• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINETIKA REAKSI PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI SABUT SIWALAN DENGAN OKSIDATOR H 2 O 2. Retno Dewati Teknik Kimia FTI-UPNV Jawa Timur ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KINETIKA REAKSI PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI SABUT SIWALAN DENGAN OKSIDATOR H 2 O 2. Retno Dewati Teknik Kimia FTI-UPNV Jawa Timur ABSTRACT"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Kinetika Reaksi Pembuatan Asam Oksalat dari Sabut Siwalan (Retno Dewati) 29

KINETIKA REAKSI PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI SABUT SIWALAN DENGAN OKSIDATOR

H

2

O

2

Retno Dewati

Teknik Kimia FTI-UPNV Jawa Timur ABSTRACT

The purpose of this research is to study the kinetics of oxidation reactions palm fiber, into oxalic acid using peroxide at atmospheric pressure in a batch one

The study was done in two stages, the first is the hydrolysis of palm fiber into glucose. At this stage of the palm fiber that has been dried in an oven (at 80 ° C for 10 minutes), plus a 10% NaOH and then heated for 60 minutes (with stirring 1000 rpm) to obtain a solution of cellulose is then hydrolyzed for 55 minutes. The result is hydrolysis of glucose solution. In the second stage, a solution of glucose from the hydrolysis incorporated into the three neck flask and added 25 ml of peroxide solution with the temperature and time as variable. During the oxidation process will be formed oxalic acid which is then analyzed in levels.

The variable used is the oxidation time (20, 30, 40, 50, and 60 minutes) and temperature of oxidation (40, 50, 60, 70, and 80oC. From this research we obtained the largest conversion of oxalic acid is 12, S20% at temperature 80oC and 60 minutes. Price reaction rate constant (k) obtained by: k = 0.0011107. e-4620/RT and the reaction followed third-order reaction.

PENDAHULUAN

Tanaman siwalan tumbuh subur di daerah yang banyak mendapatkan sinar matahari, misalnya di daerah pantai. Di Jawa Timur, khususnya Tuban dan Gresik adalah daerah dekat pantai yang banyak membudidayakan tanaman siwalan.

Sampai saat ini pemanfaatan tanaman siwalan hanya terbatas pada buah dan batangnya saja. Air batangnya disadap menjadi minuman yang disebut legen. Banyak penjual legen di tepi jalan, bahkan juga banyak pula yang sudah diolah menjadi minuman botol baik untuk dipasarkan di dalam negeri maupun untuk dikirim ke luar negeri, sedangkan buahnya dapat dimakan atau diawetkan dalam kaleng. Pengupasan buah harus dilakukan secara hati-hati supaya kulit arinya tidak pecah, sebab kalau pecan buah tersebut akan mudah busuk dan rasanya menjadi asam. Untuk pengalengan diperlukan buah yang betul-betul baik dan dalam jumlah yang banyak, sehingga banyak pula sabut siwalan yang akan menjadi limbah yang mengganggu lingkungan. Padahal sampai saat ini sabut siwalan belum diolah menjadi

hasil yang dapat dijual.

Mengingat buah siwalan banyak dikalengkan untuk dikirim ke luar negeri, maka perlu dipikirkan cara untuk memberi nilai tambah pada sabut siwalan sebagai salah satu limbah hasil perkebunan yang dimanfaatkan menjadi bahan lain yang nilai ekonomisnya lebih tinggi. Salah satu cara, adalah dengan mengolah sabut siwalan, tersebut menjadi asam oksalat.

Sabut Siwalan

Karbohidrat banyak terdapat dalarn bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa dan lignin. Selulosa biasanya banyak terdapat dalam buah-buahan seperti siwalan. sabut siwalan yang merupakan salah satu dari sekian banyak limbah pertanian yang mengandung selulose, hemiselulose, lignin, karbohidrat, air dan abu (Fieser and Fieser, 1956).

