• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Era globalisasi ditandai dengan terjadinya perubahan-perubahan pada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Era globalisasi ditandai dengan terjadinya perubahan-perubahan pada"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Persaingan dan globalisasi merupakan hal yang tidak dapat dihindari di dalam dunia bisnis dan industri. Ulrich (1997) mengatakan bahwa konsep globalisasi bukanlah hal yang baru namun intensitas tantangannya yang semakin meningkat. Era globalisasi ditandai dengan terjadinya perubahan-perubahan pada kondisi ekonomi secara keseluruhan dan munculnya sejumlah tuntutan yang harus dihadapi oleh para pelaku ekonomi maupun industri. Globalisasi memerlukan pangsa pasar dan produk baru yang tentunya harus diimbangi dengan kompetensi dan pola pikir baru agar organisasi dapat beradaptasi dengan lingkungannya.

Untuk itu, sumber daya manusia merupakan faktor terpenting agar organisasi dapat berjalan efektif dan efisien dalam mencapai tujuan organisasi tersebut.

Ulrich (1997) menegaskan bahwa pada masa sekarang ini hanya ada satu

landasan keberhasilan perusahaan untuk mampu unggul secara kompetitif, yaitu

kemampuan untuk mengelola sumber daya manusianya. Sumber daya manusia

atau karyawan di dalam perusahaan merupakan modal paling berharga yang dapat

memberikan keuntungan perusahaan dalam jangka panjang. Hal ini dilandasi

dengan pemahaman bahwa sumber daya manusia merupakan faktor penggerak

dan pendorong perubahan di dalam organisasi atau dikenal dengan istilah change

agent (Ulrich, 1997). Fungsi karyawan sebagai agen perubahan di dalam

organisasi dapat terjadi apabila terdapat keselarasan antara kemampuan dan

(2)

kemauan masing-masing individu untuk berkontribusi kepada organisasinya.

Namun di sisi lain, agar karyawan dapat berkontribusi maksimal, organisasi juga dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhan karyawannya sehingga terjadi hubungan timbal-balik yang saling menguntungkan.

Kontribusi karyawan dilihat dari kinerja yang dihasilkan dalam pekerjaannya. Kinerja yang baik perlu ditunjang dengan perilaku positif dari masing-masing individu yang diharapkan dapat mempengaruhi kinerja kelompok dan organisasi secara keseluruhan. Perilaku positif yang diharapkan adalah kemampuan interpersonal untuk bekerja dan peduli terhadap kepentingan kelompok serta bersedia melakukan sesuatu melebihi yang disyaratkan dalam deskripsi pekerjaannya. Perilaku untuk melakukan peran tambahan (extra role) ini dikenal sebagai Organizational Citizenship Behavior (OCB) atau Perilaku Kewargaan Organisasional. Perilaku ini melihat individu sebagai makhluk sosial yang memiliki kepedulian terhadap orang lain dan lingkungan di sekitarnya serta mampu menyelaraskan nilai-nilai individunya dengan nilai-nilai organisasi sehingga dapat menghasilkan interaksi yang lebih baik. Individu dengan perilaku kewargaan organisasional akan melakukan sesuatu untuk kepentingan organisasi atau kelompoknya melebihi kepentingan pribadinya.

Seorang individu perlu dirangsang ketertarikannya untuk bergabung dan

tetap berada di dalam organisasi agar dapat melakukan sesuatu yang melebihi

standar yang ditetapkan atau melakukan peran extra-role tersebut. Rangsangan ini

salah satunya ditentukan oleh kemampuan pemimpin untuk mengarahkan

anggota-anggota organisasi dalam mencapai tujuan organisasi tersebut.

