• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH VARIASI LAJU ALIR UDARA DAN PENGADUKAN TERHADAP PENURUNAN KONSENTRASI BESI DAN MANGAN PADA AIR TANAH DENGAN MENGGUNAKAN BUBBLE AERATOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH VARIASI LAJU ALIR UDARA DAN PENGADUKAN TERHADAP PENURUNAN KONSENTRASI BESI DAN MANGAN PADA AIR TANAH DENGAN MENGGUNAKAN BUBBLE AERATOR"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH VARIASI LAJU ALIR UDARA DAN PENGADUKAN TERHADAP PENURUNAN KONSENTRASI BESI DAN MANGAN PADA AIR

TANAH DENGAN MENGGUNAKAN BUBBLE AERATOR

LAPORAN TUGAS AKHIR

SUSI PAKPAHAN 130407009

Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua Dr.Amir Husin, S.T., M.T. Ir.Joni Mulyadi, S.T.,M.T.

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2019

(2)

PENGARUH VARIASI LAJU ALIR UDARA DAN PENGADUKAN TERHADAP PENURUNAN KONSENTRASI BESI DAN MANGAN PADA AIR

TANAH DENGAN MENGGUNAKAN BUBBLE AERATOR

TUGAS AKHIR

Oleh

SUSI PAKPAHAN 130407009

TUGAS AKHIR INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2019

(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini dengan judul

“Pengaruh Variasi Laju Alir Udara dan Pengadukan Terhadap Penurunan Konsentrasi Besi dan Mangan pada Air Sumur Gali dengan Menggunakan Bubble Aerator”. Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi pada program strata satu (S1) di Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Berbagai hambatan dan kesulitan dalam menyelesaikan skripsi ini dapat penulis hadapi berkat bimbingan, bantuan, dukungan, dan doa dari semua pihak sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Amir Husin, ST, MT, selaku Dosen Pembimbing I.

2. Bapak Ir. Joni Mulyadi,ST MT, selaku Dosen Pembimbing II.

3. Ibu Ir. Netti Herlina, M.T selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan.

4. Ibu Isra’ Suryati, S.T, M.Si sebagai Koordinator Tugas Akhir.

5. Ibu Gesti dan Ibu Pono selaku staf tata usaha di TL USU yang telah banyak membantu penulis selama menjalani aktivitas di TL USU.

6. Kak Ayu asisten Laboratorium LIDA Kimia USU yang telah banyak membimbing saya selama praktikum.

7. Orang tua saya yang tercinta ibu Sukmawati Gultom, abang Novan Ananta, dan keluarga saya, yang selalu memberikan semangat dan dukungan.

Dalam penulisan tugas akhir ini penulis menyadari banyak kekurangan. Oleh karena itu segala kritik yang bersifat membangun akan diterima dengan senang hati untuk kemajuan bersama. Akhir kata penulis berharap semoga laporan tugas akhir ini dapat memberikan manfaat kepada siapa saja yang membutuhkan data maupun referensi yang ada dalam laporan ini. Terima kasih.

Medan, Juli 2019

Penulis

(6)

BIOGRAFI PENULIS

Nama :Susi Pakpahan NIM : 130407009

Tempat/Tgl. Lahir :Sibingke/28 Oktober 1994 Alamat email: susipkphn1115@gmail.com No. Hp : 081264566158

Nama orang tua : Sukmawati Gultom Alamat orang tua : Sibingke, Pangaribuan Asal Sekolah

1. SD Negeri 173206 Pangaribuan 2002-2007 2. SMP Negeri 3 Batam, tahun 2007 – 2010 3. SMA Negeri 1 Batam, tahun 2010 - 2013 Pengalaman Organisasi/Kerja:

1. Pengurus Himpunan Mahasiswa Pangaribuan di Medan periode 2013-2014 2. Kerja Praktek di PT Darmasindo tahun 2017

Artikel yang sudah dipublikasikan dalam Jurnal/Pertemuan Ilmiah -

Beasiswa yang diperoleh:

-

(7)

ABSTRAK

Air tanah yang berada di dekat TPA seringkali memiliki kandungan logam berat khususnya besi dan mangan dalam jumlah yang melebihi baku mutu. Upaya dalam meningkatkan penyisihan besi terlarut dan mangan terlarut pada air tanah menggunakan diffuser aerator dengan memperbesar debit udara dan menambah menambah lamanya waktu aerasi agar memenuhi baku mutu. Penelitian ini menggunakan tabung reaktor dimana variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi udara yang diinjeksikan 3 L/menit, 5 L/menit, 7 L/menit, 9 L/menit dan 11 L/menit. Dan untuk variasi pengadukan 100 rpm, 150 rpm, 200 rpm, 250 rpm dan 300 rpm. Sementara itu, variabel kontrol dengan memperhatikan kedalaman diffuser pada bagian dasar reaktor, volume air uji sebanyak 800 ml, dan waktu aerasi selama 15 menit. Penginjeksian udara dengan bervariasi menyebabkan peningkatan penyisihan konsentrasi besi terlarut dan mangan terlarut secara signifikan. Laju alir udara dengan penyisihan besi terlarut dan mangan terlarut terdapat dalam laju alir udara 11 L/menit. Sedangkan untuk pengadukan, penyisihan besi terlarut dan mangan terlarut terdapat dalam pengadukan 300 rpm dimana rata – rata persen penyisihannya sebesar 96,15% untuk besi dan 97, 54% untuk mangan.

Kata kunci: Air Tanah, Penyisihan Fe dan Mn, Bubble Aerator, Transfer Oksigen.

(8)

ABSTRACT

Groundwater near the landfill often contains heavy metals, especially iron and manganese in quantities that exceed the quality standard. Efforts to increase the dissolution of dissolved iron and manganese dissolved in ground water using an aerator diffuser by increasing the air flow and adding to the length of the aeration time to meet the quality standards. This study uses a reactor tube where the independent variable in this study is the variation of air injected 3 L / minute, 5 L / minute, 7 L / minute, 9 L / minute and 11 L/

minute. And for variations of stirring 100 rpm, 150 rpm, 200 rpm, 250 rpm and 300 rpm.

Meanwhile, the control variable with respect to the diffuser depth at the bottom of the reactor, the volume of test water as much as 800 ml, and the aeration time for 15 minutes.

Varied injection of air causes a significant increase in the removal of dissolved and manganese iron concentrations significantly. Air flow rate by dissolving dissolved and manganese iron is found in the air flow rate of 11 L / minute. Whereas for stirring, the dissolution of dissolved iron and dissolved manganese is found in stirring 300 rpm where the average percent allowance is 96.15% for iron and 97, 54% for manganese.

Keywords: Groundwater, Fe and Mn Allowance, Bubble Aerator, Oxygen Transfer.

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i KATA PENGANTAR ... ii DAFTAR ISI ... iii BAB I PENDAHULUAN ... I.1 1.1 Latar Belakang ... I.1 1.2 Rumusan Masalah... I.9 1.3 Tujuan Penelitian ... I.9 1.4 Ruang Lingkup ... I.9 1.5 Manfaat Penelitian ... I.10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... II.1 2.1 Air Tanah ... II.1 2.1.1 Defenisi Air Tanah ... II.1 2.1.2 Standar Baku Air Minum ... II.2 2.2 Pencemaran Air Tanah ... II.6 2.2.1 Mekanisme Terjadinya Pencemaran Air Tanah di Sekitar TPA ... II.6 2.2.2 Kadar Besi (Fe) dalam Air ... II.9 2.2.3 Kadar Mangan (Mn) dalam Air... II.11 2.3 Metode Pengolahan Air ... II.12 2.3.1 Aerasi ... II.12 2.3.2 Prinsip Pengolahan Air Secara Aerasi ... II.13 2.3.3 Proses Aerasi ... II.13 2.3.4 Tujuan Aerasi ... II.14 2.3.5 Laju Penerapan Oksigen ... II.16 2.4 Jenis – jenis Aerator ... II.17 2.4.1 Diffuser Aerator... II.18 2.5 Pengadukan ... II.18 2.5.1 Jenis Pengadukan... II.19 2.6 Metode AAS ... II.19

(10)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... III.1 3.1 Lokasi Penelitian ... III.1 3.2 Waktu Penelitian... III.1 3.3 Jenis Penelitian dan Objek Penelitian ... III.1 3.4 Variabel Penelitian ... III.1 3.4.1 Variabel Dependen ... III.1 3.4.2 Variabel Independen ... III.2 3.5 Kerangka Penelitian…… ... III.3 3.6 Pengumpulan Data ... ... III.5 3.6.1 Data Primer…………. ... III.5 3.6.2 Data Sekunder……….III.6 3.7 Alat dan Bahan……….. ... III.6 3.7.1 Alat………. ... III.6 3.7.2 Bahan……… ... III.9 3.8 Prosedur Percobaan………...………III.10

3.8.1 Persiapan sampel Air ... III.10 3.8.2 Uji Penyisihan Besi dan Mangan ... III.10 3.9 Analisis Sampel………. ... III.12 3.9.1 Analisis Fe dan Mn dengan Menggunakan AAS ... III.12 3.9.2 Metode Pengujian Sampel………..……..III.13 3.10 Rumus – Rumus yang Digunakan ... III.13 3.10.1 Perhitungan Transfer Oksigen………III.13 3.10.2 Perhitungan Efektifitas Kadar Fe dan Mn………..…III.14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……… IV.1 4.1 Gambaran Umum…….. ... IV.1 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian……….. IV.1 4.1.2 Jumlah Penduduk Kecamatan Medan Marelan ... IV.1 4.1.3 Data Jumlah Penduduk Berlangganan PAM di Kecamatan Medan MarelanIV.2 4.2 Karakteristik Air Tanah Sumur Gali ... IV.3 4.3 Hasil Penelitian Penurunan Fe dan Mn dengan Menggunakan Variasi Laju Alir Udara

dan Pengadukan dengan Menggunakan Bubble Aerator………IV.3

(11)

