• Tidak ada hasil yang ditemukan

Imago Dei sebagai Suatu Relasi: Analisis tentang Dampak Dosa terhadap Gambar dan Rupa Allah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Imago Dei sebagai Suatu Relasi: Analisis tentang Dampak Dosa terhadap Gambar dan Rupa Allah"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 3, No. 2 (Juni 2022): 138-147 DOI: 10.46817/huperetes.v3i2.116

Submitted: 22 Juni 2022 // Revised: 24 Juni 2022 // Accepted: 29 Juni 2022

Imago Dei sebagai Suatu Relasi: Analisis tentang Dampak Dosa terhadap Gambar dan Rupa Allah

Jimmy Sugiarto; Rinaldi Frans Holong Lumban Gaol; Samuel Grashellio Litaay Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Yogyakarta

Korespondensi: jimmysenyum@yahoo.com; samuelgrashellio2003@gmail.com;

rinaldi.frans@gmail.com

Abstrak: Teori mengenai kerusakaan total (Total Depravity) telah menjadi perdebatan menarik di antara para sarjana injili. Tidak ada teori yang cukup memuaskan tentang deskripsi kerusakan gambar dan rupa Allah dalam diri manusia karena dosa. Para sarjana teologi sistematik telah mendeskripsikan beberapa pandangan mereka tentang gambar dan rupa Allah. Sebaliknya, beberapa sarjana tidak meneliti tetang hubungan gambar dan rupa Allah dengan dosa manusia. Penelitian ini mendeskripsikan bagaimana menyatukan teori imago Dei dengan dosa yang dilakukan oleh manusia.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan analisis literatur. Penelitian ini juga mengkaji hasil pustaka yang telah dihasilkan oleh para ahli teologi sistematik dan antropologi Kristen. Melalui pengamatan terhadap teori para ahli dan memberikan sintesis terhadap teori imago Dei dengan keberdosaan manusia. Mengacu pada pandangan relasional, ditemukan bahwa merusakan hubungan antara Allah dan manusia. Kerusakan hubungan ini menyebabkan rusaknya aspek atributif, spiritual dan fungsional. Pemulihan gambar dan rupa Allah dalam teologi Kristen harus dipahami sebagai pemulihan hubungan, bukan sekedar pemulihan atribut Allah dalam diri manusia.

Kata-kata kunci: dosa, hubungan, imago dei

Abstract: The theory of total depravity has been an interesting debate among evangelical scholars. There is no satisfactory theory about the description of the corruption of imago Dei in man due to sin. Scholars of systematic theology have described some of their views on imago Dei. On the other hand, some scholars do not examine the relationship of imago Dei to human sin. This study describes how to unite the theory of imago Dei with sins committed by humans. The method used in this study is a qualitative method with a literature analysis approach.

This study also examines the literature that has been produced by systematic theologians and Christian anthropologists. Through observing the theories of experts and providing a synthesis of the theory of imago Dei with human sinfulness. Referring to the relational view, it is found that it destroys the relationship between God and humans. Damage to this relationship causes damage to the attributive, spiritual and functional aspects.

Restoration of the imago Dei in Christian theology must be understood as a restoration of relationships, not just the restoration of God's attributes in humans.

Keywords: sin, relationship, imago Dei

(2)

139

PENDAHULUAN

Ada beberapa teori mengenai asal-usul manusia. Pertama, ada teori tentang pandangan filosofi timur yang berkata bahwa manusia dipandang sebagai unsur dari dunia ilahi yang selalu ada. Kedua, pandangan teori evolusi yang berpendapat bahwa manusia, tumbuhan dan binatang secara bertahap berevolusi dari bentuk yang lebih rendah ke bentuk yang lebih tinggi.

Ketiga, teori penciptaan progresif di mana teori ini beranggapan bahwa Allah secara sengaja membiarkan beberapa proses alamiah tertentu untuk mempengaruhi perkembangan kehidupan. Keempat, pandangan teori kesenjangan dimana teori ini mengajarkan bahwa di suatu waktu sebelumnya telah ada penciptaan awal, kemudian di waktu lain ada masa di mana bumi belum berbentuk dan kosong. Kelima, teori penciptaan dimana teori ini berdasarkan petunjuk Alkitab yang terambil dari Kejadian pasal satu di mana dinyatakan dalam Alkitab bahwa Allah sebagai pencipta yang menciptakan bumi dari awal hingga akhir.1

Manusia merupakan ciptaan Allah yang paling mulia. Dalam kisah penciptaan diceritakan bahwa Allah sendiri yang membentuk manusia dari debu tanah kemudian Allah menghembuskan nafas kehidupan ke dalam hidung manusia (Kej 2:7). Dalam Kejadian 1:26-27 dikatakan bahwa Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya (Imago Dei). Secara sederhana manusia terdiri dari bagian materi (tubuh) dan non materi (jiwa dan roh). Bagian materi manusia berbicara mengenai aspek fisik, di mana jika merujuk dari Kejadian 2:7 tubuh manusia dibentuk dari debu dan tanah. Bahkan menurut penelitian dan analisa mengenai unsur kimia dalam manusia, dijelaskan bahwa tubuh manusia terdiri dari kalsium, besi, potasium dan lainnya.

Sementara bagian non materi manusia berbicara mengenai unsur non fisik, seperti kepribadian, keberadaan spiritual, serta natur moral manusia.2

1Sumbut Yermianto, Azas Kepercayaan Tentang Malaikat, Iblis Dan Roh-Roh Jahat Manusia Dan Dosa, 1st ed. (Yogyakarta: STTII Press, 2014), 146–153.