Berdasatkan data analisa dari Sucofindo didapatkan komposisi dari serat sabut siwalan kering yang seperti disebutkan dalam daftar berikut ini

(2)

Kinetika Reaksi Pembuatan Asam Oksalat dari Sabut Siwalan (Retno Dewati) 30

Tabel 1. Komposki serat sabut siwalan kering Komposisi Jumlah (%) Selulose Air Karbohidrat Abu 89,2 5,4 3,1 2,3

Pada tabel diatas dapat dilihat

bahwa serat sabut siwalan kering

mengandung selulose yang cukup

tinggi, yaitu 89,2%.

Selulose

Pada makanan karbohidrat dapat dipisahkan menjadi dua bagian substansi, serat dan nitrogen. Selulose yang tidak terikat pada karbohidrat sedangkan yang mudah terikat pada karbohidrat yaitu gula, asam organik, dan karbohidrat kompleks yang lain. (Philip J. Schaible, Ph. D, 1976)

Selulose adalah senyawa berbentuk benang-benang fiber, terdapat sebagai komponen terbesar dalam dinding sel pepohonan, jerami, rumput, enceng gondok, dan tanaman lainnya.

Selulose yang telah dimurnikan sangat luas sekali pemakaiannya dalam industri yakni sebagai bahan baku, harganya tidak mahal selain itu juga teknik pemakaiannya saat ini sudah berkembang. Pemakaian selulose sebagai bahan baku antara lain digunakan untuk industri kertas, derivat selulose dan industri olahan dari selulose seperti rayon, cellophan dan lainnya.

Sebelum dilakukan proses oksidasi, selulose dihidrolisis lebih dahulu dalam suasana basa. Tujuannya supaya pori-pori selulose mengembang dan hancur, sehingga mudah bereaksi dengan peroksid. Hidrolisis dapat terjadi pada senyawa organik maupun anorganik, dimana air mempengaruhi peruraian ganda pada senyawa lainnya. Pada proses tersebut air akan-menyerang selulose pada ikatan β glukosid 1,4 yang akan menghasilkan glukosa.

Selulose digunakan untuk membentuk dinding sel dan susunan kerangka

tanaman (Winarno ,1984). Selulose terdiri dari tiga susunan, yaitu alpha (α), beta (β) dan gamma (γ). Alpha selulose merupakan selulose rantai panjang yang tak larut dalam alkali, selulose alpha juga memiliki derajat paling tinggi dalam polimerisasi. Selulose alpha dapat larut dalam larutan natrium hidroksida 10% dengan suhu diatas 20oC. Beta dan gamma memiliki derajat polimerisasi yang rendah seperti pada hemiselulose. Sedangkan selulose beta merupakan rantai pendek yang larut dalam alkali dan bila diberi asam akan menguap, larut dalam larutan NaOH 10% (Hawley, G.G., 1977).

Molekul selulose sangat besar dan berbeda dalam susunannya dengan karbohidrat jenis lain. Molekul-molekul tersebut berikatan dan membentuk rantai panjang dari kesatuan D-glukose yang dihubungkan oleh rantai β glukosid 1,4 sehingga berat molekul selulose besar (Kirk Othmer,1952). Rumus molekul selulose dapat ditulis : C

Selulose pada tanaman merupakan serat-serat panjang yang bersama-sama hemiselulose membentuk 5 dan 6 carbon gula dan lignin. Selulose dapat terkomposisi jadi glukosa dengan bantuan enzim selulose atau dengan cara hidrolisis. (Schaible, 1976).

6H11O6 - (C6H10O5) -

C6H11O

Jika molekul selulose terjadi dari sebuah rantai terbuka dari n sisa glukosa, maka susunan bagiannya dinyatakan dengan n (C

5.

