maka nash

merupakan pedoman atas kebenaran teori tersebut. Akan tetapi, jika nash itu

z}anni al-dala>lah sedangkan hakikat alam itu pasti, maka itu ditakwilkan. 7. Jika terjadi pertentangan antara realitas ilmiah yang pasti dan hadis yang

ketetapannya tidak pasti, maka hadis tersebut harus ditakwilkan agar sesuai

dengan realitas yang pasti. Jika terjadi kesesuaian, maka yang pasti

didahulukan.

G. Tinjauan Pustaka

Pembahasan mengenai anatomi kulit telah banyak dibahas oleh

ilmuan-ilmuan sains dengan berbagai sudut pandang. Tetapi ketika membahas

pembuktian Alquran yang dibuktikan dengan ilmu sains hanya ditemukan sedikit.

Hal ini menunjukkan masih banyak ruang untuk membahas masalah ini. Berikut

dipaparkan beberapa penelitian sebelumnya yang memiliki masalah serupa,

diantaranya yaitu:

1. On The Sensory Characteristic of the Skin, Tejatat Tegasen tahun 1999 dalam

World Supreme Council For Mosques Affairs Commiuion on Scientific Signs

of Qur'an And Sunnah, AlHaramain Islamic Foundation. Makalah ini menjadi

bahan pada konferensi kedokteran saudi ke-8 di riyadh. Dalam penelitiannya

mengatakan bahwasannya urat syaraf dalam kulit berperan dalam merasakan

kepekaan panas dan sakit. walaupun sempat dibenturkan dengan surat

(23)

15

memfokuskan dalam bidang sains saja dan tidak membahas lebih detail

mengenai pemaknaan lanjut surat an-Nisa ayat 56.

2. Studies On Pain: Quantitative Measurements of Two Pain Sensations of the

Skin, with Reference to the Nature of the "Hyperalgesia of Peripheral

Neuritis", Nolton Bigelow dkk tahun 1944 dalam penelitian dari Rumah Sakit

New York, dan Departemen Neurologi and Psikiater, Universitas Kedokteran

Cornell. Dalam penelitian ini hanya sebatas menjelaskan perbedaan pengaruh

rasa sakit yang akan dirasakan oleh kulit jika kulit tersebut ditusuk dan

dibakar. Tetapi dalam penelitian ini belum menjelaskan bahwasannya

terdapat sensor yang mengakibatkan rasa sakit. Hanya sebatas perhitungan

secara kuantitatif mengenai perbedaan rasa sakit jika kulit tersebut ditusuk

dan dibakar.

3. Pengaruh pemberian klonidine 75µg oral pre operatif terhadap tramadol

hidrochloride 2,5 mg/KgBB/IV untuk penatalaksanaan nyeri paska bedah,

Andri Faizal Lubis tahun 2011, pada Universitas Sumatera Utara. Dalam tesis

tersebut dijelaskan bahwasannya kulit memiliki ujung syaraf yang bernama

nosiseptor yang berfungsi sebagai reseptor nyeri. Tetapi fokus tesis ini ialah

pengaruh pemberian klonidine terhadap rasa nyeri. Dengan demikian dapat

diketahui tesis ini lebih cenderung pada eksperimen pengaruh klonidine.

Berdasarkan beberapa penelitian di atas, dapat ditegaskan bahwa skripsi

yang akan dibahas tidak ada kesamaan yang mendasar dengan penelitian di atas.

(24)

16

Tejatat Tegasen. Hanya saja dalam penelitian ini fokus pada kajian tafsir Alquran

dan sains.

H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dimana data

diperoleh dengan mencari buku rujukan sebagai sumber primer. Oleh karena

itu penelitian ini merupakan penelitian kajian pustaka (library research),

yaitu penelitian yang berusaha menghimpun data dari khazanah literatur dan

menjadikan dunia teks sebagai objek utama analisisnya. Penelitian ini

mencoba untuk mengupas tentang kulit sebagai reseptor rasa sakit dalam

surat al-Nisa’ ayat 56.

2. Sumber Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research).

Data diambil dari kepustakaan baik berupa buku, dokumen, maupun artikel20,

sehingga teknik pengumpulan datanya dilakukan melalui pengumpulan

sumber-sumber primer maupun sekunder. Seperti halnya Metode

dokumentasi yang mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa

catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger,

agenda dan sebagainya.21

20Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi dan Karya Ilmiah, (Jakarta:

Kencana, 2011), 141

21Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,

(25)

17

Data penelitian ini menggunakan data kualitatif yang dinyatakan

dalam bentuk kata atau kalimat dan berdasarkan pada dunia empiris.22 Ada

dua jenis data yaitu data primer dan sekunder. Data primer dalam penelitian

ini adalah

1. Tafsir Alquran al-'Adhi@m

2. Tafsir Al-Mara>ghy

3. Clinically Oriented Anatomy

4. Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine

Sedangkan sumber sekundernya adalah dan buku-buku anatomi,

biologi, fisiologi, dan buku-buku lain yang relevan dengan tema yang dikaji.

