Modul ke:
Fakultas
Program Studi
Strategi Penghematan
Pajak Melalui Pemilihan
Bentuk Usaha
Pertemuan 2 EKONOMI AKUNTANSI Manajemen Perpajakan http://www.mercubuana.ac.idDaftar Isi
•
Pertimbangan dalam Pemilihan Bentuk Usaha
•
Usaha Perseroan Terbatas
•
Usaha Persekutuan (CV, Firma, Kongsi)
•
Usaha Perseorangan
•
Usaha Koperasi
Pertimbangan dalam Pemilihan Bentuk Usaha
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan bentuk usaha (Mohammad Zain, 2003: 97), adalah:
1. Bagaimana hubungan antara tarif pajak penghasilan orang pribadi dan tarif pajak penghasilan wajib pajak, termasuk ketentuan khusus yang mengatur hal itu.
2. Pengenaan pajak penghasilan secara berganda, baik atas laba bruto
usaha, maupun penghasilan dari pembagian keuntungan (dividen) kepada para pemegang sahamnya.
3. Kesempatan untuk menunda pengenaan pajak pada tarif pajak
penghasilan lebih kecil/besar apabila dibandingkan dengan kesempatan yang terdapat pada tarif pajak penghasilan akumulasi penghasilan
perusahaan. (ex: pengurangan angsuran PPh pasal 25)
4. Adanya ketentuan mengenai kerugian hasil usaha neto (kompensasi kerugian) dan kredit investasi yang berlaku bagi bentuk usaha tertentu. • Liberalisasi ketentuan yang mengatur fringe benefit dan atau payment in
kind. (PMK-83/PMK.03/2009 - Penyediaan makanan dan minuman bagi
seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja)
Fasilitas Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Yang
Menanamkan Modal Pada Bidang Tertentu atau Daerah
Tertentu (PP No 1 Tahun 2007)
•
Fasilitas PPh ini dapat diberikan kepada Wajib Pajak
Dalam Negeri yang berbentuk :
– Perseroan terbatas; atau
– Koperasi, baik yang baru berdiri maupun yang telah ada, yang melakukan penanaman modal baik untuk :
• Penanaman modal baru, maupun
• Perluasan dari usaha yang telah ada, pada bidang usaha tertentu atau pada bidang tertentu dan daerah tertentu.
Fasilitas Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Yang
Menanamkan Modal Pada Bidang Tertentu atau Daerah
Tertentu (PP No 1 Tahun 2007)
• Penanaman modal adalah investasi berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan utama usaha.
• Bidang-bidang Usaha Tertentu adalah bidang usaha di sektor kegiatan ekonomi yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional. (ex: Industri makanan, tekstil, kertas, bahan kimia industri)
• Daerah-daerah tertentu adalah daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan. (ex: Industri pengolahan SDA berbasis Agro, minyak goreng dan minyak
kelapa pada Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan,Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo)
Kepada Wajib Pajak tersebut dapat diberikan Fasilitas
Pajak Penghasilan dalam bentuk :
1. Pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh
persen) dari jumlah penanaman modal, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) per tahun.
Contoh: PT ABC melakukan penanaman modal sebesar Rp 100 milyar berupa pembelian aktiva tetap berupa tanah, bangunan dan mesin.
Terhadap PT ABC dapat diberikan fasilitas pengurangan
penghasilan neto (investment allowance) sebesar 5% x Rp 100 milyar = Rp Rp 5 milyar setiap tahunnya selama 6 tahun yang dimulai sejak tahun pemberian fasilitas.
