• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA MEMBAKAR HUTAN (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 440 K/PID.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS MENGENAI SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA MEMBAKAR HUTAN (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 440 K/PID."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA MEMBAKAR HUTAN (STUDI PUTUSAN

MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 440 K/PID.SUS-LH/2017) Andi Muhammad Saddam Pahlevi

(Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Trisakti) (Email: [email protected])

Dhany Rahmawan (Dosen Fakultas Hukum Trisakti)

(Email: [email protected])

ABSTRAK

Kebakaran hutan merupakan permasalahan yang sering dihadapi pemerintah Indonesia, masyarakat melakukan pembakaran hutan dikarenakan ingin memanfaatkan lahan hutan untuk lahan pertanian dengan menghemat biaya pembukaan lahan, meskipun pemerintah telah melarang pembakaran hutan dan memberikan ancaman pidana yang tinggi tetapi masih ada saja masyarakat yang melakukan perbuatan tersebut seperti dalam kasus Mahkamah Agung Nomor: 440 K/Pid.Sus-LH/2017. Pokok permasalahan yang diangkat adalah bagaimana pengaturan ancaman sanksi pidana terhadap perbuatan melakukan pembakaran hutan berdasarkan peraturan perundang-undaangan yang berlaku dan apakah pertimbangan hakim Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam memutus perkara yang diselesaikan dengan putusan Nomor: 440 K/Pid.Sus-LH/2017 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh melakukan studi kepustakaan dan dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan penarikan kesimpulan secara logika deduktif.

Pengaturan sanksi pidana pembakaran hutan diatur dalam ketentuan Pasal 187 sampai dengan Pasal 189 serta dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) yang diatur dalam ketentuan Pasal 98-99, Pasal 108 dan Pasal 119 dan Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan diatur dalam ketentuan Pasal 78 ayat (3) dan (4) Perbuatan pelaku telah memenuhi unsur-unsur Pasal 78 Ayat (3) Jo. Pasal 50 Ayat (3) huruf d Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41Tahun 1999 tentang Kehutanan yang oleh Mahkamah Agung di jatuhi saksi pidana yaitu pidana penjara selama selama 1 (satu) tahun dan denda sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan

Kata Kunci : Hukum Pidana Lingkungan, Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana

Membakar Hutan.

(2)
(3)

A. Pendahuluan

Masalah lingkungan global mulai ramai dibicarakan sejak diselenggarakannya Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup di Stockholm, Swedia, pada tanggal 15 Juni 1972

1

. Masalah lingkungan global berkaitan dengan isu lingkungan global. Sebelumnya masalah lingkungan global lebih banyak dipengaruhi faktor alam, seperti iklim, yang mencakup temperatur, curah hujan, kelembaban, tekanan udara dan lain-lain. Belakangan orang mulai menyadari bahwa aktifitas manusia pun mempengaruhi iklim dan lingkungan secara signifikan. Sebagai contoh penebangan hutan, mempengaruhi perubahan suhu dan curah hujan secara lokal. Ketika area hutan yang hilang semakin luas, maka akibat yang ditimbulkan bukan lagi lokal tapi sudah berskala regional.

2

Kebakaran hutan menjadi masalah lingkungan nasional yang patut mendapat perhatian untuk dicarikan solusi penanggulanganya. Proses kebakaran hutan dapat terjadi dengan alami atau ulah manusia .Kebakaran oleh manusia biasanya disebabkan karena bermaksud pembukaan lahan untuk perkembunan. Dampaknya: memberi kontribusi berkutangnya CO2 di udara, dam hilangnya keaneragaman hayati. Sedangkan asap yang dihasilkan dapat mengganggu kesehatan dan asapnya bisa berdampak ke negara lain.

