• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diagnostik Klinik Dan Penilaian Infertilitas.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Diagnostik Klinik Dan Penilaian Infertilitas."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

INFERTILITAS

RUSWANA ANWAR

SUBBAGIAN FERTILITAS DAN ENDOKRINOLOGI REPRODUKSI BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNPAD BANDUNG

(2)

DIAGNOSTIK KLINIK DAN PENILAIAN INFERTILITAS

Obstruksi tuba bagian proksimal merupakan penyebab yang paling sering

dari infertilitas karena faktor tuba. Akan tetapi , obstruksi tuba proksimal ini

mungkin suatu overdiagnosed, seperti ketika kehamilan intrauterin terjadi secara

spontan pada wanita yang didiagnosis dengan obstruksi tuba proksimal melalui

HSG dan/atau dengan laparoskopi dan zat warna. Faktor lain penyebab paling

sering dari infertilitas pada wanita adalah myoma uteri, adhesi intrauterin dan

endometrioma.

Tubal microsurgery dan laparoscopic tubal surgery

Tindakan medis pada kasus sumbatan tuba proksimal adalah dengan melakukan

operasi anastomosis tubokornual secara microsurgery. Para pasien yang telah

dilakukan tindakan ini pada suatu laporan kasus didapatkan terjadinya persalinan pada

27%, 47% dan 53% masing-masing setelah satu tahun , dua tahun dan 31/2 tahun

setelah tindakan tubokornual anastomosis (1) ( Evidence level 3 ).

Suatu penelitian kohort dengan waktu pengamatan tiga tahun mendapatkan

tingkat kehamilan yang lebih tinggi pada wanita yang melakukan operasi tuba

dibandingkan dengan yang tidak (29% dengan operasi versus 12% tanpa operasi ; p <

0.05) (2). [Evidence level 2b] . Operasi lebih efektif pada wanita dengan penyakit pelvis

derajat sedang (stadium I, 67% dengan operasi versus 24% tanpa operasi , p < 0.05;

stage II, 41 % dengan operasi versus 10% tanpa operasi , p < 0.05; stage III, 12%

dengan operasi versus 3% tanpa operasi , tidak signifikan ; dan stage IV, 0% dengan

operasi , penyakit pelvis sangat berat sehingga operasi tidak ditawarkan ).

Tingkat kerusakan tuba berhubungan langsung dengan hasil akhir, hasil yang

lebih baik pada pasien dengan adhesi ringan dan kerusakan yang terbatas, dibandingkan

(3)

dengan kelainan yang lebih berat. Tingkat keberhasilan operasi pada tuba selain

tergantung pada tingkat kerusakan tuba, umur, lama infertilitas dan juga faktor

infertilitas lainnya (3) (Evidence level 3). Pelatihan khusus, pengalaman dan tersedianya

peralatan berdampak besar pada hasil operasi pada tuba (3) (Evidence level 4).

Suatu tinjauan naratif dari sepuluh seri (n = 1128) mendapatkan terjadinya

kehamilan ektopik 23% dari seluruh kehamilan pada wanita yang dilakukan

salpingoneostomy oklusi tuba bagian distal (Evidence level 3). Laporan lain

mendapatkan cumulative ectopic pregnancy rate per kehamilan 8% pada wanita yang

dilakukan anstomosis tubokornual untuk oklusi tuba proksimal (4) (evidence level 3)

Beberapa penelitian telah mengevaluasi berbagai teknik operasi pada tuba. Satu

systematic review dari delapan RCT dan 14 penelitian observasional mengevaluasi

berbagai teknik yang digunakan untuk mengatasi infertilitas tuba mendapatkan tidak

ada perbedaan tingkat kehamilan antara berbagai teknik yang digunakan seperti CO,

laser adhesiolysis versus diathermy adhesiolysis (53% dengan laser versus 52%

dengan diathermy; OR 1.04; 95% CI 0.65 sampai 1.67), dengan laser salpingostomy

versus diathermy salpingostomy (35% dengan laser versus 27% with diathermy; OR

1.30; 95% CI 0.77 sampai 2.19) atau penggunaan operating microscope versus

magnifying lenses (loupes) (72% dengan microscope versus 78% dengan loupes; OR

0.75; 95% CI 0.26 to 2.15) (2) [Evidence level 1 a]. Wanita dengan kelainan tuba

proksimal dan distal dan rekanalisasi sterilisasi dimasukan dalam tinjauan ini

[Evidence level 1 a] .Tinjauan pada 14 penelitian observasional tidak menunjukkan

perbedaan antara laparoscopic adhesiolysis dan microsurgical adhesiolysis dalam

(4)

pembanding tidak menerima terapi akan tetapi trial dilakukan dalam jumlah sedikit

dengan kualitas buruk (6) [Evidence level 1 a]