Kemudian dibutuhkan langkah-langkah yang sistematis sebagai

panduan dalam pembahasan. Adapun langkah yang akan peneliti lakukan

dalam pembahasan meliputi berikut ini:

a. Mengumpulkan tafsir-tafsir yang membahas tentang penafsiran surat

al-Nisa ayat 56.

b. Menganalisa secara analitis dan dikaitkan dengan ilmu sains dan medis

tentang kulit

c. Membaca dengan cermat dan teliti terhadap sumber data primer dan

sekunder yang berbicara dan mendukung tentang kulit sebagai reseptor

rasa sakit

22Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

(26)

18

3. Teknik Analisis Data

Untuk menganalisis data, penelitian ini menggunakan metode

deskriptif-analisis yang berarti dilakukan dengan cara menyajikan deskripsi

sebagaimana adanya, kemudian dianalisa lebih mendalam.23 Usaha pemberian

deskripsi atas fakta tidak sekedar diuraikan, tetapi lebih dari itu, yakni fakta

dipilih-pilih menurut klasifikasinya, diberi intepretasi, dan refleksi.24

Pendekatan bisa diartikan sebagai cara atau metode analisis yang

didasarkan pada teori tertentu. Karena objek kajian penelitian ini adalah

Alquran surat al-Nisa’ ayat 56 maka pendekatan yang relevan adalah

pendekatan tafsir tahlili atau analitis dengan bertolak dari analisis bahasa

(linguistic) dan analisis konsep. Tafsir analitis terbagi dua: Pertama, bi

al-matsur atau riwayat, dengan cara mengemukakan berbagai riwayat dan

pendapat para ulama. Selain itu juga menggunakan ayat-ayat lain yang

berkaitan denga ayat tersebut. Namun sangat jelas terasa riwayat

mendominasi penafsiran sehingga dari uraian yang demikia panjang pendapat

mufassir haya ditemukan beberapa baris saja. Jadi dalam tafsir riwayat ini

tetap ada analisi tapi sebatas adanya riwayat. Karena dalam tafisr riwayat,

riwayat itulah yang menjadi subjek penafsiran.25 Kedua, bi al ra’yi atau

pemikiran, dengan cara memberikan interpretasi terhadap ayat-ayat Alquran

dengan pemikiran subjektifitas mufasir. Jadi para mufasir relatif memperoleh

kebebasan, sehingga mereka agak lebih otonom berkreasi dalam memberikan

23John W. Creswell, Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed, terj. Achmad

Fawaid, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 274

24Ibid

(27)

19

interpretasi selama masih dalam batas-batas yang diizinkan oleh syara’ dan

kaidah-kaidah yang mu’tabar. Itulah salah satu sebab yang membuat tafsir

dalam bentuk al-ra’yi dengan metode analitis dapat melahirkan corak

penafsiran yang beragam sekali.26 Peneliti lebih cenderung untuk

menggunakan cara kedua. yaitu berusaha menafsirkan ayat dengan

menggunakan ra’yi. Dengan demikian peneliti bisa secara otonom dalam

menafsirkan ayat asalkan masih dalam kaidah-kaidah yang telah ditetapkan.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah pembahasan, skripsi ini dibagi menjadi empat bab

sebagai berikut:

Bab I akan menjelaskan Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang, Identifikasi

Masalah dan Pembatasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan

Penelitian, Landasan Teori, Kajian Pustaka, Metode Penelitian, Sistematika

Pembahasan, dan Outline.

Bab II akan menjelaskan tentang tinjauan umum tentang anatomi kulit yang

meliputi tentang pengertian kulit, struktur kulit mulai dari Epidermis, Dermis dan

Hypodermis, serta fungsi kulit.

Bab III akan menjelaskan tentang kulit sebagai reseptor rasa sakit dalam surat

an-Nisa’ ayat 56 yang meliputi tinjauan umum surat an-Nisa' ayat 56 serta integrasi

dan pembuktian teori sains terhadap penafsiran surat an-Nisa' ayat 56.

Bab IV akan menjelaskan penutup, yang meliputi kesimpulan dan saran.

(28)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG ANATOMI KULIT

A. Pengertian Kulit

Manusia memiliki lapisan terluar yang menyelimuti seluruh tubuhnya.

Secara kasat mata, lapisan tersebut terkesan hanya berfungsi sebagai penahan

benturan agat tidak terjadi peradangan pada organ dalam. Secara logika empiris,

bisa dikatakan lapisan tersebut hanya melindungi tulang dan daging serta rumah

untuk aliran darah. Lapisan tersebut biasa dikenal dengan sebutan kulit. Kulit

adalah lapisan atau jaringan yang menyelimuti seluruh tubuh dan melindungi

tubuh dari bahaya yang datang dari luar.1 Kulit atau sistem integumen2 merupakan

organ tubuh manusia yang paling besar karena fungsinya sebagai pembungkus

seluruh tubuh manusia. Rata-rata kulit yang membungkus manusia memiliki luas

sebesar 1,67 m2.3 Rambut, kuku, kelenjar juga merupakan bagian dari kulit.4

Dalam ruang lingkup sains, kulit tidak hanya terdapat pada luar saja yang dapat

dilihat oleh mata, tetapi jaringan-jaringan yang lebih kompleks dalam

pembentukan kulit terdapat pada kulit bagian dalam yang harus dilihat secara

mikroskopis.