Menurut data dari pemerintah lima puluh kota dalam situs web resmi nya, kasus kebakaran hutan di Indonesia disebabkan oleh dua hal

3

, yaitu kebakaran hutan yang disebabkan oleh alam dan kebakaran hutan yang disebabkan oleh manusia. Kebakaran hutan yang disebabkan oleh faktor alam biasanya tidak menimbulkan dampak luas dan biasanya, kebakaran hutan yang disebabkan oleh faktor alam tidak menimbulkan kerugian sebesar kebakaran hutan yang disebabkan oleh kesengajaan manusia. Beberapa kejadian alam yang bisa

1 Di Indonesia, tonggak sejarah masalah lingkungan hidup dimulai dengan diselenggarakannya Seminar Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional yang diselenggarakan oleh Universitas Pajajaran Bandung pada tanggal 15 – 18 Mei 1972

2 Himpunan Pemerhati Lingkungan Hidup Indonesia (HPLHI), Isu Lingkungan, dalam http://www.hpli.org/isu.php, diakses tanggal 31 Mei 2018

3 Penyebab Kebakaran Hutan dan Cara Penangulangannya dalam http://www.limapuluhkotakab.go.id/berita-penyebab-kebakaran-hutan-dan-cara-

penanggulangannya.html, diakses tanggal 31 Mei 2018

(4)

memicu timbulnya kebakaran hutan, diantaranya musim kemarau panjang, sambaran petir, aktivitas vulkanis, dan terakhir ground fire yaitu kebakaran yang terjadi di dalam lapisan tanah. Musim kemarau berkepanjangan merupakan penyebab dari kebakaran dalam tanah ini. Biasanya, kebakaran ini terjadi di daerah yang memiliki lahan gambut sehingga lahan gambut tersebut terbakar ketika suhu udara naik seiring kemarau panjang yang terjadi.

4

Menurut Supriadi memprediksikan bahwa kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia diperkirakan 70 sampai dengan 80 persen merupakan akibat perbuatan manusia. Selanjutnya ia menambahkan bahwa permasalahan ini bagi Indonesia merupakan sesuatu yang sangat sulit, kerusakan hutan di Indonesia disebabkan karena ulah manusia, baik sebagai masyarakat maupun sebagai pengusaha. Namun pada sisi lain negara maju mendesak kepada negara berkembang, terutama negara yang memiliki hutan tropis menghentikan pemanfaatan hutan untuk keperluan pembangunannya.

5

Tidak dapat dipungkiri bahwa fenomena kebakaran hutan telah menjadi suatu ancaman serius dan mendesak untuk ditanggulangi, terlebih dengan periodesasi yang hampir terjadi setiap tahun. Pembakaran hutan atau lahan merupakan kejahatan yang harus diperangi secara komprehensif oleh setiap pihak. Salah satu upaya untuk membalas pelaku pembakaran hutan atau lahan adalah dengan mengenakan hukuman pidana penjara dan denda semaksimal mungkin, untuk membuat jera dan menjadi pelajaran bagi yang melakukan perbuatan tersebut.

Kasus tindak pidana membakar hutan berdasarkan studi putusan Mahkamah Agung Nomor 440 K/Pid.Sus-LH/2017, menarik untuk dilakukan penelitian karena perbuatan yang dilakukan Terdakwa Misran alias Ipong bin Abdul Muin (44 tahun), dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan tiga perundang- undangan yang berbeda, yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Pasal 78 Ayat (3) Jo. Pasal 50 Ayat (3) huruf d), Undang-Undang

4 Ibid.

5 Supriadi, Hukum Kehutanan dan Hukum Perkebunan di Indonesia, (Sinar Grafika, Jakarta, 2010), hal. 387-388.

(5)

Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengerusakan Hutan (Pasal 92 Ayat (1) huruf a Jo. Pasal 17 Ayat (2) huruf b), serta Undang- undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. (Pasal 108 Jo. Pasal 69 ayat (1) huruf h). Hal ini yang mendorong penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk penulisan skripsi. Adapun judul yang dipilih adalah, “Tinjauan Yuridis Mengenai Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Membakar Hutan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 440 K/Pid.Sus-LH/2017)”.

