• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSPEKTIF, 10 (2) (2021): DOI: /perspektif.v10i PERSPEKTIF. Available online

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERSPEKTIF, 10 (2) (2021): DOI: /perspektif.v10i PERSPEKTIF. Available online"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PERSPEKTIF

Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/perspektif

Pola Rekrutmen Penyelenggara Pemilihan Umum Tingkat

Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Di Kecamatan Medan

Selayang Pada Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019

Recruitment Patterns of Voting Organizers Group Level in Medan

Selayang District in the 2019 Concurrent General Election

Andi Elkana Ginting, M. Arif Nasution & Heri Kusmanto*

Program Magister Ilmu Politik, Fakultas Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, Indonesia

Diterima: 15 April 2021; Direview: 16 April 2021; Disetujui: 25 Mei 2021

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis proses rekrutmen, dampak dari pola rekrutmen penyelenggara pemilihan umum tingkat Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara di Kecamatan Medan Selayang Kota Medan Terhadap Integritas Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019. Bentuk penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan analisa deskriptif, untuk menggambarkan dan menjelaskan secara mendalam pola rekrutmen penyelenggara pemilu untuk Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang merupakan ujung tombak pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di Pemilu 2019. Dampak dari pola rekrutmen penyelenggara pemilihan umum tingkat KPPS di Kecamatan Medan Selayang Kota Medan Terhadap Integritas Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019, dihubungkan oleh pengawasan, berdampak positif. Pengawasan dari Bawaslu yang telah semakin baik, aturan dan peraturan pelaksanaan yang ditetapkan oleh KPU telah detail. Bawaslu telah memiliki sistem yang sangat baik, Pengawasan ini berperan penting dalam pelaksanaannya untuk menjaga kode etik penyelenggara yang salah satunya adalah integritas. Dampak positifnya terbukti dari KPPS Kec Medan Selayang mampu melaksanakan tugas dengan baik, mengikuti prosedur dan peraturan yang di tetapkan, tidak ada laporan pengaduan, baik dari Bawaslu, saksi partai/ pasangan calon, maupun masyarakat. Pelaksanaan kegiatan pemilihan berjalan dengan tertib dan kondusif, sesuai jadwal, perhitungan suara transparan. KPPS bersikap arif. Masyarakan dapat menggunakan hak pilihnya dengan tertib dan nyaman. Lokasi TPS dipersiapkan dengan baik. Pendekatan dan komunikasi yang baik dengan warga sekitar.

Kata Kunci: Pola Rekrutmen; Penyelenggara Pemilihan Umum; Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara;

Pemilihan Umum Serentak

Abstract

The purpose of this research is to know and analyze the recruitment process, the impact of the recruitment pattern of the election organizers at the level of the Voting Organizing Group in Medan Selayang District, Medan City on the Integrity of the 2019 Concurrent General Elections. The form of this research is qualitative research with descriptive analysis, to describe and explains in depth the recruitment pattern of election organizers for the Voting Organizing Group (KPPS) which is the spearhead of the implementation of voting and counting of votes in the 2019 Election. The impact of the recruitment pattern of general election organizers at the KPPS level in Medan Selayang District, Medan City on the Integrity of the General Election Concurrent Years 2019, linked by scrutiny, has had a positive impact. Supervision from Bawaslu that has been getting better, the rules and implementing regulations set by the KPU are detailed. Bawaslu already has a very good system. This supervision plays an important role in its implementation to maintain the code of ethics of the organizers, one of which is integrity. The positive impact is evident from the fact that KPPS Medan Selayang is able to carry out its duties properly, following established procedures and regulations, there are no reports of complaints, either from Bawaslu, witnesses from parties / pairs of candidates, or the public. The election activities were carried out in an orderly and conducive manner, according to schedule, and the counting of votes was transparent. KPPS is wise. The public can exercise their voting rights in an orderly and comfortable manner. TPS locations are well prepared. Good approach and communication with local residents.

Keywords: Recruitment Patterns; General Election Organizer; Voting Organizing Group; Concurrent General

Elections.

How to cite: Ginting, A.E., Nasution, M.A., & Kusmanto, H. (2021) Pola Rekrutmen Penyelenggara Pemilihan Umum

Tingkat Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Di Kecamatan Medan Selayang Pada Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019. PERSPEKTIF, 10 (2): 692-709.

*Corresponding author:

E-mail: herikusmanto@usu.ac.id

ISSN 2085-0328 (Print) ISSN 2541-5913 (online)

(2)

PENDAHULUAN

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan wujud dari pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Pemilu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu yang ditetapkan pada tanggal 15 Agustus 2017 oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pemilu diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (BAWASLU), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Sementara badan penyelenggara yang langsung berhadapan dan melayani pemilih dan peserta pemilu pada hari pemungutan dan penghitungan suara meliputi Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dengan status Ad Hock. Badan penyelenggara pemilu diamanahkan dari peraturan perundang-undangan untuk menjaga kepercayaan masyarakat dalam melaksanakan pesta demokrasi. Pasalnya, dalam pelaksanaan pesta demokrasi diperlukan penyelenggara yang professional, handal, independen, dan akuntabel dikarenakan rendahnya kepercayaan masyarakat dalam pelaksanaan pemilu.

Terselenggaranya pesta demokrasi tidak terlepas dari penyelenggara pemilu, salah satunya adalah Kelompok Penyelenggara Pemilu (KPPS) yang diatur dalam Undang-Undang No 7 Tahun 2017 dalam pasal 1 angka 14, yaitu KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemilu) adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS (Panitia Pemungutan Suara) untuk melaksanakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara. KPPS sesuai dengan peraturan perundang-undangan terbagi menjadi dua yaitu KPPS yang melaksanakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara di dalam negeri dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri yang disingkat KPPSLN, dibentuk oleh panitia Pemilihan Luar Negeri yang di singkat PPLN.

KPPS sendiri terdiri dari tujuh orang dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di tempat pemungutan suara. KPPS menjadi bagian yang penting dikarenakan tugas KPPS adalah harus menjadi pelayan pemilih sehingga pemilih bisa memberikan hak pilihnya. Untuk

melaksanakan tugas sebagai KPPS, anggota KPPS harus melaksanakan tanggung jawab dan ketentuan-ketentuan yang berlaku, seperti harus transparan, netral dan tidak memihak, serta harus menerapkan nilai-nilai demokrasi.

Dalam pemilu yang telah dilaksanakan pada tanggal 17 bulan april tahun 2019 merupakan pemilu serentak pertama dalam sejarah Indonesia dalam pelaksanaan pemilu, dimana pemilihan umum eksekutif dan pemilihan umum legislatif dilaksanakan dalam satu waktu. Adapun Penyelenggaran Pemilihan umum yang dilaksanakan pada pemilu serentak tahun 2019 adalah pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, pemilihan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia, pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. Pelaksanaan pemilu 2019 secara secara serentak diyakini dapat membuat pelaksanaan pemilu lebih efisien dibanding pelaksanaan pemilu sebelumnya terlebih alasan untuk menghemat keuangan negara yang berasal dari pembayar pajak dan hasil eksploitasi sumber daya alam serta sumber daya ekonomi lainnya. Namun pada kenyataannya, dibalik nilai efisien dalam pelaksanaan pemilu serentak tahun 2019, beban pekerjaan yang ditawarkan pada pemilu tahun 2019 lebih besar dibanding pemilu-pemilu sebelumnya dan bahkan banyak memakan korban jiwa yang meninggal dunia dan sakit baik dari tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan suara (PPS), Anggota Pengawas Pemilu dan terutama Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang sesuai dengan data memiliki jumlah yang paling tinggi dibanding penyelenggara pemilu lainnya secara nasional. Berdasarkan data yang diperoleh dari kementerian kesehatan pada tanggal 16 Mei 2019, jumlah petugas Pemilu tahun 2019 yang meninggal tercatat 527 jiwa, sementara yang sakit mencapai 11.239 jiwa. Jumlah itu tersebar di 28 provinsi di seluruh Indonesia.

Jumlah petugas pemilu serentak tahun 2019 yang meninggal yakni 527 jiwa, Sementara untuk petugas Pemilu sakit yang mencapai 11.239 jiwa disebabkan sembilan jenis penyakit, yakni Hipertensi Emergency, Diabetes, Asma, Dispepsia, Gastritis, infeksi saluran kemih, typoid, syncope, dan stroke.

(3)

Secara kumulatif usia petugas yang sakit paling banyak berkisar antara 30-39 tahun.

Berdasarkan data di atas, banyaknya jumlah petugas pemilu serentak tahun 2019 yang meninggal dan sakit dikarenakan tugas dan beban kerja petugas pemilu serentak tahun 2019 yang lebih berat dibandingkan periode sebelumnya. KPPS di Pemilu serentak tahun 2019 diagendakan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, DPRD kota/kabupaten dan provinsi lalu pemilihan DPR dan DPD RI ini lebih berat dibanding Pemilu tahun 2014 yang hanya memilih anggota DPR RI, DPRD kota, kabupaten, provinsi dan DPD RI saja dan untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2014 digelar usai Pemilu Legislatif. Sehingga, ada jeda waktu untuk istirahat dan berkas administrasinya tidak sebanyak pada Pemilu serentak tahun 2019. Jumlah KPPS yang direkrut KPU tergolong banyak. Dengan jumlah 809.500 tempat pemungutan suara (TPS), dibutuhkan sekitar 5,6 juta anggota KPPS untuk melayani 190 juta pemilih di dalam negeri dan 1 TPS akan diisi 7 anggota KPPS. Itu belum termasuk KPPS yang akan direkrut untuk melayani 2 juta pemilih di luar negeri. Salah satu lompatan besar dalam rekrutmen kali ini adalah syarat usia anggota KPPS. Pada Pemilu Tahun 2014, anggota KPPS minimal harus berusia 25 tahun. Sementara itu, tahun 2019 persyaratan usia diturunkan menjadi minimal berusia 17 tahun. Terdapat perubahan regulasi dalam rekrutmen penyelenggara di tingkat KPPS.