1Syaifudin, Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan, (Jakarta: Salemba Medika,

2009), 393

2Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan, melindungi, dan

menginformasikan hewan terhadap lingkungan sekitarnya. Sistem ini seringkali merupakan bagian sistem organ yang terbesar yang mencakup kulit, rambut, bulu, sisik, kuku, kelenjar keringat dan produknya (keringat atau lendir)

3Michael F. Rizen, dkk, Menjadi Remaja Sehat: Panduan Remaja Dan Orangtua Untuk Kesehatan

Usia Puber, terj. Rani Sundari Ekawati, (Bandung: Mizan, 2012), 25

4Tejatat Tegasen, "Anathomy and Physiology", dalam Lampang Health Development Project

(29)

21

Jika dilihat dari ruang lingkupnya, kulit dibagi menjadi dua bagian yakni

secara makroskopis dan mikrokopis. Secara makroskopis bisa dikatakan bahwa

kulit memiliki ketebalan yang bervariasi. Bagian kulit tertipis terletak pada sekitar

mata dalam artian bagian tersebut sangatlah sensitif. Sedangkan bagian kulit

paling tebal terletak pada telapak kaki dan telapak tangan yang memiliki

garis-garis tertentu. Gunanya untuk mengidentifikasi seseorang secara psikologi. Kulit

tebal ini sangat tahan terhadap rangsangan yang bersifat radang.5

Jaringan-jaringan yang membentuk kulit terdiri dari dua macam yakni

jaringan epitel yang membentuk kulit luar (epidermis) dan jaringan penunjang

yang membentuk kulit bagian dalam (dermis)6. Dalam teorinya, kulit bagian

dalam yang bekerja untuk memberikan kepekaan terhadap suatu rangsangan. Pada

kulit bagian dalam, jika diteliti secara mikroskopis akan ditemukan berbagai

serabut-serabut syaraf yang berguna sebagai reseptor. Reseptor tersebut berada

pada lapisan kedua dari kulit yang mengandung pembuluh darah dan ujung-ujung

syaraf.7 Reseptor ini juga sebagai indikator untuk memperoleh kesan umum

dengan melihat perubahan pada kulit bagian luar.8 Secara fungsional, kulit bagian

dalam merangsang apa yang diterima oleh kulit bagian luar kemudian ditampilkan

kembali secara fisik sehingga dapat dilihat oleh mata. Ini menunjukkan bahwa

5Syaifuddin, Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan, (Jakarta: Salemba Medika,

2009), 393

6Jaringan epitel adalah jaringan yang melapisi permukan tubuh, baik permukaan dalam maupun

luar. Jaringan penunjang adalah sekumpulan sel khusus yang serupa bentuknya, besarnya dan pekerjaannya yang berfungsi menunjang dan menyokong berbagai susunan tubuh yang ada di sekitarnya, baca: Syaifudin, Anatomi Tubuh..., 393

(30)

22

kulit bagian dalam memiliki struktur dan fungsi yang lebih kompleks

dibandingkan kulit bagian luar.

Ketika berbicara mengenai kesehatan medis. Secara mengejutkan,

kesehatan seseorang dapat diidentifikasi awal dengan melihat perubahan pada

kulitnya. Hal ini dikarenakan bahwa kulit merupakan organ inti manusia yang

mudah diakses keberadaannya dan merupakan salah satu indikator terbaik dalam

menentukan kesehatan seseorang secara umum.9

B. Struktur Kulit

1. Epidermis (Kulit Ari)

Lapisan paling luar terdiri atas lapisan epitel gepeng.10 Unsur utamanya

adalah sel-sel keratinosit11 dan sel melanosit12. Lapisan epidermis akan

tumbuh terus menerus. Hal tersebut dikarenakan lapisan sel induk yang

berada di lapisan bawah terus-menerus bermitosis, sekadangkan lapisan

terluar dari epidermis akan terkelupas dan gugur.13 Siklus pengelupasan yang

terjadi dikarenakan lapisan induk yang terus bermitosis terjadi selama 6-8

minggu.14 Epidermis (kulit ari) terdiri dari beberapa lapis sel. Sel-sel ini

9Keith L. Moore, dkk, Clinically Oriented Anatomy Seventh Edition, (Philadelphia: Wolters

Kluwer, 2014), 40

10Epitel gepeng adalah epitel yang berbentuk seperti sisik ikan dan apabila dilihat dari permukaan

epitel, sel-selnya tampak berbentuk poligonal

11Keratinosit adalah sel ektodermal yang berasal dari 80% dari sel-sel epidermis. Didalam

keratinosit berisi sitoplasma keratin. Kegunaan lain dari keratinosit tergantung letaknya pada epidermis. Baca: Irwin M. Freedberg, dkk, Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine Sixth Edition, Vol. 1, (New York: McGraw-Hill Professional, 2003), 90

12Melanosit adalah sel-sel epidermis yang berasal dari krista neuralis embriologik. Melanosit

menghasilkan melanin dan terletak sendirian dalam lapisan basal, tampak sebagai sel jernih besar. Baca: Roem Soedoko, Ringkasan Patologi Anatomi, (Jakarta: EGC, 1995), 798