4.4 Analisa Variasi Laju Alir Udara ... IV.5 4.4.1 Pengaruh Variasi Laju Alir Udara Terhadap DO………...IV.5 4.4.2 Pengaruh Variasi Laju Alir Udara Terhadap Penurunan Konsentrasi Besi

(Fe)………. IV.10 4.4.3 Pengaruh Variasi Laju Alir Udara Terhadap Penurunan Konsentrasi Mangan

(Mn)………. IV.14 4.5 Pengaruh Variasi Pengadukan ... IV.18 4.5.1 Pengaruh Pengadukan Terhadap DO ... IV.18 4.5.2 Pengaruh PengadukanTerhadap Penurunan Konsentrasi Besi (Fe) ... IV.22 4.5.3 Pengaruh Pengadukan Terhadap Penurunan Konsentrasi Mangan

(Mn)………..IV.25 4.6 Kadar Peningkatan DO (Transfer Oksigen KLA)………. IV.28 4.7 Rekomendasi Akhir Penelitian Untuk Pengaplikasian………..IV.31

BAB V SARAN DAN KESIMPULAN………... V.1 5.1 Kesimpulan ... ……….V.1 5.2 Saran ... ……….V.1 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Resume Jurnal Terdahulu Tentang Bubble Aerator

Table 2.1 Pengaruh Suhu Terhadap Konsentrasi Jenuh Oksigen Terlarut pada Tekanan 1 atm

Table 3.1 Variabel dependen Bubble Aerator Table 3.2 variabel Independen Bubble Aerator

Table 3.3 variabel Independen Variasi Laju Alir Udara dan Pengadukan pada Bubble Aerator

Table 4.1 Jumlah Penduduk Per Kelurahan Medan Marelan tahun 2017

Table 4.2 Banyaknya Rumah Tangga PAM di Kecamatan Medan Marelan tahun 2017 Table 4.3 Karakteristik Air Tanah

Table 4.4 Hasil Pemeriksaaan Sampel Laboratorium Analisa Air Bersih Kecamatan Medan Marelan, Januari 2019

Table 4.5 Pengaruh Variasi Laju Alir Udara Terhadap Peningkatan DO

Tabel 4.6 Efektifitas Penurunan Variasi Laju Alir Udara Terhadap Peningkatan DO Table 4.7 Pengaruh Variasi Laju Alir Udara Terhadap Penyisihan Kadar Besi Tabel 4.8 Pengaruh Variasi Laju Alir Udara Terhadap Penyisihan Kadar Mangan Tabel 4.9 Pengaruh Variasi Pengadukan Terhadap Peningkatan DO

Tabel 4.10 Efektifitas Pengaruh Variasi Pengadukan Terhadap Peningkatan DO Table 4.11 Pengaruh Variasi Pengadukan Terhadap Penyisihan Kadar Besi Tabel 4.12 Pengaruh Variasi Pengadukan Terhadap Penyisihan Kadar Mangan Tabel 4.13 Nilai Cs-Ct pada Debit 3 L/menit

Tabel 4.14 Nilai Cs-Ct pada Debit 5 L/menit

(13)

Tabel 4.15 Nilai Cs-Ct pada Debit 7 L/menit Tabel 4.16 Nilai Cs-Ct pada Debit 9 L/menit Tabel 4.17 Nilai Cs-Ct pada Debit 11 L/menit Tabel 4.18 Peningkatan Kadar Transfer Oksigen

(14)

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Transfer Oksigen dam Pengolahan Limbah Cair Gambar 3.1 kerangka Penelitian Bubble Aerator

Gambar3.2 Bak Aerator Beaker Glass 1000 ml Gambar 3.3 Kompressor Udara

Gambar 3.4 Flowmeter Udara Gambar 3.5 Selang

Gambar 3.6 Air Stone Diffuser Gambar 3.7 Hot Plate

Gambar 3.8 DO Meter

Gambar 3.9 Diagram Alir Percobaan Penelitian Gambar 3.10 Gambar Reaktor Bubble Aerator Gambar 4.1 Lokasi Penelitian

Gambar Grafik 4.2 Pengaruh Variasi Laju Alir Udara terhadap Peningkatan DO pada Pengadukan 100 rpm

Gambar Grafik 4.3 Pengaruh Variasi Laju Alir Udara terhadap Peningkatan DO pada Pengadukan 150 rpm

Gambar Grafik 4.4 Pengaruh Variasi Laju Alir Udara terhadap Peningkatan DO pada Pengadukan 200 rpm

Gambar Grafik 4.5 Pengaruh Variasi Laju Alir Udara terhadap Peningkatan DO pada Pengadukan 250 rpm

Gambar Grafik 4.6 Pengaruh Variasi Laju Alir Udara terhadap Peningkatan DO pada Pengadukan 300 rpm

Gambar Grafik 4.7 Pengaruh Variasi Laju Alir Udara terhadap Penyisihan Fe pada Pengadukan 100 rpm

Gambar Grafik 4.8 Pengaruh Variasi Laju Alir Udara terhadap Penyisihan Fe pada Pengadukan 150 rpm

Gambar Grafik 4.9 Pengaruh Variasi Laju Alir Udara terhadap Penyisihan Fe pada Pengadukan 200 rpm

(15)

Gambar Grafik 4.10 Pengaruh Variasi Laju Alir Udara terhadap Penyisihan Fe pada Pengadukan 250 rpm

Gambar Grafik 4.11 Pengaruh Variasi Laju Alir Udara terhadap Penyisihan Fe pada Pengadukan 300 rpm

Gambar Grafik 4.12 Pengaruh Variasi Laju Alir Udara terhadap Penyisihan Mn pada Pengadukan 100 rpm

Gambar Grafik 4.13 Pengaruh Variasi Laju Alir Udara terhadap Penyisihan Mn pada Pengadukan 150 rpm

Gambar Grafik 4.14 Pengaruh Variasi Laju Alir Udara terhadap Pengadukan Penyisihan Mn pada 200 rpm

Gambar Grafik 4.15 Pengaruh Variasi Laju Alir Udara terhadap Penyisihan Mn pada Pengadukan 250 rpm

Gambar Grafik 4.16 Pengaruh Variasi Laju Alir Udara terhadap Penyisihan Mn pada Pengadukan 300 rpm

Gambar Grafik 4.17 Pengaruh Variasi Pengadukan terhadap Peningkatan DO pada Laju Alir Udara 3 L/menit

Gambar Grafik 4.18 Pengaruh Variasi Pengadukan terhadap Peningkatan DO pada Laju Alir Udara 5 L/menit

Gambar Grafik 4.19 Pengaruh Variasi Pengadukan terhadap Peningkatan DO pada Laju Alir Udara 7 L/menit

Gambar Grafik 4.20 Pengaruh Variasi Pengadukan terhadap Peningkatan DO pada Laju Alir Udara 9 L/menit

Gambar Grafik 4.21 Pengaruh Variasi Pengadukan terhadap Peningkatan DO pada Laju Alir Udara 11 L/menit

Gambar Grafik 4.22 Pengaruh Variasi Pengadukan terhadap Penyisihan Fe pada Alir Udara 3 L/menit

Gambar Grafik 4.23 Pengaruh Variasi Pengadukan terhadap Penyisihan Fe pada Laju Alir Udara 5 L/menit

Gambar Grafik 4.24 Pengaruh Variasi Pengadukan terhadap Penyisihan Fe pada Laju Alir Udara 7 L/menit

Gambar Grafik 4.25 Pengaruh Variasi Pengadukan terhadap Penyisihan Fe pada Laju Alir Udara 9 L/menit

(16)

Gambar Grafik 4.26 Pengaruh Variasi Pengadukan terhadap Penyisihan Fe pada Laju Alir Udara 11 L/menit

Gambar Grafik 4.27 Pengaruh Variasi Pengadukan terhadap terhadap Penyisihan Mn pada Laju Alir Udara 3 L/menit

Gambar Grafik 4.28 Pengaruh Variasi Pengadukan terhadap Penyisihan Mn pada Laju Alir Udara 5 L/menit

Gambar Grafik 4.29 Pengaruh Variasi Pengadukan terhadap Penyisihan Mn pada Laju Alir Udara 7 L/menit

Gambar Grafik 4.30 Pengaruh Variasi Pengadukan terhadap Penyisihan Mn pada Laju Alir Udara 9 L/menit

Gambar Grafik 4.31 Pengaruh Variasi Pengadukan terhadap Penyisihan Mn pada Laju Alir Udara 11 L/menit

Gambar Grafik 4.32 Perbandingan Koefisien Transfer Oksigen (Kla)

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Hasi Uji Laboratorium Analisa Air Bersih Kecamatan Medan Marelan LAMPIRAN II Peraturan Menteri Kesehatan No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang

Persyaratan Kualitas Air Minum

LAMPIRAN III Hasil Akhir Pemeriksaan Sampel Akhir Laboratorium Air Bersih Kecamatan Medan Marelan

LAMPIRAN IV Pengaruh Variasi Laju Alir Udara LAMPIRAN V Pengaruh Variasi Pengadukan LAMPIRAN VI Perhitungan Transfer Oksigen

(18)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Kebutuhan yang utama bagi manusia dalam berbagai kegiatan hidup dapat tersedia air bukan saja secara kualitas, tetapi kuantitas dan kontiniuitas. Salah satu dari kebutuhan esensi manusia untuk keperluan hidupnya tersedianya kualitas air bersih dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Kenyataan bahwa masyarakat mengkomsumsi air berasal dari sumur gali. Semakin banyak air tersedia dan dengan kualitas air yang lebih baik, akan lebih cepat dan lebih meningkatkan kemajuan kesehatan masyarakat (Chatib, 1988).

