• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK WAWANCARA. Cara atau alat wartawan memperoleh atau menggali bahan berita sebanyak dan sedalam mungkin dari nara sumber TEKNIK WAWANCARA:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEKNIK WAWANCARA. Cara atau alat wartawan memperoleh atau menggali bahan berita sebanyak dan sedalam mungkin dari nara sumber TEKNIK WAWANCARA:"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK WAWANCARA

TEKNIK

WAWANCARA:

Cara atau alat wartawan

memperoleh atau menggali bahan berita sebanyak dan sedalam

mungkin dari nara sumber Naluri

kewartawanan :

Selalu ingin tahu segala sesuatu, perlu wawancara

A. Segi wartawan:

Sebagai manusia perlu berkomunikasi atau berhubungan dengan responden atau sumber berita.

B. Teknik Penulisan hasil wawancara:

Untuk penulisan berita, feature dan reportase.

(2)

2 I. Bentuk dan jenis-jenis wawancara (tujuh model);

1. Informative interview: (wawancara faktual)

Untuk khusus mencari fakta-fakta atau data tentang sesuatu hal.

2. Opinion interview:

(wawancara pendapat)

Untuk meminta pandangan, pikiran, pendapat seseorang terhadap sesuatu kejadian atau perkembangan. Jadi, tidak mencari data atau fakta.

3. Feature (personal)

interview (wawancara

sosok):

 Untuk penulisan sebuah feature

gabungan dari kedua model interview (informative interview dan opinion

interview).

 Selain data atau fakta, juga pendapat atau pikiran dari responden.

(3)

4. News-page

interview

(wawancara berita)

Diperlukan 8 (delapan) syarat:

 Punya tujuan yang jelas

 Hindarkan wawancara bertele-tele atau perlu efisien

 Menyenangkan, bebas dari pola “tekanan” atau interogasi.

 Mengandalkan persiapan dan riset awal

 Melibatkan atau mewakili khalayak  Menimbulkan spontanitas

 Pewawancara berfungsi sebagai pengendali

(4)

4 5. Man in the street

interview:

(wawancara jalanan)

Wawancara diadakan di jalan-jalan umum, menanyai orang yang lewat tentang pendapat mereka atas

suatu berita penting.

6. Casual interview (wawancara sambil lalu)

Wawancara tidak direncanakan khusus, tapi berlangsung secara kebetulan (dialog dalam satu resepsi).

7. Discussion interview (wawancara kelompok)

Wawancara dilakukan dengan sekelompok orang, seakan-akan wartawan ikut dalam suatu seminar atau symposium.

(5)

II. Cara wawancara (enam cara):

1. Wawancara lisan

2. Wawancara tertulis

(written interview)

 Tatap muka langsung dengan responden, menyampaikan pertanyaan lisan dan

dijawab langsung seketika.

 Cara lisan, sangat disukai wartawan.  Tidak tatap muka langsung

 Wartawan cukup kirim pertanyaan tertulis dan dijawab tertulis.

3. Wawancara

telepon (telephon

interview)

 Jika responden terlalu sibuk

 Jika responden dikenal sangat baik  Jika waktu terlalu sempit

 Jika jarak responden terlalu jauh  Cara ini lebih cepat dan praktis, tapi

(6)

6 4. Wawancara

faksmili

 Pertanyaan dikirim lewat pesawat faksmili

 Jawaban juga menunggu lewat pesawat faksmili  Sering tak memuaskan, jawaban tak hidup

karena tertulis.

5. Wawancara tape recorder

 Pertanyaan dikirim lewat pita kaset dan dijawab juga lewat kaset.

 Bisa juga pertanyaan tertulis dan dijawab juga lewat pita kaset

 Wawancara jenis ini tak popular.

 Responden termasuk orang sibuk, tak mau

ditemui, tak mau menulis karena buta huruf atau malas.

6. Wawancara Email

 Sama dengan wawancara tertulis, wartawan tidak tatap muka langsung denga responden.  Pertanyaan dikirim lewat email dan dijawab

dengan email juga.

 Cara email ini pun tidak leluasa seperti wawancara tatap muka langsung.

(7)

III. Hal–hal penting diperhatikan dalam wawancara:

1. Memiliki keyakinan diri:

 Wartawan dan responden setaraf atau tidak lebih rendah.

 Untuk menghilangkan rasa percaya diri.  Menumbuhkan keberanian dan

mulusnya wawancara.

2. Penampilan diri:

 Hal – hal kecil dan sepele perlu diperhatikan

 Mulai cara berpakaian, kuku, rambut, sampai perhiasan, semua perlu tampil wajar dan sopan.

