• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRACT : Self Disclosure of Showaound Aplication User 2019, 38 pages, 16 books, 5 journal, 3 online source, and 1 news paper

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ABSTRACT : Self Disclosure of Showaound Aplication User 2019, 38 pages, 16 books, 5 journal, 3 online source, and 1 news paper"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

i

ABSTRAK

Judul Proposal : Pengungkapan Diri dengan Menggunakan Aplikasi Showaround

2019, 38 halaman, 16 buku, 5 jurnal, 5 skripsi, 3 sumber online, 2 media cetak

Saat ini, perbedaan karakteristik personal dapat menjadi masalah dalam menjalin komunikai dan hubungan dengan orang lain. Masalah tersebut berupa rasa ketidakcocokan antara individu ketika berkomunikasi dan berhubungan dengan individu lain. Untuk menghilangkan rasa ketidakcocokan tersebut maka perlu menumbuhkan rasa percaya antara pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi, salah satu caranya adalah dengan melakukan self disclosure.

Self Disclosure merupakan suatu proses pembukaan diri mengenai informasi diri (informasi pribadi) yang sebelumnya tidak diketahui oleh orang lain yang kemudian dibagikan kepada orang lain. Tidak mudah bagi seseorang untuk melakukan self disclosure dengan orang yang baru dikenal, terutama jika perkenalan mereka melalui dunia maya, yaitu sebuah aplikasi yang bernama Showaround. Aplikasi tersebut memudahkan para wisatawan yang ingin mendapatkan teman baru saat melakukan perjalanan wisata (travelling). Oleh karena itu penelitian ini memiliki rumusan masalah, yaitu bagaimana pengungkapan diri pengguna aplikasi Showaround. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengungkapan diri pengguna aplikasi Showaround.

Kajian konsep yang digunakan adalah pengungkapan diri (self disclosure) dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan diri (self disclosure).

Paradigma penelitian ini adalah interpretif, pendekatan penelitian adalah kualitatif deskriptif, unit analisisnya adalah individu yaitu pengguna aplikasi Showaround dan teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, studi pustaka dan dokumentasi, serta keabsahan data menggunakan teknik triangulasi sumber.

Kata kunci: Self Disclosure, Individu, dan Aplikasi Showaround

ABSTRACT

Title : Self Disclosure of Showaound Aplication User 2019, 38 pages, 16 books, 5 journal, 3 online source, and 1 news paper

At present, differences in personal characteristics can be a problem in establishing communication and relationships with others. The problem is in the form of a sense of incompatibility between individuals when communicating and dealing with other individuals. To eliminate this sense of incompatibility, it is necessary to foster trust between the parties involved in communication, one way is to do self disclosure.

Self Disclosure is a process of self-disclosure of personal information (personal information) that was previously unknown to others which is then shared with others. It's not easy for someone to do self-disclosure with new people, especially if their introduction through cyberspace, which is an application called Showaround. The application makes it easy for tourists who want to make new friends when they travel. Therefore this study has a problem statement, namely how

(2)

ii

self-disclosure of Showaround application users. The purpose of this study was to determine the self-disclosure of Showaround application users.

The concept study used is self-disclosure and the factors that influence self- disclosure. The paradigm of this research is interpretive, the research approach is descriptive qualitative, the unit of analysis is the individual, the user of the Showaround application and data collection techniques using observation, interviews, literature and documentation studies, and the validity of the data using source triangulation techniques.

Keywords: Self Disclosure, Individual, and Showarond Application

(3)

iii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... i

DAFTAR ISI... ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Signifikansi Penelitian ... 5

E. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Konsep ... 7

1. Pengungkapan Diri (Self Disclosure) ... 7

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self Disclosure ... 9

B. Kajian Penelitian Terdahulu ... 10

C. Proposisi Penelitian ... 13

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Paradigma Penelitian ... 14

B. Pendekatan Penelitian ... 14

C. Jenis Penelitian ... 15

D. Unit Analisis ... 15

E. Teknik Pengumpulan Data ... 15

F. Instrumen Penelitian ... .17

H. Pengecekan Keabsahan Data ... .18

BAB IV DAFTAR PUSTAKA... 19

(4)

iv

Proposal

PENGUNGKAPAN DIRI DENGAN MENGGUNAKAN APLIKASI SHOWAROUND

Jufri Alkatiri

1

Kalika Diah Prameswari Marpaung

2

7018217021

UNIVERSITAS PANCASILA Fakultas Ilmu Komunikasi

JAKARTA 2019

1 Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Pancasila Jakarta

2 Mahasiswi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Pancasila Jakarta

(5)

1

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era media sosial sekarang, salah satu masalah terbesar bagi masyarakat adalah peredaran hoaks. Demokrasi bisa terancam olehnya pula. Kemajuan teknologi telekomunikasi dan internet yang melahirkan media sosial -- ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi, kemamjuan itu bisa meningkatkan kesejahteraan warga dan menumbuhkan perekonomian, di sisi lain menjadi ancaman sehari-hari dalam memperoleh informasi yang valid. Internet misalnya, terbukti menciptkan potensi ekonomi digital yang nilainya tidak sedikit. Orang juga dapat terbantu untuk belajar jarah jauh sehingga warga di mana pun dapat menikmati pendidikan. Namun di sisi lain, media sosial yang memudahkan warga berkomunikasi secara interaktif memunculkan persoalan serius. Sifat kebanyakan berita bohong yang provokatif membuatnya gampang memicu emosi warga sehingga dengan enteng pengguna media membagikan materi berita bohong tersebut. Di India, gara-gara peredaraan hoaks yang sangat cepat dan masif -- dalam arti diterima banyak orang dalam waktu hampir bersamaan lewat whatsapp terjadi kekerasan di masyarakat yang menewaskan sejumlah orang (Kompas, 2019:6).

Bersamaan surutnya media cetak diganti dengan media era digital, setuju atau menolak—media digital tidak bisa lagi dilirik dengan sebelah mata, melainkan harus mengakrabkan diri dengan piranti digital tersebut. Egalitarisme dan populisme yang berkembang luas sebagai konsekuensi tidak terduga dari revolusi teknologi informasi sekarang sudah pasti menjadi keharusan. Pasalnya teknologi telah mengobrak-abrik tatanan sosial lama, tidak ada lagi ningrat di bidang apa saja, dari kepakaran sampai kekuasaaan.

Orang media sangat sarkastik, meski kadang terdengar masuk akal juga.

Mereka yang bergelut di bidang media sering mengingatkan efek luar biasa akibat penemuan mesin cetak Gutenberg di Jerman pada abad ke-15. Bisa jadi si penemu, yakni Johannnes Gutenbrg, hanya berniat praktis memudahkan reproduksi tulisan yang pada waktu itu masih sebatas tulisan tangan menggunakan tinta. Tidak terduga mesin cetak itulah yang menimbulkan gelombang reformasi kepercayaan bukan saja di Jerman, tetapi juga Eropa dan kemudian seluruh dunia.

Hoaks muncul tidak hanya sekarang – sebelum teknologi internet hadir dalam kehidupan manusia – juga ada berita bohong atau surat kaleng. Perbedaannya hanya pada peredaraan pada masa sekarang begitu masif. Sedangkan pada masa lalu peredarannnya sangat lambat mengingat alat komunikasi masih sederhana.

Hoaks juga dinilai merusak demorasi karena kehadirannnya menyebabkan dialog atau komunikasi rasional berdasarkan fakta dan kebenaran—prasyarat penting masyarakat demokratis – tidak terwujud. Kemuncualan hoaks membuat warga membangun argumen di ruang publik berdasarkan kebohongan yang dibawanya.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi peredaran berita bohong.

Ada prakarsa membuat unit untuk mengklarifikasi informasi yang diduga hoaks.

Ada pula prakarsa yang ditempuh sejumlah negara dengan membuat lembaga pemantau berita bohong. Di titik inilah persoalan muncul. Masyarakat khawatir lembaga itu hanya bertujuan memberengus kebebasan warga untuk mengutarakan pendapat yang berbeda dengan penguasa. Sanksi hukum yang disiapkan mencemaskan – sebab warga yang dianggap menyebarkan berita bohong – padahal

(6)

2

mungkin hanya sedang memakai hak mengutarakan opini yang berbeda – dapat dihukum.

