• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Personal Hygiene Kulit Dengan Angka Kejadian Scabies Pada Remaja Di Pondok Pesantren Al-Hidayah Ketegan Tanggulangin Sidoarjo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan Antara Personal Hygiene Kulit Dengan Angka Kejadian Scabies Pada Remaja Di Pondok Pesantren Al-Hidayah Ketegan Tanggulangin Sidoarjo"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya_M. Zainuddin Fanani Hubungan Antara Personal Hygiene Kulit Dengan Angka Kejadian Scabies Pada

Remaja Di Pondok Pesantren Al-Hidayah Ketegan Tanggulangin Sidoarjo

Oleh :

Mochammad Zainuddin Fanani, Qori’ila Saidah, M.Kep., Ns. Sp. Kep. An

ABSTRACT

Scabies is a contagious disease caused by Sarcoptes scabiei hominis variant, which occurs in direct contact transmission. The disease is much scabies outbreak in several environments including a populous neighborhood, a seedy neighborhood, the neighborhood with the less level of cleanliness. The purpose of this study was to analyze the relationship between personal hygiene with the incidence of scabies in adolescents in at Boarding School Al-Hidayah Ketegan Tanggulangin Sidoarjo.

The design of this study using the Analytic Observational design with cross sectional design. Sampling techniques using probability sampling with simple random sampling. The study population was all adolescents are exposed to scabies in the Al-Hidayah Islamic boarding schools was 38 adolescents. Samples used were teenagers at boarding school at 35.

The results of the statistical test using the Spearman Rho test with p 0.05.

The results showed that as many as 16 respondents (55.25) with moderate scabies have less personal hygiene. In scabies with a mild degree of personal hygiene that have as many as 13 respondents (44.8%). Spearman Rho test results showed P: 0.013 with a significance level of p 0.05 means that H0 is rejected which means that there is a relationship between personal hygiene with the incidence of scabies in adolescents at boarding school Al-Hidayah Ketegan Tanggulangin Sidoarjo.

For teenagers in Boarding School to always maintain personal hygiene to minimize the incidence of disease.

Keywords : Personal Hiygiene, Scabies

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pesantren adalah suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima pelajaran-pelajaran agama Islam sekaligus tempat berkumpul dan tempat tinggalnya (Qomar, 2007). Image yang selama ini berkembang di masyarakat bahwa pondok pesantren merupakan tempat kumuh, kondisi lingkungannya tidak sehat, dan pola kehidupan yang ditunjukkan oleh santrinya sering kotor, dan sama sekali tidak menunjang pola hidup yang sehat. Beberapa sifat buruk yang susah sekali ditinggalkan oleh para remaja pondok yaitu kebiasaan tidur hingga lupa waktu dan pola hidup kotor karena malas bersih-bersih. Anak pesantren gemar sekali bertukar / pinjam - meminjam pakaian, handuk, sarung bahkan bantal, guling dan kasurnya kepada sesamanya (Badri, 2008). Kondisi seperti ini sangat memungkinkan terjadinya penularan penyakit scabies, diare dan ispa. Apabila para santri dan pengelolanya tidak sadar akan pentingnya menjaga kebersihan baik kebersihan lingkungan maupun personal hygiene (Handri, 2008)..

Pemeliharaan personal hygiene sangat menentukan status kesehatan, dimana individu secara sadar dan atas inisiatif pribadi menjaga kesehatan dan mencegah terjadinya penyakit. Upaya kebersihan diri ini mencakup tentang kebersihan rambut, mata, telinga, gigi, mulut, kulit, kuku, serta kebersihan dalam berpakaian Salah satu upaya personal hygiene adalah merawat kebersihan kulit karena kulit berfungsi untuk melindungi permukaan tubuh, memelihara suhu tubuh dan mengeluarkan kotoran- kotoran tertentu. Mengingat kulit penting sebagai pelindung organ-organ tubuh, maka kulit perlu dijaga kesehatannya. Penyakit kulit dapat disebabkan oleh jamur, virus, kuman, parasit. Salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit adalah scabies (Frenki, 2011). Scabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh sarcoptes scabiei varian hominis, yang penularannya terjadi secara kontak langsung (Brown &

Tony, 2005). Banyak faktor yang dapat menyebabkan penyakit scabies dan salah satunya ialah personal hygiene.

