• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Penganguran, Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) Terhadap Kemiskinan dengan Zakat sebagai Variabel Moderasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Analisis Pengaruh Penganguran, Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) Terhadap Kemiskinan dengan Zakat sebagai Variabel Moderasi"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

AL-AMWAL: JURNAL EKONOMI DAN PERBANKAN SYARI’AH (tahun) Vol ….: …..

DOI: ……….

Al-Amwal: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah ISSN: 2303-1573 e-ISSN: 2527-3876

Homepage: https://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/amwal email: [email protected]

Analisis Pengaruh Penganguran, Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) Terhadap Kemiskinan dengan Zakat sebagai

Variabel Moderasi

(Studi Kasus: Di Pulau Jawa Periode Tahun 2012-2017) Musalim Ridlo

Pascasarjana IAIN Salatiga E-mail: [email protected]

Fitalia Indah Sari

Alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Salatiga E-mail: [email protected]

Abstract

This study aims to analyze the effect of unemployment and economic growth (PDRB) on poverty in Java in 2012-2017 using the zakat variable as a moderating variable. This study uses secondary data types with the panel data model, namely annual data from the variable unemployment, economic growth (PDRB), zakat and poverty from six provinces in Java. Furthermore, the data were tested using multiple linear regression models and moderated regression analysis (MRA) with the help of SPSS version 16. The results showed that unemployment had a significant positive effect, economic growth (PDRB) had no significant positive effect, while the only zakat was able to moderate the unemployment variable towards poverty, and was unable to moderate economic growth variable (PDRB) to poverty.

Keywords: Poverty, Unemployment, Economic Growth (PDRB), and Zakat.

(2)

2 Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengganguran dan pertumbuhan ekonomi (PDRB) terhadap kemiskinan di pulan Jawa periode 2012-2017 dengan menggunakan variabel zakat sebagai variabel moderasi. Penelitian ini menggunakan jenis data sekunder dengan model data panel, yaitu data tahunan dari variabel penggangguran, pertumbuhan ekonomi (PDRB), zakat dan kemiskinan dari enam provinsi di pulau Jawa. Selanjutnya, data di uji menggunakan model regresi linear berganda serta uji moderated regression analysis (MRA) dengan bantuan aplikasi SPSS versi 16. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengangguran berpengaruh positif signifikan, pertumbuhan ekonomi (PDRB) berpengaruh positif tidak signifikan, sedangkan hanya zakat mampu memoderasi variabel pengangguran terhadap kemiskinan, dan tidak mempu memoderasi variabel pertumbuhan ekonomi (PDRB) terhadap kemiskinan.

Kata kunci: Kemiskinan, Pengangguran, Pertumbuhan Ekonomi (PDRB), Zakat

PENDAHULUAN

Pembangunan nasional merupakan salah satu usaha dalam rangka untuk memperbaiki sekaligus meningkatkan kualitas hidup masyarakat, mengurangi tingkat pengangguran & kemiskinan, dan meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat. Di dalam UUD 1945, disebutkan bahwa tujuan dari pembangunan nasional adalah mewujudkan kesejahteraan umum. Pada umumnya, permasalahan yang dihadapi oleh banyak Negara terkait dengan kesejahteraan masyarakat adalah ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, yang disebabkan oleh kemiskinan (Solikatun, 2014). Kemiskinan merupakan permasalahan yang bersifat multidimensi, yang terdiri dari aspek primer dan sekunder. Kemiskinan dalam aspek primer meliputi;

miskin aset, organisasi sosial politik, pengetahuan dan ketrampilan. Sedangkan aspek sekunder meliputi; miskin jaringan sosial, modal dan informasi (Arsyad, 2015: 298).

Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa, kemiskinan merupakan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Di Indonesia jumlah kemiskinan sampai tahun 2017 adalah 27.77 juta jiwa dan jumlah kemiskinan terbesar berada di pulau jawa berjumlah 14.79 juta jiwa (BPS, 2019). Kemiskinan di sebabkan oleh beberapa faktor seperti pengangguran dan pertumbuhan ekonomi. Suatu daerah sering dihadapkan dengan jumlah pengangguran dan pertumbuhan angkatan kerja yang besar tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang relatif sedikit. Hal tersebut, menjadikan permasalahan kemiskinan semakin serius (Solikatun, 2014).

Tingkat pengangguran di Indonesia pada tahun 2017 yang terbagi berdasarkan provinsi yaitu: Jawa sebesar 5,8 %, Malauku dan Papua sebesar 5,4 %, Sumatera sebesar 5,2 %, Kalimantan sebesar 5%, Sulawesi 4,9% dan Bali dan Nusa Tenggara sebesar 2,7%. Faktor lain yang mempengaruhi kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi, di mana semakin tinggi pendapatan, maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini, pertumbuhan ekonomi digambarkan melalui

(3)

3

Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Pertumbuhan ekonomi di Indonesia berdasarkan pulau pada tahun 2017, yaitu: pulau Sulawesi sebesar 6,49%, Jawa sebesar 5,41%, Maluku dan Papua sebesar 4,52%, Sumatera sebesar 4,09% dan Bali dan Nusa Tenggara sebesar 3,41% (www.katadata.com).