Mencermati kasus tersebut – tidak mengherankan langkah Thailand membentuk lembaga pengawas media sosial dengan alasan memerangi berita bohong mendapat kritik. Harus diakui, berita bohong dapat merusak, namun saat negara membentuk lembaga pengawas media sosial dengan alasan untuk meredam brita bohong, hal ini berpotensi besar tergelincir sebagai alat pembungkaman, mematikan hak warga untuk bersuara dan berbeda pendapat. (Kompas, 2019:6) Menjalin komunikasi dengan individu lain merupakan hakekat bagi setiap manusia karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial. Komunikasi tersebut merupakan komunikasi interpersonal, yaitu proses penyampaian dan penerimaan pesan antara pengirim pesan (sender) dengan penerima pesan (receiver), baik dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Komunikasi dikatakan secara langsung (primer) apabila pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi dapat langsung berbagi informasi tanpa melalui media, sedangkan komunikasi tidak langsung (sekunder) berarti ada penggunaan media tertentu di dalam komunikasi yang berlangsung (AW, 2011:5).

Komunikasi interpersonal merupakan aktivitas yang rutin dilaksanakan, namun tidak selamanya bahwa proses komunikasi tersebut berjalan dengan mudah.

Saat ini, perbedaan karakteristik personal dapat menjadi masalah dalam menjalin komunikai dan hubungan dengan orang lain. Saat berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain yang baru di kenal, kerap kali ditemui masalah dan hambatan yang tidak diharapkan. Masalah tersebut berupa rasa ketidakcocokan antara individu ketika berkomunikasi dan berhubungan dengan individu lain. Hasil riset Yayasan Denny JA dan Lembaga Survei Indonesia (LSI) Community (2012:5) menunjukkan adanya peningkatan rasa ketidaknyamanan seseorang ketika melakukan interaksi dengan orang yang baru dikenal. Terdapat kenaikan 8,2 persen dari 6,9 persen pada survei tahun 2005 menjadi 15,1 persen pada survei tahun 2012.

Sejak awal pertemuan dan saling berinteraksi sampai pengenalan lebih dalam, kepercayaan dapat menentukan kadar hubungan interpersonal yang dibentuk dan menentukan efektvitas komunikasi (Rakhmat, 2018:160). Adanya rasa percaya maka akan menghilangkan rasa ketidakcocokan dan ketidaknyamanan seseorang di awal perkenalan.

Keuntungan mempercayai orang lain adalah meningkatkan kadar hubungan interpersonal karena memiliki perasaan bahwa tidak ada bahaya dari orang lain dalam suatu hubungan. Kepercayaan berkaitan dengan keramalan (prediksi), artinya ketika kita dapat meramalkan bahwa seseorang tidak akan mengkhianati dan dapat bekerjasama dengan baik maka kepercayaan kita pada orang tersebut lebih besar (AW, 2011:30).

Pengungkapan diri (self disclosure) adalah salah satu cara untuk menumbuhkan rasa percaya antara dua belah pihak yang saling berkomunikasi.

Menurut Altman dan Taylor (1973), hubungan yang tidak intim bergerak menuju hubungan yang intim karena adanya keterbukaan diri (self disclosure), yaitu pengungkapan informasi mengenai diri sendiri yang biasanya tidak dapat ditemukan oleh orang lain. Seseorang yang melakukan self disclosure berarti Ia membagikan informasi pribadi mengenai diri sendiri-harapan, ketakutan, perasaan, pikiran, dan pengalaman yang pernah terjadi (Wood, 2013:154).

(7)

3

Tidak mudah bagi seseorang untuk melakukan self disclosure dengan orang yang baru dikenal, terutama jika perkenalan mereka melalui media perantara (komunikasi sekunder). Adanya berbagai bentuk media perantara untuk berkomunikasi tersebut merupakan bukti berkembangnya teknologi informasi yang membentuk komunikasi baru dan terbentuknya dunia maya. Salah satu bentuk nyata dari berkembangnya teknologi saat ini ialah maraknya penggunaan aplikasi untuk memudahkan saat melakukan perjalanan wisata (travelling). Indonesia adalah satu- satunya negara di Asia Pasifik yang mayoritas wisatawannya melakukan riset dan memesan perjalanan melalui perangkat mobile, yaitu sebanyak 62 persen. Hal tersebut terungkap dalam penelitian yang berjudul “Journey of Me Insights” yang dirangkum oleh Amadeus, penyedia solusi teknologi untuk industri perjalanan global.

Salah satu aplikasi yang memudahkan bagi para wisatawan ialah Showaround. Aplikasi tersebut berguna bagi seorang traveller yang ingin mendapatkan teman baru ketika Ia mengunjungi destinasi yang dituju (mendapatkan local guide). Cara penggunaan aplikasi tersebut ialah seorang traveller harus menentukan lokasi yang dituju dan berapa lama waktu Ia mengunjungi lokasi tersebut.

Seorang traveller dapat melihat siapa saja local guide yang tersedia pada lokasi yang dia tuju. Setelah itu, dia akan mendapatkan penawaran dari local guide yang akan menemani Ia untuk melakukan travelling. Jika traveller dan local guide sama-sama menyetujui untuk melakukan travelling bersama maka mereka dapat mengirim pesan satu sama lain pada aplikasi tersebut.

Terdapat dua versi pada aplikasi Showaround, yaitu berbayar dan tak berbayar. Jika Ia memilih versi berbayar maka seorang traveller dapat langsung memilih local guide yang Ia inginkan. Namun jika memilih versi tak berbayar maka Ia akan mendapatkan local guide secara acak. Tidak jarang, banyak pengguna aplikasi Showaround yang bertukar nomor handphone untuk menentukan tempat pertemuan awal. Pada awal mereka bertemu pasti terdapat sebuah interaksi untuk membuka pembicaraan dengan bahasan yang umum untuk pertama kalinya, seperti menanyakan kabar dan tempat kerja. Tak jarang, banyak juga pengguna aplikasi Showaround yang mendapatkan teman perjalanan yang sama dengan orang sebelumnya, misalnya membutuhkan teman untuk sekadar menghabiskan waktu bersama. Hal ini dikarenakan mereka merasa nyaman dan memiliki kecocokan dalam berinteraksi pada perjalanan sebelumnya. Mereka akan saling mengetahui kepribadiannya masing-masing untuk melanjutkan pembicaraan hal-hal yang lebih ke privasi. Berawal hanya dari percakapan yang dasar atau perkenalan melalui fitur chatting yang tersedia pada aplikasi tersebut hingga percakapan yang lebih dalam, interaksi ini dilakukan untuk menjaga hubungan sesama pengguna. Maka secara tidak langsung, mereka telah melakukan self disclosure.

Joseph Luft dan Harry Ingham menciptakan sebuah model yang mendeskripsikan bebagai jenis pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan individu dan perkembangan hubungan. Mereka menamakan model tersebut dengan Jendela Johari yang merupakan kombinasi dari nama depan mereka (Wood, 2013:155-156).

Jendela Johari mencakup empat tipe informasi, yaitu daerah terbuka, daerah tertutup, daerah buta dan daerah gelap. Daerah terbuka berisikan informasi diketahui oleh kita dan orang lain. Contohnya ialah nama, tinggi badan, jurusan

(8)

4

akademis, dan selera dalam makanan atau musik. Daerah tertutup meliputi informasi yang kita tahu mengenai diri sendiri, tetapi memilih untuk tidak mengungkapkan kepada sebagian besar orang. Contohnya, seseorang mungkin tidak akan memberitahu mengenai kerentanan atau pengalaman traumatisnya kepada orang lain. Daerah buta terdiri dari informasi yang orang lain tahu mengenai kita, tetapi kita tidak mengetahuinya. Contohnya, berupa kebiasaan-kebiasaan kecil mengatakan “tahu kan” atau memegang-megang hidung bila sedang marah atau hal-hal ain yang lebih berarti seperti sikap defensif. Daerah yang terakhir ialah daerah gelap, yaitu bagian dari diri kita yang tidak diketahui baik oleh kita sendiri maupun orang lain. Ini adalah informasi yang tenggelam di alam bawah sadar atau sesuatu yang luput dari perhatian.