13Syaifuddin, Anatomi Tubuh..., 394

(31)

23

berbeda tingkat pembelahan sel secara mitosis. Lapisan permukaan dianggap

sebagai akhir keaktifan sel, lapisan tersebut terdiri atas lima lapis yakni:15

a. Stratum Korneum: lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel tanduk,

gepeng, kering, dan tidak berinti. Sitoplasmanya diisi dengan serat

keratin, makin ke luar letak sel makin gepeng seperti sisik lalu terkelupas

dari tubuh. Sel yang terkelupas akan digantikan oleh sel lain. Zat tanduk

merupakan keratin lunak yang susunan kimianya berada dalam sel-sel

keratin keras. Lapisan tanduk hampir tidak mengandung air karena

adanya penguapan air, elastisnya kecil, dan sangat efektif untuk

pencegahan penguapan air dari lapisan yang lebih dalam.

b. Stratum lusidium: lapisan ini terdiri atas beberapa lapis sel yang sangat

gepeng dan bening. Membran yang membatasi sel-sel tersebut sulit

terlihat sehingga lapisannya secara keseluruhan seperti kesatuan yang

bening. Lapisan ini ditemukan pada daerah tubuh yang berkulit tebal

seperti telapak kaki dan telapak tangan.

c. Stratum granulosum: lapisan ini terdiri atas 2-3 lapis sel poligonal yang

agak gepeng dengan inti di tengah dan sitoplasma berisi butiran (granula)

keratohialin atau gabungan keratin dengan hialin. Lapisan ini

menghalangi masuknya benda asing, kuman, dan bahan kimia masuk ke

dalam tubuh.

d. Stratum spinosum: lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel berbentuk

kubus dan poligonal, inti terdapat di tengan dan sitoplasmanya berisi

(32)

24

berkas serat yang terpaut pada desmosom (jembatan sel). Desmosom

merupakan sel induk epidermis yang banyak terdpat pada membran sel.

Sel ini aktif bermitosis sampai orang meninggal. Seluruh sel terikat rapat

lewat serat-serat tersebut sehingga secara keseluruhan lapisan sel-selnya

berduri. Lapisan ini untuk menahan gesekan dan tekanan dari luar, tebal

dan terdapat di daerah tubuh yang banyak bersentuhan atau menahan

beban dan tekanan seperti tumit dan pangkal telapak kaki.

e. Startum malpigi: unsur-unsur lapis taju yang mempunyai susunan kimia

yang khas. Inti bagian basal lapis taju mengandung kolestrol dan

asam-asam amino. Stratum malpigi merupakan lapisan terdalam dari epidermis

yang berbatasan dengan dermis dibawahnya dan terdiri atas selapis sel

berbentuk kubus. Diantara sel epidemis terdapat melanosit.

Seperti dipaparkan di awal bahwa jaringan epidermis terdiri dari 80%

sel-sel keratin yang memiliki lima lapisan diatas. Dibawah ini akan

dipaparkan 20% sel pembentuk epidermis yang didalamnya tidak

mengandung sel keratin.

a. Melanosit

Melanosit adalah sel-sel epidermis yang berasal dari krista neuralis

embriologik. Melanosit menghasilkan melanin dan terletak sendirian di dalam

lapisan basal, tampak sebagai sel jernih besar. Reaksi dopa yang positif pada

(33)

25

mengidentifikasi melanosit. Melanosit memiliki tonjolan dendrit yang

bercabang di dalam epidermis dan memindahkan melanin ke keratinosit.16

Melanosit dapat dikenali pada mikroskop elektron dengan adanya

melanosom, yang merupakan struktur elips terikat membran yang berisi

lamela internal konsentrik. Pewarnaan yang positif untuk protein S100 antigen

melanosom (HMB45) berguna sebagai penanda imunohistok untuk melanosit.

Jumlah melanosit di dalam kulit relatif tetap. Pigmentasi kulit bergantung

pada kecepatan sintesis melanin, yang diatur oleh faktor rasial (lebih besar

pada ras berkulit gelap), radiasi ultraviolet yang meningkatkan sintesis

melanin, dan hormon (hormon perangsang melanosit dan adrenokortikon

meningkatkan pigmentasi melanin).

Ada hubungan yang penting dan memiliki interaksi fungsional antara

keratinosit dan melanosit yang bergantung selama proses diferensiasi. Sekitar

35-36 basal dan supra basal keratinosit diperkirakan berdampingan secara

fungsional dengan masing-masing melanosit pada epidermal melanin. Dalam

hal ini, jumlah pengiriman pigmen melanosit untuk keratinosit berkaitan.

Akibatnya, pigmen didistribusikan ke seluruh lapisan basal pada tingkat yang

lebih rendah. Lapisan yang lebih dangkal yang berfungsi untuk melindungi

kulit dengan menyerap dan menyebarkan radiasi yang berpotensi

membahayakan.