Sedangkan pertumbuhan PDRB di pulau Jawa atas dasar harga konstan 2010, pada kurun waktu tahun 2012-2017 di dominasi oleh Provinsi DKI Jakarta dengan rata-rata PDRB sebesar 6,09%, Provinsi Banten rata-rata PDRB sebesar 5,91%, Provinsi Jawa Barat rata-rata PDRB sebesar 5,56%, Provinsi Jawa Tengah rata-rata PDRB sebesar 5,29% dan Provinsi DIY rata-rata PDRB sebesar 5,21% (BPS, 2019). Selain pengangguran dan pertumbuhan ekonomi, terdapat zakat yang secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap kemiskinan. Sebagaimana diketahui bahwa potensi zakat di Indonesia sangatlah besar. Pada Tahun 2015, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), potensi zakat di Indonesia mencapai Rp 286 triliun (BAZNAS, 2018: 3).

Di dalam mengatasi permasalahan kemiskinan, Islam memiliki satu pilar dari lima pilar yang berorientasi vertikal sekaligus horizontal, yaitu kewajibkan atas seorang muslim untuk membayar zakat. zakat memiliki konsep sederhana yaitu di dalam harta orang kaya terdapat hak orang miskin yang harus ditunaikan. Zakat ini lebih ditekankan dalam hal upaya pemerataan pendapatan (Muthohar, 2016: 11). Hal tersebut, relevan dengan firman Allah ta’ala dalam QS. Al Hasyr (59: 7) yang artinya: “...supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu,…”. Apabila zakat dikelola secara professional oleh orang yang ahli di bidang tersebut dan menerapkan prinsip yang baik dan mengambil contoh dari praktik Rasulullah saw, maka zakat benar- benar akan menjadi solusi atas berbagai problematika umat (Sularno, 2011).

Penelitian ini, relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amalia (2017), yang mengatakan bawah pengangguran berpengaruh positif signifikan terhadap kemiskinan serta penelitian yang dilakukan oleh Amins (2017), yang mengatakan bahwa tingkat pengangguran berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kemiskinan. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Romi, dkk (2018), mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif signifikan dan penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2013), yang mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif tidak signifikan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2018), mengatakan bahwa zakat mampu memoderasi terhadap variabel pengangguran dan pertumbuhan ekonomi.

Dari uraian di atas, terdapat beberapa rumusan masalah yaitu; (1) Bagaimana pengaruh pengangguran terhadap kemiskinan di pulau Jawa tahun 2012-2017, (2) Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi (PDRB) terhadap kemiskinan di pulau Jawa tahun 2012-2017, (3) Apakah zakat mampu memoderasi pengaruh pengangguran terhadap kemiskinan di pulau Jawa tahun 2012-2017, (4) Apakah zakat mampu memoderasi pengaruh pertumbuhan ekonomi (PDRB) terhadap kemiskinan di pulau Jawa tahun 2012-2017.

(4)

4 TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai pengaruh pengangguran terhadap kemiskinan sebelumnya telah dilakukan oleh Paramita dan Purbadharmaja (2015), dengan judul ”Pengaruh Investasi dan Pengangguran Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Serta Kemiskinan di Provinsi Bali”

dengan menggunakan pendekatan kuantitatif sosiatif dan metode pengumpulan data observasi non-partisipan serta menggunakan teknik analisis jalur (path analysis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara langsung variabel pengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan di provinsi Bali, dan secara tidak langsung pengangguran berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan di provinsi Bali melalui pertumbuhan ekonomi.

Penelitian mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan sebelumnya telah dilakukan oleh Romi dan Umiyati (2018), dengan judul “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Upah Minimum Terhadap Kemiskinan di Kota Jambi”.

Dengan menggunakan alat analisis regresi linier berganda dalam bentuk semilog. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara parsial pertumbuhan ekonomi berpengaruh tidak signifikan terhadap kemiskinan.

Penelitian mengenai pengaruh zakat terhadap kemiskinan sebagai variabel moderasi sebelumnya telah dilakukan oleh Purnomo (2018), dengan judul “Pengaruh Pengelolaan Zakat Terhadap Penanggulangan Kemiskinan dengan Pemberdayaan Zakat dan Pendayagunaan Zakat Sebagai Variabel Moderasi”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengelolaan zakat melalui pendayagunaan zakat berpengaruh positif sebesar 12.791 terhadap penanggulangan kemiskinan.