Pendekatan terapeutik yang tepat pada infertilitas tuba tergantung dari seleksi

pasien yang teliti disesuaikan dengan keadaan klinis individual dan melibatkan kedua

pasangan dalam penentuan keputusan (6) .

Rangkaian kasus secara retrospektif mendapatkan bahwa pada sebagian besar

kasus kehamilan terjadi antara 12 sampai 14 bulan setelah operasi tuba, walaupun

konsepsi telah terjadi lebih awal pada pasien dengan penyakit minimal (7) [Evidence

level 3] . Lebih rasional untuk mendiskusikan IVF pada wanita yang tidak juga hamil

setelah 12-18 bulan operasi tuba.

Rekomendasi

Untuk wanita dengan penyakit tuba yang ringan, operasi tuba akan lebih efektif

dibandingkan tanpa terapi. Pilihan terapi dilakukan pada pusat-pusat dengan tenaga ahli

yang tersedia .

Kateterisasi tuba atau Kanulasi

Tubal catheterisation/cannulation dapat dilakukan baik dengan menggunakan

pendekatan radiografi (selective salpingography digabung dengan tubal cannulation)

atau pendekatan secara histeroskopis (hysteroscopic tubal cannulation).

Salpingografi dapat memberikan informasi adanya obstruksi tuba proksimal atau distal.

Suatu RCT (n = 273) melaporkan bahwa salpingografi merupakan uji diagnostik yang

lebih baik untuk obstruksi tuba proksimal dari pada laparoskopi dengan zat warna (8)

[Evidence level 1b] . Salpingografi digabungkan dengan tubal cannulation dapat

diadopsi untuk melihat dan langsung mengobati obstruksi tuba proksimal pada pasien .

Suatu systematic review penelitian observasional yang melibatkan sepuluh

kohort dan 11 penelitian observasi terhadap salpingografi dan kateterisasi tuba (n = 482

(5)

sumbatan tuba proksimal (n = 133 wanita ) mendapatkan bahwa Hysteroscopic tubal

cannulation menghasilkan tingkat kehamilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan

salpingografi plus kateterisasi tuba (49% dengan hysteroskopi versus 21% dengan

salpingografi (9).[Evidence level 2b-3]

Perforasi tuba (komplikasi yang berhubungan dengan tubal cannulation) dilaporkan

terjadi pada 2-5% wanita yang dilakukan tubal cannulation,walaupun arti klinisnya

tidak dilaporkan .Kehamilan ektopik terjadi pada 3-9% wanita yang menjalani

salpingography plus tubal catheterisation. (9) [Evidence level 2b-3]

Rekomendasi

Untuk wanita dengan obstruksi tuba proksimal salpingografi disertai dengan tubal

catheterisation, atau hysteroscopic tubal cannulation, bisa dijadikan pilihan terapi

karena akan meningkatkan peluang terjadinya kehamilan.

Tindakan operatif hidrosalping sebelum tindakan IVF

Hidrosalping adalah pelebaran tuba fallopii karena adanya obstruksi tuba

bagian distal, yang bisa terjadi oleh karena berbagai penyebab. Pada wanita yang

menjalani IVF, adanya hidrosalping berhubungan dengan early pregnancy loss dan

rendahnya implantasi dan pregnancy rates yang berhubungan dengan perubahan pada

reseptilitas endometrium (10) [Evidence level 2b]

Suatu systematic review pada tiga RCT mendapatkan bahwa operasi pada tuba

seperti laparoscopic salpingectomy secara signifikan meningkatkan kelahiran hidup

(OR 2.13; 95% CI 1.24 - 3.65) dan pregnancy rate (OR 1.75; 95% CI 1.07 - 2.86)

pada wanita dengan hidrosalping sebelum IVF bila dibandingkan dengan tanpa

dioperasi (11) [Evidence level la1]. Tidak ada perbedaan untuk mendapatkan peluang

terjadinya kehamilan ektopik (OR 0.42; 95% CI 0.08 - 2.14), abortus (OR 0.49;

95% CI 0.16 - 1.52), komplikasi pengobatan (OR 5.80; 95% CI 0.35 - 96.79) atau

(6)

Rekomendasi

Wanita dengan hidrosalping harus ditawarkan dilakukan salpingektomi, teruatama

dengan laparoskopi, sebelum IVF karena hal ini akan meningkatkan peluang persalinan

hidup.