Dibalik itu semua tentu terdapat berbagai resiko yang dapat terjadi ketika seseorang berkenalan dengan orang baru melalui dunia maya yang kemudian mereka melakukan self disclosure untuk dapat melakukan perjalanan wisata (travelling) bersama. Resiko tersebut dapat berupa penculikan, pelecehan seksual, pencurian dan lain sebagainya (Budiman, 2013). Hal tersebutlah yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui pengungkapan diri pengguna aplikasi Showaround dan motif seseorang menggunakan aplikasi Showaround.

B. Rumusan Masalah

Komunikasi interpersonal merupakan aktivitas yang rutin dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, namun kenyataan menunjukkan bahwa proses komunikasi interpersonal tidak selamanya mudah. Pada saat-saat tertentu, perbedaan karakteristik dapat menjadi faktor yang potensial menghambat keberhasilan komunikasi antar individu dengan individu lainnya. Perbedaan keberhasilan suatu komunikasi ditentukan oleh beberapa faktor yang dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu berpusat pada persona dan situasi. Kecakapan dalam berkomunikasi yang dimiliki seseorang adalah contoh dari kategori yang berpusat pada persona, sedangkan karakteristik media dan karakteristik sosial budaya masyarakat sekitar adalah contoh dari kategori yang berpusat pada situasi (AW, 2011:72-73).

Segala perbedaan tersebut dapat dihilangkan jika terdapat proses adaptasi yang dilakukan oleh masing-masing individu yang terlibat. Namun seperti yang diketahui, proses adaptasi tidaklah mudah dan seringkali individu merasakan ketidakpastian dalam diri dan identitasnya. Rasa ketidakpastian tersebut sering membuat seseorang kesulitan untuk menentukan apa yang harus dilakukan ketika berhadapan dengan orang yang baru dikenalnya (Hogg, 2014). Salah satu cara untuk mengurangi rasa ketikdakpastian tersebut ialah dengan mengenal lebih jauh pribadi masing-masing melalui pengungkapan diri (self disclosure).

Ningsih (2015) dalam penelitian membahas mengenai self disclosure yang dilakukan pengguna media sosial anonim Lega Talk menunjukkan bahwa adanya fitur anonim menjadikan individu menjadi lebih nyaman untuk terbuka mengenai beberapa hal dimulai dari pengungkapan yang bersifat deskriptif atau hal-hal umum seperti kejadian sehari-hari yang terjadi pada dirinya hingga ungkapan yang evaluatif atau ungkapan-ungkapan yang lebih intim dengan identitasnya yang tetap tidak diketahui oleh orang lain.

(9)

5

Aplikasi Showaround mempertemukan orang yang awalnya tidak saling mengenal kemudian menjalin hubungan yang menjadi lebih intim atau menjadi lebih dekat satu sama lain. Hubungan yang terjalin dapat berupa hubungan pertemanan, rekan kerja atau menjadi pasangan yang menjalin hubungan romantis.

Para pengguna aplikasi Showaround menjalin hubungan mereka melalui berbagai cara, seperti berinteraksi melalui fitur chatting maupun secara langssung, yaitu saat melakukan perjalanan wisata (travelling) bersama. Untuk itu, peneliti mengajukan rumusan masalah, yaitu:

Bagaimana pengungkapan diri pengguna aplikasi Showaround dan motif seseorang

menggunakan aplikasi Showaround?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengungkapan diri pengguna aplikasi Showaround.

2. Untuk mengetahui motif seseorang menggunakan aplikasi Showaround.

D. Signifikansi Penelitian

Signifikansi dari penelitian ini terdiri atas signifikansi teoritis dan signifikansi praktis sebagai berikut:

1. Signifikansi Teoritis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi mengenai pengungkapan diri pengguna aplikasi Showaround dan juga menjadi penyokong ilmu pengetahuan tentang ilmu komunikasi, khususnya mengenai psikologi komunikasi dan komunikasi interpersonal.

2. Signifikansi Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi dan pemahaman tentang pengungkapan diri pengguna aplikasi Showaround. Selain itu juga menjadi pengetahuan baru bagi para pembaca, khususnya yang menyukai travelling bahwa terdapat aplikasi yang dapat mereka gunakan sebagai bahan referensi.

E. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan

Bab ini berisikan mengenai latar belakang masalah yang mendasari peneliti untuk melakukan penelitian ini yaitu terkait pengungkapan diri pengguna aplikasi Showaround. Selanjutnya pada bab ini juga terdapat rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikansi penelitian yang terdiri dari signifikansi teoritis dan signifikansi praktis, serta sistematika penulisan.

Bab II Kajian Pustaka

Bab ini berisi kajian teori, konsep, dan penelitian sebelumn digunakan peneliti dalam menganalisa data dan melakukan pembahasan guna memperkaya konsep mengenai pengungkapan diri pengguna aplikasi Showaround.

Bab III Metodologi Penelitian

Bab ini berisi paradigma penelitian, pendekatan penelitian, jenis penelitian, unit analisis, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data dan

(10)

6

teknik keabsahan data agar data mengenai pengungkapan diri pengguna aplikasi Showaround dapat diolah dengan baik.

Bab IV Temuan dan Pembahasan,

Bab ini akan menjelaskan gambaran umum objek penelitian, lalu memberikan penjelasan mengenai temuan penelitian serta menguraikan hasil temuan yang disangkutkan dengan teori dan konsep di dalam pembahasan.

Bab V Simpulan dan Saran

Bab ini akan memberikan kesimpulan mengenai penelitian ini dan memberikan saran yang membangun mengenai penelitian selanjutnya.

(11)

7

II. LANDASAN TEORI

A. Kajian Konsep

1. Pengungkapan Diri (Self Disclosure)

Hubungan yang terbentuk dari komunikasi interpersonal tidak terlepas dari persoalan pengungkapan diri atau self disclosure yang terjadi. Self disclosure adalah pengungkapan informasi mengenai diri sendiri yang biasanya tidak dapat ditemui oleh orang lain. Self disclosure terjadi ketika seseorang mulai membuka diri dengan membagikan informasi pribadi mengenai diri sendiri-harapan, ketakutan, perasaan, pikiran dan pengalaman (Wood, 2013:154).

Self disclosure merupakan hal yang sangat penting untuk perkembangan suatu hubungan karena dapat mempererat kedekatan antar pihak-pihak yang terlibat dalam suatu komunikasi. Hal ini dikarenakan self disclosure merupakan taktik komunikasi individu yang mengundang timbal balik (Liliweri, 2015:28). Dengan kata lain, ketika seseorang membuka diri maka cenderung akan mengundang orang lain untuk membuka diri juga. Hal inilah yang membuat hubungan mereka menjadi lebih dekat dikarenakan sudah mengenal sifat satu sama lain melalui proses self disclosure tersebut. Berbagi informasi pribadi juga dapat menumbuhkan rasa percaya dan kenyamanan di antara kedua belah pihak yang terlibat dalam komunikasi.

Proses Self disclosure melibatkan sedikitnya satu orang lain. Self disclosure tidak bisa merupakan tindak intrapribadi. Agar proses self disclosure dapat berjalan dengan lancar maka informasi yang disampaikan harus diterima dan dimengeti dengan baik oleh orang lain (Devito, 2011:65).