Kerangka Teori

Kerangka pemikiran teoritis yang akan dikembangkan dalam penelitian ini mengacu pada telaah berbagai pustaka yang telah dilakukan. Berdasarkan hasil telaah pustaka diatas, maka kerangka pemikiran teoritis yang akan dikembangkan dalam penelitian ini, sebagai berikut:

(5)

5

Gambar 2.3 Kerangka Teoritis Kemiskinan

Kemiskinan secara luas dapat digambarkan dengan kekurangan atau tidak memiliki pendidikan, keadaaan kesehatan yang buruk, dan kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Masalah kemiskinan menjadi inspirasi perubahan (kasus kemiskinan) dalam sebuah tatanan kehidupan. Sebagaimana diketahui kehidupan yang menjadi dambaan masyarakat adalah kondisi yang sejahtera. Dengan demikian, kondisi ini menunjukkan adanya taraf hidup rendah, yang dalam hal ini menjadi sasaran utama upaya untuk perbaikan kualitas hidup untuk dapat mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Kondisi kemiskinan dari berbagai bentuk dimensi dan implikasinya, merupakan salah satu bentuk masalah sosial yang menggambarkan kondisi kesejahteraan yang rendah. Oleh sebab itu, wajar apabila kemiskinan dapat menjadi inspirasi bagi tindakan perubahan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Soetomo, 2008: 307).

Teori Kemiskinan

Teori lingkaran setan kemiskinan dikenalkan pertama kali oleh Ragnar Nurkse.

Lingkaran kemiskinan diartikan sebagai suatu rangkaian kekuatan yang saling mempengaruhi satu sama lain sehingga dapat menimbulkan suatu kondisi di mana suatu Negara akan tetap miskin dan akan mengalami kesulitan untuk mencapai tingkat pembangunan yang lebih tinggi. Menurut Nurkse, kemiskinan tidak hanya disebabkan karena tidak adanya pembangunan di masa lalu, akan tetapi kemiskinan juga dapat menghambat pembangunan di masa yang akan datang. Menurut Nurkse salah satu faktor yang menyebabkan adanya lingkaran kemiskinan yaitu adanya hambatan dalam proses pembentukan modal yang sangat kuat (Arsyad, 2015: 111).

Dalam hal ini, terdapat dua jenis lingkaran kemiskinan, yaitu; (1) segi penawaran modal, apabila tingkat produktifitas rendah, maka akan mengakibatkan tingkat pendapatan rendah. Hal tersebut, akan berdampak pada kemampuan masyarakat dalam menabung. Apabila jumlah tabungan sedikit, maka pembentukan modal akan terganggu, akibatnya suatu Negara akan kekurangan barang-barang modal, (2) segi permintaan modal, di mana faktor yang menjadikan investasi rendah, karena terbatasnya luas pasar untuk berbagai jenis barang. Hal tersebut, dikarenakan pendapatan masyarakat yang rendah dan produktifitas yang rendah pula, yang diakibatkan oleh pembetukan modal yang rendah akibat dari faktor pendorong investasi yang terbatas.

Sumber: Kuncoro, (2010)

(6)

6 Gambar 2.1

Lingkaran Setan Kemiskinan Versi Nurkse

Indikator Kemiskinan

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), mengungkapkan bahwa untuk mengukur garis kemikinan menggunakan batas miskin dari komponen kebutuhan dasar masyarakat, yaitu kebutuhan pangan dan non-pangan, yang disusun berdasarkan daerah perkotaan dan perdesaan sesuai dengan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS).

Tujuan dari pembedaan daerah tersebut adalah biaya hidup yang berbeda. Dalam hal ini, BPS menggunakan metode pendekatan kebutuhan dasar dan pendekatan headcount index. Pendekatan yang sering digunakan dalam mengukur kemiskinan adalah pendekatan kebutuhan dasar (Alie, 2015: 195). BPS menyebutkan bahwa konsep dari kemiskinan adalah ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan pokok. Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan, yang terbagi menjadi dua macam yaitu garis kemiskinan makanan dan non-makanan.

Pengangguran

Badan Pusat Statistik (BPS), menyebutkan bahwa pengganguran merupakan angkatan kerja yang belum bekerja dan sedang mencari pekerajaan atau sedang menyiapkan suatu usaha atau penduduk yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum memulainya (www.bps.go.id). Sedangakan Sukrino, menambahkan bahwa pengangguran merupakan suatu keadaan di mana seseorang yang termasuk dalam angkatan kerja yang ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum mendapatkannya (Sukirno, 2006: 113).

Faktor-faktor yang Menyebabkan Pengangguran

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan pengganguran di antaranya: (1) ingin mencari pekerjaan yang lebih baik, (2) tenaga manusia digantikan dengan tenaga mesin, (3) ketidaksesuaian antara keahlian pekerja dengan yang dibutuhkan dalam perusahaan (Sukirno, 2006: 13).

Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan produk nasioanl bruto di suatu negara (Beik & Arsyanti, 2016: 20).

Faktor-faktor Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Arsyad (2015: 270-277), mengutarakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat (negara), yaitu:

1. Akumulasi modal

Akumulasi modal dapat diartikan sebagai kegiatan menyimpan hasil pendapatan pada masa sekarang yang kemudian diinvestasikan, dengan harapan mendapat untung, sehingga dapat memperbesar output pada masa yang akan datang.

2. Pertumbuhan penduduk

Kenaikan jumlah angkatan kerja secara tradisional akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

3. Kemajuan teknologi

Teknologi merupakan sarana dalam mencapai efesiensi dan efektifitas produksi.

(7)

7 4. Sumber daya institusi

Dalam hal ini, terdapat empat fungsi dari institusi, di antaranya (1) menciptakan pasar, (2) mengatur pasar, (3) menjaga stabilitas, dan (4) melegitimasi pasar.