2Paul Enns, The Moody Handbook Of Theology, 9th ed. (Malang: Literatur SAAT, 2019), 343–344.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, manusia diciptakan Allah menurut gambar dan rupa-Nya (Imago Dei). Jika demikian maka gambar Allah dalam diri manusia itu sudah pasti bersifat non materi, sebab Allah adalah roh. Jadi segala unsur rohani dalam diri manusia harusnya sama seperti Allah. Hal inilah yang membuat manusia dikatakan sebagai ciptaan yang mulia.

Sebagai gambar dan rupa-Nya manusia pada awalnya memiliki hubungan yang baik dan harmonis dengan Allah. Manusia bahkan ditempatkan di taman Eden dan dipenuhi semua kebutuhannya oleh Allah (Kej. 3).

Namun, tampaknya kemuliaan manusia sebagai gambar dan rupa Allah ini tidak bertahan lama.

Dalam Kejadian 2:16-17 Allah dengan jelas memberikan suatu perintah bagi manusia, yaitu bahwa manusia diberi kebebasan untuk menikmati semua hasil dari pohon yang ada di taman Eden. Semua kecuali satu, buah pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat tidak boleh dimakan. Perintah ini sangat jelas, bahkan akan ada akibat buruk apabila manusia melanggar perintah ini. Dari sini dapat dilihat bahwa Allah menetapkan suatu batasan ilahi, di mana meskipun manusia adalah ciptaan yang mulia, dia tetaplah ciptaan dan Allah tetaplah pencipta yang memiliki otoritas. Akan tetapi manusia pada akhirnya melanggar batasan ilahi tersebut. Perempuan yang digoda oleh ular akhirnya memakan buah yang dilarang, dia memberikannya pada suaminya dan keduanya pun akhirnya berdosa. Semua ini terjadi karena adanya upaya dari diri manusia untuk memperoleh suatu pemahaman yang lebih tinggi. Rasa ingin tahu tersebut membuat manusia jatuh dalam dosa dan akhirnya berdampak pada runtuhnya citra ilahi itu (Imago Dei).3

Ada beragam teori mengenai makna gambar dan rupa Allah dalam diri manusia. Grudem mencatatkan bahwa gambar dan rupa Allah diasosiasikan dengan atribut Allah sehingga dosa menyebabkan kehilangan atribut moral dan non

3Brendon C Benz, “The Ethics of the Fall:

Restoring the Divine Image through the Pursuit of Biblical Wisdom,” Biblical Theology Bulletin 46, no. 4 (2016): 2.

(3)

140

moral Allah.4 Berbeda dengan Grudem, salah satu teori yang lebih dahulu oleh D.J Clines mengunkapkan bahwa imago Dei dimaknai dengan fungsi manusia sebagai wakil Allah memerintah di dunia.5 Dengan demikian, dosa menyebabkan tercabutnya fungsi manusia sebagai wakil Allah. Meskipun Cline dan Grudem telah memaparkan teori tentang gambar dan rupa Allah dengan baik, namun argumentasinya tidak memperhatikan bagaimana teologi mengenai gambar dan rupa Allah berkembang. Argumentasi dari Grudem hanya memperhatikan aspek atributif dalam diri manusia sebagai ciptaan Allah. Pertanyaannya, apakah dengan demikian atribut Allah hilang sepenuhnya dari diri manusia yang berdosa?

Faktanya, Alkitab telah mencatat bahwa Allah terus berinteraksi dengan manusia bahkan tetap memperhatikan manusia sebagai ciptaan yang serupa dan segambar dengan Allah.

Selanjutnya, meskipun pendapat Cline dapat diperhitungkan sebagai hasil pemaparan teks Kejadian 1:26-28, namun Clines tidak mempertimbangkan perkembangan teologis makna gambar dan rupa Allah dalam konteks periode Intertestament dan Perjanjian Baru.

Akhirnya, teori Clines tidak cukup memberikan argumentasi yang memuaskan tentang dampak dosa terhadap gambar dan rupa Allah.

Jermia Djadi berpendapat bahwa gambar dan rupa Allah memberikan makna esensial terhadap diri manusia. Dia berpendapat bahwa gambar dan rupa Allah menjadikan manusia memiliki kesamaan dengan Allah dari aspek spiritual, moral dan sosial.6 Teori ini telah mempertimbangakan beberapa teori tradisional.

Namun dalam teori ini pun tidak mempertimbangkan apa dampak nyata dosa terhadap gambar dan rupa Allah. Harus diakui bahwa dosa telah menyebabkan manusia mengalami kerusakan spiritual, moral dan sosial.

Pendapat tersebut berpotensi menggiring manusia menjadi fatalis. Artinya, karena

4Wayne Grudem, Sytematic Theology (Grand Rapids: InterVarsity, 1994). 382.

5Clines D.J.A, “The Image of God in Man,”

Tyndale Bulletine 19 (1968). 53-103.

6Jermia Djadi, “Gambar Dan Rupa Allah,” Jurnal Jaffray 2, no. 1 (2005): 3–8.

manusia telah berdosa, mereka tidak memiliki kepekaan rohani, moral dan sosial. Dalam pandangan teologi dispensasi klasik, ada masa hati nurani, yaitu masa dimana Allah menguji kebenaran manusia melalui hati nurani. Dengan demikian pandangan esensial yang disuguhkan tersebut belum mampu memberikan argumentasi yang memuaskan dalam merumuskan dampak dosa terhadap gambar dan rupa Allah.

