• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREDIKSI KEMUNGKINAN TERJADI PERBEDAAN PENETAPAN AWAL RAMADHAN 1433 H DI INDONESIA. Oleh : Drs. H. Muhammad, MH. (Ketua PA Klungkung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PREDIKSI KEMUNGKINAN TERJADI PERBEDAAN PENETAPAN AWAL RAMADHAN 1433 H DI INDONESIA. Oleh : Drs. H. Muhammad, MH. (Ketua PA Klungkung)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 PREDIKSI KEMUNGKINAN TERJADI PERBEDAAN PENETAPAN

AWAL RAMADHAN 1433 H DI INDONESIA

Oleh : Drs. H. Muhammad, MH. (Ketua PA Klungkung)

Persoalan penentuan awal bulan qamariyah, khususnya bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah, sebenarnya persoalan klasik, karena telah dibahas sejak zaman dahulu dalam kitab-kitab klasik. Akan tetapi selalu aktual untuk dibahas, karena setiap tahun ketika akan menetapkan awal Ramadhan, Syawal dan Zulhijhjah, kerap kali terjadi perbedaan di kalangan ummat Islam, khususnya di Indonesia. Seperti pada tahun lalu (1432 H), sebagian ummat berhari raya idul fitri pada hari Selasa, 30 Agustus 2011, sebagian lainnya pada hari Rabu, 31 Agustus 2011. Demikian pula terjadi perbedaan pada Hari Raya Idul Adha 1431/2010, Idul Fitri 1427/2006, 1428/2007.

Bagaimana dengan awal Ramadhan tahun ini (1433 /2012 ) ? Apakah ummat Islam Indonesia akan serentak mengawali puasanya pada hari yang sama ? Untuk menjawab pertanyaan ini, penulis akan mencoba menganalisa data-data astronomis matahari dan bulan menjelang awal Ramadhan 1433 H., dengan landasan teori Kriteria Awal Bulan Qamariyah yang selama ini menjadi pedoman berbagai aliran/kelompok yang berkembang di masyarakat.

Kalau dalam tulisan ini nanti mengutarakan adanya perbedaan-perbedaan pandangan dalam memulai ibadah puasa Ramadan 1433 H, tidaklah dimaksudkan untuk mengusik ketenangan pembaca (masyarakat). Akan tetapi sebaliknya, justru dengan mengemukakan perbedaan-perbedaan pandangan dan faktor-faktor penyebabnya di seputar penentuan awal bulan Qamariah, diharapkan dapat memberikan secercah pengetahuan agar pada saat ketika perbedaan itu benar-benar terjadi, masyarakat tidak kaget lagi dan tidak menjadikannya sebagai sumber konflik. Dalam fikiran yang jernih diharapkan dapat melihat pesoalan perbedaan tersebut secara obyektif tanpa merasa ada tekanan atau keterpaksaan untuk menerima atau menolaknya.

Kriteria Awal Bulan Qamariyah

Bulan qamariyah adalah perhitungan waktu (penanggalan) yang didasarkan pada waktu peredaran bulan mengelilingi bumi dan bersama-sama dengan bumi mengitari matahari, yang lamanya rat-rata 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik (selang waktu antara dua

ijtima’ 1

).2 Oleh karena itu jumlah hari dalam satu bulan qamariyah dua macam, yaitu 29 hari dan 30 hari.

1

Ijtima’ disebut pula Iqtiraan, yaitu apabila Matahari dan Bulan berada pada bujur astronomis ( Dawairul Buruj) yang sama. Dalam Ilmu Astronomi dikenal dengan istilah Konjungsi (Conjunction ).

(2)

2

Adapun untuk menentukan mulainya bulan baru qamariah khususnya bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah, secara garis besar ada dua pendapat. Pendapat pertama mengatakan bahwa satu-satunya metode yang sah untuk menentukan mulainya bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah tersebut adalah rukyat 3, tidak ada cara lain selain itu. Pendapat kedua mengatakan bahwa metode untuk menentukan mulainya bulan-bulan qamariah termasuk bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah boleh dengan menggunakan

Hisab (Hisab Astronomi 4).5 Kemudian seiring dengan kemajuan IPTEK khususnya di bidang Astronomi, maka metode hisab ini mengalami perkembangan sehingga dikenal berbagai macam sistem perhitungan, seperti Hisab ‘Urfi, Hisab Taqribi, Hisab Hakiki, Hisab Hakiki Tahkiki, Hisab Kontemporer / Modern.