Zakat

Menurut Muthohar (2016: 11), mengutarakan bahwa zakat secara etimologi berasal dari kata zaka yazku, yang berarti pertumbuhan (nama’), kesucian (thaharah), keberkahan (barakah), dan kebajikan (ash salahu). Adapun zakat secara istilah syar’i, meskipun para ulama mengungkapkannya dengan redaksi yang sedikit berbeda antara satu dan yang lainnya, akan tetapi pada prinsipnya sama, yaitu bahwa zakat adalah sebagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah swt mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula.

Indikator Zakat

Menurut ADESY (2016: 405-406), terdapat beberapa indikator ataupun kriteria bagi pemberi zakat (muzakki), yaitu: (1) beragama Islam, (2) merdeka, (3) dimiliki secara penuh, (4) mencapai nishab, (5) mencapai haul.

METODE Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, penelitian kuantitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan menggumpulkan data berupa angka data tersebut, kemudian diolah dan dianalisis untuk mendapatkan suatu informasi ilmiah dibalik angka-angka tersebut (Martono, 2011: 30).

Sampel

Menurut Bawono (2006: 28), sampel adalah obyek atau subyek yang diambil dari populasi guna mewakili keseluruhan dari populasi. Berdasarkan sifat datanya, maka dalam menentukan jumlah sampel yang akan digunakan, penelitian ini menggunakan teknik sampel jenuh atau juga sering disebut dengan sampel sensus. Sampling jenuh sensus adalah teknik penentuan sampel apabila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengangguran, pertumbuhan ekonomi (PDRB), zakat dan kemiskinan di pulau Jawa tahun 2012-2017.

Teknik Analisis

Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda dan moderated regression analysis (MRA). Menurut Bawono & Sina (2018: 128), model regresi linier dalam data panel pada pengamatan individu ke –i dan waktu ke-t dengan K buah variabel independen, dipresentasikan sebagai berikut:

(8)

8 Keterangan:

Yit : Variabel Kemiskinan α : Intersepsi

X1 : Pengangguran

X2 : Pertumbuhan Ekonomi ε : Eror term

i : data cross section t : data periode waktu

Moderat Regression Analysis (MRA) adalah aplikasi khusus regresi linier berganda, di mana dalam persamaan regresinya mengandung unsur interaksi, yaitu perkalian antara dua variabel atau lebih variabel independen (Ghazali, 2011: 223).

HASIL DAN DISKUSI Uji Stasioneritas

Menurut Akbar dkk (2015), uji stasioner merupakan suatu keadaan jika proses pembangkitan yang mendasari suatu deret berkala didasarkan pada nilai tengah konstan dan nilai varians konstan. Suatu data pengamatan dikatakan stasioner apabila proses tidak mengalami perubahan seiring dengan waktu yang berubah. Pada penelitian ini uji stasioneritas yang digunakan adalah uji Unit Root dengan uji Augmented-Dickey-Fuller (ADF).

Tabel 4.5 Uji Stasioneritas

Berdasarkan tabel 4.5, data yang diolah menunjukkan output dengan nilai probability lebih kecil dari 0.05. Dengan demikian uji stasioneritas untuk masing- masing variabel dalam penelitian ini memenuhi ketentuan uji stasioneritas dan layak untuk dilanjutkan dengan pengujian data lanjutnya.

(9)

9 Uji Normalitas

Menurut Ghozali dalam Sadjab dkk (2016: 754), mengatakan bahwa uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah di dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.

Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas

Dari gambar 4.1 diketahui bahwa nilai probability sebesar 0.683883 nilai tersebut menunjukkan lebih besar dari 0.05, sehingga data berdistribusi normal.

Uji Multikolinearitas

Menurut Bawono & Sina (2018: 46), multikolonieritas adalah situasi di mana terdapat hubungan linier sempurna atau pasti diantara beberapa atau semua variabel bebas dari model regresi berganda. Dalam arti luas berarti terdapat korelasi yang tinggi di antara variabel bebas. Penelitian ini akan menggunakan auxiliary regression untuk mendeteksi adanya multikolonieritas. Kriterianya yaitu jika R2 regresi auxiliary lebih besar dari R2 regresi keseluruhan, maka di dalam model terjadi multikolonieritas antar variabel bebas dan sebaliknya.

Tabel 4.12 Hasil Uji Multikolinieritas

Sumber: data sekunder di olah 2019

(10)

10

Berdasarkan tabel di atas, nilai r2 regresi auxiliary terdapat empat variabel yang melebihi nilai R2 pada regresi utama, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi pada penelitian ini mengalami multikolinieritas. Sehingga perlu adanya pengobatan terhadap uji regresi tersebut dengan mengurangi salah satau variabel yang melebihi R2 utama.

Tabel 4.13 Hasil Uji Multikolinieritas Setelah Penyembuhan

Sumber: data sekunder di olah 2019

Dari tabel 4.13 perbandingan R2 setelah pengobatan, dapat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan variabel bebas dengan nilai R2 pada nilai regresi utama. Jadi dapat disimpulkan bahwa data variabel dalam penelitian ini tidak terdapat multikolinieritas.