Pada wanita dengan hidrosalping, efektifitas pengambilan cairan (draining) atau dengan

melakukan salpingostomi untuk meningkatkan persalinan hidup dalam IVF

memerlukan evaluasi lebih lanjut.

Operasi pada uterus

Myoma (leiomyoma)

Insidensi myoma pada pasien dengan infertilitas tanpa sebab yang lain diperkirakan

sebesar 1,0 – 2,4%. Suatu systematic review pada 11 kohort mendapatkan bahwa

wanita dengan myoma submukus mempunyai tingkat kehamilan yang lebih rendah

dibandingkan dengan wanita infertil dengan sebab lain (RR 0.30, 95% CI 0.13 -

0.70). Miomektomi tidak berhubungan dengan peningkatan angka lahir hidup (RR

0.98, 95% CI 0.45 - 2.41) akan tetapi berhubungan dengan tingkat kehamilan (RR

1.72, 95% CI 1.13 - 2.58) (12). [Evidence level 2b] . Penelitian kohort lain

menyatakan bahwa wanita dengan myoma intramural mempunyai peluang hamil

yang berkurang dibandingkan dengan wanita dengan tanpa myoma yang mengikuti

program ART(OR 0.46, 95% CI 0.24 - 0.88) (13) [Evidence level 2b].

Penelitian case-control study menemukan pregnancy rate yang lebih rendah

pada wanita dengan myoma dibanding wanita tanpa myoma (11 % versus 25%).

Tingkat kehamilan wanita setelah miomektomi lebih tinggi dibandingkan dengan

(7)

Suatu RCT (n = 109) yang membandingkan berbagai metode operasi untuk melakukan

miomektomi (abdominal versus laparoscopic myomectomy) mendapatkan tidak ada

perbedaan dalam pregnancy rates (55.9% dengan abdominal myornectomy versus

53.6% dengan laparoscopic myomectomy) atau tingkat abortus (12% versus 20%) pada

wanita dengan myoma yang besar . Terdapat insidensi yang lebih tinggi secara

signifikan untuk terjadinya demam pascaoperasi dan penurunan hemoglobin dan masa

rawat yang lebih lama pada kelompok miomektomi abdominal (15) [Evidence level 1 b]

Adhesi Intrauterine

Adhesi intrauterine jarang ditemukan , bisa terjadi setelah proses evakuasi uterus atau

operasi.Sering terjadi oligo/amenore. Suatu seri kasus (n = 40) mendapatkan bahwa

adhesiolisis histeroskopi dapat mengembalikan pola haid normal pada 81% wanita dari

16 seri wanita infertil , 63% (n = 10) diantaranya mengalami konsepsi dan 37% (n = 6)

melahirkan bayi hidup (16) [Evidence level 3]

Rekomendasi

Wanita dengan amenore dengan adhesi intrauterin harus ditawarkan adhesiolisis karena

dapat memulihkan menstruasi dan meningkatkan kemungkinan terjadinya kehamilan.

Pengelolaan operatif pada endometriosis

Systematic review and meta-analysis yang telah dilakukan berkesimpulan

bahwa supresi ovarium dengan medroxyprogesterone, gestrinone, kontrasepsi oral dan

GnRHanalog termasuk danazol dalam pengobatan endometriosis tidak efektif dalam

pengobatan endometriosis yang terkait dengan infertilitas.(17) [Evidence level 1 b-2b]

dan tidak boleh ditawarkan.

Operasi ablasi pada endometriosis ringan dan sedang

Suatu systematic review dan meta-analysis terhadap dua RCT (n = 444)

memperlihatkan bahwa laparoscopic ablation atau reseksi endometriosis minimal dan

(8)

persalinan hidup dibanding dengan diagnostic laparoscopy (pooled OR 1.64; 95% CI

1.05 - 2.57) (19) [Evidence level lal ] . Tidak ada perbedaan tingkat abortus pada kedua

kelompok (pooled OR 1.33; 95% CI 0.60 - 2.94).