Kedua metode penentuan awal bulan qamariyah tersebut sering dipertentangkan manakala terjadi perbedaan dalam menetapkan awal dan akhir bulan Ramadhan. Padahal penyebab pokok terjadinya perbedaan tersebut bukan semata-mata disebabkan kedua metode tersebut, tetapi lebih disebabkan beragamnya pendapat tentang kriteria masuknya bulan baru qamariyah. Bahkan Thomas Djamaluddin ( Profesor Riset Astronomi-Astrofisika-LAPAN dan Anggota Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama RI ), menegaskan bahwa perbedaan penetapan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha di Indonesia kini sudah semakin jelas bukan disebabkan oleh perbedaan metode hisab dan rukyat, tetapi oleh perbedaan kriteria awal bulan.6

Dalam kaitan ini ada beberapa kriteria awal bulan qamariyah yang berkembang di Indonesia, antara lain:

1. Kriteria Rukyatul Hilal : terlihatnya hilal ( bukan mungkin terlihat ) pada saat terbenam Matahari tanggal 29 bulan qamariyah. Kalau tidak terlihat, maka jalan keluarnya adalah mengambil maksimum umur bulan 30 hari dan setelah itu mulailah tanggal 1 bulan baru.7

2. Kriteria Ijtima‘ Qablal Gurub: kriteria ini memperhitungkan kapan terjadinya ijtima‘ (conjunction). Jika ijtima‘ terjadi sebelum matahari terbenam, maka malam hari dan keesokan harinya dapat ditetapkan sebagai tanggal 1 bulan baru. Akan tetapi jika ijtima‘ terjadi setelah matahari terbenam, maka senja itu dan keesokan harinya ditetapkan sebagai hari terakhir dari bulan yang sedang berlangsung.8

3. Kriteria Hisab Wujudul Hilal, kriteria ini menganggap hilal sudah wujud bila matahari terbenam (sun set) lebih dahulu daripada bulan terbenam (moon set) pada akhir bulan Qamariyah tanpa ada batasan minimal ketinggian hilal. Jika hilal sudah wujud sekalipun sejarak 1 menit atau kurang, maka senja dan keesokan harinya sudah dimulai bulan baru. Akan tetapi bila bulan terbenam lebih dahulu daripada

2

Muhammad (Penulis), Problematika Ijtima’ Sebagai Pedoman dalam Penentuan Awal Bulan

Qamariyah (Suatu Tinjauan Yuridis dan Astronomis), Skripsi S1 Fak. Syariah IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta,1989, hal.10.

3 Rukyat atau disebut juga dengan istilah rukyat bil fi’li, adalah suatu kegiatan melihat hilal ( bulan sabit) secara langsung pada saat terbenam Matahari tanggal 29 dari bulan yang sedang berlangsung.

4

Hisab Astronomi adalah sistem penentuan awal bulan qamariyah dengan perhitungan yang didasarkan kepada peredaran hakiki bulan dan bumi mengitari matahari.

5

Tim Penyusuan, Almanak Hisab dan Rukyat, Jakarta : Direktorat Jenderal Badan peradilan Agama Mahkamah Agung RI, 2007, hal.146-147.

6 Thomas Djamaluddin, Analisis Visibilitas Hilal Untuk Usulan Kriteria Tunggal Di Indonesia, <http://tdjamaluddin.wordpress.com>, hal.1, diakses: 8 Juli 2012

7

Oman Fathurohman SW, Metode Penentuan Awal Bulan Kamariah (makalah), Jakarta, 2008,hal.13. 8

(3)

3

matahari, berarti hilal belum wujud (negatif berada di bawah ufuk) maka senja itu dan keesokan harinya ditetapkan sebagai hari terakhir dari bulan yang sedang berlangsung.9

4. Kriteria Imkanurru’yat, kriteria ini memperhitungkan ketinggian hilal pada saat terbenam matahari setelah terjadinya ijtima‘. Jika hilal menurut hisab sudah mencapai pada ketinggian yang memungkinkan dapat dilihat, maka malam itu dan keesokan harinya dapat ditetapkan sebagai tanggal 1 bulan baru. Akan tetapi jika belum mencapai pada ketinggian yang memungkinkan dapat dilihat, maka senja itu dan keesokan harinya ditetapkan sebagai hari terakhir dari bulan yang sedang berlangsung.10