Kepada Wajib Pajak tersebut dapat diberikan Fasilitas
Pajak Penghasilan dalam bentuk :
2. Penyusutan dan amortisasi dipercepat, sebagai berikut :
Kelompok Aktiva
Tetap Berwujud Masa Manfaat
Tarif Amortisasi Berdasarkan
Penyusutan Berdasarkan Metode
Garis Lurus Saldo Menurun A. Bukan Bangunan
Kelompok I 2 tahun 50% 100% (dibebankan
sekaligus)
Kelompok II 4 tahun 25% 50%
Kelompok III 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok IV 10 tahun 10% 20%
B. Bangunan
Permanen 10 tahun 10%
-Kepada Wajib Pajak tersebut dapat diberikan Fasilitas
Pajak Penghasilan dalam bentuk :
Kepada Wajib Pajak tersebut dapat diberikan Fasilitas
Pajak Penghasilan dalam bentuk :
3. Pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Subjek Pajak luar negeri sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih
rendah menurut Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku. (Tarif normal PPh Pasal 26 sebesar 20% dari penghasilan bruto)
Contoh :
Investor dari negara X memperoleh dividen dari Wajib Pajak (WP) badan dalam negeri yang telah ditetapkan untuk memperoleh fasilitas
berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.1 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan PP62/2008. Apabila investor X tersebut bertempat kedudukan di negara yang belum memiliki Persetujuan Penghindar Pajak Berganda (P3B) dengan Pemerintah Republik Indonesia (RI), atau
bertempat kedudukan di negara yang telah memiliki P3B dengan
Pemerintah RI dengan tarif pajak dividen untuk WP luar negeri 10% atau lebih, maka atas dividen hanya akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia sebesar 10%. Namun apabila investor X tersebut bertempat
kedudukan di suatu negara yang telah memiliki P3B dengan Pemerintah RI dengan tarif pajak dividen tersebut dikenakan PPh di Indonesia sesuai tarif yang diatur dalam P3B tersebut.
Kepada Wajib Pajak tersebut dapat diberikan Fasilitas
Pajak Penghasilan dalam bentuk :
4. Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun, dengan ketentuan sebagai berikut :tambahan 1 tahun : Apabila penanaman modal baru pada bidang usaha tertentu yang dilakukan di kawasan industri dan kawasan berikat.
• tambahan 1 tahun : Apabila memperkerjakan sekurang-kurangnya 500 orang tenaga kerja Indonesia selama 5 (lima) tahun berturut-turut;
• tambahan 1 tahun : Apabila penanaman modal baru memerlukan
investasi/pengeluaran untuk insfrastruktur ekonomi dan sosial di lokasi usaha paling sedikit sebesar Rp 10 milyar
• tambahan 1 tahun : Apabila mengeluarkan biaya penelitian dan
pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk atau efisiensi produksi paling sedikit 5% dari investasi dalam jangka waktu 5 tahun; dan/atau
• tambahan 1 tahun : Apabila menggunakan bahan baku dan atau komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% sejak tahun ke 4.
PMK-83/PMK.03/2009 - Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja
Sebagai pelaksanaan dari Pasal 9 ayat (1) huruf e UU nomor 36 Tahun 2008, maka diterbitkan PMK-83/PMK.03/2009.
Bunyi Pasal 9 ayat (1) huruf e :
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
PMK-83/PMK.03/2009 - Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja
Pasal 2
Pemberian natura dan kenikmatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan bagi Pegawai yang menerimanya adalah :
a. Pemberian atau penyediaan makanan dan/atau minuman bagi seluruh Pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
b. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong
pembangunan di daerah tersebut.
c. Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam
pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya.
PMK-83/PMK.03/2009
Pasal 3
Pengeluaran untuk penyediaan makanan dan/atau minuman bagi Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi:
a. pemberian makanan dan/atau minuman yang disediakan oleh pemberi kerja di tempat kerja, atau
b. pemberian kupon makanan dan/atau minuman bagi Pegawai yang karena sifat pekerjaannya tidak dapat
memanfaatkan pemberian sebagaimana dimaksud pada huruf a, meliputi Pegawai bagian pemasaran, bagian
PMK-83/PMK.03/2009
Pasal 4
(1) Penggantian atau imbalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b adalah sarana dan fasilitas di lokasi kerja untuk :
a. tempat tinggal, termasuk perumahan bagi Pegawai dan keluarganya;
b. pelayanan kesehatan;
c. pendidikan bagi Pegawai dan keluarganya; d. peribadatan;
e. pengangkutan bagi Pegawai dan keluarganya;
f. olahraga bagi Pegawai dan keluarganya tidak termasuk golf, power boating, pacuan kuda, dan terbang layang,
sepanjang sarana dan fasilitas tersebut tidak tersedia, sehingga pemberi kerja harus menyediakannya sendiri.