Distribusi melanosom dalam keratinost bervariasi tergantung dengan

rasnya. Melanosom dalam keratinosit terdegradasi oleh enzim lisosom sebagai

(34)

26

sel pembeda dan naik ke atas. Beberapa melanosom mungkin masih diakui

dalam stratum korneum, tetapi biasanya sudah tidak lagi tertutup oleh

membran.17

b. Sel-sel Langerhans: Non Keratinosit yang terletak pada Suprabasal Lapisan

Epidermis

Sel-sel Langerhans adalah sel-sel dendrit jernih yang terletak diantara

sel-sel startum spinosum. Sel-sel ini dianggap sebagai sel yang memproses

antigen. Pada penelitian imunohistokimia, sel ini positif S100 protein. Pada

mikroskop elektron, sel-sel ini kekurangan melanosom, tetapi mengandung

organel khas yang disebut granula birbeck.18

Sel-sel langerhans adalah sel utama dalam epidermis yang bertanggung

jawab untuk pengenalan, penyerapan, pengolahan dan penyajian antigen larut

yang peka terhadap limfosit T.19 Sel langerhans terlibat dalam mekanisme

patologis yang mendasari dermatitis kontak alergi, kulit leishmaniasis, dan

infeksi virus human immunodeficiency. Jumlah sel langerhans akan berkurang

dalam epidermis ketika seseorang mengidap penyakit tertentu seperti

psoriasis, sarkoidosis, dan dermatitis kontak. Sel langerhans juga berkurang

ketika ada gangguan fungsional oleh radiasi ultraviolet. Setelah terkena radiasi

ultraviolet, kemampuan sel langerhans akan menurun untuk menyajikan

17Irwin M. Freedberg, dkk, Fitzpatrick's Dermatology...,97 18Roem Soedoko, Ringkasan Patologi....,798

19Limfosit T adalah kelompok sel darah putih yang memainkan peran utama pada kekebalan

(35)

27

antigen. Sehingga hal tersebut akan berdampak pada sistem pengawasan

kekebalan manusia.20

c. Sel-sel Merkel

Sel-sel merkel adalah sel-sel neuron-endokrin yang terdapat di dalam

lapisan basal epidermis. Sel-sel ini tidak dapat dikenali dengan potongan

histologik rutin, tetapi dapat diidentifikasi pada mikrograf elektron dengan

adanya granul neurosekretorik sitoplasmik.21

2. Penghubung Dermis dan Epidermis

Penghubung dermis-epidermis adalah zona membran dasar yang

membentuk antarmuka antara epidermis dan dermis. Fungsi utamanya adalah

untuk mempertemukan epidermis dan dermis antara satu sama lain serta

untuk memberikan perlawanan terhadap gaya geser dari luar. Penghubung ini

juga berfungsi sebagai epidermis, menentukan polaritas pertumbuhan,

mengarahkan organ sitoskeleton di sel basal, dan menyediakan sinyal

perkembangan. Struktur dari dermis-epidermis ini hampir seluruhnya terbuat

dari keratinosit basal dengan sedikit campuran dari fibroblas dermis.22

3. Dermis (Kulit Jangat)

Batas dermis sangat suli ditentukan karena menyatu dengan lapisan

subkutis (hipodermis), ketebalannya antara 0,5-3 mm, beberapa kali lebih

tebal dari epidermis, dan dibentuk dari komponen jaringan pengikat. Derivat

dermis terdiri atas bulu, kelanjar minyak, kelenjar lendir, dam kelenjar

keringat yang membenam jauh ke dalam dermis. Dermis bersifat ulet dan

20Irwin M. Freedberg, dkk, Fitzpatrick's Dermatology...98. 21Roem Soedoko, Ringkasan Patologi....,798

(36)

28

elastis yang berguna untuk melindungi bagian yang lebih dalam. Pada

perbatasan antara epidermis dan dermis terdapat tonjolan-tonjolan kulit ke

dalam epidermis yang disebut papil kulit jangat.23 Kulit jangat terdiri atas

serat-serat kolagen, serabut-serabut elastis, dan serabut-serabut retikulin.

Serat-serat ini bersama pembuluh darah dan pembuluh getah bening

membentuk anyaman-anyaman yang memberikan pendarahan untuk kulit.

Lapisan kulit dalam (dermis) mengandung jaringan ikat, kelenjar

sebasea dan beberapa folikel rambut. Jaringan tersebut menyatu di bawahnya

dengan jaringan subkutan yang mengandung lemak, kelenjar keringat dan sisa

folikel rambut.24 Di dalam dermis juga terdapat pembuluh darah. Pembuluh

darah ini fungsinya tidak hanya menyehatkan sel-sel di kulit, tetapi juga

membantu mengontrol suhu pada tubuh dan memberikan variasi pada warna

kulit. Kulit yang berwarna merah bisa jadi disebabkan oleh demam, sinar

matahari, atau peradangan. Kulit yang berwarna biru mungkin disebabkan

oleh peningkatan jumlah atas berkurangnya hemoglobin sekunder terhadap

hiposika. Kulit yang berwarna kuning bisa saja disebabkan oleh

meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Warna kulit yang pucat

disebabkan oleh menurunnya aliran darah atau menurunya jumlah

oksihemoglobin (hemoglobin yang mengandung oksigen).25

Setidaknya letak saraf-saraf yang berfungsi sebagai sensorik terletak

pada dermis. Dalam dermis terdapat ujung saraf bebas yang sebagian besar

23Papil kulit jangat adalah tonjolan-tonjolan kulit kedalam epidermis yang terletak di perbatasan

epidermis dan demirmis

(37)