Berdasarkan pengertian menurut ahli-ahli tersebut, peneliti dapat

mengartikan Self Disclosure sebagai suatu proses pembukaan diri mengenai informasi diri (informasi pribadi) yang sebelumnya tidak diketahui oleh orang lain yang kemudian dibagikan kepada orang lain, meliputi pikiran, perasaan, dan ungkapan lain yang mendalam tentang diri.

a. Visualisasi Pengungkapan Diri (Self Disclosure)

Joseph Luft dan Harry Ingham menciptkan sebuah model yang

mendeskripsikan berbagai jenis pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan individu dan perkembangan hubungan. Mereka menamakan model tersebut dengan Jendela Johari yang merupakan kombinasi dari nama depan mereka, Joe dan Harry (Devito, 2011:59-61):

1. Daerah Terbuka (Open Self)

Daerah terbuka (open self) berisikan semua informasi, perilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi, gagasan, dan sebagainya yang diketahui oleh diri sendiri dan oleh orang lain. Informasi yang termasuk di sini dapat beragam mulai dari nama, tinggi badan, jenis kelamin, jurusan akademis, dan selera dalam makanan maupun musik (Wood, 2013:155).

Luft (1970) mengatakan bahwa semakin kecil kuadran pertama maka semakin buruk komunikasi. Komunikasi bergantung pada sejauh mana seseorang membuka diri kepada orang lain. Jika tidak membiarkan orang lain mengenal kita, komunikasi akan menjadi sukar bahkan tidak mungkin terjadi komunikasi. Untuk meningkatkan komunikasi, hal utama yang perlu dilakukan ialah memperbesar daerah terbuka ini (Devito, 2011:60).

(12)

8 2. Daerah Tertutup (Hidden Self)

Daerah tertutup (hidden self) meliputi informasi yang kita tahu mengenai diri sendiri, tetapi memilih untuk tidak mengungkapkan kepada orang lain. Pada keadaan ekstrem, terdapat dua tipe seseorang dalam melakukan self disclosure, yaitu terlalu terbuka (overdisclosers) dan mereka yang terlalu tertutup (underdisclosers). Mereka yang terlalu terbuka umumnya membagikan informasi mengenai kisah keluarga, masalah seksual, masalah perkawinan, keadaan keuangan, tujuan, kesuksesan, dan kegagalan. Sedangkan mereka yang terlalu tertutup umumnya tidak ingin mengatakan apapun. Mereka akan berbicara tentang lawan bicaranya, tetapi tidak tentang mereka sendiri (Devito, 2011:61).

3. Daerah Buta (Blind Self)

Daerah buta (blind self) berisikan informasi yang orang lain tahu mengenai kita, tetapi kita tidak mengetahuinya. Ini dapat berupa kebiasaan-kebiasaan kecil.

Contohnya ketika seseorang mengatakan “tahu kan” atau memegang-megang hidung bila sedang marah atau hal-hal lain yang lebih berarti seperti sikap defensif.

Komunikasi menuntut keterbukaan pihak-pihak yang terlibat. Bila terdapat daerah buta, komunikasi menjadi sulit. Tetapi, daerah seperti ini akan selalu ada pada diri masing-masing individu. Walaupun kita mungkin dapat menciutkan daerah ini, namun untuk menghilangkannya sama sekali tidaklah mungkin (Devito, 2011:60).

4. Daerah Gelap (Unknown Self)

Daerah gelap (unknown self) adalah bagian dari diri sendiri yang tidak diketahui baik oleh kita sendiri maupun orang lain. Ini adalah informasi yang tenggelam di alam bawah sadar atau sesuatu yang luput dari perhatian.

Adakalanya daerah ini terungkap melalui perubahan temporer akibat minum obat, melalui kondisi eksperimen khusus seperti hipnotis atau deprivasi sensori, atau melalui berbagai tes proyektif atau mimpi.

b. Dimensi Pengungkapan Diri (Self Disclosure)

Devito (2011:44) membagi dimensi pengungkapan diri (self disclosure) menjadi lima bagian, yaitu:

1. Ukuran atau Jumlah Self Disclosure

Ukuran atau jumlah ini merupakan frekuensi seseorang dalam melakukan self disclosure atau waktu yang diperlukan untuk menyatakan pengungkapan tersebut. Dalam hal ini, self disclosure yang dilakukan akan sangat tidak terbatas oleh waktu. Seseorang dapat melakukan self disclosure kapanpun berdasarkan kemampuan diri dan sarana untuk menunjang pengungkapan itu sendiri.

2. Valensi Self Disclosure

Valensi ialah kualitas positif atau negatif dari self disclosure. Jika seseorang melakukan pengungkapan diri dengan baik dan menyenangkan maka akan memiliki kualitas positif, sedangkan apabila tidak baik atau tidak menyenangkan maka akan memiliki kualitas negatif. Adanya kualitas ini dapat menimbulkan dampak yang berbeda, baik pada individu yang mengungkapkan maupun yang mendengarkan.

3. Kecermatan atau Kejujuran Self Disclosure

Kecermatan atau kejujuran self disclosure akan dibatasi oleh sejauh mana individu mengetahui atau mengenal dirinya sendiri. Selanjutnya, self disclosure akan berbeda tergantung pada kejujuran. Dalam hal ini individu dapat secara total jujur melakukan pengungkapan diri atau bahkan dapat melebih-lebihkan atau berbohong.

(13)

9 3. Tujuan dan Maksud Self Disclosure

Individu akan mengungkapkan apa yang ingin ditujukan kepada orang lain sehingga self disclosure dikontrol secara sadar oleh individu tersebut. Dalam self disclosure terkadang seseorang dapat berpikir secara spontan untuk mengungkapkan sesuatu sehingga terkadang bersifat emosional atau kurang terkontrol.

4. Keintiman

Melakukan self disclosure, seseorang umumnya cenderung dapat mengungkapkan siapa jati dirinya beserta informasi lainnya apabila hubungan dengan lawan bicaranya telah telah terbangun dengan baik. Tidak semua informasi yang disampaikan selalu bersifat pribadi namun juga dapat berupa informasi yang bersifat umum atau periferal.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Diri (Self Disclosure) Self disclosure tidak selalu dengan mudah dilakukan oleh setiap individu. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan tingkat kepribadian dari setiap indiviu tersebut.

Oleh karena itu, Devito (2011-65-67) mengemukakan bahwa terdapat delapan faktor yang mempengaruhi self disclosure, yaitu:

a. Besaran Kelompok

Pengungkapan diri lebih banyak terjadi dalam kelompok kecil daripada dalam kelompok besar. Diad (kelompok yang terdiri atas dua orang) merupakan lingkungan yang paling cocok untuk pengungkapan diri. Bila terdapat lebih dari satu orang pendengar maka proses self disclosure akan menjadi sulit. Hal ini dikarenakan tanggapan yang muncul pasti berbeda dari pendengar yang berbeda.

b. Perasaan Menyukai

Kita membuka diri kepada orang-orang yang kita sukai atau cintai, dan kita tidak akan membuka diri kepada orang yang tidak kita sukai. Sewaktu-waktu, pengungkapan diri lebih mungkin terjadi dalam hubungan yang bersifat sementara daripada dalam hubungan yang bersifat permanen, misalnya di antara sesama penumpang kereta api atau pesawat terbang.

Michael McGill (1985) dalam The McGill on Male Intimacy, menamai hubungan macam ini ”keakraban perjalanan” atau “inflight intimacy.” Dalam situasi ini, dua orang membina hubungan pengungkapan diri yang intim selama perjalanan yang singkat, tetapi tidak melanjutkannya setelah itu.

c. Efek Diadik

Pengungkapan diri menjadi lebih akrab bila itu dilakukan sebagai tanggapan atas pengungkapan diri orang lain. Adanya efek diadik ini dapat membuat seseorang merasa lebih aman dan nyatanya memperkuat perilaku pengungkapan diri kepada orang lain.

d. Kompetensi

Orang yang kompeten lebih banyak melakukan dalam pengungkapan diri daripada orang yang kurang kompeten. Hal ini dikarenakan mereka yang kompeten memiliki lebih banyak hal positif tentang diri mereka sendiri untuk diungkapkan daripada orang-orang yang tidak kompeten.

e. Kepribadian

Orang-orang yang pandai bergaul (sociable) dan ekstrover melakukan pengungkapan diri lebih banyak daripada mereka yang kurang pandai bergaul dan lebih introver. Orang yang kurang berani bicara pada umumnya juga kurang

(14)

10

mengungkapkan diri daripada mereka yang merasa lebih nyaman dalam berkomunikasi.

f. Topik

Kecenderungan memilih topik pembicaraan, seseorang lebih cenderung membuka diri tentang topik pekerjaan atau hobi daripada tentang kehidupan seks atau situasi keuangan. Umumnya, makin pribadi dan makin negatif suatu topik maka semakin kecil kemungkinan kita mengungkapkannya.

g. Jenis Kelamin

Faktor terpenting yang mempengaruhi pengungkapan diri adalah jenis kelamin (Sihabudin dan Winangsih, 2012:114).