Menurut Benuf (2009) “Anggota KPPS ini adalah warga negara Indonesia, yang bersedia menyelenggarakan pemungutan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Mereka diberikan imbalan sebesar: Ketua: Rp. 550.000/orang/bulan, Anggota: Rp.500.000/orang/bulan. Sementara jumlah anggota KPPS sebanyak Rp. 7.385.500 orang. Besaran honor KPPS ditentukan pada Surat Kementerian Keuangan No S-118/MK.02/2016 tanggal 19 Februari 2016. Alokasi anggaran yang tersedia untuk Pembentukan (PAW), Honorarium dan belanja barang bagi Badan Penyelenggara Pemilu Ad hocPPK, PPS dan KPPS Dalam Negeri Rp. 10.047.105.276.000. Berdasarkan PKPU Nomor 7 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2019, masa

kerja penyelenggara pemilu yaitu PPK dan PPS 9 Maret 2018 sampai 16 Juni 2019. Sedangkan KPPS 10 April 2019 sampai 9 Mei 2019”

Apabila melihat pola kerja KPPS, Petugas KPPS bekerja seminggu sebelum waktu pemilu tiba dengan melaksanakan pengumuman dan sosialisasi. Kemudian tiga hari sebelum waktu pemilu tiba KPPS harus mendistribusikan surat C6 yang berisi panggilan memilih. Mereka menyalin nama pemilih di Daftar Pemilih Tetap (DPT) ke C6 secara manual. Keterbatasan mulai dari pemahaman akan regulasi, teknis pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara pada ketua dan anggota KPPS. Belum lagi kondisi daya tahan fisik KPPS yang telah bekerja dengan jam kerja yang tidak terbatas dimulai sejak sebelum pemungutan dan penghitungan suara seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya diatas. Seharusnya melihat pola tersebut, badan peneyelenggara seperti PPK, KPPS, dan PPS harus diberikan perhatian lebih terkait kualitasnya karena bertanggung jawab pada kelangsungan pemungutan dan penghitungan suara. Untuk menghindari adanya kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan pemilu maka diperlukan adanya pelatihan-pelatihan untuk PPK, PPS, dan KPPS sehingga masing-masing memahami tugas pokok dan fungsinya (Susanto, 2017).

Namun, pada kenyataan yang ditemui dilapangan kegiatan KPPS dalam pemungutan dan penghitungan suara rawan terjadi kecurangan dan malapraktik. Melalui otonomi dari organisasi dan kemampuannya melakukan diskresi terkait tugasnya, KPPS (street level

bureaucracy) mempunyai potensi dalam

melakukan kecurangan (fraud) disamping malapraktik (malpractice). Potensi pelanggaran ini terjadi karena KPPS memiliki karakteristik otonom dan tidak mendapatkan pengawasan secara langsung. Modus kecurangan yang sering dilakukan adalah dengan mengubah hasil penjumlahan dalam formulir C1 yang merupakan hasil perolehan suara di TPS, atau KPPS tidak membagikan undangan C6 kepada pemilih dan menjualnya kepada caleg. KPPS yang merupakan salah satu bagian paling ujung dari badan ad hock dimaksud yang selalu dari pemilu ke pemilu mendapatkan sorotan. Sorotan berupa ketidakpuasan peserta pemilu akan kinerjanya. Tuduhan tidak profesional dan tidak netral KPPS selalu diajukan ke proses pengaduan dan peradilan pemilu. Tanpa pernah memahami

(4)

akan berbagai keterbatasan yang dihadapi mereka (Pandiangan, 2018).

Secara detail permasalahan yang dialami adalah waktu dan pola kerja yang tidak teratur melebihi dari waktu kerja secara normal, tekanan dari pihak luar terutama peserta pemilu dan penyelenggara pemilu, honor yang tidak sesuai dengan beban tugas, dan irregularitas yang sering dilakukan anggota KPPS dalam pemilu bertentangan dengan prinsip-prinsip pemilu demokratis. Irregularitas dalam pemungutan dan penghitungan suara menjadi hal yang dapat merusak integritas pemilu karena merupakan keadaan atau tindakan yang menyimpang dari prinsip pemilu bebas, jujur, dan adil (Delmana et al., 2019; Harahap & Fahmi, 2019).

Selain masalah irregularitas, beban tugas yang tidak proporsional juga berdampak kepada kesehatan mental anggota KPPS. Beban tugas yang sangat berat pada pemilu legislatif menyebabkan beberapa ketua dan anggota KPPS dilaporkan meninggal dunia saat bertugas dalam proses pemungutan dan penghitungan suara. Banyaknya kesalahan teknis yang mengganggu kelancaran proses pemungutan dan penghitungan suara, dan adanya petugas KPPS yang meninggal dunia saat menjalankan tugas, menunjukkan adanya problem dalam pengaturan tugas KPPS. Hal ini dapat memengaruhi tingkat kepercayaan pemilih terhadap petugas KPPS (Susanto, 2019).

Medan menjadi salah satu kota yang turut memeriahkan pesta demokrasi pada pemilihan umum serentak tahun 2019 dan pada kenyataannya, pelaksanaan pemilihan umum di kota Medan juga mendapat korban jiwa pada petugas pemilihan umum sebanyak 9 orang. Penulis menyoroti kota Medan, khususnya dalam penelitian ini adalah kecamatan Medan Selayang, dimana pada kota Medan, kecamatan Medan Selayang merupakan kecamatan yang memberikan hasil rekapitulasi pertama dibanding lainnya untuk di kota Medan.

Melihat uraian data di atas, dimana banyaknya jumlah KPPS yang meninggal dunia dalam pemilu serentak tahun 2019 menjadi bahan evaluasi untuk pelaksanaan pemilu kedepannya, karena bukan menjadi tujuan dan cita-cita dari produk hukum yang sudah ditetapkan terkait pemilihan umum dalam pelaksanaan pesta demokrasi di indonesia. Kita menyadari bahwa bagi Negara yang baru

menjadi demokratis, tantangannya adalah apakah dan bagaimana praktik dari lembaga demokratis yang baru itu dapat diperkuat atau sebagaimana dikemukakan oleh beberapa pakar politik, dikonsolidasikan sehingga dapat bertahan terhadap ujian waktu, konflik politik, dan krisis (Dahl, 2001). Akan tetapi penulis merasa sangat penting untuk diketahui kedudukan hukum KPPS dilihat dari sudut pandang tata kelola pemilu terkait mengenai kualifikasi KPPS, waktu kerja KPPS, dan perlindungan hukumnya.

Menurut Andreas Pandiangan dalam penelitiannya yang berjudul “Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Pemilu 2019: Tanggung Jawab dan Beban Kerja”, penyelenggara pemilu KPPS merupakan Street-Level bureaucracy artinya KPPS merupakan bagian yang berhadapan langsung dengan masyarakat, sehingga adanya persepsi masyarakat terhadap kebijakan publik dipengaruhi oleh kinerja KPPS. Dalam penelitian ini Andreas Pandiangan menganalisa regulasi serta tanggung jawab dan beban tugas KPPS.

Hasil kerja KPPS menurut penulis akan sangat menentukan kulaitas pemilu 2019 dan berpeluang akan digugat masyarakat dan peserta pemilu 2019 bila penyelenggara pemilu tidak memenuhi prinsip-prinsip: mandiri, Jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif dan efisien. Dengan tugas, wewenang serta kewajiban KPPS yang dinilai sangat luas dan berat diharapkan agar di imbangi dengan perubahan organisasi dan fasilitas serta kesejahteraan yang diterima oleh Ketua dan Anggota KPPS.

Pola Rekrutmen Penyelenggara Pemilu Tingkat PPS dan KPPS Untuk Pemilu Yang Berintegritas, Endang Sulastri dan Nida Handayani, Jurnal Ilmu Sosial 2017, Volume 28 No.1. Menurut Endang Sulastri dkk Pemilihan Umum merupakan salah satu tolok ukur dalam pembangunan demokrasi. Setiap negara yang menyatakan dirinya demokrasi berupaya untuk dapat menyelenggarakan pemilu sebagai sarana memilih pemimpin politik yang dilaksanakan secara reguler, jujur dan adil. Untuk dapat menyelenggarakan pemilu yang jujur, adil dan berintegritas, salah satu faktor yang menentukan adalah penyelenggara pemilu. Keberadaan lembaga penyelenggara pemilu yang terpercaya adalah sangat penting.

(5)

Legitimasi pemilu dapat rusak apabila lembaga ini berpihak pada salah satu atau beberapa kontestan, adanya perencanaan yang tidak matang, pelaksanaan pentahapan pemilu yang tidak rapi, pendaftaran pemilih yang diskriminatif, penghitungan suara yang tidak transparan dan sebagainya.