PMK-83/PMK.03/2009
Pasal 4
(2) Daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b adalah daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi
yang layak dikembangkan tetapi keadaan prasarana ekonomi pada umumnya kurang memadai dan sulit dijangkau oleh
transportasi umum, baik melalui darat, laut maupun udara, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi yang nyata, penanam modal
menanggung risiko yang cukup tinggi dan masa pengembalian yang relatif panjang, termasuk daerah perairan laut yang
mempunyai kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter yang dasar lautnya memiliki cadangan mineral.
(3) Pengeluaran untuk pembangunan sarana dan fasilitas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun disusutkan sesuai dengan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
PMK-83/PMK.03/2009
Pasal 5
Pemberian natura dan kenikmatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c meliputi pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan
(satpam), sarana antar jemput Pegawai, serta penginapan untuk awak kapal, dan yang sejenisnya.
Usaha Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam UU serta peraturan pelaksanaannya.
Perseroan Terbuka (Tbk.) adalah Perseroan Publik atau Perseroan yang melakukan penawaran umum saham sesuai dengan
Usaha Perseroan Terbatas
• Untuk mendirikan sebuah perusahaan berbentuk PT,
berdasarkan akte notaris yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI, diperlukan adanya pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM.
• Tanggung jawab perusahaan dibebankan kepada direksi bukan
pemegang saham.
• Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan
bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan.
• Tanggung jawab pemegang saham terbatas pada nilai saham yang diambilnya.
Usaha Perseroan Terbatas
• Dalam UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pengenaan pajak PT dikenakan pada level net income
sebelum pembagian dividen perusahaan kepada pemegang saham.
• Contoh:
PT X memiliki peredaran usaha Rp2 Miliar, HPP Rp800Juta, Biaya operasional dan administrasi Rp500Juta, Tarif PPh Badan 25%.
i. Berapa Penghasilan brutonya?
ii. Berapa Penghasilan Netto sebelum pajak? iii. Berapa Penghasilan Netto Sesudah pajak?
Usaha Perseroan Terbatas
Income Tahun 2011 Rp2.000.000.000
COGS (Rp800.000.000)
Gross Income Rp1.200.000.000
Operating Expenses (Rp500.000.000)
Net Income before tax Rp700.000.000
Corporate Tax (PPh badan) 25% (Rp175.000.000)
Usaha Perseroan Terbatas
• Pada saat penghasilan tersebut ditransfer ke pemegang saham sebagai deviden, maka atas pembagian tersebut akan
dikenakan pajak lagi sebesar 10% (PPh Final Pasal 4 ayat 2 untuk WPOP)
• Contoh:
i. Melanjutkan kasus PT X, berapa pajak atas devidennya? ii. Berapa return yang diterima pemegang saham?
Usaha Perseroan Terbatas
Net Income before tax Rp700.000.000 Corporate Tax (PPh Badan) 25% Rp175.000.000
Net Income after Tax Rp525.000.000
Pajak atas Deviden 10% (PPh Final) Rp52.500.000
Return yang diterima pemegang saham Rp472.500.000
% Beban pajak (total tax/net income) (Rp175.000.000 + Rp52.500.000): Rp700.000.000 x 100% = 32,5%
Usaha Persekutuan (CV, Firma)
• Persekutuan Perdata, Firma, dan CV. Pendirian sebuah Firma (Fa), walaupun didirikan dengan akte notaris, didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam
Tambahan Berita Negara RI, tidak diperlukan adanya
pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM. Demikian pula halnya dengan pendirian sebuah CV, karena pada
Usaha Persekutuan (CV, Firma)
• Perbedaan antara persekutuan dengan PT terletak pada
tanggung jawab persero (shareholder). Pasal 18 dan 19 buku 1 KHUD mengatur tanggung jawab renteng pemilik/ persero
terhadap semua operasional atau tuntutan dari pihak lain apabila terjadi suatu perkara.