Pada abad 20 telah muncul pandangan yang popular di kalangan sarjana teologi mengenai makna gambar dan rupa Allah, yaitu pandangan relasional. Pandangan ini meyakini bahwa gambar dan rupa Allah tidak menekankan pada karakter Allah, melainkan menekankan pada hubungan antara Allah dengan manusia. Dalam teorinya, gambar dan rupa Allah menegaskan adanya tuntutan terhadap manusia meresponi keberadaan Tuhan. Karl Barth menekankan bahwa gambar dan rupa Allah tidak hanya dimaknai sebagai hubungan vertikal antara manusia dengan Allah, tetapi juga dengan sesama manusia. Gambaran Allah yang diberikan kepada manusia menjadikan manusia mampu mengasihi sesamanya. Gambar citra diri Allah yang disematkan dalam diri manusia menggambarkan hubungan kasih Allah Tirtunggal yang harus diterapkan kepada sesama.

Selanjutnya, menurut Karl Barth, orang percaya dapat memahami arti kemanusiaan dengan memahami kemanusiaan Yesus Kristus.

Keberadaan Kristus mendefenisikan arti tentang manusia. Oleh karena itu sebagai gambaran Kristus (imitation of Christ), orang percaya harus menujukan nilai-nilai kemanusian kepada sesamanya.

Meskipun pada akhirnya pendapat ini mulai ditafsirkan menjauh dari teori Barth dan Bruner, namun pandangan relasional dapat dijadikan pertimbangan dalam menemukan hakikat gambar dan rupa Allah dalam diri manusia serta kerusakannya karena dosa. Tulisan ini mengkaji teori relasional dalam memaknai gambar dan rupa Allah dalam diri manusia. Teori yang dikembangkan oleh Barth dan Bruner menjadi batu pijakan dalam menetapkan dampak dosa terhadap gambar dan rupa Allah.

(4)

141

Berdasarkan argumentasi yang penulis sampaikan di atas, maka dapat ditetapkan tujuan tulisan ini adalah mendeskripsikan dampak dosa terhadap gambar dan rupa Allah dalam makna relasi. Tesis statement dalam tulisan ini adalah dosa telah merusakkan hubungan antara Allah dengan manusia sehingga manusia gagal menjalankan fungsinya (bdk. teori D. J. A.

Clines), memahami penciptanya melalui atribut yang diberikan (bdk. teori Grudem) serta menjadikan manusia kehilangan kepekaan spiritual, moral dan sosial (bdk. teori Djadi).

Kerusakan hubungan antara Allah dan manusia menjadi dasar perbuatan melenceng yang dilakukan oleh manusia. Oleh karena itu, penulis Perjanjian Baru lebih banyak menekankan pada pendamaian hubungan (hilasmos) antara manusia dengan Allah.

METODE

Tulisan ini menggunakan metode kualitatif di mana dalam prosesnya akan mengumpulkan beberapa literatur yang berkaitan dengan pokok penelitian kemudian mengumpulkan hasil dari analisis tersebut ke dalam suatu argumen yang merupakan hasil akhir dari penelitian. Dalam artikel ini membahas mengenai “Dampak Dosa bagi Imago Dei”. Sumber literatur yang akan digunakan dalam artikel ini berupa buku-buku Teologi, buku-buku mengenai Hamartiologi dan Antropologi yang membahas mengenai pokok penelitian. Dengan menggunakan pendekatan analisis literatur akan menolong dalam memahami berbagai argumen dari para ahli dan melakukan perbandingan dari kumpulan argumen tersebut sehingga mendapatkan suatu argumen pribadi yang merupakan hasil dari penelitian. Selanjutnya, dilakukan proses sintesis terhadap tulisan para ahli guna menemukan suatu rumusan mengenai dampak dosa terhadap gambar dan rupa Allah.

PEMBAHASAN

Sebagaimana yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, bagian ini akan menjelaskan lebih mendetail mengenai dampak dari pada dosa terhadap Imago Dei. Bagian ini membahas

satu persatu mulai dari pandangan tentang manusia sebagai Imago Dei, lalu bagaimana manusia jatuh ke dalam dosa, sampai bagaimana kejatuhan dan dosa itu akhirnya berdampak bagi Imago Dei. Penelitian ini juga menampilkan beberapa pandangan para ahli yang telah melakukan penelitian terhadap topik ini sebelumnya, serta interaksinya dengan penelitian yang dilakukan.

Dalam bahasa Ibrani, gambar dan rupa Allah dijelaskan menggunakan kata Tselem yang artinya gambar, bayangan, kemiripan dan keserupaan.

Selain itu kata yang digunakan untuk menjelaskan gambar dan rupa Allah adalah demuth yang artinya hampir sama dengan tselem yaitu rupa, model, bentuk dan kemiripan. Jadi dapat dikatakan bahwa manusia adalah ciptaan yang agung dan istimewa dimana sebagai gambar dan rupa Allah, manusia dapat memiliki hubungan dengan Allah dan manusia juga menjadi wakil Allah.7

Selain itu Schnittjer dalam bukunya The Torah Story menyatakan bahwa arti daripada diciptakan segambar dan serupa dengan Allah adalah bahwa manusia memiliki tanggung jawab untuk mengasihi Allah. Semua manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Dia, maka semua orang berkewajiban untuk mengasihi satu sama lain. Schnittjer juga mengungkapkan bahwa manusia sebagai ciptaan yang istimewa di antara ciptaan lainnya, mendapat kepercayaan sebagai penguasa yang mewakili Allah di bumi.8

Menurut Matthew R. Petrusek dalam jurnalnya The Image of God and Moral Action:

Challenging the Practicality of the Imago Dei menyatakan bahwa Tuhan memiliki hubungan yang unik dengan kemanusiaan secara general.

Dia menyatakan bahwa banyak muncul pembenaran dan klaim bahwa manusia memiliki martabat dan kehormatan; artinya bahwa setiap pribadi memiliki nilai yang berharga, sebab manusia pada dasarnya diciptakan Tuhan menurut gambar dan rupa-Nya sendiri. Dengan

7Yermianto, Azas Kepercayaan Tentang Malaikat, Iblis Dan Roh-Roh Jahat Manusia Dan Dosa.

