• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PIJAT OKSITOSIN TERHADAP PENGELUARAN KOLOSTRUM PADA IBU POST PARTUM DI RUANG KEBIDANAN RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH BANDUNG TAHUN 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PIJAT OKSITOSIN TERHADAP PENGELUARAN KOLOSTRUM PADA IBU POST PARTUM DI RUANG KEBIDANAN RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH BANDUNG TAHUN 2011"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Kesehatan Kartika 1 PENGARUH PIJAT OKSITOSIN TERHADAP PENGELUARAN KOLOSTRUM PADA

IBU POST PARTUM DI RUANG KEBIDANAN RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH BANDUNG TAHUN 2011

Oleh : Siti Nur Endah dan Imas Masdinarsah Stikes Jenderal A. Yani Cimahi

ABSTRAK

Kolostrum sangat bermanfaat sekali untuk bayi di awal kehidupannya karena mengandung banyak antibody untuk kekebalan bayi dan bisa mencegah sakit diare yang akan mengakibatkan kematian pada bayi dan Balita. Banyak ibu post partum yang mengeluh ASInya tidak keluar sehingga tidak bisa memberikan kolostrum kepada bayinya di awal kehidupannya. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk membantu mengeluarkan kolostrum yaitu dengan pijat oksitosin.

Tujuan penelitian ini untuk melihat sampel lama waktu dan jumlah kolostrum antara ibu post partum yang dipijat oksitoain dan yang tidak dilakukan pijat oksitosin. Metode penelitian ini menggunakan eksperimen quasi pada ibu post partum primi para 18 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara acidental sampling. Data dianalisis dengan uji T Independen.

Hasil penelitian, waktu pengeluaran kolostrum kelompok perlakuan rata – rata 5,8 jam, sedangkan lama waktu kelompok kontrol adalah rata – rata 5,89 jam . Jumlah kolostrum yang dikeluarkan kelompok perlakuan rata – rata 5,333 cc sedangkan kelompok kontrol adalah rata – rata 0,0289 cc . Pijat oksitosin berpengaruh terhadap jumlah produksi kolostrum dengan Pvalue 0,009 ,dan pijat oksitosin tidak berpengaruh terhadap lama waktu pengeluaran kolostrum ibu post partum dengan Pvalue 0,939.

Setiap petugas kesehatan / bidan bila menemukan kejadian kolostrum tidak keluar segera berikan konseling pada klien dan keluarga untuk dilakukan pijat oksitosin dengan tujuan memberi pendidikan kepada ibu dan keluarga untuk tetap memberikan kolostrum pada bayinya segera setelah lahir. Ibu post partum mengulang kembali pijat oksitosin yang sudah diajarkan oleh bidan

Kata Kunci : Pijat Oktitosin, Kolostrum

A. PENDAHULUAN

Perempuan mendapat anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa untuk dapat mengandung, melahirkan dan menyusui. Kodrat yang diberikan kepada perempuan ini ditandai oleh perangkat reproduksi yang dimilikinya, yakni rahim dan semua bagiannya, untuk tempat tumbuh kembang janin selama di dalam kandungan, dan payudara untuk dapat menyusui anak ketika ia sudah dilahirkan. Artinya semua perempuan berpotensi untuk menyusui anaknya, sama dengan potensinya untuk dapat mengandung dan melahirkan (Perinasia, 2010).

Undang Undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat 2 menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan

(2)

Jurnal Kesehatan Kartika 2 diskriminasi. Selain itu menurut Undang Undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pada pasal 128 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap bayi berhak mendapatkan Air Susu Ibu Ekslusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis. Dalam ayat 2 pasal ini juga menyebutkan bahwa selama pemberian Air Susu Ibu, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus (Permeneg Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan anak Republik Indonesia No 03 Tahun 2010).

Di Indonesia dukungan pemerintah terhadap pemberian ASI ekslusif telah dilakukan berbagai upaya seperti Gerakan Nasional Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (GNPP-ASI), Gerakan Masyarakat Peduli ASI dan Kebijakan Peningkatan Pengguaan Air Susu Ibu (PP-ASI). Tetapi dalam kenyataannya hanya 4 % bayi yang mendapat ASI pada 1 jam pertama kelahirannya dan 8 % bayi yang mendapatkan ASI Ekslusif. Padahal sejak tahun 2000 pemerintah menargetkan pencapaian pemberian ASI ekslusif sebanyak 80 % (Roesli, 2007).