• Apabila CV mempunyai banyak utang sehingga jatuh pailit, dan apabila harta benda CV tidak mencukupi untuk pelunasan
utang-utangnya, maka harta benda pribadi persero pengurus (sekutu aktif) dapat dipertanggungjawabkan untuk melunasi utang perusahaan. Sebaliknya harta benda para Sekutu
Usaha Persekutuan (CV, Firma)
• Pasal 4 ayat 3 huruf i UU No. 7 Tahun 1983 yang telah diubah terakhir kalinya dengan UU No. 38 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, menegaskan, “Yang dikecualikan dari obyek
pajak” yakni bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif. • Pengaturan pajak CV diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 4 ayat 3
huruf i Undang-Undang PPh. Berbeda dengan PT, pengenaan pajak CV hanya dikenakan sekali pada level net income
Perseroan.
• Ketika didistribusikan kepada pemegang saham tidak dikenakan pajak dividen lagi
Usaha Persekutuan (CV, Firma)
• Pasal 4 ayat 3 huruf i UU No. 7 Tahun 1983 yang telah diubah terakhir kalinya dengan UU No. 38 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, menegaskan, “Yang dikecualikan dari obyek
pajak” yakni bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif. • Pengaturan pajak CV diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 4 ayat 3
huruf i Undang-Undang PPh. Berbeda dengan PT, pengenaan pajak CV hanya dikenakan sekali pada level net income
Perseroan.
• Ketika didistribusikan kepada pemegang saham tidak dikenakan pajak dividen lagi
Usaha Persekutuan (CV, Firma)
• Jika menggunakan kasus sebelumnya, yang diasumsikan
bentuk usahanya adalah menjadi CV X maka berapa besarnya return yang diterima oleh investor? Dan berapa persentase beban pajak keseluruhan ?
Income Tahun 2011 Rp2.000.000.000
COGS Rp800.000.000
Gross Income Rp1.200.000.000
Operating Expenses Rp500.000.000
Net Income before tax Rp700.000.000
Corporate Tax (PPh badan) 25% Rp175.000.000
Usaha Persekutuan (CV, Firma)
Net Income before tax Rp700.000.000 Corporate Tax (PPh Badan) 25% Rp175.000.000 Net Income after Tax Rp525.000.000
Pajak atas Deviden 0% Rp0
Return yang diterima pemegang saham Rp525.000.000
Usaha Persekutuan (CV, Firma)
• Bila dibandingkan dengan badan usaha PT, persentase beban pajak investor Firma/CV dengan payung hukum UU PPH No.36 Tahun 2008 ternyata lebih rendah dari PT, dimana badan usaha PT tersebut, sebagaimana diuraikan sebelumnya sebesar
32,5%. Begitu juga secara nominal keuntungan (return) yang diberikan kepada pemegang saham adalah lebih besar yang diterima oleh pemegang saham Persekutuan (=Rp525 juta) disbanding dengan pemegang saham PT (=Rp472,5 juta)
Usaha Perseorangan
Alasan memilih Usaha perseorangan,
• tidak terikat dengan badan usaha yang lebih formal, • tanpa akte notaris
• fleksibel terhadap kewajiban yang harus dipenuhi, namun tetap memiliki NPWP untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
Bentuk badan usaha perseorangan dapat berupa wartel, salon, rumah makan, usaha dagang (UD), waralaba dan masih banyak lagi.
Usaha Perseorangan
Perbedaan dalam menghitung pajak usaha antara pajak perseorangan dengan pajak Perseroan, antara lain:
• Dalam perhitungan pajak perseorangan, ada beberapa faktor pengurang seperti Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dan biaya jabatan (hanya untuk pegawai tetap), yang dalam
perhitungan pajak Perseroan faktor tersebut tidak ada dalam ketentuannya.
• Terdapat pembedaan tax rate dan lapisan penghasilan kena pajak (taxable income bracket) antara PPh Perseorangan
dengan Pajak Penghasilan badan, di mana PPh Perseorangan menggunakan tarif progresif dari lapisan tarif 5% hingga tariff maksimum 30%, sedangkan Pajak Penghasilan Badan
menggunakan tarif tunggal 25% ( tarif 25% berlaku sejak awal Tahun 2010, sedangkan Tahun 2009 tarifnya 28%).