8Gary Edward Schnittjer, The Torah Story, ed.

Emma Maspaitella (Malang: Gandum Mas, 2015), 64.

(5)

142

demikian, maka prinsip dari teologi-antropologi mengenai Imago Dei menjadi semakin fundamental daripada prinsip martabat dan kehormatan manusia.9

Menurut Walter Brueggemann, istilah Imago Dei muncul dari kebiasaan mendirikan patung penguasa sebagai simbol hegemoni dalam budaya Timur Kuno. Istilah ini kemudian digunakan dalam kitab Kejadian pada kisah penciptaan.

Artinya lalu berubah menjadi hubungan antara Tuhan dengan manusia serta hubungan antara sesama manusia. Dia mengatakan bahwa gambaran diri Tuhan dalam manusia menjadi sebuah mandat mulia, yaitu mandat akan kekuasaan dan tanggung jawab. Melalui hal ini Tuhan mempercayakan ciptaan-Nya yang lain kepada manusia untuk dirawat dan dipelihara.

Mandat ini sama sekali tidak mengindikasikan kekuatan untuk menguasai seperti kekuasaan tirani, melainkan untuk memelihara.10 Hal yang sama pun disampaikan oleh David J. Bryant, yang mengatakan bahwa manusia sebagai representasi Allah mendapat tanggung jawab untuk menjaga ciptaan lain. Mereka diberikan kuasa namun bukan kekuasaan yang tanpa batas, sehingga mereka tidak dapat berbuat seenaknya terhadap ciptaan lain.11

Dalam buku Charles C. Ryrie merangkum beberapa pendapat para ahli mengenai Imago Dei di antaranya menurut Addison H. Leitch berpendapat bahwa manusia merupakan cerminan nyata dari Allah tetapi secara rohani manusia bersifat abstrak. Menurut bapa gereja yang berbahasa Gerika dan Latin berpendapat bahwa adanya perbedaan antara gambar dan rupa, di mana gambar merujuk kepada kejasmanian sedangkan rupa mengarah ke bagian etika gambar Allah. Menurut Ireneus, gambar merupakan akal dan kemerdekaan manusia, sedangkan rupa adalah kepercayaan yang Allah berikan kepada manusia lalu hilang ketika manusia jatuh dalam dosa. Menurut L.

9Matthew R. Petrusek, “The Image of God and Moral Action: Challenging the Practicality of the Imago Dei,” Studies in Christian Ethics 30, no. 1 (2017): 60–61.

10Walter Brueggemann, Genesis (Atlanta: John Knox, 1982), 32.

11J Bryant, “Imago Dei, Imagination, and Ecological Responsibility,” no. 1 989 (n.d.): 36.

Kochler gambar Allah memiliki arti yaitu manusia ditempatkan pada posisi yang unggul, namun menurutnya Imago Dei ini tidak terbatas hanya pada satu aspek, melainkan mencakup aspek badaniah juga.12

Menurut Hodge bahwa karena Allah adalah Roh yang memiliki sifat akal budi, hati nurani, bernalar, kehendak bebas dan bermoral. Semua sifat yang dimiliki Allah diwarisi kepada ciptaannya yaitu Manusia. Manusia termasuk ciptaan yang spesial karena selain memiliki kehendak bebas, manusia juga bisa berhubungan langsung dengan Allah. Kemampuan untuk berkomunikasi dengan Allah sama halnya dengan segambar dengan Allah. Itulah yang membuat manusia spesial, karena kalau manusia tidak bisa mengenal Allah sama halnya manusia dengan binatang.13

Menurut Louis Berkhof, manusia adalah benar-benar gambar Allah, karena manusia salinan yang nyata dari Allah. Semua ciptaan Allah sungguh amat baik (Kej 1:31). Manusia juga memiliki unsur kebenaran, kesucian, kerohanian dan kekekalan. Yang dimaksud kekekalan ialah hanya Allah saja yang kekal bukan menyatakan manusianya kekal. Kekekalan yang dimaksud adalah kekekalan pemberian yang Allah berikan kepada manusia.14

Menurut Rodney D. Vanderploeg dalam jurnalnya menuliskan bahwa konsep Imago Dei terbukti menjadi pusat keberadaan manusia serta memperkuat esensi relasional manusia yaitu antara hubungannya dengan Tuhan serta dengan sesama. Pemilihan Tuhan juga menjadi faktor utama dari konsep Imago Dei.15 Kejadian 1-2 menekankan kebermulaan kehidupan manusia yang memiliki relasi baik dengan Allah.

Meskipun Kejadian 1-2 ditulis dengan gaya prosa tinggi, namun kebenaran praktis yang diperoleh

12Charles C. Ryrie, Teologi Dasar 1 (Yogyakarta:

ANDI, 2012).

13Henry Clarence Thiessen and Vernon D Doerksen, Teologi Sistematika (Malang: Gandum Mas, 1992), 237.

14Louis Berkhof, Teologi Sistematika Doktrin Manusia, 4th ed. (Surabaya: Momentum, 2001), 48–51.

15Rodney D Vanderploeg, “Imago Dei As Foundational To Psychotherapy Integration Versus Segregation,” Journal of Psychology and Theology 9, no. 4 (1981): 299.

(6)

143

adalah terjalinnya relasi yang ideal antara manusia dengan Allah. Hubungan baik antara manusia dengan Allah menjadi dasar bagi-Nya memberikan mandat mengelola seluruh ciptaan.