Para ahli hisab yang mendukung kriteria ini masih berbeda pendapat dalam menetapkan kriterium hilal yang mungkin dapat dilihat itu. Konferensi internasional tentang penentuan awal bulan qamariah yang diadakan di Turki pada tahun 1978 menetapkan bahwa untuk dapat terlihatnya hilal ada dua syarat yang harus dipenuhi, yaitu ketinggian hilal di atas ufuk tidak kurang dari 05° dan sudut pandang antara hilal dan Matahari 07° sampai 08°.11

Sedangkan kriteria Departemen Agama RI (sekarang Kementerian Agama RI ) yang diterima sebagai kriteria bersama dalam forum MABIMS yang mencakup negara: Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura adalah: ketika Matahari terbenam, ketinggian Bulan di atas ufuk tidak kurang dari 2°, dan jarak lengkung Bulan-Matahari (sudut elongasi) tidak kurang dari 3°, atau ketika Bulan terbenam, umur Bulan tidak kurang dari 8 jam selepas konjungsi/ijtimak berlaku.12

Data Astronomis Posisi Hilal dan Matahari

Hasil perhitungan dari berbagai sistem yang berkembang di Indonesia, diketahui bahwa konjungsi (ijtima’) antara Bulan dan Matahari menjelang bulan Ramadan 1433 H terjadi pada hari Kamis, 19 Juli 2012 M. bertepatan dengan tanggal 29

Sya’ban 1433 H sekitar pukul 11:24 WIB/12.24 WITA/13.24 WIT. Matahari terbenan

pukul: 17:53 WIB, sedang Hilal terbenam pukul : 18.02 WIB. Pada saat Matahari terbenam hari itu ketinggian mar’i (lihat ) hilal di seluruh wilayah Indonesia berkisar antara -0° 51' 37,17" s.d. 0° 31,95', dengan jarak sudut matahari dan hilal sekitar 4° s.d.

5°, dan umur bulan kurang dari 8 jam.13

Dari data-data di atas dapat diketahui, bahwa saat matahari terbenam pada hari terjadinya Ijtima’, di sebagian wilayah Indonesia, hilal telah berada di atas ufuk mar’i dengan ketinggilan kurang dari 2º, dan pada saat itu matahari terbenam lebih dahulu dari pada hilal sekitar 9 menit ( hilal berada di atas ufuk selama sekitar 9 menit setelah matahari terbenam ).

9

Ibid. 10

Wahyu Widyana, Kriteria Imkanurrukyat Menurut Kerjasama Negara-Negara MABIMS, dalam

Jurnal Hisab Rukyat, Jakarta: Departemen Agama, 1999/2000, hal.20.

11

Tim Penyusuan, op.cit., hal. 44. 12

Tim Penyusun, Himpunan Hasil Musyawarah Jawatan Kuasa Penyelarasan Rukyat Taqwim Islam

Negara Burunai Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS Ke-1 Sampai Ke-10, Jakarta:

Departemen Agama RI, 2001, hal.84. 13

Surat Dirjen Badilag, No: 325 /DJA.4/OT.01.3/VII/2012, tanggal 9 Juli 2012, prihal Itsbat rukyat hilal awal Ramadan, Syawal dan Zulhijah 1433 H, hal.2, <www.badilag.net>, diakses: 10 Juli 2012. Khusus data waktu terbenan matahari dan hilal di atas dihitung dengan Program Mawaqit 2001 Version 2001.06.

(4)

4

Untuk mengetahui kawasan mana saja di Bumi ini khususnya wilayah Indonesia, yang kemungkinan hilal dapat terlihat pada hari terjadinya Ijtimak (19/07/2012) selepas Matahari terbenam, dapat ditunjukkan pada gambar Peta Visibilitas Hilal di bawah ini. Peta Visibilitas Hilal ini dibuat dengan menggunakan software Accurate Times 5.3.3., yang dibuat oleh Mohammad Odeh, Astronom Islam dan Kepala Proyek Pengamatan Hilal Global yang dikenal sebagai Islamic Crescent Observation Project (ICOP) berpusat di Yordania, berdasar pada sekitar 700 lebih data observasi hilal yang dianggap valid.14

Peta Visibilitas( kenampakan) Hilal- Ramadhan 1433 H Kamis, 19 Juli 2012

Keterangan :

1. Pada daerah yang berada di bawah arsiran merah, tidak mungkin (imposible) dapat melihat hilal, sebab pada saat itu Hilal terbenam lebih dulu sebelum Matahari terbenam sehingga posisi hilal masih berada di bawah ufuk (horizon).

