10 BAB II
KAJIAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu
1. Dedy Arisandi dkk, dengan judul “Pengembangan Computer-Based Test sebagai Strategi Peningkatan Efisiensi Evaluasi Kegiatan Belajar Mengajar”
yang ditulis pada tahun 2018, melakukan penelitian dengan metode pendekatan User Centered Design (UCD). Hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa
pendidik dapat melakukan ujian dengan mudah serta mendapatkan hasil ujian secara otomatis. Kemudian untuk peserta didik akan mudah mengerjakan ujian dan ujian berbasis komputer tersebut akan menjadikan peserta didik terbiasa.
2. Sugiyono dkk, dengan judul “Pengembangan Sistem Computer Based Test (CBT) Tingkat Sekolah” dengan metode penelitian yang digunakan metode Riset and Development (R & D). Hasil dari penelitannya berdasarkan uji kevalidan produk rata-rata sebesar 83,34% ini menandakan sistem dikatakan“
Sangat Layak ”. Sementara untuk uji pengguna operator, mendapatkan rata- rata nilai maksimal yaitu 100. Hal ini menandakan sistem dikatakan “ Sangat Baik ”. Adapun untuk uji pengguna user, rata-rata presentase sekitar 88,94%, yang dikatakan “ Sangat Baik ”.
3. Firlan Mustafa dan Karfindo yang berjudul “ Pengembangan aplikasi Computer Based Test (CBT) untuk Sekolah Menengah Atas (SMA) ” melakukan penelitian dengan metode penelitian web enginering, Hasil dari
11
penelitian ini yaitu aplikasi CBT dapat mempermudah pendidik dalam menganalisis kemampuan peserta didik, dengan mengetahui prosentase jawaban yang salah dan benar yang memang dipilih oleh peserta didik.
Aplikasi CBT juga memudahkan pendidik dalam menganalisis pilihan jawaban dari peserta didik untuk dibahas lebih lanjut. Dari segi efisiensi, aplikasi CBT tidak memerlukan waktu yang lama dalam pemeriksaan hasil ujian peserta didik sehingga pendidik bisa langsung melihat prosentase kemampuan peserta didik dengan cepat.
4. Yunita Dwi Ermawati dan Riza Yonisa Kurniawan dengan judul “ Analisis Pengembangan Alat Evaluasi Pembelajaran Berbasis Intranet ” dengan metode penelitian telaah pustaka (literature review). Hasil dari penelitiannya yaitu menunjukkan bahwa pengembangan alat evaluasi pembelajaran yang berbasis intranet dikategorikan sangat layak. Selain itu uji kelayakan kepada para ahli dengan uji coba kepada peserta didik memperoleh hasil respon yang menarik bagi peserta didik dan efektif digunakan dalam upaya peningkatkan hasil belajar.
5. Lidya Wati dkk dengan judul “Implementasi Computer Based Test (Cbt) Di Sekolah Menengah Kejuruan”. Hasil dari penelitiannya adalah penggunaan aplikasi berbasis komputer untuk ujian UTS dan UAS pada SMKN 3 berhasil diterapkan serta mempermudah pendidik dalam mengevaluasi hasil belajar.
Kemudahan lainnya yaitu hasil koreksi yang diperoleh dari jawaban ujian jauh lebih objektif daripada konvensional, lebih akurat dan cermat, sebab peserta didik dapat langsung memperoleh hasil ujian dan langsung dilihat.
12
6. Dwi Lestari, Akhmad Arif Musadad, dan Sri Wahyuni dengan judul
“Penggunaan Computer Based Test (Cbt) Sebagai Sarana Evaluasi Dan Pengaruhnya Terhadap Efektivitas Penilaian Pada Mata Pelajaran Sejarah Di SMA Negeri 1 Boyolali Tahun Ajaran 2015/2016.” Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Hasil dari penelitian ini yaitu adanya objektivitas penilaian, efektivitas dalam mengurangi tindakan curang, efektifitas waktu, efektivitas pensekoran dan ekonomis.