Selain itu, Kejadian 1-2 juga memperhatikan pentingnya relasi. Hal itu ditunjukan dengan bagian akhir dari prosa adalah gambaran relasi antara manusia laki-laki dengan perempuan yang didasari dengan relasi dengan Allah.

Witsius juga menyatakan bahwa “Gambar dan Rupa Allah membentuk antecedenter dalam natur manusia yang rohaniah dan kekal;

formaliter dalam kesucian; consequenter dalam kuasanya atas makhluk lain.”16 Selain itu ada pendapat dari bapa gereja yang sulit diterima, yaitu pendapat yang mengungkapkan bahwa gambar dan rupa Allah merujuk pada kejasmanian. Pendapat tersebut hanya melihat dari sisi jasmaniah maka sebenarnya jasmani lebih mengarah kepada pendeskripsian tentang antroposentris. Jadi pada akhirnya konsep gambar dan rupa Allah tidak mengacu kepada sifatnya Allah, melainkan condong kepada fisik manusia yang digambarkan menyerupai Allah.

Sifat Allah itu bersifat nyata dan faktual, tidak hanya sekedar pemikiran tendensius manusia dengan Allah.

Konsep gambar dan rupa Allah yang dinyatakan oleh Schnittjer, Rodney D.

Vanderploeg, Walter Brueggemann, Matthew R.

Petrusek, David J. Bryant, Hodge dan Luis Berkhof dapat dipertimbangkan sebagai dalil dalam membangun argumentasi daampak dosa terhadap gambar dan rupa Allah. Hampir semua ahli ini mengemukakan pendapat yang sama, atau setidaknya memiliki konsep yang sama.

Pernyataan yang mereka sampaikan mengenai Imago Dei, bermuara pada konsep bahwa manusia sebagai gambar dan rupa Allah artinya manusia merupakan pantulan nyata dari Allah, yang artinya manusia memiliki kemuliaan Allah di dalam dirinya. Manusia diberi mandat dan tanggung jawab untuk merawat dan menjaga semua makhluk yang Allah ciptakan di bumi.

Manusia merupakan makhluk yang spesial dibandingkan makhluk ciptaan Allah yang lainnya. Ini berarti bahwa manusia memiliki akal

16Berkhof, Teologi Sistematika Doktrin Manusia.

budi dan kehendak bebas. Tanggung jawab yang dipercayakan Allah kepada manusia ialah untuk memanfaatkan, menjaga dan merawat segala makhluk ciptaan yang diciptakan oleh Allah.

Selain itu manusia memiliki sisi rohani yang punya kapasitas untuk dapat berkomunikasi langsung dengan Allah. Itulah arti dari manusia sebagai gambar dan rupa Allah (Imago Dei).

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, tulisan ini menyimpulkan bahwa Imago Dei artinya manusia adalah ciptaan yang Allah ciptakan seturut dengan gambar diri-Nya.

Imago Dei yang diberikan Allah menjamin adanya hubungan yang erat antara manusia dengan Allah sendiri. Oleh karena Allah adalah Roh, maka aspek Imago Dei dalam diri manusia berada dalam keberadaan rohnya. Artinya manusia mewarisi kemuliaan Allah, baik secara sifat, intelektual, jiwa, dan roh. Manusia dikatakan sebagai ciptaan-Nya yang unik karena hal ini. Karena Allah menciptakan manusia sedemikan rupa, maka manusia memiliki hubungan yang erat dan dekat dengan Allah.

Bahkan, manusia diberikan kekuasaan dan tanggung jawab untuk memelihara ciptaan-Nya yang lain. Hal ini menjadikan manusia sebagai penguasa dan pemelihara bumi.

Seperti yang telah disebutkan bahwa manusia jatuh ke dalam dosa karena keinginannya menjadi seperti Allah sehingga membuat dia melanggar batasan ilahi yang telah Allah tetapkan (Kej. 3:5). Keinginannya menyamai sang penciptanya justru merusakkan hubungan baik antara dirinya dengan Allah. Manusia seharusnya menyadari keberadaannya sebagai ciptaan. Kehendak menyamai sang Pencipta, yaitu Allah sendiri telah merusakkan hubungan baik yang telah Allah jadikan. Hal itu dianggap sebagai tindakan separatis atau perlawanan kepada Allah. Konsekuensinya adalah hubungan telah rusak dan mereka terusir dari taman Eden.

Tafsiran alegoris terhadap peristiwa pengusiran dari taman Eden adalah bentuk rusaknya hubungan antara manusia dengan Allah.

Manusia dianggap sebagai seteru Allah dan tidak layak menjadi bagian dalam taman Eden. Ada beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai awal mula kejatuhan manusia.

(7)

144

William Menzies dan Stanley Horton menyatakan bahwa selama bertahun-tahun dugaan non-alkitabiah mengenai awal mula dosa sudah dikemukakan oleh banyak pihak. Salah satunya adalah pandangan dualisme yang mengatakan bahwa sejak dahulu sudah ada yang namanya prinsip kejahatan. Dia yang terus- menerus menyerang kebaikan. Menzies dan Horton menyimpulkan bahwa dosa terjadi karena adanya penyalahgunaan kebebasan dan kehendak yang dimiliki manusia.17 Baik Menzies maupun Horton sama-sama mengecap pandangan dualisme ini sebagai pandangan bidat.

Dalam bukunya yang berjudul Original Sin, Henry Blocher berkata bahwa dosa manusia merupakan ketidaktaatan manusia terhadap hukum dan peraturan yang Allah tetapkan kepada manusia dan manusia menciptakan peraturan untuk diri mereka sendiri.18 Original Sin merupakan dosa menyeluruh terkait perbuatan yang mengarah kepada kecende- rungan yang berlawanan dengan peraturan Allah sesuai dengan kekudusan-Nya, semua itu terdapat pada dalam diri kehidupan manusia.19 Dosa membuat manusia memiliki jarak kepada Allah. Dalam Alkitab terdapat istilah yang digunakan untuk menyatakan dosa. Dalam Perjanjian Lama istilah dosa yaitu Khata, Ra, Pasha, Awon, Shagag, Asham, Rasha dan Taah.

