• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU MELALUI SUPERVISI KLINIS DENGAN PENDEKATAN LESSON STUDY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UPAYA MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU MELALUI SUPERVISI KLINIS DENGAN PENDEKATAN LESSON STUDY"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU MELALUI SUPERVISI KLINIS DENGAN PENDEKATAN LESSON STUDY

Ahmad Hidayat

Pengawas Madrasah Tsanawiyah, Kantor Kementerian Agama Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Indonesia

achidcjl@gmail.com ABSTRAK

Penelitian dilatarbelakangi oleh rendahnya motivasi guru dalam merencanakan pembelajaran pada madrasah binaan. Tujuan penelitian untuk meningkatkan profesionalisme guru melalui supervisi klinis dengan pendekatan

lesson study. Sampel yang diambil dalam penelitian tindakan ini sebanyak 20

orang, terdiri dari guru dari MTs Legokjawa sebanyak 6 orang dan guru dari MTs Negeri 2 Pangandaran sebanyak 14 orang. Penelitian dilakukan dengan metode Penelitian Tindakan Sekolah (PTS). Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus, tiap siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, refleksi dan evaluasi. Tindakan yang dilakukan berupa simulasi mengajar tutor sebaya menggunakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan pendekatan

Lesson Study. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata hasil simulasi mengajar

pada siklus 1 adalah 66,68 meningkat menjadi 80,42 pada siklus ke 2. Sikap peserta terhadap simulasi PBM pada siklus 1 adalah 76,69 meningkat menjadi 83,35 pada siklus 2. Rata-rata pembuatan RPP pada siklus 1 yaitu 73,35 dan 82,37 pada siklus 2. Rata-rata nilai PBM pada siklus 1 adalah 74,72 dan 84,97 pada siklus 2. Hasil penelitian tersebut berkesimpulan pengawasan akademik dengan cara supervisi klinis dengan pendekatan lesson study lebih menumbuhkan motivasi guru untuk berprestasi dalam rangka meningkatkan profesionalitas.

Kata Kunci: Profesionalisme Guru, Supervisi Klinis, Pendekatan Lesson Study. Kompetensi Pengawas Sekolah, Kompetensi Guru

ABSTRACT

The background of the research is the low motivation of teachers in planning learning at the target madrasah. The research objective is to improve teacher professionalism through clinical supervision with a lesson study approach. The sample taken in this action research was 20 people, consisting of 6 teachers from MTs Legokjawa and 14 teachers from MTs Negeri 2 Pangandaran. The research was conducted using the School Action Research (PTS) method. The research was carried out in two cycles, each cycle consisting of four stages, namely planning, implementation, reflection and evaluation. The action taken is a simulation of teaching peer tutors using a Learning Implementation Plan (RPP) with a Lesson Study approach. The results showed that the average value of the teaching simulation results in cycle 1 was 66.68 and increased to 80.42 in cycle 2. The attitude of participants to the PBM simulation in cycle 1 was 76.69 and increased to 83.35 in cycle 2. The average value of lesson plans in cycle 1 was 73.35 and 82.37 in cycle 2. The average value of PBM in cycle 1 was 74.72 and 84.97 in cycle 2. The results of the study concluded that academic

(2)

supervision by means of clinical supervision with an approach Lesson study fosters teacher motivation to excel in order to improve professionalism.

Keywords: Teacher Professionalism, Clinical Supervision, Lesson Study Approach. School Supervisor Competencies, Teacher Competencies

PENDAHULUAN

Guru sebagai agen pembelajaran merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, diharapkan mampu meningkatkan harkat dan martabat kualitas bangsa Indonesia di masa mendatang. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Permasalahan yang dihadapi guru di dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai agen pembelajaran antara lain, berupa perilaku peserta didik yang tidak mau mengerjakan tugas, tidak mau terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, mengantuk, ngobrol dengan temannya, dan lain-lain yang pada dasarnya merupakan gambaran masih rendahnya motivasi belajar peserta didik. Permasalahan lain muncul dari pribadi guru sendiri antara lain: tidak adanya persiapan dalam merancang pembelajaran, ketidaksiapan melaksanakan tugas pembelajaran di kelas yang tercermin dalam penguasaan materi ajar yang rendah, proses pembelajaran yang terkesan tidak terprogram, manajemen kelas yang tidak dikelola dengan baik serta ketidakseriusan guru dalam membimbing peserta didik. Guru belum optimal dalam memberi penguatan, keterampilan bertanya, variasi metode dan teknik pembelajaran, memberikan motivasi, membimbing kelompok dan individu sehingga pembelajaran menjadi tidak menarik, tidak menyenangkan dan bahkan monoton.