Pokok Permasalahan

Permasalahan yang diangkat adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan ancaman sanksi pidana terhadap perbuatan melakukan pembakaran hutan berdasarkan peraturan perundang-undaangan yang berlaku?

2. Apakah pertimbangan hakim Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam memutus perkara yang diselesaikan dengan putusan Nomor: 440 K/Pid.Sus-LH/2017 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku?

B. Metode Penelitian

1. Sifat dan Objek Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian sebagaiman telah dirumuskan

dalam uraian sebelumnya, maka terdapat dua obyek dalam penelitian ini,

yaitu : 1) regulasi mengenai sanksi pidana terhadap perbuatan pembakaran

hutan; dan 2) pertimbangan hakim PN, PT, dan MA dalam perkara yang

diputus melalaui putusan Mahkamah Agung Nomor: 440 K/Pid.Sus-

LH/2017. Kedua obyek kajian tersebut merupakan data sekunder berupa

bahan hukum yang berbentuk dokumen yang berisi norma hukum. Jika

dikaitkan antara sifat penelitian dengan obyek penelitian, maka penelitian

ini merupakan penelitian hukum normatif yang sepenuhnya menggunakan

data sekunder.

(6)

2. Data dan Sumber Data a. Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari dokumen, buku, laporan penelitian, dan lain-lain.

b. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga bahan hukum, yaitu:

1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, terdiri dari:

a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

b) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

c) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengerusakan Hutan.

d) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

e) Putusan Mahkamah Agung Nomor 440 K/Pid.Sus-LH/2017.

2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer, terdiri dari berbagai Buku Hukum Pidana, dan Tindak Pidana Ekonomi.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara peneliti memperoleh atau mengumpulkan data yang diperoleh melalui studi kepustakaan (library research). Studi kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan pembakaran hutan dan regulasi nasional di bidang kehutanan.

4. Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

kualitatif. Data kualitatif adalah data yang berupa kata-kata, kalimat atau

narasi, yang diperoleh melalui observasi dengan cara berfikir deduktif, yaitu

(7)

cara berfikir yang berangkat dari hal-hal yang umum menuju hal-hal yang khusus.

5. Cara Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika deduktif, yaitu metode menarik kesimpulan yang bersifat umum dari pernyataan- pernyataan yang bersifat khusus. Cara penarikan kesimpulan dilakukan dengan menganalisis dua pokok permasalahan yang diajukan dalam penulisan skripsi yaitu apakah perbuatan pelaku memenuhi unsur-unsur Pasal 78 Ayat (3) Jo. Pasal 50 Ayat (3) huruf d Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41Tahun 1999 tentang Kehutanan atau Pasal 92 Ayat (1) huruf a Jo. Pasal 17 Ayat (2) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengerusakan Hutan atau Pasal 108 Jo. Pasal 69 ayat (1) huruf h Undang- undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan bagaimana pertimbangan hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 440 K/Pid.Sus-LH/2017.

C. Hasil Penelitian

Terdakwa Misran alias Ipong bin Abdul Muin, pada hari Selasa tanggal 01 Maret 2016, sekira jam 09.00 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Maret tahun 2016 bertempat di dalam Kawasan Hutan yang Dapat Dikonversi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.878/Menhut-II/2014 tanggal 29 September 2014 di Jalan Rajawali (Air Besar) Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Bukit Kapur, Kota Dumai atau setidak-tidaknya suatu tempat yang masih termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Dumai, telah membakar hutan.

