• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMODELAN BAWAH PERMUKAAN GUNUNG MERAPI DARI ANALISIS DATA MAGNETIK DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE GEOSOFT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMODELAN BAWAH PERMUKAAN GUNUNG MERAPI DARI ANALISIS DATA MAGNETIK DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE GEOSOFT"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

i

LAPORAN PENELITIAN

PEMODELAN BAWAH PERMUKAAN

GUNUNG MERAPI DARI ANALISIS DATA MAGNETIK

DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE GEOSOFT

Oleh:

Imam Suyanto

Program Studi Geofisika, Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta, 2012

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur alhamdulillah, kami telah menyelesaikan laporan akhir penelitian ini. Laporan ini merupakan hasil penelitian terhadap data magnetik di Gunung Merapi dan Merbabu. Penelitian ini berjudul ‘Pemodelan Bawah Permukaan Gunung Mearapi Dari Analisis Data Magnetik Dengan Menggunakan Software Geosoft’.

Tentu masih banyak kekurangan dalam laporan ini. Untuk itu kritik dan saran membangun sangat diharpkan untuk meningkatkan kualitas penyelidikan geofisika, khususnya untuk keperluan eksplorasi kegunungapian. Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya pekerjaan ini, kami mengucapkan terima kasih.

Yogyakarta, Juni 2012

(3)

iii DAFTAR ISI hal Halaman Judul i Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

Daftar Gambar v

Intisari vi

Bab I. Pendahuluan 1

I.1. Latar Belakang 1 I.2. Tujuan Penelitian 3 I.3. Waktu dan Tempat Pengambilan Data 3 Bab II. Tinjuan Pustaka 4 II.1. Keadaan umum Gunung Merapi-Merbabu 4

II.2. Fisiografi Jawa Tengah 5 II.3. Keadaan Geologi Gunung Merapi 6

II.4. Keadaan Geologi Gunung Merbabu 9 II.5. Penelitian Geofisika Gunung Merapi dan Merbabu 10

Bab III. Dasar Teori 13

III.1. Teori Dasar Magnetik 13

III.1.1. Gaya Magnetik 13

III.1.2. Kuat Medan Magnet 13

III.1.3. Momen Magnetik 13

III.1.4. Intensitas Kemagnetan 14

III.1.5. Suseptibilitas Kemagnetan 14

III.1.6. Induksi Magnetik 15

III.2. Medan Magnet Bumi 16

III.3. Transformasi Medan Magnetik 19

III.3.1. Kontinuasi ke Atas 19

III.3.2. Reduksi ke Kutub Magnet Bumi 19

Bab IV. Metodologi Penelitian 21

IV.1. Instrumen Penelitian 21

IV.2. Metode Pengumpulan Data 22

IV.3. Metode Pengolahan Data 22

IV.3.1. Koreksi IGRF dan Variasi Harian 23

IV.3.2. Kontinuasi ke Atas 24

(4)

iv

hal

IV.4. Metode Interpretasi 24

Bab V. Analisa Hasil Dan Pembahasan 25

V.1. Hasil Pengolahan Data 25

V.1.1. Medan Magnet Total 26

V.1.2. Anomali Medan Magnet Total 27

V.1.3. Hasil Kontinuasi ke Atas 28

V.1.4. Hasil Reduksi ke Kutub 29

V.2. Pembahasan 30

V.2.1. Interpretasi Kualitatif 30

V.2.2. Interpretasi Kuantitatif 30

Bab VI. Kesimpulan dan Saran 32

VI.1. Kesimpulan 32

VI.2. Saran 32

Daftar Pustaka 33

(5)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Peta sebaran dan nama 129 gunungapi di Indonesia. Warna merah adalah gunungapi tipe A, warna kuning gabungan tipe B dan tipe C (www.merapi.bgl.esdm, 2001).

Gambar 1.2. Citra Topografi Gunung Merapi, Merbabu, dan Ungaran Gambar 1.3. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2.1. Lokasi Gunung Merapi dan Merbabu yang terletak pada batas lempeng Eurasia dan Indo Australia.

Gambar 2.2. Geologi regional Jawa Tengah dan Jawa Timur menurut van Bemmelen, 1949. Kotak di tengah adalah daerah penelitian.

Gambar 2.3. Urutan terbentuknya gunungapi dari Gunung Ungaran s/d Merapi (van Bemmelen, 1949).

Gambar 2.4. Perkembangan kawah 1883 yang terisi lava yang menjadi cikal bakal dari Gunung Anyar puncak Gunung Merapi saat ini (Sket Neuman van Padang, 1931 disempurnakan).

Gambar 2.5. Hasil interpretasi bawah permukaan Gunung Merapi dari beberapa macam metode. Pada kedalaman 1 km terdapat kantong magma dangkal dan saluran di bawahnya yang menghubungkan dengan kantong magma yang lebih dalam (after Imam et al, 1993).

Gambar 2.6. Model bawah permukaan penampng utara-selatan hasil analisis data anomali gravitasi (Imam, 2011).

Gambar 3.1. Gaya Coulumb antara dua kutub magnet. Gambar 3.2. Elemen magnetik bumi.

Gambar 3.3. Penggambaran vektor anomali medan magnetic total (Blakely, 1995). Gambar 3.4. Anomali Magnetik dan anomali hasil reduksi ke kutub (Blakely, 1995). Gambar 4.1. PPM, Kompas, GPS.

Gambar 4.2. Diagram alir pengolahan data magnetik.

Gambar 5.1. Peta topografi dan titik-titik pengukuran area penelitian.

Gambar 5.2. Peta medan magnet total Gunung Merapi, Merbabu, dan sekitarnya. Gambar 5.3. Peta Anomali Medan Magnet Total.

Gambar 5.4. Anomali regional kontinuasi ke atas 1000 m.

Gambar 5.5. Peta kontur reduksi ke kutub terhadap hasil kontinuasi 1000 meter. Gambar 5.6. Model bawah permukaan anomali medan magnet total Gunung Merapi,

Merbabu, dan sekitarnya dari arah utara ke selatan.

Gambar 5.7.

Model bawah permukaan anomali medan magnet total Gunung Merapi, Merbabu, dan sekitarnya dari arah barat ke timur.

Hal 1 2 3 4 5 6 8 11 12 10 17 19 20 21 23 25 26 27 28 29 31 31

(6)

vi

PEMODELAN BAWAH PERMUKAAN GUNUNG MERAPI DARI ANALISIS

DATA MAGNETIK DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE GEOSOFT

Oleh: Imam Suyanto

INTISARI

Telah dilakukan analisis terhadap data medan magnetik di gunung Merapi dan Merbabu. Maksud dari penelitian ini adalah memetakan anomali medan magnet total di Gunung Merapi, Merbabu, dan sekitarnya, serta bertujuan untuk membuat model bawah permukaan kedua gunung tersebut. Pengambilan data dilakukan di 320 titik amat, yang tersebar di sekeliling kedua gunung sampai ke puncak kedua gunung tersebut. Alat yang digunakan adalah PPM (Proton Precession Magnetometer) tipe Geometrics model G-856. Penentuan posisi dengan menggunakan 2 buah GPS type Geodetik Trimble 4600 LS, yang berfungsi sebagai base dan rover. Sebaran titik dibuat dengan mengikuti pola jalan dari jalan aspal sampai dengan jalan setapak.

Pengolahan data magnetik relatif sederhana, yaitu hanya malakukan koreksi variasi harian dan IGRF. Selanjutnya anomali medan magnet total dikontinuasi ke atas setinggi 1000 meter untuk mendapatkan anomali yang lebih sederhana. Pengolahan data yang lain dengan mamanfaatkan software Geosoft adalah reduksi ke kutub untuk memperjelas posisi anomali. Pemodelan 2,5D menghasilkan 3 lapisan, yaitu lapisan atas adalah diinterpretasi sebagai hasil produk aktivitas gunung Merapi dan Merbabu, lapisan kedua adalah merupakan posisi kantong magma, dan lapisan ketiga merupakan lapisan pensuplai magma.

Hasil pemodelan menunjukkan lapisan pertama di Gunung Merbabu lebih tebal dibandingkan di Gunung Merapi, sedangkan lapisan ketiga lebih tipis dan dangkal di Gunung Merapi. Kedua hal ini menjadi petunjuk untuk menjelaskan aktivitas Gunung Merapi yang lebih besar dan lebih sering dibandingkan aktivitas Gunung Merbabu.

(7)

1 BAB I

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara yang mempunyai 129 gunungapi aktif (14 % dari jumlah gunungapi di dunia, gambar 1.1.) berkepentingan untuk mengembangkan tradisi keilmuan yang secara khusus mempelajari perilaku gunungapi. Salah satu gunungapi yang sangat aktif di Indonesia adalah gunung Merapi. Bahaya yang ditimbulkan oleh gunung Merapi sangat tinggi, mengingat tingkat aktivitasnya dan padatnya penduduk di sekitar gunung Merapi serta banyaknya aset nasional yang ada, yang berupa cagar budaya, sarana transportasi, pertanian, peternakan dan sarana pendidikan. Untuk itu diperlukan penelitian yang mampu untuk meminimalkan akibat yang ditimbulkan oleh bencana gunung Merapi.

Gambar 1.1. Peta sebaran dan nama 129 gunungapi di Indonesia. Warna merah adalah gunungapi tipe A sedangkan warna kuning gabungan tipe B dan tipe C (www.merapi.bgl.esdm, 2011).

Gunung Merapi secara geografis berada di wilayah perbatasan antara Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Propinsi Jawa Tengah dan mempunyai ketingginan 2947 mdpl. Hingga saat ini Gunung Merapi masih aktif dan merupakan Gunung yang paling aktif di Indonesia dengan periode erupisi 5 – 10 tahun. Gunung Merapi terakhir kali erupsi pada bulan November 2010 dan merupakan erupsi Gunung Merapi yang paling besar sejak 100 tahun terakhir. Gunung Merapi dan Gunung Merbabu merupakan deretan paling selatan

(8)

2 dari kelompok Ungaran, Suropati, Gadjah Mungkur, Andong dan Telomoyo yang memanjang dari arah utara-selatan Pulau Jawa seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2. Citra Topografi Gunung Merapi, Merbabu, dan Ungaran.