Usaha Perseorangan
Contoh:
Mr X dengan status K/3 memiliki sebuah bengkel dengan
peredaran usaha Rp2 Miliar, HPP Rp800Juta, Biaya operasional dan administrasi Rp500Juta berapa PPh Pasal 21 terutang yang harus dibayar Mr X? PTKP tahun 2011 : • TK Rp15.840.000 • Tiap tanggungan Rp1.320.000 Tarif PPh Pasal 17: • s.d. Rp 50.000.000 5% • Diatas Rp50.000.000 s.d Rp250.000.000 15% • Diatas Rp250.000.000 sd Rp500.000.000 25% • Diatas Rp500.000.000 30%
Usaha Perseorangan
*) 15.840.000 + (4*1.320.000) = 21.120.000 Income Tahun 2011 Rp2.000.000.000 COGS Rp800.000.000 Gross Income Rp1.200.000.000 Operating Expenses Rp500.000.000Net Income before tax Rp700.000.000
PTKP (Kawin 3 anak atau K/3)*) Rp21.120.000
Taxable Income Rp678.880.000
Usaha Perseorangan
Net Income before tax Rp700.000.000 Tax: PPh Pasal 21 Rp148.664.000
Net Income after Tax Rp551.336.000
Pajak atas Deviden 0% Rp0
Return yang diterima pemegang saham Rp551.336.000
Perbandingan PT, Persekutuan dan Perseorangan
Secara komparatif, beban pajak yang harus ditanggung investor dari ketiga entitas bisnis tersebut adalah:
PT Persekutuan (Fa/CV) Perseorangan Net Income Rp2.000.000.000 Rp2.000.000.000 Rp2.000.000.000 Beban Pajak (Rp) Rp227.500.000 Rp175.000.000 Rp148.666.400 Beban Pajak (%) 32,5% 25% 21,23%
Analisis
• Beban pajak yang di tanggung investor melalui persekutuan ternyata, lebih kecil daripada usaha berbentuk PT.
• Bisnis perseorangan tersebut bisa memberikan tingkat efisiensi pajak yang jauh lebih besar dari pada dibentuk badan usaha lainnya.
• Pemilihan salah satu entitas bisnis dapat dijadikan referensi dalam pengambilan keputusan oleh para investor untuk
meminimalkan beban pajak. Namun demikian faktor pajak bukan satu-satunya.
Usaha Perseorangan
• Investor konvensional lebih sering mengandalkan instuisi (naluri) bisnisnya daripada perhitungan di atas kertas.
• Dalam proses pengambilan keputusan bisnis modern, harus juga diakomodasi masalah:
– permodalan,
– advis management risk, – lingkungan hidup,
– tanggung jawab persero bila terjadi klaim pihak ketiga, – business dan market development,
– serta hak dan kewajiban lainnya yang timbul dari pemilihan bentuk usaha tersebut.
Usaha Koperasi
• Koperasi adalah badan usaha yang mengorganisasi
pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya ekonomi para anggotanya atas dasar prinsip-prinsip koperasi dan kaidah
usaha ekonomi untuk meningkatkan taraf hidup anggota pada khususnya dan masyarakat daerah kerja pada umumnya,
dengan demikian koperasi merupakan gerakan ekonomi rakyat dan soko guru perekonomian nasional (PSAK No. 27), (IAI, SAK per 1 Juli 2009)
Usaha Koperasi
• Dasar pendirian sebuah perusahaan dengan bentuk koperasi adalah pada akte notaris yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI serta disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM. • Dalam koperasi, tanggung jawab perusahaan dibebankan
Usaha Koperasi
Jenis-Jenis Koperasi:
• Koperasi Konsumen (misalnya koperasi warung serba ada atau
supermarket)
• Koperasi Produsen (misalnya koperasi koperasi perajin tahu dan tempe (Kopti) dan koperasi pengrajin barang-barang seni/kerajinan (koprinka))
• Koperasi Simpan Pinjam • Koperasi Pemasaran
Usaha Koperasi
Perlakuan Perpajakan Koperasi
• Sebagaimana pada bentuk badan usaha lainnya, pada prinsipnya koperasi dapat melakukan kegiatan di hampir
semua bidang usaha, sehingga atas penghasilan koperasi yang disebut Sisa Hasil Usaha (SHU) merupakan objek pajak
penghasilan yang dikenai tarif PPh Badan, dengan tarif tunggal 28% (Tahun 2008), dan tarif 25% (Tahun 2009 dan seterusnya).