2. Daerah yang berada pada area putih (tidak berarsiran), sulit untuk berhasil melihat hilal sekalipun dengan alat bantu optik (binokuler/teropong), sebab meskipun di daerah itu kedudukan hilal sudah di atas ufuk tetapi masih sangat rendah.

3. Daerah yang berada pada area di bawah arsiran biru muda, hilal baru mungkin dapat dilihat jika menggunakan alat bantu optik (binokuler/teropong) .

4. Daerah yang berada pada area di bawah arsiran ungu, hanya dapat menyaksikan hilal menggunakan alat bantu optik sedangkan untuk melihat langsung dengan mata diperlukan kondisi cuaca yang sangat cerah dan ketelitian pengamatan.

5. Daerah yang berada pada area di bawah arsiran hijau, hilal dengan mudah dapat disaksikan baik menggunakan mata telanjang apalagi menggunakan peralatan optik. Prediksi awal Ramadhan 1433

Jika hasil perhitungan posisi hilal dan perkiraan kenampakan hilal pada Peta Visibilitas tersebut dikonfirmasi dengan kriteria awal bulan sebagaimana diuraikan di atas, maka akan dapat diprediksi awal bulan Ramadhan 1433 H menurut berbagai kriteria di atas:

14

software Accurate Times Times 5.3.3. dapat didownload pad situs Islamic Crescents' Observation Project (ICOP), http://www.icoproject.org/accut.html. Diakses: 05/07/2012.

(5)

5

1. Menurut Kriteria Rukyatul Hilal

Jika kita mengacu pada teori visibilitas hilal sebagaimana diaplikasikan pada peta visibilitas di atas, maka terlihat pada peta di atas bahwa seluruh wilayah Indonesia berada pada area putih (tidak berarsiran), yaitu wilayah yang sulit untuk berhasil melihat hilal pada hari rukyat (Kamis,19/07/2012) sore setelah Matahari terbenam, muskipun dengan alat bantu optik (binokuler/teropong). Oleh karena itu menurut kriteria ini awal Ramadhan 1433 H. akan jatuh pada hari Sabtu, 21 Juli 2012. Sebagian ormas Islam yang menggunakan metode rukyat, seperti ormas NU, meskipun tetap akan melakukan rukyatul hilal pada Kamis sore, 19 Juli 2012, telah memperkirakan hilal hampir pasti tidak akan terlihat pada hari rukyat nanti, sehingga umur bulan Sya’ban akan digenapkan menjadi 30 hari ( Istikmal ), dan 1 Ramadhan 1433 H. ditetapkan jatuh pada Sabtu, 21 Juli 2012.

Koordinator Pendidikan dan Pelatihan Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ahmad Izzuddin, dalam wawancaranya dengan Tempo on line pada 3 Juli 2012, antara lain menyatakan, bahw NU menggunakan metode rukyatul

hilal dan pada 29 Sya'ban nanti diperkirakan posisi hilal (bulan) masih di bawah 2

derajat sehingga sulit dilakukan rukyat atau dilihat dengan mata telanjang, sehingga ormas NU kemungkinan besar akan menetapkan awal Ramadan jatuh pada hari Sabtu, 21 Juli 2012.15

Dengan demikian dapat diprediksi, bahwa kelompok yang menggunakan kriteria rukyatul hilal kemungkinan besar akan menetapkan 1 Ramadan 1433 H jatuh pada Sabtu, 21 Juli 2012, tentu saja setelah mereka melakukan rukyat.