Kredibilitas lembaga penyelenggara pemilu dapat dijaga apabila memperhatikan sejumlah hal dalam desain dan cara bertindak. Lembaga pemilu harus mampu menjalankan kegiatan yang bebas dari campur tangan serta dapat bertanggung jawab atas seluruh proses pemilu. Untuk memperoleh penyelenggaraan pemilu yang berkualitas dan berintegritas dibutuhkan tenaga- tenaga penyelenggara yang profesional, kompeten dan berintegritas. Dan tenaga- tenaga dimaksud dapat diperoleh dari proses rekrutmen yang tepat/ideal. Penyelenggara pemilu di Indonesia berdasarkan UU No 15 tahun 2011 terdiri atas KPU beserta segenap jajaran di bawahnya, Bawaslu juga beserta seluruh jajaran di bawahnya, serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Di samping KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Bawaslu dan Bawaslu Provinsi yang bersifat tetap (permanen), di tingkat pelaksana di bawah terdapat pula penyelenggara pemilu yang bersifat ad hoc seperti PPK, PPS, dan KPPS. Mereka bertugas selama tahapan pemilu berlangsung dan diberhentikan ketika tahapan sudah usai. Meskipun statusnya ad hoc (tidak permanen) namun anggota PPS dan KPPS mmiliki peran yang cukup besar, dan banyak pihak yang menyatakan bahwa kecurangan pemilu justru sering dilakukan oleh panitia ad hoc ini.

Disproposionalitas Beban Tugas KPPS Studi Integritas Pemilu, Andrie Susanto (2017). Menurut Andrie Susanto anggota KPPS dalam pemilu legislatif tahun 2014, memiliki peran sangat penting, yaitu memastikan prosedur pengkonversian suara pemilih menjadi kursi berjalan dengan baik. Prosedur yang baik akan meningkatkan kepuasan pemilih dan peserta pemilu terhadap penyelenggaraan pemilu. Namun, tugas KPPS dalam pemungutan dan penghitungan suara tersebut tidak mudah karena masih dilakukan banyak pelanggaran. Meskipun sudah ada jobdesk bagi masing-masing anggota, buku panduan KPPS masih memiliki kelemahan terkait dengan pembagian tugas yang tidak proporsional.

Disproporsionalitas beban tugas KPPS ini menjadi salah satu akar permasalahan saat pemungutan dan penghitungan suara pemilu legislatif tahun 2014. Hasil penelitian menemukan beberapa kelemahan dalam disporporsionalitas beban tugas KPPS, yang menyebabkan irregularitas dan malapraktik, serta mempengaruhi kesehatan penyelenggara. Untuk itu, diperlukan suatu desain pembagian tugas yang lebih proporsional yang mampu mencegah dan mengurangi irregularity dan electoral malpractice. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, dengan teknik pengumpulan dan analisa data melalui wawancara yang mendalam. Rekomendasi dari penelitian ini adalah re-desain pembagian tugas KPPS yang lebih proporsional dan mampu meminimalisir terjadinya pelanggaran pemilu.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: mengetahui dan menganalisis proses rekrutmen penyelenggara pemilihan umum tingkat Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara di Kecamatan Medan Selayang Kota Medan Pada Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019; Mengetahui dan Menganalisis dampak dari pola rekrutmen penyelenggara pemilihan umum tingkat Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara di Kecamatan Medan Selayang Kota Medan Terhadap Integritas Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019.

METODE PENELITIAN

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang mampu memberikan deskripsi secara detail dan analisa mengenai kualitas atau isi dari suatu pengalaman manusia. Hal ini membuat penelitian kualitatif mampu menggambarkan suatu kehidupan dari sisi yang berbeda berdasarkan sudut pandang dari setiap orang yang mengamatinya (Marvasti, 2004). Penelitian kualitatif ini merupakan bentuk penelitian yang secara aktif melibatkan peneliti untuk mengumpulkan dan menggunakan data-data empiris dengan berbagai cara dan metode (Denzin and Lincoln, 2003).

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, sering disebut sebagai metode naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting) dan digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam.

(6)

(Sugiyono, 2010). Penelitian ini berusaha menggali informasi secara mendalam dan rinci mengenai pola rekrutmen penyelenggara pemilihan umum tingkat kelompok penyelenggara pemungutan suara di kecamatan medan selayang kota medan pada pemilihan umum serentak tahun 2019. Dengan pendekatan kualitatif tersebut peneliti juga menggunakan data sekunder dalam penelitian ini yang bersumber dari penelitian terdahulu, dokumen, undang-undang, literatur, media massa, dan buku-buku yang berkaitan sebagai pelengkap (Denzin and Lincoln, 2003) penggunaan metode kualitatif dalam penelitian ini dikarenakan peneliti tidak melakukan pengkajian kekuatan antar variabel, melainkan berusaha melihat, dan menganalisis sebuah permasalahan sosial dalam pemilihan umum serentak pada tahun 2019.

Bentuk penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan analisa deskriptif. Penelitian ini dimaksudkan untuk menggambarkan dan menjelaskan secara mendalam pola rekrutmen penyelenggara pemilu untuk Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang merupakan ujung tombak pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di Pemilu 2019.

Metode kualitatif deskriptif menyesuaikan pendapat antara peneliti dengan informan. Pemilihan metode ini dilakukan karena analisisnya tidak bisa dalam bentuk angka dan peneliti lebih mendeskripsikan segala fenomena yang ada dimasyarakat secara jelas.

Penelitian ini dilakukan secara bertahap sesuai dengan jadwal yang telah dikemukakan di atas, yaitu untuk memperoleh data secara lengkap. Data yang telah didapat dari proses wawancara dan observasi adakan disajikan dengan bentuk deskripsi dengan menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti.

Moleong (2010) menjelaskan bahwa sumber data pokok dalam penelitian kulitatif adalah kata-kata dan tindakan, sedangkan selebihnya berupa dokumen, dan sebagainya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua jenis data yaitu primer dan sekunder.

Sumber data primer diperoleh melalui wawancara dan pengamatan langsung di lapangan. Sumber data primer merupakan data yang diambil langsung oleh peneliti kepada sumbernya tanpa ada perantara dengan cara menggali sumber asli secara langsung dengan

informan kunci dan informan tambahan. Penelitian ini memiliki beberapa subjek penelitian/informan penelitian sebagai berikut: a. Ketua dan Anggota KPU Kota Medan; b. Sekretaris KPU Kota Medan; c. Tim seleksi Penyelenggara Ad Hock Kota Medan; d. Ketua dan Anggota KPPS; e. Kepala Lingkungan Medan Selayang; f. Panitia Pengawas Pemilu

Subjek penelitian di atas terdiri dari lebih dari satu orang yang kesemuanya merupakan informan kunci. Sementara informan tambahan adalah anggota KPPS yang dipilih secara acak di lapangan penelitian.

Sumber data sekunder diperoleh melalui dokumentasi rapat kelompok kerja tim seleksi penyelenggara ad Hock KPU Kota Medan sampai kepada surat-surat mulai dari penggumuman sampai ke penetapan nama-nama anggota KPPS yang terpilih, dan studi kepustakaan dengan bantuan media cetak, literature, undang-undang, dokumen dan media internet serta catatan lapangan. Sumber data sekunder merupakan sumber data tidak langsung yang mampu memberikan data tambahan serta penguatan terhadap data penelitian.

Menurut Darlington dan Scott (2002) secara umum teknik pengumpulan data yang terdapat dalam penelitian kualitatif adalah wawancara secara mendalam terhadap individu dan kelompok, observasi sistematis terhadap perilaku dan analisis dokumen. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara wawancara secara mendalam terhadap key informan, dan informan tambahan. Peneliti melakukan wawancara dengan informan yang berkaitan dengan permasalahan. Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan pada tujuan atau pertimbangan tertentu (Bah dkk, 2020).

Selain itu untuk melengkapi data yang didapat melalui wawancara dalam penelitian ini peneliti juga melakukan pengumpulan dokumen risalah rapat penjaringan penyelenggara ad hock, menggumpulkan dokumen terkait dengan data dan informasi terkait pendaftaran anggota KPPS yang ada di KPU Kota Medan, serta dokumen yang relevan lainnya, buku-buku ilmiah yang berkaitan, penelitian terdahulu, literatur, dan jurnal yang terkait sebagai data sekunder yang dirasa perlu dalam menyelesaikan penelitian ini.

(7)

Dalam teknik pemeriksaan keabsahan data, penulis menggunakan tiga cara, yakni: Triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2010). Hal ini dilakukan dengan cara membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pendangan orang lain dan membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.

Analisa data merupakan proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan suatu uraian dasarsehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Bah, 2020). Beberapa tahapan model analisis interaktif Miles dan Herberman melalui empat tahap, yakni pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan:

Pengumpulan data (data colection). Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi dicatat dalam catatan lapangan yang terdiri dari dua aspek, yaitu deskripsi dan refleksi. Catatan deskripsi merupakan data alami yang berisi tentang apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan dialami sendiri oleh penelitian tanpa adanya pendapat dan penafsiran dari peneliti tentang fenomena yang dijumpai. Sedangkan catatan refleksi yaitu catatan yang memuat kesan, komentar tafsiran peneliti tentang temuan yang dijumpai dan merupakan bahan rencana pengumpulan data untuk tahap berikutnya. Untuk mendapatkan catatan ini peneliti melakukan wawancara dengan beberapa informan.