6H12O6) - (n - 1) H20, artinya untuk

harga n yang tinggi susunan bagian iiji mendekati C6H1005

Selulose tidak dapat larut dalam air, alkohol, aceton maupun pelarut

yang merupakan rumus empiric selulose.

organik dan selulose akan pecan pada suhu diatns ISOT. Setelah suhu r,,ak-si mencapai 150°C semua air akan teruapkan tanpa terjadi penmaian selulose. (Kirk Othmer,1952).

Peroksida

Proses oksidasi dengan menggunakan peroksida sebagai perantara

(3)

Kinetika Reaksi Pembuatan Asam Oksalat dari Sabut Siwalan (Retno Dewati) 31

hasilnya cukup baik dan hasil camping yang ditimbulkan tidak berbahaya. Peroksida dengan rumus bangun HOOH merupakan larutan tidak berwama dan dapat larut dalam air dan alkohol, serta merupakan zat pengoksidasi yang baik. Peroksida dapat mengoksidasi sejumlah besar senyawa organik dan anorganik. (Kirk Otmer, 1956)

Peroksida pada suhu yang tinggi sangat reaktif, sehingga akan berbahaya kalau bersentuhan dengan bahan yang mudah terbakar.

Produksi hidrogen peroksid ditunjukkan pada akhir perang dunia IL Dimana diproduksi sebanyak 7,44 juta lb (basis 100% H202)

Hidrogen peroksid sangat murni dengan 85 – 90% berat clan memiliki stabilitas yang tinggi, dengan temperatur koefisien berkisar antara 2,2 – 0.1 pada interval 10°C dalam range 50 – 100°C. Dimana pada suhu 30°C konsentarsi murni H202 terdekomposisi I% peitahun, dan suhu 66°C terdekomposisi I% perrriinggLI, 100°C 2% per 24 jam dan 140°C sangat tepat. Katalis yang berpengaruh pada H202 yaitu senyawa besi, cupri dan ion chrom positif. (P.H. Groggins, 1958)

pada tahun 1943. Tahun 1955, produksi ditingkatkan menjadi 40 juta lb. Sedangkan pada tahun 1960 yang diinginkan untuk diproduksi sebanyak 100 juta lb, tetapi yang dapat diproduksi hanya 80 juta lb. Hidrogen peroksid diproduksi oleh pabrik untuk dipasarkan dan digunakan sebagai larutan cair untuk batas perbandingan dengan oksigen bebas.

Peroksida dapat mengoksidasi sejumlah besar senyawa organik dan anorganik. Bentuk umum dari reaksi ini adalah

1-1202 + W WO + H20 (Hawley, 1977) Sebagai zat perantara oksidasi yang kuat, peroksid dengan mudah akan membebaskan atom oksigen. Peroksid akan mengoksidasi selulose yang telah dilebur dalam suasana basa tersebut menghasilkan asam oksalat dan hasil scrnping H20. Reaksi yang berlangsung sebagai berikut : C6HI206 + 9H202 3H2C204 + 12H20 Karena peroksid merupakan zat oksidasi

perantara yang kuat, maka pada suhu yang tinggi sangat reaktif, sehingga akan berbahaya kalau bersentuhan dengan bahan yang akan mudah terbakar (Hawley, 1977).

Asam oksalat memiliki struktur kristal anhidrous, berbentuk piramida rombik, tidak berbau, higioskopis, dan berwarna putih. Secara komersial, sebagai produk lebih umum dijumpai pada bentuk derivatnya terdiri dari p-isma monoklin, tidak berbau Berta mengandung 71,42% asam oksalat anhidrat dan 28,58% asam oksalat dehidrit. Dipasaran asam oksalat dikernas dari mulai bubuk sampai butiran-butiran kasar. Asam oksalat sebagaimana asam-asam organik yang lain juga Mengalarni reaksi penggaraman dengan basa dan esterifikiasi dengan alkohol.