29

berfungsi sebagai sensor. Saraf ini memberikan variasi sensasi yang berbeda

yang mana dalam kulit mampu merasakan sensani sentuhan, panas, dingin,

dan sakit. Saraf ini juga menyadarkan individu agar berkontraksi dengan

lingkungan sekitar. Tetapi ujung saraf ini dapat diberhentikan sementara

fungsinya dengan menggunakan obat analgesik yakni sejenis obat bius yang

biasa digunakan dalam pembedahan agar pasien tidak merasakan sakit.26

Dalam dermis, setidaknya ada dua lapisan yakni sebagai berikut:27

a. Lapisan papilia

Lapisan ini mengandung lekuk-lekuk papilia sehingga stratum

malpigi juga ikut melekuk. Lapisan ini mengandung lapisan pengikat

longgar yang membentuk lapisan bunga karang yang diebut lapisan

startum spongeosum.

Lapisan papila terdiri atas serat kolagen halus, elastin dan retikulin

yang tersusun membentuk jaring halus yang terdapat dibawah epidermis.

Lapisan ini memegang peranan penting dalam peremajaan dan

penggandaan unsur-unsur kulit. Serat retulin dermis membentuk alas dari

serabut yang masuk ke dalam membran basal di bawah epidermis.

b. Lapisan Retikulosa

Lapisan retikulosa mengandung jaringan pengikat rapat dan serat

kolagen. Sebagian besar lapisan ini tersusun bergelombang, mangandung

sedikit serat retikulin, dan banyak serat elastin. Sesuai dengan arah jalan

serat-serat tersebut terbentuklah garis ketegangan kulit.

(38)

30

Bahan dasar dermis merupakan bahan matrik amorf yang

membenam pada serat kolagen dan elastin. Turunan kulit

glikosaminoglikans utama kulit adalah asam hialuronat dan dermatan

sulfat dengan perbandingan yang beragam di berbagai tempat, bahan

dasar ini bersifat sangat hidro filik. Lapisan ini terdiri atas anyaman

jaringan ikat yang lebih tebal dan didalamnya ditemukan sel-sel fibrosa,

sel histiosit, pembuluh darah, pembuluh getah bening, saraf, kandung

rambut kelenjar sebasea, kelenjar keringat, sel lemak, dan otot penegak

rambut

Didalan dermis juga terdapat unsur-unsur utama pembentuk dermis

yakni fibroblast dan makrofag, juga terdapat sel lemak yang berkelompok.

Selain juga sel jaringan ikat bercabang dan berpigmen pada lingkungan

epidermis yang banyak mengandung pigmen. Selain itu dalam dermis juga

ditemukan serat otot polos yang tersusun membentuk berkas dihubungkan

dengan folikel rambut. Serat ini bertebaran di seluruh dermis dalam jumlah

yang cukup banyak pada kulit. Kontraksinya menyebabkan kulit daerah yang

bersangkutan mengerut. Di dalam kulit kulit muka dan leher sejumlah serat

otot rangka berakhir pada jalinan serat elastin halus pada dermis.28

4. Hipodermis

Hipodermis adalah lapisan bawah kulit (fasia superfisialis) yang terdiri

atas jaringan pengikat longgar, komponen serat longgar, elastis dan sel lemak.

Sel-sel lemak membentuk jaringan lemak pada lapisan adiposa yang terdapat

(39)

31

pada susunan lapisan subkutan untuk menentukan mobilitas kulit diatasnya.

Bila terdapat lobulus lemak yang merata, hipodermis membentuk bantal

lemak yang disebut pannikulus adiposus. Pada daerah perut, lapisan ini dapat

mencapai ketebalan tiga cm, sedangkan pada kelopak mata, penis dan

skrotum lapisan subkutan tidak mengandung lemak. Bagian superfisial

hipodermis mengandung kelenjar keringat dan folikel rambut. Dalam lapisan

hipodermis terdapat anyaman pembuluh arteri, pembuluh vena, dan anyaman

saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit dibawah dermis. Lapisan

ini mempunyai ketebalan bervariasi dan mengikat kulit secara longga

terhadap jaringan di bawahnya. Batas khusus yang tampak kasar di sepanjang

permukaannya, ditempat saluran keluar dengan epidermis saluran kehilangan

dinding dan menjadi saluran khusus melewati epitel.

Secara fungsional kelenjar ini berperan dalam pengaturan suhu tubuh

dengan membuat lapisan lembab di permukaan untuk pendinginan dengan

penguapan. Kelenjar ini juga peka terhadap stres kejiwaan terutama kelenjar

yang terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki. Kelenjar keringat besar

yang terdapat pada ketiak, areola mamae, labium mayus, dan sekitar anus

menghasilkan sekret lebih kental daripada kelenjar keringat kecil.