Kondisi seperti tersebut di atas, tentu tidak boleh dibiarkan terus menerus. Pengawas Satuan Pendidikan sebagai tenaga kependidikan profesional memiliki tugas dan tanggung jawab serta kewenangan penuh untuk melaksanakan pengawasan akademik dan manajerial pada sejumlah satuan pendidikan tertentu melalui kegiatan pemantauan, penilaian, pembinaan pelaporan dan tindak lanjut. Fungsi pengawasan akademik yang dilakukan pengawas satuan pendidikan terhadap guru di sekolah melalui kegiatan supervisi klinis. Secara spesifik, supervisi klinis dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja guru berdasarkan hasil diagnosis secara bersama-sama antara guru dengan pengawas satuan pendidikan. Temuan-temuan berupa kelemahan-kelemahan yang dihadapi guru dibahas bersama dan dicarikan solusi pemecahannya yang efektif.

Pelaksanaan supervisi klinis seringkali diabaikan oleh para supervisor, baik Kepala Madrasah maupun Pengawas Satuan Pendidikan, sehingga guru

(3)

terkadang mencari caranya sendiri dalam menyelesaikan masalah di kelas dan bahkan apa yang dilakukannya tidak tepat dan didak efektif. Untuk itu, supervisi klinis menjadi sangat penting dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme guru, sehingga kualitas pembelajaran akan meningkat dan berdampak pada meningkatnya taraf serap peserta didik terhadap materi yang dipelajrinya.

Upaya untuk meningkatkan kualitas kinerja guru di kelas di samping melalui supervisi klinis, dapat juga dilakukan secara kolaboratif antara sesama guru, Kepala Madrasah dan pengawas satuan pendidikan. Pendekatan kolaboratif ini disebut dengan lesson study, yakni suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sejenis dengan difasilitasi oleh pengawas satuan pendidikan untuk menyusun disain instruksional, melaksanakan proses pembelajaran, mengamati proses pembelajaran serta merefleksi secara bersama-sama tentang pelaksanaan pembelajaran di kelas.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana meningkatkan profesionalisme guru sebagai agen pembelajaran dengan kegiatan supervisi klinis? 2) Bagaimana menumbuhkan motivasi guru dalam memperbaiki pelaksanaan pembelajaran di kelas melalui Lesson Study dalam Supervisi Klinis?

Sedangkan tujuan penelitian ini adalah: 1) Untuk meningkatkan profesionalisme guru sebagai agen pembelajaran dengan kegiatan supervisi klinis, dan 2) Untuk menumbuhkan motivasi guru dalam memperbaiki pelaksanaan pembelajaran di kelas melalui Lesson Study dalam Supervisi Klinis.

Manfaat penelitian ini diantaranya untuk: a) Guru akan termotivasi untuk membuat perangkat pembelajaran, b) Guru termotivasi untuk membuat Rencana Pembelajaran yang efektif, c) Terjalin komunitas belajar yang solid antar sesama guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, d) Guru-guru termotivasi untuk selalu melaksanakan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan, sehingga hasil pembelajaran akan lebih optimal. e) Kinerja guru dan sekolah pada umumnya akan meningkat.

Merujuk pada Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 39 ayat (1) bahwa pengawasan pada pendidikan formal dilakukan oleh pengawas satuan pendidikan, sedangkan penegasannya dijelaskan pada pasal 55, yaitu pengawasan dimaksud meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut hasil pengawasan. Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi, pengawas satuan pendidikan harus menguasai 6 dimensi kompetensi pengawas sekolah, seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah meliputi: kompetensi kepribadian, kompetensi supervisi manajerial, kompetensi supervisi akademik, kompetensi evaluasi pendidikan, kompetensi penelitian pengembangan serta kompetensi sosial.

Tarik menarik antara keharusan kompetensi profesonal guru dengan tidak memadainya kesejahteraan guru sampai saat ini merupakan isu dan bahan diskusi yang tidak habis-habisnya. Pandangan guru yang ideal mengenai profesionalisme guru direfleksikan dalam citra guru masa depan sebagaimana dikemukanan oleh Sudarminta dalam Idochi Anwar (1990), yaitu guru yang (1) sadar dan tanggap

(4)

akan perubahan zaman, (2) berkualifikasi profesional, (3) rasional, demokratis dan berwawasan nasional, (4) bermoral tinggi dan beriman.