Penyediaan air bersih khususnya peningkatan kualitas dan kualitas air, menggunakan pemanfaatan teknologi tepat guna dengan memanfaatkan sumber daya yang ada, dan diharapkan dapat menjadi salah satu solusi pemecahan permasalahan kualitas air yang berhubungan dengan kadar bahan terlarut didalamnya. Besarnya kadar dari bahan tersebut akan menentukan kelayakannya. Untuk mendapatkan air yang memenuhi syarat diperlukan pengolahan dari air baku (Mulyaningrum, 1977). Banyak sedikitnya unsur-unsur yang terkandung dalam air sangat mempengaruhi kegunaan air tersebut. Dalam kondisi demikian, maka penggunaan air sebagai sumber penyediaan air bersih memerlukan pengolahan terlebih dahulu.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum, yang disebut sebagai air minum adalah air yang memenuhi syarat kesehatan yang dapat langsung diminum (Depkes RI, 2010). Sementara itu, yang disebut sebagai air bersih adalah air yang memenuhi syarat kesehatan dan harus dimasak terlebih dahulu sebelum diminum. Syarat kesehatan dimaksud meliputi syarat-syarat fisika, kimia, mikrobiologi dan radioaktifitas (Hadi, 2007). Oleh karena itu, pengolahan Sumber daya air sebaiknya dilakukan secara terpadu baik dalam pemanfaatan maupun dalam pengelolaan kualitas (Slamet, 2000). Penurunan kualitas air akan menurunkan daya guna, hasil guna, produktivitas, daya dukung dan daya tampung dari sumberdaya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumberdaya alam (Aryana, 2010).

(19)

Air tanah mengalami kontak dengan berbagai macam material yang terdapat didalam bumi sehingga pada umumnya air tanah mengandung kation dan anion terlarut dan beberapa senyawa anorganik. Ion-ion yang sering ditemui pada air tanah adalah besi (Fe) dan mangan (Mn) (Sari, 2010). Unsur besi dan mangan adalah mineral yang umum ditemukan di tanah dalam bentuk oksida yaitu ferri oksida dan mangan oksida. Apabila unsur tersebut didalam air, maka akan berikatan dengan bikarbonat terlarut (ferro bikarbonat dan mangan bikarbonat), ferro terlarut atau mangan sulfat (Asmadi et. al, 2011).

Kualitas air tanah dipengaruhi kandungan berbagai mineral dan bahan lainnya sewaktu terjadi proses perembesan sehingga potensi pencemaran tetap dimungkinkan. Mineral dalam air tanah dibuktikan dengan ditemukannya berbagai unsur kimia yang terkandung didalam air tanah. Keberadaan berbagai mineral dalam air tanah ada yang dibutuhkan oleh tubuh, namun ada yang dapat menganggu tubuh. Air memberikan manfaat optimal jika memenuhi syarat kesehatan yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) yang mempersyaratkan air untuk keperluan air minum harus memenuhi syarat fisik, kimia, mikrobiologi dan radioaktif.

Menurut Ratmasyah,dkk (2011), Telah dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi pencemaran air tanah di tempat pembuangan akhir sampah TPAS Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan dengan menggunakan metode geolistrik resistivitas dengan tujuan untuk mengetahui keberadaan dan pola distribusi lindi di TPAS Terjun. Dengan menggunakan metode geolistrik resistivitas konfigurasi Wenner-Alpha pada 3 lintasan.

Lintasan I dan II sebanyak 32 elektroda dengan panjang lintasan 160 meter. Lintasan III sebanyak 16 elektroda dengan panjang lintasan 80 meter. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan software res2dinV. Nilai resistivitas di sebelah barat daya pusat pembuangan sampah berada pada range 0,972Ω- 9,35Ω. Nilai resistivitas di sebelah tenggara pusat pembuangan sampah berada pada range 0,571Ω-17,0Ω. Nilai resistivitas di sekitar pemukiman penduduk berada pada range 1,71Ω-4,18Ω. Kuantitas lindi terbesar berada pada lintasan III berada disekitar pemukiman penduduk.

Kuantitas rembesan lindi terbesar berada di sebelah timur TPAS yang berada disekitar rumah penduduk. Hal ini terlihat pada gambar penampang distribusi resistivitas pada lintasan ketiga, dimana terdapat anomali konduktif sebesar 1,71Ω-4,18Ω. Ini bisa terjadi karena tanah yang

(20)

berada pada lintasan III cukup lembek ketika dipijak yang memungkinkan batuanbatuan didalamnya terisi oleh lindi dengan kuantitas tertinggi dari pada lintasan yang lain.

Menurut Aprina,dkk (2013), Pengelolaan sampah pada desa Terjun belum memenuhi syarat karena seluruh rumah tangga tidak melakukan pemisahan sampah, tidak menyediakan tempat pembuangan sampah yang memenuhi syarat, metode pemusnahan sampah dilakukan dengan baik sebesar 83,30% dan tidak baik sebesar 16,70%. Pada penelitian ini diteliti bahwa Keluarga yang menderita diare, 50% usia balita, 30% usia 8-16 tahun, dan 20% usia 24-27 tahun. Seluruh sumur gali tidak memenuhi syarat dilihat dari konstruksi sumur dan jarak sumur < 10 m dengan sumber pencemaran yaitu septic tank. Kualitas fisik air sumur yang memenuhi syarat sebesar 46,70%.

Metode aerasi sering digunakan untuk pengolahan air minum dengan memasukan oksigen kedalam air sehingga besi (Fe) dan mangan (Mn) berekasi dengan oksigen yang semula dalam bentuk Fe2+ dan Mn2+ terlarut menjadi Fe3+ dan Mn3+ yang akan mengendap untuk kemudian dipisahkan dari air tanah (Taufan, 2011). Efektifitas proses aerasi sebagai salah satu cara untuk mengurangi atau menghilangkan bahan-bahan pencemar dalam air sampai batas yang dipersyaratkan ditentukan oleh persebaran udara dalam kolam aerasi (Wijayanti, 2008).

Pada aerator jenis diffuser dapat melakukan transfer oksigen dari udara bertekanan yang diinjeksikan dalam air. Injeksi udara berlangsung dalam bak besar melalui diffuser berpori berbentuk plat atau tabung. Udara yang keluar dari diffuser biasanya berbentuk gelembung udara yang akan menyebabkan peningkatan turbulensi air. Pemilihan tipe diffuser aerator didasarkan pada mudahnya perawatan, efisiensi transfer oksigen tinggi dan ekonomis (Haryanto, et al., 2005).

Dalam pengolahan limbah,dimana dalam penelitian menggunakan metode depresssuration of dissolved air in water (DAF) dimana dengan mengurangi ketegangan superfisial air membuatnya lebih mudah untuk menghasilkan gelembung yang lebih kecil. Efek froter yang lebih signifikan pada suhu rendah. Pada suhu 100c,persentasi nukleasi oksigen terombang ambing dari 40% menjadi 60% (Garibay,2012)

Menurut Batara (2017), Penelitan awal menunjukan bahwakarakteristik air tanah terutama pada parameter besi terlarut dan mangan terlarut tergolong tinggi. Hal ini dapat dibuktikan dengan pengujian air tanah pada titik pengamatan di Reservoir RT 02/ RW 01 Kelurahan

(21)

Tembalang, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang yang dimanfaatkan warga sekitar untuk keperluan sehari-hari dengan konsentrasi besi terlarut terukur sebesar 3,57 mg/L dan mangan terlarut sebesar 0,79 mg/L. Pada penyisihan besi pada debit udara 6 liter/menit dengan waktu pengolahan 60 menit merupakan efisiensi penyisihan paling tinggi sebesar 60%. Dan untuk mangan penyisihan paling tinggi pada debit udara 6 liter/menit dengan waktu 60 menit sebesar 24,1%.

Efisiensi transfer oksigen tergantung pada banyak faktor termasuk jenis, ukuran dan bentuk diffusers dan geometri tangki. pengaruh kedalaman air dalam tangki dan, perluasan cakupan area diffusers pada setiap kapasitas transfer oksigen (OC), efisiensi (E) dan, pada persentase penyerapan oksigen (δ) diuji (Ahmady,2006). Pada penelitian ini, peningkatan rentang difuser yang lebar akan mendapat kapasitas oksigenisasi sebesar 7,3 gr O2/m3water,hr menjadi sebesar 45 gr O2/m3water.hr.

Pada kedalaman air sebesar 0,4 m dan (f/B) rasio 0,25, persentasi penyerapan sekitar 5% dan meningkatkan rasio (f/B) menjadi 0.98. Pada kedalaman air tetap rasio dinaikkan menjadi sekitar 14%. Jika nilai f/B masih konstan, dengan meningkatkan kedalaman air dari 1,0 hingga 4,0 m akan meningkatkan nilai persentase dari 15% menjadi 40%.

Menurut Kusumawardani,2013,tujuan penelitian ini untuk mengetahui korelasi antara pengadukan mekanis pada jar test dan pengadukan hidrolis, dalam hal ini hydraulic jump, terhadap dosis koagulan yang digunakan. Sampel air yang digunakan berasal dari intake IPAM PDAM Tirtawening yang berasal dari Sungai Cikapundung. Penelitian dilaksanakan dengan melakukan proses koagulasi dan flokulasi menggunakan PAC pada reaktor hidrolis yang dibuat dan dengan pengadukan mekanis jar test. gradien kecepatan yang optimum untuk jenis pengadukan hidrolis dari empat variasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah 400/detik yang ditunjukkan pada Variasi 2 dengan efisiensi penyisihan kekeruhan mencapai 90%, peyisihan TSS mencapai 98%, serta penyisihan besi dan mangan mencpaai 90%.