Menyusui memberi anak awal terbaik dalam hidupnya. Diperkirakan lebih dari satu juta anak meninggal tiap tahun akibat diare, penyakit saluran napas dan infeksi lainnya karena mereka tidak disusui secara memadai. Ada lebih banyak lagi anak yang menderita penyakit yang tidak perlu diderita jika mereka disusui. Menyusui juga membantu melindungi kesehatan ibu (Perinasia, 2007).

Air susu ibu bisa mencerdaskan dan meningkatkan kualitas generasi muda bangsa, setiap bayi yang diberi ASI akan mempunyai kekebalan alami terhadap penyakit karena ASI banyak mengandung antibodi, zat kekebalan aktif yang akan melawan masuknya infeksi ke dalam tubuh bayi. Saat ini sekitar 40 % kematian balita terjadi pada satu bulan pertama kehidupan bayi, dengan pemberian ASI akan mengurangi 22 % kematian bayi dibawah 28 hari, dengan demikian kematian bayi dan balita dapat dicegah melalui pemberian ASI Eklslusif secara dini dari sejak bayi dilahirkan di awal kehidupannya (Roesli, 2007).

Tapi tidak semua ibu postpartum langsung mengeluarkan ASI karena pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat komplek antara rangsangan mekanik, saraf dan bermacam-macam hormon yang berpengaruh terhadap pengeluaran oksitosin. Pengeluaran hormon oksitosin selain dipengaruh oleh isapan bayi juga dipengaruhi oleh reseptor yang terletak pada sistem duktus, bila duktus melebar atau menjadi lunak maka secara reflektoris dikeluarkan oksitosin oleh hipofise yang berperan untuk memeras air susu dari alveoli (Soetjiningsih, 1997).

Oleh karena itu perlu adanya upaya mengeluarkan ASI untuk beberapa ibu postpartum. Dalam upaya pengeluaran ASI ada 2 hal yang mempengaruhi yaitu produksi dan pengeluaran. Produksi ASI dipengaruhi oleh hormon prolaktin sedangkan pengeluaran dipengaruhi oleh hormon oksitosin . Hormon oksitosin akan keluar melalui rangsangan ke puting susu melalui isapan mulut bayi atau melalui pijatan pada tulang belakang ibu bayi, dengan dilakukan pijatan pada tulang belakang ibu akan merasa tenang, rileks, meningkatkan ambang rasa nyeri dan mencintai bayinya , sehingga dengan begitu hormon oksitosin keluar dan ASI pun cepat keluar (WBW, 2007).

Melalui pijatan atau rangsangan pada tulang belakang, neurotransmitter akan merangsang medulla oblongata langsung mengirim pesan ke hypothalamus di hypofise posterior untuk mengeluarkan oksitosin sehingga menyebabkan buah dada mengeluarkan air susunya. Dengan

(3)

Jurnal Kesehatan Kartika 3 pijatan di daerah tulang belakang ini juga akan merileksasi ketegangan dan menghilangkan stress dan dengan begitu hormon oksitosoin keluar dan akan membantu pengeluaran air susu ibu, dibantu dengan isapan bayi pada puting susu pada saat segera setelah bayi lahir dengan keadaan bayi normal (Guyton , 2007).