7. Fitri Maiziani dalam jurnalnya yang berjudul “ Efektivitas Computer Based Testing Sebagai Sarana Tes Hasil Belajar.” Hasil penelitianya diantaranya
pemanfaatan Computer-Based Testing sebagai sarana pelaksanaan tes hasil belajar banyak memberikan manfaat, pemanfaatan CBT sebagai sarana pelaksanaan tes hasil belajar memberikan efektivitas terhadap pelaksanaan tes hasil belajar.
8. Akhmad Riadi dalam jurnalnya yang berjudul “ Problematika Sistem Evaluasi Pembelajaran.” Hasil dari penelitian jurnal tersebut yaitu mengungkapkan bahwa evaluasi yang dilaksanakan oleh setiap guru harus dipahami sesuai dengan manfaat dan tujuan dari penilaian. Permasalahan yang terjadi dalam pendidikan diantaranya yaitu:
a) Kurangnya penguasaan materi b) Kurangnya penguasaan kelas
c) Alat peraga yang enggan digunakan oleh pendidik dalam mengajar d) Kurangnya memotivasi peserta didik dalam belajar
13
e) Kemampuan peserta didik yang dianggap sama dalam memahami pelajaran
f) Kurangnya disiplin dalam mengatur waktu
g) Tidak ada persiapan pendidik ketika hendak mengajar.
h) Kurangnyaa kemauan pendidik dalam menimba ilmu
i) Kurangnya keterampilan pendidik untuk mengajukan pertanyaan kepada peserta didik pada tes lisan di akhir pertemuan
j) Target kurikulum yang menjadikan pencapaian guru dalam mengajar
B. Kajian Teori
Pada proses pembelajaran, semua kegiatan pembelajaran yang dimulai dari membuat RPP, mengajar dan mengevaluasi pembelajaran akan diatur oleh pendidik (Arifin, 2014).
1. Tujuan dan Fungsi Evaluasi
a. Tujuan Evaluasi
Berdasarkan pendapat dari Suharsimi Arikunto, mengatakan bahwa pelaksanaan evaluasi memiliki tujuan yaitu untuk melihat tingkat ketercapaian suatu program. Ketercapaian tidak hanya terlihat dari laporan capaian hasil, namun juga dapat dilihat dari sisi tenaga, waktu, dana, dan lain-lain. Adapun tujuan evaluasi pembelajaran secara detail yaitu mengukur berbagai macam variasi aspek belajar, menilai
14
ketercapaian kompetensi didalam tujuan pembelajaran, sebagai motivasi belajar peserta didik, menjadi dasar perubahan kurikulum dari hasil evaluasi, berperan dalam penyediaan informasi bimbingan dan konseling. (Sukardi, 2011).
Adapun Chittenden dalam bukunya Zainal Arifin, menjelaskan akan tujuan evaluasi itu yaitu: (1) Keeping track, berfungsi untuk menelusuri serta melacak proses belajar peserta didik sesuai dengan RPP yang ditetapkan. Oleh sebab itu, dalam kurun waktu tertentu, pendidik diharuskan mengumpulkan data serta informasi dari berbagai macam dan cara penilaian agar mendapatkan gambaran dari pencapaian kemajuan belajar peserta didik. (2) Checking-up, berfungsi untuk melihat ketercapaian kompetensi peserta didik pada saat pembelajaran. (3) Finding-out, berfungsi untuk mendeteksi semua kesulitan peserta didik pada saat pembelajaran agar pendidik bisa segera mencari solusi alternatifnya. (4) Summing-up, berfungsi untuk menyimpulkan tingkatan ketercapaian peserta didik pada kompetensi yang sudah ditentukan. Kesimpulan tersebut dimanfaatkan pendidik dalam membuat laporan hasil belajar peserta didik. (Arifin, 2014).