Sadar dan tanggap akan perubahan zaman artinya, pola tindak keguruannya tidak rutin, maju dalam penguasaan dasar keilmuan dan perangkat instrumentalnya. Jadi guru tersebut diharapkan menguasai daya foresight,

intellectual coriosity, dan kemampuan berpikir lateral. Guru profesional yaitu guru

yang tahu mendalam tentang apa yang diajarkan, mampu mengajarkannya secara efektif, efisien dan berkepribadian mantap. Guru bermoral tinggi dan beriman tingkah lakunya digerakkan oleh nilai-nilai luhur.

Sejalan dengan kebijakan pemerintah, melalui pasal 7 dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa pemberdayaan profesi guru diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa dan kode etik profesi. Di samping itu, menurut pasal 20 dalam menjalankan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

Terbitnya Permendiknas Nomor 16 tahun 2007 tentang kualifikasi dan kompetensi guru ditegaskan bahwa guru harus menguasai seperangkat kompetensi sebagai agen pendidikan yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profersional. Jadi, kompetensi guru dapat dimaknai sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran.

Kompetensi Profesional Guru dapat diukur meliputi: 1) Kompetensi Pedagogik. Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. 2) Kompetensi Kepribadian. Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak muia. 3) Kompetensi Sosial. Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, masyarakat sekitar dan lingkungan hidup. 4) Kompetensi Profesional. Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah, substansi dan metodologi keilmuannya serta keterkaitannya dengan kecakapan hidup dan lingkungan hidup.

Berdasarkan uraian diatas, penulis memandang bahwa upaya meningkatkan profrsionalisme guru dapat dilakukan pengawas satuan pendidikan dan Kepala Madrasah dengan cara memberdayakan potensi guru mengarah pada penguasaan kompetensi guru. Di samping itu, hal penting yang harus dilakukan adalah pemberian motivasi yang dapat merangsang guru untuk

(5)

berprestasi, program pendampingan, pembimbingan dan pembinaan secara berkesinambungan melalui kegiatan supervisi dengan berbagai kiatnya.

Supervisi Klinis

Untuk terselenggaranya pendidikan yang efektif, diperukan upaya pembinaan secara teratur terhadap aspek-aspek personal, organisasional, operasional dan material. Supervisi pendidikan mengemban fungsi pembinaan keseluruhan aspek dan situasi pendidikan sebagaimana dimaksud. Suharsimi Arikunto dalam Idochi Anwar (1988) menyatakan bahwa supervisi menunjuk kepada suatu pekerjaan pengawasan yang sifatnya lebih manusiawi. Artinya, supervisor selama melaksanakan supervisi bukan untuk mencari-cari kesalahan atau kekurangan tetapi lebih banyak mengandung unsur pembinaan. Upaya pembinaaan dilakukan dengan melibatkan pihak-pihak yang dibina, yaitu membicarakan bersama dan mengatasi sendiri kekurangan, dilanjutkan dengan membicarakan upaya mengatasi kekurangan itu. Imam Soepardi (1988) memberi pengertian bahwa supervisi merupakan bantuan dan pelayanan pendidikan guna menumbuhkan dan mengembangkan situasi belajar mengajar menjadi lebih baik. Situasi belajat yang makin baik akan lebih menyempurnakan tercapainya tujuan pendidikan.

Supervisi klinis merupakan bagian dari supervisi pegajaran. Prosedur pelaksanaannya menekankan pada mencari penyebab dari kelemahan-kelemahan yang terjadi pada saat proses pembelajaran, kemudian secara langsung dicarikan upaya memperbaiki kelemahan tersebut. Hasil diagnosis atas kelemahan-kelemahan guru dilakukan dengan cara wawancara atau dengan pengamatan langsung pada saat melaksanakan proses pembelajaran, kemudian langsung diikuti dengan diskusi setelah guru selesai melaksanakan pembelajaran untuk memperoleh balikan tentang kelebihan dan kelemahan yang ditemukan selama guru mengajar, serta upaya memperbaikinya.

Richard Waller dalam Ngalim Purwanto (2006) menyatakan bahwa supervisi klinis merupakan salah satu model supervisi yang difokuskan pada peningkatan kemampuan mengajar melalui siklus yang sistematis, baik dalam perencanaan, pengamatan serta analisis yang intensif tentang penampilan mengajar yang nyata, serta berujuan mengadakan perubahan dengan cara yang rasional.

Sementara itu, Keith Acheson dan Meredith D. Gall menyatakan bahwa supervisi klinis adalah proses membantu guru memperkecil kesenjangan antara tingkah laku mengajar yang nyata dengan tingkah laku yang ideal (Ngalim Purwanto: 2006).