Pada wanita dengan endometriosis ringan sebagai satu-satunya penyebab infertilitas,

tingkat kehamilan akan lebih tinggi setelah laser laparoscopy dan laparotomi

dibandingkan dengan terapi secara medikal (81 % dengan laser laparoscopy versus

84% dengan laparotomy versus 54% dengan medical treatment) (19) [Evidence level

2b] . Akan tetapi keuntungan operasi harus diseimbangkan dengan risiko anestesi dan

komplikasi operasi seperti adhesi pascaoperasi.

Endometrioma/ovarian cysts

Satu RCT mendapatkan bahwa laparoscopic cystectomy akan meningkatkan kumulatif

pregnancy rates 24 bulan bila dibandingkan dengan drainase dan koagulasi pada

pengobatan endometrioma ovarium yang besar (66.7% versus 23.5%; OR 2.83, 95%

CI 1.01 - 7.50) (20) [Evidence level 1 b]

Moderate and severe endometriosis

Penelitian kohort pada wanita dengan endometriosis sedang dan berat yang dilakukan

terapi operatif dengan laparoskopi atau laparotomi mendapatkan bahwa pregnancy

rates bisa sama atau lebih tinggi pada laparoskopi (54-66% dengan operative

laparoscopy versus 36-45% dengan laparotomy) (21). [Evidence level 21b]

Pengobatan medis pascaoperasi

Dua RCT membandingkan penggunaan GnRH pascaoperasi dengan pengelolaan

ekspektatif dan menemukan tidak ada perbedaan dalam pregnancy rates antara kedua

regimen (11.6% dengan goserelin versus 18.4% dengan pengelolaan ekspektatif dan

33% dengan leuprolide depot versus 40% dengan pengelolaan ekspektatif) (23).

[Evidence level 1b] . Hasil yang sama didapatkan antara danazol pascaoperasi (55%

(9)

dan plasebo (19% dengan nafarelin spray versus 18% dengan placebo) (23), pada wanita

dengan endometriosis sedang sampai berat [Evidence level 1 b]

Rekomendasi

Wanita dengan endometriosis minimal atau ringan yang menjalani laparoskopi harus

ditawarkan ablasi atau reseksi endometriosis dan dengan adhesiolisis laparoskopik

karena hal ini akan memperbaiki peluang terjadinya kehamilan.

Wanita dengan endometrioma harus ditawarkan kistektomi laparoskopi yang akan

memperbaiki kemungkinan terjadinya kehamilan .

Wanita dengan endometriosis sedang atau berat harus ditawarkan tindakan operatif

karena akan memperbaiki kemungkinan terjadinya kehamilan.

Pengobatan medikal pascaoperasi tidak akan memperbaiki pregnancy rates pada

wanita dengan endometriosis sedang atau berat dan oleh sebab itu tidak

direkomendasikan.

Daftar Pustaka

1. Patton PE, William TJ, Coulam CB. Microsurgical reconstruction of the proximal

oviduct. Fertil Steril 1987;47:35-9

2. Wu CH,Gocial B. A pelvic scoring system for infertility surgery. Int J fertil

1988;33:341-6

3. Singhai V, Li TC, Cooke ID. An analysis of factor influencing the outcome of 232

consecutive tubal microsurgery cases. Br J Obstet Gynaecol 1991;98:628-36.

4. Marana R, Quagliarello J. Proximal tubal occlusion: microsurgery versus IVF- a

review. Int J Fertil 1988;33:338-40.

5. Johnson NP, Watson A. Postoperative procedures for improving fertility following

pelvic reproductive surgery. Cochrane Database Syst Rev 2000;(2): CD001897.

6. Winston RML. Tubal surgery or in vitro fertilization (IVF) ? J Assist Reprod Genet

(10)

7. Larsson B. Late results of salpingostomy combined with salpingolisis and

ovariolysis by electromicrosurgery in 54 women. Fertil Steril 1982;37:156-60.

8. Woolcott R, Fisher S, Thomas J, Kable W. A randomized, prospective, controlled

study of laparoscopic dye studies and selective salpingography as diagnostic tests

of fallopian tube patency. Fertil Steril 1999;72:879-84

9. Honore GM, Holden AE, Schenken RS. Pathophysiology and management of

proximal tubal blockage. Fertil Steril 1999:71:785-95.