Studi pendahuluan yang dilakukan melalui wawancara kepada petugas ruang perinatologi di RS Muhammdiyah Bandung pada bulan Februari 2011, didapatkan hasil bahwa bayi – bayi dengan lahir normal dilakukan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) lalu di bersihkan atau dimandikan kemudian diberikan lagi kepada ibu post partum untuk kemudian disusui dan pada ibu – ibu yang melahirkan dengan tindakan Sectio Caesarea bayi diberikan ke ibunya setelah ibu pulih dan masuk ke ruang perawatan kebidanan atau ruang nifas Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung. Setelah beberapa jam bayi bersama ibunya bayi menangis dan dari rata – rata 40 – 50 persalinan / bulan hampir 50 % ibu post partum mengembalikan bayinya ke ruang perinatologi dengan alasan bahwa bayi menangis dan ASI belum keluar karena ibu post partum ingin istirahat dan merasa sakit pada luka perineum atau luka oprasi Sectio Caesarea. Sebagian ibu post partum dan keluarga menganggap bahwa untuk memberikan ASI payudaranya sampai penuh atau keras, keluarnya kental dan banyak, sehingga banyak ibu-ibu post partum mengalami pembengkakan pada payudara atau terjadi mastitis yang diakibatkan terlambat memberikan ASI. Hal ini disebabkan oleh ketidak tahuan ibu post partum atau keluarga tentang bagaimana usaha-usaha untuk mengeluarkan ASI dan kurangnya atau tak ada seorangpun memberi bantuan pada ibu di saat ibu memerlukannya atau disebabkan layanan kesehatan dan sarana yang ia terima dari petugas kesehatan tidak mendukung proses menyusui.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan pijat oksitosin pada ibu-ibu postpartum di RS Muhammdiyah Bandung untuk melihat pengaruh pijat oksitosin tersebut terhadap pengeluaran kolostrum

B. METODOLOGI PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen (eksperimen semu), yaitu jenis penelitian yang mengamati variable hasil pada saat yang sama, baik pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol setelah perlakuan di berikan hanya pada kelompok perlakuan

Variabel penelitian adalah gejala yang menjadi focus peneliti untuk diamati (Sugiono, 2007). Variable dalam penelitian ini adalah pemijatan oksitoksin dan kolostrum , dengan kerangka pemikiran adalah sebagai berikut :

Pijat Oksitoksin Kasus

Kontrol

(4)

Jurnal Kesehatan Kartika 4 Populasi dalam penelitian ini adalah Ibu post partum yang bersalin pada saat 2 jam post partum atau setelah ibu post partum melakukan mobilisasi dini ke ruang kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung. Metode pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah Aksidental sampling. Selama penelitian 47 hari didapatkan jumlah sampel sebesar 9 perlakuan dan 9 kontrol, sehingga jumlah keseluruhan sampel 18 orang primigravida dan 42 orang multigravida Adapun kriteria sampel adalah sebagai berikut:

a. Kelompok kasus/perlakuan, yaitu ibu post partum primigravida yang diberikan perlakuan yaitu melalui pemijatan oksitosin

b. Kelompok control, yaitu ibu post partum primigravida yang tidak diberikan perlakuan yaitu tidak dilakukan pemijatan oksitosin.

Pengumpulan data dengan menggunakan lembar observasi, lembar chek list dan panduan pijat oksitosin. Observasi meliputi melihat data hasil pengukuran waktu dan jumlah colostrum yang dikeluarkan melalui payudara ibu post partum (instrument = spuit dan sendok) dan untuk mengukur pijat oksitosin peneliti menggunakan panduan pijat oksitosin.

Analisis data yang digunakan adalah analisis data univariat dan analisis data bivariat dengan menggunakan uji t. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Muhammadiyah.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengumpulan data Hasil penelitian selama 47 hari jumlah persalinan sebanyak 60 orang yang terdiri dari persalinan primigravida sebanyak 18 orang dan multigravida sebanyak 42 orang kemudian dilakukan analisa data dan diolah dengan menggunakan perangkat lunak komputer dan disajikan dalam bentuk tabel disertai pendeskripsian dari masing-masing tabel. Bentuk penjabaran hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk analisis univariat dan bivariat dapat dilihat pada tabel berikut :

1. Analisis Univariat

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Waktu Pengeluaran Kolostrum Ibu Postpartum pada kelompok perlakuan dan kelompok control

Lama waktu pengeluaran Kolostrum

Pijat Oksitosin Total

Perlakuan Kontrol n % n % n % 4 jam 1 11,1 0 0 1 5,6 4,05 jam 0 0 1 11,1 1 5,6 5 jam 1 11,1 1 11,1 2 11,1 6 jam 5 55,6 2 22,2 7 38,9 6,05 jam 0 0 1 11,1 1 5,6 6,15 jam 0 0 2 22,2 2 11,1 6,35 jam 0 0 1 11,1 1 5,6 6,45 jam 1 11,1 0 0 1 5,6 7,30 jam 1 11,1 1 11,1 2 11,1 Total 9 100 9 100 18 100

(5)

Jurnal Kesehatan Kartika 5 Dari hasil analisis pada tabel 1 dapat diketahui bahwa sebagain besar waktu pengeluaran kolostrum pada ibu postpartum baik pada perlakuan dan control adalah 6 jam.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Jumlah Kolostrum Ibu Postpartum pada kelompok perlakuan dan kelompok control

Jumlah Kolostrum yang Dikeluarkan

Pijat Oksitosin Total

Perlakuan Kontrol n % n % n % 0 cc 1 11,1 4 44,4 5 27,8 0,01 cc 0 0 1 11,1 1 5,6 0,05 cc 0 0 3 33,3 3 16,7 0,10 cc 0 0 1 11,1 1 5,6 1 cc 1 11,1 0 0 1 5,6 2 cc 2 22,2 0 0 2 11,1 5 cc 2 22,2 0 0 2 11,1 10 cc 2 22,2 0 0 2 11,1 13 cc 1 11,1 0 0 1 5,6 Total 9 100 9 100 18 100

Dari hasil analisis pada tabel 2 dapat diketahui bahwa pada ibu postpartum yang dilakukian pijat okssitosin sebagain besar mengeluarkan kolostrum sebanyak 2 cc, 5 cc, dan 10 cc. Sedangkan pada kontrol sebagian besar ibu sama sekali tidak mengeluarkan kolostrum.

2. Analisis Bivariat

a. Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Waktu Pengeluaran Kolostrum Ibu Postpartum

Tabel 3. Distribusi Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Waktu Pengeluaran Kolostrum Ibu Postpartum di Ruang Kebidanan Rs Muhamadiyah Bandung

Lama waktu yang dibutuhkan untuk pengeluaran Kolostrum

Mean SD SE P Value N

Perlakuan 5,8611 0.91644 0.30548

0.939 9

Kontrol 5,8944 0.90569 0.30190 9

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa lama waktu yang dibutuhkan oleh ibu post partum untuk mengeluarkan Kolostrum yang dilakukan pijat oksitosin ( Perlakuan ) adalah rata-rata 5,86 jam dengan nilai standar deviasi (simpangan baku) sebesar 0.92, sedangkan lama waktu yang dibutuhkan oleh ibu post partum untuk mengeluarkan Kolostrum yang tidak dilakukan pijat oksitosin (kontrol) adalah rata-rata 5,89 jam dengan nilai standar deviasi (simpangan baku) sebesar 0.91. Hasil uji statistik didapatkan Pvalue=0.939, berarti pada alpha 5% terlihat tidak terdapat pengaruh pijat oksitosin terhadap waktu pengeluaran kolostrum ibu postpartum di ruang kebidanan RS Muhammadiyah Bandung.

Perkembangan akhir payudara menjadi organ yang mensekresi Air Susu memerlukan hormon progesteron dan bekerja secara sinergik dengan hormon estrogen juga dengan hormon lain

(6)

Jurnal Kesehatan Kartika 6 menjadi lobulus payudara tumbuh dan berkembang dan sifat – sifat sekresi dari alveoli. Sebaliknya hormon prolaktin yang mempunyai efek berlawanan yaitu meningkatkan produksi Air Susu, hormon ini disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior, dan konsentarsinya meningkat dalam darah ibu meningkat secara tetap dari minggu ke lima kehamilan sampai kelahiran bayi, dimana pada saat ini meningkat 10 – 20 kali dari kadar normal pada saat tidak hamil. Konsentrasi prolaktin tinggi pada akhir kehamilan ( Gyton, 2007 )

Selain itu placenta mensekresi sejumlah besar hormon Human Chorionic somatomammotropin, prolaktin da jadi menyokong prolaktin dari hipofisis ibu selama kehamilan , Tetapi karena efek supresi dari estrogen dan progesteron , hanya beberapa mililiter cairan saja yang disekresi setiap hari sampai bayi dilahirkan. Cairan yang disekresi selama beberapa hari terakhir sebelum dan beberapa hari pertama setelah kelahiran disebut kolostrum. Kolostrum ini terutama mengandung protein dan laktosa dalamkonsentrasi yang sama seperti Air Susu, tetapi kolostrum tersebut hampir tidak mengandung lemak, dan kecepatan maksimal pembentukannya adalah sekitar 1/100 kecepatan pembentukan Air Susu selanjutnya ( Gyton, 2007 )

Segera setelah bayi dilahirkan sekresi dari dari estrogen dan progesteron hilang dari placenta kemudian terjadi efek laktogenik dari kelenjar hipofisis ibu untuk mengambil peran dalam memproduksi Air Susu, dan dalam 1 – 7 hari kelenjar payudara mulai mensekresikan kolostrum, kemudian berangsur produksinya akan semakin banyak dan sebagai pengganti kolostrum maka keluarlah Air Susu ( Gyton, 2007 )

Hormon oksitosin berasal dari bagian belakang kelenjar hipofise, seperti halnya prolaktin, oksitosin juga dihasilkan bila ujung saraf sekitar payudara dirangsang oleh isapan mulut bayi. Oksitosin masuk ke dalam darah menuju payudara, kejadian ini disebut refleks pengeluaran ASI atau refleks oksitosin atau let down reflex. Bayi tidak akan mendapatkan ASI cukup bila hanya mengandalkan refleks pembentukan ASI atau refleks prolaktin saja, ia harus dibantu oleh refleks oksitosin. Bila refleks ini tidak bekerja maka bayi tidak akan mendapatkan ASI yang memadai walaupun produksi ASI cukup (Roesli, 2007).

b. Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Jumlah Kolostrum yang Dikeluarkan Ibu Postpartum Tabel 4. Distribusi Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Kolostrum yang Dikeluarkan Ibu Postpartum

di Ruang Kebidanan Rs Muhammadiyah Bandung Jumlah Kolostrum yang

Dikeluarkan Ibu Post Partum

Mean SD SE P Value N

Perlakuan 5,3333 4,63681 1,5456

0.009 9

Kontrol 0,0289 0.03551 0.01184 9

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa jumlah Kolostrum yang dikeluarkan oleh ibu post partum yang dilakukan pijat oksitosin ( Perlakuan ) adalah rata-rata 5,333 cc dengan nilai standar deviasi (simpangan baku) sebesar 4,6368, sedangkan jumlah Kolostrum yang dikeluarkan oleh ibu post partum yang tidak dilakukan pijat oksitosin (kontrol) adalah rata-rata 0,0289 cc dengan nilai standar

(7)

Jurnal Kesehatan Kartika 7 deviasi (simpangan baku) sebesar 0,03551. Hasil uji statistik didapatkan Pvalue=0.009, berarti pada alpha 5% terlihat terdapat pengaruh pijat oksitosin terhadap jumlah Kolostrum yang dikeluarkan ibu postpartum di ruang kebidanan RS Muhammadiyah Bandung.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah kolostrum antara ibu post partum yang dipijat oksitoksin (kasus) dengan ibu yang tidak dilakukan pijat oksitoksin (kontrol). Pijat oksitosin yaitu suatu cara untuk membantu mempercepat pengeluaran ASI atau colostrum dengan rangsangan pijatan pada kedua sisi tulang belakang, mulai dari leher kearah tulang belikat dilanjutkan ke tulang costae di bawah kedua payudara ibu post partum (Perinasia, 2007).

Melalui pijatan atau rangsangan pada tulang belakang, neurotransmitter akan merangsang medulla oblongata langsung mengirim pesan ke hypothalamus di hypofise posterior untuk mengeluarkan oksitosin yang menyebabkan buah dada mengeluarkan air susunya. Dengan pijatan di daerah tulang belakang ini juga akan mereklaksasi ketegangan dan menghilangkan stress dan dengan begitu hormon oksitosin keluar dan akan membantu pengeluaran air susu ibu, dibantu dengan isapan bayi pada putting susu pada saat segera setelah bayi lahir dengan keadaan bayi normal (Guyton ,2007), Kolostrum yang menetes atau keluar merupakan tanda aktifmya refleks oksitosin ( Perinasia, 2007 )

ASI merupakan hak seorang bayi yang wajib diberikan oleh ibunya. Setiap ibu memiliki masalah yang berbeda dalam hal menyusui dengan ASI. ASI mempunyai dampak yang sangat baik bagi ibu dan bagi hubungan ibu dengan bayi. Setiap ibu akan berbeda dengan ibu lainnya ketika menyusui, karakter menyusui masing-masing bayi pun dapat mempengaruhi emosi para ibu. Banyak penyebab yang mempengaruhi seorang ibu tidak mau menyusui bayinya, seperti rasa cape, repot, dan merasa terbebani dengan tugas ini, terutama pada ibu yang mengalami jahitan perineum, bisa jadi ibu mengalami sindrom pasca melahirkan atau stress yang menyebabkan ibu tersebut belum siap memberikan perhatian seutuhnya kepada sang bayi. Pada beberapa kondisi kita tidak bisa memaksakan diri untuk menyusui bila ada payudara ibu-ibu yang tidak bisa mengeluarkan air susunya atau sang bayi kesulitan memnyusui (Dayang Lili Abang Muas, 2006).

Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh adenohipofise, rangsangan yang berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan ke neurohipofise hipofise posterior yang kemudian dikeluarkan oksitosin melalui aliran darah, hormon oksitosin ini diangkat menuju uterus yang dapat menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga terjadi involusi dari organ tersebut. Oksitosin yang sampai pada alveoli akan mempengaruhi sel mioepitelium.Kontraksi dari sel akan memeras air susu yang telah terbuat keluar dari alveoli dan masuk ke sistem duktulus yang untuk selanjutnya mengalir melalui duktus laktiferus masuk ke mulut bayi.

Faktor-faktor yang meningkatkan reflex let down adalah : melihat bayi, mendengarkan suara bayi, mencium bayi, memikirkan untuk menyusui bayi, memijat tulang belakang ( pijat oxytocin). Sedangkan faktor-faktor yang menghambat reflex let down adalah stress seperti : keadaan bingung atau pikiran kacau, takut, dan cemas.

Bila ada stress dari ibu yang menyusui maka akan terjadi suatu blockade dari refleks let down, ini disebabkan oleh karena adanya pelepasan dari adrenalin epineprin yang menyebabkan vasokonstriksi dari pembuluh darah alveoli, sehingga oksitosin sedikit harapannya untuk dapat

(8)

Jurnal Kesehatan Kartika 8 mencapai target organ mioepithelium. Akibat dari tidak sempurnanya reflex let down maka akan terjadi penumpukan air susu di dalam alveoli yang secara klinis tampak payudara membesar. Payudara yang membesar akan berakibat abses, gagal untuk menyusui dan rasa sakit. Rasa sakit ini akan merupakan stress lagi bagi seorang ibu sehingga stress akan bertambah.

Karena reflex let down tidak sempurna maka bayi yang haus jadi tidak puas. Ketidakpuasan ini akan merupakan tambahan stress bagi ibunya. Bayi yang haus dan tidak puas ini akan berusaha untuk mendapatkan air susu yang cukup dengan cara menambah kuat isapannya sehingga tidak jarang dapat menimbulkan luka-luka pada putting susu dan sudah barang tentu luka-luka ini akan dirasakan sakit oleh ibunya yang juga akan menambah stresnya tadi. Dengan demikian akan terbentuk satu lagi lingkaran setan yang tertutup (circulus vitiosus) dengan akibat kegagalan dalam menyusui.

D. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

a. Waktu pengeluaran Kolostrum kelompok perlakuan rata – rata 5,8 jam, sedangkan lama waktu kelompok kontrol adalah rata – rata 5,89 jam

b. Jumlah kolostrum yang dikeluarkan kelompok perlakuan rata – rata 5,333 cc , sedangkan pada kontrol 0,0289 cc

c. Pijat oksitosin tidak berpengaruh terhadap lama wsktu pengeluaran kolostrum ibu post partum ( Pvalue 0,939 )

d. Pijat oksitosin berpengaruh terhadap jumlah produksi kolostrum ( Pvalue 0,009 ) 2. Saran

Setiap petugas kesehatan / bidan yang menemukan kejadian bahwa kolostrum tidak keluar maka hendaknya bidan memberikan konseling kepada klien untuk dilakukan pijat oksitosin dengan tujuan memberikan pendidikan kepada ibu / keluarga untuk tetap memberikan kolostrum pada bayi di awal kehidupannya.

(9)

Jurnal Kesehatan Kartika 9 DAFTAR PUSTAKA

Dayang, L. A.M dkk.(2006).ASI Titian Kasih.Kisah Haru para Ibu Saat Menyusui Si Permata Hati

Mardiyaningsih, E.at al, (2007), Efektifitas Kombinasi Teknik Marmet dan Pijat Oksitosin Terhadap Produksi ASI, FIK Universitas Indonesia, Jakarta

Guyton & Hall, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11, Penerbit Buku Kedokteran, EGC

LINKAGES,(2007), Melajirkan Memulai Pemberian ASI dan Tujuh Hari Pertama Setelah Melahirkan.HSP dan USAID

Murti. B, (19997 ), Prinsip dan metode riset epidemologi, Jakarta; Gajah Mada University Press

Manajemen Laktasi cetakan ke- 4 , PERINASIA (2010), Menuju persalinan aman dan bayi baru lahir sehat

Paket Modul Kegiatan Inisiasi Menyusu Dini ( IMD ) dan ASI Ekslusif 6 Bulan ( 2008) Panduan Kegiatan Belajar Bersama Masyarakat , USAID/ UNICEF// DEPKES

PERDHAI (Persatuan Karya Dharma Kesehatan Indonesia) .Menyusui dan Kesehatan

Pelatihan Konseling Menyusui, PERINASIA (2007) , Modul 40 jam standar WHO/UNICEF/DEPKES Utami, R.(2007).Inisiasi Menyusu Dini.www.selasi org

Soetjiningsih. (2004). Seri Gizi Klinik.ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan..EGC

Susan Ross. (2006) Birth Right.Panduan untuk mendapatkan yang terbaik dalam kehamilan dan persalinan.Pilih Bidan atau Dokter.Trans Media

http://pojokgaya.com/sensasi-pijat-bebas-stres.html Di unduh tanggal 10 Februari 2011.

Gambar

Tabel  2.  Distribusi  Frekuensi  Jumlah  Kolostrum  Ibu  Postpartum  pada  kelompok  perlakuan  dan  kelompok control

Referensi

Dokumen terkait

(2000) bahwa sebagian besar perusahaan sampel yang diteliti yaitu perusahaan yang mengalami financial distress dengan menggunakan model prediksi kebangkrutan adalah perusahaan

Bagaimana pengaruh lama usaha terhadap pendapatan pengusaha mebel di desa Banaran kecamatan Kalijambe kabupaten Sragen.. Bagaimana pengaruh pendidikan terhadap pendapatan

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI Kampus : Gedung DEW ANTARA.. DEWANTARA

kemampuan berbahasa yang baik dan benar. Berdasarkan hal tersebut, perencanaan dalam sebuah pembelajaran berpendekatan saintifik adalah sebagai berikut: 1) Menetapkan

Solusi untuk tidak melakukan pembaja- kan software memang sudah ada, yaitu de- ngan menggunakan produk yang berdasar pada open source. Tetapi pada kenyataan- nya, mengubah

Ruang lingkup penelitian difokuskan pada BMT Mitra Hasanah dan diarahkan untuk mengumpulkan data guna menjawab permasalahan yang telah dikemukakan diatas tentang

Ketika bencana terjadi, hal-hal yang harus diperhatikan adalah besarnya dampak bencana terhadap jumlah korban maupun kerusakan infrastruktur, dan transportasi untuk

virus corona telah ber- dampak terhadap pasar dan harga komo- ditas energi, termasuk batubara. Apalagi, wabah virus corona menjangkiti China, yang memegang peranan