Asam Oksalat (COOH)2

Sifat fisik asam oksalat terbagi menjadi dua, yakni

1. Asam oksalat anhidrit (COOH)2

- Titik lebur, °C 187

- Panas pembakaran, kcal/mol 60 - Panas pembentukan pada 18 °C, kcaUmol 195,36

- Panas pelarutan. (dalam air), kj/mol 9,58 2.

- Panas sublimasi, kcal/mol 21,65

Asam oksalat dehidrit (COOH)2 . 21420

- Titik lebur 101,5 - Density 1,653

- Panas pelarutan (dalam air), kj/mol 35,5 - Berat jenis, 187°C

Ada beberapa cara untuk membuat asam oksalat dari selulose, yaitu peleburan dengan hidroksida logam alkali, peragian da-r. oksidasi dengan peroksid. Cara peragian tidak banyak dilakukan karena hasil asam oksalatnya rendah. Diantaranya yang paling banyak dilakukan adalah proses hidrolisis dan oksidasi. Sebelum dilakukan proses oksidasi, selulose dihidrolisis lebih dahulu dalam suasana bases.

Asam oksalat yang dihasilkan dalam proses oksidasi ini merupakan larutan tidak berwarna, dan apabila diproses lebih lanjut dengan cara pengeringan akan menghasilkan kristal yang tidak berwarna.

(4)

Kinetika Reaksi Pembuatan Asam Oksalat dari Sabut Siwalan (Retno Dewati) 32

Jika suhu reaksi terlalu tinggi yaitu 180°C makes asam oksalat akan terurai menjadi air, gas CO dan gas CO2

Asam oksalat banyak digunakan dalam industri sebagai bahan pembuat seluloid, rayon, bahan peledak, penyamakan kulit, pemurnian gliserol dan pembuatan zest warns selain itu asam oksalat juga des at digunakan sebagai pembersih peralatan dari besi, katalis, reagen laboratorium.

(Kirk Othmer, 1952).

Untuk proses oksidasi dengan peroksid ini peubah-peubah yang berpengaruh adalah suhu reaksi, waktu reaksi, konsentrasi pereaksi dan kecepatan pengadukan. Semakin tinggi suhu dan waktu reaksi untuk proses oksidasi maka semakin besar konversi selulosa menjadi asam oksalat. Dari penelitian sebelumnya didapatkan konversi selulosa terbesar menjadi asam oksalat pada waktu oksidasi yang optimum yakni 50 menit, begitu jugs jumlah peroksid yang ditambahkan dapat mempengaruhi proses oksidasi. Jika peroksid yang ditambahkan semakin besar maka makiff besar pula konversi selulosa menjadi asam oksalat (Penelitian Ardias Rizaldi dan Vonny Agustina).

Kinetika reaksi adalah suatu cabang dari ilmu kimia yang mempelajari tentang mekanisme reaksi, yaitu bagaimana reaksi itu terjadi dan kecepatan terjadinya reaksi. Untuk menentukan kecepatan reaksi kimia dikembangkan suatu model persamaan kecepatan reaksi yang menguji bahwa reaksi tersebut mengikuti tingkat atau orde keberapa yang kemudian diperoleh suatu harga konstanta kecepatan reaksi.

Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Reaksi

Ada beberapa faktor yang berpengaruh, antara lain

Semakin lama waktu reaksi, maka reaksi yang terjadi akan semakin mendekati sempurna karena waktu kontak antara zat-zat tersebut akan semakin lama. Tetapi perlu diperhatikan bahwa waktu reaksi yang berlebih dapat menyebabkan reaksi yang

berlanjut ke reaksi yang tidak diingirkan, sehingga perlu dicari waktu reaksi optimumnya.

a. Waktu

Pada percobaan ini bila waktu reaksinya berlebih ada kemungkinan akart tedadi reaksi lanjutan dari asam oksalat menjadi gas CO, CO2, dan H2

b.

Temperatur

O.