Insentif Pajak Koperasi
Pada dasarnya, apa pun insentif pajak yang diberikan kepada badan usaha (PT, Firma,CV) juga berlaku bagi koperasi.
Beberapa fasilitas insentif pajak penghasilan dan yang
dikecualikan dari pajak dalam UU PPh No. 36 Tahun 2008 yang berlaku bagi koperasi, antara lain:
A. Yang dikecualikan dari objek pajak adalah harta hibah dan bantuan atau sumbangan kepada koperasi(Pasal 4 ayat 3 huruf a UU PPh No. 36 Tahun 2008).
B. Sisa Hasil Usaha (SHU) yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya, tidak dipotong PPh Pasal 23 (Pasal 23 ayat 4 huruf f UU PPh No. 36 Tahun 2008).
Insentif Pajak Koperasi
C. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen tersebut berasal dari cadangan laba yang ditahan.
Dalam Pasal 4 ayat 3 huruf f UU PPh No. 36 Tahun 2008. Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
Dividen tersebut berasal dari cadangan laba ditahan; dan
Bagi Perseroan Terbatas, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor.
Insentif Pajak Koperasi
d. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2009 PPh tentang Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi perorangan. Besarnya Pajak Penghasilan (final) adalah:
• 0 % (nol persen) untuk penghasilan berupa bunga
simpanan sampai dengan Rp 240 ribu per bulan; atau • 10 % (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga untuk
penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari Rp 240 ribu per bulan.
Insentif Pajak Koperasi
e. Tarif baru bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Insentif ini khusus untuk UMKM berbadan hukum yang
memiliki omzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun atau Rp 400 juta per bulan. Diberi insentif pemotongan tarif PPh sebesar 50% dari tarif pajak normal sebesar 25% oleh pemerintah. f. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2007 dan No. 62 Tahun
2008 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan. Untuk Penanaman Modal di bidang-bidang usaha tertentu dan atau di daerah-daerah tertentu.
Usaha Organisasi Nirlaba (Yayasan)
• Karakteristik organisasi atau lembaga nirlaba berbeda dengan organisasi bisnis. Perbedaan utama terletak pada cara
organisasi memperoleh sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas operasinya.
• Organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari sumbangan para penyumbang yang tidak mengharapkan imbalan apa pun dari organisasi tersebut (IAI, SAK per 1 Juli 2009).
• “Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak
mempunyai anggota. “ (UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan)
Usaha Organisasi Nirlaba (Yayasan)
• Pendirian sebuah perusahaan dengan bentuk yayasan,
didasarkan pada akte notaris yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI, serta diperlukan adanya pengesahan dari
Kementerian Hukum dan HAM.