(3)

Selama dua dekade, para peneliti telah melakukan studi mengenai perilaku kewargaan organisasional secara ekstensif dan menemukan faktor-faktor yang dapat memprediksi munculnya perilaku tersebut, antara lain kepercayaan terhadap pemimpin (Podsakoff, P.M., MacKenzie, S.B., Moorman, R.H, & Fetter, R., 1990), perilaku kepemimpinan transformasional (Eisenberger, R., Huntington, R., Hutchison, S., and Sowa, D., 1986), karakter pekerjaan (Farh J. L., Podsakoff, &

Organ, 1990), dan lain-lain. Masing-masing individu yang memunculkan perilaku tersebut mempunyai tujuan untuk mendapatkan keuntungan baik bagi dirinya maupun organisasi. Bahkan pada pengembangan selanjutnya, hal-hal yang membuat karyawan bersedia memunculkan perilaku extra-role ini ternyata bervariasi tergantung dari budaya masyarakatnya. Farh J. L., Earley C, Lin S.

(1997) mengembangkan pengukuran perilaku kewargaan organisasional ini dan menemukan perbedaan faktor-faktor penyebab munculnya perilaku tersebut pada masyarakat di budaya Barat dengan di budaya Timur.

Studi tentang hubungan gaya kepemimpinan transaksional dan

transformasional dengan perilaku kewargaan organisasional nampaknya tidak ada

perbedaan temuan yang mendasar. Kepemimpinan transaksional lebih

memfokuskan pada proses klarifikasi peran dan tugas yang perlu dilakukan oleh

seorang individu atau suatu kelompok dalam menjalankan suatu pekerjaan dan

sebagai timbal baliknya, pemimpin akan memberikan imbalan untuk kinerja yang

baik ataupun penalti sebagai konsekuensi kinerja yang kurang baik. Sedangkan

kepemimpinan transformasional lebih mengutamakan hubungan kerja antara

pemimpin dan anggotanya dalam menjalankan suatu pekerjaan secara bersama-

(4)

sama. Menurut Podsakoff et al., 1990, pemimpin dengan gaya transformasional mempunyai karakteristik: mengartikulasikan visi dengan baik, melakukan stimulasi intelektual, mengedepankan kolaborasi, mempertimbangkan aspek individu, dan menjadi panutan. Secara umum gaya kepemimpinan transformasional akan memiliki efek yang lebih tinggi terhadap kinerja bawahannya dibanding kepemimpinan transaksional, sedangkan pada kepemimpinan transaksional diketemukan adanya perbedaan hasil antara satu studi dengan studi lainnya (Howell & Hall Meranda, 1999). Avolio dan Bass (2002) berpendapat bahwa kepemimpinan transaksional dan transformasional adalah dua konsep yang berbeda dan pemimpin yang baik adalah yang memiliki keduanya. Kedua jenis kepemimpinan tersebut saling berhubungan positif sehingga pemimpin yang sama dapat menggunakan kedua tipe kepemimpinan tersebut pada waktu dan kondisi yang berbeda.

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap perilaku dan sikap kerja individu maupun kelompok. Namun ternyata masih perlu dikaji lebih lanjut tentang cara- cara para pemimpin transformasional memberikan pengaruh kepada para anggotanya untuk memunculkan perilaku untuk menghasilkan kinerja yang baik.

Teori kepemimpinan transformasional menekankan peran pemberdayaan sebagai

upaya untuk mencapai tujuan organisasi (Avolio, 1999). Lowe, Kroeck, dan

Sivasubramaniam (1996) berpendapat bahwa pemimpin transformasional mampu

mengajak dan mengubah aspirasi, kebutuhan, dan nilai-nilai individu para

anggotanya untuk memaksimalkan potensi yang ada pada masing-masing individu

(5)

tersebut. Dengan melibatkan para anggotanya secara emosional dalam mencapai tujuan organisasi, masing-masing individu diharapkan dapat menemukan makna pekerjaan yang dilakukannya tidak hanya sebagai rutinitas namun sebagai bagian dari hidupnya untuk mencapai masa depan organisasi dan dirinya sendiri. Dengan kata lain, seorang pemimpin harus mampu untuk memberdayakan para anggotanya agar dapat menjadi individu yang lebih baik yang pada akhirnya akan membawa keuntungan bagi organisasi. Proses pemberdayaan yang dilakukan tidak hanya mencakup pendelegasian wewenang dan tugas namun lebih kepada pemberdayaan psikologis (psychological empowerment). Spreitzer (1995) mendefinisikan pemberdayaan sebagai konsep motivasional tentang pemenuhan diri yang ditunjukan dengan meningkatnya motivasi kerja dari dalam diri seorang individu dalam bentuk: meaning (lebih memaknai pekerjaannya), competence (peningkatan kompetensi), self-determination (penentuan sikap diri), dan impact (pengaruh dalam pekerjaan).