Efisiensi penyisihan pada variasi ini juga menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan efisiensi pengadukan mekanis untuk gradien kecepatan yang sama. Pada variasi perbandingan yang mendekati dengan nilai G untuk unit skala lapangan dengan pengadukan hidrolis dihasilkan efisiensi yang hampir serupa jika dibandingkan dengan pengadukan mekanis dengan sesuai standar jar test.

(22)

No Nama Peneliti Tahun Judul Penelitian Resume Jurnal 1 J. Navisa, T.Sravya, M.

Swetha, dan M.

Venkatesan

2010 Effect Of Bubble Size On Aeration Process.

Semakin kecil ukuran nozzle, maka ukuran gelembung juga semakin kecil. Nilai kesadahan air mengalami penurunan paling banyak pada saat digunakan nozzle ukuran paling kecil. Gelembung yang lebih kecil yang dikeluarkan nozzle tinggal lebih lama dalam air dibandingkan dengan gelembung yang lebih besar dan terdapat peningkatan laju difusi oksigen dari gelembung udara ke air. Hal ini membantu penguapan garam dan pengurangan kesadahan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gelembung dengan ukuran yang lebih kecil membantu aerasi jadi lebih baik.

Gelembung dengan ukuran yang lebih kecil yang berasal dari nozzle lebih kecil untuk kecepatan udara superfisial yang tetap dengan area permukaan yang menyeluruh, membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk mencapai permukaan, meningkatkan waktu tinggal dari masing masing gelembung dalam air , dan mendorong laju transfer oksigen yang lebih baik

2 Garribay, R. Perez 2012 Gas dispersion measurements in microbubble flotation systems.

Penelitian ini merangkum hasil parameter dispersi microbubble dalam sistem laboratorium terkontrol. Efek dari konsentrasi suhu dan frother (MIBC) pada holdup gas (misalnya), kepadatan aliran permukaan superfisial (Sb), kecepatan udara superfisial (Jg), diameter gelembung Sauter (d32) dan efisiensi pembebasan udara. Dalam Setup eksperimental terdiri dari dua bagian utama: reaktor air saturasi udara dan kolom flotasi. Untuk memfasilitasi visualisasi gelembung, program eksperimental dilakukan dengan sistem biphasic (air-air), dan akhirnya dengan larutan berair dengan surfaktan MIBC. Proses selama 5

(23)

No Nama Peneliti Tahun Judul Penelitian Resume Jurnal

menit untuk menstabilkan suhu dan untuk homogenis konsentrasi frother pada 10 0 C dengan kecepatan udara superfisial 0,06 cm / s, fluktuasi luas permukaan gelembung mencapai 32 s-1. suhu dan kecepatan udara superfisial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap efisiensi pembebasan. Suhu meningkatkan efisiensi pembebasan, sementara kecepatan udara superfisial menurunkannya

3 Constantine, Mihaela, dkk 2014 Research Regarding The FREE Surface Water Aeration.

penelitian teoritis dan eksperimental yang dilakukan pada dua cairan: 1) air minum dari jaringan pasokan air Bucharest; 2) air dari Danau Plumbuita, perifer. Solusi konstruktif bubble generator (FBG) yang baik diedibuat dengan menggunakan mesin bor mikro, Ø 0,5 mm lubang dibuat di pelat berlubang FBG. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa kualitas aerasi meningkat setelah sekitar 90 menit proses FBG dengan menyoroti jenis generator gelembung halus.

4 Batara,Kapri.dkk 2017 Pengaruh Debit Udara dan Waktu Aerasi Terhadap Efisiensi Penurunan Besi dan Mangan Menggunakan Diffuser Aerator Pada Air Tanah.

Pemberian perlakuan debit udara dan waktu aerasi menyebabkan peningkatan penyisihan konsentrasi besi terlarut dan mangan terlarut secara signifikan. Sebesar 61,9% untuk penyisihan besi terlarut dan 24,1% untuk mangan terlarut dengan debit udara 6 L/menit pada menit ke 60.

Debit udara dan waktu aerasi berpengaruh secara signifikan menurunkan konsentasi besi dan mangan terlarut pada air tanah menggunakan diffuser aerator.

5 Edy Hariyanto, dkk 2005 Pengaruh bentuk diffuser terhadap transfer oksigen.

Pola sirkulasi air didalam bak aerator yang berperan penting dterhadap tinggi rendahnya efisiensi transfer O2

maupun Kla. Bentuk diffuser berlengan dua dengan

(24)

No Nama Peneliti Tahun Judul Penelitian Resume Jurnal

masing-masing lengan terdapat 12 lubang memberikan hasil terbaik engan nilai transfer oksigennya sebesar 3,05% dan 2,27/jam

Bentuk diffuser berpengaruh terhadap perpindahan massa oksigen yang ditunjukkan dengan nilai transfer O2 dan Kla 6 Prihanto Trihutomo 2015 Pengaruh Volume Alir Udara

Terhadap Pola Sebaran Gelembung Pada Bubble Plume.

peningkatan laju alir gas menyebabkan jumlah dan diameter gelembung meningkat dan juga memperlebar interval diameter dan dispersi gelembung.

Pola sebaran gelembung dibangkitkan dengan menginjeksikan udara dari kompresor melalui bubble generator. Besarnya variasi volume alir udara (gas flowrate) diperoleh dengan mengatur bukaan katup/valve, yang selanjutnya bisa dibaca pada rotameter.

Pada volume alir udara tertinggi yaitu 31.6 x 10-6m3/det, pancaran gelembung mencapai ketinggian 25 cm karena kuatnya injeksi gas. Daerah sebaran gelembung kedua (y2) dan ketiga (y3) adalah daerah pada ketinggian 25 cm (daerah antara 15 – 25 cm) dan pada ketinggian 35 cm (daerah antara 25 – 35 cm). Pada kedua daerah ini terjadi pemisahan dan penggabungan gelembung, kejadian ini menyebabkan terjadinya turbulensi aliran. Daerah sebaran gelembung keempat atau y4 adalah daerah pada ketinggian 45 cm (daerah antara 35 – 45 cm). Daerah ini merupakan daerah dekat permukaan fluida, pada daerah ini sudah tidak terjadi pemisahan dan penggabungan gelembung.

Pada ketinggian 15 cm gelembung-gelembung masih berkumpul ditengah, semakin keatas pergerakan gelembung semakin menyebar kearah sumbu X, dimana penyebaran terjauh terjadi pada ketinggian 45 cm.

(25)

I.2. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana pengaruh variasi laju alir udara yang di injeksikan pada bubble aerator dalam penurunan kadar besi (Fe) dan mangan (Mn) dengan metode aerasi menggunakan bubble aerator pada air sumur gali.

2. Bagaimana pengaruh pengadukan dalam penurunan kadar besi (Fe) dan mangan (Mn) dengan metode aerasi menggunakan bubble aerator pada air sumur gali.

I.3. Tujuan penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini yaitu:

1. Untuk menganalisis pengaruh variasi lajualir udara yang masuk dalam bubble aerator untuk penurunan kadar besi (Fe) dan mangan (Mn) dengan metode aerasi menggunakan bubble aerator pada air sumur gali.

2. Untuk menganalisis pengaruh pengadukan dalam bubble aerator untuk penurunan kadar besi (Fe) dan mangan (Mn) dengan metode aerasi menggunakan bubble aerator pada air sumur gali.

I.4. Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup pada penelitian ini adalah:

1. Ruang lingkup wilayah studi penelitian ini adalah di Desa Terjun ,Kecamatan Medan Marelan

2. Penelitian ini menggunakan metode aerasi yang menggunakan bubble aerator.

3. Batasan permasalahan pada penelitian ini adalah memnentukan pengaruh variasi laju aliran udara dan pengadukan pada penurunan besi (Fe) dan mangan (Mn).

4. Kadar logam yang dihitung pada penelitian ini adalah Fe dan Mn.

I.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

(26)

1. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa Fakultas Teknik tentang pengolahan air bersih, terutama mengenai teknik pengolahan air sumur gali.

2. Menambah wawasan ilmu pengetahuan penulis dalam menganalisa masalah teknik pengolahan air sumur gali.

3. Memberi informasi terhadap masyarakat secara umum tentang pengolahan air bersih dengan metode aerasi dan membantu penyedian air bersih yang memenuhi syarat serta kualitas yang baik.

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air Tanah

2.1.1. Defenisi Air Tanah

Air tanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah di dalam zona jenuh dimana tekanan hidrostatiknya sama atau lebih dari tekanan atmosfer air tanah terbagi atas air tanah dangkal dan air tanah dalam. Air tanah dangkal, terjadi karena adanya daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Air tanah dangkal ini pada kedalaman 15 meter sebagai sumur air minum, air tanah dangkal ini ditinjau dari segi kualitas agak baik, segi kuantitas kurang cukup dan tergantung pada musim. Air tanah dalam, terdapat setelah lapisan rapat air yang pertama. Pengambilan air tanah dalam, tak semudah pada air tanah dangkal karena harus digunakan bor dan memasukan pipa kedalamannya sehingga dalam suatu kedalaman biasanya antara 100-300 m (Suyono, 1993).

Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air bahwa yang dimaksud dengan air adalah semua air yang ,terdapat diatas ataupun dibawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, air laut yang berada didarat. Air adalah salah satu diantara pembawa penyakit yang berasal dari tinja untuk sampai kepada manusia.

Air tanah terbagi atas :

1. Air tanah dangkal Terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah.

Lumpur akan tertahan, demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masing- masing lapisan. Lapisan tanah di sini berfungsi sebagai saringan. Disamping penyaringan, pengotoran juga masih terus berlangsung, terutama pada muka air yang dekat dengan tanah, setelah menemui lapisan rapat air, air akan terkumpul merupakan air tanah dangkal di mana air tanah ini dimanfaatkan untuk sumber air bersih. Air tanah dangkal ini terdapat pada kedalaman 15 m. Sebagai sumber air bersih, air tanah

(28)

dangkal ini ditinjau dari segi kualitas agak baik. Kuantitas kurang karena tergantung pada musim.