Hubungan antara temperatur dan kecepatan reaksi dinyatakan oleh persamaan Arrhenius sebagai berikut:

k = ko . e-E/RT

dengan :

k = tetapan laju reaksi ko

E = energi aktivasi = faktor frekuensi R = tetapan gas = 8,314 Joule/mol.°K = 1,987 kal/mol.°K

Untuk setiap kenaikkan temperatur akan memberikan kenaikan harga k. Semakin besar harga k, maka kecepatan reaksi akan semakin besar pula. Tetapi perlu diperhatikan pada penelitian ini bahwa apabila suhu terlalu tinggi maka akan menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan pada asam oksalat.

c.

Komposisi dan Konsentrasi

Komposisi suatu bahan sangat berpengaruh terhadap kecepatan reaksi, selain itu adanya zat inert juga mempengaruhi kecepatan reaksi (Smith, 1969).

d. Pengadukan

Suatu reaksi biasanya dapat berubah menjadi produk dengan cepat apabila direaksikan dengan konsentrasi yang tinggi, tetapi itu tidak berlaku pada semua reaksi. Sehingga perlu dicari perbandingan yang baik yang nantinya didapatkan konversi produk yang sangat tinggi.

Pengadukan akan membantu mempercepat terjadinya reaksi karena dengan pengadukan akan memperbesar frekuensi tumbukan dan harga konstanta kecepatan reaksi akan semakin besar pula. Hal ini dinyatakan dengan persamann Arrhenius :

(5)

Kinetika Reaksi Pembuatan Asam Oksalat dari Sabut Siwalan (Retno Dewati) 33

k = ko . e -E/RT

, dengan : ko = faktor

frekuensi.

Pengadukan yang sempurna akan memperbesar kemungkinan tumbukan antara zat-zat pereaksi, sehingga reaksi akan berlangsung dengan baik. Pada proses ini digunakan pengaduk sebagai alai pencampur, sedangkan proses alir pencampuran digunakan dengan bantuan aliran turbulen.

Hipotesis

Reaksi pembentukan asam oksalat dari glukosa (hasil hidrolisa larutan selulosa dari sabut siwalan) dimungkinkan mengikuti reaksi orde dua. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menentukan konstanta kecepatan reaksi adalah suhu dan waktu.

METODE PENELITIAN

1. Variabel dengan kondisi tetap, yaitu: a. Larutan selulosa dari sabut siwalan 0,62 M sebanyak 100 ml, b. Pengadukan 1000 rpm, c. Volume peroksid 50 % sebanyak 25 ml, d. Waktu hidrolisis 55 menit, e. Suhu hidrolisis 80

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari kinetika reaksi oksidasi sabut siwalan, menjadi asam oksalat dengan menggunakan peroksid pada tekanan satu atmosfer secara batch

Variabel penelitian terdiri dari;

O

2. Variabel dengan kondisi yang dijalankan, yaitu: a. Suhu oksidasi (

C, f. Kadar glukosa = 88%

O

C); 40, 50, 60, 70 dan 80, b.Waktu oksidasi (menit); 20, 30, 40, 50 dan 60

Penelitian dilakukan dua tahap, yang pertama adalah hidrolisis sabut siwalan menjadi glukosa. Pada tahap ini sabut dari siwalan yang telah dikeringkan dalam oven (pada suhu 80°C selama 10 menit), ditambah dengan NaOH 10 % lalu dipanaskan selama 60 menit (dengan pengadukan 1000 rpm) sehingga didapatkan larutan selulose yang kemudian dihidrolisis selama 55 menit. Hasil hidrolisis adalah larutan glukosa. Pada tahap yang ke dua, larutan glukosa dari hasil hidrolisa dimasukkan ke dalam labu leher tiga dan ditambah 25 ml larutan peroksida dengan suhu dan waktu sesuai variabel. Selama proses oksidasi akan terbentuk asam oksalat yang kemudian dianalisa kadarnya

Bahan yang dipergunakan adalah 1).Sabut siwalan kering 10 gram, 2). NaOh 10 %, 3). CaCl2 10%, 4). H2SO4 4N, 5). KmnO4

Hasil penelitian pembuatan asam oksalat dari glukosa (hasil hidrolisis sabut siwalan) dan pengaruh semua peubah (suhu dan waktu) disajikan dalam bentuk tabel dan grafik dibawah ini.