Berdasarkan tujuan tersebut, maka diperoleh dua kemungkinan dari hasil evaluasi diantaranya hasil evaluasi itu dapat menggembirakan, sehingga bisa memberikan rasa puas bagi evaluator yang disebabkan tercapainya tujuan yang telah direncanakan. Kedua, hasil evaluasi itu tidak sesuai dengan harapan dengan alasan ada banyak
15
hambatan, penyimpangan, atau kendala sehingga evaluator harus melakukan pengkajian ulang atas rencana yang telah disusun.
(Sudijono, 2016).
Dari kemungkinan-kemungkinan tersebut, akan tercipta kegiatan tindak lanjut setelah evaluasi dilakukan diantaranya yaitu a) berupa penghentian program, sebab dipandang tidak bermanfaat. b) berupa revisi program, sebab terdapat beberapa bagian yang tidak sesuai harapan (kesalahan sedikit). c) bisa dengan melanjutkan program, karena program terlihat telah berjalan sesuai keinginan d) dengan melaksanakan program di tempat berbeda atau menyebarkan program. (Cepi Safruddin Dan, 2008).
b. Fungsi Evaluasi
Evaluasi memiliki empat fungsi sebagai berikut: a) dapat melihat tingkat kemajuan serta keberhasilan peserta didik yang telah melakukan kegiatan belajar selama jangka waktu ditentukan. b) dapat melihat tingkat keberhasilan program pembelajaran. c) dapat digunakan dalam bimbingan dan konseling. d) dapat digunakan dalam perbaikan dan perkembangan kurikulum sekolah yang bersangkutan (Purwanto, 2010).
Selain itu Zainal Arifin juga mengungkapkan tentang fungsi dari evaluasi pembelajaran yaitu (Arifin, 2014):
16
1) Fungsi formatif yaitu memberi umpan balik pada pendidik sebagai dasar dalam mengadakan program remedial bagi peserta didik dan memperbaiki proses pembelajaran.
2) Fungsi sumatif yaitu menentukan tingkat kemajuan hasil belajar peserta didik dengan nilai dalam mata pelajaran tertentu. Hal tersebut digunakan oleh pendidik sebagai bahan dasar dalam memberikan laporan kepada orang tua, penentuan dalam kenaikan kelas, serta penentuan kelulusan peserta didik.
3) Fungsi diagnostik yaitu digunakan dalam memahami latar belakang peserta didik baik terkait fisik, psikologis, maupun lingkungan yang menjadi penyebab peserta didik mengalami kendala dalam belajar, dan nantinya hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai dasar dalam pemecahan masalah tersebut.
4) Fungsi penempatan yaitu untuk menempatkan peserta didik dalam situasi pembelajaran yang tepat (misalnya dalam penentuan program spesialisasi) sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik.
2. Prinsip-Prinsip Evaluasi Pembelajaran
Menurut Anas Sudijono menyatakan bahwa dalam evaluasi pembelajaran terdapat prinsip-prinsip dasar yang diutamakan yaitu (Sudijono, 2016):
a. Prinsip keseluruhan atau kekomprehensifan yakni penilaian pembelajaran wajib mencakup berbagai aspek dalam
17
mendeskripsikan perubahan perilaku atau perkembangan pada peserta didik sebagai manusia sehingga cakupan penilaian hasil belajar antara lain aspek kognitif , afektif dan psikomotorik.
b. Prinsip kesinambungan atau kontinuitas yakni penilaian hasil belajar yang dikerjakan dengan teratur serta saling menyambung antar masa ke masa sehingga evaluator bisa mendapatkan informasi yang menggambarkan kemajuan atau proses perkembangan siswa , dari memulai menjalani kegiatan pembelajaran hingga ketika menyelesaikan kegiatan pembelajaran atau pendidikan ditempuh.
c. Prinsip objektivitas yakni penilaian hasil pembelajaran akan sesuai yang diharapkan apabila terpenuhi aspek objektivitas penilaian sehingga terhindar dari_penilaian subjektif. Evaluator harus bertindak proporsional dan wajar tanpa tercampur oleh urusan bersifat subjektif.