Saluran keluar dari kelenjar ini bermuara dalm folikel rambut. Kelenjar

keringat besar ini kurang bergelung, lumen sekresinya lebih besar, dan

membentuk lapisan yang lebih sempurna di antara membran sel dan sel epitel,

(40)

32

serumen yang terdapat pada liang telinga luar dan kelenjar pada tepi kelopak

mata termasuk dalam golongan kelenjar keringat besar.

C. Saraf Kulit

Kulit dan kelengkapannya menerima rangsangan dari lingkungannya

karena dilengkapi banyak saraf sensorik. Di dalam jaringan subkutan terdapat

berkas besar serat saraf yang cabang-cabangnya menuju beberapa pleksus di

dalam daerah retikular papilar dan subepitel. Didalam semua lapisan kulit dan

hipodermis terdapat banyak badan akhir sel saraf. Folikel rambut dipersarafi

secara terpisah dari ujung-ujung bebas saraf sensoris tidak bermielin yang terdapat

di dalam atau dekat epidermis, selain serat saraf sensorik terdapat saraf eferen

simpatis yang mempersarafi pembuluh darah, otot penegak rambut, dan sel-sel

sekretorik kelenjar keringat.29

Jaringan saraf kulit mengandung sensor somatik dan serat simpatik

otonom. Sensor fiber (ujung saraf bebas) atau dalam hubungannya dengan

struktur yang spesial (reseptor korpuskula) memiliki fungsi pada setiap titik di

tubuh sebagai reseptor sentuhan, rasa sakit, suhu, gatal, dan rangsangan mekanik.

Ketebalan dan jenis dari reseptor tersebut pada umumnya berbeda-beda sehingga

perhitungan untuk variasinya berbeda-beda dalam tubuh tergantung pada

lokasinya. Reseptor tersebut sangat tebal pada bagian-bagian tertentu seperti pada

areola dan labia.30

29Syaifuddin, Anatomi Tubuh..., 401

(41)

33

Saraf sensor secara umum menyediakan beruas-ruas kulit, namun ada

beberapa batas yang tidak tepat dan menyebabkan persarafan tumpang tindih pada

bagian tertentu. Persarafan otonom tidak mengikuti pola yang sama secara persis

karena serat postganglionik didistribusikan pada kulit berasal dari rantai ganglia

simpatik dimana serat preganglionik berbeda dari beberapa saraf spinal sinaps.31

Ujung saraf bebas merupakan saraf yang paling lebar dan merupakan

reseptor sensorik yang paling penting bagi tubuh. Ujung saraf bebas secara umum

dapat ditemukan di dermis papilia yang letaknya tepat dibawah epidermis, pada

serat lamina basal yang bergabung dengan lamina densa dari zona dasar

membran.32

Reseptor kospuskular ini memiliki kapsul dan di dalam intinya

mengandung saraf-saraf dan komponen non saraf. Kapsul ini merupakan

kelanjutan dari perineurium, dan intinya terdapat serat yang dibungkus oleh sel

schwann. Ukuran reseptor ini tergantung pada posisinya pada kulit. Semakin

dalam letaknya pada kulit maka ukurannya semakin besar. Untuk jenis dan pada

usia tertentu, reseptor ini akan terus berubah sepanjang hidup individu tersebut.33

Secara mekanik, dengan adanya saraf pada kulit yang berfungsi sebagai

reseptor manusia bisa merasakan sensasi suhu. Manusia bisa membedakan suhu

mulai dari yang sangat ekstrim (sekitar -10o C) hingga yang cukup panas (sekitar

60o C). Pada manusia kesensitifan termal berbeda antar masing-masing individu

sesuai dengan rentang temperatur yang berbeda yang hal ini disajikan dalam

31Irwin M. Freedberg, dkk, Fitzpatrick's Dermatology...,106 32Ibid.

(42)

34

neuron sensorik pada kulit.34 Bagian inilah yang sangat penting dalam tubuh

manusia untuk sebagai reseptor atas keadaan lingkungan yang kemudian di

terjemahkan sebagi suatu perasaan oleh kulit.

D. Fungsi Kulit

Dalam fisiknya yang membungkus seluruh tubuh, secara detail kulit

berfungsi sebagai:35

1. Melindungi kulit dari efek luar seperti lecet, kehilangan cairan, zat-zat

berbahaya, radiasi ultraviolet, dan serangan mikroorganisme

2. Mencegah dehidrasi ketika terkena luka bakar

3. Mengatur kalor melalui penguapan keringat atau melalui pelebaran dan

penyempitan pembuluh darah

4. Merasakan sensasi rasa (misal nyeri) dengan saraf dangkal dan ujung saraf

sensoris

5. Penyimpanan vitamin D

6. Meminimalisir cedera organ dalam

7. Mencegah penguapan cairan tubuh yang berlebihan

8. Memfilter masuknya sinar matahari yang berlebih

34Ellen A. Lumpkin dan Michael J. Caterina, "Mechanisms of sensory transduction in the skin",

Journal Nature, Vol. 445 (February, 2007), 858

(43)

BAB III

PENAFSIRAN KULIT SEBAGAI RESEPTOR RASA SAKIT

DALAM SURAT AN-NISA’ AYAT 56 MENURUT

PERSPEKTIF SAINS

A. Tinjauan Umum Surat an-Nisa' Ayat 56

1. Ayat dan Terjemah

نِإ

َ ِ ٱ

ْاوُ َ َ

ۡ ُ ٰ َ ۡ َ ُ ُد ُ ُ ۡ َ ِ َ َ ُ ٗر َ ۡ ِ ِ ۡ ُ

َفۡ َ َ ِ َٰ

ْا ُ وُ َ ِ َ َ ۡ َ اًد ُ ُ

َۗباَ َ

ۡ ٱ

نِإ

َ ٱ

ٗ ِ َ اً ِ َ َن

َ

1

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa

lagi Maha Bijaksana2

2. Tafsir Mufradat

Nus}lihim: memanggang mereka dengan api. Dikatakan "syatun mashliyyah",

yakni kambing panggang.