0,1 N

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Tabel 2. Data Hasil Penelitian. Suhu

(O

Volume titrasi (ml)

C) 20 menit 30 menit 40 menit 50 menit 60 menit 40 50 60 70 80 45,5 48,1 49,0 50,7 54,2 52,5 53,4 56,0 56,9 59,5 56,9 58,6 62,1 62,1 63,0 61,2 63,9 69,1 68,2 69,1 64,7 65,2 70,9 70,9 73,5

(6)

Kinetika Reaksi Pembuatan Asam Oksalat dari Sabut Siwalan (Retno Dewati) 34

Tabel 3. Hasil Perhitungan Konversi (XA

Suhu ( ). O X C) A (konversi)

20 menit 30 menit 40 menit 50 menit 60 menit 40 50 60 70 80 0,0775 0,0819 0,0835 0,0864 0,0923 0,0894 0,0910 0,0954 0,0970 0,1013 0,0970 0,0998 0,1058 0,1058 0,1073 0,1042 0,1088 0,1177 0,1162 0,1177 0,1102 0,1111 0,1208 0,1208 0,1252

Pengaruh konversi (XA) terhadap suhu

oksidasi.

Pengaruh suhu oksidasi pada

konversi larutan glukosa menjadi asam

oksalat dapat dilihat pada tabel 3 dan

gambar 8. Semakin tinggi suhu oksidasi

maka konversi glukosa menjadi asam

oksalat akan bertambah.

Pengaruh Konversi (X

A

Pengaruh waktu oksidasi dapat dilihat pada tabel 3 dan gambar 9. Semakin lamanya waktu oksidasi, maka konversi pembentukan glukosa menjadi asam oksalat juga akan bertambah.

) terhadap waktu

oksidasi.

Tabel 4. Hasil Perhitungan Konsentrasi (CA

Suhu ). (O Konsentrasi (C C) A)

20 menit 30 menit 40 menit 50 menit 60 menit 40 50 60 70 80 0,57773 0,57496 0,5740 0,57219 0,56846 0,57027 0,56931 0,5665 0,56558 0,56280 0,56558 0,56376 0,56003 0,56003 0,55907 0,56099 0,55811 0,55256 0,55352 0,55256 0,55726 0,55672 0,55064 0,55064 0,54787

Pada suhu

Tabel 5. Hasil –(dCA Suhu /dt) dari grafik

.

(O -(dC C) A/dt)

20 menit 30 menit 40 menit 50 menit 60 menit

40 50 60 70 80 - 0,002600 - 0,002567 - 0,002633 - 0,002483 - 0,001089 - 0,000817 - 0,000617 - 0,000767 - 0,000617 - 0,000600 - 0,000483 - 0,000500 - 0,000683 - 0,000533 0,000483 - 0,000433 - 0,000500 - 0,000650 - 0,000533 - 0,000550 - 0,000367 - 0,000133 - 0,000200 - 0,000450 - 0,000450

Tabel 6. Hasil Perhitungan log C

Suhu A (O Log C C) A

20 menit 30 menit 40 menit 50 menit 60 menit 40 50 60 70 80 - 0,2383 - 0,2404 - 0,2411 - 0,2425 - 2453 - 0,5703 - 0,2447 - 0,2468 - 0,2475 - 0,2497 - 0,2475 - 0,2489 - 0,2518 - 0,2518 - 0,2525 - 0,2511 - 0,2533 - 0,2576 - 0,2569 - 0,2576 - 0,2539 - 0,2544 - 0,2591 - 0,2591 - 0,2613

Pada suhu 40

o

Untuk grafik pada suhu 50

C

o

C, 60oC, 70oC, dan 80OC dapat dilihat pada Lampiran II,

dari grafik hubungan antara log CA vs log (

- dCA/dt) didapat % kesalahan yang terkecil

adalah pada suhu 40oC yakni 3,115%.

