• Tidak ada hasil yang ditemukan

Turney (1973) mengemukakan 8 (delapan) keterampilan dasar mengajar, yakni:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Turney (1973) mengemukakan 8 (delapan) keterampilan dasar mengajar, yakni:"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

8 Keterampilan Dasar Mengajar

Guru merupakan sosok yang digugu dan ditiru, begitulah falsafah yang sering kita dengar.

Program kelas tidak akan berarti bilamana tidak diwujudkan menjadi kegiatan. Untuk itu peranan guru sangat menentukan karena kedudukannya sebagai pemimpin pendidikan diantara murid- murid suatu kelas . Secara etimologi atau dalam arti sempit guru yang berkewajiban mewujudkan suatu program kelas adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau kelas.

Secara lebih luas guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak untuk mencapai kedewasaan masing- masing dalam berpikir dan bertindak. Guru dalam pengertian terakhir bukan sekedar orang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi pengetahuan tertentu, akan tetapi adalah anggota masyarakat yang harus ikut aktif dan berjiwa bebas serta kratif dalam mengarahkan perkembangan akan didik nya menuju sebuah cita-cita luhur mereka. Untuk mencampai hal tersebut diatas maka dibutuhkan ketrampilan-ketrampilan dasar seorang guru dalam mengajar.

Turney (1973) mengemukakan 8 (delapan) keterampilan dasar mengajar, yakni:

Pertama, keterampilan bertanya yang mensyaratkan guru harus menguasai teknik mengajukan pertanyaan yang cerdas, baik keterampilan bertanya dasar maupun keterampilan bertanya lanjut Kedua, keterampilan memberi penguatan. Seorang guru perlu menguasai keterampilan

memberikan penguatan karena penguatan merupakan dorongan bagi siswa untuk meningkatkan perhatian.

Ketiga, keterampilan mengadakan variasi, baik variasi dalam gaya mengajar, penggunaan media dan bahan pelajaran, dan pola interaksi dan kegiatan

Keempat, keterampilan menjelaskan yang mensyaratkan guru untuk merefleksi segala informasi sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Setidaknya, penjelasan harus relevan dengan tujuan, materi, sesuai dengan kemampuan dan latar belakang siswa, serta diberikan pada awal, tengah, ataupun akhir pelajaran sesuai dengan keperluan.

Kelima, keterampilan membuka dan menutup pelajaran. Dalam konteks ini, guru perlu mendesain situasi yang beragam sehingga kondisi kelas menjadi dinamis.

Keenam, keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil. Hal terpenting dalam proses ini adalah mencermati aktivitas siswa dalam diskusi.

Ketujuh, keterampilan mengelola kelas, mencakupi keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal, serta pengendalian kondisi belajar yang optimal.

(2)

Kedelapan, keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan, yang mensyaratkan guru agar mengadakan pendekatan secara pribadi, mengorganisasi-kan, membimbing dan

memudahkan belajar, serta merencanakan dan melaksana-kan kegiatan belajar-mengajar.

Semoga dengan kita mampu menguasai 8 ketrampilan dasar tersebut dapat menjadikan diri kita sebagai guru yang profesional sehingga mampu menghantarkan murid-murid kita menuju pendidikan yang paripurna.

Sumber : dibaca dari Buku Pengelolaan Kelas/Drs. ade rukmana, Asep sunary S.Pd, Mpd.

Seorang guru professional telah mengikuti beberapa pelatihan yang berkaitan dengan

keterampilan dasar mengajar. Dalam keterampilan dasar mengajar tersebut ada 8 keterampilan yang dapat digunakan guru selama proses belajar mengajar yaitu; keterampilan bertanya, keterampilan memberikan penguatan, keterampilan mengadakan variasi, keterampilan

menjelaskan, keterampilan membuka dan menutup pelajaran, ketrampilan membimbing diskusi kelompok kecil, keterampilan mengelola kelas, ketrampilan mengajar kelompok kecil dan perseorangan.

