• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III POTRET WILAYAH DESA GRINTING KECAMATAN BULAKAMBA KABUPATEN SBREBES. Sejarah berdirinya desa Grinting terbagi dalam tiga periode, berikut akan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB III POTRET WILAYAH DESA GRINTING KECAMATAN BULAKAMBA KABUPATEN SBREBES. Sejarah berdirinya desa Grinting terbagi dalam tiga periode, berikut akan"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

67 BAB III

POTRET WILAYAH DESA GRINTING KECAMATAN BULAKAMBA KABUPATEN SBREBES

A. Sejarah Desa Grinting

Sejarah berdirinya desa Grinting terbagi dalam tiga periode, berikut akan dijelaskan satu persatu sebagai berikut :

1. Periode I

Wilayah geografis desa Grinting pada awalnya meliput :

Sebelah utara : Hanya sampai kurang lebih 100 meter dari balai desa lama, karena sebelah utara sudah merupakan garis pantai laut jawa, ( dulu disebut jeglong / tengglong ).

Sebelah timur: Sampai pada pasar Bulakamba yang sekarang, yang dulu di sebut bukan ( tanah kosong yang luas ).

Sebelah selatan :Sampai kurang lebih 1 km dari jalan raya yang sekarang.

Sebelah barat : Sampai batas sungai Kluwut yang sekarang (sungai Kluwut dulu masuk wilayah desa / pedukuhan Grinting).1

Menurut Mbah Wangsa desa Grinting berasal dari kata daun kering (garing) yang bisa digulung (dilinting), karena banyaknya masyarakat yang menggunakan daun pisang dan daun jagung sebagai sarana untuk merokok, di samping sebagai salah satu bahan yang diperdagangkan untuk mencukupi kehidupan keluarga.2

1 Anonim,Dokumentasi Desa,Sekilas Sejarah Desa Grinting,3,tidak dipublikasikan.

2 Anonim,Dokumentasi Desa,Sekilas Sejarah Desa Grinting,4, tidak dipublikasikan.

(2)

Masyarakat Grinting pada saat itu hidup dari pertanian, dan sebagian besar masyarakatnya justru berprofesi sebagai nelayan, di mana banyak nelayan yang sudah melakukan perdagangan antar daerah bahkan melakukan perdagangan sampai keluar jawa walaupun masih menggunakan peralatan (perahu) yang sangat sederhana, keadaan alampun masih dipenuhi dengan hutan dan rawa-rawa. Peradaban masyarakat pada masa itu masih sangat sederhana bahkan cenderung primitip, sementara kondisi sosial budaya masyarakat masih sangat sederhana dan jumlah penduduknyapun relatif masih sedikit, sehingga sangat mempengaruhi cara bermasyarakat mereka yang masih mempertahankan nilai-nilai kerukunan dengan segala keterbatasanya. Sedangkan nilai-nilai keyakinan yang berkembang pada saat itu masih bersifat Animisme dan Dinamisme.3

Oleh karena itu, dalam tatanan bersosialnya masyarakat masih menggunakan adat istiadat lama, di mana masyarakat sering menggunakan

3 Kata animisme berasal dari bahasa latin, yaitu anima yang berarti 'roh'. Kepercayaan animisme adalah kepercayaan kepada makhluk halus dan roh. Keyakinan ini banyak dianut oleh bangsa-bangsa yang belum bersentuhan dengan agama wahyu. Paham animisme mempercayai bahwa setiap benda di bumi ini (seperti laut, gunung, hutan, gua, atau tempat-tempat tertentu), mempunyai jiwa yang mesti dihormati agar jiwa tersebut tidak mengganggu manusia, atau bahkan membantu mereka dalam kehidupan ini. Sedangkan katadinamisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu dunamos, sedangkan dalam bahasa Inggris berarti dynamic dan diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan arti kekuatan, daya, atau kekuasaan. Definisi dari dinamisme memiliki arti tentang kepercayaan terhadap benda-benda di sekitar manusia yang diyakini memiliki kekuatan ghaib. Dalam Ensiklopedi umum, dijumpai defenisi dinamisme sebagai kepercayaan keagamaan primitif yang ada pada zaman sebelum kedatangan agama Hindu di Indonesia.

Dinamisme disebut juga dengan nama preanimisme, yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda atau makhluk mempunyai daya dan kekuatan. Maksud dari arti tadi adalah kesaktian dan kekuatan yang berada dalam zat suatu benda dan diyakini mampu memberikan manfaat atau marabahaya.

Kesaktian itu bisa berasal dari api, batu-batuan, air, pepohonan, binatang, atau bahkan manusia sendiri. Bersumber dari ; http://pengertiandefinisi-arti.blogspot.com/2012/03/pengertian- animisme.html.

(3)

tata upacara ritual dengan sesajen4 dan ubo rampe5 lainya guna melancarkan hajat masyarakat. Terutama yang menyangkut keselamatan bersama, baik yang masih hidup maupun para arwah leluhur agar diberi kebahagiaan di alam kelanggengan.6

Komunitas masyarakat pada waktu itu sudah mengangkat seorang sesepuh (tetua/pemimpin) desa (pedukuhan) yang dikenal dengan nama Mbah Wangsa. Mbah Wangsa dikenal sebagai orang yang mempunyai banyak kelebihan (linuwih) dibandingkan dengan kebanyakan orang-orang lainnya pada waktu itu. Mbah Wangsa inilah leluhur pertama desa yang waktu itu menempati sebuah rumah kecil yang terbuat dari bambu, beratap daun kelapa, dan alas tidurnya menggunakan kulit harimau, sehingga kemudian dikenal dengan sebutan Mbah Loreng atau Mbah Belang.7

Mbah Loreng menempati sebuah perdikan (tanah) kecil di tengah desa yang sekarang dikenal dengan sebutan "Sumur Tantu Wetan (Timur)”. Sumur itu dulu dipakai sebagai sarana kebutuhan air yang sangat fital, karena atas kehendak Tuhan dan kesaktian Mbah Wangsa sumur itu tidak pernah kering walau musim kemarau sekalipun. Walaupun sumur tersebut hanya dibuat dari tumpukan kayu sebagai penahan guguran tanah,

4 Kata sesaji berasal dari kata saji artinya suguh, karena itu menyajikan makan berarti menyuguhkan makanan. Semua bahan makan yang disajikan dalam konteks profan maka hal itu akan menjadi sajian makanan biasa. Akan tetapi lain halnya apa bila makanan itu disebut sajen, maka hal itu sudah memiliki makna lain, yakni makna sacral. Sesaji dalam makna sakral ini merupakan tindakan religius orang Jawa yang sudah mengakar sejak zaman animisme, dinamisme atau lebih konkritnya pada agama Hindu. Lihat; Koentjaraningrat,Pengantar Antropologi,(Jakarta : Rineka cipta,2011),196.