Reduksi data (data reduction). Reduksi data merupakan proses seleksi, penyederhanaan, dan abstraksi. Data yang mentah dipilih kembali dan data yang relevan sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian akan disiapkan untuk proses penyajian data. Penyajian data yaitu sekumpulan informasi tersusun sehingga memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penarikan kesimpulan adalah usaha untuk mencari atau memahami makna, keteraturan pola-pola penjelasan, alur sebab akibat atau proporsi. Kesimpulan yang ditarik segera

diverifikasi dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali sambil melihat catatan lapangan agar memperoleh pemahaman yang lebih tepat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Perekrutan Kelompok

Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS)

Peraturan KPU terkait Pembentukan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), tertuang dalam SK KPU 31 TAHUN 2018, yaitu : PPS melaksanakan pemilihan anggota KPPS dengan cara seleksi terbuka dengan memperhatikan kompetensi, kapasitas, integritas, dan kemandirian calon anggota KPPS.

Dalam pembentukan KPPS, tahapan yang dilakukan oleh PPS mencakup: 1) Pengumuman dan Pendaftaran, dalam tahapan pengumuman dan pendaftaran, PPS: a) Mengumumkan pendaftaran selama 6 (enam) hari di tempat-tempat yang mudah dijangkau atau diakses publik; dan, b) Menerima berkas pendaftaran selama 7 (tujuh) hari setelah pengumuman pendaftaran berakhir. 2) Penelitian Administrasi: Dalam tahapan penelitian administrasi, PPS: a). Melakukan penelitian administrasi terhadap kelengkapan persyaratan calon anggota KPPS paling lama 7 (tujuh) Hari setelah masa pendaftaran berakhir; dan b) Dapat melakukan wawancara apabila diperlukan. 3) Pengumuman Hasil Seleksi, Pengumuman hasil seleksi dilakukan paling lama 3 (tiga) hari sejak berakhirnya penelitian administrasi; 4) Penyampaian hasil seleksi KPPS, PPS menyampaikan hasil seleksi anggota KPPS kepada KPU/KIP Kabupaten/ Kota melalui PPK, paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum hari pemungutan suara; 5) Apabila seleksi terbuka anggota KPPS tidak ada peserta yang mendaftar, PPS melalui PPK melaporkan kepada KPU/KIP Kabupaten/Kota untuk bekerja sama dengan lembaga pendidikan, komunitas peduli Pemilu dan demokrasi dan/atau tenaga pendidik untuk mendapatkan anggota KPPS.

Proses rekrutmen Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Kecamatan Medan Selayang pada Pemilihan Umum Serentak tahun 2019 dimulai pada pembukaan informasi lowongan pekerjaan sampai penyerahan berkas lamaran sedangkan pembukaan informasi KPPS, diumumkan di kantor kecamatan dan kantor kelurahan,

(8)

berikut dengan infomasi waktu dan berkas yang dibutuhkan. Pada penyelenggaraan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan 2020, KPU Kota Medan telah mengumumkan Seleksi Calon Anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) melalui website. Diwebsite KPU Medan tersebut juga telah tersedia lampiran pengumuman dan berkas pendaftaran yang bisa diunduh.

Hal ini belum dilakukan pada Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019. poses seleksi di Kecamatan Medan Selayang pada Pemilihan Umum Serentak tahun 2019 dimulai pada dari penyerahan berkas lamaran kepada PPS sampai pada pengumuman nama pelamar terpilih.

Pengamatan penulis dilapangan terkait pola perekrutan KPPS ini, yang mana sesuai aturan diangkat oleh PPS, dalam pelaksanaanya PPS berkoordinasi dengan pemerintah setempat, dalam hal ini kepala lingkungan. Koordinasi yang dimaksut pada tulisan ini, sesuai dengan hasil wawancara yang penulis amati, lebih condong menunjuk pemerintah setempat memilih warganya untuk mengisi posisi KPPS. Kemudian nama-nama yang diajukan ini diteruskan, diseleksi pemberkasan oleh PPS dengan koordinasi ke PPK. Pada tahapan perekrutan ini, jika misalnya untuk calon anggota PPK/PPS yang lulus seleksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), mengikuti seleksi tertulis dan wawancara, hal inilah yang membedakan dengan perekrutan KPPS, peraturan ini tidak mewajibkan adanya seleksi tertulis maupun wawancara kepada calon KPPS. Hal ini sesuai dengan wawancara penulis dengan Kasubbag Umum KPU Kota Medan, Chairi Asman; “Perekrutan KPPS didelegasikan ke PPS, mulai dari pendaftaran dan pemberkasan, pelaksanaan wawancara hanya jika diperlukan, lalu kemudian ditetapkan PPS atas nama KPU Kota Medan. Di tandatangani oleh ketua PPS.

Jika, misalnya banyak pelamar, maka kemudian memberi ruang kepada PPS untuk mengadakan wawancara, misalnya terkait kepemiluan, apakah pernah terlibat dikegiatan lain yang sama, melihat juga apa yang bersangkutan apakah pernah terlibat kepada pasangan calon dan partai, jika integritas bagus lalu di tetapkan”. (Wawancara dengan Kasubbag Umum KPU Kota Medan, Chairi Asman, pada hari jumat tanggal 8 Januari 2021)

Hal tersebut juga senada dengan penelitian Wulandari, dkk (2016), “Untuk aspek seleksi tertulis dan wawancara (waktu pelaksanaan, tempat pelaksanaan, penanggung jawab/panitia pelaksana, materi seleksi) tidak dilaksanakan pada proses rekrutmen anggota KPPS dengan alasan tidak ada aturan yang mengharuskan untuk dilaksanakan proses tersebut.

Proses perekrutan KPPS ini juga menjadi perhatian dari para responden terkait independesi pelaksanaan pemilihan umum tersebut. Berikut kutipan hasil wawancara penulis dengan nara sumber terkait peran pemerintah setempat dalam hal ini kepala lingkungan terkait proses pemilihan KPPS ini, Edy Suhartono, Komisioner Komisi Pemilihan Umum kota Medan; “terkait badan ad hock ini, inginnya KPU mandiri, KPPS direkrut langsung tanpa keterlibatan unsur-unsur pemerintah termasuk kepala lingkungan, gunanya apa, supaya tidak terjadi kooptasi atau katakanlah independensi, kepentingan pemerintah dalam hal ini kepentingan kepala lingkungan bercampur baur, secara struktural mereka dibawah kewenangan kita setelah direkrut, tetapi secara fisik dan sehari-hari menjalankan perannya, ada kepala lingkungan yang berjasa menjadikan mereka KPPS. Peran ganda ini, tidak bisa dipungkiri akan berimplikasi terhadap kinerjanya sebagai pelaksana.”

Kasubbag Umum KPU Kota Medan, Chairi Asman; “Terkait koordinas dengan pemerintah setempat, memang masih perlu karena keterbatasan KPU dan mereka yang tahu warga setempat. Tapi ada sisi buruknya karena mereka kan pemerintah. Untuk menjaga independesinya dan integritasnya harus dibatasi juga peran mereka, karena jika seratus persen dilaksanakan oleh mereka, tidak benar juga, akan disusupi kepentingan-kepentingan dari pemerintah.”

Panwaslu TPS 56, Fernando Abelta “Sebaiknya jangan hasil rekomendasi dari kepala lingkungan, dan sebaiknya yang sudah berpengalaman sehingga sudah tahu apa yang harus dilakukannya, tidak lagi meraba-raba.”. (Wawancara dengan Edy Suhartono, Komisioner Komisi Pemilihan Umum kota Medan, pada tanggal 8 Januari 2021, Kasubbag Umum KPU Kota Medan Chairi Asman, pada tanggal 8 Januari 2021, Panwaslu TPS 56, Fernando Abelta, pada tanggal 12 Januari 2021)

(9)

Kepala Lingkungan adalah unsur pelaksana tugas Kepala Kelurahan dengan wilayah kerja tertentu atau Pegawai Negeri yang diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikota, sementara Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga Penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang bertugas melaksanakan Pemilu dan KPPS merupakan bagian dari KPU sebagai pelaksana pemungutan suara di tempat pemungutan suara. KPPS merupakan ujung tombak pelaksanaan pemilihan umum tersebut, yang langsung berhadapan dengan masyarakat yang menggunakan hak politiknya. Maka untuk menjaga independensi dari KPU, proses ini menjadi kontradiksi, sebab pada dasarnya pemerintah masih memiliki tangan-tangan dalam tubuh KPU yang disebut mandiri tersebut.

Teknik Rekrutmen

Teknik Rekrutmen yang digunakan pada proses ini adalah teknik rekrutmen yang didesentralisasikan (Gomes, 2003), terjadi di instansi-instansi yang relatif kecil, kebutuhan-kebutuhan rekrutmen terbatas, dan dalam mana setiap instansi memperkerjakan berbagai tipe pekerja. Kemudian juga, mereka secara langsung mengendalikan proses rekrutmennya. Dalam paparannya, Gomes, ada beberapa kebijaksanaan yang mungkin menjadi kendala dalam proses rekrutmen antara lain;

Kebijaksanaan Promosi dari Dalam, Dalam kaitannya dengan pola perekrutan KPPS di Kecamatan Medan Selayang pada Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019, perekrut, dalam hal ini PPS menganggap kepala lingkungan adalah figur yang mengenal dan memahami sumberdaya di lingkungannya, termasuk sumber daya manusia, sehingga baik PPS maupun KPU Medan Kota kemudian menganggap peran kepala lingkungan sangat membantu tugas mereka dalam mengadakan sumber daya manusia. Hal ini juga memiliki korelasi dengan banyaknya petugas yang harus direkrut dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini juga diakui oleh nara sumber penulis, Edy Suhartono, Komisioner Komisi Pemilihan Umum kota Medan dan Kasubbag Umum KPU Kota Medan Chairi Asman.