1. Ketrampilan Bertanya

Ada yang mengatakan bahwa “berpikir itu sendiri adalah bertanya”. Bertanya merupakan ucapan verbal yang meminta respon dari seseorang yang dikenal. Respon yang di berikan dapat berupa pengetahuan sampai dengan hal-hal yang merupakan hasil pertimbangan. Jadi bertanya

merupakan stimulus efektif yang mendorong kemampuan berpikir. Dalam proses belajar

mengajar, bertanya memainkan peranan penting sebab pertanyaan yang tersusun dengan baik dan teknik pelontaran yang tepat akan memberikan dampak positif. Pertanyaan yang baik di bagi manjadi dua jenis, yaitu pertanyaan menurut maksudnya dan pertanyaan menurut taksonomo Bloom. Pertanyaan menurut maksudnya terdiri dari : Pertanyaan permintaan ( compliance question), pertanyaan retoris (rhetorical question), pertanyaan mengarahkan atau menuntun (prompting question) dan pertanyaan menggali (probing question). Sedangkan pertanyaan menurut taksonomi Bloom, yaitu: pertanyaan pengetahuan (recall question atau knowlagde question), pemahaman (conprehention question), pertanyaan penerapan (application question), pertanyaan sintetis ( synthesis question) dan pertanyaan evaluasi (evaluation question).

Untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar, guru perlu menunjukkan sikap yang baik pada waktu mengajukan pertanyaan maupun ketika menerima jawaban siswa.

Dan harus menghindari kebiasaan seperti : menjawab pertanyaan sendiri, mengulang jawaban siswa, mengulang pertanyaan sendiri, mengajukan pertanyaan dengan jawaban serentak, menentukan siswa yang harus menjawab sebelum bertanya dan mengajukan pertanyaan ganda.

Dalam proses belajar mengajar setiap pertanyaan, baik berupa kalimat tanya atau suruhan yang menuntut respons siswa sehingga dapat menambah pengetahuan dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, di masukkan dalam golongan pertanyaan. Ketrampilan bertanya di bedakan atas ketrampilan bertanya dasar dan ketrampilan bertanya lanjut.

Ketrampilan bertanya dasar mempunyai beberapa komponen dasar yang perlu diterapkan dalam mengajukan segala jenis pertanyaan. Komponen-komponen yang di maksud adalah :

(3)

Pengungkapan pertanyaan secara jelas dan singakat, Pemberian acuan, pemusatan, Pemindah giliran, Penyebaran, Pemberian waktu berpikir dan pemberian tuntunan.

Sedangkan ketrampilan bertanya lanjut merupakan lanjutan dari ketrampilan bertanya dasar yang lebih mengutamakan usaha mengembangkan kemampuan berpikir siswa, memperbesar

pertisipasi dan mendorong siswa agar dapat berinisiatif sendiri. Ketrampilan bertanya lanjut di bentuk di atas landasan penguasaan komponen-komponen bertanya dasar. Karena itu, semua komponen bertanya dasar masih dipakai dalam penerapan ketrampilan bertanya lanjut. Adapun komponen-komponen bertanya lanjut itu adalah : Pengubahan susunan tingkat kognitif dalam menjawab pertanyaan, Pengaturan urutan pertanyaan, Penggunaan pertanyaan pelacak dan peningkatan terjadinya interaksi.

2. Ketrampilan Memberikan Penguatan

Penguatan (reinforcement) adalah segala bentuk respons, apakah bersifat verbal ataupun non verbal, yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa, yang bertujuan memberikan informasi atau umpan balik (feed back) bagi si penerima atas perbuatannya sebagai suatu dorongan atau koreksi. Penguatan juga merupakan respon terhadap suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut.

Penggunaan penguatan dalam kelas dapat mencapai atau mempunyai pengaruh sikap positif terhadap proses belajar siswa dan bertujuan untuk meningkatkan perhatian siswa terhadap pelajaran, merangsang dan meningkatkan motivasi belajar dan meningkatkan kegiatan belajar serta membina tingkah laku siswa yang produktif. Ketrampilan memberikan penguatan terdiri dari beberapa komponen yang perlu dipahami dan dikuasai penggunaannya oleh mahasiswa calon guru agar dapat memberikan penguatan secara bijaksana dan sistematis.