5 Ubo rampe adalah segala sesuatu yang biasa melengkapi atau mengiringi pada adat sesajen jawa, biasanya seperti kemenyan,kue ketan, krupuk, ingkung, rengginang, tumpeng panggang, rempeyek,kolak, serundeng, mie bihun, uang, gudangan, lalaban, bubur baro-baro, pisang raja, bunga setaman, biji atau buah yang terpendam dalam tanah, jajan pasar, kripik tempe, nasi putih, nasi gurih, bubur merah putih, kedelai hitam,bacem tempe tahu, dan kinang lengkap.

6 Anonim,Dokumentasi Desa,Sekilas Sejarah Desa Grinting,4,tidak dipublikasikan.

7 Anonim,Dokumentasi Desa,Sekilas Sejarah Desa Grinting,4,tidak dipublikasikan.

(4)

sehingga masyarakat tiap hari datang untuk mengambil air guna keperluan sehari-hari. Karena sumur itu sering diambil airnya untuk wantu (mengisi tempat air) maka disebut “sumur wantu”, yang akhirnya masyarakat Grinting sering menyebutnya dengan sumur "tantu". Mbah Wangsa mempunyai beberapa ilmu dan murid-murid yang nantinya ada beberapa murid darinya yang kemudian menjadi tetua di desa Grinting.8

Sepeninggalan beliau tetua desa diteruskan oleh putra keduanya yang bernama Karta (Sukma Jati) karena anak pertamanya perempuan yang bernama Sulih dipersunting seorang jejaka dari Tanjung, maka kemudian berdomisili di wilayah Tanjung yang sekarang. Sukma jati kemudian melakukan pembenahan-pembenahan desa, di antaranya persawahan, irigasi, sampai pada penataan jalan-jalan desa walaupun masih sederhana.9

Pada masa desa Grinting ditetuai oleh Sukma Jati, kehidupan masyarakat desa sudah mulai mengenal tata kehidupan yang mulai maju karena didukung oleh kesadaran masyarakatnya yang mudah diatur dan senang dengan kebersamaan di dalam menyelesaikan segala permasalahan yang terjadi di desa. Sukma jati adalah salah satu orang yang gemar prihatin, bahkan sebagian hidupnya dipakai untuk menolong sesama sehingga beliau mendapat julukan Sukma Jati (mempunyai jiwa yang teguh).10

Sukma Jati masih menempati rumah Mbah Wangsa (orang tuanya), bahkan memperbaiki dan membuat pagar sumur tantu peninggalan Mbah

8 Anonim,Dokumentasi Desa,Sekilas Sejarah Desa Grinting,5,tidak dipublikasikan.

9 Anonim,Dokumentasi Desa,Sekilas Sejarah Desa Grinting,6,tidak dipublikasikan.

10Anonim, Dokumentasi Desa,Sekilas Sejarah Desa Grinting,6,tidak dipublikasikan.

(5)

Wangsa, serta memelihara peninggalan-peninggalan Mbah Wangsa.

Sukma Jati beristri seorang gadis yang masih merupakan sepupunya sendiri bernama Nyai Sadimen, dan berputra satu orang bernama Jaka Wegig, yang kemudian merantau ke tanah pasundan (tepatnya di daerah Sumedang dan kemudian mendirikan padepokan sampai akhir hayatnya, dan dikebumikan di daerah tersebut).11

Sukma Jati meninggal pada usia 89 tahun, dimakamkan di samping makam Mbah Wangsa di makam selatan. Pengembangan dan jasa-jasa Sukma Jati yang pernah dilakuan pada masa hidupnya yaitu12:

a. Perluasan makam selatan.

b. Melebarkan saluran irigasi di tengah-tengah desa dari selatan ke utara.

c. Membuat padepokan yang memberi pelajaran batin, (dulu bertempat di sebelah timur masuk desa Grinting yang sekarang).

d. Bisa menyatukan kerukunan antara desa Grinting dengan desa sekitarnya, di mana pada masa itu banyak sekali terjadinya perkelahian, dan tindak kekerasan lainya.

e. Meningkatkan taraf hidup masyarakat.

f. Banyak masyarakat desa yang semakin mengerti tentang tatanan hidup bermasyarakat.

Perkembangan wilayah desa Grinting makin lama makin ke utara karena proses alam, yaitu terjadinya pengendapan lumpur dan pasir dari laut jawa yang akhirnya perluasan tanah sebelah utara desa dimanfaatkan

11 Anonim,Dokumentasi Desa,Sekilas Sejarah Desa Grinting,7,tidak dipublikasikan.

12 Anonim,Dokumentasi Desa,Sekilas Sejarah Desa Grinting,7,tidak dipublikasikan.

(6)

untuk kegiatan nelayan maupun dipakai sebagai rumah-rumah hunian.13 Sepeninggalan Sukma Jati, yang menjadi tetua desa adalah Mbah Sangkan (nama julukan), karena Mbah Sangkan baru berada di desa Grinting setelah tua, sedangkan masa anak-anak dan remajanya berada di desa Ketanggungan yang sekarang. Padahal Mbah Sangkan masih merupakan keponakan dari Mbah Wangsa (anak dari adik Mbah Wangsa).

Sangkan bisa berarti tidak diketahui asal usulnya, yang tidak dikira atau diperhitungkan. Mbah Sangkan sangat dikenal masyarakat Grinting waktu itu karena ahli olah kanuragan (bela diri), ahli pengobatan bahkan dipercaya sebagai orang linuwih yang tan tedas tapak paluning pande, sehingga masyarakat Grinting mempercayakanya sebagai tetua desa.14

Mbah Sangkan menempati rumah (gubug) di sebelah barat desa di tepi sungai Kluwut yang sekarang, membuka padepokan bela diri sambil mengatur para nelayan. Mbah Sangkan mempunyai seorang istri yang bernama Witri dan dikaruniai dua orang putra. Yang bernama Wagam dan Parni. Mbah Sangkan meninggal di usia 76 tahun, dan dimakamkan di makam selatan. Dan mendapat julukan Mbah jenggot (karena memelihara jenggot sampai panjang). Jasa-jasa Mbah Sangkan diantaranya15:

a. Menata desa menjadi wilayah-wilayah yang dipisahkan dengan jalan- jalan desa.

b. Tempat hunian dan pertanian di pisahkan c. Keamanan desa yang terjaga baik.