Masing-masing individu di dalam organisasi diharapkan dapat lebih

berkontribusi terhadap pencapaian tujuan organisasi melalui peningkatan aspek-

aspek yang terdapat di dalam pemberdayaan psikologis (Laschinger, Finegan,

Shamian, 2001). Peran pemimpin transformasional dalam hal ini adalah

membangun semangat para anggotanya agar tetap antusias dan optimis serta

mempunyai makna dalam pekerjaannya sehingga masing-masing individu secara

suka rela memunculkan perilaku kewargaan organisasional guna mencapai tujuan

organisasi.

(6)

Berdasarkan hasil penelitian dan argumen di atas, penulis melihat fenomena organisasi yang terjadi pada PT Tripatra Engineers and Constructors dan PT Tripatra Engineering (Tripatra). Tripatra adalah perusahaan swasta nasional yang bergerak di industri minyak dan gas bumi, khususnys di bidang teknik, pengadaan, dan konstruksi (Engineering, Procurement, and Construction – EPC) yang berdiri sejak tahun 1973 dan pada tahun 2007 melakukan aksi

korporasi berupa penggabungan (merger) dengan PT Indika Energy, Tbk (IE), perusahaan energi yang terintegrasi di Indonesia.

Dalam upayanya untuk mencapai visi menjadi perusahaan pilihan di

Indonesia yang menyediakan jasa keahlian teknik yang inovatif dan terintegrasi,

maka Tripatra harus mampu bersaing dengan pemain lainnya baik perusahaan

lokal maupun multinasional yang bergerak di industri sejenis. Salah satu faktor

penting dalam pencapaian visi tersebut adalah peran pemimpin Tripatra yang

harus mampu memberdayakan seluruh sumber daya yang ada, termasuk sumber

daya manusia untuk dapat bekerja secara efektif dan efisien. Tripatra sudah tidak

bisa lagi hanya tergantung dari kepiawaian para pemimpin untuk menjalankan

organisasi karena ukuran organisasi yang semakin lama semakin besar dan

kompleks. Dalam hal ini, pemimpin Tripatra perlu memberikan inspirasi dan

dorongan agar masing-masing anggota organisasi dapat berkontribusi maksimal,

bekerja melebihi yang disyaratkan dalam deskripsi pekerjaannya, dan mempunyai

tujuan individu yang selaras dengan tujuan organisasi. Agar seluruh jajaran

organisasi dapat berjalan dengan optimal, maka pemimpin Tripatra tidak dapat

bekerja sendiri, melainkan harus mampu memberdayakan seluruh karyawan untuk

(7)

berkontribusi secara penuh. Pemberdayaan ini selain untuk mencapai tujuan organisasi, juga untuk memfasilitasi karyawan agar dapat memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya. Dengan tujuan organisasi untuk menjadi perusahaan pilihan di Indonesia dan proses pemberdayaan yang dilakukan, pemimpin Tripatra berharap para karyawan dapat bersama-sama mengembangkan dirinya bersama- sama di dalam organisasi.

Salah satu data yang diambil untuk melihat kinerja organisasi adalah rasio jumlah karyawan yang mengundurkan diri dari organisasi secara sukarela dengan jumlah karyawan Tripatra (turnover ratio) dalam waktu 5 tahun terakhir.

Berdasarkan gambar I.1 dapat dilihat bahwa turnover ratio Tripatra berada cukup jauh dari standar industri.

Gambar I.1 Grafik Turnover Karyawan Tripatra 2008 – 2012 Sumber: Data internal Perusahaan dan survei remunerasi Tower Watson 2010

Populasi terbesar karyawan yang mengundurkan diri dari Tripatra adalah

karyawan dengan masa kerja 0 – 5 tahun, seperti yang dapat dilihat pada tabel 1.2

di bawah ini.