1.Wanita lebih terbuka daripada pria dan lebih terbuka kepada orang yang disukai.

2. Laki-laki lebih terbuka pada orang-orang yang dipercayai.

B. Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian pertama dengan judul “Self Disclosure Pada Media Sosial (Studi Deskriptif Pada Media Sosial Anonim LegaTalk)” ditulis oleh Widiyana Ningsih, program studi ilmu komunikasi, konsentrasi humas, fakultas ilmu sosial dan ilmu politik, Universitas Agung Tirtayasa Banten, 2015. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah Bagaimana Self Disclosure pengguna pada media sosial anonim LegaTalk, serta tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Self Disclosure pengguna pada media sosial anonim LegaTalk. Landasan teori yang digunakan adalah Komunikasi Antarpribadi, Self Disclosure, dan Media Sosial.

Metode penelitian ini menggunakan paradigma post positivisme dengan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif. Unit analisis pada penelitian ini ialah individu, yaitu pengguna pada media sosial anonim LegaTalk. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah wawancara, observasi, dokumentasi, studi kepustakaan. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa self disclosure pada media anonim menjadikan individu lebih nyaman untuk terbuka mengenai dirinya.

Penelitian kedua dengan judul “Self Disclosure Individu Pada Aktivitas Kencan Online (Studi Pada Individu di Jejaring Sosial Facebook) ditulis oleh Yeanita Lestarina, program studi ilmu komunikasi, fakultas ilmu sosial dan ilmu politik, Universitas Indonesia, 2012. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana pengungkapan diri yang dilakukan individu dalam melakukan kencan online, serta tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengungkapan diri pada individu ketika mereka melakukan kencan online di Facebook. Landasan teori yang digunakan adalah Penetrasi Sosial, Computer-Mediated-Communication, dan Self Disclosure. Metode penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme dengan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif. Unit analisis pada penelitian ini ialah individu, yaitu pengguna pada jejaring sosial Facebook yang melakukan kencan online. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah observasi dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa individu merasa lebih aman dan nyaman saat berkomunikasi online dibandingkn offline. Adanya perbedaan keluasan dan kedalaman topik pembahasan pada pria dan wanita pada awal hubungan maupun saat hubungan telah berkembang lebih jauh, dan self disclosure merupakan sumber peningkatan suatu hubungan.

Penelitian ketiga dengan judul “Instagram Stories Sebagai Media Self Disclosure Mahasiswi Ilmu Komunikasi UINSA” ditulis oleh Mutiara Ayu

(15)

11

Oktavianti, program studi ilmu komunikasi, fakultas dakwah dan komunikasi, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2018.

Ada tiga rumusan masalah pada penelitian ini, yaitu Bagaimana gambaran self disclosure Mahasiswa Ilmu Komunikasi UINSA melalui instagram story, apakah tujuan dari self disclosure Mahasiswa Ilmu Komunikasi UINSA melalui instagram story, dan apakah dampak yang ditimbulkan dari self disclosure Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Ampel melalui instagram story. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran self disclosure Mahasiswa Ilmu Komunikasi UINSA melalui instagram story, untuk mengetahui tujuan dari self disclosure Mahasiswa Ilmu Komunikasi UINSA melalui instagram story, dan mengetahui dampak yang ditimbulkan dari self disclosure Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Ampel melalui instagram story. Landasan teori yang digunakan adalah Self Disclosure dan Media Sosial. Metode penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme dengan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif. Unit analisis pada penelitian ini ialah individu, yaitu mahasiswi Ilmu Komunikasi UINSA yang menggunakan Instagram Stories. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Terdapat tiga hasil dari penelitian ini. Pertama, bentuk self disclosure Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Ampel adalah terbuka, tersembunyi, dan gelap. Kedua, tujuan dari self disclosure Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Ampel adalah untuk menjernihkan diri, aktualisasi diri, dan ajang pamer. Ketiga, dampak yang ditimbulkan dari self disclosure Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Ampelberupa dampak positif dan negatif. Dampak positif yang ditimbulkan adalah dapat memotivasi seseorang dan merubah diri seseorang untuk menjadi lebih baik. Sedangkan, dampak negatifnya adalah menjadikan orang lain tidak nyaman bahkan terganggu dengan keterbukaan yang disampaikan.

Penelitian keempat dengan judul “Media Jejaring Sosial Dalam Dimensi Self Disclosure (Studi Deskriptif Kualitatif Penggunaan Twitter pada Suporter PSS Sleman “Brigata Curva Sud”)” ditulis oleh David Mahendra, program studi ilmu komunikasi, fakultas ilmu sosial dan humaniora, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana Media Jejaring Sosial Twitter dalam dimensi keterbukaan diri (self disclosure) anggota Brigata Curva Sud, serta tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkap dimensi keterbukaan diri anggota Brigata Curva Sud dalam berinteraksi menggunakan media jejaring sosial Twitter. Landasan teori yang digunakan adalah Komunikasi Massa, Media Baru, dan Self Disclosure. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif. Unit analisis pada penelitian ini ialah individu, yaitu anggota Brigata Curva Sud. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini ialah para anggota Brigata Curva Sud sudah dapat melakukan pengungkapan diri di dalam komunitasnya, baik itu bersifat positif maupun negatif. Semua anggota memiliki dimensi pengungkapan diri yang berbeda tergantung aktivitas mereka dalam menggunakan Twitter.

Penelitian kelima dengan judul “Pengungkapan Diri pada Aplikasi Kencan Online (Studi Deskriptif Individu Pengguna Aplikasi Tinder)” ditulis oleh Syakira Noerlela Maharani, departemen ilmu komunikasi, fakultas ilmu sosial dan politik, Universitas Gadjah Mada, 2017. Rumusan masalah pada penelitian ini. Bagaimana pengungkapan diri yang dilakukan individu pengguna aplikasi Tinder dalam praktik

(16)

12

kencan online, serta tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengungkapan diri yang terjadi oleh individu pengguna aplikasi Tinder. Landasan teori yang digunakan adalah Komunikasi Interpersonal dan Self Disclosure. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif. Unit analisis pada penelitian ini ialah individu, yaitu pengguna aplikasi Tinder. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah indepth interview, recording, dan studi pustaka. Hasil penelitian ini dibagi menjadi lima bagian, yaitu pengungkapan diri pada profil Tinder, pengungkapan diri pada awal percakapan, pada saat pindah aplikasi, pada saat kopi darat dan setelahnya. Pengguna memegang kontrol terhadap informasi yang mereka ungkapkan. Selain itu tujuan komunikasi interpersonal mereka mempengaruhi pengungkapan diri yang terjadi.

Penelitian keenam melalui artikel jurnal yang ditulis oleh Aditia Paul (2019) dengan judul “How Are we Really Getting to Know One Another? Effect of Viewing Facebook Profile Information on Initial How Are We Really Getting to Know One Another? Effect of Viewing Facebook Profile Information on Initial Conversational Behaviors between Strangers” menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode deskriptif. Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini ialah Media Sosial dan Self Disclosure. Hasil dari penelitian ini ialah Individu yang telah melihat foto profil lawan bicaranya di Facebook lebih memiliki hubungan yang lebih intim dibandingkan dengan individu yang tidak melihat foto profil lawan bicara sebelumnya. Seperti pertanyaan-pertanyaan atau topik yang dibicarakan pun lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak melihat foto profil. Namun hal ini juga tidak terlihat perbedaan yang signifikan. Dengan kata lain, penelitian ini menunjukkan bahwa berbagi profil Facebook pada awal percakapan memberikan individu kebebasan untuk membuat pengungkapan yang lebih dalam, memiliki rasa percaya dan keintiman.