Pada masa itu perkembangan agama Islam sudah mulai masuk ke

13 Anonim,Dokumentasi Desa,Sekilas Sejarah Desa Grinting,8,tidak dipublikasikan.

14Anonim,Dokumentasi Desa,Sekilas Sejarah Desa Grinting,8,tidak dipublikasikan.

15 Anonim,Dokumentasi Desa,Sekilas Sejarah Desa Grinting,8-9,tidak dipublikasikan.

(7)

wilayah Grinting, sehingga di masyarakat mulai muncul perselisihan ideologi yang menjadikan masyarakat terpecah menjadi dua kelompok, yaitu masyarakat yang pro dan masyarakat yang kontra terhadap kedatangan Islam. Perkembangan Islam pada saat itu banyak sekali mempengaruhi terhadap tatanan bersosial dalam masyarkat, di mana ada sebagian masyarakat yang memeluk Islam sehingga nilai-nilai tradisi atau adat istiadat mulai ditinggalkan (walaupun belum sepenuhnya). Dan ada juga sebagian masyarakat yang mencampur antara ajaran Islam dengan adat istiadat, namun ada sebagian masyarakat yang masih berpegang teguh pada tradisi.16

2. Periode II

Pada masa ini, dilihat dari kondisi makro politik pemerintahan memang sedang terjadi konflik internal antara Prabu Siliwangi dengan Kesepuhan Cirebon, baik berupa konflik kewilayahan maupun keagamaan.

Prabu Siliwangi masih kokoh pendiriannya bahwa wilayah Cirebon adalah salah satu wilayah yang masih termasuk wilayah Pasundan, sehingga apapun yang menjadi kebijakan Pasundan harus dituruti Cirebon. Tetapi kenyataannya karena Cirebon sudah masuk menjadi pemeluk Islam, Cirebon tidak mahu lagi takluk di bawah kekuasaan Pasundan yang masih memeluk Hindu Budha bahkan Animisme Dinamisme.17

Dari konflik inilah berdampak pada wilayah-wilayah sekitarnya termasuk desa Grinting yang pada waktu itu masyarakatnya banyak

16 Anonim,Dokumentasi Desa,Sekilas Sejarah Desa Grinting,9,tidak dipublikasikan.

17 Anonim,Dokumentasi Desa,Sekilas Sejarah Desa Grinting,10,tidak dipublikasikan.

(8)

bergaul dan berbaur dengan masyarakat Cirebon. Karena pada masa ini pemerintahan Brebes belum terbentuk. Pemerintahan Brebes baru terbentuk setelah kesunanan Surakarta Hadiningrat di Solo diperintah oleh Sunan Pakubuwono II.18

Kondisi ini menyebabkan desa Grinting tidak ada tetuanya lagi yang akhirnya menyebabkan masyarakat cenderung bertindak dan berbuat sendiri-sendiri. Dalam situasi yang demikian datanglah seorang pengembara dari wilayah kulon (barat, dalam hal ini yang dimaksud adalah wilayah Ciebon) dengan diiringi rombongannya memasuki wilayah Grinting. Pengembara tersebut memperkenalkan diri dengan nama Suryaningrat. Berasal dari wilayah Cirebon dan masih kerabat kesepuhan Cirebon. Suryaningrat mengembara hingga masuk kewilayah Grinting karena menghindari konflik internal di dalam keratonnya. Sedangkan rombongan yang mengiringi Suryaningrat yaitu permaisuri atau istri Suryaningrat yang bernama Wulan Sari, penghulu keraton yang bernama Kyai Teja, adik laki-laki Suryaningrat yang bernama Tunggul.19

Kedatangan rombongan Suryaningrat ini sangat menggembirakan warga Grinting, karena disamping berdarah ningrat, rombongan ini juga selalu menunjukan sikap yang lemah lembut dan pandai bergaul di masyarakatnya. Dalam perkembangannya, Suryaningrat akhirnya diangkat menjadi tetua di desa Grinting. Dan karena sebab penyamarannya takut diketahui pihak Pasundan maupun Kesepuhan Cirebon, maka segala

18 Anonim,Dokumentasi Desa,Sekilas Sejarah Desa Grinting,10,tidak dipublikasikan.

19Anonim,Dokumentasi Desa,Sekilas Sejarah Desa Grinting,10-11,tidak dipublikasikan.

(9)

atribut keningratannya beserta bekal perjalanannya dikuburkan.20

Suryaningrat mempunyai seorang putra yang kemudian dikenal dengan sebutan Kyai Ja’far Sidiq. Masa kepemimpinan Suryaningrat inilah pertanian dan perdagangan di desa Grinting maju dengan pesat. Bahkan pernah dibangun sebuah dermaga yang diberi nama “ Tuk Malaya “.

Dengan perekonomian yang semakin maju inilah nama Grinting dikenal sampai ke daerah-daerah lainnya, yang akhirnya semakin ramaikan pelabuhan di desa Grinting dan banyak perahu-perahu dari daerah lain singgah untuk berdagang. Nama Suryaningratpun semakin dikenal bahkan hubungan sosial ekonomi dengan Cirebon semakin baik, yang kemudian merubah tata kehidupan masyarakat Grinting yang dulu banyak menekuni pertanian berangsur-angsur berubah kedunia perdagangan.21

Suryaningrat meninggal diusia 92 tahun dan dimakamkan di makam selatan. Sepeninggalan Suryaningrat desa Grinting ditetuai oleh putranya yaitu Kyai Ja’far Sidiq. Kyai Ja’far Sidiq beristrikan cucu dari Mbah Jenggot bernama Nyai Gandrik, Kyai Jafar Sidiq maupun Nyai Gandrik yang sama-sama beragama Islam sangat tekun dan bersemangat di dalam menyebarkan agama Islam di wilayah Grinting, bahkan beliau inilah orang Grinting yang pertama-tama menunaikan ibadah haji ke tanah suci.22

Walaupun beliau berdua memeluk agama Islam yang tekun, tetapi tetap memelihara semua warisan leluhur baik yang berupa adat istiadat, benda-benda pusaka, maupun tempat-tempat yang dianggap keramat oleh masyarakat waktu itu. Tetapi karena jumlah penduduk desa Grinting yang