3. Mengetahui ilmu jiwa:

 Perlu tahu watak, kepribadian dan kebiasan-kebiasaan responden.

 Untuk lebih mendekatkan wartawan di hati responden.

(8)

8 4. Menguasai materi:

 Selain memperlancar tanya jawab, juga menumbuhkan kepercayaan responden.  Terkadang, responden balik mengetes

wartawan.

5. Menyusun

pertanyaan yang tepat:

 Jangan bertanya hal-hal negatif tentang diri responden.

 Jangan menganggap responden orang terlalu sukses.

 Jangan bertanya tetek bengek yang tak penting.

 Jangan bertanya hal-hal yang tak mungkin dimuat. Kalaupun harus bertanya, jangan ditengah wawancara.

 Jangan menyulitkan dengan pertanyaan sensitif (asset atau laba perusahaan, besarnya pajak yang dibayar dsb).

(9)

 Jangan malas, menanyakan cara menulis.

 Jangan bertanya dengan kalimat panjang dan bertele-tele. Bahkan dengan kata pengantar segala.

 Jangan “memborong” semua pertanyaan.

 Jangan mengulang pertanyaan yang sudah dijawab.

 Jangan 10 pertanyaan disampaikan sekaligus. Pertanyaan disampaikan satu persatu.

 Susun pertanyaan dengan kalimat dan bahasa yang jernih.

 Tergantung sikap dan kepribadian responden  Tidak semua orang suka didebat

pendapatnya. Tapi ada juga orang yang sangat suka berdebat atau berdiskusi.

Semakin didebat, semakin banyak keluar isi hatinya.

 Namun demikian, harus berhati-hati menginterupsi responden.

6. Boleh tidak mendebat

(10)

10 7. Jangan bertindak

seperti Jaksa atau Polisi:

 Jangan bertindak seperti Jaksa atau Polisi sedang memeriksa atau menginterogasi pesakitan.

 Menghindarkan pertanyaan-pertanyaan yang memojokan, menakut-nakuti atau menggertak.

 Jangan memaksakan jawaban, supaya sesuai kehendak kita.

8. Perlu “outline” wawancara:

 Wawancara perlu persiapan, tidak dilakukan asal saja.

 Tentukan topik atau tema pokok wawancara.  Tetapkan arah fokus wawancara yang mau

dicapai.

 Dampak sosial apa yang diharapkan lahir.  Tentukan responden yang tepat atau ahli di

bidangnya.

 Susun pertanyaan yang tepat untuk masing-masing responden.

(11)

9. Boleh bersikap “kurang ajar”:

 Dapat dibenarkan “melanggar” kebiasaan atau aturan protokoler birokrasi.

 Di mana dan kapan saja, wartawan dapat meminta waktu untuk wawancara.

 Wartawan dituntut mengetahui betul agenda acara atau kegiatan responden dan dapat menerobos untuk wawancara.

10. Menghadapi

jawaban-jawaban:

 “Saya tidak tahu”

 “Geleng-geleng kepala”  “Ketawa atau angkat bahu”  “No comment” dan sebagainya

 Bukan berarti, tidak ada berita bagi wartawan.

 Semua pertanyaan dan jawaban, lengkap dengan situasinya dapat ditulis apa adanya.

(12)

12 11. Keterangan

“Off the record”:

 Wartawan wajib menghormatinya

 Namun, semua keterangannya tetap dicatat dan penting untuk sewaktu-waktu dibuka dari “pintu” lain

 Tidak semua “off the record” harus

dihormati/dipatuhi, karena sering disalahgunakan

 Kiat menghindarkan diri dari “off the record”,

tak hadir dalam pertemuan pers

 Sanksi kalau “off the record” dilanggar

kepercayaan wartawan rusak.

12. Sumber berita:

 Setiap berita berbobot dan baik, harus menyebutkan sumber berita yang jelas

 Hati-hati ada “manipulasi” atas sumber berita yang dirahasiakan

 Harus menghormati sumber berita yang ingin dirahasiakan. (Karena dinilai kedudukan dan keselamatan jiwanya).

(13)

13. Menggunakan alat perekam, pulpen dan buku catatan:

 Tidak semua orang biasa berhadapan dengan alat-alat tulis dan perekam  Ada yang alergi berhadapan dengan

pulpen, blok-note, alat perekam dan tustel

 Ada positif dan negatifnya menggunakan alat-alat tulis dan perekam

Positif

 Alat perekam dapat

mencatat cermat semua keterangan responden.  Dapat dihindarkan salah

kutip. Negatif

 Bekerja dua kali, menyalin ulang dan menyusunnya kembali

 Kalau lupa mengisi baterai, kemungkinan rekaman tak berfungsi. Sulit melakukan wawancara ulang

 Membuat wartawan malas menulis dan mengingat

 Idealnya, di samping merekam, wartawan perlu menulis dan

(14)

14 14. Menghemat waktu:

 Jika dilalaikan merugikan wartawan

 Tidak semua responden punya waktu dan kesempatan yang cukup

 Setiap janji atau undangan harus tepat waktu. Terlambat berarti kerugian bagi wartawan, kehilangan momentum dan berita

 Seusai wawancara, segera dibuat beritanya dan dikirim ke redaksi

 Ingat, jangan menunda berita karena menjadi basi.