Dari data WHO di beberapa negara berkembang prevalensinya dilaporkan -

(2)

berkisar antara 6-27% dari populasi umum dan insiden tertinggi terdapat pada anak usia sekolah dan remaja. Data Depkes RI prevalensi scabies di puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 2008 adalah 5,6%- 12,95%. Angka kejadian skabies di kota- kota yang banyak terdapat pondok pesantren di Provinsi Jawa Timur misal Kabupaten Pasuruan sebesar 66,70%, Kabupaten Lamongan menunjukkan bahwa prevalensi penyakit Scabies adalah 64,20%. Dari data statistik di POSKESTREN Pondok Pesantren Al-Hidayah Ketegan Tanggulangin Sidoarjo dari tahun ketahun jumlahnya masih cukup tinggi. Hal ini menunjukkan tingginya jumlah kasus scabies di Pondok Pesantren tersebut. Dari observasi yang dilakukan oleh peneliti didapatkan 38 remaja pondok terkena skabies yang dikarenakan kurangnya kebersihan diri.

Scabies adalah penyakit kulit akibat investasi dan sensitisasi oleh tungau Sarcoptes scabei, yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa.

Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang (Aisyah, 2005). Scabies ini tidak membahayakan manusia namun adanya rasa gatal pada malam hari ini merupakan gejala utama yang mengganggu aktivitas dan produktivitas. Penyakit scabies ini banyak berjangkit di: (1) lingkungan yang padat penduduknya, (2) lingkungan kumuh, (3) lingkungan dengan tingkat kebersihan kurang. Scabies cenderung tinggi pada anak- anak usia sekolah, remaja bahkan orang dewasa (Siregar, 2004). Penyakit kulit scabies merupakan penyakit yang mudah menular. Penyakit ini dapat ditularkan secara langsung (kontak kulit dengan kulit) misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan melalui hubungan seksual. Penularan secara tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan selimut (Djuanda, 2007). Praktek perawatan penderita yang buruk akan menyebabkan kegagalan dalam tindakan penanggulangan penyakit scabies. Apabila skabies tidak segera mendapat pengobatan dalam beberapa minggu maka akan timbul adanya dermatitis yang diakibatkan karena garukan.

Rasa gatal yang ditimbulkan terutama pada waktu malam hari, secara tidak langsung akan mengganggu kelangsungan hidup para santri terutama tersitanya waktu untuk istirahat tidur, sehingga kegiatan yang akan dilakukan pada siang hari seperti dalam proses belajar akan ikut terganggu. Selain itu, setelah santri sembuh akibat garukan tersebut akan meninggalkan bercak hitam

yang nantinya juga akan mempengaruhi harga diri santri seperti merasa malu, cemas, takut dijauhi teman dan sebagainya (Kenneth dalam Kartika, 2008).

Pengobatan scabies yang terutama adalah menjaga kebersihan untuk membasmi scabies (mandi dengan sabun, sering ganti pakaian, cuci pakaian secara terpisah, menjemur alat-alat tidur, handuk tidak boleh dipakai bersama, dll). Untuk itu kita harus selalu waspada dengan penyakit ini karena penularannya sangat cepat. Apabila ada salah seorang anggota keluarga yang terkena penyakit ini, maka harus segera dihindarkan dari anggota keluarga lain yang masih dalam keadaan sehat (Alamsyah, 2011). Salah satu upaya personal hygiene adalah merawat kebersihan kulit karena kulit berfungsi untuk melindungi permukaan tubuh, memelihara suhu tubuh dan mengeluarkan kotoran- kotoran tertentu. Mengingat kulit penting sebagai pelindung organ-organ tubuh, maka kulit perlu dijaga kesehatannya (Suci, 2013).

Beberapa faktor yang dapat membantu penyebaran scabies adalah kemiskinan, hygiene yang jelek, seksual promiskuitas, diagnosa yang salah, demografi, ekologi.

Scabies dapat dihindari dengan perilaku personal hygiene yang baik, kebiasaan dalam menjaga personal higien harus ditingkatkan dengan mengikut sertakan petugas kesehatan (Djuanda, 2006).