20 Anonim,Dokumentasi Desa,Sekilas Sejarah Desa Grinting,11,tidak dipublikasikan.

21 Anonim,Dokumentasi Desa,Sekilas Sejarah Desa Grinting,11,tidak dipublikasikan.

22 Anonim,Dokumentasi Desa,Sekilas Sejarah Desa Grinting,12,tidak dipublikasikan.

(10)

berkembang sangat cepat, maka oleh Kyai Jafar Sidiq disarankan membuat tempat pemakaman baru di utara desa, termasuk membuat sumur baru untuk kebutuhan air tawar warga desa yang kemudian dikenal dengan

“sumur tantu lor (utara)”. Kyai Jafar Sidiq hanya mempunyai seorang putri yang bernama Roro Menur, dan Kyai Jafar Sidiq meninggal di usia 79 tahun, dimakamkan di sebelah utara desa. Tujuh tahun kemudian Nyai Gandrik meninggal dan dimakamkan di samping makam Kyai Jafar Sidiq.23

Sepeninggalan Kyai Ja’far Sidiq desa Grinting ditetuai oleh anaknya Nyi Roro Menur. Pada waktu Grinting ditetuai oleh Nyi Roro Menur, banyak hal-hal yang masih bisa dirasakan sampai saat ini diantaranya penataan desa dan pengaturan pertanian, karena walaupun beliau perempuan namun cara kepemimpinannya sangatlah maju dan bijaksana.

Nyi Roro Menur meninggal dunia diusia 81 tahun dan dimakamkan dimakam selatan.24

Pada masa inilah wilayah Brebes masuk dalam wilayah keraton Surakarta Hadiningrat, di mana Brebes diperintah oleh Tumenggung Pusponegoro. Hubungan masyarakat timur (Brebes) dengan warga Grinting sudah lama baik, walaupun secara geografis Grintingt belum masuk kedalam wilayah Brebes. Tetapi dalam hal-hal tertentu banyak warga Grinting yang sudah mengikuti tata cara warga timur (Brebes), diantaranya mengikuti tata cara pemerintahan. Di mana perangkat desa sudah terbentuk dengan baik, seperti mengikuti tata cara keraton, adat

23 Anonim,Dokumentasi Desa,Sekilas Sejarah Desa Grinting,12,tidak dipublikasikan.

24 Anonim,Dokumentasi Desa,Sekilas Sejarah Desa Grinting,13,tidak dipublikasikan.

(11)

istiadat mulai berkembang, dan masyarakat mulai mengenal aturan-aturan baku yang tertulis. Pada akhir masa pemerintahan Tumenggung Pusponegoro inilah wilayah Grintitng mulai dibakukan dengan batas-batas desa yang jelas dan dimasukan dalam wilayah Brebes.25

3. Periode III

Pada masa periode ini, sebetulnya desa Grinting sudah bisa dikatakan sebagai masyarakat yang sudah maju dari sisi kehidupan masyarakatnya, baik yang berupa perekonomian, sosial maupun tata pemerintahan. Karena pada masa ini keterkaitan desa Grinting dengan pemerintah Brebes sudah terbentuk, dan secara kepemerintahan di desa Grinting sudah di tunjuk tetua desa yamg bernama Ki Jubang (walaupun belum menggunakan pemilihan) pada tanggal 15 Maret 1773. Sehingga mulai tanggal itulah secara resmi masuk dalam wilayah Kabupaten Brebes.26

Ki Jubang sendiri adalah anak dari Nyai Roro Menur yang ke 3, yang kemudian dituakan sebagai kepala desa. Dan penunjukan ini didasarkan kepada sikap dan perilaku Ki Jubang yang dianggapnya mempunyai kelebihan-kelebihan di banding masyarakat pada umumnya, baik secara perilakunya yang terpuji maupun sifat-sifat linuwih lainya.

Masa di mana desa Grinting di pegang oleh Ki Jubang inilah desa Grinting semakin bertambah maju, karena salah satu kebijakan Ki Jubang adalah terbuka terhadap masyarakat lainya, yang akhirnya banyak masyarakat di

25 Anonim,Dokumentasi Desa,Sekilas Sejarah Desa Grinting,13,tidak dipublikasikan.

26 Anonim,Dokumentasi Desa,Sekilas Sejarah Desa Grinting,14,tidak dipublikasikan.

(12)

luar desa Grinting yang bergaul dengan masyarakat Grinting, termasuk seringnya desa Grinting di kunjungi oleh rombongan dari para penguasa Brebes waktu itu (para sinuwun dan keluarganya, baik untuk berburu maupun sekedar rekreasi).27

Sehingga banyak tempat-tempat di desa Grinting yang namanya di sesuaikan dengan petilasan-petilasan para sinuwun tersebut, di antaranya dulu di desa Grinting sebelah barat di jadikan tempat memandikan kuda- kuda para sinuwun (padusan). Sungai kecil di sebelah barat dera, dulu banyak di pakai sebagai tempat untuk istirahat dan menyimpan barang- barang bawaan para sinuwun sehingga tempat sepanjang sungai itu dulu dipagari oleh do'a-do'a yang masih berpengaruh sampai sekarang, (do'a untuk menghindari dari gangguan para bromocorah28).29

Ki Jubang meninggal pada usia 84 tahun dan dimakamkan di makam selatan, dan meninggalkan 4 orang putra dan 2 orang putri. Sepeninggal beliau, hampir semua tetua desa di desa Grinting dipegang oleh keturunan- keturunan dari tokoh-tokoh tersebut di atas.30

B. Letak Geografis dan Kondisi Demografi 1. Letak Geografis

Desa Grinting termasuk salah satu desa dari sembilan belas desa yang ada di Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes. Sebuah Kabupaten yang berada paling barat di propinsi Jawa Tengah, sebuah

27 Anonim,Dokumentasi Desa,Sekilas Sejarah Desa Grinting,14,tidak dipublikasikan.

28 Bromocorah dalam istilah jawa berarti sebutan bagi para garong atau perampok.

29 Anonim,Dokumentasi Desa,Sekilas Sejarah Desa Grinting,14,tidak dipublikasikan.

30Anonim, Dokumentasi Desa, Sekilas Sejarah Desa Grinting,14,tidak dipublikasikan.