Nad}ijat: terbakar, masak dan hangus.

Julu>dan: kulit, lapisan yang menyelimuti tubuh manusia

Liyadhu>qu> al-'adha>ba: agar mereka terus-menerus merasakannya, tanpa

terputus-putus; seperti anda berkata kepada orang yang kuat, A'azzaka 'l-lahu,

yakni semoga Allah memberi anda kekuatan yang kekal dan menambahkan.

Al-'Azi@z: yang perkasa dan berkuasa atas urusannya.

1Alquran, 4:56

2Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggaraan

(44)

36

Al-Haki@m: yang mengatur segala sesuatu sesuai dengan kebijaksanaan dan

kebenaran.

3. Munasabah Kata

Jika dianalisa ayat ini dengan menggunakan logika bahasa, maka akan

ditemukan keterkaitan atau korelasi antar statement Allah dalam ayat ini.

Yang pertama ada hukum kausalitas pada awal ayat yakni

نِإ

َ ِ ٱ

ْاوُ َ َ

ۡ َ َ ِ ٰ َ

ٗر َ ۡ ِ ِ ۡ ُ َف

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka

Di ayat tesebut ditemukan hukum kausalitas yakni jika ada

orang-orang yang mengingkari ayat Allah kemudian di anggap oleh Allah sebagai

orang kafir, maka kelak di akhirat neraka adalah balasan bagi orang kafir.

Kemudian pada kelanjutan ayat dalam ayat ini memiliki hubungan dengan

awal ayat yakni merupakan perinci terhadap kejadian yang akan terjadi di

neraka kelak yang akan diterima orang kafir. Allah melanjutkan perkataannya

dengan firman-Nya:

َ َ ۡ َ اًد ُ ُ ۡ ُ ٰ َ ۡ َ ُ ُد ُ ُ ۡ َ ِ َ َ ُ

Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain

Allah menjelasakan bahwasannya salah satu siksaannya kelak di

neraka yakni ketika kulit orang kafir telah terbakar hangus dan mati rasa,

(45)

37

Allah menjelaskan apa maksudnya mengganti kulit orang kafir ketika di

neraka dalam kelanjutan ayat. Allah berfirman:

ْا ُ وُ َ ِ

َۗباَ َ

ۡ ٱ

supaya mereka merasakan azab

Allah mengatakan bahwa maksud pergantian kulit tersebut yakni agar

orang kafir tetap merasakan pedihnya adzab neraka secara kontinuitas.

Kemudian Allah menutup ayat ini dengan firmannya

نِإ

َ ٱ

ٗ ِ َ اً ِ َ َن

َ

Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana

Allah maha 'azi@z dan maha haki@m. Penutup ini memiliki korelasi

dengan rencana Allah untuk menghukum orang kafir yakni ketika orang kafir

tersebut sudah pada saatnya untuk dihukum oleh Allah maka tidak ada

seorang pun yang mampu untuk merubah keputusannya. Allah tidak bisa

dintervensi karena keputusan Allah mutlak adanya. Tidak dapat diganggu

gugat.

B. Integrasi dan Pembuktian Teori Sains Terhadap Penafsiran Surat an-Nisa'

Ayat 56

Ketika berbicara mengenai perihal penafsiran, baik dengan bi al-ma'thur

maupun dengan bi al-ra'y maka penafsiran tersebut tidak akan lepas dari suatu

riwayat. Riwayat dapat berupa hadis maupun perkataan sahabat. Dalam

menafsirkan an-Nisa' ayat 56, Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut dengan

melalui sumber periwayatan hadis dan perkataan sahabat. Ibnu Katsir menafsirkan

(46)

38

terhadap orang-orang yang ingkar kepada ayat-ayat-Nya dan kafir kepada

rasul-rasul-Nya.3 Untuk itu Allah SWT berfirman:

نِإ

َ ِ ٱ

ْاوُ َ َ

ٗر َ ۡ ِ ِ ۡ ُ َفۡ َ َ ِ َٰ

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka

Maksudnya, Allah akan memasukkan mereka ke dalam neraka yang

meliputi semua tubuh dan anggota mereka. Kemudian Allah menceritakan perihal

kekekalan siksa dan pembalasan yang mereka terima.4 Untuk itu Allah berfirman

ْا ُ وُ َ ِ َ َ ۡ َ اًد ُ ُ ۡ ُ ٰ َ

ۡ َ ُ ُد ُ ُ ۡ َ ِ َ َ ُ

Referensi

Dokumen terkait