Kebiasaan personal hygiene harus dibiasakan pada masa anak-anak untuk menghindari penyakit kulit seperti scabies.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang hubungan personal hygiene dengan terjadinya scabies di pondok pesantren Al-Hidayah Ketegan Tanggulangin Sidoarjo.

Tujuan penelitian adalah menganalisa hubungan personal hygiene dengan kejadian scabies pada remaja di pondok pesantren Al- Hidayah Ketegan Tanggulangin Sidoarjo.

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi respoden dalam pencegah terjadinya scabies.

METODE PENELITIAN Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain Analitik Observasional dengan rancangan Cross Sectional untuk mengetahui hubungan antara personal hygiene dengan angka kejadian scabies. Penelitian ini terdapat satu kelompok responden yaitu kelompok remaja pondok pesantren. Pemilihan kelompok observasi ini dipilih secara random dan sesuai dengan keinginan peneliti.

Pengukuran dilakukan kepada satu kelompok tersebut hanya satu kali saja pada satu saat.

(3)

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2014 di pondok pesantren Al- Hidayah Ketegan Tanggulangin Sidoarjo karena disana didapatkan remaja pondok yang personal hygienenya kurang sehingga terkena scabies.

Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah probability sampling dengan metode simple random sampling. Pada teknik ini setiap responden yang memenuhi kriteria inklusi dipilih secara acak oleh peneliti. Dalam hal ini peneliti tidak memilih-milih individu yang akan ditugaskan menjadi sampel penelitian.

Teknik simple random sampling yang digunakan adalah dengan cara undian.

Langkah pertama adalah dengan memberi nomor urut pada setiap santri, setelah membuat nomor, kemudian dimasukkan ke dalam botol yang berlubang kemudian di keluarkan sesuai dengan jumlah sampel dari populasi berjumlah 42 anak. Nomor yang keluar tersebut dijadikan responden penelitian.

Identifikasi Variabel

Variabel pada penelitian ini adalah variabel independent (variabel bebas) dan variabel dependent (variabel tergantung) yaitu :

Variabel independent (Variabel bebas) Penelitian ini variabel independent yang digunakan adalah personal higiene pada remaja di Al-Hidayah Ketegan Tanggulangin Sidoarjo.

Variabel dependent (variabel tergantung) Variabel dependent pada penelitian ini adalah kejadian scabies pada remaja di Pesantren Al-Hidayah Ketegan Tanggulangin Sidoarjo.

Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini instrumen yang digunakan untuk variabel independent adalah kuesioner. Kuesioner yang digunakan berisikan tentang tindakan personal higiene (kebersihan kulit, dan kebersihan tangan, kaki). Variable dependen menggunakan menggunakan lembar observasi tentang kejadian skabies. Lembar observasi yang dilakukan dengan cara melihat perubahan fisik yang terjadi pada setiap siswa yang mengalami skabies. Kuesioner ini diisi sendiri oleh responden. Dalam penilaian kuesioner peneliti menggunakan 2 alternatif jawaban, yaitu jawaban YA dan jawaban TIDAK, jika jawaban YA maka tinggal tulis tanda (√) dan jika jawaban TIDAK maka

tidak perlu diberi tanda (√). Terdapat 24 pertanyaan, peneliti menggunakan skala Guttman dengan jawaban YA bernilai 1 dan TIDAK bernilai 0. Skor yang diperoleh responden dapat dikategorikan, apabila nilai

< 2 = skabies ringan; 3 - 4 = skabies sedang;

5 - 6 = skabies berat.

Analisa Statistik

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan personal hygiene dengan angka kejadian scabies di Pondok Pesantren Al-Hidayah Ketegan Tanggulangin Sidoarjo. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner.

Hasil lembar kuesioner dikumpulkan dan diperiksa ulang untuk memeriksa kembali kelengkapannya. Setelah semua data lengkap, data dikelompokkan dan dilakukan perhitungan dengan bantuan SPSS 16.0 for windows menggunakan uji statistik Spearman Rho, untuk mengetahui korelasi atau hubungan antara dukungan sosial peer group dan tingkat kecemasan. Tingkat kemaknaan yang diharapkan adalah 0,01 apabila rho < 0,01 artinya Ho ditolak H1 diterima yang berarti ada hubungan antara personal hygiene dengan angka kejadian scabies di Pondok Pesantren Al-Hidayah Ketegan Tanggulangin Sidoarjo.

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Umum

Karakteristik Pendidikan Orang Tua.

No Pendidikan Frekuensi Prosentase 1 Tidak tamat

SD

1 2,9 %

2 SD 9 25,7 %

3 SMP 12 34,3 %

4 SMA 10 28,6 %

5 Perguruan tinggi

3 8,6 %

Total 35 100 %

Berdasarkan tabel 1 didapatkan jumlah terbesar berada pada pendidikan SMP dengan jumlah 12 dan prosentase 34,3 %, kemudian diawahnya ada pendidikan SMA dengan jumlah 10 dan prosentase 28,6 %, dibawanya lagi ada pendidikan SD dengan jumlah 9 dan prosentasenya 25,7 %, dibawahnya lagi ada perguruan tinggi dengan jumlah 3 dan prosentasenya 8,6 %, dan yang paling kecil adalah pendidikan tidak tamat SD dengan jumlah 1 dan prosentasenya 2,9 %.

(4)

Karakteristik Pekerjaan Orang Tua

No Pekerjaan Frekuensi Prosentase

1 Wiraswasta 21 60 %

2 Swasta 12 34,3 %

3 PNS/TNI/POLRI 2 5,7 %

Total 35 100 %

Berdasarkan tabel 2 didapatkan jumlah terbesar pekerjaan orang tua adalah wiraswasta dengan jumlah 21 dan prosentasenya 60 %, dibawanhya ada swasta dengan jumlah 12 dan prosentasenya 34,3

%, dan yang paling sedikit adalah PNS/TNI/POLRI dengan jumlah 2 dan prosentasenya 5,7 %.

Karakteristik Usia Santri

No Usia Frekuensi Prosentase

1 13 4 11,4 %

2 14 4 11,4 %

3 15 11 31,4 %

4 16 9 25,7 %

5 17 7 20 %

Total 35 100 %

Berdasarkan tabel 3 didapatka usia paling banyak adalah usia adalah 15 tahun dengan jumlah 11 dan prosentase 31,4 %, dibawahnya ada usia 16 tahun dengan jumlah 9 dan prosentasenya 25,7 %, dibawahnya ada usia 17 tahun dengan jumlah 7 dan prosentasenya 20 % dan yang paling sedikit adala usia 13 dan 14 tahun dengan jumlah yang sama yaitu 4 dengan prosentase 11,4 %.

Karakteristik Penghasilan Orang tua

No Penghasilan Frekuensi Prosentase 1 < Rp

1.000.000

7 20,0 %

2 Rp.

1.000.000 – Rp

1.500.000

12 34,3 %

3 Rp.

1.500.000 – Rp.

2.000.000

10 28,6 %

4 Rp.

2.000.000 - Rp.

2.500.000

4 11,4 %

5 > Rp.

2.500.000

2 5,7 %

Total 35 100

Berdasarkan tabel 4 didapatkan terbesar penghasilan orang tua adalah Rp. 1.000.000 – Rp. 1.500.000 dengan jumlah 12 dan prosentasenya 34,3 %, dbawahnya ada Rp.

1.500.000 – Rp. 2.000.000 dengan jumlah

10 dan prosentasenya 28,6 %, dibawahnya lagi ada < Rp 1.000.000 dengan jumlah 7 dan prosentasenya 20 %, dibawahnya ada Rp. 2.000.000 - Rp. 2.500.000 dengan jumlah 4 dan prosentasenya 11,4 %, dan yang paling kecil adalah > Rp. 2.500.000 dengan jumlah 2 dan prosentasenya 5,7 %.

Data Khusus

karakteristik Personal Higiene No Personal

hygiene

Frekuensi Prosentase

1 Kurang 29 82,9 %

2 Sedang 6 17,1 %

Total 35 100 %

Berdasarkan tabel 5 didapatkan frekuensi paling banyak pada personal hygiene kurang dengan jumlah 29 dan prosentasenya 82,9 %, dan yang paling sedikit adalah personal hygiene sedang dengan jumlah 6 dan prosentasenya 17,1 %.

Karakteristik Skabies

No Skabies Frekuensi Prosentase

1 Ringan 19 54,3 %

2 Sedang 16 45,7 %

Total 35 100 %

Berdasarkan tabel 6 didapatkan paling banyak pada scabies ringan dengan jumlah 19 dan prosentasenya 54,3 %, dan yang paling sedikit yaitu pada scabies sedang dengan jumlah 16 dan prosentasenya 45,7

%.

Analisa Hubungan Personal Higiene dengan Kejadian Skabies

Personal hygiene

Skabies Total Ringan Sedang

Kurang 13 44,8 %

16 55,2 %

29 100 % Sedang 6

100 % 0 0 %

6 100 % Total 19

54,3 %

16 45,7 %

35 100 % Uji sprearman rho ρ : 0,013 r2: -

0,417

Berdasarkan tabel 7 melalui pendekatan cross tab didapatkan bahwa sebagian besar 54,3 % responden memiliki klasifikasi scabies ringan dengan jumlah 19, dan sebagian yang kecil 45,7 % responden memiliki klasifikasi scabies sedang dengan jumlah 16.

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Sperman Rho Correlations untuk mengetahui apakah ada hubungan diantara dua variabel yaitu personal hyigiene dengan kejadian scabies didapatkan ρ 0,013, hal ini menunjukkan bahwa ρ ≤

(5)

0,05 berarti H0 ditolak dan H1 diterima, yang berarti terdapat hubungan antara personal hygiene dengan kejadian scabies pada remaja di Pondok Pesantren Al-Hidayah Tanggulangin Sidoarjo. Hubungan diperkuat dengan hasil koefisien korelasi 0,417 dan memenuhi kriteria kuat.

Pembahasan Personal Higiene

Hasil penelitian berdasarkan tabel 5 didapatkan frekuensi paling banyak pada personal hygiene kurang dengan jumlah 29 responden dan prosentasenya 82,9 %, dan yang paling sedikit adalah personal hygiene sedang dengan jumlah 6 responden dan prosentasenya 17,1 %. Hal ini dibuktikan dari hasil kuisioner terdapat 35 remaja pondok yang mengalami scabies pada tanggal 20 Juni 2014.

Seseorang dikatakan memiliki kebersihan diri baik apabila, orang tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit (dilihat berdasarkan frekuensi mandi dalam sehari, menggunakan sabun atau tidak ketika mandi), tangan dan kuku, pakaian, handuk dan tempat tidur (Badri, 2008). Lingkungan yang bersih adalah lingkungan yang sehat dimana bisa menjadi contoh seseorang dalam menjaga kebersihan, terutama kebersihan diri para santri. di lingkungan pesantren kalau dilihat kebersihan lingkungannya masih kurang dan santri sendiri dalam menjaga kebersihan diri masih kurang karena mereka sendiri kurang peduli dalam menjaga kebersihan diri, itu juga bisa mempengaruhi satu sama lain dan sudah menjadi kebiasaan dalam keseharian.

contohnya dalam melakukan kegiatan mandi masih ada yang mandi satu kali dalam sehari.

Beberapa faktor yang mempengaruhi personal hygiene menurut Tarwoto dan Watonah, (2010). Ialah : Citra tubuh, praktik sosial, status sosioekonomi, pengetahuan, budaya, kebiasaan seseorang, kondisi fisik.

Menurut peneliti sebagian besar remaja pondok yang personal higienenya kurang salah satu alasannya adalah dari penghasilan orang tua yang berkisar Rp. 1.000.000 – 1.500.000 hal ini didukung dengan teori Tarwoto dan Watonah, (2010), Personal higiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo, dan alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya. Tentang personal higiene sangat penting karena pengetahuan yang baik. Dan faktor lain yang mempengarui personal hygiene adalah

pendidikan orang tua, hal ini dibuktikan pada cross tab bahwa personal hygiene yang kurang terdapat pada pendidikan orang tua di tingkat SMP dengan jumlah 10 responden dan prosentasenya 28,6 %. Pendidikan orang tua mempengaruhi kebiasaan hygiene personal kurang yang mengakibatkan anak tidak tahu cara memakai handuk benar misalnya, anak memakai handuk dalam kondisi lembab atau basah, mencuci pakaian dengan tidak diremdam, setelah olahraga tidak langsung mandi melainkan makan dan tidur, hal ini dapat menimbulkan kulit terasa gatal, kemerahan sehingga terjadi scabies.

Hal ini didukung oleh teori Tarwoto dan Watonah, (2010), bahwa Pengetahuan tentang personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan.Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus yang harus selalu menjaga kebersihan kakinya.

Pada hasil personal hygiene sedang didapatkan paling banyak 3 yaitu dengan penghasilan < Rp. 1.000.000 sehingga keluarga tidak mencukupi kebutuhan personal hygiene anak.Hal ini di tunjang dengan pendidikan orang tua paling banyak 3 dengan tingkat pendidikan SD dari 6 keluarga.disamping itu juga disebabkan karena anak tersebut sudah membiasakan kebiasaan yang membuat personal hygiene kurang, karena menurut mereka dengan bergantian handuk dengan teman itu sudah cukup untuk mengeringkan badan. Hal itulah yang menyebabkan personal hygiene di pondok pesantren Al-Hidayah menjadi kurang.

Kejadian Skabies Pada Remaja Pondok Berdasarkan tabel 6 didapatkan paling banyak pada scabies ringan dengan jumlah 19 dan prosentasenya 54,3 %, dan yang paling sedikit yaitu pada scabies sedang dengan jumlah 16 dan prosentasenya 45,7

%. Menurut Harahap (2000), gejala timbul setelah penderita tersensitasi oleh ekskreta kutu. Bila skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, dapat timbul dermatitis atau garukan. Untuk mengurangi resiko penularan skabies tidaklah mudah, mengingat betapa sulitnya mengubah kebiasaan santri yang buruk, yang justru akan mempermudah penyebaran penyakit skabies. Untuk itu perlu ada motivasi dan niat yang tinggi agar penularan skabies dapat dikurangi atau bahkan dihindari. Dan cara yang bisa kita lakukan terkait dengan menanamkan motivasi ada 3 yaitu : motivasi dengan kekerasan, memotivasi dengan bujukan, dan memotivasi dengan identifikasi. Menurut peneliti hal ini sesuai

(6)

dengan asumsi peneliti, bahwa kejadian skabies ringan di Pondok Pesantren Al- Hidayah Ketegan Tangglangin Sidoarjo dikarenakan adanya pemberian dan penanaman motivasi kepada santri dari ustadz melalui peraturan pesantren atau melalui penyuluhan dari UKS di pondok pesantren tersebut. Selain itu santri yang menderita skabies ringan langsung berobat ke UKS untuk mencegah agar tidak menyebar lebih lanjut.

Hubungan Personal Higiene Dengan Kejadian Skabies

Berdasarkan tabel 7 melalui pendekatan cross tab didapatkan bahwa sebagian besar 54,3 % responden memiliki klasifikasi scabies ringan dengan jumlah 19, dan sebagian yang kecil 45,7 % responden memiliki klasifikasi scabies sedang dengan jumlah 16.Analisa uji Sperman Rho yang digunakan untuk melakukan pendekatan tabel cross tab dimana didapatkan P value : 0,013, sedangkan α : 0,05. Banyak faktor yang dapat menyebabkan penyakit skabies dan salah satunya ialah higiene personal, higiene personal berasal dari bahasa yunani yaitu: higiene berarti sehat dan personal yang artinya perorangan. Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto & Wartonah, 2003).

Pemeliharaan kebersihan diri berarti tindakan memelihara kebersihan dan kesehatan diri sesorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya. Seseorang dikatakan memiliki kebersihan diri baik apabila santri tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit (dilihat berdasarkan frekuensi mandi dalam sehari, menggunakan sabun atau tidak ketika mandi), tangan dan kuku, pakaian, handuk dan tempat tidur.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil simpulan bahwa :

1. Pada remaja di Pondok Pesantren Al- Hidayah Ketegan Tanggulangin Sidoarjo didapatkan personal hygiene banyak yang kurang

2. Pada remaja di Pondok Pesantren Al- Hidayah Ketegan Tanggulangin Sidoarjo didapatkan banyak kejadian skabies yang ringan.

3. Ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian scabies pada remaja di

Pesantren Al-Hidayah Ketegan Tanggulangin Sidoarjo.

Saran

1. Bagi Peneliti Selanjutnya

Panduan atau informasi hasil penelitian terkait dengan personal higiene dengan kejadian skabies pada remaja di pondok pesantren.

2. Bagi Profesi Keperawatan

Disarankan bagi profesi keperawatan untuk lebih peduli terhadap keperawatan integumen dan lebih melengkapi kajian tentang personal higiene.

3. Bagi Responden (Remaja Pondok) Disarankan bagi remaja pondok untuk lebih menjaga kebersihan diri untuk meminimalkan angka kejadian skabies di Pondok Pesantren Al-Hidayah Ketegan Tanggulangin Sidoarjo

4. Bagi Tempat Penelitian (Pesantren) Disarankan untuk pengurus pesantren untuk menjaga kondisi lingkungan agar tetap bersih dan selalu memberi motivasi para santri untuk selalu menjaga kebersihan diri

DAFTAR PUSTAKA

Atikah, Proverawati Eni Rahmawati. (2012).

Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat.

Yogyakarta: Numed.

Djuanda, Adhi (Editor). (2006) Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI

Harahap, Marwali. (2000). Ilmu penyakit kulit. Jakarta : Hipocrates

Harahap M. (2008). Penyakit Kulit. Jakarta:

Gramedia.

Hurlock, B. Elizabeth. (2012). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Isro’in, L. dan Andarmoyo, S. (2012).

Personal hygiene. Yogyakarta:

Graha Ilmu

Muttaqin, Arif dan Kumalasari. (2012).

Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta: Salemba Medika

Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Tumbuh

Kembang Remaja dan

Permasalahannya. Jakarta: PT Rineka Cipta

(7)

Notoatmodjo, Soekidjo. (2011). Kesehatan Masyarakat: Ilmu & Seni. Jakarta : Rineka Cipta

Nursalam. (2011). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.

Nursalam., dan Efendi, F. (2008).

Pendidikan dalam keperawatan.

Jakarta : Salemba Medika

Potter, Perry. (2009). Fundamental Keperawatan, Edisi 7 Buku. Jakarta : Salemba Medika.

Setiadi. (2013). Konsep dan Praktik Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu Santrock, John W. 2007. Perkembangan

Anak ed 11, jilid 2. Jakarta: Erlangga Tarwoto dan Watonah. (2011). Kebutuhan

Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 4. Jakarta : Salemba Medika.

Referensi

Dokumen terkait

Seorang laki-laki berusia 50 tahun di dignosa mengalami gangguan funsi ginjal dan menjalani operasi transplantasi ginjal, pasien menerima terapi obat

Berdasarkan pemantauan dan evaluasi Kementerian/Lembaga, perangkat daerah provinsi, perangkat daerah kabupaten/kota, Administrator KEK, atau Badan Pengusahaan KPBPB*)

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka penulis sekaligus sebagai guru perlu melakukan penelitian tindakan kelas yang berjudul ³ Meningkatkan Hasil Belajar

Menurut Zulfan Khairil Simbolon (2016) data yang dihasilkan oleh LabVIEW berupa data teks satu baris yang dipisahkan oleh sebuah semicolon antara satu data

1. Para guru/ustad pada Madrasah Diniyah di NTB yang menjadi obyek penelitian ini dilihat dari kompetensi profesionalnya, temyata masih belum menggembirakan karena

a. Pemilik toko kelontong yang berada di sekitar area spacial ritel modern sebagi korban utama dari dampak ritel modern Indomaret dan Alfamart. Subjek utama dari

Since most metals cannot withstand temperatures above about 600°C, the reheat cycle is often used to prevent liquid droplet formation: the steam passing through the turbine

Perintah SBB akan mengurangkan nilai Tujuan dengan Asal dengan cara yang sama seperti perintah SUB, kemudian hasil yang didapat dikurangi lagi dengan Carry