Kebijaksanaan tentang imbalan, Masa kerja KPPS, seperti yang tertuang dalam PKPU nomor 7 Tahun 2019, digaji 1 kali dengan masa

kerja 10 April hingga 9 Mei 2019. Besaran gaji sesuai Surat Kementerian Keuangan No S-118/MK.02/2016 Tanggal 19 Februari 2016 adalah : Ketua : 550.000/orang; Anggota : 500.000/Orang; LINMAS : 400.000/Orang

Beban kerja petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dianggap tidak sesuai dengan upah yang diterima KPPS pada penyelenggaraan Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019. Hal ini juga diakui oleh nara sumber Edy Suhartono, Komisioner Komisi Pemilihan Umum kota Medan dan Kasubbag Umum KPU Kota Medan Chairi Asman. Ketua PPS Kel Tanjung Sari Kec Medan Selayang, M Yusuf Hadi.

Hal ini tentu, baik secara langsung maupun tidak langsung, menjadi kendala perekrutan karena akan membatasi peminat untuk bersedia berpartisipasi dalam penyelenggaraan ini. Pengamatan yang didapati penulis di Kecamatan Medan Selayang pada Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019, peserta yang bersedia adalah yang sudah pensiun, tidak bekerja tetap (freelance), bekerja dengan upah harian, tidak bekerja atau mahasiswa. Jika ada yang sedang bekerja tetap juga bersedia, biasanya karena kasihan atau ingin membantu keluarganya yang menjadi panitia.

Kebijaksanaan tentang status kepegawaian, Dalam hal petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), tentu sangat berpengaruh signifikan terhadap para pelamar pekerjaan, sebab pekerjaan ini adalah ad hock (sementara). Masa kerjanya hanya satu bulan, yaitu 10 April hingga 9 Mei 2019, maka menjadi kendala dalam proses rekrutmen.

Rencana sumber daya manusia, Adanya aturan-aturan yang membatasi juga menjadi kendala dalam proses rekrutmen, misalnya aturan membatasi petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) adalah warga lingkungan setempat, batasan usia 20-50 tahun, tidak boleh lebih dari dua periode. Usia minimal 20 tahun seharusnya dapat diturunkan ke batas diatas 17 tahun, agar dapat mengakomodasi rentang usia pelamar yang lebih panjang.

Pada prosesnya, kepala lingkungan, dalam menyampaikan calon-calonya kepada PPS berpotensi menganut sistem patronik. Seperti yang diuraikan Thoha (dalam Tangkilisan, 2008), sistem patronik dikenal

(10)

sebagai sistem kawan, sanak famili atau kesamaan ideologi. Menurut Thoha, perekrutan yang disebabkan kedekatan ini/ sistem konco (spoil sistem) rawan terhadap korupsi dan penuh inefisiensi sehingga menyebabkan kinerja sektor publik rendah. Sudah menjadi rahasia umum, akibat besarnya dominan faktor subjektivitas, maka yang sering terjadi pengangkatan seorang pegawai pada jabatan struktural lebih dipengaruhi oleh faktor like and dislike yang sangat kental diwarnai oleh unsur-unsur patronasi, nepotisme dan bahwa menjurus ke praktik KKN (Thoha, 2016).

Berdasarkan wawancara penulis dengan tiga kepala lingkungan di Kec Medan Selayang, PPS Kel Tanjung Sari dan KPPS, dapat digambarkan pola perekrutan KPPS di Kec Medan Selayang: Pada pemilu serentak tahun 2019, ada 114 tempat pemungutan suara (TPS) di Kelurahan Tanjung Sari. PPS Kelurahan Tanjung Sari mendapat mandat untuk merekrut KPPS untuk masing-masing TPS. Disetiap TPS ada 5 KPPS dan 2 orang Linmas, maka 7 orang per TPS, total PPS Kelurahan Tanjung Sari merekrut 798 orang dalam waktu 10 hari. Dengan jumlah PPS Kelurahan hanya tiga orang, maka hal tersebut, seperti disampaikan PPS, dirasa tidak mungkin dilaksanakan tanpa bantuan kepala lingkungan.

Hal tersebut juga tercermin dari hasil wawancara, sebagai validasi, kepada kepala lingkungan. Ketiga kepala lingkungan, yang diwawancarai penulis, dihubungi langsung oleh PPS Kelurahan untuk merekrut KPPS. Dari hasil wawancara juga diketahui, bahwa kejadian tersebut sudah berlangsung sejak periode sebelum-sebelumnya, sehingga kepala lingkungan telah memiliki “orang-orangnya” untuk posisi tersebut. Penulis juga melakukan validasi ketiga dengan mewawancarai oknum KPPS. Yang bersangkutan benar dihubungi langsung oleh kepala lingkungan dan telah berkali-kali direkrut untuk posisi KPPS.

Maka, dengan mengamati pola tersebut dan yang mana telah berlansung sejak periode sebelum-sebelumnya, maka dari sisi perekrutan, proses ini berpotensi mempengaruhi independensi KPU. Kepala lingkungan, sebagai representasi pemerintah, memiliki peranan yang sangat penting dalam perekrutan ujung tombak penyelenggara pemilu. Petugas penyelenggara pemilu yang berinteraksi langsung dengan pengguna hak suara.

Pola perekrutan patronik juga terjadi di partai politik, dalam penelitiannya, Fajrina (2017), tentang perekrutan kader muda di Partai Gerindra Surabaya perekrutan patronik cukup kuat. Sistem yang juga dikenal dengan sistem kawan ini digunakan untuk mengisi jabatan dengan alasan adanya kedekatan kawan, saudara, maupun sanak keluarga. Dalam politik, dapat juga dikatakan berdasar perjuangan politik, karena memilki satu aliran politik atau ideologi yang sama seblumnya dari GMNI, HMI, dan lain-lainnya, tanpa pertimbangan keterampilan dan keahlian.

Sebagai gantinya, Wilson (dalam Thoha, 2008), mengusulkan suatu sistem meritokrasi (meritocratic system) yang dipandang akan mampu mendorong berkembanganya birokrasi profesional yang amat diperlukan buat mengimbangi sektor swasta. Dalam pemaparannya tentang sistem penataan aparatur, Thoha, 2008, menyatakan diharapkan visi dan keinginan politik menunjang tercapainya sistem yang menciptakan aparatur yang menghargai ditegakkannya hukum, profesional, kompeten dan akuntabel. Merit sistem lebih dekat ke arah cita-cita tersebut.

Merit system menekankan kepada profesionalisme bagi pengisian jabatan birokrasi. Seseorang yang mempunyai kompetensi dan keahlian sesuai yang dibutuhkan oleh sesuatu jabatan dapat diangkat menduduki jabatan tersebut (Thoha, 2014).

Hal ini juga menjadi kekhawatiran dari nara sumber penulis, sebagai Komisioner Komisi Pemilihan Umum kota Medan, sebab KPPS secara struktur adalah bawahan dari Komisi Pemilihan Umum kota Medan, diwaktu yang bersamaan yang bersangkutan juga menjadi kepala lingkungan (misalnya) atau “orangnya” kepala lingkungan, yang dianggap berjasa memberi posisi tersebut. Hal-hal tersebut memiliki potensi untuk menjadi celah pada proses pelaksanaanya. Sebagaiman diutarakan nara sumber, ada suatu kejadian, ketika KPPS memberikan “C hasil salinan” kepada kepala lingkungan karena diminta, hal tersebut berdasarkan aturan tidak sesuai, sebab “C hasil salinan” hanya diserahkan kepada saksi dan pengawas TPS.

Secara singkat, permasalahan yang sekarang dihadapi oleh birokrasi pemerintah adalah: a) Kelembagaan birokrasi yang besar

(11)

dan SDM yang kurang professional; b) Mekanisme kerja sentralis; c) Kontrol terhadap birokrasi pemerintah masih dilakukan oleh pemerintah untuk pemerintah dan dari pemerintah; d) Patron-klien (KKN) dalam birokrasi pemerintah merupakan halangan terhadap upaya mewujudkan meritokrasi dalam birokrasi; e) Tidak jelas bahkan tidak ada sesnce of accountability baik secara kelembagaan maupun individual; f) Jabatan birokrasi hanya menampung jabatan struktural dan pengisiannya seringkali tidak berdasarkan kompetensi yang dibutuhkan; g) Penataan sumberdaya aparatur tidak disesuaikan dengan kebutuhan dan penataan kelembagaan birokrasi (Thoha, 2016).

Integritas Pemilihan Umum

Integritas Pemilihan umum tertuang dalam Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum dalam Peraturan KPU, Bawaslu dan DK-PPU tahun 2012. Dalam Pasal 4 dinyatakan kode etik bertujuan untuk menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas. Pada pasal 5 disebutkan dua belas poin sebagai asas kode etik ini, yaitu mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas.

Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Kec Medan Selayang, mampu melaksanakan tugas dengan baik, mengikuti prosedur dan peraturan yang di tetapkan. Hal ini juga dikonfirmasi oleh KPU Kota Medan sebagai atasannya melalui Kasubbag Umum KPU Kota Medan, Chairi Asman, bahwa petugas KPPS Kec Medan Selayang, pada periode tersebut, tidak ada menerima laporan pengaduan terkait kinerja, baik dari Bawaslu, saksi partai/pasangan calon, maupun masyarakat.

Pelaksanaan kegiatan pemilihan berjalan dengan tertib dan kondusif. Dibuka sesuai ketentuan yaitu pukul 07.00 ditutup pukul 13.00. Perhitungan suara disaksikan seluruh stake holder, yaitu saksi, pengawas dan pemantau bahkan sebagian warga juga antusias menyaksikan perhitungan tersebut.

Pada prosesnya dilapangan jamak terjadi, warga sudah terdaftar disensus tetapi tidak masuk ke Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang secara aturan dapat memilih sejak buka hingga tutup dan mereka komplain, KPPS bersikap arif dengan menenangkan warga bahwa mereka

tetap dapat menggunakan hak pilihnya, sesuai peraturan dari jam 12.00-13.00. Pada kondisi seperti ini, suasana menurut nara sumber lebih mudah cair, sebab baik KPPS maupun warga pengguna hak pilih, saling mengenal, bertetangga atau bahkan keluarga.

Masyarakat juga dapat menggunakan hak pilihnya dengan tertib dan nyaman. Lokasi TPS diperhatikan agar dapat diakses oleh orang tua ataupun warga yang berkebutuhan khusus. Ada lokasi TPS yang dipindah karena dipersilahkan warga ke lahannya yang lebih strategis, lebih mudah dijangkau. Hal ini menunjukkan pendekatan dan komunikasi yang baik dengan warga sekitar. Dari sisi keterbukaan, KPPS, sesuai aturan, mengumumkan dan menempelkan pengumuan hasil perhitungan surat suara yaitu "C Pleno" di papan pengumuman, sehingga dapat diakses oleh siapapun.

Salah satu komunitas daring terbesar dan rujukan pengetahuan pemilihan umum di dunia, The ACE Electoral Knowledge Network, terkait integritas pelaksana pemilu menyatakan, penyelenggara harus mampu mengelola proses pelaksanaan pemilihan sesuai dengan hukum. Penyelenggara pemilu diharapkan menjalankan prosesnya secara tidak memihak dan sesuai dengan semua persyaratan hukum yang berlaku di negara bersangkutan. Undang-undang harus ditegakkan dan penyelenggara pemilu harus sepenuhnya bertanggung jawab atas pelaksanaannya. Pelaksanaan yang profesional, netral dan transparan, Pelaksanaan yang profesional dan transparan merupakan unsur yang sangat penting untuk membangun kepercayaan publik. Pengambilan keputusan dan pelaksanaan harus seakurat dan setransparan mungkin. Badan penyelenggara pemilu juga harus bersikap sedemikian rupa sehingga dianggap independen dan tidak memihak; jika tidak, kredibilitas akan hilang. Untuk menghindari persepsi bahwa pelaksana mengarahkan hasil ke salah satu pihak, pelaksanaan harus transparan dan harus memberikan informasi sebanyak mungkin dan tepat waktu kepada partai politik, kandidat, media, pengamat, dan publik.

Menerapkan sistem yang baik untuk menjaga integritas pada proses pelaksanaan. Manajemen internal dan prosedur pelaksanaa yang dimiliki dan diterapkan oleh penyelenggara pemilu memiliki dampak yang

(12)

signifikan terhadap integritas proses pemilu. Sistem yang diterpkan dan dilaksanakan umumnya dicatat dan secara teratur tersedia untuk informasi dan inspeksi publik. Sistem yang relevan biasanya mencakup setiap aspek administrasi pemilu, termasuk manajemen pemilu, manajemen internal, rekrutmen dan pengawasan, dan prosedur operasi, termasuk aturan pengadaan.

Mengidentifikasi dan mengukur risiko terkait integritas, dan memiliki langkah pencegahan atau koreksi. Manajemen internal dan prosedur pelaksanaan penyelenggara harus memiliki mekanisme untuk mengidentifikasi dan mengukur risiko terkait integritas, dan memiliki alur yang jelas atas langkah aksi terhadap kesalahan ataupun pengaduan yang masuk. Penyelenggara pemilu perlu memastikan bahwa ia memiliki mekanisme fungsional untuk menerima dan menangani pengaduan yang dibuat oleh partai politik, pengamat, atau badan pengawas. Ini adalah faktor penting yang berkontribusi pada integritas pelaksanaan pemilu.

Mengkampayekan kepada masyarakat tentang integritas pemilu, Penyelenggara sebaiknya mensosialisasikan kepada masyarakat tentang sistem pemilihan, mekanisme integritasnya, dan pentingnya warga negara berperan aktif dalam melindungi hak konstitusi mereka. Baik melalui pers, program pendidikan pemilih dan program pendidikan kewarganegaraan di sekolah.

Integritas atau pelaksanaan asas kode etik oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Kecamatan Medan Selayang pada Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019 secara umum dapat dapat dikatakan baik, sebab proses pelaksana pemilihan sesuai dengan hukum, dibuktikan dengan proses penyelenggaraan berlangsung dengan baik dan terkait pengaduan, tidak ada laporan yang dibuat oleh masyarakat, saksi maupun Bawaslu.

Tetapi ada tiga hal yang diamati penulis dalam penelitian ini, terkait poin kedua, Pelaksanaan yang profesional, netral dan transparan, pertama terkait pelaksanaa aturan dan peraturan KPU tentang perekrutan KPPS, dimana calon tersebut tidak dapat menjabat dua periode pada posisi yang sama. Hasil penelitian terhadap nara sumber penulis, terdapat KPPS yang telah menjabat lebih dari dua periode di posisi yang sama. Maka penulis

melakukan wawancara kembali dengan pejabat Komisioner KPU Kota Medan. Hasil wawancara, pejabat bersangkutan menyatakan, tidak ada laporan yang masuk terkait hal tersebut. Instrumen yang digunakan KPU Medan terkait calon tidak lebih dari dua periode ini adalah, calon tersebut membuat surat pernyataan. Surat pernyataan tersebutlah yang menjadi pegangan KPU. KPU Medan juga memiliki data base petugas KPPS sebelumnya. Dengan terdapatnya petugas KPPS yang sudah lebih dari dua periode tetapi tetap menjabat, mengindikasikan perlunya perbaikan instrumen untuk pengimplementasian aturan ini.

Kedua, terkait salah satu tugas KPPS adalah mendistribusikan undangan kepada pemilik hak suara. Banyaknya surat suara yang tidak didistribusikan. Terkait ini pejabat komisioner KPU Kota Medan mengakui adanya masalah distribusi, bukan hanya di kecamatan tempat peneliti,tetapi secara umum di Kota Medan. Berdasarkan hasil wawancara penulis menemukan bahwa KPU Kota Medan tidak memiliki instrumen atau alat ukur untuk mengetahui proses pembagian surat undangan yang tersistem dan terintegrasi. Instruksi dilapangan hanya menyatakan surat yang tidak terdistribusi oleh KPPS dikembalikan ke PPS.

Masalah yang ketiga adalah masalah pelaksana yang netral yang mana berkaitan dengan pola perekrutan KPPS. KPPS yang ditunjuk kepala lingkungan, yang merupakan representasi dari pemerintah, berpotensi tidak netral. Hal ini telah diuraikan penulis diatas.

Dari ketiga point tersebut diatas, KPU perlu menemukan instrumen maupun kebijakan yang lebih baik untuk mencapai poin kedua dari The ACE Electoral Knowledge Network, terkait integritas pelaksana pemilu, yaitu Pelaksanaan yang profesional, netral dan transparan.

Dari sisi yang lebih luas, melalui survei, dapat dilihat bahwa masyarakat percaya KPU maupun Bawaslu dapat meyelenggarakan pemilihan umum dengan baik. Survey yang dilakukan Lembaga survei Indopol Survey and Consulting, pada 5 April hingga 11 April 2019, menunjukka tingkat kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu relatif tinggi. Dalam survey tersebut, responden yang mempercayai netralitas KPU dalam Pemilu 2019 mencapai 87,3 persen. Survei yang dilakukan Saiful Mujani Research and

(13)

Consulting (SMRC) pada 24-31 Januari 2019, menyatakan "Mayoritas publik (responden) yakin KPU dan Bawaslu mampu menyelenggarakan pemilu sesuai aturan".

Maka untuk menjawab hipotesis penulis yaitu ; Bagaimana dampak dari pola rekrutmen penyelenggara pemilihan umum tingkat Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara di Kecamatan Medan Selayang Kota Medan Terhadap Integritas Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019, setelah melalukan penelitian, penulis mengamati, bahwa kedua hal ini, dihubungkan/ disatukan oleh pengawasan. Pengawasan dari Bawaslu yang telah semakin baik. Aturan dan peraturan pelaksanaan yang ditetapkan oleh KPU telah sangat detail. Demikian juga Bawaslu dalam peran pengawasannya telah memiliki sistem yang sangat baik. Sebagaiman diakui oleh nara sumber, Bawaslu, telah memiliki sistem yang berbentuk aplikasi, yang dapat melaporkan setiap kejadian dengan real time, lengkap dengan bukti dokumentasi berupa foto dan/atau video. Pengawasan ini berperan penting dalam pelaksanaannya untuk menjaga kode etik penyelenggara yang salah satunya adalah integritas. Dengan demikian Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Kec Medan Selayang dapat dikatakan memiliki integritas yang baik, karena mampu melaksanakan tugas dengan baik, mengikuti prosedur dan peraturan yang di tetapkan, tidak ada laporan pengaduan, baik dari Bawaslu, saksi partai/ pasangan calon, maupun masyarakat. Pelaksanaan kegiatan pemilihan berjalan dengan tertib dan kondusif, sesuai jadwal, perhitungan suara transparan. KPPS bersikap arif. Masyarakan dapat menggunakan hak pilihnya dengan tertib dan nyaman. Lokasi TPS dipersiapkan dengan baik. Pendekatan dan komunikasi yang baik dengan warga sekitar.