Komponen-komponen itu adalah : Penguatan verbal, diungkapkan dengan menggunakan kata- kata pujian, penghargaan, persetujuan dan sebagainya. Dan penguatan non-verbal, terdiri dari penguatan berupa mimik dan gerakan badan, penguatan dengan cara mendekati, penguatan dengan sentuhan (contact), penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan, penguatan berupa simbol atau benda dan penguatan tak penuh. Penggunaan penguatan secara evektif harus memperhatikan tiga hal, yaitu kehangatan dan evektifitas, kebermaknaan, dan menghindari penggunaan respons yang negatif.

3. Ketrampilan Mengadakan Variasi

Variasi stimulus adalah suatu kegiatan guru dalam konteks proses interaksi belajar mengajar yang di tujukan untuk mengatasi kebosanan siswa sehingga, dalam situasi belajar mengajar, siswa senantiasa menunjukkan ketekunan, serta penuh partisipasi. Variasi dalam kegiatan belajar mengajar dimaksudkan sebagai proses perubahan dalam pengajaran, yang dapat di kelompokkan ke dalam tiga kelompok atau komponen, yaitu : - Variasi dalam cara mengajar guru, meliputi : penggunaan variasi suara (teacher voice), Pemusatan perhatian siswa (focusing), kesenyapan atau kebisuan guru (teacher silence), mengadakan kontak pandang dan gerak (eye contact and movement), gerakan badan mimik: variasi dalam ekspresi wajah guru, dan pergantian posisi guru

(4)

dalam kelas dan gerak guru ( teachers movement). - Variasi dalam penggunaan media dan alat pengajaran. Media dan alat pengajaran bila ditunjau dari indera yang digunakan dapat

digolongkan ke dalam tiga bagian, yakni dapat didengar, dilihat, dan diraba. Adapun variasi penggunaan alat antara lain adalah sebagai berikut : variasi alat atau bahan yang dapat dilihat (visual aids), variasi alat atau bahan yang dapat didengart (auditif aids), variasi alat atau bahan yang dapat diraba (motorik), dan variasi alat atau bahan yang dapat didengar, dilihat dan diraba (audio visual aids). - Variasi pola interaksi dan kegiatan siswa. Pola interaksi guru dengan murid dalam kegiatan belajar mengajar sangat beraneka ragam coraknya. Penggunaan variasi pola interaksi dimaksudkan agar tidak menimbulkan kebosanan, kejemuan, serta untuk menghidupkan suasana kelas demi keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan.

4. Ketrampilan Menjelaskan

Yang dimaksud dengan ketrampilan menjelaskan adalah penyajian informasi secara lisan yang diorganisasikan secara sistematik untuk menunjukkan adanya hubungan yang satu dengan yang lainnya. Secara garis besar komponen-komponen ketrampilan menjelaskan terbagi dua, yaitu : Merencanakan, hal ini mencakup penganalisaan masalah secara keseluruhan, penentuan jenis hubungan yang ada diantara unsur-unsur yang dikaitkan dengan penggunaan hukum, rumus, atau generalisasi yang sesuai dengan hubungan yang telah ditentukan. Dan penyajian suatu

penjelasan, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : kejelasan, penggunaan contoh dan ilustrasi, pemberian tekanan, dan penggunaan balikan.

5. Ketrampilan Membuka dan Menutup pelajaran

Yang dimaksud dengan membuka pelajaran (set induction) ialah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar untuk menciptakan prokondusi bagi siswa agar mental maupun perhatian terpusat pada apa yang akan dipelajarinya sehingga usaha tersebut akan memberikan efek yang positif terhadap kegiatan belajar. Sedangkan menutup pelajaran (closure) ialah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mengakhiri pelajaran atau kegiatan belajar mengajar.

Komponen ketrampilan membuka pelajaran meliputi: menarik perhatian siswa, menimbulkan motivasi, memberi acuan melalui berbagai usaha, dan membuat kaitan atau hubungan di antara materi-materi yang akan dipelajari. Komponen ketrampilan menutup pelajaran meliputi:

meninjau kembali penguasaan inti pelajaran dengan merangkum inti pelajaran dan membuat ringkasan, dan mengevaluasi.

6. Ketrampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil

Diskusi kelompok adalah suatu proses yang teratur yang melibatkan sekelompok orang dalam interaksi tatap muka yang informal dengan berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan kesimpulan, atau pemecahan masalah. Diskusi kelompok merupakan strategi yang

memungkinkan siswa menguasai suatu konsep atau memecahkan suatu masalah melalui satu proses yang memberi kesempatan untuk berpikir, berinteraksi sosial, serta berlatih bersikap positif. Dengan demikian diskusi kelompok dapat meningkatkan kreativitas siswa, serta membina kemampuan berkomunikasi termasuk di dalamnya ketrampilan berbahasa.