Dalam Perjanjian Baru yaitu Kakos, Poneros, Asebes, Enokhos, Hamartia, Adikia, Anomos, Parabates, Agnoein, Plano, Paraptoma dan Hipokrisis.20 Semua istilah yang dipakai itu untuk menyatakan tindakan dosa atau pelanggaran hukum Allah.

Menurut G.W. Leibniz berpendapat bahwa dosa dan kejahatan berasal dari Allah melalui apa yang diciptakan Allah, seperti dunia yang

17William W Menzies and Stanley M Horton, Doktrin Alkitab, 5th ed. (Malang: Gandum Mas, 2019), 86–87.

18Henri Blocher, Original Sin Illuminating The Riddle, n.d.

19Risma K Lumalessil, “Dampak Dosa Asal Terhadap Status Manusia Sebagai Gambar Allah Dan Imputasi Kebenaran Kristus Serta Implikasinya Bagi Panggilan Umat Tebusan” (Seminari Alkitab Asia Tenggara, 2016).

20Ryrie, Teologi Dasar 1.

diciptakan Allah walau tidak sempurna tetapi ini adalah dunia yang Allah ciptakan. Menurut Leibniz ketidaksempurnaan tidak sesuai dengan isi Alkitab, dunia beserta isinya Allah ciptakan, Allah melihat semuanya itu baik (Kej 1:10, 12, 17, 21, 25). Menurut Joy Adam dosa dan kejahatan berasal dari orang-orang jahat yang dibangkitkan dan telah ditetapkan oleh Allah.

Menurut Louis Berkhof “Allah merupakan pencipta yang bertanggung jawab termasuk dosa dalam dunia tidak terdapat dalam Alkitab.”

Setelah pernyataan Louis Berkhof mengenai Allah lalu dia menuliskan sebuah kutipan dari kitab Ayub 34:10.21 Menurut Jean Jacques Rousseau berpendapat bahwa kemampuan yang dimiliki manusia memiliki tempat yang lebih tinggi dan seluas-luasnya di mana manusia bebas memilih mana yang baik dan yang jahat, karena semua ciptaan Allah itu baik maka tidak ada celah bagi dosa dan kejahatan di dalam diri manusia. Tujuan utama Allah menciptakan manusia untuk menjadi teman sekerja Allah di bumi untuk ditempatkan di Taman Eden (Kej 1:28-31; 2:15). Menurut Pelagius, manusia memiliki kemampuan untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari hukuman kekal tanpa perlu bantuan dari Allah.22

Melihat kembali dari pendapat-pendapat yang telah dikemukakan para ahli, tulisan ini tidak menyetujui pandangan dan pernyataan yang disampaikan oleh kaum dualisme. Dalam pandangannya mereka yakin bahwa tubuh fisik (bahkan alam fisik) adalah sesuatu yang jahat, sementara yang baik hanyalah roh. Jadi dosa sudah ada sejak kejahatan itu ada, yaitu sejak dahulu. Sebab mereka percaya pada adanya kekuatan jahat dan baik yang saling bertarung.

Sebenarnya pandangan ini dianut oleh kaum Zoroatrianisme, Manikheisme, dan kaum Gnostik. Ketiganya memang merupakan kaum yang memiliki pengajaran sesat. Jadi sudah pasti konsep yang mereka miliki tentang kejatuhan manusia tidaklah tepat.

21Berkhof, Teologi Sistematika Doktrin Manusia.

22Malik Bambangan, “ANALISIS TEOLOGIS TERHADAP PANDANGAN JEAN JACQUES ROUSSEAU TENTANG ASAL-USUL DOSA,” JURNAL LUXNOS 6, no. 1 (2020): 25–27.

(8)

145

Selain itu, G.W. Leibniz berpendapat bahwa Allah merupakan awal mula adanya dosa, sehingga kejatuhan manusia disebabkan oleh Allah sendiri. Argumennya dilandaskan dengan kenyataan bahwa Allahlah yang menciptakan bumi (dunia), sehingga sudah pasti bahwa Allah juga menciptakan kejahatan itu. Allah adalah keberadaan yang agung, suci, dan kudus sehingga pendapat Leibniz dianggap tidak relevan dengan teologi Kristen. Dia tidak bersalah dan tidak dapat berbuat salah. Alkitab dalam 1 Yoh. 1:5b menyatakan bahwa di dalam Allah sama sekali tidak ada kegelapan, sebab Dia itu terang. Bila mengikuti apa yang Leibniz sampaikan, maka dapat dikatakan bahwa Allah secara tidak langsung memberikan pencobaan bagi manusia. Sementara sekali lagi dalam Alkitab di Yakobus 1:13-14 menyatakan bahwa Allah tidak pernah mencobai bahkan Ia tidak pernah dan tidak akan mencobai siapa pun.

Kemudian ditegaskan lagi bahwa manusia sendiri yang mendatangkan pencobaan itu baginya. Sudah jelas bahwa pendapat dari Leibniz ini salah. Allah bukan pencipta kejahatan dan bukan Dia yang menyebabkan manusia jatuh ke dalam dosa, melainkan manusia sendiri yang menyebabkan dirinya jatuh dalam dosa. Selain itu pendapat yang juga tidak dapat disetujui adalah pendapat Joy Adam yang menyatakan bahwa dosa itu berasal dari orang jahat yang dibangkitkan. Faktanya, eksistensi dosa telah ada terlebih dahulu sebelum manusia diciptakan.

Setelah melihat dan mengetahui arti serta makna dari Imago Dei dan konsep kejatuhan manusia ke dalam dosa, dapat disimpulkan mengenai dampak dari kejatuhan dosa terhadap Imago Dei. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa manusia dari keinginannya dan kehendaknya sendiri telah melanggar batasan ilahi yang telah Allah tetapkan. Dengan memakan buah pengetahuan yang baik dan yang jahat, manusia mengadakan pemberontakan terhadap kedaulatan Allah (Roma 8:7). Dari hatinya, manusia ingin menjadi sama dengan Allah (Kej. 3:5). Akhirnya hal ini membuat manusia jatuh dalam dosa dan kini manusia telah menjadi seteru Allah.

Hubungan manusia dengan Allah menjadi tidak baik karena dosa, di mana dosa merusak citra Allah yang ada pada diri manusia. Dampak dosa bagi manusia membuat ketidakpercayaan dan ketidakpedulian manusia terhadap Imago Dei dalam diri manusia. Di mana ketika manusia jatuh ke dalam dosa, manusia lebih memercayai apa kata ular dibandingkan larangan yang diberikan Allah kepada manusia. Manusia merupakan ciptaan Allah yang spesial, di mana manusia diberi kebebasan untuk memilih.23 Manusia bebas memilih mana yang baik dan mana yang tidak baik. Dampak dosa bagi Imago Dei adalah ketika manusia memilih tidak patuh kepada perintah yang Allah berikan dan mengakibatkan rusaknya hubungan manusia dengan Allah. Dengan begitu manusia secara tidak langsung menjauhi Allah akibat dosa yang telah mereka perbuat. Dosa hadir dalam dunia melalui dosa pertama yaitu dosa Adam (Rm.

5:12), di mana sifat manusia mulai tercemar dan mulai timbul rasa bersalah dalam diri manusia.24 Dosa membuat adanya ketidaktaatan kepada hukum kepada sang pencipta dan melanggar norma moral dalam hak memilih kebebasan.

Keputusan memercayai ular membuat kepercayaan kepada sang pencipta mati di dalam hatinya, kebebasan memilih yang diberikan kepada manusia disalahgunakan dan tindakan melanggar perintah Allah itulah menjadi dosa pertama manusia dan berdampak pada Imago Dei.25

Kejatuhan manusia akibat dosa membuat Imago Dei dalam diri manusia tercemar.

Beberapa pendapat dari para ahli mengatakan bahwa dampak dosa bagi Imago Dei adalah kehilangan rupa Allah dalam diri manusia (Ireneus) dimana manusia yang berdosa masih memiliki gambar Allah tetapi tidak memiliki rupa Allah dalam diri mereka. Rupa yang dimaksud adalah Roh Kudus pada diri manusia

23Thiessen and Doerksen, Teologi Sistematika.

24Ibid.

25Dominic Robinson, Understanding the Imago Dei The Thought of Barth, Von Balthasar and Moltmann (Inggris: Ashgate Publishing Limited, 2011), 8.

(9)

146

hilang ketika Adam jatuh ke dalam dosa.26 Calvin seperti dikutip oleh Hutahaean berpendapat bahwa ketika manusia jatuh ke dalam dosa Imago Dei yang ada pada manusia tidak hilang tetapi merusak total unsur yang ada pada diri manusia. Unsur yang dimaksud adalah karunia, kemampuan intelektual dan kehendak.27 Gambar dan rupa Allah dalam diri manusia rusak dimana supranatural dalam diri manusia yang Allah berikan menghilang.

Agustinus seperti dikutip oleh Robinson berpendapat bahwa dampak dosa bagi Imago Dei adalah manusia mulai mengabaikan yang baik dan menginginkan yang tidak baik, warisan dosa asal terjadi pada keturunannya dan adanya tindakan untuk berpaling dari Allah.28 Sudah jelas bahwa dampak dosa bagi Imago Dei membuat hubungan manusia dengan Allah menjadi rusak dan terpisah. Tetapi upaya memperbaiki Imago Dei yang sudah tercemar oleh dosa adalah Allah mulai merancang manusia ke rancangan awal, melalui karya keselamatan Yesus Kristus. Allah membenci dosa dan karena itu Allah memikirkan rancangan untuk mengembalikan kembali gambar dan rupa-Nya yang sudah tercemar oleh dosa. Allah berupaya memulihkan hubungan-Nya dengan manusia agar gambar dan rupa itu dipulihkan.

Manusia tidak dapat memulihkan gambar dan rupa itu melalui perbuatan dan kesalehannya, melainkan hanya karena anugerah Allah melalui iman kepada Allah di dalam Yesus Kristus (Ef.

2:8-9). Kasih Allah besar terhadap ciptaannya sehingga Allah mengaruniakan anak-Nya yang tunggal sebagai penebus dosa manusia.

Pemulihan gambar Allah yang telah dirusak oleh dosa hanya dapat dipulihkan oleh karya

26Tumpal Hutahaean, “TINJAUAN KONSEP IMAGO DEI IRENAEUS DAN THOMAS DARI PERSPEKTIF YOHANES CALVIN SERTA DAMPAKNYA BAGI ZAMAN PASCA MILLENIAL,”

VERBUM CHRISTI: JURNAL TEOLOGI REFORMED INJILI 5, no. 2 (2018): 163.

27Hutahaean, “TINJAUAN KONSEP IMAGO DEI IRENAEUS DAN THOMAS DARI PERSPEKTIF YOHANES CALVIN SERTA DAMPAKNYA BAGI ZAMAN PASCA MILLENIAL.”