Dalam pemerintahan dikenal Zona Integritas (ZI) untuk mewujudkan clean government dan good governance, dimana pengawasan merupakan salah satu komponen pengungkit dengan bobot terbesar, menunjukkan pengawasan merupakan salah satu instrumen yang sangat berpengaruh terhadap integritas. Bahwa dengan KPU memiliki sistem yang semakin baik dalam menyelenggarakan pemilu dan Bawaslu memiliki sistem yang semakin baik dalam mengawasi penyelenggaraan pemilu, maka kekurangan dapat dikurangi. Misalnya

kekurangan di sistem perekrutan dapat dijaga dan dipagari integritasnya dari sisi pengawasan.

Fenomena Pemilu Serentak tahun 2019 dan Mitigasi Penulis

Petugas KPPS Meninggal, Sebagaimana

alasan penulis memilih meneliti pelaksan Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019 adalah karena banyaknya Petugas KPPS Meninggal. Di Kecamatan Medan Selayang terdapat satu orang petugas KPPS yang meninggal yaitu ketua KPPS Keluraha Tj Sari, TPS 27.

Menurut para nara sumber, proses perekrutan disetiap daerah sama, yaitu mengacu ke peraturan yang berlaku. Sama halnya terkait dengan syarat juga mewajibkan surat kesehatan dari Puskermas setempat. Hanya, seperti diakui oleh komisioner KPU Medan tidaklah detail, seperti general check up. Hal tersebut tidak diatur dalam aturan KPU. Adanya petugas yang sakit bahkan hingga meninggal dunia, nara sumber mengakui ada beban kerja yang berat pada pelaksanaan ini. Ini pertama kalinya ada lima kotak suara yang harus diproses yang mengakibatkan perhitungan dan rekapilulasinya jauh berbeda dari sebelumnya. Sebelum hari H para petugas KPPS juga sudah harus mempersiapkan segala sesuatunya; pembagian undangan, pedirian TPS, penjemput kotak suara lima buah, melakukan proses pemungutan suara. Dan kemungkinan korban ini memiliki riwayat sebelumnya yang mengakibatkan tidak bisa bekerja ekstraordinari lagi, tetapi dipaksakan sehingga terjadi hal seperti itu. Hal ini tentu dugaan sebab tidak ada penyidikan yang komprehensive. Hal senada juga disampaikan pemerintah melalui menteri kesehatan, banyak korban yang memang telah memiliki penyakit-penyakit tertentu sebelumnya. Kelelahan ketika melaksanakan tugas menjadi KPPS memicu penyakit korban kambuh. Hasil analisis Kemenkes menyebut kematian petugas KPPS disebabkan oleh 13 jenis penyakit dan 1 kecelakaan. Sebanyak tiga belas penyakit ini antara lain infarct myocard, gagal jantung, koma hepatikum, stroke, respiratory failure, hipertensi emergency, meningitis, sepsis, diabetes melitus, asma, gagal ginjal, TBC, dan kegagalan multiorgan. Dari jumlah korban yang ada, sebagian besar korban meninggal berada di usia 50-59 tahun.

(14)

Dengan usia sebagian besar meninggal diatas lima puluh tahun, KPU merubah aturan terkait usia. PKPU Nomor 36 Tahun 2018, persyaratan usia paling rendah 17 (tujuh belas) syarat untuk menjadi anggota PPK, PPS dan KPPS dirubah di PKPU Nomor 6 Tahun 2020, Syarat usia untuk menjadi anggota KPPS pada pemilihan serentak lanjutan paling rendah 20 (dua puluh) tahun dan paling tinggi 50 (lima puluh) tahun dan tidak memiliki penyakit penyerta (komorbiditas).

Mitigas penulis: E-Voting.

Permasalahan penyelenggara pemilu meninggal dunia bukanlah terjadi hanya pada penyelenggaraan pemilu serentak tahun 2019, pemilu legislatif dan pemilu presiden tahun 2014 juga terdapat 157 orang, baik PPS, KPPS, PPK, staf KPU kabupaten/Kota dan staf KPU provinsi. Demikian juga dengan permasalahan pola perekrutan KPPS, juga dengan jumlah honor yang relatif kecil. Penulis mengamati ini adalah lingkaran yang sama diwaktu yang berbeda.

Dalam hal ini, KPU merespos dengan perubahan peraturan, misalnya, pada penyelenggaraan pemilu serentak 2019 petugas yang meninggal rata-rata berusia diatas lima puluh tahun dan menurut penyidikan verbal oleh kementerian kesehatan, penyelenggara yang meninggal tersebut memiliki riwayat penyakit sebelumnya, lalu KPU mengeluarkan peraturan dalam PKPU terbaru, PKPU Nomor 6 Tahun 2020, membatasi usia KPPS dari dua puluh hingga lima puluh tahun, kemudian tidak memiliki penyakit penyerta (komorbiditas). Terkait yang kedua ada berpotensi subjektif, sebab tidak semua warga melakukan general check up secara rutin untuk menguatkan pernyataan ini secara medis. Menyelenggarakan general check up untuk tujuan ini juga jelas tidak memungkinkan, baik dari sisi KPU maupun calon yang bersangkutan, dalam hal pembiayaanya.

Kemudian, seperti yang dijelaskan oleh nara sumber, bimbingan teknis atau edukasi terkait operasional pelaksanaan kegiatan ini, yang tidak maksimal, karena keterbatasan frekuensi pertemuan, yang berhubungan dengan anggaran, penyampaian pemateri yang kurang maksimal, sementara ada banyak pengisian form yang harus dipelajari. Hal ini menyebabkan stress tersendiri bagi KPPS menghadapi hari H. Persyaratan KPPS tidak

boleh lebih dua periode, juga menjadi kendala, sebab mengakibatkan banyak KPPS yang tidak berpengalaman. Hal ini juga menjadi keluhan dari nara sumber penulis.

Potensi masalah lain dari metode perekrutan ini adalah indepensi dari penyelenggara sendiri. Kekhawatiran nara sumber terkait perekrutan KPPS ini, disebabkan masih sangat tergantungnya perekrutan KPPS ini terhadap permerintah setempat dalam hal ini kepala lingkungan, yang tentu berpotensi mempengaruhi independensi KPU. Terkait hal ini, KPU juga akan kesulitan menemukan solusinya, sebab seperti yang dijelaskan oleh nara sumber bahwa tidak mungkin KPU tidak bekerja sama dengan pemerintah setempat, sebab keterbatasan sumberdaya KPU sendiri, yaitu perekrutan petugas KPPS yang sangat banyak dalam waktu yang singkat.

Dari uraian diatas penulis mengamati kompleksnya kendala yang dihadapi dalam menyelesaikan masalah pola perekrutan ini dan yang terkait didalamnya. Ada metode lain yang telah dikaji dan bahkan telah ditetapkan Undang-undang sebagai alternatif solusi masalah ini, yaitu e-voting.

Secara umum defenisi e-voting antara lain ; e-voting mengacu pada penggunaan komputer atau perangkat pemungutan suara berbasis komputasi untuk berpartisipasi dalam suatu pemilihan. (Cetinkaya, 2007) Pemilihan elektronik sering dilihat sebagai alat untuk membuat proses pemilu lebih efisien dan untuk peningkatkan kepercayaan pada penyelenggaranya. Jika diimplementasikan dengan tepat, pendekatan e-voting dapat meningkatkan keamanan suara, mempercepat pengolahan hasil dan mempermudah pengguna hak suara. (Wolf, dkk, 2012). E-voting merupakan sebuah sistem yang memanfaatkan perangkat elektronik dan mengolah informasi digital untuk membuat surat suara, memberikan suara, menghitung perolehan suara, menayangkan perolehan suara dan memelihara serta menghasilkan jejak audit. Dibandingkan dengan pemungutan suara konvensional, e-voting menawarkan beberapa keuntungan. (Gumay, 2010). Ada beberapa poin yang mendukung pelaksanaan e-voting, selain efisien dalam biaya, waktu dan tenaga.

Sistem KPU, Saat ini sistem KPU pada

dasarnya sudah semakin baik, dengan setiap tahun meningkatkan penggunaan perangkat

(15)

teknologi. KPU telah memiliki perangkat-perangkat yang mendukung atau setidaknya mendekati untuk migrasi ke E Voting. Saat ini KPU memiliki setidaknya enam aplikasi dan web pendukung, antara lain: 1) SIREKAP, Sirekap adalah perangkat aplikasi berbasis teknologi informasi sebagai sarana publikasi hasil Penghitungan Suara dan rekapitulasi hasil Penghitungan Suara serta alat bantu dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil Penghitungan Suara Pemilihan. Penggunaanya telah tertuang dalam PKPU Nomor 19 Tahun 2020. 2) SIPOL, Sistem Informasi Partai Politik Untuk Pendaftaran Dan Verifikasi Calon Peserta Pemilu. 3) SILON, Merupakan aplikasi yang digunakan oleh tiap satuan kerja di lingkungan KPU, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota dan Pasangan Calon Perseorangan untuk memudahkan dalam proses pencalonan pada

pemilihan Tahun 2020. 4)

https://lindungihakpilihmu.kpu.go.id/

, Melalui

web ini masyarakat dapat mengetahui apakah telah terdaftar di DPT, untuk kemudian berkoordinasi dengan pemerintah setempat atau kelapa lingkunga, sekiranya belum terdaftar. 5) SIDALIH KPU PKPU Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Penyusunan Daftar Pemilih Dalam Negeri Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum

Aturan dan peraturan, Telah didukung

oleh aturan dan peraturan, yaitu: 1) Pada 2009, Mahkamah Konstitusi dalam amar putusannya, Nomor 147/PUU-VII/2009, menyatakan "mencoblos" (dalam Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) dapat diartikan pula menggunakan metode e-voting. Dalam pada pelaksanaanya, pemohon dalam uji materi ini menyatakan, pelaksanaan ini (Pemilu Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Jembrana Tahun 2010) melahirkan efisien dalam biaya, waktu dan tenaga. Bahkan dari sisi dana, terjadi penghematan sepertiga dari keseluruhan biaya. 2) UU Pilkada, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sudah mengakomodir pemungutan suara menggunakan peralatan elektronik, yang tertuang dalam : Undang-undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 pada Pasal 85, dinyatakan bahwa Pemberian suara untuk Pemilihan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu, pertama, dengan memeberi tanda satu kali pada surat suara, kedua, dengan memberi suara melalui peralatan Pemilihan suara secara

elektronik, yang dalam penelitian ini disebut e-voting.