Adapun perbuatan tersebut dilakukan Terdakwa dengan cara pada awalnya

Terdakwa Misran alias Ipong bin Abdul Muin tiba di lahan tersebut

mengendarai 1 (satu) unit sepeda motor Yamaha Vega R dengan nomor rangka

MH34LO027J562392 untuk menggarap lahan garapannya seluas 20 x 40 m² di

(8)

lokasi tersebut. Bahwa Terdakwa memiliki rencana untuk menanami lahan tersebut dengan tanaman cabai dan sayur mayur. Kemudian Terdakwa mulai membersihkan lahan dengan cara Terdakwa mencangkul dan mengumpulkan ilalang, daun-daun dan kayu-kayu kering kemudian ditumpukkan lalu Terdakwa bakar dengan memantikkan api dari mancis milik Terdakwa sehingga api membakar tumpukan sampah yang telah Terdakwa kumpulkan tersebut.

Kedatangan Terdakwa di lahan tersebut diketahui oleh saksi Suhendro alias Hendro bin Zumahir dan saksi Feby Windana alias Feby Win Risman Welly melihat benar sepeda motor Terdakwa diparkirkan di tepi ladang tersebut. Lalu sekitar jam 10.30 WIB Terdakwa pulang meninggalkan lokasi pembakaran tanpa memastikan api sudah benar-benar padam. Kondisi cuaca pada saat itu panas dan angin bertiup cukup kencang sehingga api pembakaran yang dibuat oleh Terdakwa melebar dan membakar lahan sekitarnya. Lalu sekitar jam 13.00 WIB saksi Bripka Renold Dorman Tambunan selaku Bhabinkamtibmas Kelurahan Kampung Baru, saksi Bripka First Hendra Sihombing dan saksi Bripka Bastoni yang sedang melakukan patroli melihat kepulan asap kebakaran lahan tersebut, kemudian mereka bergegas mendatangi lokasi tersebut dan setelah bertanya kepada saksi Hendro bin Zumahir diketahui bahwa Terdakwa yang baru melakukan pembersihan lahan di lokasi tersebut. Kemudian para petugas Polsek Bukit Kapur tersebut bergegas mengamankan Terdakwa dan Terdakwa mengakui bahwa ia yang telah melakukan pembakaran lahan tersebut.

Terdakwa melakukan pembakaran tersebut adalah atas dasar kehendaknya sendiri dengan tujuan agar bekas bakaran tersebut akan menjadi pupuk dan jika Terdakwa menanam cabai maupun sayur mayuran akan menjadi subur.

Dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu, tanggal 05 April 2017 dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari dan tanggal itu juga. Mengadili:

a. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Terdakwa Misran Alias

Ipong Bin Abdul Muin tersebut.

(9)

b. Memperbaiki Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 251/PID.SUS/2016/PT.PBR., tanggal 14 November 2016 yang memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri Dumai Nomor 156/Pid.Sus- LH/2016/PN.Dum., tanggal 06 September 2016 sekedar mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan, sehingga amar selengkapnya sebagai berikut:

1) Menyatakan Terdakwa Misran Alias Ipong Bin Abdul Muin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

“Membakar Hutan”.

2) Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama selama 1 (satu) tahun dan denda sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan.

D. Pembahasan

1. Analisis pengaturan sanksi pidana bagi perbuatan melakukan pembakaran hutan berdasarkan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku

Pembakaran hutan atau lahan merupakan kejahatan yang harus diperangi secara komprehensif oleh setiap pihak. salah satu upaya untuk membalas pelaku pembakaran hutan atau lahan adalah dengan mengenakan hukuman pidana penjara dan denda semaksimal mungkin, untuk membuat jera dan menjadi pelajaran bagi yang melakukan perbuatan tersebut. Berikut adalah Pasal sanksi pidana bagi pelaku pembakaran atau orang yang membakar hutan dan lahan:

1. KUHP

Dalam KUHP tindak pidana pembakaran hutan secara eksplisit tidak

dijelaskan pengaturannya akan tetapi pelaku tindak pidana pembakaran

hutan dapat dikenakan atau dijerat dengan menggunakan ketentuan

dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dengan menggunakan

ketentuan sebagai berikut:

(10)

a. Pasal 187 Kitab Undang-undang Hukum Pidana:

“Barang siapa dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan atau banjir, diancam:

1) dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya umum bagi barang;

2) dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain;

3) dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain dan mengakibatkan orang mati”.