Penelitian ketujuh melalui artikel jurnal yang ditulis oleh Bitna Kim, Kyung-Shik Shin, dan Sangmi Chai (2015) dengan judul “How People Disclose Themselves Differently According To The Strength Of Relationship In SNS?”

menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode deskriptif. Landasan teori yang digunakan ialah Self Disclosure. Hasil dari penelitian ini ialah pengungkapan diri pada SNS terdiri dari lima dimensi, yaitu niat untuk mengungkapkan, jumlah, sifat positif-negatif, keakuratan, kejujuran, dan kontrol kedalaman pengungkapan secara umum. Kekuatan ikatan sosial secara signifikan mempengaruhi dimensi pengungkapan diri kecuali untuk sifat pengungkapan positif-negatif. Secara umum, penelitian ini memberikan gambaran bahwa pengungkapan diri pada dunia maya (SNS) dan nyata menggunakan strategi yang sama.

Penelitian ke delapan melalui artikel jurnal yang ditulis oleh Nita Indriati dengan judul “Komunikasi Interpersonal Dalam Lingkungan Panti Asuhan Walisongo” menggunakan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif. Landasan teori yang digunakan adalah Komunikasi Interpersonal dan Penetrasi Sosial. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komunikasi interpersonal antara pengasuh dan santri, serta komunikasi interpersonal antara santri dengan santri. Hasil penelitian terkait dengan komunikasi interpersonal antara pengasuh dan santri ialah pada tahap orientasi terdapat pertukaran informasi tentang nama dan tempat tinggal.

Tahap pertukaran efektif terdapat pertukaran informasi tentang hal yang disuka maupun tidak disukai. Tahap efektif ditandai dengan adanya santri yang

(17)

13

menceritakan tentang pengalaman pribadinya dan tahap terakhir ialah pertukaran stabil ditandai dengan tidak adanya keraguan santri untuk membuka dirinya.

Hasil penelitian terkait dengan komunikasi interpersonal antara santri dengan santri ialah pada tahap orientasi ditandai dengan perkenalan diantara para santri, tahap pertukaran efektif ditandai ketika para santri mulai beristirahat atau bersantai bersama, tahap efektif ditandai dengan adanya rasa nyaman diantar para santri sehingga mereka dapat menceritakan tentang pengalaman pribadinya, dan tahap yang terakhir adalah pertukaran stabil, ditandai dengan adanya teman dekat (sahabat) diantara para santri yang dapat berbagi keluh kesah bersama tanpa adanya rasa keraguan diantara mereka.

Penelitian kesembilan melalui artikel jurnal yang ditulis oleh Mela Cristanty dan Suzy Azeharie dengan judul “Studi Komunikasi Interpersonal Antara Perawat Dengan Lansia Di Panti Lansia Santa Anna Teluk Gong Jakarta” menggunakan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif. Landasan teori yang digunakan pada penelitian ini ialah Komunikasi Interpersonal. Hasil penelitian ini ialah kedekatan hubungan antarpribadi antara perawat dengan lansia dapat dilihat dengan adanya keterbukaan, perilaku suportif, perilaku positif, kesamaan, dan empati. Kelima kriteria tersebut sudah dijalankan oleh para perawat guna membangun hubungan yang baik dengan para lansia di Panti Lansia Santa Anna Teluk Gong Jakarta.

C. Proposisi Penelitian

Dalam pengungkapan diri tiap individu pengguna aplikasi Showaround memiliki banyak tantangan dalam prosesnya, sebab informasi yang bersifat pribadi umumnya sulit diungkapkan jika perkenalan awal melalui dunia maya. Aplikasi Showaround berguna bagi seorang traveller yang ingin mendapatkan teman baru ketika Ia mengunjungi destinasi yang dituju (mendapatkan local guide). Rendahnya rasa kepercayaan dan adanya rasa khawatir untuk mengungkapkan diri kepada individu lain adalah salah satu tantangan dalam proses self disclosure. Individu yang menggunakan nama sebenarnya pada profil aplikasi Showaround masuk ke dalam daerah terbuka, sedangkan yang menggunakan nama tidak sebenarnya maka masuk ke dalam daerah tertutup.

(18)

14

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Paradigma Penelitian

Paradigma menurut Neuman (2017:108), merupakan kerangka penyusunan umum untuk landasan teori dan penelitian yang mencakup asumsi dasar, persoalan inti, model dari penelitian kualitas serta metode untuk menjawab pertanyaan.

Paradigma dijadikan peneliti sebagai kerangka acuan yang menjadi dasar sebuah penelitian yang dimana peneliti akan melihat fenomena sosial dari sudut dan cara pandang tertentu. Paradigma akan menentukan bagaimana hasil penelitian berdasarkan hasil cara pandang dan perlakuan peneliti terhadap ilmu atau teori dalam mengolah data informasi.

Penelitian ini menggunakan paradigma interpretif. Menurut Neuman (2017:116), paradigma interpretif merupakan analisis sistematis terkait aksi sosial yang menghasilkan makna melalui observasi manusia secara terperinci dan langsung berdasarkan sudut pandang latar alamiah, agar dapat memperoleh pemahaman dan interpretasi mengenai cara orang untuk menciptakan dan mempertahankan dunia sosial mereka. Paradigma interpretif merupakan salah satu dari ketiga pendekatan utama terhadap penelitian sosial yang menekankan aksi sosial yang bermakna dan makna dibentuk secara sosial dan relativisme nilai.

Peneliti menggunakan paradigma interpretif karena peneliti ingin mendapatkan informasi agar dapat menjabarkan suatu realitas sosial dan usaha mereka dalam mempertahankannya. Paradigma ini juga digunakan untuk mempelajari alasan dan motif dari individu dalam bertindak sesuatu dengan cara- cara tertentu. Paradigma interpretif akan menjelaskan realitas yang sesungguhnya mengenai alasan dan motif individu menggunakan aplikasi Showaround atau dalam hal ini akan melihat faktor pendukung dan penghambat apa saja sehingga mereka berani untuk melakukan proses pengungkapan diri (self disclosure) kepada orang yang baru mereka kenal melalui dunia maya. Self disclosure perlu dilakukan guna membangun hubungan yang baik ketika mereka melakukan pertemuan untuk melakukan perjalanan wisata (travelling) bersama.

B. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Cresswell 2018, 415), merupakan suatu proses penelitian berdasarkan pendekatan penelitian metodologis yang khas yang meneliti permasalahan sosial atau kemanusiaan.

Peneliti membangun gambaran holistik yang kompleks; menganalisis kata-kata;

melaporkan pandangan yang detail dari para partisipan; dan melaksanakan studi tersebut dalam setting atau lingkungan yang alami. Dalam penelitian ini, intensitas penelitian fokus bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya (Kriyantono, 2009:56).

Berbeda dengan penelitian kuantitatif yang mengharuskan terdapat jarak antara peneliti dengan yang diteliti agar hasil yang didapatkan bersifat objektif, maka dalam penelitian kualitatif menekankan sifat realitas yang terbangun secara sosial, hubungan erat antara peneliti dengan objek penelitian agar data yang didapat diabsahkan.

Pendekatan kualitatif ini, diharapkan menemukan dan mendapatkan informasi secara jelas dan melihat permasalahan yang sedang dibahas, yaitu bagaimana pengungkapan diri pengguna aplikasi Showaround.

(19)

15 C. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat terkait fakta-fakta yang ada di lapangan (Kriyantono, 2009:67). Penelitian deskriptif memusatkan perhatian pada masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian berlangsung. Menurut Neuman (2017:44), jenis penelitian deskriptif merupakan jenis penelitian yang menyajikan gambaran mengenai jenis orang atau aktivitas sosial dan berfokus pada pertanyaan bagaimana dan siapa, seberapa sering terjadi dan siapa yang terlibat.