(7)

Kinetika Reaksi Pembuatan Asam Oksalat dari Sabut Siwalan (Retno Dewati) 35

Dengan demikian reaksi pembentukan asam oksalat dari glukosa (hasil hidrolisa larutan

selulosa dari sabut siwalan adalah mengikuti orde 3,4).

Tabel 9. % kesalahan untuk orde ke-n

Suhu

(o

% kesalahan

C) 20 menit 30 menit 40 menit 50 menit 60 menit 40 50 60 70 80 5,590 4,470 3,330 7,639 26,647 2,623 6,421 5,749 6,888 13,675 3,933 2,030 2,717 3,433 10,456 1,487 9,016 8,243 1,931 15,830 1,944 5,174 4,809 2,113 6,352

Dari table 9 didapatkan harga % kesalahan rata-rata adalah 6,5 %. Dengan % kesalahan < 10 %, maka reaksi pembuatan asam oksalat dari larutan glukosa (hidrolisa larutan selulosa yang berasal dari sabut siwalan) mengikuti orde 3, 4.

Penentuan Energi Aktivasi (E) dan Faktor Frekuensi Tumbukan (ko)

Penentuan energy aktivasi (E) dan factor frekuensi tumbukan (ko

k = k

) dihitung dari nilai konstanta kecepatan reaksi (k). Persamaan Arrhenius menunjukkan hubungan antara suhu dengan konstanta kecepatan reaksi

Menghitung tenaga pengaktif dengan

menggunakan persamaan Arrhenius.

Dari grafik 16 hubungan antara ln k

dengan 1/T diperoleh :

Persamaan Arrhenius :

o

. e

-E/RT

ln k = ln ko

Mencari harga energy aktifasi (E) - Slope = = = 2325,253 E = 2416,85 x 1,987 kal = 4620,28 kal

Mencari factor frekuensi tumbukan (k

o

)

Setelah diketahui harga E maka

k

o

dapat diperoleh dengan

menggunakan persamaan Arrhenius.

Untuk suhu 40

o

C, maka harga ko adalah

sebagai berikut :

k = k

o

. e

-E/RT

0,002291 = k

o

. e

-4620/1,987.313

k

o

Mencari % kesalahan untuk persamaan

Arrhenius

= 0,38621

Xi Yi XiYi Xi2 0,003195 0,003096 0,003003 0,002833 - 6,0788 - 5,8486 - 5,8025 - 5,2039 - 0,01942 - 0,01811 - 0,01813 - 0,01474 0,00001021 0,00000959 0,00000850 0,00000803 0,01503 - 29,1509 - 0,8783 0,00004535

(8)

Kinetika Reaksi Pembuatan Asam Oksalat dari Sabut Siwalan (Retno Dewati) 36

Ymodel

= - 1,6733 – 1381,6652 X = a + b.X

• Contoh menghitung % kesalahan pada suhu 40O

% kesalahan =

C.

% kesalahan =

% kesalahan = 0,146 %

Tabel 11. % kesalahan Arrhenius Suhu (oC) Yexp YModel % error 40 50 60 70 80 - 6,0788 -5,8486 -5,8025 -6,2171 -5,2039 -6,0877 -5,9509 -5,8224 -5,7022 -5,5876 0,146 1,749 3,430 8,282 7,373 % kesalahan rata-rata =

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Proses Oksidasi glukosa hasil hidrolisa larutan selulosa dari sabut siwalan menjadi asam oksalat mengikuti reaksi orde 3, 4. Makin tinggi suhu reaksi maka makin besar konversi selulose menjadi asam oksalat dan makin besar pula harga tetapan laju

reaksinya dengan batasan suhu pada 80O

Saran

C. Makin lama waktu reaksi maka makin besar

konversi selulose menjadi asam oksalat dengan batasan waktu 60 menit.

Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut agar diperoleh hasil yang optimal, misalnya; 1).Pemakaian bahan baku selain sabut siwalan dan oksidator selain H2O2.

2).Memperbesar waktu oksidasi dan menaikkan suhu oksidasi untuk memperoleh konversi asam oksalat yang lebih besar dan untuk mengetahui apakah orde reaksi akan berubah.

(9)

Kinetika Reaksi Pembuatan Asam Oksalat dari Sabut Siwalan (Retno Dewati) 37

DAFTAR PUSTAKA

Fieser, L.F, and Fieser M., 1956, Organic Chemistry, 3 ed, p.385 – 388, Health and Co., New York

Groggins, P.H. 1958, Unit Processes In Organic Synthesis, 5 ed., p.486 – 554. Mc. Graw Hill Kogakusha Co. Ltd Tokyo.

Hawley, G.G., 1977, The Condensad Chemical Dictionary, 9 ed., p. 452, p. 642, p.663, Van Nostrand Reinhold Co., Ltd., New York.

Kirk, R.E., Othmer, D.F., 1952, Encyclopedia Of Chemical Tecnology, Vol.4, p.593-616, The International Science Encyclopedia Inc. New York.

Levenspil, O., 1972, Chemical Reaction Engineering, 2 ed., John Willey and Sons, New York.

Sudjana, 1986, Metode Statistika, Edisi 4, penerbit Tarsito, Bandung.

Schaible, P.J., 1976, Poultry Feed and Nutrion, 2 ed., p.330 – 335, The Evil Publishing Co. Inc. Wetport

Winarno, F.G., Srikandi F., dan Dedi F., 1984, Pengantar Teknologi Pangan, Edisi 4, Hal.9 – 10, Gramedia Jakarta.

Gambar

Tabel 2. Data Hasil Penelitian.
Tabel 4. Hasil Perhitungan Konsentrasi (C A
Tabel 9. % kesalahan untuk orde ke-n
Tabel 11. % kesalahan Arrhenius  Suhu ( o C)  Y exp  Y Model  % error  40  50  60  70  80  - 6,0788 -5,8486 -5,8025 -6,2171 -5,2039  -6,0877 -5,9509 -5,8224 -5,7022 -5,5876  0,146 1,749 3,430 8,282 7,373   % kesalahan rata-rata =

Referensi

Dokumen terkait

Masih rendahnya perilaku yang baik dalam memilih makanan jajanan pada siswa-siswi di SMP Negeri 14 Bandar Lampung disebabkan banyak faktor walaupun dapat dilihat

Keadaan ini berlangsung hanya beberapa saat dan sesudah itu beban akan naik lagi untuk dapat memperoleh pertambahan panjang (tidak lagiproportional).Kenaikan beban ini

Setiap orang yang memanfaatkan RTH tanpa memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (2) maka Bupati atau pejabat yang ditunjuk berwenang

Dari diagram blok di atas menggambarkan bahwa sistem dirancang akan mengukur suhu pada suatu ruangan dengan menggunakan sensor LM35 Ketika sensor telah mendapatkan suhu yaitu dengan

Informasi tentaNg sistem yang sedang berjalan sangant penting sekali dalam proses pengembangan sistem informasi karena dari informasi tersebut dapat diketahui sejauh mana

Sebaran ukuran panjang cangkang, tinggi, lebar, panjang hinge, jumlah garis pertumbuhan dan berat basah daging pensi di Sungai Batang Antokan lebih bervariasi jika

penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen; menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung

DANPRLINDUNGAN HUKUM DI KOTA PEMATANG SIANTAR PROPINSI SUMATERA UTARA, (Study Kasus Kongregasi Suster Fransiskan St Lusia), dengan rumusan masalah apakah permohonan