2. Di Luar KUHP

Selain di dalam KUHP yang tidak secara eksplisit mengatur mengenai tindak pidana pembakaran hutan, maka tindak pidana pembakaran hutan diatur secara khusus dalam suatu peraturan perundang-undangan yaitu dalam ketentuan sebagai berikut :

a. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH)

Kebakaran hutan atau kebakaran lahan juga dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup dan kerusakan lingkungan hidup sehingga dapat dikenai sanksi berdasarkan UUPPLH sebagai berikut:

Pasal 108 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menyebutkan :

Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h, dipidana dengan

pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10

(sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00

(tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00

(sepuluh miliar rupiah).

(11)

b. Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan:

Pelarangan pembakaran hutan diatur dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d :

“Setiap orang dilarang membakar hutan”

Sanksi yang dapat dikenakan terhadap pelaku pembakaran hutan diatur dalam :

Pasal 78 ayat (3) :

Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

2. Analisis kesesuaian pertimbangan hakim PN, PT, dan MA dalam putusan Nomor 440 K/PID.sus-LH/2017 dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku

Dalam kasus yang terjadi pada terdakwa Misran alias Ipong bin Abdul Muin yang didakwa telah melakukan tindak pidana pembakaran hutan yang terjadi di daerah Hukum Pengadilan Negeri Dumai. Pada kasus ini jenis dakwaan yang digunakan adalah merupakan dakwaan alternatif sehingga apabila salah satu dakwaan telah terpenuhi maka dakwaan yang lainnya tidak perlu dibuktikan. Dalam hal ini majelis hakim mempertimbangkan dakwaan yang pertama yaitu dakwaan dengan menggunakan ketentuan Pasal 78 ayat (3) Jo. Pasal 50 ayat (3) huruf d Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Sehingga unsur yang terdapat dalam ketentuan Pasal 78 ayat (3) Jo.

Pasal 50 ayat (3) huruf d Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yaitu :

a. Barangsiapa

Barang siapa adalah merupakan subyek hukum, subyek hukum

dalam Pasal 59 KUHP haruslah perorangan dalam kasus ini

perorangan tersebut adalah yang bernama Misran alias Ipong bin

Abdul Muin, subyek hukum yang dapat dipidana haruslah orang yang

(12)

mampu bertanggung jawab. Jika di lihat dari kasus tersebut maka terdakwa Misran alias Ipong bin Abdul Muin yang berumur 44 Tahun dalam diri terdakwa tidak ada surat dari dokter yang menyatakan bahwa terdakwa dapat dikenakan Pasal 44 KUHP tersebut artinya terdakwa adalah orang yang sehat sehingga merupakan orang yang mampu bertanggungjawab, sehingga dalam kasus ini terdakwa Misran alias Ipong bin Abdul Muin dapat menyadari bahwa perbuatan melakukan pembakaran hutan yang mengakibatkan kerusakan kawasan hutan yang dilakukan oleh terdakwa adalah bertentangan dengan hukum, namun terdakwa Misran alias Ipong bin Abdul Muin menghendaki secara sadar perbuatan dan akibatnya ini terbukti bahwa terdakwa mulai membersihkan lahan dengan cara Terdakwa mencangkul dan mengumpulkan ilalang, daun-daun dan kayu-kayu kering kemudian ditumpukkan lalu Terdakwa bakar. Selain itu juga terdakwa juga telah membenarkan segala identitasnya sebagaimana dalam surat dakwaan, sehingga terdakwa adalah orang yang mampu bertanggung jawab atas perbuatannya.