Berdasarkan pendapat di atas, penulis dapat mensintesiskan bahwa supervisi klinis adalah suatu proses bimbingan yang bertujuan untuk membantu pengembangan profesionalitas guru khususnya dalam penampilan mengajar, berdasarkan observasi dan analisis data secara teliti dan objektif sebagai pegangan untuk perubahan tingkah laku mengajar guru. Jadi, inti dari supervisi klinis adalah berfokus pada penampilan dan perilaku mengajar guru.

Supervisi klinis bertujuan untuk membantu guru dalam memodifikasi pola-pola pengajaran yang tidak efektif. Secara spesifik supervisi klinis dirinci sebagai

(6)

berikut: 1) Menyediakan umpan balik yang objektif bagi guru tentang pengajaran yang diselenggarakannya. 2) Mendiagnosis dan membantu memecahkan kesulitan-kesulitan pengajaran. 3) Membantu guru mengembangkan kemampuan dalam menggunakan strategi pengajaran. 4) Mengevaluasi guru untuk kepentingan promosi jabatan dan keputusan lainnya. 5) Membantu guru mengembangkan sikap positif terhadap pengembangan profesional yang bekesinambungan.

Menurut Ngalim Purwanto (2006:91) supervisi klinis mengemukakan ciri-ciri sebagai berikut: 1) Bimbingan supervisor terhadap guru bersifat bantuan, bukan perintah atau instruksi; 2) Jenis keterampilan yang akan disupervisi diusulkan oleh guru yang disupervisi dan disepakati melalui pengkajian bersama antara guru dan pengawas. 3) Meskipun guru mempergunakan berbagai keterampilan mengajar secara terintegrasi, sasaran supervisi hanya pada beberapa keterampilan saja; 4) Instrumen supervisi dikembangkan dan disepakati bersama antara pengawas dan guru; 5) Balikan diberikan dengan segera dan objektif. 6) Meskipun pengawas telah menganalisis dan menginterpretasikan data yang direkam oleh instrumen observasi, di dalam diskusi atau pertemuan balikan terlebih dahulu menganalisis kemampuannya. 7) Pengawas lebih banyak bertanya dan mendengarkan daripada memerintah atau mengarahkan. 8) Supervisi berlangsung dalam suasana yang akrab dan terbuka. 9) Supervisi berlangsung dalam siklus yang meliputi perencanaan, observasi dan diskusi/ pertemuan balikan; 10) Supervisi klinis dapat dipergunakan untuk pembentukan peningkatan dan perbaikan kemampuan mengajar guru.

Prinsip-Prinsip Supervisi Klinis diantaranya: 1) Supervisi klinis dilaksanakan harus berdasarkan inisiatif dari para guru terlebih dahulu. Perilaku supervisor harus taktis sehingga guru terdorong untuk meminta bantuan supervisor, 2) Menciptakan hubungan manusiawi yang bersifat interaktif dan penuh rasa kesejawatan, 3) Ciptakan suasana bebas mengeluarkan pendapat apa yang dialaminya. Supervisor berusaha menangkap apa yang diharapkan guru, 4) Objek kajian adalah kebutuhan profesional guru yang nyata yang dialaminya, 5) Perhatian dipusatkan pada unsur-unsur yang spesifik yang harus diangkat untuk diperbaiki.

Langkah-langkah supervisi klinis yang perlu dilakukan menurut Cogan (1973) dalam Ibrahim Bafadal (2003) ada delapan langkah sebagai berikut: 1) Tahap membangun dan menetapkan hubungan guru dengan pengawas, 2) Tahap perencanaan bersama guru, 3) Tahap perencanaan strategi observasi, 4) Tahap observasi pembelajaran, 5) Tahap analisis proses pembelajaran, 6) Tahap perencanaan strategi pertemuan, 7) Tahap pertemuan, 8) Tahap penjajagan rencana pertemuan berikutnya.

Berdasarkan pendapat di atas, penulis mensintesiskan bahwa hal-hal yang dilakukan supervisor pada setiap langkahnya dapat dirinci sebagai berikut:

Pertemuan awal

Pada tahap ini supervisor mengadakan pertemuan dengan guru yang akan disupervisi untuk membicarakan pelaksanaan pembelajaran yang akan diselenggarakan oleh guru dalam suasana yang akrab, harmonis dan terbuka. Kondisi demikian perlu diciptakan untuk membina hubungan kerja sama yang baik antara supervisor dengan yang disupervisi.