2. Air tanah dalam Terdapat setelah lapis rapat air yang pertama. Pengambilan air tanah dalam, tak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini harus digunakan bor dan memasukkan pipa kedalamnya sehingga pada satu kedalaman antara 100 -300 m akan didapatkan suatu lapis air. Jika tekanan air tanah ini besar, maka air dapat menyembur ke luar dan dalam keadaan ini, sumur ini disebut dengan sumur artetis. Jika air tak dapat keluar dengan sendirinya maka digunakan pompa untuk membantu pengeluaran air tanah dalam ini. Air tanah dalam pada umumnya lebih baik dari air tanah dangkal, karena penyaringannya lebih sempurna dan bebas bakteri. Susunan unsur kimia tergantung pada lapis-lapis tanah yang dilalui. Jika melalui tanah kapur, maka air itu akan menjaadi sadah, karena mengandung Ca (HCO3)2 dan Mg (HCO3)2. Jika melalui batuan granit, maka air itu lunak dan agresif karena mengandung gas CO2 dan Mn (HCO3).

3. Mata air Adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kualitasnya sama dengan keadaan air tanah dalam. Berdasarkan keluarnya (munculnya ke permukaan tanah) terbagi atas :

 Rembesan, dimana air keluar dari lereng-lereng.

 Umbul, dimana air keluar ke permukaan pada suatu dataran.

2.1.2 Standar Baku Air Minum

Beberapa persyaratan air minum yang layak minum baik dari segi fisika, kimia, maupun biologinya antara lain sebagai berikut :

Persyaratan Fisika

Persyaratan Fisika Air minum harus memenuhi standar uji fisik (fisika), antara lain derajat kekeruhan, bau, rasa, jumlah zat padat terlarut, suhu, dan warnanya. Syarat fisik air yang layak minum sebagai berikut :

1. Kekeruhan Kualitas air yang baik adalah jernih (bening) dan tidak keruh. Batas maksimal kekeruhan air layak minum menurut PERMENKES RI Nomor 907 Tahun

(29)

2002 adalah 5 skala NTU. Kekeruhan air disebabkan oleh partikel - partikel yang tersuspensi di dalam air yang menyebabkan air terlihat keruh, kotor, bahkan berlumpur.

Bahan - bahan yang menyebabkan air keruh antara lain tanah liat, pasir, dan lumpur.

Air keruh bukan berarti tidak dapat diminum atau berbahaya bagi kesehatan. Namun, dari segi estetika, air keruh tidak layak atau tidak wajar untuk diminum (Awalludin, 2007 dalam Wiyono,dkk,2017).

2. Tidak Berbau dan Rasanya Tawar Air yang kualitasnya baik adalah tidak berbau dan memiliki rasa tawar. Bau dan rasa air merupakan dua hal yang mempengaruhi kualitas air. Bau dan rasa dapat dirasakan langsung oleh indra penciuman dan pengecap.

Biasanya, bau dan rasa saling berhubungan. Air yang berbau busuk memiliki rasa kurang (tidak) enak. Dilihat dari segi estetika, air berbau busuk tidak layak dikonsumsi.

Bau busuk merupakan sebuah indikasi bahwa telah atau sedang terjadi proses pembusukan (dekomposisi) bahan-bahan organik oleh mikroorganisme di dalam air.

Selain itu, bau dan rasa dapat disebabkan oleh senyawa fenol yang terdapat di dalam air (Efendi, 2003, dalam Wiyono,dkk,2017).

3. Jumlah Padatan Terapung Perlu diperhatikan, air yang baik dan layak untuk diminum tidak mengandung padatan terapung dalam jumlah yang melebihi batas maksimal yang diperbolehkan (1000 mg/L). Padatan yang terlarut di dalam air berupa bahan -bahan kimia anorganik dan gas – gas yang terlarut. Air yang mengandung jumlah padatan melebihi batas menyebabkan rasa yang tidak enak, menyebabkan mual, penyebab serangan jantung (cardiacdisease), dan tixaemia pada wanita hamil (Efendi, 2003, dalam Wiyono,dkk,2017).

4. Suhu Normal Air yang baik mempunyai temperatur normal, 8º dari suhu kamar (27ºC).

Suhu air yang melebihi batas normal menunjukkan indikasi terdapat bahan kimia yang terlarut dalam jumlah yang cukup besar (misalnya, fenol atau belerang) atau sedang terjadi proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme. Jadi, apabila kondisi air seperti itu sebaiknya tidak diminum.

5. Warna Warna pada air disebabkan oleh adanya bahan kimia atau mikroorganik (plankton) yang terlarut di dalam air. Warna yang disebabkan bahan - bahan kimia disebut apparent color yang berbahaya bagi tubuh manusia. Warna yang disebabkan oleh mikroorganisme disebut true color yang tidak berbahaya bagi kesehatan. Air yang layak dikonsumsi harus jernih dan tidak berwarna. PERMENKES RI Nomor 907

(30)

Tahun 2002 menyatakan bahwa batas maksimal warna air yang layak minum adalah 15 skala TCU (Awalludin, 2007, dalam Wiyono,dkk,2017).

Persyaratan Kimia

Persyaratan Kimia Standar baku kimia air layak minum meliputi batasan derajat keasaman, tingkat kesadahan, dan kandungan bahan kimia organik maupun anorganik pada air.

Persyaratan kimia sebagai batasan air layak minum sebagai berikut:

a. Derajat Keasaman (pH) pH menunjukkan derajat keasaman suatu larutan. Air yang baik adalah air yang bersifat netral (pH = 7). Air dengan pH kurang dari 7 dikatakan air bersifat asam, sedangkan air dengan pH di atas 7 bersifat basa. Menurut PERMENKES RI Nomor 907 Tahun 2002, batas pH minimum dan maksimum air layak minum berkisar 6,5-8,5.

Khusus untuk air hujan, pH minimumnya adalah 5,5. Tinggi rendahnya pH air dapat mempengaruhi rasa air. Maksudnya, air dengan pH kurang dari 7 akan terasa asam di lidah dan terasa pahit apabila pH melebihi 7.

b. Kandungan Bahan Kimia Organik Air yang baik memiliki kandungan bahan kimia organik dalam jumlah yang tidak melebihi batas yang ditetapkan. Dalam jumlah tertentu, tubuh membutuhkan air yang mengandung bahan kimia organik. Namun, apabila jumlah bahan kimia organik yang terkandung melebihi batas dapat menimbulkan gangguan pada tubuh.

Hal itu terjadi karena bahan kimia organik yang melebihi batas ambang dapat terurai jadi racun berbahaya. Bahan kimia organik tersebut antara lain NH4, H2S, SO4 2- , dan NO3.

c. Kandungan Bahan Kimia Anorganik Kandungan bahan kimia anorganik pada air layak minum tidak melebihi jumlah yang telah ditentukan. Bahan - bahan kimia yang termasuk bahan kimia anorganik antara lain garam dan ion - ion logam (Fe, Al, Cr, Mg, Ca, Cl, K, Pb, Hg, Zn). d. Tingkat Kesadahan Kesadahan air disebabkan adanya kation (ion positif) logam dengan valensi dua, seperti Ca2+ , Mn2+ , Sr2+, Fe2+ , dan Mg2+. Secara umum, kation yang sering menyebabkan air sadah adalah kation Ca2+ dan Mg2+ . Kation ini dapat membentuk kerak apabila bereaksi dengan air sabun. Sebenarnya, tidak ada pengaruh derajat kesadahan bagi kesehatan tubuh. Namun, kesadahan air dapat menyebabkan sabun atau deterjen tidak bekerja dengan baik (tidak berbusa). Berdasarkan PERMENKES RI Nomor 907 Tahun 2002, derajat kesadahan (CaCO3) maksimum air yang layak minum adalah 500 mg per liter (Efendi, 2003mdalam Wiyono,2017).

(31)

Persyaratan Biologi

a. Tidak Mengandung Organisme Patogen Organisme patogen berbahaya bagi kesehatan manusia. Beberapa mikroorganisme patogen yang terdapat pada air berasal dari golongan bakteri, protozoa, dan virus penyebab penyakit. - Bakteri Salmonella typhi, Sighella dysentia, Salmonella paratyphi, dan Leptospira. - Golongan protozoa seperti Entoniseba histolyca dan Amebic dysentry. - Virus Infectus hepatitis merupakan penyebab hepatitis.

b. Tidak Mengandung Mikroorganisme Nonpatogen Mikroorganisme nonpatogen merupakan jenis mikroorganisme yang tidak berbahaya bagi kesehatan tubuh. Namun, dapat menimbulkan bau dan rasa yang tidak enak, lender, dan kerak pada pipa.

Beberapa mikroorganisme nonpatogen yang berada di dalam air sebagai berikut:

- Beberapa jenis bakteri, antara lain Actinomycetes (Moldlikose bacteria), Bakteri coli (Coliform bacteria), Fecal streptococci, dan Bakteri Besi (Iron Bacteria).

- Sejenis ganggang atau Algae yang hidup di air kotor menimbulkan bau dan rasa tidak enak pada air.