(13)

daerah penghasil bawang merah dan telur asin. Letaknya yang berada di jalur pantura (pantai utara) menjadikannya sebagai desa yang dinamis dan mengalami perkembangan yang cepat. Adapun batas-batas desa Grinting adalah sebagai berikut :

- Sebelah utara dibatasi laut Jawa

- Sebelah selatan dibatasi Jalan Raya Pantura - Sebelah barat dibatasi Desa Kluwut / Krakahan - Sebelah timur dibatasi Desa Pulogading31

Tercatat bahwa ketinggian tanah desa Grinting 1 M di atas permukaan laut. Desa Grinitng memiliki area seluas + 1.475,981 ha, yang terdiri dari tanah Pekarangan, tanah persawahan, tanah tambak, dan prasarana umum lainnya. Adapun luas masing-masing area tersebut akan di gambarkan dalam sebuah tabel di bawah ini :

Tabel I

Luas Willayah Desa Grinitng Per-area32 No Klasifikasi Penggunaan Tanah Luas Tanah 1. Tanah Pekarangan ± 277,050 ha 2. Tanah Persawahan ± 487,650 ha

3. Tanah Tambak ± 709,121 ha

4. Prasarana Umum ± 2,160 ha

31Bersumber dari Observasi Peneliti tentang deskripsi wilayah desa Grinting pada tanggal 19 Agustus 2014

32Bersumber dari Laporan Monografi desa Grinting kec. Bulakamba kab. Brebes bulan Agustus 2014.

(14)

Kondisi tanahnya subur untuk bercocok tanam, berternak, dan termasuk daerah dataran rendah yang mempunyai dua musim yaitu musim kemarau dan penghujan, sehingga cocok untuk tanaman baik padi maupun lainnya. Berikut adalah peta Desa Grinting :

Peta Desa Grinting

Jarak desa Grinting ke kecamatan Bulakamba sejauh 2,5 Km dan dapat ditempuh dalam waktu 10 menit dengan menggunakan kendaraan bermotor. Sedangakan jarak desa Grinting ke pusat kota Brebes sejauh 10 KM dapat ditempuh dalam 20 menit perjalanan dengan menggunakan kendaraan bermotor33.

Akses menuju Desa Grinting terbilang mudah, karena kendaraan umum mudah ditemukan seperti angkutan umum, becak dan ojek. Cukup banyak jalan pantura yang menuju desa Grinting terbilang rusak dikarenakan kualitas jalan aspal dan beton yang kurang baik. Sehingga

33 Bersumber dari Laporan Monografi desa Grinting kec. Bulakamba kab. Brebes bulan Agustus 2014.

(15)

sering kali area disekitar jalan pantura yang menuju desa Grinting terjadi macet sehingga menghambat aktifitas lainnya.34

2. Kondisi Demografi

Berdasarkan data desa bulan Agustus tahun 2014, tercatat bahwa jumlah penduduk desa Grinting sebanyak 17.625 jiwa, yang terdiri dari

9.189 penduduk laki-laki dan 8.436 penduduk perempuan dengan jumlah

5.556 kepala keluarga dan terbagi kedalam 05 RW, dan 57 RT. Berikut tabel jumlah penduduk di desa Grinting :

Tabel II

Jumlah Penduduk Desa Grinting Bulan Agustus 201435 PENDUDUK LAKI-LAKI PEREMPUAN

JUMLAH 9.189 Orang 8.436 Orang JUMLAH TOTAL 17.625 Orang

Laju pertumbuhan penduduk di desa Grinting bejalan cepat. Hal ini ditandai dengan angka kelahiran yang tinggi, sehingga kelompok bayi dan balita adalah jumlah terbesar dari total penduduk desa Grinting. Hal ini dikarenakan kurang berhasilnya program pemerintah yang berupa Keluarga Berencana (KB). Disamping itu banyaknya penduduk yang merantau ke Jakarta menyebabkan sebagian dari mereka mendapatkan

34 Bersumber dari Observasi Peneliti tentang deskripsi wilayah desa Grinting pada tanggal 19 Agustus 2014.

35 Bersumber dari Laporan Monografi desa Grinting kec. Bulakamba kab. Brebes bulan Agustus 2014.

(16)

jodoh dari luar desa Grinting. Sehingga ketika mereka menikah, istri mereka juga tinggal di desa mereka, yang pada akhirnya dapat menambah jumlah penduduk desa Grinting.36 Untuk lebih jelasnya, dibawah ini disajikan tabel jumlah penduduk desa Grinting yang diklasifikasikan berdasarkan umur :

Tabel III

Jumlah Penduduk Desa Grinting Berdasarkan Umur37 No KELOMPOK

UMUR

LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

1. 0-4 1.045 958 1.995

2. 5-9 869 795 1.664

3. 10-14 886 780 1.661

4. 15-19 937 759 1.696

5. 20-24 837 786 1.617

6. 25-29 947 921 1.868

7. 30-34 767 622 1.389

8. 35-39 1.519 558 1.177

9. 40-44 1.481 525 1.091

10. 45-49 1.440 569 1.107

11. 50-54 1.401 460 970

12. 55-60 466 476 939

13. 60 + 194 194 388

14. JUMLAH 9.189 8.436 17.625

36 Hasil wawancara dengan ibu Srisumanti wakil ketua Ibu-ibu PKK di desa Grinting, wawancara dilakukan pada tanggal 18 Oktober 2014.

37 Bersumber dari Laporan Monografi desa Grinting kec. Bulakamba kab. Brebes bulan Agustus 2014.

(17)

Walaupun demikian, tingkat pendidikan masyarakatnya menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Tidak sedikit yang mampu menyelesaikan pendidikan sampai jenjang sarjana atau diploma.

Hal ini dikarenakan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka. Namun tidak dapat disangkal, bahwa hingga bulan Agustus 2014, data di desa masih menunjukkan sebagian besar penduduk desa Grinting hanya menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD), bahkan tidak sedikit yang tidak tamat SD. Gambaran diatas secara detail dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :

Tabel IV

Data Pendidikan Penduduk Desa Grinitng Bulan Agustus 201438 No Jenis Pendidikan Jumlah

1. Tamat Sarjana 38

2. Tamat Diplomat 151

3. Tamat SLTA 880

4. Tamat SLTP 1.900

5. Tamat SD 6.738

6. Tidak Tamat SD 2.738

7. Belum Tamat SD 5.796

38 Bersumber dari Laporan Monografi desa Grinting kec. Bulakamba kab. Brebes bulan Agustus 2014.

(18)

C. Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi 1. Kondisi Sosial Budaya