28Robinson, Understanding the Imago Dei The Thought of Barth, Von Balthasar and Moltmann.

keselamatan dan iman kepada Yesus Kristus (Restituo Imago Dei).29

KESIMPULAN

Dari semua pendapat para ahli mengenai Imago Dei dan dampak dosa bagi Imago Dei dapat disimpulkan bahwa dosa hanya membawa keretakan kepada hubungan manusia kepada Allah. Keberdosaan manusia memang tidak bisa dihindari, karena setiap manusia mewarisi yang namanya dosa asal. Kerusakan Imago Dei yang diakibatkan dosa membuat hubungan manusia dengan Allah menjadi tidak baik.

Esensi dari Imago Dei adalah terjalinnya hubungan baik antara Allah dengan manusia.

Imago Dei dalam diri manusia tidak bisa hilang tapi bisa tercemari akibat dosa. Oleh karena itu, pemikiran teologi yang tertuang dalam tulisan ini menekankan bahwasannya ketika manusia sudah ditebus melalui Yesus Kristus, pemulihan akan Imago Dei juga terjadi. Setiap manusia haruslah menjaga hubungan dengan Tuhan dalam segala hal, karena setiap apa yang sedang dilakukan, setiap aktivitas yang dikerjakan menggambarkan Imago Dei dalam kehidupan.

Karunia yang Tuhan berikan kepada orang percaya untuk memilih, selayaknya manusia harus memilih agar hubungan dengan Tuhan tetap terjaga.

Kemenangan akan dosa didasari dari hubungan dengan Tuhan tetap terjaga. Upaya yang Allah lakukan untuk kembali memperbaiki gambar Allah yang telah rusak kembali ke gambar awal penciptaan. Semua rancangan yang Allah lakukan berlandaskan karena kasih karunia dan cinta kasih Allah atas ciptaan-Nya.

29Allen Pangaribuan, Rancangan Allah Menciptakan Manusia “Menurut Gambar Dan Rupa Kita”

Dalam Kejadian 1:26-27 (Yogyakarta: Penerbit Buku dan Majalah Rohani, 2022), 8.

(10)

147

KEPUSTAKAAN

Bambangan, Malik. “ANALISIS TEOLOGIS

TERHADAP PANDANGAN JEAN

JACQUES ROUSSEAU TENTANG ASAL-USUL DOSA.” JURNAL LUXNOS 6, no. 1 (2020): 22–31.

Benz, Brendon C. “The Ethics of the Fall:

Restoring the Divine Image through the Pursuit of Biblical Wisdom.” Biblical Theology Bulletin 46, no. 4 (2016): 199.

Berkhof, Louis. Teologi Sistematika Doktrin Manusia. 4th ed. Surabaya: Momentum, 2001.

Blocher, Henri. Original Sin Illuminating The Riddle, n.d.

Brueggemann, Walter. Genesis. Atlanta: John Knox, 1982.

Bryant, J. “Imago Dei, Imagination, and Ecological Responsibility,” no. 1 989 (n.d.):

35–50.

Clines D.J.A. “The Image of God in Man.”

Tyndale Bulletine 19 (1968).

Djadi, Jermia. “Gambar Dan Rupa Allah.” Jurnal Jaffray 2, no. 1 (2005): 3–8.

Enns, Paul. The Moody Handbook Of Theology. 9th ed. Malang: Literatur SAAT, 2019.

Grudem, Wayne. Sytematic Theology. Grand Rapids: InterVarsity, 1994.

Hutahaean, Tumpal. “TINJAUAN KONSEP

IMAGO DEI IRENAEUS DAN

THOMAS DARI PERSPEKTIF

YOHANES CALVIN SERTA

DAMPAKNYA BAGI ZAMAN PASCA MILLENIAL.” VERBUM CHRISTI:

JURNAL TEOLOGI REFORMED INJILI 5, no. 2 (2018): 159–182.

Lumalessil, Risma K. “Dampak Dosa Asal Terhadap Status Manusia Sebagai Gambar Allah Dan Imputasi Kebenaran Kristus Serta Implikasinya Bagi Panggilan Umat Tebusan.” Seminari Alkitab Asia Tenggara, 2016.

Menzies, William W, and Stanley M Horton.

Doktrin Alkitab. 5th ed. Malang: Gandum Mas, 2019.

Pangaribuan, Allen. Rancangan Allah Menciptakan Manusia “Menurut Gambar Dan Rupa Kita”

Dalam Kejadian 1:26-27. Yogyakarta:

Penerbit Buku dan Majalah Rohani, 2022.

Petrusek, Matthew R. “The Image of God and Moral Action: Challenging the Practicality of the Imago Dei.” Studies in Christian Ethics 30, no. 1 (2017): 60–82.

Robinson, Dominic. Understanding the Imago Dei The Thought of Barth, Von Balthasar and Moltmann. Inggris: Ashgate Publishing Limited, 2011.

Ryrie, Charles C. Teologi Dasar 1. Yogyakarta:

ANDI, 2012.

Schnittjer, Gary Edward. The Torah Story. Edited by Emma Maspaitella. Malang: Gandum Mas, 2015.

Thiessen, Henry Clarence, and Vernon D Doerksen. Teologi Sistematika. Malang:

Gandum Mas, 1992.

Vanderploeg, Rodney D. “Imago Dei As Foundational To Psychotherapy Integration Versus Segregation.” Journal of Psychology and Theology 9, no. 4 (1981):

299–304.

Yermianto, Sumbut. Azas Kepercayaan Tentang Malaikat, Iblis Dan Roh-Roh Jahat Manusia Dan Dosa. 1st ed. Yogyakarta: STTII Press, 2014.

Referensi

Dokumen terkait