15. Menguasai bahasa

dengan baik;

 Setiap responden, sehabis diwawancarai selalu ingin mengetahui hasil tulisannya

 Seorang wartawan dituntut dapat menyajikan hasil wawancaranya dalam wujud tulisan yang baik. Selain alur tulisannya mengalir lancar, juga cermat dalam menyalin semua kutipan pernyataan responden  Jika hasil tulisannya jelek, berarti wartawan akan

kehilangan kepercayaan dari sumber berita. Wawancara pertama dan untuk terakhir kalinya.

(15)

B. Teknik penulisan hasil wawancara:

1. Disarankan penulisan hasil wawancara tidak dalam bentuk tanya-jawab, karena dinilai kurang menarik, kurang hidup dan menjadi kering.

2. Kalau juga ditulis dalam tanya-jawab, perlu juga disisipkan

suasana kejadiannya ketika wawancara itu berlangsung. Dengan demikian pembaca dapat menangkap suasana dan berbagai

karakter ketika responden menjawab pertanyaan-pertanyaan wartawan.

3. Jika untuk penulisan feature, maka perlu dibuat menjadi laporan berita yang hidup dan ringan dibaca.

4. Jika untuk penulisan berita lempang, maka penyajiannya juga sesuai struktur berita “piramida terbalik”.

(16)

16 C. Hal – hal penting lainnya:

Dalam buku Wartawan dan Penulisan Sains karangan Addlai J. Amor, Paul M. Icamina dan Mack Laing (Yayasan Obor Jakarta 1988) ditulis 10 pedoman penting diketahui untuk wawancara.

1. Selalu buat persiapan. Ini berguna jika sumber berita Anda

adalah orang yang selama ini sering atau pernah dikecewakan oleh ulah wartawan.

2. Berlakulah seperti anak-anak; selalu ingin tahu dan

mempunyai perhatian. Sering-seringlah bertanya, “mengapa?” 3. Pastikan bahwa Anda memperkenalkan diri dengan jelas dan

lengkap. Kalau Anda seorang wartawan bebas, terangkan keadaan Anda. Kalau ada, tinggalkan kartu nama Anda.

(17)

4. Datanglah tepat pada waktunya. Kalau Anda akan terlambat, lebih baik telepon dulu. Orang yang akan Anda wawancarai adalah orang sibuk.

5. Hindarkan wawancara melalui telepon, kecuali kalau terpaksa. Misalnya, kalau deadline sudah dekat dan topiknya agak sederhana

6. Usahakan wawancara hanya satu jam atau kurang. Kalau lebih dari itu, biasanya, tokoh Anda sudah lelah. Kalau ada yang masih kurang jelas, mintalah

wawancara kedua, sekalipun harus dilakukan dengan telepon.

(18)

18 8. Jangan menjamin, hasil wawancara itu pasti akan dimuat,

atau dimuat kapan dan sebagainya. Kalau si sumber berita bertanya, katakana saja itu urusan redaktur. Dalam dunia pers, segala hal bisa terjadi. Kalau tiba-tiba terjadi gempa bumi, seluruh halaman koran atau majalah bisa langsung berisikan berita-berita gempa bumi melulu.

9. Sebelum mengakhiri wawancara, selalu tanyakan, “Barangkali ada yang terlupa untuk dibicarakan?” Ini memungkinkan tinjauan sekilas dan timbulnya pikiran lebih lanjut.

10.Jangan biarkan sumber berita mengoreksi tulisan Anda. Apalagi jika mereka mencoba membetulkan tata bahasa dan gaya bahasanya.

(19)

Alasannya:

a. Jurnalistik bergerak terlalu cepat untuk diperiksa secara santai.

b. Mereka harus dididik supaya percaya dan menghargai Anda, terutama media Anda.

c. Mereka bukan wartawan. Yang tahu tentang tulisan bagus dan layak dimuat adalah Anda, bukan mereka.

Jakarta, 19 Januari 2007

E. SOEBEKTI

Pusdiklat & KLW PWI Pusat

Referensi

Dokumen terkait