Variabel yang dieleminasi adalah variabel pengangguran dan pengangguran di moderasi dengan zakat.

Uji Autokorelasi

Menguji autokorelasi dalam suatu model bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel pengganggu pada periode tertentu dengan variabel sebelumnya.

Untuk data time series autokorelasi sering terjadi. Tapi untuk data sampelnya cross section jarang terjadi karena variabel penganggu satu berbeda dengan yang lain (Sujarweni, 2015: 226). Dalam mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin-watson (DW test) dengan kriteria du< dw <4–du (Bawono, 2006: 162).

Tabel 4.14 Hasil Uji Autokorelasi

R-squared 0.855182

Adjusted R-Squared 0.805053 F-statistic 17.05952 Prob(F-statistic) 0.000000 Durbin-Watson stat 2.520735 Sumber: data sekunder di olah 2019

(11)

11

Nilai Durbin-Watson pada tabel 4.13 menunjukkan angka 2.520735 yang tidak berada diantara nilai du dan 4-du yang menunjukkan angka 1.7245 dan 2.2755. Maka, dapat disimpulkan data mengandung autokorelasi.

Tabel 4.15 Hasil Uji Autokorelasi Setelah Penyembuhan

R-squared 0.998683

Adjusted R-Squared 0.997989 F-statistic 1440.495 Prob(F-statistic) 0.000000 Durbin-Watson stat 1.967669 Sumber: data sekunder di olah 2019

Nilai Durbin-Watson pada tabel 4.15 menunjukkan angka 1.967669 yang berada diantara nilai du dan 4-du yang menunjukkan angka 1.7245 dan 2.2755. Maka, dapat disimpulkan data sudah tidak mengandung autokorelasi.

Uji Heteroskedastisitas

Menurut Prasetya dalam Romdhoni & Ratnasari (2018), mengatakan bahwa Heteroskedastisitas adalah varian variabel residual yang tidak sama pada semua pengamatan di dalam model regresi.

Tabel 4.16 Hasil Uji Heteroskedastisitas Variable Prob

C 0.0533

PG 0.6242

PDRB 0.0631 PG_ZK 0.8449 PDRB_ZK 0.8451 Sumber: data sekunder di olah 2019

Dari tabel 4.15 diperoleh hasil uji regresi tidak terkena heteroskedastisitas karena nilai probabilitas yang lebih besar dari 0.05.

DISKUSI HASIL PENELITIAN

Pembahasan hasil uji pada uji regresi setelah terkena multikolonieritas sebagai berikut:

1. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) terhadap Kemiskinan

Dari hasil pengujian diperoleh koefisien positif sebesar 16.14497 dengan nilai probabilitas sebesar 0.1183 lebih besar dari 0,05 (α), dengan kata lain Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kemiskinan sehingga H2 ditolak. Menurut Sukirno (1999), laju pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil.

(12)

12

Selanjutnya pembangunan ekonomi tidak semata-mata diukur berdasarkan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) secara keseluruhan, tetapi harus memperhatikan sejauh mana distribusi pendapatan telah menyebar kelapisan masyarakat serta siapa yang telah menikmati hasil-hasilnya. Sehingga menurunnya PDRB suatu daerah berdampak pada kualitas konsumsi rumah tangga. Dan apabila tingkat pendapatan penduduk sangat terbatas, banyak rumah tangga miskin terpaksa merubah pola makanan pokoknya ke barang paling murah dengan jumlah barang yang berkurang (Giovanni, 2018).

Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan dan merupakan syarat keharusan (necessary condition) bagi pengurangan tingkat kemiskinan. Adapun syarat kecukupannya ialah bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut efektif dalam mengurangi tingkat kemiskinan.

Artinya, pertumbuhan tersebut hendaklah menyebar di setiap golongan pendapatan, termasuk di golongan penduduk miskin (Giovanni, 2018).

Nilai PDRB di pulau Jawa pada tahun 2012-2017 belum mampu untuk mengurangi kemiskinan di pulau Jawa tersebut karena nilai PDRB yang mengalami fluktuasi di setiap tahunnya dan belum menyebar di semua golongan baik itu golongan atas, menengah, maupun bawah termasuk penduduk miskin di provinsi tersebut. Selain itu, distribusi pendapatan yang belum merata menyebabkan produktivitas masyarakat masih rendah sehingga belum mampu menurunkan tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Banten dan DKI Jakarta.

Menurut BAPPENAS, mengutarakan bahwa salah satu penyebab utama produktivitas rendah karena masalah transformasi struktural yakni sekitar 30 persen angkatan kerja berada di sektor pertanian. Permasalahan transformasi struktural tersebut dapat di atasi dengan penyediaan investasi yang berkualitas secara berkesinambungan terutama di tiga bidang, yaitu infrastruktur, mesin dan peralatan, serta Sumber Daya Manusia (SDM). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sussy Susanti yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi (PDRB) berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kemiskinan, dikarenakan PDRB yang kemungkinan tidak menyentuh secara langsung dalam mengentaskan masyarakat miskin (Susanti, 2013).