Adapun jenis penelitian deskriptif dianggap cocok dengan penelitian ini karena peneliti ingin memaparkan gambaran bagaimana individu yang berkenalan dengan orang baru melalui dunia maya (aplikasi Showaround) dapat melakukan proses self disclosure guna membangun hubungan yang baik agar saat melakukan perjalanan wisata (travelling) bersama dapat berjalan dengan lancar. Penelitian ini akan menjadikan individu yang menggunakan aplikasi Showaround sebagai gambaran realitas sosial yang tengah terjadi dimasyarakat, yaitu berkembangnya dunia digital seiring dengan majunya teknologi saat ini.

D. Unit Analisis

Unit analisis dalam sebuh penelitian merupakan satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Dalam pengertian lain, unit analisis merupakan unit, kasus atau bagian dari kehidupan sosial yang terjadi dan merupakan inti dalam mengembangkan konsep secara empiris guna mengukur atau mengamati konsep dan menggunakan analisis data (Neuman, 2017:78). Dalam sebuah penelitian, menentukan unit analisis diperlukan agar peneliti dapat mengetahui dan menentukan masalah dari penelitian tersebut. Oleh karena itu, peneliti harus dapat menentukan apakah unit analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah individu, kelompok, pasangan, budaya, ataupun organisasi.

Unit analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah individu. Subjek yang diteliti merupakan pengguna aplikasi Showaround. Peneliti memilih hal ini berdasarkan tentang peristiwa yang saat ini berkembang luas di masyarakat seiring dengan majunya teknologi saat ini, yaitu terkait dengan penggunaan aplikasi yang dapat memudahkan individu saat melakukan perjalanan wisata (travelling). Self disclosure pada penelitian ini yakni sebuah pengungkapan diri kepada orang lain yang baru mereka kenal melalui dunia maya. Self disclosure diperlukan guna membangun hubungan yang baik agar saat mereka melakukan perjalanan wisata (travelling) bersama dapat berjalan dengan lancar karena sudah mengenal kepribadian masing-masing pihak yang terlibat.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data (Rachmat Kriyantono, 2009:93). Teknik pengumpulan data merupakan bagian dari instrumen pengumpulan data yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu penelitian (Bungin, 2011:110). Penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu:

(20)

16 a. Observasi

Observasi merupakan salah satu cara untuk mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif. Observasi berarti memperhatikan fenomena di lapangan melalui kelima indera peneliti, sering kali dengan instrumen atau perangkat, dan merekamnya untuk tujuan dari penelitian. Peneliti mengobservasi lingkungan fisik, partisipan, aktivitas, interaksi, percakapan, dan perilaku (Creswell, 2018:231).

Penelitian ini menggunakan observasi partisipan sempurna, yaitu peneliti terlibat secara penuh dengan unit analisis yang diteliti (Creswell, 2018:232). Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya interaksi langsung saat peneliti mewawancarai para pengguna aplikasi Showaround terkait dengan proses self disclosure yang mereka lakukan.

b. Wawancara

Wawancara adalah percakapan antara peneliti (seseorang yang berharap mendapatkan informasi) dengan informan (seseorang yang diasumsikan mempunyai informasi penting tentang suatu objek yang diteliti. Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya (Rachmat Kriyantono, 2000:98). Penelitian ini menggunakan wawancara semistruktur, yaitu wawancara dilakukan secara bebas tetapi terarah dengan tetap berada pada jalur pokok permasalahan yang akan ditanyakan dan telah disiapkan terlebih dahulu (Rachmat Kriyantono, 2000:99- 100).

Melakukan wawancara maka diperlukan beberapa informan yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait penelitian ini. Kriteria memilih informan dalam penelitian ini adalah:

a. Pengguna aplikasi Showaround.

b. Informan sudah pada tahapan dewasa karena dirasa cukup bagi peneliti untuk melihat pengalaman informan mengenai keterbukaan dirinya (self disclosure).

b. Informan merupakan seseorang yang mempunyai akun dan aktif menggunakan aplikasi Showaround minimal satu bulan.

c. Sample harus menghasilkan deskripsi yang dapat dipercaya dalam arti yang berlaku untuk kehidupan nyata. Hal ini dapat dilihat dari latar belakang pendidikan dan pekerjaan. Informan dalam penelitian ini dapat dipercaya dalam menghasilkan deskripsi yang jelas pada saat wawancara berlangsung.

c. Studi Pustaka

Menurut Creswell (2014:40) tujuan studi pustaka adalah menginformasikan hasil penelitian lain yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan saat itu, menjadi tolak ukur untuk mempertegas pentingnya penelitian tersebut dan membandingkan hasil-hasilnya dengan penemuan-penemuan lain.

Dalam penelitian ini, studi pustaka dimaksudkan untuk mendapatkan data dengan mengkaji penelitian-penelitian sebelumnya yang berasal dari skripsi maupun jurnal terkait dengan self disclosure yang dilakukan dalam berbagai media yang ada.

d. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik, cara, atau upaya memperoleh data dan informasi dengan menggunakan dokumen publik, seperti makalah atau koran dan

(21)

17

dokumen privat, seperti diary, buku harian, atau surat (Creswell, 2014:269).

Adanya dokumentasi ini diharapkan dapat terkumpul segala dokumen yang dibutuhkan, baik dokumen tertulis, bergambar, maupun elektronik. Dokumen yakni dapat berupa screenshot atau sebuah teknik untuk menangkap layar gambar dari handphone. Gambar yang di screenshot ini umumnya seperti halaman utama pada aplikasi Showaround, dan profil informan pada aplikasi Showaround yang digunakan sebagai data pada penelitian ini. Bentuk dokumentasi lainnya juga dapat berupa foto-foto saat peneliti melakukan wawancara dengan para informan.

F. Instrumen Penelitian

Peneliti merupakan instrumen terpenting di dalam sebuah penelitian kualitatif. Peneliti sebagai instrumen mengumpulkan data sendiri dengan mempelajari dokumen-dokumen, mengamati perilaku, dan mewawancarai partisipan (Creswell, 2018:60). Oleh karena itu, peneliti harus mampu mengamati permasalahan yang ada di dalam penelitiannya. Sementara menurut Kriyantono (2009:57), dalam penelitian kualitatif maka peneliti merupakan instrumen kunci.

Oleh karena itu, peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas sehingga dapat bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi objek yang diteliti menjadi lebih jelas.

Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri. Hal ini dikarenakan penelitian kualitatif mengutamakan prinsip validitas dan kredibilitas data. Selain itu, instrumen pendukungnya adalah adanya pedoman wawancara yang membantu peneliti dalam melakukan wawancara dengan para informan. Pedoman wawancara akan berkaitan dengan proses pengungkapan diri pengguna aplikasi Showaround. Berikut ini merupakan lampiran pedoman wawancara:

G. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses berkelanjutan yang membutuhkan refleksi terus-menerus terhadap data, mengajukan pertanyaan-pertanyaan analisis, dan menulis catatan singkat sepanjang penelitian (Creswell, 2014:274). Dalam penelitian ini berdasarkan Sugiyono (2012:247-252) teknik analisis data yang digunakan adalah:

1. Reduksi Data

Saat peneliti turun ke lapangan maka peneliti akan mendapatkan jumlah data yang cukup banyak sehingga perlu dicatat dengan rinci dan perlu melakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum memilih hal- hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal perlu yang penting, dicari tema dan polanya. Oleh karena itu reduksi digunakan peneliti agar mendapatkan data pokok dan tetap fokus pada permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti yang telah mengumpulkan data lapangan berupa hasil wawancara terhadap informan kemudian mengklasifikasikan data yang didapat berdasarkan teori dan konsep yang digunakna. Adanya penelitian terdahulu terkait dengan self disclosure akan membantu peneliti dalam menentukan data yang bersifat relevan atau tidak antara teori/konsep dengan data yang ada di lapangan.