(8)

Tabel I.1 Data Resignation Berdasarkan Masa Kerja Sumber: Data internal Perusahaan

Beberapa alasan karyawan mengundurkan diri dari Tripatra antara lain:

beban kerja yang tidak sesuai dengan deskripsi pekerjaan, jenjang karir tidak jelas, budaya kerja yang tidak sesuai, persepsian perlakuan yang tidak adil, faktor kepemimpinan, dan remunerasi yang kurang kompetitif. Berdasarkan hasil wawancara dengan karyawan yang mengundurkan diri, diperoleh tiga alasan teratas, yaitu:

1. Pemberian beban kerja yang tidak sesuai dengan deskripsi pekerjaan 2. Jenjang karir yang tidak transparan

3. Remunerasi yang tidak kompetitif

Selain mendapatkan informasi dari karyawan, divisi Sumber Daya

Manusia Tripatra juga melakukan diskusi dengan jajaran direksi Tripatra

(manajemen) untuk menemukan akar permasalahan yang ada guna pengambilan

langkah-langkah perbaikan yang diperlukan. Berdasarkan pertemuan dengan

manajemen, diperoleh persepsi bahwa telah terjadi perubahan karakteristik

(9)

karyawan dalam melihat nilai suatu pekerjaan. Salah satu hal yang dititikberatkan adalah karyawan cenderung terpaku pada deskripsi pekerjaan yang diberikan dan melihat ketidaksesuaian antara realitas di lapangan dengan deskripsi pekerjaan sebagai suatu beban tambahan. Sebaliknya, manajemen mengharapkan justru saat perusahaan sedang menghadapi banyak proyek yang harus diselesaikan, tentunya diperlukan peran dan kontribusi yang lebih (extra roles) dari para karyawannya untuk dapat menyelesaikan proyek tersebut tepat waktu dengan menggunakan sumber daya seefektif dan seefisien mungkin. Dalam hal remunerasi, manajemen juga telah mempunyai program untuk memberi penghargaan dan imbalan bagi karyawan yang mempunyai kinerja baik. Kondisi ini menjadi isu kritikal dan stratejik karena dengan rencana perkembangan organisasi Tripatra yang sangat pesat 5 tahun ke depan, jajaran direksi Tripatra perlu mencari cara agar para karyawan tetap bergabung di dalam organisasi dan memberikan kontribusi maksimal untuk pencapaian tujuan organisasi.

Perbedaan cara pandang dari sisi karyawan dan manajemen Tripatra ini menjadi fenomena menarik untuk dicermati dan diteliti lebih lanjut terutama dalam hubungannya dengan landasan konseptual mengenai pengaruh gaya kepemimpinan untuk melakukan pemberdayaan psikologis terhadap munculnya perilaku kewargaan organisasional.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan kondisi dan informasi yang diperoleh, dapat diketahui

beberapa permasalahan yang terjadi di dalam organisasi Tripatra, antara lain:

(10)

1. Adanya ketidakselarasan antara persepsian gaya kepemimpinan Tripatra dengan aspirasi karyawan dalam hal pemberian beban kerja dengan remunerasi yang diterima dan pengembangan karir di dalam organisasi 2. Keinginan dan harapan pemimpin Tripatra untuk memberikan

pemberdayaan kepada karyawan untuk bersama-sama membangun dan mencapai tujuan jangka panjang organisasi tidak diterima dengan baik oleh karyawan

Penelitian ini akan menelaah permasalahan yang terjadi di Tripatra dengan mengacu pada teori mengenai gaya kepemimpinan dalam hubungannya dengan perilaku kewargaan organisasional serta melihat peran mediasi pemberdayaan psikologis di dalam hubungan tersebut.

1.3. Pertanyaan Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah persepsian gaya kepemimpinan transaksional berpengaruh positif pada perilaku kewargaan organisasional?