(5)

7. Ketrampilan Mengelola Kelas

Pengelolaan kelas adalah ketrampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar.

Dalam melaksanakan ketrampilan mengelola kelas maka perlu diperhatikan komponen ketrampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal (bersifat prefentip) berkaitan dengan kemampuan guru dalam mengambil inisiatif dan mengendalikan pelajaran, dan bersifat represif ketrampilan yang berkaitan dengan respons guru terhadap gangguan siswa yang berkelanjutan dengan maksud agar guru dapat mengadakan tindakan remedial untuk mengembalikan kondisi belajar yang optimal.

8. Ketrampilan Mengajar Kelompok Kecil dan Perseorangan

Secara fisik bentuk pengajaran ini ialah berjumlah terbatas, yaitu berkisar antara 3 – 8 orang untuk kelompok kecil, dan seorang untuk perseorangan. Pengajaran kelompok kecil dan perseorangan memungkinkan guru memberikan perhatian terhadap setiap siswa serta terjadinya hubungan yang lebih akrab antara guru dan siswa dengan siswa.

Komponen ketrampilan yang digunakan adalah: ketrampilan mengadakan pendekatan secara pribadi, ketrampilan mengorganisasi, ketrampilan membimbing dan memudahkan belajar dan ketrampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar.

Diharapkan setelah menguasai delapan ketrampilan mengajar yang telah dijelaskan di atas dapat bermanfaat untuk mahasiswa calon guru sehingga dapat membina dan mengembangkan

ketrampilan-ketrampilan tertentu mahasiswa calon guru dalam mengajar. Ketrampilan mengajar yang esensial secara terkontrol dapat dilatihkan, diperoleh balikan (feed back) yang cepat dan tepat, penguasaan komponen ketrampilan mengajar secara lebih baik, dapat memusatkan

perhatian secara khusus kepada komponen ketrampilan yang objektif dan dikembangkannya pola observasi yang sistematis dan objektif.

Dari delapan kompetensi yang telah dijelaskan di atas, yang paling penting bagi guru adalah bagaimana cara guru dapat menggunakan agar proses pembelajaran dapat berjalan baik. Selaha satu faktor yang dapat mengukur proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik, makin banyaknya jumlah siswa bertanya.

Daftar Pustaka

Fareid Wadjdi, Praktik Mengajar “modul Diklat Calon Widyaiswara†ン. Jakarta;

LAN, 2005 ___________, Pedoman Microteaching. Jakarta: UNJ; 2007 Moh. Uzer Usman.

Menjadi Guru Profesional. PT. Remaja Rosdakarya Baru Bandung: 1990.

PEMBELAJARAN KOOPERATIF (COOPERATIVE LEARNING)

A. Ruang Lingkup Pembelajaran Kooperatif

(6)

Pembelajaran yang bernaung dalam teori kontruktivis adalah kooperatif. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.

Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orangsiswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.

Selama belajar secara kooperatif siswa tetap tinggal dalam kelompoknya selama beberapa kali pertemuan . Mereka diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerjasama dengan baik dengan kelompoknya, seperti menjadi pendengar aktif, memberikan penjelasan kepada teman sekelompoknya dengan baik, berdiskusi dan sebagainya. Agar terlaksana dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang isinya pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan.

B. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama (Eggen & Kauchak, 1996: 279).

Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, menfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar sama- sama, siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengans sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.

Perbedaan antara pengajaran kelompok belajar kooperatif dengan pengajaran konvensional dapat disaksikan pada tabel berikut ini:

Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Konvensional Adanya salin ketergantungan

positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif

Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok

atau menggantungkan diri pada kelompok

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi

pelajaran tiap anggota kelompok dan kelompok diberi umpan balik

tentang hasil belajar para

Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya

(7)

anggotanya. “mendompleng” keberhasilan

“pemborong”

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui

siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan

bantuan

Kelompok belajar biasanya homogen

Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk

memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota

kelompok

Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok

dibiarkan untuk memilih ketua kelompoknya dengan cara masing-

masing.

Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung

diajarkan

Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan

pemantaun melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerjasama antara

anggota kelompok

Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan

oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam

kelompok-kelompok belajar

Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam

kelompok-kelompok belajar Penekanan tidak hanya pada

penyelesaian tugas tetapi juga hubungan inter personal (antar pribadi yang saling menghargai)

Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

Tabel 2. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan pembelajaran konvensional

Struktur tujuan kooperatif terjadi jika siswa dapat mencapai tujuan mereka jika hanya siswa lain dengan siapa mereka bekerjasama mencapai tujuan tersebut. Tuuan-tujuan pembelajaran ini mencakup 3 (tiga) jenis tujuan penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Ibrahim, 2007. Dalam Trianto, 2007: 44).

C. Lingkungan belajar dan Sistem Pengelolaannya.

(8)

Pembelajaran Kooperatif bertitik tolak pada pandangan John Dewey dan Herbert Thelan (dalam Trianto, 2007: 45) yang menyatakan bahwa pendidikan dalam masyarakt yang demokratis seyogyanya mengajarkan proses demokratis secara langsung. Tingkah laku demokratif dipandangnya sebagai dasar demokrasi, dan sekolah dipandangnya sebagai laboratorium untuk mengembangkan tingkah laku demokrasi.

Proses demokrasi dan peran aktif merupakan ciri yang khas dari lingkungan pembelajaran kooperatif. Dalam pembentukan kelompok, gurtu menerapkan struktur tingkat tinggi, dan guru juga mendefenisikan semua prosedur. Meskipun demikian, guru tidak dibenarkan mengelolah tingkah laku siswa dalam kelompok secara ketat, dan siswa memiliki ruang dan peluang untuk secara bebas mengendalikan aktivitas-aktivitas di dalam kelompoknya (Trianto, 2007: 45).

Selain itu agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan sesuai dengan harapan, dan siswa dapat bekerja secara produktif dalam kelompok, maka siswa perlu diajarkan keterampilan- keterampilan kooperatif. Keterapilan kooperatif disini dimaksudkan untuk melancarkan peranan hunbungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok, sedangkan perana tugas dapat dilakukan dengan membagi tugas antar kelompok. Lungren (dalam Trianto, 2007: 46), menyusun keterampilan-keterampilam kooperatif tersebut secara terinci dalam 3 tingkatan keterampilan yaitu:

(1) Keterampilan kooperatif tingkat awal, antara lain:

Berada dalam tugas, yaitu menjalankan tugas sesuai dengan tanggungjawabnya.

Mengambil giliran dan berbagi tugas, yaitu menggantikan teman dengan tugas dan tanggung jawab tertentu dalam kelompok

Mendorong adanya partisipasi, memotivasi semua anggota kelompok untuk memberikan konstribusi

Menggunakan kesepakatan yaitu menyamakan persepsi.

(2) Keterampilan kooperatif tingkat menengah antara lain:

Mendengarkan dengan aktif yaitu menggunakan pesan fisik atau verbal sebagai indikator menyerap informasi secara energik.

Bertanya yaitu meminta penjelasan atau klarifikasi sebuah informasi.

Menafsirkan, yaitu menyusun sebuah pemahaman terhadap informasi dengan kalimat yang berbeda

Memerikas ketepatan, membandingkan jawaban, memastikan kebenaran sebuah jawaban.

(3) Keterampilan kooperatif tingkat mahir. Diantaranya:

Mengolaborasi, yaitu memperluas konsep, membuat kesimpulan dan menghubungkan pendapat-pendapat dengan topik tertentu.

Apabila diperhatikan secara seksama, maka pembelajaran kooperatif ini mempunyai ciri-ciri tertentu dibandingkan dengan model pengajaran lainnya. Arends, 1997 (dalam Trianto, 2007: 47)

(9)

menyatakan bahwa, pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar, 2. Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, 3. Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin

yang beragam; dan

4. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu.

Dari uraian tinjauan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan kerjasama antar siswa dan saling ketergantungan dalam struktur pencapaian tugas, tujuan, dan penghargaan.

D. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif

Terdapat 6 (enam) langkah utama atau tahapan di dalam pembelajaran kooperatif, yaitu sebagai berikut:

Fase Tingkah Laku Guru

Fase 1 Menyampaikan

tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan

memotivasi siswa untuk belajar

Fase 2 Menyajikan

informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan

bacaan

Fase 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan

transisi secara efisien.

Fase 4 Membimbing kelompok bekerja

dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas

mere ka.

Fase 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing- amsing kelompok mempresentasikan hasil

kerjanya.

Fase 6 Memberikan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan

kelompok

(10)

penghargaan

Tabel 3. Tahapan-Tahapan Model Pembelajaran Kooperatif E. Beberapa Variasi dalam Model Cooperative Learning

Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, terdapat beberapa variasi dari model tersebut, setidaknya terdapat empat pendekatan yang seharusnya merupakan bagian dari kumpulan strategi guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif. Yaitu STAD, JIGSAW, Investigasi Kelompok (Teams Games Tournaments atau TGT), dan pendekatan struktural yang meliputi Think Pair Share (TPS) dan Numbered Head Together (NHT).

Berikut ini disajikan perbandingan diantara keempat variasi model pembelajar kooperatif:

STAD JIGSAW Investigasi

Kelompok Pendekatan Struktural Tujuan Kognitif Informasi

akademik sederhana

Informasi akademik sederhana

Informasi akademik tingkat tinggi &

keterampilan inquiry

Informasi akademik sederhana

Tujuan Sosial Kerja kelompok

dan kerjasama Kerja kelompok

dan kerjasama Kerja sama dalam

kelompok kompleks Keterampilan kelompok &

keterampilan sosial Struktur Tim Kelompok belajar

heterogen dengan 4-5 anggota

kelompok

Kelompok belajar heterogen dengan

5-6 anggota kelompok, menggunakan pola

kelompok “asal”, dan kelompok

“ahli”

Kelompok belajar heterogen dengan

5-6 anggota kelompok

Bervariasi, berdua, bertiga, kelompok dengan anggota 4-5

orang

Pemilihan Topik Biasanya guru Biasanya guru Biasanya siswa Biasanya guru Tugas Utama Siswa dapat

menggunakan lembar kegiatan &

saling membantu untuk menuntaskan

materi belajarnya

Siswa mempelajari materi dalam kelompok ‘ahli’

kemudian membantu anggota

kelompok asal mempelajari materi

itu

Siswa menyelesaikan inquiry kompleks

Siswa mengerjakan tugas-tugas yang

diberikan secara sosial dan kognitif

Penilaian Tes mingguan Bervariasi dapat berupa tes mingguan

Menyelesaikan proyek dan menulis

laporan, dapat menggunakan tes

essay

Bervariasi

Pengakuan Lembar pengetahuan &

publikasi lain

Publikasi lain Lembar pengakuan

dan publikasi lain Bervariasi

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Ardana, Made.2001. Pengembangan Model Kooperatif Individuasi Berbantu Berwawasan Konstruktivis. Singaraja:Aneka Widya SIKIP Singaraja.

Djangi Muh. Jasri.1994. Memanfaatkan Siswa yang Pandai sebagai Tutor Sebaya dalam Pengajaran Biologi di SMA. Makalah dalam Jurnal Transformasi. Makassar.FPMIPA UNM.

Glazer,E.2001. Problem Based Instruction. http://www.coe.uga.edu.epltt/problem basedinstruc.htm

Ibrahim, Muslimin. Mohammad Nur. 2000. Pembelajaran Berdasarkan Masalah .Surabaya:

Universitas Negeri Surabaya

I Wayan Dasna dan Sutrisno. 2000. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning) Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang

Kardi, Soeparman. Mohammad Nur. 2000. Pengajaran Langsung. Surabaya: Universitas Negeri Malang.

Nurhadi.2004. Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Grasindo.

Trianto, S.Pd.M.Pd.2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek.Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta

Sardiman A.M. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT. Raja Grafindo Perkasa.

Jakarta.

Sudjana,Nana.2000. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar.Bandung:Sinar Baru Algensindo.

Gambar

Tabel 2. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan pembelajaran konvensional
Tabel 3. Tahapan-Tahapan Model Pembelajaran Kooperatif E. Beberapa Variasi dalam Model Cooperative Learning

Referensi

Dokumen terkait