2. Zakat Memoderasi Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) terhadap Kemiskinan

Dari hasil pengujian diperoleh koefisien negatif sebesar 1.579967 dengan nilai probabilitas sebesar 0.1498 lebih besar dari 0,05 (α), dengan kata lain zakat tidak mampu memoderasi Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) terhadap kemiskinan H4 ditolak.

Salah satu sebab belum berfungsinya zakat sebagai instrumen pemerataan ekonomi di masyarakat adalah pengelolaan yang tidak optimal, hal ini juga didorong oleh pengetahuan masyarakat tentang harta yang wajib dizakatkan masih terbatas pada sumber-sumber konvensional (Triantini, 2015). Jika dalam siklus dialektik terdapat tiga tahapan penting yaitu kesadaran, pengetahuan dan aplikasi, maka posisi zakat di Indonesia saat ini masih berada pada level kesadaran, itupun tidak sepenuhnya dan pengetahuan serta menuju tahapan aplikasi. Artinya dari dimensi ritual, zakat sudah banyak berperan, namun dari dimensi sosial-ekonomi (pengelolaan secara poduktif belum banyak berperan khususnya dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umat. Hal ini karena masih menghadapi permasalahan, di antaranya adalah:

(13)

13

a. Fiqh zakat yang berkembang dan dipahami oleh umat Islam Indonesia merupakan hasil rumusan para ulama terdahulu sehingga banyak yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan era sekarang.

b. Belum adanya persamaan persepsi dan langkah dalam pengelolaan zakat sehingga mereka melakukannya secara sendiri-sendiri baik perorangan maupun kelompok sesuai dengan kepentingannya masing-masing.

c. Kurangnya motivasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pengelolaan zakat yang baik dan benar.

d. Belum adanya pola (manajemen) pengelolaan zakat yang standard untuk menjadi pedoman bersama bagi para pengelola dana zakat.

Secara makro, indikator ekonomi tidak saja dilihat dari pertumbuhannya, namun juga tingkat pemerataan. Pertumbuhan ekonomi berarti berapa besar jumlah barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu wilayah perekonomian, sedangkan pemerataan berarti berapa besar barang dan jasa yang diproduksi tersebut dinikmati oleh penduduk dalam wilayah perekonomian. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu menunjukkan pemerataan yang adil. Demikian juga sebaliknya pemerataan yang adil belum menunjukkan pertumbuhan yang tinggi. Secara teori keduanya harus dapat dicapai secara bersamaan, pertumbuhan yang tinggi sekaligus pemerataan yang adil.

Berdasarkan koefisien Gini Indonesia tahun 2016 dikisaran 0,397 pada semester I dan 0,394 pada semester II (www.bps.go.id), berarti tingkat pemerataan distribusi pendapatan masih dalam kategori moderat. Kondisi ini lebih baik pada periode 2011-2014 yang mencapai 0,41. Seharusnya tingkat ketimpangan yang ideal adalah di bawah 0,3. Kondisi ini tentu memunculkan pertanyaan, mengapa tingkat ketimpangan pemerataan pendapatan masih tinggi?

Dalam perspektif ekonomi syariah, secara makro keseimbangan distribusi pendapatan dan kekayaan dapat ditinjau pada tiga aspek, yaitu pre-production distribution, post production distribution dan redistribution (www.kepribaznas.go.id). Pertama, pre-production distribution, yaitu distribusi barang dan jasa sebelum produksi. Untuk menilai apakah sebuah Negara mempunyai arah kebijakan miningkatkan pendapatan kelompok miskin (mendistribusikan pendapatan untuk rakyat miskin), dapat dilihat pada struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Bila struktur APBN mengalokasikan anggarannya lebih banyak untuk program pemberdayaan masyarakat miskin, maka arah kebijakan negara tersebut memang pro kemiskinan, berpihak untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Namun sebaliknya, bila postur APBN-nya sedikit untuk program pemberdayaan masyarakat, maka arah kebijakannya kurang memperhatikan aspek keadilan distribusi kekayaan pada kelompok miskin.

(14)

14

Kedua, post-production distribution, yaitu distribusi barang dan jasa setelah produksi. Terkait dengan barang dan jasa yang telah diproduksi dengan reward yang diterima oleh masing masing faktor produksi, seperti modal dan tenaga kerja sesuai dengan kontribusi masing-masing, baik melalui mekanisme pasar maupun intervensi pemerintah. Indikator yang digunakan adalah kebijakan Upah Minimum Kab/Kota (UMK) kepada kelompok buruh. Penetapan besaran UMK yang didasarkan pada keadilan dan kemaslahatan umum akan mendorong terciptanya pemerataan pembangunan yang baik.

Ketiga, redistribution yaitu mekanisme pendistribusian kekayaan. Mekanisme ini didasari atas motif baik adanya ancaman maupun imbalan yang ditawarkan apabila mengerjakannya. Sebagai contoh, Allah ta,ala mengancam akan mengalungkan harta bagi mereka yang bakhil “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Sebenarnya kebakhialan itu akan dikalungkan di lehernya kelak pada hari kiamat…..” (QS Ali Imran (3): 180). Allah ta’ala akan memberikan ganjaran (reward) bagi orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah ta’ala sebanyak 700 kali lipat “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.……” (QS Al Baqarah (2): 261).