- Cacing yang hidup bebas di dalam air (free living) Penyakit akibat pencemaran air, termasuk:

a. Kolera, disebabkan oleh bakteri vibrio chlorae saat Anda mengonsumsi air atau makanan yang terkontaminasi oleh feses orang yang mengidap penyakit ini. Anda juga bisa terjangkit kolera jika Anda mencuci bahan makanan dengan air yang terkontaminasi. Gejala termasuk: diare, muntah, kram perut, dan sakit kepala.

b. Amoebiasis, atau Diare Pelancong, disebabkan oleh amoeba yang hidup di air tercemar. Amoeba ini mengakibatkan infeksi pada usus besar dan hati. Gejala termasuk diare berdarah dan berlendir, bisa ringan atau sangat parah.

c. Disentri, disebabkan oleh bakteri yang masuk dalam mulut melalui air atau makanan yang tercemar. Tanda dan gejala disentri termasuk demam, muntah, sakit perut, diare berdarah dan berlendir parah.

d. Diare, diare infeksi adalah salah satu penyakit paling umum akibat bakteri dan parasit yang berdian di air tercemar. Diare mengakibatkan feses encer/cair yang menyebabkan penderitanya mengalami dehidrasi, bahkan kematian pada anak dan balita.

e. Hepatitis A,disebabkan oleh virus hepatitis A yang menyerang hati. Biasanya menyebar melalui konsumsi air atau makanan yang terkontaminasi feses, atau melalu kontak langsung dengan feses dari pengidap.

(32)

f. Keracunan timbal, paparan kronis dari keracunan timbal bisa mengakibatkan kondisi medis serius, termasuk kerusakan organ, gangguan sistem saraf, anemia, dan penyakit ginjal.

g. Malaria, adalah virus yang disebarkan oleh parasit dari nyamuk Anopheles betina.

Nyamuk berkembang biak di air. Tanda dan gejala malaria termasuk demam, sakit kepala, dan kedinginan menggigil. Jika dibiarkan, malaria bisa berujung pada komplikasi seperti pneumonia, anemia parah, koma, dan kematian.

h. Polio, adalah virus menular akut yang disebabkan oleh poliovirus. Polio menyebar melalui feses dari pengidap penyakit.

i. Trachoma (infeksi mata), akibat kontak dengan air tercemar. Setidaknya 6 juta orang pengidap trachoma mengalami kebutaan.

2.2 PENCEMARAN AIR TANAH

2.2.1. Mekanisme Terjadinya Pencemaran Air Tanah di sekitar TPA

Keberadaan Tempat Pemrosesan Akhir atau TPA diidentifikasi sebagai salah satu sumber utama pencemar terhadap sumber daya air baku. Area disekitar TPA memiliki kemungkinan besar untuk terkontaminasi akibat dari potensi sumber pencemar yang meresap ke dalam tanah (USEPA, 1984, dalam adipura,2015). Berdasarkan studi yang pernah dilakukan di landfill Lagos Nigeria, menunjukan bahwa logam seperti besi dan mangan terkandung dalam air baku dengan kadar berlebihan akibat pengoperasian landfill tersebut (Ogundiran and Afolabi, 2008, dalam Adipura, 2015). Hal ini diperkuat dengan pernyataan Freeze dan Cherry (1979, dalam Adipura, 2015) yang menyatakan bahwa landfill yang mengandung limbah padat yang dipadatkan secara berturut-turut kemungkinan dapat mencemari air baku disekitarnya apabila tidak dikelola dengan baik dan benar. Air tanah merupakan alternatif utama bagi masyarakat untuk mendapatkan air bersih dengan mudah karena pembuatannya tergolong mudah. Penggunaan air tanah dengan sarana sumur bor atau sumur gali dilakukan juga oleh penduduk di sekitar TPA . Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber, pengumpulan, pemindahan/pengangkuan, pengolahan dan pembuangan.

Sebagian besar pencemaran air tanah berkaitan erat dengan cara pembuangan limbah di atas permukaan tanah atau ke dalam tanah. Masuknya pencemar ke dalam air tanah terjadi dengan perkolasi dari permukaan tanah, melalui suur dan air permukaan. Faktor kondisi fisik erat kaitannya dengan kemungkinan terjadinya pencemaran air tanah. Le Grand dalam Todd 1983, mengevaluasi potensi pencemaran pada air tanah dengan mendasarkan atas

(33)

kedalaman sumber pencemar dari permukaan air tanah, penyerapan oleh material di atas muka air tanah, permeabilitas akuifer, gradient muka air tanah dan jarak horizontal antara sumur dengan sumber pencemar. Makin dekat jarak vertikal antara sumber pencemar dengan muka air tanah makin besar kemungkinan air tanah tersebut mengalami pencemaran. Aliran pencemar tidak hanya terjadi pada arah vertikal tetapi juga ke arah horizontal. Zat pencemar akan sejalan dengan aliran air tanah, abik pada arah vertikal maupun arah horizontal.

Kadar pencemar di dalam air tanah cenderung menurun sejalan dengan waktu dan jarak yang dilaluinya. Penurunan kadar pencemar tersebut melibatkan banyak mekanisme di dalamnya, termasuk penyaringan (filtrasi), penyerapan (absorbsi), proses-proses kimia, dekomposisi oleh mikrobiologi dan pengenceran (dillution). Laju penurunan kadar pencemar tersebut tergantung pula dari jenis pencemar dari kondisi hidrogeologi setempat (Nivran, 2009).

Besi dan Mangan merupakan logam yang sering ditemui keberadaannya secara alamiah di bebatuan, tanah, dan air. Namun tidak jarang kedua logam ini berasal dari aktivitas manusia, antara lain limbah baterai, kaleng susu, korek api, pelapis, dan lainnya. Besi dan mangan pada dasarnya diperlukan oleh tubuh dengan standar konsentrasi maksimal dalam air baku yang diperbolehkan adalah sebesar 0,3 mg/l untuk besi dan 1 mg/l untuk mangan berdasarkan Pergub Sulsel No. 69 Tahun 2010 tentang baku mutu dan kriteria kerusakan lingkungan hidup untuk peruntukkan air kelas I, yakni sebagai sumber air yang dapat dikonsumsi. Selain berpengaruh terhadap kesehatan manusia, besi dan mangan yang terlalu tinggi di dalam air baku dapat berakibat buruk terhadap sistem engineering termasuk didalamnya perpipaan, yaitu menyebabkan korosi dalam pipa dan pada akhirnya berdampak terhadap biaya yang harus dikeluarkan untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Konsentrasi besi dan mangan terlarut di dalam air baku dapat diprediksi oleh beberapa parameter kualitas air, diantaranya adalah suhu, pH, oksigen terlarut (DO) dan BOD.

Keempat parameter ini berpengaruh terhadap reaksi biokimiawi yang terjadi di dalam air baku sehingga ikut menentukan besarnya perubahan konsentrasi besi dan mangan di dalam air baku. Freeze dan Cherry (1979, dalam Adipura, 2015) menyatakan bahwa semakin cepat molekul air bergerak maka akan semakin banyak energi yang dihasilkan yang kemudian akan meningkatkan suhu air tersebut. Energi yang dihasilkan dapat berupa

(34)

proses reduksi dan oksidasi besi dan mangan untuk membuat kedua material ini terlarut di dalam air baku. Semakin besar energi yang dihasilkan menandakan bahwa laju oksidasi di dalam air semakin meningkat pada suhu tinggi dan beban oksigen pun ikut meningkat sehingga menurunkan kelarutan oksigen di dalam air baku dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap keseimbangan ion hidrogen di dalam air baku tersebut. Air hasil pembusukan sampah disebut lindi (leacheate). Air lindi tersusun atas zat-zat kimia, baik organik maupun anorganik yang bersifat akumulatif dan sejumlah bakteri pathogen dan arasitik, sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika air hujan melewati timbunan sampah maka akan mempercepat proses masuknya lindi ke dalam tanah, sehingga hal ini dapat menimbulkan pencemaran air tanah.

Menurut Fried (1974, dalam Hajrah, 2014) transport kontaminan pada air tanah meliputi proses transport itu sendiri dan perilaku dari kontaminan. Selain dipengaruhi oleh musim pencemaran air akan terjadi apabila salah penempatan, konstruksi dan pengoperasian dari sumur tersebut (Margono, 2010). Kandungan mineral atau zat kimia yang selalu ada dalam air tanah adalah Fe, Mn dan kesadahan. Besi dan Mangan dalam air berasal dari tanah yang memang mengandung banyak kandungan mineral dan logam yang larut dalam air tanah.

Kedua logam ini pada konsentrasi tinggi menyebabkan bercak noda kuning kecoklatan untuk Besi dan kehitaman untuk Mangan, yang sangat menganggu secara estetika. Pada umumnya Besi yang ada dalam air dapat bersifat : terlarut sebagai fero (Fe2+) dan tidak terlarut sebagai feri (Fe3+), tersuspensi sebagai butiran koloid Fe(OH)3. Adapun Besi terlarut yang berasal dari pipa atau tangki besi adalah akibat dari kondisi antara lain : PH yang rendah, O2 terlarut dalam air, tingginya suhu air, kuatnya daya hantar listrik danadanya bakteri besi dalam air.

Pemeriksaan air secara mikrobiologi sangat penting dilakukan karena air merupakan substansi yang sangat penting dalam menunjang kehidupan mikroorganisme yang meliputi pemeriksaan secara mikrobiologi baik secarakualitatif maupun kuantitatif dapat dipakai sebagai pengukuran derajat pencemaran. Pemeriksaan derajat pencemaran air secara mikrobiologi umumnya ditunjukkan dengan kehadiran bakteri indikator seperti Total Coliform dan Fecal coliform. Bakteri Coliform sebagai suatu kelompok dicirikan sebagai bakteri berbentuk batang gram negatif, tidak membentuk spora, aerobik, dan anaerobik fakultatif yang memfermentasi laktosa dengan menghasilkan asam dan gas dalam waktu 48

(35)

jam pada suhu 35° C. Pencemaran akibat adanya bakteri total coliform dan fecal coliform di dalam air tanah akan berdampak terhadap kesehatan masyarakat seperti penyakit diare, gatal-gatal, alergi pada kulit.