Sementara Arifin mengungkapkan prinsip-prinsip penilaian pembelajaran diantaranya (Arifin, 2014):
a. Kontinuitas ialah penilaian tidak boleh dilaksanakan secara insidental. Hasil penilaian yang dulu dijadikan tolok ukur sehingga bisa dihasilkan gambaran yang jelas tentang kemajuan peserta didik. Sebab pada dasarnya, kemajuan peserta didik itu tidak dapat dilihat dari hasilnya saja, tetapi dari proses serta inputnya.
18
b. Komprehensif ialah ketika melaksanakan penilaian terhadap peserta didik, maka segala aspek karakter peserta didik wajib dievaluasi, baik mencakup aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
c. Adil dan objektif ialah ketika melaksanakan penilaian, pendidik ataupun evaluator wajib adil serta objektif dalam membagikan evaluasi. Seluruh peserta didik wajib diperlakukan secara adil sesuai dengan evaluasi terhadap keahlian serta kemajuan yang mereka raih. Sebab itu, perilaku like and dislike wajib dijauhkan dalam melaksanakan penilaian ini, sebab yang dipertaruhkan merupakan masa depan peserta didik itu sendiri.
d. Kooperatif . Dalam penilaian, pendidik wajib bekerja sama dengan seluruh pihak, semacam orangtua, sesama pendidik, kepala sekolah, dan peserta didik, serta apalagi dengan warga di area sekolah. Perihal ini bertujuan supaya seluruh pihak dapat merasa puas dalam proses penilaian tersebut serta terdapat penghargaan terhadap seluruh pihak yang ikut serta.
e. Praktis ialah evaluasi harus mudah digunakan baik oleh pendidik itu sendiri sebagai penyusun penilaian pembelajarannya maupun orang lain yang memanfaatkan media penilaian tersebut.
19
3. Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
Di sekolah siswa diberikan pembelajaran tentang mengenal Allah, mempercayai Tuhan yang menciptakan alam, serta mengenal suri tauladan yang baik dari Rasulullah SAW. Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) ini siswa diarahkan agar dapat membedakan mana yang haq dan mana yang bathil. Ilmu Pendidikan Islam mempunyai peran untuk membuka wawasan umat islam tentang berbagai Ilmu Pengetahuan yang berbasis pada al-Qur‟an dan Hadis (Beni Ahmad Saebani dan Hendra Akhdiyat, 2012).
Sehingga kebanyakan ilmu yang ada di dunia ini sudah dijelaskan dalam al- Qur‟an.
Di dalam pembelajarannya, Pendidikan Agama Islam harus mengedepankan pendidikan yang bernilai tauhid. Karena nilai tauhid saat ini sangat dibutuhkan oleh generasi yang akan datang, karena perkembangan teknologi yang semakin hari semakin berkembang sehingga sebagai pendidik kita harus membentengi anak didik dengan nilai dasar yaitu tauhid (Beni Ahmad Saebani dan Hendra Akhdiyat, 2012). Pembelajaran Pendidikan Agama Islam terdapat beberapa mata pelajaran yang bertahun-tahun tidak berubah. Adapun mata pelajaran tersebut yaitu : Fiqih, Aqidah Akhlak, Sejarah kebudayaan Islam dan al-Qur‟an Hadis. Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam pendidik menginginkan siwanya dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga hasil dari penerapannya dapat mengetahui berhasil tidaknya pembelajaran yang dilakukan.