Dengan demikian, mendorong pembangunan zakat, infak, wakaf (ZISWAF) pada hakekatnya merupakan upaya untuk meredistribusi kembali aset dan kekayaan, agar pertumbuhan ekonomi yang terjadi benar-benar dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Selain itu, untuk pembangunan ZISWAF ini juga merupakan upaya untuk mengkoreksi persoalan-persoalan ketidakadilan yang mungkin muncul pada fase pra dan pasca produksi. Secara umum, dana zakat yang diterima oleh mustahik akan meningkatkan daya belinya. Peningkatan ini akan mendorong peningkatan produksi barang dan jasa. Peningkatan ini akan mendorong peningkatan kapasitas produksi, yang pada akhirnya secara agregrat akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Akan tetapi, ketika aspek-aspek tersebut belum dikelola dengan maksimal seperti distribusi pedapatan yang belum merata dan pengelolaan zakat yang belum maksimal menyebabkan tingkat produktivitas masyarakat juga rendah, yang akan mengakibatkan tingkat pendapatan masyarakat juga rendah, hal ini akan berdampak pada kemampuan masyarakat yang rendah untuk menabung, yang akan berakibat pada tingkat pembentukan modal juga rendah. Akibat dari tingkat pembentukan modal yang rendah akan menyebabkan suatu Negara akan berhadapan dengan kekurangan barang-barang modal, dengan demikian tingkat produktivitas akan tetap berada pada tingkat yang rendah, sehingga zakat belum mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menrunkan tingkat kemiskinan.

(15)

15 KESIMPULAN

Berdasarkan uji data dan kesimpuan dari diskusi di dapat kesimpulan penelitian, sebagai berikut:

1. Pengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan di pulau Jawa tahun 2012-2017. Hal tersebut, mengindikasikan bahwa semakin banyak penganguran di pula Jawa, maka semakin tinggi tingkat kemiskinan. Sehingga, harus ada penanggulan pengangguran seperti, balai latihan kerja (BLK), pinjaman modal usaha dan sebagainya.

2. Pertumbuhan ekonomi (PDRB) berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kemiskinan di pulau Jawa tahun 2012-2017. Dalam hal ini, meskipun pertumbuhan penduduk meningkat, akan tetapi tidak berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di pulau Jawa. Hal tersebut, salah satunya dikarenakan setiap daerah memiliki standar PDRB yang berbeda-beda. Sehingga belum tentu di daerah satu pertumbuhan PDRB meningkat di daerah lain mengalami kondisi yang sama.

3. Zakat tidak mampu memoderasi pengangguran terhadap kemiskinan di pulau Jawa tahun 2012-2017. Hal tersebut, dapat diartikan bahwa dana zakat belum mampu membantu pengurangan pengangguran. Dikarenakan, dana zakat yang terkumpul pada lembaga/badan amil zakat tidak sebesar potensi yang ada.

4. Zakat tidak mampu memoderasi pertumbuhan ekonomi (PDRB) terhadap kemiskinan di pulau Jawa tahun 2012-2017. Dalam hal ini, dana zakat yang ada belum mampu membantu meningkatkan pertumbuhan penduduk, disebabkan dana yang terkumpul tidak sebesar potensi yang ada.

Pada penelitian selanjutnya disarankan menggunakan variabel faktor kemiskinan yang lebih beragam sebagai bahan pertimbangan penelitian untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik lagi. Apabila peneliti selanjutnya tertarik untuk melakukan penelitian yang serupa atau penelitian lanjutan, sebaiknya peneliti menggunakan jumlah observasi yang lebih banyak sehingga mengasilkan kesimpulan yang lebih baik.

Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu data yang digunakan masih sedikit, menggunakan data tahunan selama enam tahun. Selain itu, data zakat yang diambil hanya dari lembaga BAZNAS, data zakat dari lembaga-lembaga lain belum diikutsertakan.

DAFTAR PUSTAKA

ADESY, D. P. (2016). Ekonomi dan Bisnis. Jakarta: Rajawali Pers.

Akbar, Syahrul & Rizal, Jose. (2015). “Perbandingan Uji Stasioner Data Timeseries Antara Metode: Control Chart, Correlogram, Akar Unit Dickey Fuller Dan Derajat Intregasi”. Jurnal Gradien. Vol. 11, No. 1, 2015.

Alie, M. (2015). Mudah Memahami & Menganalisis Indikator Ekonomi Cetakan Ke-2.

Yogyakarta: UPP STIM YKPN Yogyakarta.

(16)

16

Amalia, A. (2017). “Pengaruh Pendidikan, Pengangguran Dan Ketimpangan Gender Terhadap Kemiskinan di Sumatera Utara”. Jurnal At-Tawassuth. Vol. III, No. 3, 2017.

Amins, D. B. (2017). “Pengaruh Tingkat Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan di Kabupaten Berau”. Economy Bring Ultimate Information All About Development Journal. Volume. 1, No. 2, 2017.

