• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. sambil menjaga keseimbangan diri, baik secara fisik (jasmaniah) maupun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. sambil menjaga keseimbangan diri, baik secara fisik (jasmaniah) maupun"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang

Heerdjan dalam Yosep (2008) berpendapat bahwa kepribadian adalah himpunan segala fungsi kejiwaan seseorang sebagai suatu kesatuan dinamis dengan mengusahakan penyesuaian diri orang tadi terhadap tuntutan hidup sambil menjaga keseimbangan diri, baik secara fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah). Manusia sebagai makhluk sosial hidup berkelompok dan saling berhubungan untuk memenuhi kebutuhan sosial. Secara alamiah individu selalu berada dalam kelompok. Dengan demikian pula dasarnya individu memerlukan hubungan timbal balik yang didapatkan melalui kelompok.

Kesehatan jiwa merupakan suatu bagian yang tak terpisahkan dan menjadi unsur terpenting dalam kehidupan manusia adalah sejahtera yang meliputi kebahagiaan, kepuasan, penerimaan, rasa optimis, dan adanya harapan yang dimiliki seseorang (Stuart & Laraia, 2005). Masalah kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang demikian tinggi dibandingkan dengan masalah kesehatan lain yang ada dimasyarakat (Azrul, 2001). Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah mengutamakan dalam mencapai kemampuan dan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal kesehatan mencakup seluruh dan kehidupan aspek manusia baik kesehatan fisik dan mental.

(2)

Gangguan jiwa didefenisikan sebagai suatu sindrom atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distres (misalnya gejala nyeri) atau disabilitas (kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting) (Videbeck, 2008). Pada studi terbaru WHO di 14 negara menunjukkan bahwa pada negara-negara berkembang, sekitar 76-85% kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan apapun pada tahun utama (Hardian, 2008). Krisis ekonomi dunia yang semakin berat mendorong jumlah penderita gangguan jiwa di dunia, dan Indonesia khususnya kian meningkat, diperkirakan sekitar 50 juta atau 25% dari juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa (Nurdwiyanti, 2008). Menurut catatan WHO (2006), terdapat 26 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa atau depresi. Dari jumlah itu, menurut catatan Departemen Kesehatan 2,5 jutanya telah menjadi pasien Rumah Sakit Jiwa di seluruh Indonesia (Media Indonesia, 25 Agustus 2008). Menurut profil Jawa Tengah pada tahun 2008 dari 26.397.183 penduduk terdapat 0,37% atau 96.721 yang menderita gangguan jiwa. Sedangkan tahun 2009 jumlah penduduk 35.766.309 dengan jumlah penderita gangguan jiwa sebanyak 1,41% atau 505.135 jiwa. Menurut Azrul Azwar, Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan mengatakan angka tersebut menunjukkan jumlah penderita gangguan jiwa di masyarakat sangat tinggi, yaitu satu dari empat penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa dari rasa cemas, depresi, stress, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizoprenia. Melihat tingginya angka gangguan jiwa di Jawa Tengah dan Indonesia merupakan masalah serius bagi dunia kesehatan dan keperawatan

(3)

Indonesia. Menurut Towsend (2000) gangguan-gangguan tersebut menunjukkan seperti klien berbicara sendiri, mata melihat kekanan kekiri, jalan mondar mandir, sering tersenyum dan sering mendengar suara-suara. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami perubahan dalam jumlah atau pola dari stimulus yang mendekat ( yang diprakarsai secara internal atau eksternal ) disertai dengan suatu pengurangan, berlebih-lebihan, distorsi atau kelainan berespon terhadap stimulus. Penderita halusinasi jika tidak ditangani dengan baik akan berakibat buruk bagi klien sendiri, keluarga, orang lain dan lingkungan (Agus, 2011).

Dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengalami halusinasi adalah kehilangan kontrol dirinya. Di mana pasien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasinya. Dalam situasi ini pasien dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide), bahkan merusak lingkungan. Untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan, dibutuhkan penanganan halusinasi yang tepat (Hawari 2009, dikutip dari Chaery 2009). Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Sensori dan persepsi yang dialami pasien tidak bersumber dari kehidupan nyata. Pada umumnya pasien mendengar suara-suara yang membicarakan mengenai keadaan pasien atau yang dialamatkan pada pasien itu (Ilham, 2005). Pelaksanaan pengenalan dan pengontrolan halusinasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara

(4)

kelompok dan individu. Secara kelompok selama ini dikenal dengan istilah Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) dan secara individu dengan cara face to face (Gunderson, 1984 dikutip dari Daley & Salloum, 2001).