2. Menurut Kriteria Ijtima’ Qablal Gurub

Sesuai dengan hasil perhitungan di atas, bahwa Ijtima’ terjadi pada Kamis , 19 Juli 2012 M. / 29 Sya’ban 1433 H sekitar pukul 11:24 WIB, sedang Matahari terbenan pukul: 17:53 WIB. Dengan kata lain Ijtima’ terjadi sebelum matahari terbenam (qablal gurub), sehingg kriteria masuknya awal bulan telah terpenuhi. Dengan demikian dapat diprediksi bahkan hampir dapat dipastikan, bahwa bagi kelompok yang berpedoman pada kriteria ijtima’ qablal gurub, akan menetapkan 1 Ramadan 1433 H jatuh pada hari Jum’at, 20 Juli 2012, tanpa perlu menunggu hasil rukyat.

3. Menurut Kriteria Hisab Wujudul Hilal

Sebagaimana diuraikan di atas, bahwa pada hari terjadinya Ijtima’ hari Kamis,19 Juli 2012 M/29 Say’ban 1433 H, matahari terbenam (sun set) pada pukul 17:53 WIB, sedang bulan/hilal terbenam pukul : 18.02 WIB. Disamping itu menurut peta visibilitas hilan di atas, bahwa di seluruh wilayah Indonesia posisi hilal sudah berda di atas ufuk saat terbenam matahari pada hari terjadinya Ijtima’. Dengan kata lain, matahari lebih dahulu terbenam sebelum bulan terbenam, dan posisi hilal sudah di atas ufuk. Dengan demikian kriteria wujul hilal telah terpenuhi.

Atas dasar itu dapat diprediksi, bahwa sebagian ummat Islam (ormas Islam) khususnya yang berpedoman kepada kriteria hisab wujul hilal akan menetapkan 1

15

<http://www.tempo.co/2012/07/03>,Awal-Ramadan-Muhammadiyah-dan-NU-Berbeda, diakses:09/07/2012.

(6)

6

Ramadan 1433 H jatuh pada hari Jum’at, 20 Juli 2012, tanpa perlu menunggu hasil pelaksanaan rukyat karena mereka memang tidak akan melakukan rukyat.

Salah satu Ormas Islam yang berpedoman pada kriteria hisab wujul hilal adalah Muhammadiyah. Oleh karenanya jauh-jauh hari sebelumnya, Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah mengeluarkan Maklumat penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah 1433 H., yang antara laian menyatakan:

Tinggi Bulan pada saat terbenam Matahari di Yogyakarta adalah +01º 38´ 40´´ (hilal sudah wujud), dan di seluruh wilayah Indonesia pada saat terbenam Matahari tersebut Bulan berada di atas ufuk. Berdasarkan hasil hisab tersebut maka Pimpinan Pusat Muhammadiyah menetapkan bahwa Tanggal 1 Ramadhan 1433 H jatuh pada hari Jum’at Kliwon 20 Juli 2012 M.16

4. Menurut Kriteria Imkân Al-Ru’yah

Sebagaimana diuraikan di atas, bahwa pada hari terjadinya Ijtima’ hari Kamis,19 Juli 2012 M/29 Say’ban 1433 H, ketinggian mar’i (lihat ) hilal di seluruh wilayah Indonesia berkisar antara -0° 51' 37,17" s.d. 0° 31,95'', dengan jarak sudut matahari dan hilal sekitar 4° s.d. 5°, dan umur bulan kurang dari 8 jam.

Jika posisi hilal dan matahari sebagaimana tersebut di atas dikonfirmasi dengan Kriteria Imkanurrukyat Versi MABIMS yang juga dijadikan pedoman oleh Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama, maka jelas tidak memenuhi kriteria, karena ketinggian hilal kurang dari 2º dan umur bulan kurang dari 8 jam. Oleh karena itu dalam Surat Dirjen Badan Peradilan Agama tanggal 9 Juli 2012 perihal Itsbat Rukyatul Hilal Awal Ramadan yang ditujukan kepada seluruh Ketua PTA dan PA, menegaskan antara lain bahwa berdasarkan kriteria Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama, ketinggian hilal tersebut tidak memenuhi kriteria tinggi hilal dan umur bulan. Namun pelaksanaan ibadah ( 1 Ramadan 1433 H ) menunggu hasil sidang itsbat yang dipimpin oleh Menteri Agama.17

Sebagaimana diketahui bahwa Pemerintah RI dalam menyusun kalender Taqwim Standard Indonesia yang digunakan dalam penentuan hari libur nasional secara resmi berpedoman kepada kriteria imkanurrukyat versi MABIMS. Dengan kriteria ini pula sidang itsbat hilal itu mengambil keputusan. Oleh karena itu Keputusan Sidang Itsbat nanti sudah bisa diprediksi, yaitu 1 Ramadan 1433 H jatuh pada hari Sabtu, 21 Juli 2012.

Dari keseluruhan uraian di atas, dapat disimpulkan, bahwa dalam penetapan tanggal 1 Ramadhan 1433 H kemungkinan besar akan teradi perbedaan di kalangan ummat Islam Indonesia. Sebagian akan menetapkan 1 Ramadhan 1433 H jatuh pada hari Jumat, 20 Juli 2012 M dan sebagian lainnya akan menetapkan 1 Ramadhan 1433 H jatuh pada hari Sabtu, 21 Juli 2012 M. Perbedaan tersebut terjadi karena sampai saat ini belum ada kesepakatan ummat Islam tentang kriteria awal bulan qamariyah, khususnya bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah.

16

Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor : 01/MLM/I.0/E/2012 Tentang Penetapan Hasil

Hisab Ramadhan, Syawwal, Dan Dzulhijjah 1433 Hijriyah Serta Himbauan Menyambut Ramadhan 1433 Hijriyah, tanggal 15 Juni 2012 M, hal.1. < www.muhammadiyah.or.id>, diakses:02/07/2012.

17 Surat Dirjen Badilag,No : 325 /DJA.4/OT.01.3/VII/2012,tanggal 9 Juli 2012, tentang Itsbat rukyat hilal awal Ramadan, Syawal dan Zulhijah 1433 H, hal.2, <www.badilag.net>, diakses: 10 Juli 2012.

(7)

7

Sebenarnya Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan Fatwa Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penentuan Awal Ramadlan, Syawal dan Dzulhijjah, yang antara lain menyatakan: “ Seluruh umat Islam di Indonesia wajib mentaati ketetapan Pemerintah

RI tentang Penetapan Awal Ramadlan, Syawal dan Dzulhijjah". Jika Fatwa MUI ini

benar-benar dipatuhi (seharusnya memang harus dipatuhi) maka Insya’ Allah ummat Islam akan kompak dan serentak pada hari yang sama akan memulai dan mengakhiri ibadah puasa Ramadhan yang penuh rahmat dan barokah itu.

Jika dalam kenyataannya nanti, perbedaan dalam mengawali ibadah Ramadhan itu benar-benar terjadi, maka sangat diharapkan masing-masing kelompok yang berbeda saling memahami, menghargai, dan menghormati adanya perbedaan itu, demi keutuhan, kemaslahatan, ukhuwah, dan toleransi sesuai dengan keyakinan masing-masing.

Wallahu A’lamu bi Al-Shawaab.

Semarapura, Klungkung, 22 Sya’ban 1433 H. 12 Juli 2012 M.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil percobaan yang dilakukan menunjukan bahwa kombinasi perlakuan waktu inkubasi pupuk organik 21 HSI + 25% dosis rekomendasi pupuk anorganik N dan P yang memberikan hasil

Dengan analogi atau perumpamaan dari hadits yang dipaparkan oleh Abu Hurairah di atas, bahwa gadai (binatang) boleh ditunggangi dan memanfaatkan susunya sebagai ganti

Setelah dilihat dari sejumlah pengertian diatas,maka biaya operasional dapat diartikan sebagai pengeluaran yang masa manfaatnya tidak lebih dari satu tahun atau pengeluaran

Berdasarkan hasil observasi peneliti di kelas V SDN Pakuwon II Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang, dalam pembelajaran IPS tentang Peninggalan Sejarah dari Masa

Apakah Anda tertarik terhadap informasi yang disampaikan pada tayangan pemberitaan kinerja Jokowi-Ahok dalam mengatasi banjir Jakarta pada program “PrimeTime News” di Metro

Berdasarkan klaim khasiat yang dimilikinya, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga yang terlibat, prospek pengembangan dan trend investasi ke

Tingkat kemampuan siswa kelas x multimedia SMK Muhammadiyah 1 Lamongan dalam menguasai materi yang membutuhkan deskripsi dan penguraian konsep macam-macam jaringan komputer

Dari penjelasan mengenai SMK diatas dapat disimpulkan bahwa Sekolah Menengah Kerujuan atau SMK adalah suatu jenjang pendidikan dimana setiap siswa yang lulus dari