Dengan demikian unsur barang siapa telah terpenuhi karena terdakwa dapat mempertanggungjawabkan semua perbuatannya.

b. Dengan sengaja

Dengan kesengajaan adalah kehendak yang disadari yang

ditujukan untuk melakukan kejahatan tertentu (dikehendaki dan

diketahui). Arti dikehendaki adalah suatu kelakuan yang

menimbulkan akibat-akibat merupakan suatu keharusan tanggung

jawabnya baik akibat yang dikehendaki maupun akibat yang tidak

dikehendaki. Arti diketahui adalah menganggap kesengajaan

apabila si pelaku pada waktu mulai melakukan perbuatan

memang mengetahui bahwa akibat yang bersangkutan akan

tercapai, dan maka dari itu ia menyesuaikan perbuatannya dengan

akibat itu. Dalam kasus maka perbuatan yang dilakukan oleh

terdakwa dengan kehendak dan diketahui membuat suatu tindakan

(13)

yaitu melakukan suatu tindak pidana pembakaran hutan yang menyebabkan lahan seluas 6 hektar tersebut terbakar sebagai akibat dari perbuatan yang telah membakar tumpukan sampah pada lahan 20x40m

2

dengan akibat yang dikehendaki tersebut terdakwa menghendaki untuk membakar lahan tersebut serta bertujuan untuk tanami cabai dan sayur mayur sehingga mendapatkan keuntungan dari perbuatannya tersebut.

Dengan demikian maka unsur dengan sengaja itu telah terpenuhi.

c. Membakar hutan

Hutan menurut Pasal 1 ayat (2), suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedangkan kawasan hutan menurut Pasal 1 ayat (3) Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Dalam kasus ini terdakwa telah melakukan pembakaran di kawasan hutan seluas 6 hektar tersebut terbakar sebagai akibat dari perbuatan yang telah membakar tumpukan sampah pada lahan 20x40m

2

yang mana kawasan tersebut telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan hutan produksi Konversi (HPK), sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kota Dumai, bahwa areal tersebut berada pada titik koordinat (I) 01' 33'37.3" LU 101' 26'39 BT (11). 01

0

33'45.4" LU 101

0

26' 40.7 BT, setelah dilakukan pengeplotan terhadap peta kawasan hutan provinsi Riau skala 1 : 250.000 lampiran Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.878/Menhut11/2014 tanggal 29 September 2014, berada dalam kawasan Hutan Produksi yang dapat di Konversi ( HPK).

Dengan demikian maka unsur membakar hutan telah terpenuhi.

Dengan telah diuraikannya semua unsur yang didakwakan kepada terdakwa

tersebut maka dalam hal ini majelis hakim telah memilih dakwaan sesuai

(14)

dengan perbuatan yang paling mendekati yang dilakukan oleh terdakwa, karena bentuk dakwaan yang diajukan adalah merupakan dakwaan alternatif sehingga majelis hakim memutuskan untuk menjatuhkan ketentuan dengan menggunakan ketentuan pasal dalam dakwaan pertama yaitu Pasal 78 ayat (3) Jo. Pasal 50 ayat (3) huruf d Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan dalam kasus ini majelis hakim pengadilan negeri dumai menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan denda sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) subsidair 2 (dua) bulan kurungan., yang kemudian terdakwa mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Pekanbaru yang oleh Pengadilan Tinggi Pekanbaru sanksi pidana terdakwa tersebut di perbaikidengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan denda sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan 2 (dua) bulan kurungan. Kemudian dari hasil putusan tersebut terdakwa mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung yang kemudian diterima dengan perbaikan pada amar putusan mengenai saksi pidananya yaitu pidana penjara selama selama 1 (satu) tahun dan denda sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan.

E. Penutup

1. Kesimpulan

a. Sanksi pidana bagi perbuatan membakar hutan diatur dalam:

1) Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana diatur dalam ketentuan Pasal 187 ayat (1). Adapun ancaman pidana paling lama dua belas tahun .