Terapi aktivitas kelompok (TAK) adalah aktivitas membantu anggotanya untuk mengatasi identitas hubungan yang kurang efektif dan mengubah tingkah laku yang adaptif (Stuart and Laraia, 2008). Ada empat terapi aktifitas kelompok yaitu : terapi aktivitas kelompok sosialisasi, stimulasi persepsi, stimulasi sensori, dan orientasi realita. Menurut Keliat dan Akemat (2005) dikutip dari Hamid (2008), TAK yang sesuai untuk pasien dengan masalah utama perubahan sensori persepsi : halusinasi adalah aktivitas berupa stimulasi dan persepsi. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi: halusinasi adalah TAK yang diberikan dengan memberikan stimulus pada pasien halusinasi sehingga pasien bisa mengontrol halusinasinya (Purwaningsih dan Karlina, 2010). Terapi aktifitas kelompok stimulasi sensori adalah upaya menstimulasi semua pancaindra (sensori) agar memberi respons yang adekuat (Keliat dan Akemat, 2002).

Berdasarkan data awal yang diperoleh di ruang inap RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang pada bulan November 2012 dari empat ruang rawat inap, pasien berjumlah 313 orang dengan jumlah pasien halusinasi sebanyak 66 orang. Pasien halusinasi terbanyak di ruang Srikandi sebanyak 22 orang (33,33%), diikuti dengan ruang Arimbi sebanyak 20 orang (30,30%), ruang Kresno sebanyak 16 orang (24,24%), ruang Madrim 8 orang (12,12%). Berdasarkan wawancara dengan perawat ruangan dari 66 orang pasien

(5)

halusinasi yang umum dan cukup banyak terjadi adalah halusinasi pendengaran mencapai 25,75%. Dalam penatalaksanaan terapi aktivitas kelompok (TAK) pada pasien halusinasi adalah TAK Stimulasi persepsi dan sensori. TAK yang paling sering diberikan oleh perawat adalah TAK stimulus persepsi dan perawat tidak sering memberikan TAK stimulasi sensori. Padahal pasien halusinasi mempunyai kemampuan mengontrol yang berbeda untuk menyelesaikan masalah yang timbul adanya perubahan sensori persepsi. Melihat TAK: Stimulasi sensori adalah upaya menstimulasi semua panca indra (sensori) agar memberi respon yang adekuat (Keliat, 2004). Sedangkan TAK Stimulasi persepsi pada aktivitas dan indikasinya mempersepsikan stimulus nyata dan respons yang dialami kehidupan (Keliat, 2004). Berdasarkan masalah diatas maka penulis merasa tertarik melakukan penelitian tentang perbedaan mengontrol halusinasi pada pasien yang diberi TAK Stimulasi persepsi dan sensori di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang.

B. Perumusan Masalah

Adakah perbedaan TAK stimulasi persepsi dan stimulasi sensori terhadap kemampuan mengontrol halusinasi : menghardik.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah yaitu adakah perbedaan TAK stimulasi persepsi dan stimulasi sensori terhadap kemampuan mengontrol halusinasi : menghardik di RSJ Dr. Amino Gondohutomo Semarang ?.

(6)

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum :

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan TAK stimulasi persepsi dan stimulasi sensori terhadap kemampuan mengontrol halusinasi : menghardik di RSJ Dr. Amino Gondohutomo Semarang.

2. Tujuan Khusus :

a. Mendeskripsikan karakteristik pasien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang.

b. Mendeskripsikan kemampuan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Stimulasi persepsi pasien dalam mengontrol halusinasi : menghardik sesi 1 dan 2 sebelum intervensi pada kelompok kontrol di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang.

c. Mendeskripsikan kemampuan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Stimulasi persepsi pasien dalam meningkatkan mengontrol halusinasi : menghardik sesi 1 dan 2 setelah intervensi pada kelompok kontrol di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang.

d. Mendeskripsikan kemampuan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Stimulasi persepsi dan sensori pasien dalam mengontrol halusinasi : menghardik sebelum intervensi pada kelompok intervensi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang.

e. Mendeskripsikan kemampuan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Stimulasi persepsi dan sensori audiotorik pasien dalam meningkatkan mengontrol halusinasi : menghardik setelah intervensi pada kelompok

(7)

intervensi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang.

f. Menganalisis perbedaan kemampuan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Stimulasi Persepsi dan Sensori pasien dalam meningkatkan mengontrol halusinasi : menghardik sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang.

E. Manfaat Penelitian 1. Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini akan dapat digunakan sebagai informasi tambahan bagi perawat dalam memberikan terapi aktivitas kelompok yang tepat dan benar sesuai dengan kelompok pasien sehingga dapat mendukung proses perawatan pasien.

2. Pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini akan dapat digunakan sebagai masukan kepada bagian keperawatan jiwa dalam mempersiapkan mahasiswa keperawatan menetapkan jenis terapi yang tepat dan benar, serta dapat memodifikasi kegiatan yang akan dipilih untuk diterapkan pada pasien.

3. Penelitian keperawatan

Hasil penelitian ini akan dapat digunakan sebagai data tambahan bagi penelitian berikutnya yang terkait dengan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi.

(8)

F. Keaslian Penelitian.

Sejauh pengetahuan penulis, penelitian tentang perbedaan TAK Stimulasi Persepsi dan Stimulasi Sensori Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi : Menghardik di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang belum pernah ada yang melakukan. Penelitian tentang Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) yang dilakukan sebelumnya antara lain :

Tabel 1.1. Data penelitian lain yang sejenis

Judul Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan

Pengaruh terapi kelompok suportif terhadap kemampuan mengatasi perilaku kekerasan pada klien skizofrenia di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang tahun 2012 Menunjukkan ada perbedaan yang signifikan kemampuan klien mengatasi perilaku kekerasan sebelum dan sesudah diberikan terapi kelompok suportif.

Sama-sama mengetahui kemampuan pasien

Yang diberikan peneliti tersebut hanya satu perlakuan yaitu TAK suportif sedangkan penulis dua perlakuan TAK Stimulasi persepsi dan sensori

Perubahan gejala halusinasi pasien jiwa sebelum dan setelah terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi di RS Grhasia Prov. DIY

Menunjukkan terdapat perubahan (penurunan) yang signifikan gejala halusinasi pasien jiwa sebelum dengan setelah terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi mampu menurunkan gejala halusinasi pasien jiwa di RS Grhasia Prov. DIY sebesar = 44,73%

Sama-sama mengetahui sebelum dan setelah

Yang diberikan peneliti tersebut hanya satu perlakuan yaitu TAK stimulasi persepsi sedangkan penulis dua perlakuan TAK Stimulasi persepsi dan sensori Pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan mengontrol halusinasi di ruang cendrawasih dan ruang gelatik RS Jiwa Prof. HB Saanin Padang.

Menunjukkan terdapat pengaruh yang bermakna

pemberian TAK stimulasi persepsi terhadap kemampuan mengontrol halusinasi Sama-sama mengetahui sebelum dan setelah

Yang diberikan peneliti tersebut hanya satu perlakuan yaitu TAK stimulasi persepsi sedangkan penulis dua perlakuan TAK Stimulasi persepsi dan sensori Pengaruh TAK stimulasi persepsi terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi di RSJ Daerah Provsu Medan tahun 2009/2010

Menunjukkan bahwa TAK stimulasi persepsi mempunyai pengaruh yang signifikan dalam mengontrol halusinasi pasien Sama mengetahui sebelum dan setelah

Yang diberikan peneliti tersebut hanya satu perlakuan yaitu TAK stimulasi persepsi sedangkan penulis dua perlakuan TAK Stimulasi persepsi dan sensori

Referensi

Dokumen terkait

Konsep Bentuk pada Pusat Kegiatan Mahasiswa UAJY serta Konsep Perancangan Ruang Luar dan Ruang Dalam yang Memiliki Karakter Humanis, Inklusif, dan Unggul...

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lamban di Pekon Hujung terbagi dalam 5 tipe rumah dengan 14 jenis grid kolom dengan kemungkinan jumlah grid dapat bertambah seiring

Oleh karena itu jika saya masuk informatika maka saya belajar algoritma” adalah benar menurut silogisme hipotesis... SILOGISME

Wursanto (2004: 232) mengemukakan bahwa dalam mengelola surat masuk terlebih dahulu perlu menetapkan organisasi pengelolaan surat masuk. organisasi pengelolaan surat

Namun nilai estetika (keindahan) yang terdapat di dalamnya direspon dengan cara yang sama, yaitu kagum dan takjub, dan ini tentu tidak selalu berhubungan dengan

Berarti penelitian ini mampu membuktikan hipotesis yang menyatakan profitability (profitabilitas) berpengaruh positif terhadap capital structure (struktur

Berkaitan dengan perkawinan, Mazhab Syafi’i mendefinisikan wali adalah seseorang yang berhak untuk menikahkan orang yang berada di bawah perwaliaannya.. karena di dalam

Setelah setiap elemen dalam struktur didefinisikan secara lokal dalam bentuk matriks, kemudian elemen di satukan secara global melalui node (DOF) mereka ke dalam sistem matriks