Anak Agung Istri Diah Paramita, I. B. (2015). “Pengaruh Investasi Dan Pengangguran Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Serta Kemiskinan di Provinsi Bali”. E-Jurnal Ep Unud. 2017.

Arsyad, L. (2015). Ekonomi Pembangunan Edisi ke-5. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Bawono, Anton. (2006). Multivariabel Analisis dengan SPSS. Salatiga: STAIN Salatiga Press.

Bawono, Anton & Sina, Ibnu Arya Fenda. (2018). Ekonometrika Terapan Untuk Ekonomi dan Bisnis Islam Aplikasi Dengan EVIEWS. Salatiga: LP2M IAIN Salatiga.

BAZNAS. (2018). Indonesiaan Zakat Outlook 2018. Jakarta: Center of Strategic Studies The National Board 0f Zakat, The Republic of Indonesia (BAZNAS RI).

Beik, Irfan Syauqi & Arsyanti, Laily Dwi. (2016). Ekonomi Pembangunan Syariah.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Ghazali, I. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19.

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Giovanni, R. (2018). “Analisis Pengaruh Pdrb, Pengangguran Dan Pendidikan Terhadap Tingkat Kemiskinan di Pulau Jawa Tahun 2009-2016”. Economics Development Analysis Journal. 2018

Kuncoro, M. (2010). Dasar-Dasar Ekonomi Pembangunan Edisi 5. Yogyakarta: UPP STIM YKPN Yogyakarta.

Martono, Nanang. (2011). Metodologi Penelitian Kuantitatif Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Muthohar, A. M. (2016). Potret Pelaksanaan Zakat Di Indonesia Studi Kasus Di Kawasan Jalur Joglosemar. Salatiga: LP2M PRESS.

Purnomo, J. H. (2018). Pengaruh Pengelolaan Zakat Terhadap Penanggulanan Kemiskinan Dengan Pemberdayaan Zakat Dan Pendayagunaan Zakat Sebagai Variabel Moderating [Studi Di Yayasan Sosial Dana Al Falah (Ydsf) Propinsi Jawa Timur].

Romdhoni, Abdul Haris & Ratnasari, Dita. (2018). “Pengaruh Pengetahuan, Kualitas Pelayanan, Produk, Dan Religiusitas Terhadap Minat Nasabah Untuk Menggunakan Produk Simpanan Pada Lembaga Keuangan”. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam (JIEI). Vol. 4, No. 2, 2018.

(17)

17

Sadjab, Muhammad Reza, dkk. (2016). “Pengaruh Kompensasi (Finansial dan Non Finansial) terhadap Prestasi Kerja Karyawan DJKN Sullutenggomalut”. Jurnal EMBA. Vol. 4, No. 3, September 2016.

Soetomo. (2008). Masalah Sosial Dan Upaya Pemecahanya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Solikatun, S. Y. (2014). “Kemiskinan dalam Pembangunan”. Jurnal Analisa Sosiologi.

2014.

Sularno, M. (2010). “Pengelolaan Zakat oleh Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten / Kota Se Daerah Istimewa Yogyakarta”. Jurnal. La_Riba Jurnal Ekonomi Islam.Volume. IV, No. 1, Juli 2010.

Susanti, S. (2013). “Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, Pengangguran Dan Indeks Pembangunan Manusia Terhadap Kemiskinan di Jawa Barat Dengan Menggunakan Analisis Data Panel”. Jurnal Matematika Integratif. Vol. 9, No.

1, 2013.

Sukirno, S. (2006). Makro Ekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sujarweni, Wiratna. (2015). Metodologi Penelitian Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta:

PT Pusta Baru.

Syahrur Romi, E. U. (2018). “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Dan Upah Minimum Terhadap Kemiskinan di Kota Jambi”. E-Jurnal Perspektif Ekonomi Dan Pembangunan Daerah. Vol. 7, No. 1, 2018.

Triantini, Z. E. (2015). “Urgensi Regulasi Zakat dalam Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia”. Jurnal Hukum Islam. Vol. 14, No. 1, 2015.

www.bps.go.id www.katadata.com www.kepribaznas.go.id

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh kemiskinan, tenaga kerja dan desentralisasi fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi ( PDRB) di

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Pertumbuhan Jumlah Usaha dan Pertumbuhan Tenaga Kerja Industri UKM memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Imelia (2012) yang menyatakan bahwa Variabel inflasi berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap kemiskinan di

Hasil penelitian ini juga didukung dengan hasil penelitian dari Iswara (2016), yang menyimpulkan pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dan positif terhadap

Hasil penelitian ini juga didukung dengan hasil penelitian dari Iswara (2016), yang menyimpulkan pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dan positif terhadap

Artinya apabila demokrasi meningkat maka kemiskinan akan menurun (3) Politik berpengaruh signifikan dan negatif terhadap kemiskinan artinya apabila politik meningkat

Penelitian tersebut juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wati & Sajiarto 2019,“IPM dan PDRB berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di 35 kabupaten/kota Provinsi

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi, tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/Kota