• Dalam yayasan, tanggung jawab perusahaan dibebankan
kepada pengurus. Pengurus yayasan adalah organ yayasan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan
Usaha Organisasi Nirlaba (Yayasan)
Ada beberapa macam jenis yayasan (penjelasan Pasal 8 UU
Yayasan), diantaranya:
• Yayasan Pendidikan (dari TK hingga universitas)
• Yayasan keagamaan dan sosial (misalnya Yayasan mesjid dan Yayasan Panti Asuhan Yatim Piatu)
• Yayasan Kesehatan (misalnya: poliklinik dan rumah sakit) • Yayasan bidang perlindungan konsumen
• Yayasan bidang lingkungan hidup
Usaha Organisasi Nirlaba (Yayasan)
Perlakuan Perpajakan Yayasan
• Sebagaimana pada bentuk badan usaha lainnya, pada
prinsipnya yayasan dapat melakukan kegiatan di hampir semua bidang usaha, sehingga atas penghasilan yayasan yang disebut juga dengan Sisa Hasil Usaha (SHU) merupakan objek pajak penghasilan yang dikenai tarif PPh Badan, dengan tarif tunggal 28% (Tahun 2008), dan tarif 25% (Tahun 2009 dan seterusnya). • Pengakuan penghasilan maupun biaya pada yayasan sama
Kegiatan Usaha Yayasan yang Mendapatkan Perlakuan khusus dalam hal perpajakan
1. Mendapat fasilitas pembebasan bea masuk dan cukai dengan mengajukan permohonan untuk dapat ditetapkan sebagai
badan atau lembaga yang mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 144/KMK.05/1997 tentang Pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah
umum, amal, sosial dan kebudayaan (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK. 04/2006, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.04/2006). Dalam hal ini yayasan dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh fasilitas tersebut setiap saat dibutuhkan.
Kegiatan Usaha Yayasan yang Mendapatkan Perlakuan khusus dalam hal perpajakan
2. Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan, yakni orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan atau bangunan dengan cara hibah
kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan (PER-30/PJ/2009 dan SE-48/PJ./2009).
Kegiatan Usaha Yayasan yang Mendapatkan Perlakuan khusus dalam hal perpajakan
3. Yayasan keagamaan dan sosial lainnya
•Sesuai Pasal 2 UU Pajak Penghasilan, yayasan tetap
digolongkan sebagai subjek pajak penghasilan. Objek pajaknya terbagi dua, sesuai orientasi bidang usaha yayasan. Bila
yayasan bermotif mencari keuntungan (misalnya yayasan universitas), maka penerimaannya merupakan objek pajak penghasilan, namun sebaliknya bila penerimaan yayasan bukan bermotif mencari keuntungan (misalnya sumbangan untuk panti asuhan yatim piatu), maka atas penerimaan tersebut tidak terutang PPh.
•Sebagaimana badan usaha lainnya, yayasan juga harus melaksanakan kewajiban pemotongan pajak penghasilan
dalam hal yayasan tersebut melakukan transaksi pembayaran berbagai jasa, seperti sewa, dividen, royalti dan gaji karyawan.
Kegiatan Usaha Yayasan yang Mendapatkan Perlakuan khusus dalam hal perpajakan
4. Peraturan Dirjen Pajak No. PER-44/PJ./2009 dan Peraturan Menkeu No.80/PMK.03/2009 tentang Pelaksanaan pengakuan sisa lebih yang
diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan atau bidang penelitian dan pengembangan yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan.
Pasal 2 ayat 1:
Sisa lebih yang diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang ditanamkan kembali dalam bentuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan bersifat terbuka kepada pihak manapun dan telah mendapat pengesahan dari instansi yang membidanginya, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan.
(Sisa lebih adalah selisih dari seluruh penerimaan yang merupakan objek Pajak Penghasilan selain penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan tersendiri, dikurangi dengan pengeluaran untuk biaya operasional sehari-hari badan atau lembaga nirlaba)
Kegiatan Usaha Yayasan yang Mendapatkan Perlakuan
khusus dalam hal perpajakan
• Badan atau lembaga nirlaba wajib menyampaikan
pemberitahuan mengenai rencana fisik sederhana dan rencana biaya pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana
kegiatan pendidikan dan atau penelitian dan pengembangan kepada Kepala KPP; tempat wajib pajak terdaftar.
Pemberitahuan disampaikan bersamaan dengan penyampaian SPT PPh tahun pajak yang diperolehnya sisa lebih tersebut atau paling lama sebelum pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana dimulai, dalam jangka waktu 4 tahun sejak
diperolehnya sisa lebih tersebut.
• Apabila setelah lewat dari jangka waktu 4 (empat) tahun,
badan atau lembaga nirlaba tidak menggunakan atau terdapat sisa lebih yang tidak digunakan untuk pembangunan dan
pengadaan sarana dan prasarana n dimaksud, maka sisa lebih tersebut diakui sebagai penghasilan dan dikenai Pajak