Upaya memahami perilaku gunung Merapi salah satunya adalah dengan melakukan penelitian terhadap struktur yang ada di bawah permukaan Gunung Merapi. Struktur di bawah permukaan ini memainkan peranan penting terhadap proses-proses yang terjadi di dalamnya. Dengan mengetahui bentuk-bentuk atau struktur yang ada di Gunung Merapi, maka interpretasi proses yang mungkin terjadi berkaitan dengan aktivitas Gunung Merapi dapat semakin dipahami dengan baik. Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki bentuk-bentuk struktur Gunung Merapi.

Menurut Van Bemmelen (1949), Gunung Merapi terletak pada perpotongan sistem sesar regional yang berarah utara-selatan. Sistem sesar ini juga melalui Gunung Ungaran, Gunung Suropati, Gunung Gadjah Mungkur, Gunung Andong ,Gunung Telomoyo dan Gunung Merbabu. Beberapa peneliti telah melakukan penyelidikan di lapangan untuk mengetahui kelurusan struktur geologi seperti yang dilakukan oleh Sukarjita (1999) dan Suryanto (1998). Sukarjita menggunakan medan magnetik komponen vertikal untuk pemodelan sesar regional di derah Gunung Merapi dan Gunung Merbabu, sedangkan Suryanto berdasarkan interpretasi kualitatif data megnetik total dengan transformasi pseudo-gravitasi.

Agar dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai struktur bawah permukaan di Gunung Merapi dan Gunung Merbabu, maka dilakukan penelitian dalam

G. Ungaran

(9)

3 bidang geofisika. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode geomagnetik yang menggunakan kontras suseptibilitas batuan untuk menggambarkan struktur geologi bawah permukaan.

I.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan struktur geologi bawah permukaan Gunung Merapi dan Merbabu berdasarkan anomali regional medan magnet total. Tujuan lainnya adalah mengoptimalkan penggunaan software Geosoft untuk pengolahan data medan magnetik.

I.3 Waktu Dan Tempat Pengambilan Data

Pengambilan data Magnetik dilaksanakan mulai tanggal 8 Desember 1996 sampai dengan 3 Maret 1997. Daerah pengambilan data meliputi wilayah Sleman, Klaten, Ngeblak, Jrakah, Selo, Grabak, dan Salatiga. Secara geografis daerah tersebut berada pada koordinat 110,300 – 110,600 BT dan 7,380 – 7,750 LS. Peta Daerah penelitian dapat dilihat pada gambar 1.3.

(10)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Keadaan Umum Gunung Merapi-Merbabu

Gunung Merapi terletak di bagian tengah dari Propinsi Jawa tengah dan berbatasan dengan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Data umum Gunung Merapi adalah sebagai berikut: Nama : Gunung Merapi

Lokasi : Koordinat Geografi: 7°32,5'LS dan 110°26,5' BT.

Secara administratif terletak di Kab. Sleman, DI. Yogyakarta, Kab. Magelang, Boyolali, Klaten, Propinsi Jawa Tengah. Ketinggian : 2968 m dml (tahun 2001).

Tipe : Gunungapi tipe strato dengan kubah lava.

Gunung Merapi merupakan gunungapi yang paling aktif di busur gunungapi Paparan Sunda. Gunung Merapi terletak pada busur magmatik yang dibentuk oleh gerakan lempeng Indo-Australia dan menabrak lempeng Eurasia (gambar 2.1).

Gambar 2.1. Lokasi Gunung Merapi dan Merbabu yang terletak pada batas antara lempeng Eurasia dan Indo Australia.

(11)

5 II.2. Fisiografi Jawa Tengah

Van Bemmelen (1949) secara fisografis membagi Jawa Tengah dalam tiga zona yaitu, Zona Pegunungan Selatan,Zona Solo,dan Zona Kendeng, Gunung Merapi dan Gunung Merbabu terletak pada bagian barat Zona Solo (gambar 2.2). Zona ini secara tektonik merupakan bagian paling tinggi dari atiklinal Pulau Jawa. Secara fisografis Zona Solo merupakan sabuk deretan gunung api yang masih aktif.

Gambar 2.2. Geologi regional Jawa Tengah dan Jawa Timur menurut van Bemmelen, 1949. Kotak di tengah adalah daerah penelitian.

Deretan Gunung Merapi-Telomoyo terletak pada sebelah barat Zona Solo. Lokasinya pada sesar tranversal yang cekung ke barat.sesar ini seolah-olah memisahkan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sesar ini berakhir pada pegunungan selatan sepanjang Kali Opak, selatan Yogyakarta, disebelah selatan dan di sebelah utara melewati Genteng sampai ke Gunung Ungaran. Tepat di atas sesar ini terdapat deretan pegunungan Ungaran, Suropati, Telomoyo, Merabu, dan Merapi membentang dari utara ke selatan. Deretan pegunungan tersusun

(12)

6 berdasarkan masa terbentuknya, mulai dari yang paling utra Gunung Ungaran Tua sampai ke selatan Gunung Merapi Muda (Gambar 2.3).

Gambar 2.3. Urutan terbentuknya gunungapi dari Gunung Ungaran s/d Merapi (van Bemmelen, 1949).

II.3. Keadaan Geologi Gunung Merapi

Gunung Merapi terbentuk pertama kali sekitar 60.000-80.000 tahun yang lalu. Gunung Merapi terletak pada busur magmatik yang dibentuk oleh gerakan lempeng India-Australia ke arah Utara menunjam ke bawah lempeng Eurasia. Menurut Van Bemmelen (1949). Gunung Merapi tumbuh di atas titik potong antara kelurusan vulkanik Ungaran – Telomoyo - Merbabu - Merapi dan kelurusan vulkanik Lawu - Merapi - Sumbing - Sindoro – Slamet. Kelurusan vulkanik Ungaran-Merapi tersebut merupakan sesar mendatar yang berbentuk konkaf hingga sampai ke barat, dan berangsur-angsur berkembang kegiatan vulkanisnya sepanjang sesar mendatar dari arah utara ke selatan. Dapat diurut dari utara yaitu Ungaran Tua berumur Pleistosen dan berakhir di selatan yaitu di Gunung Merapi yang sangat aktif hingga saat ini. Kadang disebutkan bahwa Gunung Merapi terletak pada perpotongan dua sesar kwarter yaitu Sesar Semarang yang berorientasi utara-selatan dan Sesar Solo yang berorientasi barat-timur.

Aktivitas Gunung Merapi dimulai pada masa Plistosen Atas (1,5 juta tahun lalu). Aktivitas bermula pada Gunung Ungaran pada masa Plestosen Bawah (2,5 juta tahun lalu) s/d masa Plestosen Tengah (2,0 juta tahun lalu), dan bergeser ke Gunung Suropati, Telomoyo dan Merbabu pada masa Plestosen Tengah s/d Plestosen Atas. Gunung Merapi merupakan gunungapi tipe basalt-andesitik dengan komposisi SiO2 berkisar antara 50-58 %. Beberapa lava yang bersifat lebih basa mempunyai SiO2 yang lebih rendah sampal sekitar

(13)

7 48%. Batuan Merapi tersusun dari plagiolklas, olivin, piroksen, magnetit dan amphibol. Plagioklas merupakan mineral utama pada batuan Merapi dengan komposisi sekitar 34%.

Gunung Merapi dan Gunung Merbabu dibentuk di atas sedimen plastis laut dan merupakan gunungapi andesitik (Arsadi et. al., 1995). Secara geologi Gunung Merapi terdiri dari hasil Merapi Tua dan Merapi Muda. Produk Merapi Tua terjadi sebelum erupsi katastrofik tahun 1006 dan mendominasi lereng utara, timur dan tenggara Gunung Merapi. Sedang produk Merapi Muda berlangsung sesudah itu sampai dengan saat ini, dan mendominasi terutama lereng baratdaya.

Berdasarkan karakterisasi dari endapan vulkanik tersebut, Newhall dkk, 2000, membagi endapan letusan Merapi menjadi 3 jenis, yaitu Endapan Proto Merapi, Endapan Merapi Tua, dan Endapan Merapi Muda. Endapan Proto Merapi diperkirakan berumur Pleistosen dan ditemukan di Bukit Turgo dan Plawangan (sisi selatan Merapi). Endapan Merapi Tua teridiri dari lava yang dikenal dengan Lava Batulawang, berselingan dengan endapan piroklastik yang berumur 9630 ± 60 BP, dapat dijumpai di Srumbung dan Cepogo. Proses pembentukan Merapi Tua berakhir dengan pelengseran endapan debris vulkanik dalam tahun 0 Masehi. Merapi Muda berlangsung sejak 1883 sampai sekarang.

Apabila merekontruksi kejadian letusan dan kelurusan pusat-pusat letusan selama kurun waktu 1786 – 2001, maka urutan pola pergeseran pusat letusan di kawasan puncak Merapi dapat dikelompokan dalam tiga periode letusan berdasarkan pola pergeseran pusat letusan, masing-masing periode 1786-1823, periode 1832 – 1872, dan periode 1883 – 2001. Secara garis besar pergeseran titik letusan tersebut dimulai dari sisi baratlaut pindah ke timur kemudian ke selatan dan kini kembali menempati sisi barat – baradaya. Akibat rajinnya meletus dan pusatnya selalu berpindah-pindah tempat serta setiap akhir dari satu siklus letusan hampir selalu menghasilkan kubah, maka topografi puncak Gunung Merapi selalu berubah wajah.

Sesungguhnya tidak didapati kawah di puncak Merapi saat ini. Yang disebut-sebut sebagai Kawah Woro dan Kawah Gendol sesungguhnya adalah lapangan solfatara yang sangat aktif bersuhu antara 5000 C di Lapangan Woro dan 7000 C di Lapangan Gendol. Dalam tahun 1883 terdapat kawah sedalam 100 m dan secara bertahap terisi lava dan kemudian membentuk kubah dan dikenal dengan Gunung Anyar atau Kubah Timur yang menjadi puncak Gunung Merapi sekarang. Perkembangan kawah yang kemudian berkembang sebagai kawah sekarang ini dapat dilihat pada gambar 2.3.

Puncak Gunung Merapi adalah kesetimbangan antara pembentukan dan penghancuran kubah. Pada prinsipnya kubah lava yang tidak dihancurkan adalah bagian dari

(14)

8 kawah. Pada umumnya kubah baru yang terbentuk akan tumbuh disamping atau tidak jauh atau tepat pada posisi kubah sebelumnya (Kubah 2001 tumbuh tepat di puncak Kubah 1998). Belum pernah terjadi lava menerobos dari arah yang berbalikan dari sebelumnya, misalnya kubah aktif tumbuh di sisi barat, maka belum pernah terjadi kubah baru tumbuh di sisi timur. Informasi tersebut sangat penting dalam mitigasi dan prediksi aktivitas Gunung Merapi berikutnya.

Gambar 2.4. Perkembangan Kawah 1883 yang terisi lava yang menjadi cikal-bakal dari Gunung Anyar puncak Gunung Merapi saat ini. (Sket Neuman van Padang, 1931 disempurnakan).

(15)

9 II.4. Keadaan Geologi Gunung Merbabu

Gunung Merbabu merupakan suatu gunungapi tipe stratovulkano yang terletak pada 7° 26` 38`` S dan 110° 26` 38`` E dengan elevasi 3142 m dpal (Puncak Kenteng Solo). Gunung Merbabu memiliki tiga puncak yaitu Puncak Antena (2800 m dpal), Puncak Syarif (3119 m dpal), dan Puncak Kenteng Solo (3142 m dpal). Gunung Merbabu memiliki 5 kawah yaitu Kawah Rebab, Kawah Kombang, Kawah Kendang, Kawah Candradimuko, dan Kawah Sambernyowo. Gunung Merbabu memiliki bentuk yang besar dibandingkan dengan gunung Merapi yang sangat ramping. Bagian puncak gunung Merbabu dapat dibagi menjadi tiga satuan Graben Gunung, yakni :

a. Graben Sari dengan arah timur tenggara – barat baratlaut. b. Graben Guyangan dengan arah selatan baratdaya – utara timur. c. Graben Sipendok dengan arah barat laut – timur tenggara.

Erupsi samping gunung Merbabu banyak menghasilkan aliran lava dan aliran piroklastik, aliran lava tersebut mengalir melalui titik erupsi yang diselimuti oleh endapan piroklastika baik aliran maupun jatuhan. Titik-titik erupsi tersebut diperkirakan melalui jalur sesar dengan arah utara baratlaut – selatan tenggara serta melalui daerah puncak. Penelitian yang dilakukan oleh Neuman van Padang 1951, telah menemukan bahwa gunung Merbabu telah mengeluarkan basalt olivin augit, andesit augit dan andesit hornblende hiperstein augi.

Gunung Merbabu terbentuk pada batuan dasar hasil endapan laut yang belum mengalami kompaksi. Berdasarkan hasil analisa petrografi di Gunung Merbabu dijumpai adanya Auquitw Olivine Basalt, Auquite Andesite, dan Auquite Hypersthene Hornblende Andesite. Seperti halnya dengan Gunung Merapi, proses pembentukan dari Gunung Merbabu juga dibagi menjadi dua bagian yaitu Merbabu Tua dan Merbabu Muda. Merbabu Tua terbentuk pada akhir Pleistosen tengah dampai Pleistosen Atas. Hasil erupsinya membentuk formasi breksi notopuro. Generasi Merbabu Muda terbentuk pada akhir Pleistosen atas sampai Holosen.

Batuan penyusun Gunung Merbabu secara umum terdiri atas endapan piroklastika dan leleran lava. Pada lereng-lereng Gunung Merbabu ditemukan leleran lava andesitis dan basaltis, terdapat juga endapan pasir yang masih segar dan mudah lepas. Verbeek (1986) menemukan aliran lava basaltis pada sungai-sungai kecil di gunung Merbabu. Berdasarkan penelitian Neuman Van Padang (1951) batuan penyusun Merbabu terdiri atas basalt (tersusun dari mineral olivinaugit), andesit dengan mineral augit, serta andesit dengan mineral hornblenhipersten-augit.

(16)

10 II.5. Penelitian Geofisika Gunung Merapi dan Merbabu

Penelitian geofisika terhadap Gunung Merapi sudah cukup banyak dilakukan. Berdasarkan interpretasi data gravitasi yang dilakukan oleh Untung dan Sato (1978) diperoleh kesimpulan bahwa Gunung Merapi terletak pada kelurusan hampir barat-timur. Kelurusan ini diapit oleh kelurusan yang mempunyai arah arah timur-barat daya pada sisi barat dan timur Gunung Merapi.

Penelitian geofisika secara garis besar dibagi menjadi 2, yaitu: penelitian terhadap kondisi dinamis dan terhadap kondisi statis atau bentuk stuktur bawah permukaan Gunung Merapi. Penelitian kondisi dinamis dilakukan sebagian besar dengan metode seismik. Kirbani (1990) menunjukkan bahwa pada dinamika fluida magma di Gunung Merapi mempunyai beberapa macam pola, yaitu : minopol, dipol dan quadrupol. Di dalam pipa saluran dan kantong magma, magma dimungkinkan mempunyai viskositas yang rendah, sedangkan pada permukaan viskositas magma yang tinggi ditunjukkan dalam bentuk kubah lava (Kirbani., 1990; Fadeli, 1990). Keberadaan kantong magma di Gunung Merapi juga menunjukkan hal yang menarik, yaitu ditemukan adanya 2 kantong magma. Kantong magma dangkal ditemukan pada kedalaman sekirtar 1 km dengan volume 0,6 km3 (Kirbani et al, 1988), sedangkan dari pipa penghubung dengan panjang sekitar 1,4 s/d 1,8 km (Imam, 1993), maka kantong magma dalam terletak pada kedalaman sekitar 3,5 s/d 4 km (gambar 2.4)

Keberadaan kantong magma dalam ini kemungkinan dapat dihubungkan dengan hasil penyelidikan dengan metode lain. Struktur bawah permukaan yang diselidiki dengan metode geomagnetik dan gravitasi, menunjukkan adanya anomali benda dengan densitas lebih besar dan suseptibiltas lebih rendah dari batuan sekelilingnya di bawah Gunung Merapi pada kedalaman sekitar 3 km (Gunawan, 1985; Wahyudi, 1986; Aziz, 1986). Dari hasil interpretasi data geomagnet di daerah Gunung Merbabu didapatkan sumber anomali magnetik Gunung Merbabu yang lebih dalam (Situmorang, 1989). Hal ini dapat digunakan untuk alasan adanya perbedaan aktivitas antara kedua gunung tersebut. Penelitian dengan AMT (Audio Magneto Tellurik) menunjukkan adanya daerah dengan harga tahanan jenis yang rendah yang dapat dihubungkan dengan keberadaan kantong magma di Gunung Merapi (Budi E.N, 1991).

Imam, 2011, membuat model bawah permukaan di bawah gunung Merapi dan Merbabu berdasarkan data gravitasi. Model ini terdiri dari 5 perlapisan batuan, yaitu: piroklastik hasil aktivitas gunung Merapi dan Merbabu, di bawahnya terdapat lapisan dengan densitas 2,40 gr/cc. yang diinterpretasi sebagai lapisan produk aktivitas gunung Merapi dan Merbabu, tetapi lebih tua, di bawah kedua lapisan tersebut terdapat batuan dengan densitas 2,60 gr/cc. sebagai kantong magma di bawah puncak gunung Merapi dan Merbabu, lapisan

(17)

11 ke empat, batuan dengan densitas 2,80 gr/cc sebagai basement bagi batuan yang lain, dan paling bawah adalah lapisan batuan dengan densitas 3,00 gr/cc, terletak pada kedalaman 11 km di bawah msl.

Selain kelima lapisan batuan tersebut, terdapat model kantong magma di bawah gunung Merbabu dan Merapi. Kantong magma gunung Merbabu mempunyai kedalaman 4,5 km di bawah puncak dengan densitas 2,75 gr/cc. Sedangkan di bawah Merapi terdapat 2 kantong magma, dengan kantong magma atas pada kedalaman 500 meter di bawah puncak, dan kantong magma bawah pada kedalaman 3,2 km di bawah puncak. Densitas kantong magma di bawah Merapi adalah 2,70 gr/cc.

Densitas batuan kantong magma di bawah gunung Merbabu lebih besar dibandingkan dengan kantong magma di bawah gunung Merapi. Demikian juga dengan kedalaman kantong magma. Kedua hal ini dapat menjadi jawaban atas pertanyaan mengapa gunung Merbabu lebih diam dibandingkan dengan gunung Merapi, walaupun kedua gunung terletak berdekatan.

Gambar 2.5. Hasil interpretasi bawah permukaan Gunung Merapi dari beberapa macam metode. Pada kedalaman 1 km terdapat kantong magma dangkal dan saluran di bawahnya yang menghubungkan

dengan kantong magma yang lebih dalam (after Imam et al, 1993).

Gambar 2.6 memperlihatkan penampang vertikal dari arah utara ke selatan yang memperlihatkan model kantong magma gunung Merai dan Merbabu.

(18)

12 Gambar 2.6. Model bawah permukaan penampng utara-selatan hasil analisis data anomali gravitasi

(19)

13

BAB III

DASAR TEORI

III.1. Teori Dasar Magnetik III.I.I Gaya Magnetik

Dasar dari metode magnetik adalah gaya Coulomb antara dua kutub magnetik m1 dan

m2 (e.m.u) yang berjarak r (cm) (gambar 3.1) dalam bentuk :

r F 1 32 r m m o

(dyne) (3.1)

Dengan F adalah gaya yang bekerja diantara dua kutub magnet m1 dan m2, r adalah vektor jarak antara dua kutub magnet, dan o adalah permeabilitas medium dalam ruang hampa,

tidak berdimensi dan berharga satu (Telford dkk, 1990).

Gambar 3.1. Gaya Coulumb antara dua kutub magnet.

III.1.2 Kuat Medan Magnet

Kuat medan magnet H pada suatu titik yang berjarak r dari m1 didefinisikan sebagai

gaya persatuan kuat kutub magnet, dapat dituliskan sebagai :

r

F

H

13 2

r

m

m

o

(oersted)

(3.2)

III.1.3 Momen Magnetik

Bila dua buah kutub magnet m1 dan m2, masing-masing berlawanan dan mempunyai

kuat kutub magnet +p dan –p, keduanya terletak dalam jarak l, maka momen magnetik M dapat dituliskan sebagai:

(20)

14

𝑴 = p l r1 = M r1 (3.3)

dengan M adalah vektor dalam arah unit vektor r1 dari kutub negatif ke kutub positif.

III.1.4 Intensitas Kemagnetan

Benda magnet dapat dipandang sebagai sekumpulan dari sejumlah momen-momen magnetik. Bila benda magnetik tersebut diletakkan dalam medan luar, benda tersebut menjadi termagnetisasi karena induksi. Oleh karena itu intensitas kemagnetan I adalah tingkat kemampuan menyearahnya momen-momen magnetik dalam medan magnet luar, atau didefinisikan sebagai momen magnet (M) persatuan volume (V). Sehingga dapat ditulis sebagai:

I = M / V (3.4)

III.1.5 Suseptibilitas Kemagnetan

Tingkat suatu benda magnetik untuk mampu dimagnetisasi ditentukan oleh susebtibilitas kemagnetan atau k, yang dituliskan sebagai :

I = k H (3.5)

dengan, I : Intensitas kemagnetan k : Susebtibilitas magnetik H : Kuat medan magnetik

Di dalam sistem cgs dan SI, konstanta k tidak berdimensi, tetapi berbeda nilainya sebesar 4π kalinya dari susebtibilitas dalam SI, dan dapat dinyatakan dengan persamaan (Telford, dkk, 1990) :

Ksi = 4πkemu (3.6)

Benda magnetik yang berada di dalam medan magnetik bumi akan terinduksi yang besarnya bergantung pada susebtibilitas magnetiknya. Besaran yang tidak berdimensi ini merupakan parameter dasar yang dipergunakan dalam metode magnetik. Harga k pada batuan semakin besar apabila dalam batuan tersebut semakin banyak dijumpai mineral-mineral yang bersifat magnetik.

Berdasarkan nilai susebtibilitas magnetik, material-material magnetik dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis, yang meliputi :

a. Diamagnetik

Diamagnetik adalah benda magnetik yang mempunyai nilai susebtibilitas kecil dan negatif (Tipler, 1996), sehingga magnetisasi yang diinduksikan di dalam bahan

(21)

15 oleh medan magnetik bumi menghasilkan arah yang berlawanan terhadapnya. Beberapa bahan diamagnetik yang paling kuat adalah logam bismuth dan molekul organik seperti benzena.

b. Ferromagnetik

Ferromagnetik adalah benda magnetik yang mempunyai nilai susebtibilitas positif dan besar (Tipler, 1996). Bahan feromagnetik dapat diklasifikasikan menjadi : - Ferromagnetik yaitu benda magnetik yang mempunyai orientasi atom-atom

sebagian berlawanan arah seperti : magnetite, titanomagnetite,ilminite.

- Anti Ferromagnetik yaitu benda magnetik yang mempunyai orientasi atom-atom terbagi dua berlawanan arah sehingga momen magnetik totalnya mendekati nol seperti hematite.

- Truly ferromagnetik yaitu benda magnetik yang mempunyai orientasi atom-atom dalam material sama seperti besi, cobalt, nikel.

c. Paramagnetik

Paramagnetik adalah benda yang mempunyai nilai susebtibilitas sangat kecil dan positif (Tipler, 1996), seperti gneiss, pegmatit, dolomit, syenite.

III.1.6 Induksi Magnetik

Bila benda magnetik diletakkan dalam medan magnet luar H, kutub-kutub internalnya akan meyearahkan diri dengan H dan terbentuk suatu medan magnet baru, yaitu:

H’ = 4π H (3.7)

Medan magnet totalnya disebut dengan induksi magnet B dan dituliskan sebagai :

B = H + H’ (3.8)

Subtitusikan persamaan (3.5) ke (3.7) dan kemudian di bawa ke persamaan (3.8), akan diperoleh persamaan baru yaitu :

B = H + 4πk H = (1 + 4πk) H (3.9)

dengan 1 + 4π k dan disebut sebagai permeabilitas relatif dari suatu benda magnetik. Satuan B dalam emu adalah gauss, sedangkan dalam geofisika eksplorasi dipakai satuan gamma (g), dengan 1 g = 10-5 gauss = 1 nT.

III.1.7 Potensial Magnetostatik

Potensial magnetostatik didefinisikan sebagai tenaga yang diperlukan untuk memindahkan satu satuan kutub magnet dari titik tak-terhingga ke suatu titik tertentu dan dapat dituliskan sebagai :

(22)

16 A(r) = -

r

H(r)

dr (3.10)

Untuk benda tiga dimensi, material didalamnya memberikan sumbangan momen magnetik persatuan volume M(r). Jadi potensialnya merupakan hasil integral sumbangan momen dwikutub persatuan volume dan dapat dituliskan sebagai :

A(ro) = -

v M(r)

r

r

1

0

dV = - M

 

v

r

0

r

1

dV (3.11)

Medan magnet benda sebagai penyebab timbulnya anomali dapat dituliskan sebagai : H(ro) = 

v M(r)

r

r

0

1

dV (3.12)

III.2. Medan Magnet Bumi

Bumi berlaku seperti sebuah magnet sferis yang sangat besar dengan suatu medan magnet yang mengelilinginya. Medan itu dihasilkan oleh suatu dipole magnet yang terletak pada pusat bumi. Sumbu dipole ini bergeser sekitar 11o dari sumbu rotasi bumi, yang berarti kutub utara geografis bumi tidak terletak pada tempat yang sama dengan kutub selatan magnetik bumi. Menurut IGRF (2000), melalui perhitungan posisi simetris dimana dipole magnetik memotong permukaan bumi, letak kutub utara magnet bumi adalah 79,3 N, 71,5 W dan 79,3 S , 108,5 E untuk kutub selatan.

Gambar 3.2 menggambarkan medan magnet bumi yang terkarakterisasi oleh parameter fisis yang dapat diukur yaitu arah dan intensitas kemagnetannya. Parameter fisis itu adalah deklinasi magnetik (D), intensitas horisontal (HH) dan intensitas vertikal (HZ). Dari elemen-elemen ini, semua parameter medan magnet lainnya dapat dihitung. Parameter yang menggambarkan arah medan magnetik adalah deklinasi D (sudut antara utara magnetik dan utara geografis) dan inklinasi I (sudut antara bidang horisontal dan vektor medan total), yang besarnya adalah :

𝑰 = 𝒂𝒓𝒄𝒕𝒂𝒏 𝑯𝒛

𝑯𝒙𝟐+𝑯𝒚𝟐

(3.13)

Intensitas medan magnetik total (F) digambarkan dengan komponen horisontal (H), komponen vertikal Z dan komponen horisontal kearah utara X dan kearah timur Y. Intensitas medan magnetik bumi secara kasar antara 25.000 – 65.000 nT. Untuk Indonesia, wilayah

(23)

17 yang terletak di utara ekuator mempunyai intensitas sekitar 40.000 nT, sedangkan yang di selatan ekuator sekitar 45.000 nT.

Gambar 3.2. Elemen magnetik bumi.

Medan magnet utama bumi berubah terhadap waktu sehingga untuk menyeragamkan nilai-nilai medan utama magnet bumi, dibuat standard nilai yang disebut dengan International Geomagnetics Reference Field (IGRF) yang diperbaharui tiap 5 tahun sekali. Nilai-nilai IGRF tersebut diperoleh dari hasil pengukuran rata-rata pada daerah luasan sekitar 1 juta km yang dilakukan dalam waktu satu tahun.

Medan magnet bumi terdiri dari tiga bagian, yaitu : a. Medan utama (Main field)

Pengaruh medan utama magnet bumi  99% dan variasinya terhadap waktu sangat lambat dan kecil.

b. Medan luar (external field)

Pengaruh medan luar berasal dari pengaruh luar bumi yang merupakan hasil ionisasi di atmosfer yang ditimbulkan oleh sinar ultraviolet dari matahari. Karena sumber medan luar ini berhubungan dengan arus listrik yang mengalir dalam lapisan terionisasi di atmosfer, maka perubahan medan ini tehadap waktu jauh lebih cepat. Beberapa sumber medan luar antara lain :

 Perubahan konduktivitas listrik lapisan atmosfer dengan siklus 11 tahun.  Variasi harian dengan periode 24 jam yang berhubungan dengan pasang surut

matahari dan mempunyai jangkau 30 nT.

 Variasi harian dengan periode 25 jam yang berhubungan dengan pasang surut bulan dan mempunyai jangkau 2 nT.

(24)

18  Variasi sekuler

Variasi ini ditimbulkan oleh factor internal bumi. Periodenya sangat besar dalam orde puluhan tahun hingga ratusan tahun dan tidak dapat diperkirakan. Variasi sekuler diakibatkan adannya perpindahan kutub-kutub magnet bumi sebesar 0.10 ke arah barat, di sekitar garis katulistiwa kira-kira 6 km/tahun. Karena perubahannya sangat lambat, sehingga sering diabaikan.

c. Anomali Medan Magnetik

Variasi medan magnetik yang terukur di permukaan merupakan target dari survey magnetik (anomali magnetik). Besarnya anomali magnetik berkisar ratusaan sampai dengan ribuan nano-tesla, tetapi ada juga yang yang lebih besar dari 100.000 nT yang berupa endapan magnetik. Secara garis besar anomali ini disebabkan oleh medan magnetik remanen dan medan magnet induksi. Medan magnet remanen mempunyai peranan yang besar pada magnetisasi batuan yaitu pada besar dan arah medan magnetnya serta sangat rumit diamati karena berkaitan dengan peristiwa kemagnetan yang dialami sebelumnya. Sisa kemagnetan ini disebut dengan Normal Residual Magnetism yang merupakan akibat dari magnetisasi medan utama.

Anomali yang diperoleh dari survei merupakan hasil gabungan dari keduanya, bila arah medan magnet remanen sama dengan arah medan magnet induksi maka anomali nya bertambah besar, demikian pula sebaliknya. Dalam survei magnetik, efek medan remanen akan diabaikan apabila anomali medan magnet kurang dari 25 % medan magnet utama bumi (Telford dkk, 1990).

Adanya anomali magnetik menyebabkan perubahan dalam medan magnet total bumi dan dapat dituliskan sebagai :

HT = HM + HA (3.14)

dengan, HT = medan magnetik total bumi HM = medan magnetik utama bumi

HA = medan anomali magnetik

Jika HT menggambarkan medan magnet terukur pada suatu titik yang sudah terkoreksi harian dan HM adalah medan magnet utama pada titik yang sama seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.3, maka anomaly medan magnet total diberikan oleh :

T = |HT| + |HM| (3.15)

T = | HM + HA| - | HM| (3.16)

(25)

19 Untuk |HM| ≫ |HA| dapat dipakai pendekatan

T ≈ |HM + HA| - | HM|

≈ (HM

HM + 2HM

HA)0,5 - |HM|

≈ (HM

HA)/ |HM| (3.17)

≈ HM

HA

Maka besaran anomaly medan magnetik total adalah :

T ≈ HM

HA (3.18)

Dengan demikian T adalah proyeksi anomaly medan magnet total pada medan magnet utama bumi.

Gambar 3.3. Penggambaran vector anomali medan magnetic total (Blakely, 1995).

III.3.Transformasi Medan Magnetik III.3.1. Kontinuasi ke Atas

Tujuan dari dilakukannya kontinuasi ke atas adalah untuk mentransforasi medan potensial yag diukur di permukaan tertentu ke medan potensial pada permukaan lainnya yang lebih jauh dari sumber. Hal ini sesuai dengan prinsip kontinuasi ke atas bahwa suatu medan potensial dapat dihitung pada setiap titik di dalam suatu daerah berdasarkan sifat medan pada permukaan yang melingkupi daerah tersebut.

𝐻 𝑥, 𝑦, 𝑧0− ∆𝑧 = ∆𝑧 4𝜋 𝐻 𝑥′,𝑦′,𝑧0 (𝑥−𝑥′)2+(𝑦−𝑦′)2+∆𝑧23/2 −∞ −∞ 𝑑𝑥 𝑑𝑦, ∆𝑧 > 0 (3.19)

Persamaan (3.19) disebut intergral kontinuasi ke atas, yang menunjukkan cara bagaimana menhitung nilai dari sebuah medan potensial pada sembarang titik bidang atas bidang horizontal dari suatu medan di permukaan.

III.3.2. Reduksi ke Kutub Magnet Bumi

Baranov dan Nauidy (1964) telah mengembangkan metode transformasi reduksi ke kutub untuk meyederhanakan interpretasi data medan magnetic pada daerah – daerah berlintang rendah dan menengah.

(26)

20 Gambar 3.4. Anomali Magnetik dan anomaly hasil reduksi ke kutub (Blakely, 1995).

Metode reduksi ke kutub magnetic bumi dapat mengurangi salah satu tahap yang rumit saat interpretasi data magnetik. Hal ini dikarenakan anomaly medan magnetik menunjukkan langsung bendanya, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.4. Proses transoformasi reduksi ke kutub dilakukan dengan mengubah arah magnetisasi dan medan utama dalam arah vertikal.

𝐹 ∆𝑇𝑟 = 𝐹 Ψ𝑟 𝐹 Δ𝑇 (3.20) 𝐹 Ψ𝑟 = 1 ΘmΘf = 𝐾 2 𝑎1𝐾𝑥2+𝑎 2𝐾𝑦2+𝑎3𝐾𝑥𝐾𝑦+𝑖 𝐾 (𝑏1𝐾𝑥+𝑏2𝐾𝑦) (3.21) Dengan 𝐾 ≠ 0 dan 𝑎1= 𝑚𝑧𝑓 − 𝑚𝑧 𝑥𝑓𝑥 𝑎2= 𝑚𝑧𝑓 − 𝑚𝑧 𝑦𝑓𝑦 𝑎3= 𝑚𝑦𝑓 − 𝑚𝑥 𝑥𝑓𝑦 𝑏1= 𝑚 − 𝑚𝑥𝑓𝑧 𝑧𝑓 𝑏𝑥 2= 𝑚 𝑓𝑦 𝑧− 𝑚𝑥𝑓 𝑥

𝐹 Ψ𝑟 adalah Transformasi Fourier reduksi ke kutub. 𝐹 ∆𝑇𝑟 adalah Transformasi

Fourier anomaly medan magnet yang diukur. 𝐹 Δ𝑇 adalah Transformasi Fourier anomaly medan magnet yang diakibatkan oleh magnetisasi sumbernya. K adalah bilangan gelomobang (wavenumber). Θm adalah fungsi kompleks magnetisasinya. Θf adalah fungsi kompleks medan magnet utama. m(x,y,z) adalah vector dalam arah magnetisasi (x,y,z), dan f(x,y,z) adaloah vector satuan dalam arah medan utama (x,y,z).

Persamaan (3.21) mentransformasikan anomaly medan magnet total yang diukur pada suatu lokasi dengan arah medan magnet utama tertentu menjadi bentuk anomali yang berbeda. Perubahan bentuk anomali terjadi karena perubahan arah vector magentisasi dan medan magnet utama, meskipun anomali tersebut masih disebabkan oleh distribusi magnetisasi yang sama.

(27)

21 BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

IV.1 Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran medan magnetik bumi pada antara lain (gambar 4.1):

1. PPM (Proton Precession Magnetometer) tipe Geometrics model G-856, yang dilengkapi sensor, tongkat, dan baterai kering,

2. GPS tipe Navigasi.

Peralatan penunjang yang digunakan antara lain :

1. Kompas geologi, digunakan untuk mengetahui arah utara sebagai orientasi 2. Peta topografi, digunakan untuk menentukan titik-titik pengukuran.

3. Peta geologi, digunakan untuk mengetahui struktur geologi serta penyebaran jenis batuan di daerah penelitian.

4. Jam tangan, untuk mengetahui waktu pengambilan data.

5. Buku log, digunakan untuk mencatat nilai intensitas medan magnetik total, hari, tanggal, jam, kondisi cuaca dan lingkungan saat pengambilan data.

6. 1 unit komputer yang dilengkapi dengan software Microsoft Excel, Surfer,Magpick dan Geosoft, sebagai software pengolah data.

(28)

22 IV.2. Metode Pengumpulan Data

Data-data yang dicatat dalam survei geomagnetik antara lain : 1. Waktu meliputi hari, tanggal, jam.

2. Data geomagnetik:

a. Medan Total: minimal lima kali pengukuran pada tiap stasiun pengukuran untuk mengurangi gangguan lokal (noise).

b. Variasi harian.

c. Medan utama bumi (IGRF). 3. Posisi stasiun pengukuran.

4. Kondisi cuaca dan topografi lapangan.

Pengumpulan data bergantung pada target dan kondisi lapangan. Pengukuran dengan target lokal biasanya dilakukan untuk daerah survei yang tidak terlalu luas, dengan spasi 50 – 500 meter, sedang untuk target regional mencakup daerah yang lebih luas dengan spasi 1 – 5 km. Data yang terukur yaitu intensitas medan magnet total, waktu, dan tanggal pengukuran. Alat ini juga dilengkapi oleh sensor noise yang akan berbunyi apabila di titik pengukuran banyak terdapat gangguan seperti, jaringan listrik, pipa besi dll. Pengukuran di daerah gunungapi, di puncak dan tubuh gunung dilakukan dengan spasi 0,5 km atau sekitar 25-30 menit perjalanan (kaki), sedangkan pada kaki gunung dan sekitarnya spasinya 1-2 km. Variasi harian diukur dengan menggunakan Base station PPM.

Pada penelitian ini dilakukan pengukuran medan magnet bumi dengan spasi rata-rata 2 km, dengan persebaran random. Hal ini dikarenakan luas area yang cukup luas dengan medan yang relatif berat sehingga pengukuran lebih banyak di lakukan di pinggir jalan.

IV.3 Metode Pengolahan Data

Metode pengolahan data anomali geomagnetik secara garis besar ditunjukkan pada diagram alir sebagai berikut:

Dari pengukuran di lapangan, diperoleh data intensitas medan magnet total atau vertikal dan horizontal, yaitu dari pengukuran PPM. Data-data tersebut merupakan harga terbaik dari lima kali pengukuran di setiap titik pengukuran. Dengan mengoreksi dengan medan magnet utama bumi (untuk P. Jawa diasumsikan besarnya 45.300 nT) atau dapat menggunakan model yang dikeluarkan oleh IGRF pada epoch yang bersangkutan, maka dapat diperoleh data anomali medan geomagnet bumi pada daerah survei. Selanjutnya data anomali ini diolah (misalnya dengan filtering) untuk dilakukan penafsiran (interpretasi data)

(29)

23 misalnya dengan pemodelan untuk mendapatkan struktur batuan di bawah permukaan bumi. Langkah-langkah dalam pengolahan data medan magnet total ditujukkan oleh gambar 4.2.

Gambar 4.2. Diagram alir pengolahan data magnetik.

IV.3.1.Koreksi IGRF dan Variasi Harian

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan merupakan data medan magnet total yang masih dipengaruhi oileh medan magnet utama bumi (IGRF) dan medan

MULAI

KOREKSI VARIASI HARIAN DAN KOREKSI IGRF ANOMALI MEDAN MAGNETIK TOTAL INFORMASI GEOLOGI REDUKSI KE KUTUB ANOMALI REGIONAL HASIL REDUKSI KE KUTUB PROFIL ANOMALI PEMODELAN PROFIL MODEL COCOK INTERPRETASI KESIMPULAN SELESAI AKUISISI KONTINUASI KEATAS ANOMALI REGIONAL YA TIDAK UBAH MODEL

(30)

24 magnet luar. Untuk memperoleh anomali medan magnet total, maka pengaruh-pengaruh tersebut harus dihilangkan terlebih dahulu, yaitu dengan melakukan koreksi nilai intensitas medan magnet utama bumi (IGRF) dan koreksi variasi harian. Koreksi variasi harian dilakukan dengan cara mengurangkan atau menambahkan data variasi harian, dimana untuk variasi harian yang bernilai positif dilakukan operasi pengurangan begitu juga berlaku sebaliknya.

IV.3.2. Kontinuasi ke Atas

Kontinuasi ke atas dilakukan dengan mengolah data medan magnet total menggunakan software Magpick. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan pengaruh lokal yang berasal dari sumber-sumber di permukaan, dan memperjelas pengaruh anomali regional. Semakin tinggi kontinuasi data, maka informasi lokal semakin hilang, dan informasi regional semakin jelas.

IV.3.3. Reduksi Ke Kutub

Data anomali medan magnet total hasil kontinuasi kemudian direduksi ke kutub dengan menggunakan software MagPick. Hal ini bertujuan agar anomali medan magnet maksimum terletak tepat di atas tubuh benda penyebab anomali (anomali bersifat monopole), sehingga dapat memudahkan dalam proses interpretasi.

IV.4 Metode Interpretasi

Penafsiran data dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Untuk pengukuran secara kualitatif, analisis dilakukan pada peta kontur anomali medan magnet total dan vertikal. Hasil yang diperoleh adalah lokasi benda penyebab anomali berdasarkan klosur kontur, sedangkan untuk penafsiran kuantitatif dilakukan dengan dua metode :

- Metode langsung, dilakukan dengan menggunakan kurva karak-teristik pada penampang kontur anomali magnetik. Hasil yang diperoleh adalah perkiraan kasar kedalaman, tebal dan kemiringan benda penyebab anomali.

- Metode tidak langsung yaitu dengan mencocokkan kurva anomali lapangan dengan kurva model yang dilakukan secara iteratif (trial and error).

- Pengolahan dan penafsiran data dilakukan dengan bantuan software yang tersedia, pada penelitian ini digunakan software surfer. Magpick, dan Geosoft untuk pengolahan data.

(31)

25

BAB V

ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

V.1. Hasil pengolahan data

Data yang diperoleh dari pengukuran magnetik di lapangan adalah data magnetik berupa medan total di titik pengukuran, koordinat posisi, dan waktu pengambilan data. Jumlah titik pengukuran yang diperoleh yaitu 320 titik dengan luas area 30 km x 40 km. Data hasil pengukuran disajikan pada Lampiran A. Pengambilan data dilakukan berdasarkan kemudahan jalur yang dapat diakses menggunakan kendaraan roda empat dan jalan kaki. Data diukur dalam jarak antara 1 sampai 2 km dimana jarak pengukuran yang berada jauh dari puncak gunung berjaraka antara 1,5 – 2 km dan pada daerah disekitar puncak gunung berjarak sekitar 50 meter. Distribusi pengukuran dapat dilihat pada gambar 5.1.

Pengolahan data dan penggambaran anomali menggunakan software Geosoft. Software mempunyai kelengkapan yang memadai, mulai dari kontinuasi, reduksi ke kutub, analisis signal, sampai dengan pemodelan 2,5D.

(32)

26 V.1.1. Medan Magnet Total

Data medan magnetik total (gambar 5.2) yang telah diperoleh dari lapangan merupakan data yang masih mentah, oleh karena itu perlu dilakukan koreksi terlebih dahulu sebelum dilakukan pengolahan lebih lanjut. Koreksi variasi harian didapatkan dari data medan magnetik total yang diukur di base station. Setelah dilakukan koreksi variasi harian kemudian data dikenai koreksi IGRF (International Geomagnetic Reference Field). Nilai IGRF ini ditentukan berdasarkan kesepakatan internasional dibawah pengawasan Intenational Association of Geomagnetic and Aeronomy (IAGA) dan diperbaharui setiap 5 tahun sekali. Nilai IGRF untuk area penelitian kali ini adalah 45161,3 nT dengan nilai inklinasi dan deklinasi sebesar -33,96667 dan 0,933333. Setelah data dikenai dengan koreksi variasi harian dan koreksi IGRF kemudian akan didapatkan anomali medan magnetik total.

(33)

27 V.1.2. Anomali Medan Magnet Total

Anomali medan magnet total diperoleh dengan melakukan beberapa reduksi pada data hasil pengukuran di lapangan, yaitu reduksi IGRF dan reduksi variasi harian. Anomali medan magnet total adalah nilai medan magnet di suatu titik yang dihasilkan oleh batuan di bawah permukaan yang menjadi target dari pengukuran metode magnetik. Pada peta anomali medan magnet total (gambar 5.3) terdapat klosur positif dan klosur negatif, hal ini menunjukkan bahwa anomali magnet adalah bersifat dipole (dwi kutub). Anomali medan magnet total sudah tidak begitu dipengaruhi oleh anomali lokal, hal ini terlihat pada sedikitnya jumlah dipole magnetik pada peta kontur.

(34)

28 V.1.3. Hasil Kontinuasi ke Atas

Proses kontinuasi ke atas dilakukan pada peta anomali medan magnetik total. Tujuan dari proses kontinuasi ini yaitu untuk memisahkan antara anomaly lokal dan anomali regional sehingga dapat dipisahkan antara batuan penyebab anomali pada posisi yang lebih dalam dengan yang lebih dangkal pada suatu kedalaman tertentu di bawah permukaan daerah pengukuran. Tingkat proses kontinuasi dilakukan menurut target yang diinginkan yaitu bergantung pada kedalaman target itu sendiri. Proses kontinuasi dengan uji trial and error dilakukan dengan melihat kecenderungan pola kontur hasil kontinuasi pada ketinggian tertentu di atas sferoida referensi. Kontinuasi ke atas dilakukan terhadap data anomali medan magnet total, mulai dari ketinggian 100, 500, dan 1000. Kontinuasi yang digunakan adalah pada ketinggian 1000 m (gambar 5.4) di atas steroida referensi, dengan asumsi bahwa pada ketinggian ini anomali lokal sudah dapat dihilangkan dan sudah mencakup area pengukuran.

(35)

29 V.1.4. Hasil Reduksi ke kutub

Setelah dilakukan proses kontinuasi kemudian dilakukan proses reduksi ke kutub dengan tujuan untuk mempermudah dalam proses interpretasi. Reduksi ke kutub digunakan untuk melokalisasi daerah dengan anomali maksimum atau minimum tepat berada di atas tubuh benda penyebab anomali yaitu dengan cara mentransformasi kenampakan dipole menjadi kenampakan monopole dimana posisi benda anomali menjadi tepat di bawah klosur utama. Data yang direduksi ke kutub yaitu data anomali regional yang telah dikontinuasi ke atas pada ketinggian 1000 meter. Reduksi ke kutub dilakukan dengan cara membawa posisi benda ke kutub utara. Proses ini akan mengubah parameter medan magnet bumi pada daerah penelitian yang memiliki deklinasi 0.9333330 dan inklinasi. -33.966670 menjadi kondisi di kutub yang memiliki deklinasi 00 dan inklinasi 900.

(36)

30 Gambar 5.5 memperlihatkan hasil proses reduksi ke kutub terhadap data hasil kontinuasi 1000 meter. Pada anomali medan magnet total Gunung Merapi, Merbabu, dan sekitarnya. Terlihat bahwa pada daerah puncak Gunung Merapi yang semula menunjukkan adanya dipol magnetik, berubah menjadi monopol.

V.2. Pembahasan

V.2.1. Interpretasi Kualitatif

Interpretasi kualitatif dilakukan dengan menganalisis peta kontur anomali regional dan anomali regional hasil reduksi ke kutub. Hasil analisis tersebut kemudian dipadukan atau dikorelasikan dengan keadaan geologi area penelitian. Kontur anomali regional hasil reduksi ke kutub menunjukkan bahwa Gunung Merapi dan Merbabu terletak di tengah kontur dipole utama dimana anomali tersebut mempunyai kelurusan kontur dengan arah relative utara-selatan. Berdasarkan informasi dari peta geologi, pada daerah penelitian terdapat kemungkinan adanya sesar yang mempunyai kelurusan yang relatif sama dengan anomali yang ditunjukkan pada hasil reduksi ke kutub (gambar 5.5).

V.2.2. Interpretasi Kuantitatif

Interpretasi kuantitatif dilakukan dengan menggunakan pemodelan 2,5D dengan memanfaatkan fasilitas pada sodfware Geosoft. Pemodelan dilakukan pada kontur anomali regional yang telah dikontinuasi pada ketinggian 1000 meter. Model dibuat berdasarkan pada 2 sayatan yang saling menyilang dan melewati puncak Gunung Merapi. Pembuatan model juga harus memasukkan arah sayatan (bearing), inklinasi, dan deklinasi. Kedua hasil sayatan diperlihatkan pada gambar 5.6 dan 5.7.

Dari hasil pemodelan, secara umum di bawah Gunung Merapi dan Merbabu terdapat 3 lapis batuan. Lapisan pertama merupakan batuan piroklastik hasil aktivitas kedua gunung tersebut pada masa lalu, lapisan kedua berkaitan dengan posisi kantong magma, dan lapisan ketiga adalah lapisan yang mensuplai magma di atasnya.

Perbedaan yang menyolok terlihat bahwa lapisan piroklastik di Gunung Merbabu lebih tebal dibandingkan di Gunung Merapi. Konsekuensinya posisi kantong magma di Gunung Merapi terletak lebih dangkal dibandingkan di Gunung Merbabu. Demikian juga lapisan yang mensuplai magma, terlihat lebih tipis di bawah puncak Gunung Merapi dibandingkan di Gunung Merbabu. Kedua hal inilah yang dapat dijadikan alasan bahwa Gunung Merapi mempunyai aktivitas yang lebih besar dan lebih sering dibandingkan dengan Gunung Merabu, walaupun kedua gunung tersebut berdekatan.

(37)

31 Gambar 5.6. Model bawah permukaan anomali medan magnet total Gunung Merapi, Merbabu,

dan sekitarnya dari arah utara ke selatan.

Gambar 5.7. Model bawah permukaan anomali medan magnet total Gunung Merapi, Merbabu, dan sekitarnya dari arah barat ke timur.

(38)

32 BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1. Kesimpulan.

Dari hasil analisis data anomali medan magnet total Gunung Merapi, Merbabu, dan sekitarnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu:

1. Terdapat 3 perlapisan batuan di bawah Gunung Merapi dan Merbabu, yang berkaitan dengan produk aktivitas (piroklastik sebagai lapisan pertama), posisi kantong magma (lapisan kedua), dan lapisan yang mensuplai magma ke atas (lapisan ketiga)

2. Lapisan pertama pada Gunung Merbabu lebih tebal dibandingkan pada Gunung Merapi, sedangkan lapisan pensuplai magma lebih tipis di Gunung Merapi. Kedua hal ini dapat dijadikan alasan tingkat aktivitas Gunung Merapi yang jauh lebih besar dan lebih sering dibandingkan dengan Gunung Merbabu.

3. Software Geosoft merupakan software yang cukup komprehensif dan lengkap untuk melakukan analisis data magnetik. Untuk itu direkomendasikan penggunaan software ini untuk analisis data magnetik pada kasus-kasus yang lain.

VI.2. Saran.

Untuk memperbaiki hasil yang telah didapatkan, maka disarankan beberapa hal, antara lain:

1. Pemodelan dilakukan tidak hanya pada dua sayatan saja, tetapi dengan membuat beberapa sayatan yang lain, sehingga hasil akhir dari pemodelan adalah model 3D.

2. Dilakukan analisis dengan beberapa metode lainnya, misalkan SVD (Second Vertical Derivative), FHD (First Horizontal Derivative), yang umumnya digunakan untuk memperjelas adanya struktur-struktur geologi.

(39)

33 DAFTAR PUSTAKA

Arsadi, E.M., Suparka, S. and Nishimura, S., 1995, Subsurface structure of Merapi inferred form magnetikotelluric, gravimetric and magnetikic surveys, Paper presented at Merapi Decade Volcano International Workshop, October 5-9, Yogyakarta, Indonesia.

Blakely, R.J., 1995, Potential theory in applied geophysics, Chambridge University Press. Budi, E.N., 1991, Penelitian audiomagnetikotelurik (AMT) di Gunungapi Merapi, Skripsi S-1,

Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Gadjah Mada, Indonesia.

Imam, S., 1993, Studi tentang tremor harmonik Gunungapi Merapi (Jawa Tengah) sebelum pembentukan kubah lava tahun 1992, Tesis S-2, Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Indonesia.

Imam, S., 2011, Pemodelan Bawah Permukaan Gunung Merapi dan Merbabu Berdasarkan Analisis Data Gravitasi, Fisika FMIPA UGM, Yogyakarta

Kirbani, S.B., 1990, Analysis of volcanic tremor at Mount Merapi (Central Java, Indonesia) - In order to understand internal magma flow, S-3 thesis, Physics Department, Gadjah Mada University, Indonesia.

Sukarjita, I.W., Kirbani, S.B., Wahyudi, 1999, Pemodelan sesar regional di kawasan gunung merapi-merbabu berdasarkan data anomali medan magnetik komponen vertikal, Prosiding pertemuan ilmiah tahunan ke 24.

Talwani, M., Worzel, J.L., and Landisman, M., 1965, Geophysics, vol.64, page. 49-59.

Telford, W.M., Geldart, L.P., Sheriff, R.E. dan Keys, D.A.,1990, Applied geophysics, Chambridge University Press.

Van Bemmelen, R.W., 1949, The geologi of Indonesia, v.IA, General Geologi, Government publisher, The Hague.

(40)

34 LAMPIRAN DATA MAGNETIK GUNUNG MERAPI, MERBABU, DAN SEKITARNYA

No STA No Longitude Latitude X Y altitude pm-har IGRF Anomali

1 UGMR 91 110.49544 -7.75265 444364 9143014 176.93 45418.13 45366.59 51.54 2 UGMR 75 110.41421 -7.73085 435403 9145413 235.04 45631.91 45359.13 272.78 3 UGMR 92 110.50146 -7.72970 445025 9145552 209.34 45389.65 45354.70 34.95 4 UGMR 24 110.39882 -7.72801 433706 9145724 235.96 45264.29 45358.36 -94.07 5 UGMR 111 110.56363 -7.71952 451879 9146685 192.59 46280.89 45346.80 934.09 6 UGMR 25 110.40683 -7.71548 434588 9147111 269.10 45398.25 45351.66 46.59 7 UGMR 76 110.44188 -7.71463 438452 9147210 270.54 45398.25 45349.68 48.57 8 UGMR 93 110.49994 -7.70830 444855 9147917 259.90 45251.57 45343.95 -92.38 9 UGMR 40 110.38557 -7.70741 432242 9147999 276.75 45195.07 45348.50 -153.43 10 UGMR 125 110.60201 -7.70404 456111 9148400 187.79 45264.23 45337.25 -73.02 11 UGMR 112 110.55798 -7.70207 451255 9148613 221.06 45429.16 45338.22 90.94 12 UGMR 77 110.44758 -7.70123 439079 9148692 306.87 45327.03 45342.63 -15.60 13 UGMR 26 110.40572 -7.70074 434463 9148740 309.37 45340.32 45344.23 -3.91 14 UGMR 78 110.46339 -7.69760 440822 9149095 305.31 45351.54 45340.13 11.41 15 UGMR 41 110.36631 -7.69692 430116 9149156 283.86 45400.38 45344.01 56.37 16 UGMR 97 110.51006 -7.69607 445970 9149271 286.38 45339.28 45337.30 1.98 17 UGMR 94 110.48850 -7.69430 443591 9149464 300.89 45406.56 45337.36 69.20 18 UGMR 27 110.39460 -7.68726 433234 9150229 341.23 45453.48 45337.91 115.57 19 UGMR 113 110.54320 -7.68604 449623 9150384 271.29 45388.07 45330.77 57.30 20 UGMR 79 110.46087 -7.68160 440543 9150864 358.25 45212.09 45332.15 -120.06 21 UGMR 28 110.40598 -7.68131 434489 9150888 367.88 45306.90 45334.42 -27.52 22 UGMR 98 110.51588 -7.67924 446609 9151132 329.49 45331.79 45328.54 3.25 23 UGMR 42 110.37245 -7.67731 430790 9151325 347.21 45301.27 45333.84 -32.57 24 UGMR 95 110.49096 -7.67636 443860 9151447 367.81 45450.48 45328.17 122.31 25 UGMR 80 110.46277 -7.66642 440750 9152543 427.28 45414.46 45324.41 90.05 26 UGMR 99 110.52072 -7.66598 447141 9152599 366.53 45299.95 45321.59 -21.64 27 UGMR 29 110.41309 -7.66332 435270 9152878 443.67 45700.02 45325.02 375.00 28 UGMR 96 110.48908 -7.66331 443651 9152890 425.74 45382.63 45321.66 60.97 29 UGMR 43 110.39476 -7.65973 433248 9153273 440.67 45309.49 45323.97 -14.48 30 UGMR 124 110.59701 -7.65886 455554 9153395 255.85 45088.24 45314.61 -226.37 31 UGMR 87 110.47919 -7.65839 442560 9153433 449.46 45388.90 45319.63 69.27 32 UGMR 100 110.51502 -7.65493 446511 9153820 421.24 45276.88 45316.25 -39.37 33 UGMR 44 110.37964 -7.65418 431579 9153883 437.04 44688.70 45321.84 -633.14 34 UGMR 45 110.36150 -7.65207 429578 9154114 408.18 45241.81 45321.56 -79.75 35 UGMR 81 110.45692 -7.65181 440102 9154157 499.32 45319.69 45317.25 2.44 36 UGMR 30 110.41100 -7.64939 435038 9154418 509.03 45187.86 45318.06 -130.20 37 UGMR 88 110.48527 -7.64936 443229 9154431 499.64 45339.32 45314.78 24.54 38 UGMR 86 110.46624 -7.64838 441130 9154537 524.50 45376.68 45315.14 61.54 39 UGMR 46 110.35764 -7.64328 429151 9155085 438.19 45261.13 45317.31 -56.18

(41)

35 40 UGMR 101 110.50906 -7.64202 445852 9155246 489.53 45269.14 45310.02 -40.88 41 UGMR 31 110.41430 -7.63676 435400 9155814 580.53 45147.82 45311.55 -163.73 42 SANG 16 110.53367 -7.63681 448566 9155825 450.43 45097.99 45306.30 -208.31 43 UGMR 82 110.45555 -7.63503 439949 9156012 611.39 45231.91 45308.85 -76.94 44 SANG 17 110.52370 -7.63373 447466 9156165 494.04 45213.70 45305.19 -91.49 45 UGMR 115 110.59010 -7.63169 454789 9156398 324.43 45267.90 45301.19 -33.29 46 UGMR 47 110.36198 -7.63096 429627 9156448 509.72 45436.48 45310.87 125.61 47 UGMR 85 110.46436 -7.63104 440920 9156455 633.97 45231.29 45306.46 -75.17 48 UGMR 89 110.48054 -7.62853 442705 9156734 636.67 45143.67 45304.44 -160.77 49 UGMR 102 110.50300 -7.62735 445182 9156867 580.46 44760.93 45302.87 -541.94 50 UGMR 32 110.41941 -7.62688 435961 9156908 651.72 45315.83 45306.32 9.51 51 UGMR 35 110.43330 -7.62570 437493 9157040 681.68 44853.56 45305.10 -451.54 52 UGMR 36 110.45491 -7.62570 439877 9157044 682.86 45159.42 45304.15 -144.73 53 SANG 15 110.54661 -7.62491 449992 9157142 457.47 45142.99 45299.71 -156.72 54 UGMR 48 110.37113 -7.62074 430635 9157580 587.38 45230.25 45305.33 -75.08 55 UGMR 114 110.57138 -7.61949 452723 9157744 402.98 44979.29 45295.88 -316.59 56 UGMR 90 110.47383 -7.61806 441963 9157890 733.48 45435.16 45299.49 135.67 57 UGMR 83 110.45458 -7.61676 439840 9158032 757.96 45206.57 45299.68 -93.11 58 UGMR 33 110.42158 -7.61658 436199 9158046 722.60 45118.00 45301.05 -183.05 59 SANG 14 110.55138 -7.61585 450517 9158145 471.96 45126.74 45294.93 -168.19 60 UGMR 103 110.49412 -7.61565 444200 9158160 666.02 45083.73 45297.36 -213.63 61 KALI 24 110.40815 -7.61420 434718 9158308 714.77 45252.58 45300.40 -47.82 62 UGMR 49 110.37840 -7.61101 431435 9158656 655.35 45154.07 45300.11 -146.04 63 UGMR 123 110.61362 -7.61010 457381 9158787 315.30 45022.98 45289.23 -266.25 64 SANG 13 110.54264 -7.60826 449551 9158983 524.30 45147.29 45291.48 -144.19 65 UGMR 116 110.57807 -7.60829 453460 9158983 408.49 45133.79 45289.91 -156.12 66 UGMR 84 110.45457 -7.60806 439838 9158994 846.02 45100.35 45295.29 -194.94 67 UGMR 34 110.42169 -7.60740 436210 9159061 807.24 45359.86 45296.41 63.45 68 UGMR 106 110.50629 -7.60744 445542 9159068 674.88 45196.35 45292.67 -96.32 69 UGMR 51 110.36549 -7.60650 430010 9159152 599.14 45836.29 45298.40 537.89 70 UGMR 50 110.38880 -7.60513 432582 9159307 730.77 45215.97 45296.68 -80.71 71 SANG 0 110.53443 -7.60394 448646 9159459 569.11 44993.24 45289.67 -296.43 72 UGMR 104 110.48604 -7.60218 443308 9159648 791.56 45069.13 45290.94 -221.81 73 UGMR 39 110.45377 -7.60021 439748 9159861 924.61 46087.52 45291.35 796.17 74 UGMR 22 110.39621 -7.59897 433398 9159990 801.86 45143.27 45293.25 -149.98 75 SANG 1 110.52670 -7.59783 447792 9160134 624.16 45037.74 45286.94 -249.20 76 UGMR 58 110.29619 -7.59744 422365 9160142 380.49 45644.88 45296.85 348.03 77 UGMR 117 110.56023 -7.59716 451491 9160211 498.30 45140.45 45285.12 -144.67 78 UGMR 21 110.40250 -7.59692 434092 9160217 840.67 44891.10 45291.99 -400.89 79 UGMR 21 110.40250 -7.59692 434091 9160218 840.67 44891.10 45291.99 -400.89 80 UGMR 20 110.40833 -7.59513 434734 9160416 885.81 45006.27 45290.79 -284.52

(42)

36 81 UGMR 105 110.47957 -7.59507 442593 9160432 898.50 45350.22 45287.64 62.58 82 KALI 23 110.41581 -7.59461 435559 9160475 912.20 45013.56 45290.18 -276.62 83 UGMR 110 110.49638 -7.59352 444447 9160606 812.87 45164.88 45286.10 -121.22 84 UGMR 53 110.34923 -7.59310 428214 9160631 582.64 45862.95 45292.36 570.59 85 SANG 2 110.51852 -7.59238 446889 9160735 695.00 45126.94 45284.54 -157.60 86 UGMR 38 110.45044 -7.59070 439379 9160912 1023.98 44989.24 45286.70 -297.46 87 KALI 22 110.41622 -7.58997 435604 9160988 966.51 45336.34 45287.84 48.50 88 SANG 7 110.53295 -7.58959 448481 9161046 629.62 45128.69 45282.49 -153.80 89 SANG 8 110.54040 -7.58911 449302 9161099 599.13 44961.40 45281.93 -320.53 90 KALI 17 110.42437 -7.58800 436503 9161206 1016.04 46201.95 45286.50 915.45 91 UGMR 19 110.41241 -7.58727 435184 9161286 996.00 45310.96 45286.66 24.30 92 UGMR 54 110.35518 -7.58593 428870 9161425 629.52 45262.38 45288.48 -26.10 93 KALI 18 110.42401 -7.58559 436463 9161473 1111.53 44925.88 45285.30 -359.42 94 KALI 19 110.42450 -7.58547 436517 9161486 1189.65 43338.75 45285.20 -1946.45 95 UGMR 57 110.30994 -7.58460 423879 9161564 441.67 44807.58 45289.79 -482.21 96 SANG 5 110.52609 -7.58481 447723 9161573 689.69 45052.43 45280.39 -227.96 97 KALI 20 110.42550 -7.58415 436627 9161632 1285.36 45275.54 45284.51 -8.97 98 KALI 21 110.42410 -7.58397 436473 9161653 1314.08 45558.73 45284.47 274.26 99 UGMR 59 110.28790 -7.58351 421448 9161680 384.06 45133.27 45290.20 -156.93 100 UGMR 15 110.41688 -7.58208 435676 9161860 1058.79 45269.60 45283.85 -14.25 101 UGMR 37 110.44781 -7.58209 439088 9161863 1133.57 44735.95 45282.45 -546.50 102 KALI 6 110.44328 -7.58199 438588 9161874 1126.86 44983.20 45282.64 -299.44 103 UGMR 122 110.62132 -7.58144 458229 9161955 325.23 45244.30 45274.45 -30.15 104 UGMR 109 110.48646 -7.58039 443351 9162057 987.25 45058.50 45279.91 -221.41 105 SANG 4 110.51202 -7.58020 446171 9162081 816.11 44987.79 45278.68 -290.89 106 UGMR 55 110.34902 -7.57819 428189 9162280 618.85 45236.60 45284.86 -48.26 107 SANG 9 110.54586 -7.57837 449903 9162288 627.05 45054.89 45276.26 -221.37 108 UGMR 56 110.33036 -7.57762 426131 9162340 530.16 45008.53 45285.36 -276.83 109 DELE 8 110.46982 -7.57749 441515 9162375 1088.79 44981.26 45279.20 -297.94 110 SANG 6 110.51987 -7.57734 447037 9162398 774.08 44997.60 45276.90 -279.30 111 UGMR 16 110.42028 -7.57689 436051 9162434 1139.70 44780.57 45281.04 -500.47 112 MUSU 30 110.53875 -7.57703 449119 9162434 663.16 44975.80 45275.89 -300.09 113 KALI 7 110.44232 -7.57618 438481 9162517 1249.73 45081.11 45279.75 -198.64 114 UGMR 9 110.37054 -7.57498 430563 9162638 750.83 45514.88 45282.29 232.59 115 UGMR 17 110.42329 -7.57430 436381 9162721 1220.78 44396.97 45279.64 -882.67 116 MUSU 10 110.51136 -7.57350 446097 9162821 856.21 45171.93 45275.35 -103.42 117 UGMR 18 110.42511 -7.57256 436582 9162913 1256.03 45140.92 45278.69 -137.77 118 KALI 8 110.44288 -7.57252 438543 9162921 1336.56 44819.48 45277.88 -458.40 119 UGMR 60 110.29838 -7.57186 422602 9162971 429.45 45242.37 45283.86 -41.49 120 UGMR 108 110.47742 -7.57059 442352 9163138 1166.10 44967.37 45275.38 -308.01 121 KALI 9 110.44482 -7.56945 438756 9163260 1415.06 45430.32 45276.23 154.09

Gambar

Gambar 1.1. Peta sebaran dan nama 129 gunungapi di Indonesia. Warna merah adalah gunungapi  tipe A sedangkan warna kuning gabungan tipe B dan tipe C (www.merapi.bgl.esdm, 2011)
Gambar 1.2. Citra Topografi Gunung Merapi, Merbabu, dan Ungaran.
Gambar I.3. Peta Lokasi Penelitian.
Gambar 2.1. Lokasi Gunung Merapi dan Merbabu yang terletak pada batas antara lempeng Eurasia  dan Indo Australia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penafsiran kualitatif anomali gaya berat regional dan sisa memperlihatkan gambaran sebaran struktur geologi bawah permukaan di daerah panas bumi Waesali yang terdiri dari

Gambar 4.3 menunjukkan bahwa, hasil reduksi ke kutub dari anomali regional terdapat fitur anomali magnetik tinggi yang terdapat di dekat titik semburan gas dengan rentang

Anomali medan gravitasi regional menunjukkan adanya anomali positif di sepanjang Kepulauan Nusa Tenggara dari pulau Bali, Lombok, Sumbawa, Flores bagian barat,

Data anomali magnetik total yang telah berada pada bidang datar, selanjutnya dikoreksi dari efek magnetik regional, karena target penelitian adalah batuan

Gambar 4.3 menunjukkan bahwa, hasil reduksi ke kutub dari anomali regional terdapat fitur anomali magnetik tinggi yang terdapat di dekat titik semburan gas dengan rentang

Anomali gravitasi tinggi (132-140 mgal) yang berada di Utara daerah penelitian diduga disebabkan oleh batuan Tersier dengan densitas (2,65-2,75) g/cm3 yang disebut sebagai kerak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah puncak gunung Merapi dan gunung Merbabu mempunyai anomali negatif yang disebabkan oleh adanya kantong magma.. Kantong magma di

Hasil pemodelan dan interpretasi data anomali magnetik lokal pada sayatan AA dan BB mengindikasikan keberadaan sesar pada lapisan batuan basaltik dan batuan sedimen hingga kedalaman