Sebagian besar pencemaran air tanah berkaitan erat dengan cara pembuangan limbah di atas permukaan tanah atau ke dalam tanah. Masuknya pencemar ke dalam air tanah terjadi dengan perkolasi dari permkaan tanah, melalui suur dan air permukaan. Faktor kondisi fisik erat kaitannya dengan kemungkinan terjadinya pencemaran air tanah. Le Grand dalam Todd 1983, mengevaluasi potensi pencemaran pada air tanah dengan mendasarkan atas kedalaman sumber pencemar dari permukaan air tanah, penyerapan oleh material di atas muka air tanah, permeabilitas akuifer, gradient muka air tanah dan jarak horizontal antara sumur dengan sumber pencemar. Makin dekat jarak vertikal antara sumber pencemar dengan muka air tanah makin besar kemungkinan air tanah tersebut mengalami pencemaran. Aliran pencemar tidak hanya terjadi pada arah vertikal tetapi juga ke arah horizontal. Zat pencemar akan sejalan dengan aliran air tanah, abik pada arah vertikal maupun arah horizontal.

Kadar pencemar di dalam air tanah cenderung menurun sejalan dengan waktu dan jarak yang dilaluinya. Penurunan kadar pencemar tersebut melibatkan banyak mekanisme di dalamnya, termasuk penyaringan (filtrasi), penyerapan (absorbsi), proses-proses kimia, dekomposisi oleh mikrobiologi dan pengenceran (dillution). Laju penurunan kadar pencemar tersebut tergantung pula dari jenis pencemar dari kondisi hidrogeologi setempat (Nivran, 2009).

Menurut Fried (1974, dalam Hajrah, 2014) transport kontaminan pada air tanah meliputi proses transport itu sendiri dan perilaku dari kontaminan. Selain dipengaruhi oleh musim pencemaran air akan terjadi apabila salah penempatan, konstruksi dan pengoperasian dari sumur tersebut (Margono, 2010). Kandungan mineral atau zat kimia yang selalu ada dalam air tanah adalah Fe, Mn dan kesadahan.Besi dan Mangan dalam air berasal dari tanah yang memang mengandung banyak kandungan mineral dan logam yang larut dalam air tanah.

Kedua logam ini pada konsentrasi tinggi menyebabkan bercak noda kuning kecoklatan untuk Besi dan kehitaman untuk Mangan, yang sangat menganggu secara estetika. Pada umumnya Besi yang ada dalam air dapat bersifat : terlarut sebagai fero (Fe2+) dan tidak terlarut sebagai feri (Fe3+), tersuspensi sebagai butiran koloid Fe(OH)3. Adapun Besi

(36)

terlarut yang berasal dari pipa atau tangki besi adalah akibat dari kondisi antara lain : PH yang rendah, O2 terlarut dalam air, tingginya suhu air, kuatnya daya hantar listrik danadanya bakteri besi dalam air.

2.2.2 Kadar Besi (Fe) dalam Air

Besi adalah salah satu elemen kimia yang dapat ditemui pada hampir setiap tempat di bumi, pada semua lapisan geologis dan badan air.

Besi merupakan zat tunggal yang secara kimia tidak dapat diuraikan lagi menjadi zat-zat lain yang lebih sederhana dengan karakteristik antara lain : permukaan mengkilap, penghantar listrik dan panas, pada suhu kamar berwujud padat, masuk golongan VIII dari tabel periodik, lambang atom Fe, nomor atom 26 (Supriyadi, 2010). Di dalam tanah berada dalam batuan yang tidak mudah larut dan berbentuk ferrioksida serta ferrous carbonat yang sedikit larut dalam air. Apabila konsentrasi Besi terlarut dalam air melebihi batas yang dipersyaratkan maka akan menyebabkan masalah yaitu gangguan teknis, fisik dan kesehatan.

Pada umumnya, besi yang ada di dalam air dapat bersifat : a. Terlarut sebagai

Fe2 = Fero atau Fe3+( Feri )

b. Tersuspensi sebagai butiran koloid (diameter < 1 μm) atau lebih besar, seperti Fe 2O 3,FeO, FeOH, Fe (OH)3 dan sebagainya.

c. Tergabung dengan zat organik atau zat padat yang inorganis (seperti tanah liat). Pada air permukaan jarang ditemukan kadar besi (Fe) lebih besar dari 1 mg/l, tetapi didalam air tanah kadar besi (Fe) dapat jauh lebih tinggi. Konsentrasi kadar besi (Fe) yang tinggi ini dapat dirasakan dan dapat menodai kain, dan perkakas dapur. Pada air yang tidak mengandung oksigen (O2) seperti seringkali air tanah, besi berada sebagai Fe2+ (ferro) yang cukup dapat terlarut, sedangkan pada air sungai yang mengalir dan terjadi aerasi,Fe2+

teroksidasi menjadi Fe3+ . Fe 3+ ini sulit larut pada pH 6 sampai 8 (kelarutan hanya di bawah beberapa μm/1), bahkan dapat menjadi ferihidroksida Fe(OH)3 atau salah satu jenis oksida yang merupakan zat padat dan bisa mengendap. Demikian pula dalam air sungai,

(37)

besi berada sebagai Fe2+ , Fe3+ terlarut dan Fe3+ dalam bentuk senyawa organis berupa koloid (Alaerts 1984).

Besi seperti juga cobalt dan nikel di dalam susunan berkala unsur termasuk logam golongan VII, dengan berat atom 55,85, berat jenis 7,86, dan mempunyai titik lebur 24500 C. di alam biasanya banyak terdapat di dalam bijih besi hematite, mangnetite, limonite, dan pyrite (FeS), senyawa ferro dalam air yang sering dijumpai adalah FeO, FeSO4, FeSO4, 7H2O, FeCO3, Fe(OH)2, FeCl2 dan lainnya, sedangkan senyawa ferri yang sering dijumpai yakni FePO4, Fe2O3, FeCl3, Fe(OH)3, dan lainnya. Untuk air minum, konsentrasi zat besi dibatasi maksimum 0,3 mg/L. Hal ini ditetapkan bukan ditetapkan berdasarkan alasan kesehatan semata tetapi ditetapkan berdasarkan alasan masalah warna, rasa, serta timbulnya kerak yang menempel pada system perpipaan atau alasan estetika lainnya. Manusia dan makhluk hidup lainnya dalam kadar tertentu memerluka zat besi sebagai nutrient, tetapi untuk kadar yang berlebihan perlu dihindari. Untuk garam ferrosulfat (FeSO4) dengan konsentrasi 0,1-0,2 mg/L dapat menimbulkan rasa yang tidak enak pada air minum. Dengan dasar ini standar air minum WHO untuk Eropa menetapkan kadar besi dalam air minum 0,1 mg/L. Menurut Wright (1984) Kadar besi (Fe) biasanya ditemukan dalam air dalam beberapa bentuk, dalam sumur atau mata air sering dijumpai dalam bentuk besi karbonat FeCO3. Bentuk ini dalam air tidak menimbulkan warna, Meskipun tidak menimbulkan warna, dalam keadaan tersebut apabila bertemu dengan udara untuk beberapa waktu, lama kelamaan akan menjadi presipitat merah coklat presipitat ini akan menyebabkan karat dalam air. Berbeda dengan mangan, zat besi di dalam air minum pada tingkat konsentrasi mg/L tidak memberikan pengaruh yang buruk pada kesehatan, tetapi dalam kadar yang besar dapat menyebabkan air berwarna coklat kemerahan yang tidak diharapkan. Oleh karena itu, di dalam proses pengolahan air minum, garam besi valensi dua (ferro) yang larut dalam air perlu diubah menjadi garam besi valensi tiga (ferri) yang tak larut di dalam air sehingga mudah dipisahkan (Said, 2005) 2.2.3. Kadar Mangan (Mn) dalam Air

Mangan adalah logam berwarna abu-abu putih. Mangan adalah unsur reaktif yang mudah menggabungkan dengan ion dalam air dan udara. Di bumi, mangan ditemukan dalam sejumlah mineral kimia yang berbeda dengan sifat fisiknya, tetapi tidak pernah ditemukan sebagai logam bebas di alam. Mineral yang paling penting adalah pyrolusite, karena

(38)

merupakan mineral biji utama untuk mangan. Kehadiran mangan dalam air tanah bersamaan dengan besi yang berasal dari tanah dan bebatuan. Mangan dalam air berbentuk mangan bikarbonat (Mn(HCO3)2), mangan klorida (MnCl2) dan mangan sulfat (MnSO4)3

(Pacini,2005).

Mangan merupakan unsur logam yang termasuk golongan VII, dengan berat atom 54,93, titik lebur 1247oC, dan titik didihnya 2032oC (BPPT, 2004). Mangan (Mn) adalah metal kelabu-kemerahan. Di alam jarang sekali dalam keadaan unsur. Umumnya berada dalam keadaan senyawa dengan berbagai macam valensi. Di dalam hubungannya dengan kualitas air yang sering dijumpai adalah senyawa mangan dengan valensi 2, valensi 4, dan valensi 6. Di dalam air minum mangan (Mn) menimbulkan rasa, warna (coklat/ungu/hitam) dan kekeruhan (Fauziah, 2011).

Tingkat kandungan mangan yang di izinkan dalam air yang digunakan untuk keperluan domestik sangat rendah, yaitu dibawah 0,05 mg/L. Dalam kondisi aerob mangan dalam perairan terdapat dalam bentuk MnO2 dan pada dasar perairan tereduksi menjadi Mn2+

atau dalam air yang kekurangan oksigen (DO rendah). Oleh karena itu, pemakaian air yang berasal dari suatu sumber air, sering ditemukan mangan dalam konsentrasi tinggi . Pada pH yang agak tinggi dan kondisi aerob terbentuk mangan yang tidak larut seperti MnO2, atau MnCO3 meskipun oksidasi dari Mn2+ itu berjalan relatif lambat (Achmad,2004).

Di dalam proses penghilangan mangan dengan cara aerasi, adanya kandungan alkalinity, HCO3- yang cukup besar dalam air, akan menyebabkan senyawa mangan berada dalam bentuk mangano bikarbonat Mn(HCO3)2, oleh karena bentuk CO2 bebas lebih stabil daripada HCO3-, maka senyawa bikarbonat cenderung berubah menjadi senyawa karbonat Fe(HCO3)2 => FeCO3 + CO2 + H2O...(reaksi 1) Mn(HCO3)2 =>MnCO3 + CO2 + H2O………..….(reaksi 2) Dari reaksi tersebut dapat dilihat, jika CO2 berkurang, maka kesetimbangan reaksi akan bergeser ke kanan dan selanjutnya reaksi akan menjadi sebagai berikut:

FeCO3 + CO2 => Fe (OH)2 + CO2...(reaksi 3) MnCO3 + CO2 => Mn (OH)2 + CO2...(reaksi 4)

(39)

Baik hidroksida besi (valensi 2) maupun hidroksida mangan (valensi 2) masih mempunyai kelarutan yang cukup besar, sehingga jika terus dilakukan oksidasi dengan udara atau aerasi akan menjadi reaksi (ion) sebagai berikut :

4 Fe2+ + O2 + 10 H2O => 4 Fe (OH)3 + 8 H+...(reaksi 5) 2 Mn2+ + O2 + 2 H2O => 2 MnO2 + 4 H+...(reaksi 6) Sesuai dengan reaksi tersebut, maka untuk mengoksidasi setiap 1 mg/L zat besi dibutuhkan 0,14 mg/L oksigen dalam setiap 1 mg/L mangan dibutuhkan 0,29 mg/L. Pada pH rendah, (udara) relatif lambat, sehingga pada prakteknya untuk mempercepat reaksi dilakukan dengan cara menaikan pH air yang akan diolah (Said, 2005).

Konsentrasi mangan di dalam sistem air alami umumnya kurang dari 0,1 mg/l, jika konsentrasinya melebihi 1 mg/l maka dengan cara pengolahan biasa akan sulit untuk menurunkan konsentrasinya sampai derajad yang diijinkan sebagai air minum, oleh karena itu perlu pengolahan yang khusus (Said, 2008). Untuk menghilangkan mangan di dalam air yang paling sering digunakan adalah dengan cara oksidasi yang diikuti proses pemisahan padatan (suspended solids). Mangan lebih sulit dioksidasi dari pada besi, hal ini disebabkan karena kecepatan oksidasi mangan lebih rendah dibanding dengan kecepatan oksidasi besi.

2.3 Metode Pengolahan Air 2.3.1 Aerasi

Menurut Sutrisno (2010) aerasi adalah pengolahan air dengan cara mengontakkannya dengan udara. Aerasi secara luas telah digunakan untuk mengolah air yang mempunyai kandungan kadar besi (Fe) terlalu tinggi (mengurangi kandungan konsentrasi zat padat terlarut). Zat–zat tersebut memberikan rasa pahit pada air, menghitamkan pemasakan beras dan memberikan noda hitam kecoklat–coklatan pada pakaian yang dicuci. Dalam proses aerasi adalah oksigen yang ada di udara, akan bereaksi dengan senyawa Ferus dan manganous terlarut merubah menjadi ferric (Fe) dan manganic oxide hydrates yang tidak larut. Setelah itu dilanjutkan dengan pengendapan (sedimentasi) atau penyaringan (filtrasi).

(40)

Perlu dicatat bahwa oksidasi terhadap senyawa besi didalam air tidak selalu terjadi dalam waktu yang cepat (Fatima, 2015).

Aerasi adalah satu pengolahan air dengan cara penambahan oksigen kedalam air.

Penambahan oksigen dilakuan sebagai salah satu usaha pengambilan zat pencemar yang tergantung di dalam air, sehingga konsentrasi zat pencemar akan hilang atau bahkan dapat dihilangkan sama sekali. Pada prakteknya terdapat dua cara untuk menambahkan oksigen kedalam air yaitu dengan memasukkan udara ke dalam air dan atau memaksa air ke atas untuk berkontak dengan oksigen (Ratna, 2014).

2.3.2. Prinsip Pengolahan Air Secara Aerasi

Aerasi adalah pengolahan air dengan cara mengontakkannya dengan udara. Aerasi secara luas telah digunakan untuk mengolah air yang mempunyai kandungan kadar besi (Fe) terlalu tinggi (mengurangi kandungan konsentrasi zat padat terlarut). Zat-zat tersebut memberikan rasa pahit pada air, menghitamkan pemasakan beras dan memberikan noda hitam kecoklatcoklatan pada pakaian yang dicuci.

2.3.3. Proses Aerasi

Dalam proses aerasi adalah oksigen yang ada di udara, akan bereaksi dengan senyawa ferus dan manganous terlarut merubah mereka menjadi ferric (Fe) dan manganic oxide hydrates yang tidak bisa larut. Setelah itu dilanjutkan dengan pengendapan (sedimentasi) atau penyaringan (filtrasi). Perlu dicatat bahwa oksidasi terhadap senyawa besi didalam air tidak selalu terjadi dalam waktu yang cepat. Apabila air mengandung zat organik, pembentukan endapan besi melalui proses aerasi terlihat sangat tidak efektif. Untuk pengolahan air minum, kebanyakan dilakukan dengan menyebarkan air agar kontak dengan udara melalui tetesan-tetesan air yang kecil (Waterfall aerators/ aerator air terjun), atau dengan mencampur air dengan gelembung-gelembung udara (bubble aerator).

Dengan kedua cara tersebut jumlah oxygen pada air bisa dinaikkan sampai 60 – 80 % (dari jumlah oksigen yang tertinggal, yaitu air yang mengandung oksigen sampai jenuh). Pada aerator terjun (waterfall aerator) cukup besar bisa menghilangkan gas-gas yang terdapat dalam air.

(41)

Penurunan carbon dioxide CO2 oleh waterfall aerator cukup berarti, tetapi tidak memadai apabila air yang diolah sangat corrosive. Pengolahan selanjutnya seperti pembubuhan kapur atau dengan saringan marmer atau delomite yang dibakar masih dibutuhkan

2.3.4. Tujuan Aerasi

Tujuan aerasi adalah menghilangkan rasa dan bau (yang disebabkan hidrogen dan komponen organik) dengan oksida/ valatilisasi, mengoksidasi Fe, transfer O2 ke dalam air dan membebaskan volitali gas dari dalam air. Oksidasi Fe dapat berjalan dengan baik pada pH 7,5 – 8 dalam waktu 15 menit. Endapan besi yang terbentuk dapat dihilangkan dengan koagulan dan filtrasi. Aerasi mampu mengendapkan besi jika tidak ada zat organik jenis humik dan fulvik acid (jika ada zat tersebut akan membentuk senyawa kompleks dengan besi yang tidak dapat mengendap secara sempurna setelah aerasi, dan biasanya ikatan kompleks ini berwarna, selain itu memperlambat proses oksidasi).

Fungsi utama aerasi dalam pengolahan air adalah melarutkan oksigen ke dalam air untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air, dalam campuran tersuspensi lumpur aktif dalam bioreaktor dan melepaskan kandungan gas-gas yang terlarut dalam air, serta membantu pengadukan air (Awaluddin, 2007).

Dalam proses aerasi terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perpindahan oksigen, diantaranya sebagai berikut (Benefield, 1980):

1. Suhu Koefisien transfer gas (KLa) meningkat seiring dengan kenaikan suhu, karena suhu dalam air akan mempengaruhi tingkat difusi, tegangan permukaan dan kekentalan air. Kemampuan difusi oksigen meningkat dengan peningkatan suhu, sedang tegangan permukaan dan kekentalan menurun seiring dengan kenaikan suhu.

2. Kejenuhan Oksigen

Konsentrasi jenuh oksigen (Cs) dalam air tergantung pada suhu dan tekanan parsial oksigen yang berkontak dengan air. Secara teoritis konsentrasi oksigen terlarut dalam air pada tekanan 760 mmHg.

3. Karateristik Air

(42)

Dalam praktik ada perbedaan nilai KLa untuk air bersih dengan KLa air limbah yang mengandung materi tersuspensi, surfaktan (detergen) dalam larutan dan perbedan temperatur. Faktor-faktor ini juga mempengaruhi nilai Cs.

4. Turbulensi Air

Turbulensi akan menurunkan derajat tahanan liquid – film, laju perpindahan masa oksigen karena terjadi percepatan laju pergantian permukaan bidang kontak, yang berakibat pada defisit oksigen (driving-force, ΔC) tetap terjaga konstan, serta akan meningkatkan nilai koefisien perpindahan oksigen (KLa)

Transfer oksigen ke dalam cairan merupakan faktor penting dalam pengolahan limbah cair secara biokimia-aerobik. Teori two-film didasarkan pada model fisik dimana dua lapisan film berada pada bidang kontak gas-cair. Gas (oksigen) maupun liquid (limbah cair) dibayangkan memiliki lapisan tipis pada permukaannya (film layer) yang akan menghambat perpindahan massa. Ini menyebabkan massa oksigen harus melewati dua lapisan tersebut yang merupakan tahanan (resistance) sehingga konsentrasi gas (oksigen) dalam bulk gas (udara) tidak akan sama dengan konsentrasi pada permukaan cairan sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Transfer oksigen dalam pengolahan limbah cair

Pada gambar 1. ditunjukkan profil akan menurun baik untuk tekanan parsial maupun konsentrasi dari gas (oksigen), pada fase gas maupun fase cair. Pada saat melewati lapisan

Referensi

Dokumen terkait