2. Apakah persepsian gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif pada perilaku kewargaan organisasional?

3. Apakah persepsian gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif pada perilaku kewargaan organisasional melebihi gaya kepemimpinan transaksional?

4. Apakah pemberdayaan psikologis memediasi pengaruh persepsian gaya

kepemimpinan transformasional terhadap perilaku kewargaan organisasional?

(11)

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji:

1. Pengaruh gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional di Tripatra terhadap munculnya perilaku kewargaan organisasional

2. Peran pemberdayaan psikologis dalam memediasi pengaruh gaya kepemimpinan transformasional di Tripatra terhadap munculnya perilaku kewargaan organisasional

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangam pengetahuan dan praktik manajaerial sebagai berikut:

1. Sebagai pengembangan pengetahuan untuk menguji teori perilaku kewargaan organisasional dan faktor-faktor yang memprediksinya.

2. Sebagai masukan bagi manajemen dari sisi teoritis yang lebih kuat dan lebih tinggi validitasnya guna membantu menyusun langkah-langkah strategis dan pengambilan keputusan di Tripatra sehubungan dengan menurunkan turnover ratio serta meningkatkan kontribusi karyawan dalam mencapai tujuan

organisasi.

3. Selain untuk pengembangan organisasi Tripatra, hasil penelitian juga

diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya yang

berkaitan dengan peran kepemimpinan, pemberdayaan psikologis, dan

perilaku kewargaan organisasional di organisasi sejenis ataupun untuk industri

lainnya.

(12)

1.6. Batasan Penelitian

Penelitian ini akan dibatasi pada aspek kepemimpinan organisasi Tripatra

di tahun 2012 dengan mengambil sampel dari karyawan yang berada di kantor

Jakarta. Lingkup penelitian hanya terbatas untuk melihat dan mempelajari

variabel gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional serta

pemberdayaan psikologis dalam pengaruhnya terhadap munculnya perilaku

kewargaan organisasional. Penelitian ini berdasarkan persepsi masing-masing

individu karyawan, sehingga faktor subjektifitas dan bias akan dapat

mempengaruhi hasil penelitian. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka pada

saat pengisian kuesioner akan ditekankan bahwa identitas responden akan

dirahasiakan dan tidak ada jawaban salah atau benar dalam menjawab kuesioner

yang diberikan.

Gambar

Gambar I.1 Grafik Turnover Karyawan Tripatra 2008 – 2012   Sumber: Data internal Perusahaan dan survei remunerasi Tower Watson 2010
Tabel I.1 Data Resignation Berdasarkan Masa Kerja  Sumber: Data internal Perusahaan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penjelasan diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “PENGARUH, RETURN ON EQUITY (ROE),PERTUMBUHAN EARNING PER SHARE,

 Aplikasi dapat menampilkan laporan transaksi selama periode yang di inginkan oleh user, yang meliputi laporan pembelian, penjualan, hutang, piutang, stok, kartu

‘ hutan ’ ‘ adat ’ bermukim pada zona pemukiman ‘ masyarakat ’ ‘ hukum ’ ‘ adat ’ Matteko masih termasuk dalam kawasan hutan lindung, akan tetapi AMAN

Lebih dari 50 persen Tax Expenditure PPh OP atas Penghasilan Dalam Bentuk Natura yang diberikan dinikmati oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang menggunakan lapisan tarif pajak

Karyawan bagian Mekanik Auto 2000 bertahan disebabkan oleh adanya kebutuhan-kebutuhan yang mungkin tidak akan terpenuhi di tempat kerja yang lain, seperti gaji

Dengan memberikan berbagai macam pelatihan (training) yang dilakukan oleh perusahaan kepada karyawan secara berkesinambungan akan dapat meningkatkan kepuasan kerja pada

Beberapa faktor yang memperkuat dugaan adanya evolusi makhluk hidup, antara lain rekaman fosil, homologi, organ vestigial, embriologi perbandingan, dan variasi individu

Benih penjenis yang diciptakan oleh para pemulia memerlukan tiga generasi berikutnya untuk dapat digunakan oleh para petani Indonesia, tiga generasi pertama meliputi produksi