10. Strandell A, Waldenstrom U, Nilsson L, Hamberger L. Hydrosalpinx reduces in

vitro fertilization/embrio transfer pregnancy rates. Hum Reprod 1994;9:861-3.

11. Johnson NP, Mak W, Sowter MC. Surgical treatment for tubal disease in women

due to undergo in vitro fertilization. Cochrane Databae Syst Rev

2001;(3):CD002125.

12. Pritt EA. Fibroids and infertility: a systematic review of the evidence. Obstet

Gynecol Surv 2001; 56: 483-91.

13. Hart R. A prospective controlled study of the effect of intramural uterine fibroids

on the outcome of assisted conception. Hum Reprod 2001;16:2411-7.

14. Bulleti C, de Ziegler D, Polli V, Flamigni C. The role of leiomyomas in infertility.

J Am Assoc Gynecol Laparos 1999;441-5

15. Seracchioli R. Rossi S, Covoni F, Rossi E, Venturoli S, Bulleti C , et al. Fertility

and obstetrics outcome after laparoscopic myomectomy of large myomata : a

randomized comparison with abdominal myomectomy. Hum Reprod 2000;15:

2663-8.

16. Pabuccu R, Atay V, Orhon E, Urman B, Ergun A. Hystreoscopic treatment of

intrauterine adhesions is safe and effective in the restoration of normal

menstruation and infertility. Fertil Steril 1997;68:1141-3

17. Hughes EG, Fedorkow DM, Collins JA. A quantitative overview of controlled

(11)

18. Jacobson TZ, Barlow DH. Koninclx PR, Olive D, Farquhar C. Laparoscopic

surgery for subfertility associated with endometriosis. Cochrane Database Syst Rev

2002; (4): CD001398.

19. Paulson JD, Asmar P, Saffan DS. Mild and moderate endometriosis. Comparison of

treatment modalities for infertile couples. J Reprod Med 1991;36:151-5.

20. Berreta P, Franchi M, Ghezzi F, Busacca M, Zupi E. Bolis P. Randomized clinical

trial of two laparoscopic treatment of endometriomas : cystectomy versus drainage

and coagulation. Fertil Steril 1998;70:1176-80.

21. Adamson GD, Hurd SJ. Pasta DJ, Rodriguez BD. Laparoscopic endometriosis

treatment: is it better ? Fertil Steril 1993 ; 59: 5-44.

22. Vercellini P, Crosignani PG, Fadini R, Radici E, Belloni C, Sismondi P. A

gonadotropin-releasing hormone agonist compare with expectant management after

conservative surgery for symptomatic endometriosis. Br J Obstet Gynaecol

1999;106:672-7.

23. Parazzini F, Fedele L, Busaccca M, Falsetti L, Pellegrini S, Venturini PL, et al.

Postsurgical medical treatment of advanced endometriosis results of a randomized

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karna kedua p-value tersebut lebih besar dari  (0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan baik tekanan darah sistole maupun

Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis nanosilika dari daun bambu dan mengaplikasikannya sebagai pengemban fotokatalis CuO (0,25% CuO x @SiO 2 ) pada reaksi degradasi congo

Potongan program di atas dimulai di memori-program nomor $800, dengan demikian instruksi AJMP DaerahIni bisa dipakai, karena nomor-memori $800 (tempat instruksi

Terkait dengan wacana pembentukan KPH tersebut maka informasi kondisi vegetasi di Nunuka dapat menjadi sumber informasi penting dalam penyusunan rencana

Tujuan dari penelitian ini untuk mengevaluasi pakan buatan berbahan dasar limbah pangan yang diperkaya ekstrak bayam yang dapat memberikan respon molting dan

Tujuan yang hendak dicapai dalam pengamatan ini adalah : 1. Untuk mengetahui siapa saja target pasar Dagadu Djokdja. Untuk mengetahui strategi promosi yang diterapkan pada

International Nickel Indonesia, Tbk dilihat dari analisis keuangan dilihat dari rasio profitabilitas dikatakan memiliki kinerja yang baik dimana, pihak manajemen

Alhamdullilah, puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkah, rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan tugas akhir dengan judul “