20
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam tidak harus berjalan disekolah saja melainkan Penanaman pendidikan agama islam juga sangat penting dan harus dimulai dari dalam keluarga. Dimulai dari mengenal tuhan, mengajarkan cara sholat, mengenalkan huruf hija‟iyah, membantu anak-anak dalam memahami posisi dan perannya masing-masing, membantu anak-anak dalam mengenal dan memahami norma-norma Islam agar mampu melaksanakannya untuk memperoleh ridho Allah SWT. Dan bukan hanya itu saja penanaman aqidah islamiyah juga perlu ditanamkan dari keluarga (Beni Ahmad Saebani dan Hendra Akhdiyat, 2012). Tidak hanya itu, setelah keluarga lingkungan juga berpengaruh dalam berkembangnya pendidikan agama islam. Memberikan lingkungan yang baik akan mendukung pendidikan karakter anak yang sesuai dengan syari’at Islam.
Dalam pembelajaran pendidikan agama islam seorang guru harus menanamkan dan mengajarkan kesadaran dalam keimanan. Sehingga dalam penerapannya peserta didik sadar akan kewajiabannya untuk rohaninya.
Sehingga apabila peserta didik lupa atau meninggalkan sholat peserta didik itu akan merasa ada yang kurang dalam dirinya dan takut akan murka Allah.
Pendekatan-pendekatan yang dapat dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Islam yaitu pendekatan keteladanan, nasihat, ganjaran, hukuman, dan cerita.
Pendekatan ini haurus dipahami betul dalam pembelajaran pendidikan agama Islam.
21
4. Problematika Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Evaluasi pembelajaran merupakan hal yang harus dilakukan oleh pendidik. Akan tetapi dalam pelaksanaannya masih terdapat masalah atau hambatan yang sering kali muncul. Hambatan evaluasi menuntut seorang guru menguasai tujuan dan fungsi dari evaluasi pembelajaran, sehingga dalam pelaksanaan evaluasi pembelajaran diperlukannya pelatihan penyusunan soal untuk guru untuk meningkatkan kualitas soal ujian, perlu dilakukan adanya inovasi dalam pmbelajaran dengan menggunakan berbagai media untuk meningkatkan motivasi belajar dan minat siswa dalam mempelajari materi yang dianggap sulit, serta kurangnya fasilitas yang memadai untuk pelaksanaannya (Beni Ahmad Saebani dan Hendra Akhdiyat, 2012). Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwasannya dalam pelaksanaan evaluasi pembelajaran diperlukan fasilitas yang memadai serta diperlukannya inovasi dalam pembelajaran untuk memotivasi belajar siswa agar dapat mencapai hasil belajar yang sesuai dengan target yang telah ditentukan.
Evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam terdapat model-model evaluasi pembelajaran yaitu sebagai berikut: Jika yang akan dites adalah kemampuan dasar (aptitude). Maka evaluasi yang digunkan adalah acuan norma/kelompok (Norm/Group Referenced Evaluation). Jika yang akan dites adalah prestasi belajar (achievement), maka digunakan evaluasi acuan patokan (Criterian Referenced Evaluation). Jika yang dites adalah kepribadian
22
(Personality), maka digunakan evaluasi acuan etik. Pendidikan Islam banyak yang terkait dengan evaluasi ini.
Dari model-model evaluasi diatas memiliki asumsi dasar dan implikasi- implikasi tertentu, baik terhadap tujuan pembelajaran, proses belajar mengajar maupun kriteria yang telah ditetapkan (Muhaimin, 2014). Dengan pengapresiasi karakteristik PBK dan dalam konteks pendidikan agama, maka acuan yang dapat digunakan ada tiga, yaitu: Penilaian Acuan Patokan (PAP), Penilaian Acuan Kelompok (PAK), dan Penilaian Acuan “Nilai” (PAN) (Mulyadi, 2010).