2) Di luar KUHP

a) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) yang diatur

dalam ketentuan Pasal 108, dipidana dengan pidana penjara

paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun

(15)

dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

b) Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan diatur dalam ketentuan Pasal 78 ayat (3), diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

b. Berdasarkan hasil analisis terhadap perbuatan pelaku dengan menggunakan ketentuan perundang-undangan yang berlalku dapat disimpulkan bahwa Perbuatan pelaku telah memenuhi unsur-unsur Pasal 78 Ayat (3) Jo. Pasal 50 Ayat (3) huruf d Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,. dalam kasus ini majelis Hakim Pengadilan Negeri Dumai menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan denda sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) subsidair 2 (dua) bulan kurungan., yang kemudian terdakwa mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Pekanbaru yang oleh Pengadilan Tinggi Pekanbaru sanksi pidana terdakwa tersebut di perbaiki dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan denda sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan 2 (dua) bulan kurungan. Kemudian dari hasil putusan tersebut terdakwa mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung yang kemudian diterima dengan perbaikan pada amar putusan mengenai saksi pidananya yaitu pidana penjara selama selama 1 (satu) tahun dan denda sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan.

2. Saran

Hasil kajian memperlihatkan bahwa putusan Nomor: 440 K/Pid.Sus-

LH/2017 sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(16)

Namun keputusan Majelis Hakim MA memberikan alternatif kurungan dua bulan jika denda tidak dibayarkan akan mengurangi efek jera perbuatan pidana tersebut. Ketentuan pidana dalam UUPLH memberikan ancaman sanksi pidana penjara dan denda secara kumulatif sebagai efek jera, maka jika diberi alternatif kurungan sebagai pengganti denda, terpidana hanya menambah dua bulan kurungan dari pidana penjara yang telah dijalaninya.

Berdasarkan pemikiran tersebut disarankan agar hakim dalam memutus perkara lingkungan, khususnya pidana lingkungan, tidak memberikan alternatif pidana kurungan sebagai pengganti denda.

F. Daftar Pustaka

Di Indonesia, tonggak sejarah masalah lingkungan hidup dimulai dengan diselenggarakannya Seminar Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional yang diselenggarakan oleh Universitas Pajajaran Bandung pada tanggal 15 – 18 Mei 1972

Himpunan Pemerhati Lingkungan Hidup Indonesia (HPLHI), Isu Lingkungan, dalam http://www.hpli.org/isu.php, diakses tanggal 31 Mei 2018

Penyebab Kebakaran Hutan dan Cara Penangulangannya dalam http://www.limapuluhkotakab.go.id/berita-penyebab-kebakaran-

hutan-dan-cara-penanggulangannya.html, diakses tanggal 31 Mei 2018 Supriadi, Hukum Kehutanan dan Hukum Perkebunan di Indonesia, Sinar

Grafika, Jakarta, 2010.

Referensi

Dokumen terkait

Dasar hukum yang digunakan oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam menjatuhkan hukuman dalam perkara tindak pidana korupsi ini adalah Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) , (2),

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan: Pertama pertanggungjawaban pidana bahwa pelaku terbukti melanggar pasal 374 KUHP maka majelis hakim menjatuhkan pidana

Serta untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh pegawai negeri sipil (Studi Putusan

hakim tidak harus menjatuhkan putusan sesuai dengan batas maksimal atau batas minimal dari ancaman pidana dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Namun

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG.. MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN (Studi kasus di Pengadilan

Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga yang mengabulkan permohonan pailit terhadap TPI tidak sesuai dengan Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Merujuk pada kasus yang telah diputuskan hakim tersebut dipahami bahwa hakim menjatuhkan pidana penjara satu tahun atas dasar sifat kooperatifnya pelaku selama

Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga yang mengabulkan permohonan pailit terhadap TPI tidak sesuai dengan Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban