• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 101/PUU-XIII/2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 101/PUU-XIII/2015"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---

RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 101/PUU-XIII/2015

PERIHAL

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2011

TENTANG PENYELENGGARA PEMILU

TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA

REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ACARA

PERBAIKAN PERMOHONAN

(II)

J A K A R T A

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 101/PUU-XIII/2015 PERIHAL

Pengujian Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu [Pasal 119 ayat (4), Pasal 120 ayat (4), dan Pasal 121 ayat (3)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PEMOHON

1. Titi Anggraini 2. Heriyanto

ACARA

Perbaikan Permohonan (II)

Rabu, 16 Sepetember 2015 Pukul 13.35 – 13.57 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) Patrialis Akbar (Ketua)

2) Maria Farida Indrati (Anggota)

3) Manahan MP Sitompul (Anggota)

(3)

Pihak yang Hadir: A. Pemohon:

1. Titi Anggraini 2. Heriyanto

(4)

1. KETUA: PATRIALIS AKBAR

Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang Perkara Nomor 101/PUU-XIII/2015 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum.

Silakan Pemohon sebutkan siapa yang hadir?

2. PEMOHON: HERIYANTO

Baik, Yang Mulia. Yang hadir Heriyanto dan Titi Anggraini sebagai Pemohon. Terima kasih.

3. KETUA: PATRIALIS AKBAR

Oke, dua-duanya hadir, ya. Sekarang acaranya perbaikan permohonan dan apa sudah Saudara serahkan perbaikannya?

4. PEMOHON: HERIYANTO

Mohon izin, Yang Mulia, mohon maaf sebelumnya, sedang dalam proses penggandaan difotokopi, tadi kami buru-buru lari ke sini untuk mengejar sidang. Jadi setelah sidang, kami pasti akan serahkan, begitu.

5. KETUA: PATRIALIS AKBAR

Limit waktunya kemarin jam berapa, ya? Kalau enggak salah jam 10.00 WIB kan. Kenapa terlambat?

6. PEMOHON: HERIYANTO

Karena ada alasan teknis (suara tidak terdengar jelas) (...)

7. KETUA: PATRIALIS AKBAR

Serius enggak nih?

8. PEMOHON: HERIYANTO

Serius, Yang Mulia.

SIDANG DIBUKA PUKUL 13.35 WIB

(5)

9. KETUA: PATRIALIS AKBAR

Oke, baik. Silakan Saudara bacakan ... bukan bacakan, jelaskan, ya, garis besarnya saja, apa yang Saudara perbaiki. Silakan.

10. PEMOHON: TITI ANGGRAINI

Terima kasih, Yang Mulia. Mohon maaf sebelumnya, keterlambatan dikarenakan kemarin saya sempat kurang sehat, jadi ada keterlambatan teknis untuk mendapatkan tanda tangan.

Saya ... kami mengikuti petunjuk yang sudah disampaikan oleh Majelis Hakim dalam pemeriksaan pendahuluan pada persidangan sebelumnya, ada beberapa hal yang ingin kami tambahkan terkait dengan apa yang telah disampaikan di dalam persidangan sebelumnya.

Yang pertama adalah berkaitan dengan ... mohon maaf ... kedudukan Pemohon atau legal standing. Yang pertama adalah kami memperkuat kedudukan kami dalam konteks sebagai pemilih. Bahwa Para Pemohon merupakan perorangan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih dalam pemilihan umum serta pemilihan gubernur, bupati, dan walikota karena sudah cukup umur dan/atau pernah menikah, sebagaimana diatur di dalam Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD yang menyebutkan, “Pemilih adalah Warga Negara Indonesia yang telah genap berusia 17 tahun atau lebih ... atau sudah pernah kawin.” Maupun sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi undang-undang yang menyebutkan, “Pemilih adalah penduduk yang berusia paling rendah 17 tahun atau sudah pernah kawin yang terdaftar dalam pemilihan.”

Bahwa sebagai Warga Negara Indonesia yang telah memenuhi persyaratan, Para Pemohon mempunyai hak pilih sebagaimana dijamin oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945, sehingga Para Pemohon berhak secara konstitusional untuk mendapatkan proses penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil, serta pemilihan gubernur, bupati, dan walikota secara demokratis.

Bahwa hadirnya sejumlah pasal, ayat, dan frasa dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum telah mengakibatkan atau setidak-tidaknya potensial merugikan hak-hak konstitusional Para Pemohon.

Bahwa bentuk-bentuk kerugian konstitusional yang dialami atau potensial dialami Para Pemohon, antara lain;

a. Tidak terfasilitasi pemenuhan hak pilih pemilih untuk mendapatkan pemilu yang jujur dan adil, serta pemilihan gubernur, bupati, dan

(6)

walikota secara demokratis oleh lembaga yang independent dan mandiri.

b. Tidak terpenuhinya kebutuhan pemilih untuk mendapatkan proses pemilu yang jujur dan adil, serta pemilihan gubernur, bupati, dan walikota secara demokratis oleh lembaga yang independent dan mandiri.

Bahwa Peraturan KPU, Peraturan Bawaslu, dan Peraturan DKPP menjadi dasar penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD, serta presiden dan wakil presiden, maupun pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menyangkut langsung kepentingan Para Pemohon di dalam penyelenggaraan pemilu serta pemilihan gubernur, bupati, dan walikota.

Berikutnya bahwa terhadap ... terhadap lima syarat yang dimaksud dan diulas di dalam Pasal 51, di dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6 dan seterusnya, dan dalam praktik Mahkamah Konstitusi yang berlangsung selama ini dari praktik Mahkamah tahun 2003 sampai 2009 perorangan Warga Negara Indonesia, terutama pembayar pajak (tax payer) vide Putusan Nomor 03/PUU-I/2003, berbagai asosiasi dan NGO LSM, dan seterusnya, memiliki legal standing untuk mengajukan pengujian undang-undang ke Mahkamah Konstitusi. Bisa juga dilihat lebih lanjut di dalam buku yang diterbitkan oleh Liebrich dalam judicial review in perspective ... in perspective.

Nah. Bahwa berdasarkan uraian di atas, jelas-jelas Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagai Pemohon pengujian Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum dan mempunyai hubungan causal verband terhadap Pasal 119 ayat (4), Pasal 120 ayat (4), dan Pasal 121 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 terhadap Pasal 1 ayat (3), Pasal 18 ayat (4), Pasal 22E ayat (1), Pasal 22E ayat (5), dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Nah, berikutnya terkait dengan posita, kami juga melakukan perbaikan sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Yang Mulia pada persidangan sebelumnya, mohon izin untuk membacakan terutama berkaitan dengan prinsip-prinsip universal dan juga standar internasional. Bahwa proses konsultasi dan yang dilakukan KPU, Bawaslu, dan DKPP dilakukan terhadap seluruh peraturan KPU, peraturan Bawaslu, dan peraturan DKPP untuk seluruh penyelenggaraan pemilihan umum baik pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD, pemilihan umum presiden dan wakil presiden, serta pemilihan gubernur, bupati, dan walikota.

Bahwa proses konsultasi dengan pemerintahaan dan DPR ternyata juga tidak menjamin keputusan politik DPR dan pemerintah akan konsisten di dalam melindungi kebijakan KPU dalam mengakomodir hak pilih para pemilih. Hal ini dibuktikan dengan peraturan KPU tentang pemungutan dan perhitungan suara pemilu presiden dan wakil presiden

(7)

yang telah melalui proses konsultasi di DPR dan pemerintah tetap dipermasalahkan pada PHPU presiden dan wakil presiden di Mahkamah Konstitusi dimana maksud KPU untuk menjamin seluruh warga negara Indonesia di dalam Daftar Pemilih Khusus Tambahan atau DPKTB termasuk menjamin hak Para Pemohon dalam pemilu presiden dan wakil presiden dipermasalahkan di dalam gugatan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Bahwa proses konsultasi dengan pemerintah dan DPR juga membuat KPU terintervensi dalam membuat peraturan KPU terkait verifikasi partai politik yang menabrak ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Pemerintah dan DPR meminta agar tidak dilakukan verifikasi faktual terhadap kepengurusan di 50% kecamatan pada masing-masing daerah, hal ini dikarenakan partai politik yang ada tidak siap dalam kepengurusan di tingkat kecamatan, padahal Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD menyatakan secara tegas bahwa proses verifikasi yang dilakukan KPU dan jajarannya sampai pada tingkat kecamatan.

Bahwa sebagai suatu norma dasar, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagaimana dimaksud Pasal 22E ayat (6) memberikan suatu makanisme kebijakan terbuka atau open legal policy yang mengamanatkan pengaturan lebih lanjut diatur di dalam undang-undang terkait dalam penyelenggaraan pemilihan umum yang luber dan jurdil. Bahwa sebagai legal policy dari Pasal 22E ayat (6) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum yang melahirkan dua lembaga, yakni KPU ... Bawaslu serta DKPP sebagai supporting element atau auxiliary organ dalam menjaga martabat dan keluhuran serta penegakan kode etik penyelenggara pemilu vide putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU/2010.

Bahwa Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum memberikan amanat kepada KPU, Bawaslu, dan DKPP untuk menjabarkan ketentuan undang-undang lebih lanjut ke dalam peraturan KPU, Bawaslu, dan DKPP vide Pasal 119 ayat (1), Pasal 119 ayat (2), Pasal 120 ayat (1), Pasal 121 ... 120 ayat (2), Pasal 121 ayat (1) dan 121 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011.

Bahwa Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi undang-undang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 mengatur bahwa pemilihan dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

(8)

Bahwa Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 mengatur dalam peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini yang dimaksud dengan Komisi Pemilihan Umum selanjutnya disingkat KPU adalah lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang bertugas melaksanakan pemilu. Bahwa Pasal 10A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 mengatur bahwa KPU memegang tanggung jawab akhir atas penyelenggaraan pemilihan oleh KPU provinsi, kabupaten/kota, PPK, PPS, KPPS, dan petugas pemutakhiran data pemilih.

Bahwa kekuasaan mengatur dari KPU, Bawaslu, dan DKPP merupakan konsekuensi dari fungsi yang diemban ketiga lembaga tersebut untuk mengatur secara teknis penyelenggaraan pemilu maupun pemilihan gubernur, bupati, dan walikota. Bahwa independensi dan kemandirian dari penyelenggara pemilihan umum dan pilkada dapat didefinisikan melalui dua konsep yang saling berhubungan.

Pertama, kemandirian secara struktur dan sikap yang mandiri. Ini bisa dirujuk dari pendapat B. Bailey [Sic!] di dalam permohonan sudah kami cantumkan bahwa kemandirian secara struktur pada umumnya diberlakukan secara formal melalui konsultasi ... melalui konstitusi atau peraturan terkait pemilihan umum dan pilkada di mana penyelenggara pemilihan umum dan pilkada berdiri sebagai lembaga yang terpisah dari badan pemerintah, sementara sikap yang mandiri atau fairless independence adalah sikap normatif penyelenggara pemilihan umum untuk mengeluarkan keputusan dan sikap tanpa dipengaruhi tekanan politik. Kemandirian secara lembaga tidak akan memiliki implikasi positif terhadap kualitas pemilihan umum tanpa komisioner dan staf penyelenggara pemilihan umum dan pilkada yang bersikap mandiri.

Bahwa struktur lembaga pemilihan umum dan pilkada yang mandiri pertama kali dikembangkan di negara Amerika Latin, seperti Uruguay, Kolombia, dan Kosta Rika. Lembaga penyelenggara pemilihan umum dan pilkada yang mandiri dibentuk di negara Amerika Latin sebagai bentuk transisi negara otoriter ke sistem demokrasi liberal pada tahun 1980-an. Di Kosta Rika dan Venezuela, penyelenggara pemilihan umum menjadi lembaga keempat yang berdiri sebagai bentuk check and balance bagi lembaga negara lainnya. Di kedua konstitusi negara, penyelenggara pemilihan umum memiliki status tersendiri sebagai badan yang memiliki kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam isu yang berkaitan dengan pemilihan umum. Ia berperan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilihan umum dan pilkada. Dalam menjalankan demokrasi, pemilih harus memiliki keyakinan bahwa mereka yang akan memilih secara bebas, rahasia, dan suara mereka akan memiliki dampak positif untuk negara.

Sikap dan struktur lembaga pemilihan umum dan pilkada yang mandiri terkadang tidak cukup untuk menciptakan kredibilitas dan integritas dari proses pemilihan umum dan pilkada. Peraturan yang jelas

(9)

dan menggambarkan otoritas penyelenggara pemilihan umum dan pilkada tetap diperlukan. Dalam kondisi di mana terdapat banyak kepentingan politik dalam sebuah proses pemilihan, seringkali terjadi kebingungan atas siapa yang memiliki otoritas tertinggi di dalam menciptakan regulasi atau aturan main. Hal ini telah dilakukan pada tahun 1992 oleh Pemerintah Korea Selatan, dimana ia merevisi undang-undang terkait komisi pemilihan atau election commission, direvisi untuk memberikan hak bagi komisi pemilihan untuk memberikan rancangan undang-undang kepada Parlemen Korea Selatan atau National Assembly ketika komisi pemilihan merasa terdapat peraturan pemilihan yang sepatutnya direvisi.

Bahwa dalam upaya menciptakan transparansi atas pembuatan regulasi, Komisi Pemilihan Umum dapat mengadakan rapat terbuka dan berdiskusi dengan pemangku kepentingan dalam menjaga netralitas dan integritas di tengah tekanan politik bukan berarti sepenuhnya memutuskan hubungan dengan pemangku kepentingan dan mengisolir diri. Melainkan justru penyelenggara pemilu dan pilkada harus menjaga netralitas dan integritas. Penyelenggara pemilihan harus tetap b erhubungan erat dan bersinergi dengan pemangku kepentingan.

11. KETUA: PATRIALIS AKBAR

Ya, Mbak Titi, substansinya sudah kita pahami, itu kan tinggal teori-teori itu, ya? Sekarang terakhir, petitumnya apa?

12. PEMOHON: TITI ANGGRAINI

Baik. Sedikit, Yang Mulia, jika diinginkan … jika diizinkan ingin mengutip soal kewenangan delegate legislation yang kami perkuat argumentasinya sebelum sampai kepada kesimpulan.

13. KETUA: PATRIALIS AKBAR

Enggak usah dibacakan.

14. PEMOHON: TITI ANGGRAINI

Tidak usah?

15. KETUA: PATRIALIS AKBAR

(10)

16. PEMOHON: TITI ANGGRAINI

Oke, baik.

17. KETUA: PATRIALIS AKBAR

Kan sudah paham.

18. PEMOHON: TITI ANGGRAINI

Oke, baik.

19. KETUA: PATRIALIS AKBAR

Apa itu?

20. PEMOHON: TITI ANGGRAINI

Ya. Kewenangan yang dimiliki oleh KPU dan Bawaslu dan DKPP dalam membuat peraturan-peraturan perundang-undangan merupakan bagian dari kewenangan yang diperoleh sebagai delegasi dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Yang dalam hal ini menurut profesor … menurut Profesor Maria Farida di dalam bukunya ilmu perundang-undangan disebutkan bahwa kewenangan tersebut adalah kewenangan yang bisa digunakan karena ada delegasi peraturan perundang-undangan lebih tinggi kepada peraturan perundang-perundang-undangan yang lebih rendah.

21. KETUA: PATRIALIS AKBAR

Ibu Maria yang di UI sana, ya?

22. PEMOHON: TITI ANGGRAINI

Ya, yang dosen kami berdua. Yang kemudian di dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 disebutkan bahwa peraturan perundang-undangan salah satunya yang dikeluarkan badan Mahkamah Konstitusi, lembaga atau komisi yang setingkat dibentuk dengan undang-undang atau peraturan pemerintah itu juga termasuk bagian dari jenis peraturan perundang-undangan.

Nah, dari semua lembaga yang memiliki kewenangan delegasi ini, hanya KPU dan Bawaslu yang diwajibkan berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah, berarti ada diskiriminasi terkait dengan pembuatan atau kewenangan peraturan KPU, Bawaslu, dan DKPP, termasuk juga Mahkamah Konstitusi yang disederetkan dalam Pasal 8 ayat (1) ini.

(11)

Ketika membuat peraturan Mahkamah Konstitusi, juga tidak harus berkonsultasi dengan Mahkamah … dengan DPR maupun pemerintah. Jadi, kami melihat dalam konteks negara hukum ada diskriminasi di sana.

23. KETUA: PATRIALIS AKBAR

Jadi, kalau ada rapat konsultasi, jadi bukan persoalan konsultasi dalam bidang pembuatan peraturan saja, tapi ada rapat konsultasi antarlembaga negara ini misalnya, DPR dengan MK, DPR dengan MA itu salah juga?

24. PEMOHON: TITI ANGGRAINI

Yang dimaksud oleh Pasal 119 ayat (4), Pasal 120 ayat (4), dan Pasal 121 ayat (3) bukan konsultasi seperti yang tadi Yang Mulia sebutkan, tapi konsultasi dimana kewenangan mandiri dari sebuah badan, lembaga yang dibentuk oleh undang-undang dan dimandatkan oleh konstitusi tidak bisa dijalankan tanpa dilakukan konsultasi.

25. KETUA: PATRIALIS AKBAR

Tapi kan (suara tidak terdengar jelas) ada dua, kan? Struktur dan sikap. Ya, kan?

26. PEMOHON: TITI ANGGRAINI

Ya.

27. KETUA: PATRIALIS AKBAR

Lanjut. Terakhir, ya, petitumnya, ya.

28. PEMOHON: TITI ANGGRAINI

Oke. Bahwa dari seluruh dalil-dalil yang diuraikan di atas, bukti-bukti terlampir, dengan ini Pemohon memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk kiranya berkenan memberikan putusan sebagai berikut.

1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diajukan oleh Para Pemohon.

2. Menyatakan Pasal 119 ayat (4), Pasal 120 ayat (4), Pasal 121 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun

(12)

1945 sepanjang tidak dimaknai bersifat fakultatif dan dilaksanakan secara terbuka kepada publik.

3. Menyatakan (...)

29. KETUA: PATRIALIS AKBAR

Jadi konsultasi tetap ada, tapi terbuka? Memang selama ini tertutup?

30. PEMOHON: TITI ANGGRAINI

Selama ini ada yang dilakukan tertutup, Yang Mulia.

31. KETUA: PATRIALIS AKBAR

Ya. Berarti prinsip konsultasinya tetap ada?

32. PEMOHON: TITI ANGGRAINI

Konsultasi bersifat fakultatif (kebolehan).

33. KETUA: PATRIALIS AKBAR

Ya, oke.

34. PEMOHON: TITI ANGGRAINI

3. Menyatakan Pasal 119 ayat (4), Pasal 120 ayat (4), Pasal 121 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bersifat fakultatif dan dilaksanakan secara terbuka kepada publik.

4. Memerintahkan muatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya, atau apabila Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia berpendapat lain mohon putusan yang adil dan yang baik.

Terima kasih, Yang Mulia.

35. HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI

Ya, saya akan melihat. Tadi kalau peraturan delegasi itu keluar dari undang-undang ke peraturan perundang-undangan di bawahnya, ya. Kemungkinan enggak delegasi itu salah memberikan kewenangan kepada lembaga yang salah? Karena kalau Anda tadi melihat, mengatakan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 itu kan, dulu kan dari Pasal 7 ayat (4) penjelasan. Nah, di sana kita bisa ... saya

(13)

mengatakan bahwa apakah itu juga peraturan perundang-undangan? Kalau ada Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, itu kan lembaga penegak hukum, apakah dia bisa membuat peraturan perundang-undangan? Ya, tapi bukan berarti peraturan KPU itu kan setingkat dengan PP, kan?

36. PEMOHON: TITI ANGGRAINI

Ya, betul.

37. HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI

Ya, karena ada lembaga-lembaga, ada komisi atau badan yang memang diberikan kewenangan untuk membentuk peraturan, ya, tapi kemudian jangan Anda merasa bahwa kalau undang-undang itu sudah menyatakan ini dibentuk oleh peraturan ini, berarti peraturan itu kemudian menjadi setingkat dengan PP, ya. Terima kasih.

38. KETUA: PATRIALIS AKBAR

Ini sudah ketemu belum dengan KPU, Bawaslu, dan DKPP, Pemohon?

39. PEMOHON: TITI ANGGRAINI

Kami sedang menunggu data, Yang Mulia, untuk mendapatkan selama pemilu legislatif (...)

40. KETUA: PATRIALIS AKBAR

Enggak, maksudnya sudah komunikasi belum dengan tiga lembaga itu untuk mengajukan permohonan ini?

41. PEMOHON: TITI ANGGRAINI

Kami sudah menyampaikan, tapi secara tidak keseluruhan, tapi kami yakin mereka tahu ada permohonan ini.

42. KETUA: PATRIALIS AKBAR

Keberatan enggak mereka?

43. PEMOHON: TITI ANGGRAINI

(14)

44. KETUA: PATRIALIS AKBAR

Oke deh, baik. Pak Manahan ada? Cukup, ya. Cukup, ya?

45. PEMOHON: TITI ANGGRAINI

Baik, Yang Mulia.

46. KETUA: PATRIALIS AKBAR

Jadi kami sudah mendengarkan dengan baik, ya, kemudian bukti yang disampaikan hanya dua, P-1 sama P-2?

47. PEMOHON: HERIYANTO

Benar, Yang Mulia.

48. KETUA: PATRIALIS AKBAR

Benar, ya.

49. PEMOHON: HERIYANTO

P-1 Undang-Undang Nomor 15, P-2-nya terkait konsultasi DPR RI

surat kepada ketiga lembaga itu.

50. KETUA: PATRIALIS AKBAR

Apa itu?

51. PEMOHON: HERIYANTO

Jadi yang P-2 nya surat terkait hasil konsultasi mereka.

52. KETUA: PATRIALIS AKBAR

Surat hasil konsultasi. Oke, ya. Jadi sudah diterima oleh Kepaniteraan, kita sahkan dulu, ya.

Baik. Nanti ini kami laporkan ke Rapat Permusyawaratan Hakim, nasibnya permohonan ini, nanti tinggal menunggu informasi selanjutnya dari Kepaniteraan Mahkamah, ya.

(15)

Dengan demikian, sidang hari ini kita cukupkan dan sidang kita tutup.

Jakarta, 16 September 2015 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d

Rudy Heryanto

NIP. 19730601 200604 1 004

SIDANG DITUTUP PUKUL 13.57 WIB KETUK PALU 3X

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang relevan bahwa media pembelajaran komik mendapat respon yang baik dari peserta didik, namun pada pengembangan media pembelajaran yang telah di

Untuk menyelesaikan masalah yang ada pada KWT Dusun Pulo, solusi yang dilakukan oleh tim pengabdi antara lain metode penyuluhan yaitu berupa penyuluhan tentang

an  padi  selengkapnya  dapat  dilihat  pada:    edangkan vegetatif 2 mendominasi di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam yaitu               

Musikologi mencakup area penelitian yang luas yang tidak hanya mengkaji musik seni dan musik Eropa tapi juga semua musik folk dan non-Barat.(Béhague,.. 12 | Andre Indrawan :

Pada aplikasi 1: Gambar 1, 2 dan 3 dapat dilihat Pada aplikasi 2: Gambar 4, 5 dan 6 dapat dilihat bahwa prosentase kematian larva Aedes aegypti pada bahwa prosentase

Menerapkan pola lalu lintas pada peternakan yang benar dengan mengontrol broiler yaitu harus dilakukan mulai dari broiler yang muda ke yang tua dan mulai yang sehat

Abstrak : Penelitian ini berguna untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan dan budaya kerja dalam membentuk komitmen kerja organisasi. Penelitian dilakukan pada

Maka implikasinya, penerapan latihan manipulatif dapat dilakukan oleh guru dalam meningkatkan kemampuan gross motor (motorik kasar) pada peserta didik dengan autisme yang