Dalam pelaksanaan Kegiatan tes atau evaluasi diusahakan mengikuti aturan tentang suasana, cara, dan prosedur yang telah ditentukan, akan tetapi dalam hal ini masih saja ada kelemahan-kelemahan. Diantara kelemahan tersebut sebagai berikut: Adakalanya tes yang dilakukan secara psikologis menyinggung pribadi seseorang meskipun hal itu tidak sengaja, misalnya dalam rumusan soal, pelaksanaan, maupun pengumuman hasil. Tes juga dapat menimbulkan kecemasan sehingga mempengaruhi hasil belajar yang murni.
Tes mengategorikan siswa secara tetap. Artinya hasil tes pertama yang didapat terkadang orang lalu membedakan cap siswa berdasarkan kelompok dan kategorinya. Tes tidak mendukung kecemerlangan dan daya kreasi siswa.
Dimana rumusan soal tes yang kompleks kadang-kadang siswa yang kurang pandai hanya melihat pada kalimat secara sepintas. Cara seperti ini boleh jadi menguntungkan karena waktu yang tersedia tidak banyak terbuang. Tes hanya mengukur aspek tingkah laku yang sangat terbatas. Karena manusia
23
mempunyai sifat yang tidak semuanya tepat diukur melalui tes melainkan ada beberapa sifat yang lain mungkin perlu diukur dengan berbagai instrument yang bukan tes (Arikunto, 2002).
Problematika evaluasi pembelajaran yang sering kali ditemukan misalnya dalam pelaksanaan UN (Ujian Nasional) masih banyak kritikan dalam pelaksanaannya seperti halnya dalam penyelenggaraannya masih ada siswa yang kurang siap baik fisik maupun mentalnya, mutu hasil pendidikan berupa produk cenderung masih digunakan sebagai indikator keberhasilan dan kualitas penyelenggaraan pendidikan di Indonesia dalam suatu periode, sistem kenaikan kelas dan kelulusan yang selama ini digunakan terlalu longgar karena penilaian cenderung menggunakan pendekatan acuan norma sehingga peserta didik dan orang tua terbuai dengan keberhasilan semu yang berupa angka- angka, dan sebgai dampak dari adanya ketentuan “nilai minimal” maka hampir setiap tahun terjadi kebocoran soal atau soal sudah diketahui peserta didik sebelum UN dilaksanakan (Arifin, 2014).Permasalahan-permasalahan dalam evaluasi dapat ditinjau dari beberapa sisi. Diantaranya sebagai berikut:
Permasalahan-permasalahan evaluasi ditinjau dari sisi guru yaitu: Guru menaikkan nilai raport hasil belajar siswa dengan tujuan agar siswanya dapat tuntas dalam mencapai nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Pada kenyataannya nilai siswa masih banyak yang belum memenuhi KKM sehingga selama ini nilai yang didapatkan siswa bukan nilai asli dari hasil belajar mereka sendiri. Guru tidak merubah cara dalam penyampaian materi kepada siswa.
Padahal dari hasil belajar sudah dapat dilihat tingkat kepahaman dan
24
penangkapan materi siswa sangat rendah sehingga hasil belajar siswa juga rendah. Guru memberikan soal-soal ujian kepada siswa, namun soal-soal yang diberikan terkadang tidak sesuai dengan materi yang disampaikan kepada siswa. Nilai hasil belajar siswa rendah bahkan jelek yang dipengaruhi oleh strategi belajar yang digunakan oleh guru kurang sesuai dengan karakteristik siswa sehingga merasa jenuh dengan pembelajaran.
Permasalahan-permasalahan evaluasi ditinjau dari sisi orang tua yaitu:
Orang tua menerima saja program-program yang disampaikan oleh pihak sekolah tanpa mengetahui bagaimana pelaksanaan dari program-program yang yang disampaikan oleh pihak sekolah tanpa mengetahui bagaimana pelaksanaan dari program-program yang disampaikan. Termasuk orang tua tidak mengkonsultasikan hasil belajar putra putrinya. Permasalahan- permasalahan evaluasi ditinjau dari sisi lembaga seperti misal seperti sekolah atau lembaga pendidikan tidak melakukan pembaharuan program kerja sekolah. Padahal, dalam hasilnya sudah diketahui bahwa program yang dilaksanakan mencapai hasil yang maksimal. Seharusnya ada pembaharuan program yang dimaksudkan agar sesuai dengan hasil belajar dan standar nasional pendidikan yang telah ditetapkan (Arifin, 2014).