Desa Grinting memiliki kehidupan sosial budaya yang cukup kental, nilai-nilai budaya, tata dan pembinaan hubungan antara masyarakat yang terjalin di lingkungan masyarakatnya masih merupakan warisan nilai budaya. Keberhasilan dalam melestarikan dan penerapan nilai-nilai sosial budaya tersebut karena adanya usaha-usaha masyarakat untuk tetap menjaga warisan leluhurnya. Hal ini dapat terlihat dalam setiap upacara- upacara adat yang masih berlangsung secara terus menerus dari generasi ke generasi selanjutnya. Upacara-upacara tersebut diantaranya39 :

a. Upacara perkawinan. Sebelum diadakan upacara perkawinan biasanya terlebih dahulu diadakan upacara peminangan (Lamaran menurut adat jawa), yang sebelumnya didahului dengan permintaan dari utusan calon mempelai laki-laki atau orang tuanya sendiri terhadap calon mempelai perempuan. Kemudian akan dilanjutkan ke jenjang peresmian perkawinan yang diisi dengan kegiatan yang Islami seperti tahlilan dan Yasinan yang bertujuan untuk keselamatan kedua

mempelai, dengan dihadiri oleh seluruh sanak keluarga, tetangga maupun para sesepuh setempat.

b. Upacara anak dalam kandungan. Dalam upacara ini meliputi beberapa tahap, di antaranya adalah: a). Ngupati, yaitu suatu upacara yang di adakan pada waktu anak dalam kandungan berumur kurang lebih 4 bulan, karena dalam masa 4 bulan ini, menurut kepercayaan umat

39 Hasil wawancara dengan H.Abdurrohim sesepuh serta salah satu tokoh masyarakat desa Grinting,wawancara dilakukan pada tanggal 15 November 2014

(19)

Islam malaikat mulai meniupkan roh kepada sang janin. b) Tebusweteng atau Mitoni, yaitu upacara yang di adakan pada waktu

anak dalam kandungan berumur kurang lebih 7 (tujuh) bulan dan upacara ini dilaksanakan pada waktu malam hari, yang dihadiri oleh sanak keluarga, tetangga, para sesepuh serta para tokoh agama guna membaca surat Taubat.

c. Upacara Kelahiran Anak (Puputan atau dalam Islam disebut dengan istilah Aqiqahan ) Upacara ini dilaksanakan ketika sang anak berusia 7 hari dari hari kelahirannya atau ketika pusar bayi telah putus secara sendirinya. Upacara ini diisi dengan pembacaan kitab Al Barjanzi. Kemudian jika anak itu laki-laki maka harus menyembelih

dua ekor kambing sedangkan untuk anak perempuan hanya satu ekor kambing.

d. Upacara udun-udunan/anak mulai menginjakan kakinya ke tanah.

Upacara ini biasanya dilakukan ketika sang anak berusia 7 bulan. Di mana dalam proses upacara ini pertama-tama sang anak dido’akan oleh seorang kyai kemudian anak tersebut ditatih untuk menaiki tangga dan menuruninya selanjutnya sang anak ditatih untuk menginjakan kakinya ke bubur merah putih yang sudah disediakan dan dilanjutkan dengan proses mlenyak cadil (menginjakan kakinya ke cadil40) sebanyak 7 kali yang kemudian cadil-cadil itu dibagikan kepada tetangga terdekat.41

40 Cadil ialalah makan khas jawa yang berbentuk semacam kolak.

41 Cadil yang dibagikan kepada tetangga bukanlah cadil bekas injakan sang anak.

(20)

e. Upacara Sunatan/Khitanan. Upacara ini diadakan terutama bagi anak laki-laki. Upacara ini biasanya diadakan secara sederhana atau besar- besaran, tergantung pada kemampuan ekonomi keluarga.

f. Selamatan menurut Penanggalan (Kalender Jawa). Di antara kalender- kalender umat Islam yang biasanya dilakukan antara lain: selametan serta berzanjian pada tanggal 12 Maulud (Robi'ul Awal) untuk merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, tanggal 27 Rajab untuk memperingati Isra' dan Mi'raj Nabi Muhammad SAW, 17 Ramadhan (memperingati Nuzul Qur'an), 21, 23, 24, 27 dan 29 maleman, 1 Syawal (hari raya Idul Fitri), 7 Syawal (ketupatan) biasanya diramaikan dengan membuat ketupat dan digunakan untuk selamatan di mushalla terdekat, dan begitu juga dengan perayaan Hari Raya Idul Adha, masyarakat yang dianggap mampu dianjurkan untuk berkorban. Di bulan Apit atau biasanya pada saat musim panen masyarakat mengadakan upacara Sedekah Bumi,42 dan di bulan Syura/Muharom pada hari Selasa Kliwon atau Jum’at Kliwon

masyarakat mengadakan upacara Sedekah Laut.43

42Sedekah bumi adalah sebuah upacara yang dilaksanakan oleh masyarakat Jawa, yang pelaksanaannya diikuti oleh seluruh warga desa dan setiap masing-masing orang membawa

“berkat” atau sebuah nasi dengan lauk pauknya dari rumah. Kemudian warga berkumpul di “Balai desa”. Tujuan dari dilaksanakan upacara sedekah bumi supaya keselamatan dan kebahagiaan dunia akhirat menyertai seluruh warga. Menurut kepercayaan orang Jawa Sedekah bumi harus dilakukan dengan tujuan untuk “menyelameti” atau “menyedekahi” sawah yang dimiliki, agar hasil pertanian melimpah, maka bumi yang mereka tanami tersebut harus diselameti agar tidak ada gangguan.

Karena, segala rezeki yang kita dapat itu tidak hanya berasal dari kita sendiri, melainkan lewat campur tangan Tuhan.

43 Upacara Sedekah Laut merupakan upacara tradisional masyarakat nelayan sebagai ungkapan rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan hasil panen ikan serta keselamatan para nelayan.

(21)

Fakta di atas menggambarkan, masyarakat Grinting masih tetap menjaga dan melestarikan tardisi-tradisi warisan para leluhur. Hal itu dapat dibuktikan dengan tetap terlaksananya upacara-upacara tradisi tersebut. Namun seiring dengan banyaknya masyarakat yang pergi merantau ke Jakarta, hal ini mempengaruhi tata hubungan yang terjalin antar masyarakatnya, pola pikir mereka yang sudah mulai menggantungkan segala sesuatu pada uang (matrealistis) terpengaruhi dengan pola pikir orang-orang kota, fakta ini tidaklah seimbang dengan lambang kesederhanaan yang merupakan sifat dasar orang-orang pedesaan.44

Hal ini terlihat dengan adanya permintaan maskawin dan seserahan dalam upacara pernikahan dengan jumlah yang tergolong tidak sedikit.

Permintaan tersebut dari generasi ke generasi semakin meningkat dan hal ini tidaklah baik bagi hubungan masyarakat kedepannya.45 Disamping itu masyarakatpun sudah mulai enggan dalam mengikuti setiap kegiatan yang membutuhkan sikap gotong-royong dari masyarakat, kecuali bila mereka diiming-imingi dengan sesuatu.46 Sungguh sebuah fakta yang menyedihkan dan harus segera dibenahi.

44 Bersumber dari Observasi Peneliti tentang deskripsi wilayah desa Grinting pada tanggal 20 September 2014.

45 Bersumber dari Observasi Peneliti tentang deskripsi wilayah desa Grinting pada tanggal 20 Oktober 2014.

46 Bersumber dari Observasi Peneliti tentang deskripsi wilayah desa Grinting pada tanggal 15 November 2014.

(22)

2. Kondisi Ekonomi

Perekonomian masyarakat desa Grinting banyak ditunjang dari sektor pertanian. Hal ini disebabkan karena memang sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani dan buruh tani. Disamping itu, tidak sedikit masyarakat berprofesi sebagai pengrajin telur asin yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dalam desa sendiri atau di jual ke kabupaten. Sedangkan profesi sebagai petani tambak, nelayan, buruh pabrik, buruh proyek, penyedia jasa juga banyak digeluti. Bahkan banyak masyarakat yang mempunyai profesi ganda tergantung pada tuntutan musim dan tersedianya modal. Gambaran diatas menunjukkan betapa bervariasinya mata Pencaharian atau profesi yang digeluti oleh masyarakat dalam usaha memenuhi kebutuhan dan meningkatkan taraf hidup. Adapun secara detail jenis Profesi masyarakat desa Grinting dapat terlihat dalam tabel berikut :

Tabel V

Jenis Pekerjaan Masyarakakat Desa Grinting47 No Jenis Pekerjaan Jumlah

1. Petani /Peternak 2.340

2. Buruh Tani 4.930

3. Nelayan 230

4. Pengusaha 338

5. Buruh Pabrik 648

47 Bersumber dari Laporan Monografi desa Grinting kec. Bulakamba kab. Brebes bulan Agustus 2014.

(23)

6. Buruh Bangunan 421

7. Pedagang 309

8. Supir/Kernet Angkutan 231

9. Pegawai Negri 216

10. Tentara/Polisi 4

11. Jasa-jasa 365

12. Pekerja Warteg 450

13. Pekerja TKI 192

Kondisi ekonomi masyarakat desa Grinting tergolong pada taraf menengah ke bawah hal ini tergambar dari tabel di atas, di mana rata- rata penduduk desa Grinting bermata pencaharian sebagai buruh tani.

Prektek yang biasa dilakukan oleh masyarakat desa Grinting dalam hal bertani ini adalah bagi hasil dalam pertanian, yaitu perjanjian kerjasama antara pemilik tanah dengan petani penggarap (buruh tani). Ada dua cara yang dilakukan dalam praktek kerja sama ini yaitu :

a. Bibit, pupuk, dan perawatan menjadi tanggung jawab pemilik tanah atau sawah, sedangkan petani penggarap hanya bermodalkan tenaga.

Bagi hasil ini biasanya di prosentasekan 70% untuk pemilik tanah dan 30% untuk penggarap.

b. Bibit, pupuk, dan perawatan menjadi tanggung jawab penggarap, sedangkan pemilik tanah hanya menyediakan tanah atau sawahnya.

(24)

Bagi hasil ini biasanya diprosentasekan 50% untuk pemilik tanah dan 50% untuk penggarap.48

Sebagian wanita di desa Grinting mempunyai pekerjaan sebagai buruh serabutan, dalam hal ini biasanya berupa pekerjaan membrondol bawang, hal ini dapat dipahami karena kabupaten Brebes merupakan salah satu kabupaten yang paling banyak dalam menghasilkan bawang merah. Pekerjaan serabutan ini biasa dibayar perkilonya Rp. 500 dengan rata-rata upah yang diberikan adalah Rp. 15.000 untuk sehari bekerja selama 7-8 jam.49 Dengan demikian, bahwa kaum wanita di Desa Grinting Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes, tidak hanya melakukan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga akan tetapi juga melakukan pekerjaan lainnya diluar kewajibannya sebagai istri sekaligus ibu dirumah tangganya.

Sedangkan dalam hal usaha, mayarakat yang akan membuka usaha biasanya modal mereka diperoleh dari pinjaman orang kaya. Namun hasilnya tidak dibagi dengan orang kaya tersebut. Namun prakteknya seperti hutang piutang pada umumnya, walaupun ada sedikit orang yang mempraktekkan bagi hasil dalam usahanya. Modal juga dapat diperoleh dari menjual atau menggadaikan barang-brarang berharga miliknya, baik kepada orang lain atau di pegadaian yang berada di kecamatan

48 Hasil wawancara dengan Bp. H. Abdul Bari yang sering menyewakan tanah kepada para petani penggarap (buruh tani) menjelang masa panen,wawancara dilakukan pada tanggal 22 November 2014

49 Hasil wawancara dengan Ibu Laela,seorang ibu rumah tangga yang bekerja sampingan dengan membrondol bawang,wawancara dilakukan pada tanggal 22 November 2014.

(25)

Bulakamba50. Sehingga sedikit sekali orang yang memanfaatkan jasa perbankan, khusunya yang terkait dengan meminjam uang atau kredit untuk membuka usaha.

Akhir-akhir ini laju perkembangan ekonomi di desa Grinting sedikit demi sedikit mengalami kemajuan. Hal ini di tandai dengan terlihat adanya pasar pagi. Pasar ini mempunyai dampak positif bagi tingkat pendapatan masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang dan memunculkan banyak pedagang baru. Pasar ini juga semakin memudahkan masyarakat yang berbelanja, mereka tidak perlu sampai ke pasar kecamatan yang berjarak sekitar 5 KM dari desa.51

Disamping itu sebagian besar penduduk desa Grinting juga merantau ke Jakarta. Tanpa memandang resiko apapun, Mereka merantau dengan tekad dapat memperbaiki perekonomian mereka. Sehingga sering kali desa tersebut terlihat sepi. Meskipun sebenarnya jumlah penduduk desa grinting tidaklah tergolong sedikit.52

D. Kondisi Sosial Keislaman

Seperti halnya negara Indonesia yang penduduknya mayoritas beragama Islam, masyarakat desa Grinting pun demikian. Bahkan semua penduduknya beragama Islam, Hal tersebut dapat dilihat dari catatan buku monografi desa yang merupakan data jumlah penduduk pemeluk agama, sebagai berikut:

50Hasil wawancara dengan Ibu Karisah, seorang penjual perabot rumah tangga dan alat- alat dapur dengan cara berkeliling kampung dan dilakukan dengan cara kedit atau tidak secara tunai kepada pembelinya,wawacra dilakukan pada tanggal 23 November 2014

51 Hasil wawancara dengan Ibu Kisril, seorang pedagang tempe,wawancara dilakukan pada tanggal 23 November 2014.

52 Bersumber dari Observasi Peneliti tentang deskripsi wilayah desa Grinting pada tanggal 6 September 2014.

(26)

Tabel VI

Penduduk Menurut Agama di Desa Grinting53

Dengan penduduk yang mayoritas bahkan semuanya beragama Islam, maka tidak mengherankan jika terdapat banyak masjid dan musholla sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah dan sebagai pusat kegiatan da’wah atau syiar Islam. Disamping itu, terdapat beberapa unit pendidikan keagamaan seperti Madrasah Diniyyah, TK Islam, dan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) sebagai wadah untuk menanamkan pendidikan agama sejak dini kepada anak-anak.

Organisasi Islam pun telah ada dan berkembang di desa Grinting, seperti Organisasi Nahdhatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Bahkan Organisasi Otonom dari kedua organisasi terbesar di Indonesia tersebut telah terbentuk, diantaranya organisasi Ansor, Ikatan Pelajar Nahdlotul Ulama (IPNU), Muslimat, Fatayat, Ikatan Putra Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU). Dan yang terakhir organisasi keislaman yang di jalankan oleh para remaja di Desa Grinting yaitu Organisasi Ikatan Remaja Masjid (IRMAS) untuk Nahdlotul Ulama (NU). Serta Aisyiyah dan Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) untuk Muhammadiyah.

53 Bersumber dari Laporan Monografi desa Grinting kec. Bulakamba kab. Brebes bulan Agustus 2014.

No Agama Jumlah

1. Islam 17.625

2. Kristen Katolik -

3. Kristen Protestan -

4. Hindu -

5. Budha -

(27)

Kedua organisasi tersebut telah memberikan sumbangsih besar dan berarti bagi perkembangan dan peningkatan kualitas keberagamaan masyarakat desa Grinting. Diakui oleh Kepala desa Grinting, Bahwa organisasi-organisasi tersebutlah yang banyak mengadakan kegiatan dan aktif serta peduli terhadap kemajuan desa.54

Syiar Islam di desa Grinting semakin semarak dengan adanya pengajian Tahlil dan Dziba’iyyah yang dilakukan oleh Ibu-Ibu dan remaja. Kegiatan semacam ini sudah lama ada dan sampai sekarang ini tetap dilestarikan. Jam’iyah dan Majlis Ta’lim seperti ini dilaksanakan secara rutin dan bergilir satu kali dalam seminggu yang dikelompokkan berdasarkan umur dan lokasi masjid atau musholah.55

Jadi ada jam’iyah yang bersakala wilayah tertentu dan ada yang berskala satu desa. Selain berisikan Tahlil dan barzanji, Jam’iyah ini juga mengadakan ceramah keagamaan dan arisan. Sedangkan untuk bapak-bapak dan para pemuda, Jam’iyah semacam ini dilaksanakan setelah sholat Isya dengan agenda yang tidak jauh berbeda dengan Jam’iyah Ibu-ibu.56

Kegiatan keagamaan akan semakin semarak ketika ada peringatan hari besar Islam, seperti Isra’ Mi’raj, Maulid Nabi Muhammad SAW, Tahun Baru Hijriyah, dan pada bulan Ramadhan tentunya. Namun walaupun begitu banyak kegiatan keagamaan yang di laksanakan oleh berbagai organisasi, hasil yang didapatkan kurang maksimal dalam upaya meningkatkan kualitas keimanan dan

54 Hasil wawancara dengan Kepala Desa Grinting,Bp. Suhartono, SH,wawancara dilakukan pada tanggal 14 November 2014

55 Hasil wawancara dengan Lebe Fatkhuri,salah satu pejabat P3N di desa Grinting.

wawancara dilakukan pada tanggal 29 November 2014.

56 Hasil wawancara dengan Lebe Fatkhuri,salah satu pejabat P3N di desa Grinting.

wawancara dilakukan pada tanggal 29 November 2014.

(28)

keberagamaan masyarakat. Bahkan akhir-akhir ini, Jam’iyah-Jam’iyah tersebut mengalami penurunan anggota, dengan kata lain, masyarakat semakin tidak tertarik mengikuti Jam’iyah dan pengajian sejenisnya. Sehingga Jam’iyah tersebut mengalami stagnasi dan kegiatannya dapat dikatakan hanya sekedar rutinitas belaka tanpa memperolah hasil yang diharapkan.57

Sungguh sebuah fenomena yang menyedihkan dan harus segera dibenahi.

Adapun jumlah tempat ibadah, lembaga pendidikan Islam dan Jam’iyyah atau Majlis Ta’lim secara rinci dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel VII

Banyaknya Tempat Ibadah, Lembaga Pendidikan Islam Dan Jam’iyah di Desa Grinting 201458

No

Tempat Ibadah, Lembaga Pendidikan Islam Dan Jam’iyah

Jumlah

1. Masjid 6

2. Musholah 37

3. Madrasah Diniyah 2

4. Taman pendidikan Al-Qur’an 5

5. Taman Kanak-Kanak Islam (TKIT) 2

6. Jam’iyahan Ibu-Ibu 6

7. Jam’iyahan Bapak-Bapak 4

8. Jam’iyahan Remaja 2

57 Hasil wawancara dengan Lebe Fatkhuri,salah satu pejabat P3N di desa Grinting.

wawancara dilakukan pada tanggal 29 November 2014.

58 Bersumber dari Laporan Monografi desa Grinting kec. Bulakamba kab. Brebes bulan Agustus 2014.

(29)

Di desa Grinting terdapat pula satu pesantren yang bernama pesantren Nurul Huda, namun pesantren tersebut belum terlalu terkenal karena pesantren tersebut baru didirikan pada tahun 2009, dan santrinyapun masih kebanyakan berasal dari anak-anak hingga remaja Grinting.59

59 Hasil wawancara dengan Lebe Fatkhuri,salah satu pejabat P3N di desa Grinting.

wawancara dilakukan pada tanggal 29 November 2014.

Referensi

Dokumen terkait