2. Penyajian Data

Penyajian data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antara kategori flowchart dan sejenisnya. Miles dan Huberman (1984) yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam

(22)

18

penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan menyajikan data diharapkan dapat mempermudah peneliti untuk merencanakan pekerjaan berikutnya. Dalam penelitian ini ketika data sudah didapatkan maka harus dijabarkan atau disajikan dalam bentuk tabel wawancara dan hasil dokumentasi.

3. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi

Langkah terakhir dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Akan tetapi, jika kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan untuk mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Pada penelitian ini, peneliti menyimpulkan bagaimana pengungkapan diri pengguna aplikasi Showaround.

H. Pengecekan Keabsahan Temuan

Triangulasi adalah teknik menganalisis jawaban subjek dengan meneliti kebenarannya dengan data empiris (sumber data lainnya) yang tersedia (Rachmat Kriyantono, 2009:70). Sementara menurut Neuman (2017:186), triangulasi merupakan ide untuk melihat suatu hal dari beberapa sudut pandang dan hasilnya dapat meningkatkan keakuratan.

Penelitian ini menggunakan teknik triangulasi sumber, yaitu membandingkan atau mengecek ulang derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari sumber yang berbeda. Untuk mengecek keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan pengecekan data melalui kelengkapan referensi, observasi, membandingkan hasil wawancara yang telah didapat dan dokumentasi yang telah ditangkap dari penelitian-penelitian sebelumnya terkait self disclosure serta hasil wawancara dengan pengguna aplikasi Showaround dengan dokumen terkait dengan fokus penelitian dan data tersebut dibandingkan sampai memperoleh titik jenuh.

(23)

19

IV. DAFTAR PUSTAKA

Buku

AW, Suranto. (2011). Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Imu.

Bungin, Burhan. (2011). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Predana Media Group.

Creswell, John W. (2018). Penelitian Kualitatif dan Desain Riset Memilih di antara Lima Pendekatan (Edisi ke-3). Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.

_______________. (2014). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.

Devito, Joseph A. (2011). Komunikasi Antar Manusia. Pamulang-Tangerang Selatan: Karisma Publishing Group.

Griffin, Em. (2012). A First Look at Communication Theory Eighth Edition. New York : McGraw-Hill.

Kriyantono, Rachmat. (2009). Teknik Praktis Riset Komunikasi Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Liliweri, Alo. (2015). Komunikasi Antar Personal. Jakarta: Prenada Media Group.

Littlejohn, Stephen W & Foss, Karen A. (2009). Teori Komunikasi, Edisi 9.

Jakarta: Salemba Humanika.

__________________________________. (2009). Encyclopedia of Communication Theory. Amerika: SAGE Publications.

Neuman, W. Lawrence. (2011). Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif Edisi Ketujuh. Jakarta: PT Indeks.

Rakhmat, Jalaluddin. (2018). Psikologi Komunikasi Edisi Revisi. Bandung:

Simbiosa Rekatama Media.

Sihabudin, Ahmad & Winangsih, Rahmi. (2012). Komunikasi Antar Manusia.

Serang : Pustaka Getok Tular.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

West, Richard & Turner, Lynn H. (2009). Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, Edisi 3. Jakarta: Salemba Humanika.

Wood, Julia T. (2013). Komunikasi Teori dan Praktik (Komunikasi dalam Kehidupan Kita) Edisi 6. Jakarta: Salemba Humanika.

(24)

20 Artikel Jurnal

Cristanty, Mela & Azeharie, Suzy. (2016). Studi Komunikasi Interpersonal Antara Perawat Dengan Lansia Di Panti Lansia Santa Anna Teluk Gong Jakarta. Jurnal

Komunikasi. Vol.8, No.2. Jakarta: Universitas Tarumanegara. Diakses pada https://journal.untar.ac.id.

Indriati, Nita. (2017). Komunikasi Interpersonal Dalam Lingkungan Panti Asuhan Walisongo. Jurnal Online Kinesik. Vol.4, No.1. Palu: Universitas Tadulako. Diakses pada http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Kinesik.

Hogg, Michael A. (2014). From Uncertainty to Extremism: Social Categorization and Identity Processes. Association for Psychological Science. Vol.23, No.5: pp. 338-342. DOI: 10.1177/0963721414540168/Diakses pada http://cdp.sagepub.com/content/23/5/338.

Kim, Bitna., Shin, Kyung-Shik., & Chai, Sangmi. (2015). How People Disclose Themselves Differently According To The Strength Of Relationship In SNS?. The Journal of Applied Business Research. Vol.31, No.6: pp.2139- 2146.DOI:10.19030/jabvr.v3li6.9472/Diaksespada

https://clutejournals.com/index.php/JABR/article/view/9472/9567.

Paul, Aditia. (2019). How Are we Really Getting to Know One Another? Effect of Viewing Facebook Profile Information on Initial How Are we Really Getting to Know One Another? Effect of Viewing Facebook Profile Information on Initial Conversational Behaviors between Strangers. The Journal of Social Media in Society. Vol.8, No.1: pp. 249-270. Diakses pada https://thejsms.org/index.php/TSMRI/article/view/467/273.

Skripsi

Lestarina, Yeanita. (2012). Self Disclosure Individu Pada Aktivitas Kencan Online (Studi Pada Individu di Jejaring Sosial Facebook). Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Indonesia, Depok.

Maharani, Syakira Noerlela. (2017). Pengungkapan Diri pada Aplikasi Kencan Online

(Studi Deskriptif Individu Pengguna Aplikasi Tinder). Skripsi tidak diterbitkan.

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Mahendra, David. (2014). Media Jejaring Sosial Dalam Dimensi Self Disclosure (Studi Deskriptif Kualitatif Penggunaan Twitter pada Suporter PSS Sleman “Brigata

Curva Sud”). Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

(25)

21

Ningsih, W. (2015). Self Disclosure Pada Media Sosial (Studi Deskriptif Pada Media Sosial Anonim LegaTalk). Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten.

Oktavianti, Mutiara Ayu. (2018). Instagram Stories Sebagai Media Self Disclosure Mahasiswi Ilmu Komunikasi UINSA. Skripsi tidak diterbitkan.

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya.

Sumber surata kabar dan media online :

Hoaks dan Kebebasan Berpendapat, Tajuk Rencana Harian Kompas. Halaman 6, Kamis, 31 Oktober 2019.

Meningkatnya Populasi yang Tidak Nyaman dengan Keberagaman, Hasil riset Yayasan Denny JA dan Lembaga Survei Indonesia (LSI) Community.

Diakses pada 15 September 2019 http://www.suarakita.org/wp-

content/uploads/2014/10/Konpers- Minggu-21-oktober-Indonesia-TD.pdf.

Remaja Jadi Korban Penculikan Kenalan di Facebook. Diakses pada 2 Oktober 2019 https://metro.tempo.co/read/469247/remaja-jadi-korban-penculikan- kenalan-di-facebook.

3 Aplikasi Travel yang Paling Banyak Digunakan Orang Indonesia. Diakses pada 5 Oktober

2019 https://travel.kompas.com/read/2018/03/29/210000127/3-aplikasi- travel-yang-paling-banyak-digunakan-orang-indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Roby Batubara Monitoring & Evaluation Specialist mm 18,0 Awaluddin Siregar, SH Sub Specialist Legal & CHU mm 12,0 7 Zulkifli Siregar, S.Kom Senior Assistant

Alasan-alasan penolakan Hadhrat Khalifah ‘Utsman (ra) kepada berbagai Sahabat yang mendesak memerangi para pemberontak: [1] jika mengobarkan perlawanan dan

Bpada Bayi 0-11 Bulan di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Daerah Istimewa Aceh, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.. Pedoman Imunisasi di Indonesia, Satgas Imunisasi

Diterimanya hipotesis penelitian ini menunjukkan bahwa media sosial dapat menjadi sarana individu untuk melakukan self-disclosure dengan cara memberitahukan

Penelitian sebelumnya mengenai keterbukaan diri yang dilakukan Johnson (1981) menunjukkan bahwa individu yang mampu dalam keterbukaan diri (self disclosure) akan dapat

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh terhadap komitmen karyawan, pemimpin yang efektif mempengaruhi para pengikutnya untuk