5. Computer Based Test (CBT)
Computer Based Test ( CBT) ialah uji yang diselengarakan memakai PC selaku media utama dalam melaksanakan aktivitas tes. CBT ialah inovasi baru di masa digital teknologi, dimana CBT menyajikan sistem penilaian
25
ataupun tes online yang dikelola oleh server (Arisandi, 2018). Sedangkan menurut Evi Murniati dalam tulisannya menyatakan bahwa Computer Based Test (CBT) merupakan sistem evaluasi dengan menggunakan komputer yang
bertujuan dalam membantu pendidik pada saat pelaksanaan penilaian.
Computer Based Test (CBT) membantu dalam mempercepat umpan balik
(Murniati, 2018).
Menurut Azhar Arsyad penggunaan komputer sebagai media pembelajaran secara umum mengikuti proses instruksional sebagai berikut (Arsyad, 2014):
a. Merencanakan, mengatur dan mengorganisasikan dan menjadwal pengajaran
b. Melakukan penilaian peserta didik (Tes) c. Mengumpulkan data mengenai peserta didik
d. Melakukan analisis statistic mengenai data pembelajaran e. Membuat catatan perkembangan pembelajaran
1. Konsep Dasar Computer Based Test (CBT)
Dalam konsep dasar Computer Based Test (CBT) ini, Batram menyatakan bahwa tes berbasis komputer atau dikenal sebagai Computer Based Test (CBT) adalah tes yang dilaksanakan dengan media komputer. (Batram, D., 2001).
26
Kemudian Batram mengungkapkan bahwa ada ITC telah mengembangkan empat bentuk model ujian berbasis komputer dan internet yaitu (Batram, D., 2001):
a) Terbuka (Open Mode), ujian dengan model terbuka ini siapapun bisa mengikuti terlebih lagi tanpa pengawasan siapapun. Contohnya ujian terbuka yang diakses melalui internet dan peserta ujian tidak membutuhkan registrasi peserta.
b) Terkontrol (Controlled Mode), ujian dengan model ini hampir sama dengan tes model terbuka hanya saja perbedaannya peserta ujian harus yang sudah terdaftar dengan cara memasukkan username dan password.
c) Supervised Mode, ujian dengan model ini terdapat supervisor yang bertugas untuk mengidentifikasi peserta ujian dalam hal autentikasi dan validasi kondisi pengambilan ujian. Sedangkan ujian yang menggunakan internet dalam mode ini menuntut administrator ujian untuk melakukan login peserta dan mengkonfirmasi bahwa ujian telah diselesaikan dengan benar pada akhir tes.
d) Managed Mode, ujian dengan model ini dilaksanakan secara terpusat dimana sekolah dapat mengatur proses ujian serta mengontrol jalannya ujian.
Bersumber pada Redecker ( 2013) menyatakan bahwasanya secara universal Computer Based Test( CBT) digunakan sebagai upaya peningkatan efisiensi serta efektifitas administrasi ujian. Tidak hanya itu, Computer Based Test( CBT) juga bisa digunakan sebagai upaya
27
peningkatan validitas serta reliabilitas skor uji. Sedangkan dari aspek siswa, pemanfatan Computer Based Test( CBT) bisa sebagai upaya peningkatan motivasi siswa, konsentrasi serta performa siswa. Dari aspek pengajar, ujian dalam wujud online membagikan keuntungan, di antaranya pengajar bisa mempersiapkan modul dengan lebih bermutu sebagai bahan ujian, proses administrasi ujian terstandar, serta bisa memonitor motivasi siswa. (Redecker, 2013).