Kajian Badan Pengkajian dan

Penerapan Teknologi (BPPT), BPPT telah

melakukan kajian cara-cara e voting di berbagai negara, dengan standar e-voting ya di gunakan secara Internasional, kemudan telah menyusun Standar Teknis dan Operasional e-Voting Indonesia yang Luber Jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil), juga dengan perangkat mesin yang digunakan, baik untuk verifikasi (e-Verifikasi), voting maupun hasil perhitungan suara(e-Rekapitulasi) Pemilih. BPPT telah melakukan simulasi dan uji coba dan implementasi di tingkat Pemilihan Kepala Desa.

Sebagai refleksi, ada 43 negara yang menggunakan e-voting/ i-voting. Dari 43 negara ada 4 negara yang tidak lagi menggunakannya. Salah satu yang tidak lagi menggunakannya adalah Inggris. Kasus Inggris ini cukup unik dibanding umumnya negara lain, sebab tujuan penggunaan e-votingnya hanyalah sebagai salah satu alternatif bagi rakyatnya untuk memilih, disebabkan semakin menurunnya partisipasi politik warganya, bahkan tahun 2001, hanya 59,4% warga Inggris yang menggunaka hak pilihnya. Maka KPU Inggris melakukan kajian cara-cara pemilihan, agar lebih banyak alterntif masyarakatnya menggunakan haknya pilihnya. Jadi, e-voting di Inggris pada pelaksanaanya hanya satu dari berbagai alternatif memilih yang ditawarkan penyelenggara. Lalu setelah e-voting diimplementasikan sebagai salah satu alternatif, peningkatannya ternyata tidak signifikan. Pada 2003, hanya 9% pemilih menggunakan suara secara elektronik. Sehingga pemerintah inggris menghentikan penggunaan metode ini.

Beberapa negara yang konsisten menggunakannya antara lain India, Estonia, Belanda. India menggunakan electronic voting machine (EVM), EVM adalah mesin yang mudah untuk digunakan kembali dan bisa beroperasi dengan sumber energi baterai untuk daerah terpencil. EVM yang digunakan di India ini merupakan mesin elektronik yang cukup sederhana. Kemudian Estonia, negara ini telah menyediakan warganya kartu identitas yang memilki sertifikat digital di dalamnya. kartu ini dapat digunakan untuk online di dunia maya dan masuk kedalam pelayanan pemerintah maupun non pemerintah. Hal-hal yang

(16)

mendukung Estonia antar lain ; kesiapan infrastruktur, kesiapan pemilih, pengguna KTP yang luas dan jumlah pendudul kecil hanya 1,3 juta. Belanda, penggunaan e-voting di Belanda pada prosesnya pernah mengalami guncangan, yaitu dianggap terjadi kecurangan, yaitu adanya perlakuan terhadap mesin sebelum digunakan. Hal tersebut juga diduga dikarenakan kementrian dalam negeri tidak terlalu memiliki pengetahuan teknis tentang mesin pemilih. Mengakibatkan proses sertifikasi alat tidak teruji dengan benar. Kemudia dilakukan perbaikan-perbaikan dan penyempurnaan. Saat ini pemilih Belanda menggnakan hak pilih mereka via internet sebanya 92% dari pengguna hak pilih Belanda.

Di Indonesia sendiri sistem ini telah dilaksanakan di Bali, Kabupaten Jembrana, untuk pemilihan kepala desa, yang mana pelaksanaanya bukan oleh KPU. Inisiatif lahir ketika adanya chip di KTP penduduk, sebagai single identity number. Prosedunya adalah KTP penduduk setempat, terdaftar di DPT, pada hari H verifikasi KTP dulu sebelum memilih, akan tampil foto dan nama pemilih. Setelah terferifikasi baru dapat memilih. e-KTP tersebut sudah otentik dengan Daftar Pemilih tetap (DPT) online. Pada prosesnya Pilkades berjalan lancar. Kabupaten Jembrana telah melaksanakan sistem ini sejak 2009.

Menurut Peter Erben, seorang penasehat senior pemilihan umum IFES, 2018, ketika mempertimbangkan sebuah cara (dalam hal pemilihan umum) yang lebih maju (seperti e-voting), ada beberapa aspek yang telah menjadi kebiasaan sejak masa lalu yang perlu mendapat perhatian. Sebab, sistem yang menggunakan kertas ini telah digunakan selama ber-abad-abad, telah dipercaya dan dianggap transparan. Mengembangkan sebuah cara untuk proses yang seperti itu dengan basis teknologi memang menantang, tapi kita sering mengabaikan aspek lama yang telah menjadi kebiasaan tersebut. Beberapa aspek pendekatan cara yang lama yang membutuhkan perhatian antara lain: a) Kerangka hukum dan prosedur yang komprehesif, transparan dan jelas; b) Pelatihan dasar dan akuntabilitas yang jelas; c)

Membangun kepercayaan melalui informasi publik, edukasi sistem dan penyampaian yang baik; d) Sistem yang didesign inklusif dan kolsultatif, baik pilihan maupun implementasinya

Pada 2020 ini, KPU juga telah memperkenalkan penggunaan e-rekap, dengan demikian rekapitulasi elektronik telah mulai diimplemetasikan. Proses hitung cepat berkelanjutan dari sistem teknologi informasi pada pemilu 2004. Data KPU juga dianggap sebagai data base yang sahih, sehingga kementrian kesehatan menggunakan data KPU sebagai basis untuk melakukan Vaksinasi Covid 19 di Indonesia tahun 2020. Pada tahun 2019, Komisi Pemilihan Umum Republik Indionesia mendapatkan penghargaan dari Komisi Informasi Publik Republik Republik Indonesia karena sukses menjalankan Keterbukaan Informasi Publik Tahun 2019. Dari sisi kajian, BPPT telah melakukan kajian dan bahkan telah mempraktekan pemilihan umum elektronik pada 981 Pilkades (per 2019), yang berlangsung dengan baik, cepat dan efisien. Undang-undang untuk pengimplementasian sistem ini juga telah tersedia bagi KPU sebagai dasar hukum.

SIMPULAN

Proses rekrutmen Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara yang dilakukan di Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan, pada Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019 sama dengan kecamatan lain yang mengacu kepada jukdis KPU. Kendalah yang terjadi adalah ; perekrutan yang sangat bertumpu kepada pemerintah setempat (kepala lingkungan), beban kerja petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dianggap tidak sesuai dengan upah yang diterima KPPS, aturan batas usia 20-50 tahun yang mana usia minimal 20 tahun seharusnya dapat diturunkan ke batas 17 tahun, agar dapat mengakomodasi rentang usia pelamar yang lebih panjang

Dampak dari pola rekrutmen penyelenggara pemilihan umum tingkat Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara di Kecamatan Medan Selayang Kota Medan Terhadap Integritas Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019, dihubungkan oleh pengawasan, berdampak positif. Pengawasan dari Bawaslu yang telah semakin baik, aturan dan peraturan pelaksanaan yang ditetapkan oleh KPU telah detail. Demikian juga Bawaslu dalam peran pengawasannya telah memiliki sistem yang sangat baik. Pengawasan ini berperan penting dalam pelaksanaannya untuk menjaga kode etik penyelenggara yang salah satunya adalah

Referensi

Dokumen terkait

Kuesioner ini semata-mata bertujuan untuk mengumpulkan informasi terkait dengan keefektifan penyelenggaraan diklat, kesesuaian antara diklat yang diselenggarakan dengan

Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dapat dilaksanakan melalui proses pengadaan tanah sebagaimana yang diatur pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012

• # Moving Average yang terkeluar dari BB menandakan trend mula nak habis atau nak berubah. Candlestick tidak boleh close di luar Top BB atau Low BB :. • a) Candlestick yg close di

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran geolistrik, berupa besarnya nilai hambatan (R), spasi antar elektroda (a) dan jarak antara elektroda arus dan elektroda potensial

Film ini bercerita tentang sudut pandang lain dari semangat nasionalisme bangsa Indonesia yaitu bagaimana perjuangan warga perbatasan Kalimantan Barat untuk

dapat diketahui bahwa efisiensi penyisihan Pb dalam sistem constructed wetland dengan menggunakan tanaman Typha latifolia semakin meningkat dengan bertambahnya waktu

Dari penerjemahan langsung tersebut kemudian di analisis dengan kajian semantik yaitu menganalisis komponen makna kata dan frasa bahasa asing (bahasa Inggris) dalam wacana

Hari ini keberangkatan anda ke Jogja dari Bandara Soekarno Hatta Terminal 1A, Sesampainya di Jogja anda dijemput dengan Guide dan diantar makan siang di Bale Raos Royal