(7)

Observasi Mengajar

Pada tahap observasi ini guru berlatih mengajar dengan menerapkan komponen-komponen kemampuan yang telah disepakati bersama pada pertemuan awal. Di pihak lain supervisor mengadakan pengamatan secara cermat dan objektif terhadap tingkah laku guru selama mengajar dengan menggunakan alat perekam (lembar pengamatan) yang juga telah disepakati sebelumnya, sesuai dengan permintaan guru. Misalnya, jika guru merasa lemah dalam kemampuan bertanya, memberi penguatan dan memberikan waktu untuk berpikir, maka ketiga hal itulah yang diamati dan direkam. Dalam pelaksanaannya, pada hal-hal tertentu untuk mencatat data, supervisor dapat juga mengadakan pengamatan dan mencatat tingkah laku peserta didik di kelas serta interaksi antara guru dan peserta didik.

Pasca Observasi (Pertemuan Balikan)

Sebelum pertemuan balikan ini dilaksanakan, supervisor lebih dahulu mengadakan analisis dan menginterpretasikan data hasil pengamatan atau rekaman yang dibuat sebagai bahan pembicaraan pada pertemuan balikan.

Pertemuan balikan harus segera dilakukan untuk menjaga segala sesuatu yang terjadi masih segar dalam ingatan guru.

Pertemuan dilakukan sama dengan waktu pertemuan awal, yaitu diselenggarakan dalam suasana akrab, terbuka dan bebas dari perasaan dinilai atau diadili. Supervisor hendaknya menyajikan data sedemikian rupa, sehingga guru diharapkan dapat menemukan kelemahan/ kekurangan dan kelebihannya sendiri. Yang menjadi tolok ukur pada pertemuan balikan ini, adalah kontrak yang telah disepakatio bersama pada pertemuan awal. Selesai pertemuan ini hendaknya menyadari sampai seberapa jauh kontrak yang telah disepakati dapat tercapai. Berdasarkan pertemuan ini, guru dapat membuat kontrak berikutnya. Berdasarkan paparan di atas, supervisi klinis pada dasarnya berfungsi memperbaiki kinerja guru di kelas secara terbimbing oleh pengawas yang dinilai memiliki pengetahuan, pengalaman dan kemampuan lebih daripada yang disupervisi, meskipun dalam pelaksanaannya tidak boleh ditampakkan dalam bentuk perilaku yang direktif. Dengah demikian, diprediksi bahwa pelaksanaan supervisi klinis secara terprogram dan berkelanjutan akan dapat meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran di kelas.

Lesson Study telah dipilih dan diimplementasikan di beberapa negara maju

seperti Jepang dan Amerika Serikat sebagai suatu pendekatan, metode dan teknik yang dapat diandalkan dalam upaya meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran. Ternyata pendekatan ini dapat meningkatkan kompetensi dan keprofesionalan guru serta meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran. Mengingat manfaat pendekatan ini yang demikian bagus, maka sebagai salah satu alternatif untuk memperbaiki mutu pendidikan di negeri ini kita perlu juga berupaya, memikirkan, dan mencoba menerapkannya pada sekolah yang ada.

Mengawali upaya tersebut, kita akan memaparkan secara singkat tentang (1) apa lesson study, (2) mengapa lesson study, dan (3) bagaimana lesson

study. Apa lesson study terkait dengan pengertian atau definisi lesson

study. Mengapa lesson study berhubungan dengan alasan-alasan tentang mengapa lesson study itu dipilih. Bagaimana lesson study berkaitan dengan cara, proses, atau tahap menyelenggarakan suatu lesson study.

(8)

Ada beberapa pengertian tentang istilah lesson study. Menurut Hendayana dkk (2006: 10) mengemukakan bahwa Leson study adalahsuatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual

learning untuk membangun learning community.

Selanjutnya Fernandez dan Yoshida (2004:7-9) mengemukakan 6 (enam) langkah dalam proses melaksanakan suatu lesson study. Keenam langkah itu adalah (1) membentuk group lesson study, (2) memfokuskan lesson study, (3) merencanakan research lesson (pelajaran yang diteliti), (4) menjar dan mengamati research lesson, (5) mendiskusikan dan menganalisis research lesson, dan (6) merefleksikan lesson study.

Lesson Study dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu Plan (merencanakan), Do (melaksanakan), dan See (merefleksi) yang berkelanjutan. Dengan kata lain

Lesson Study merupakan suatu cara peningkatan mutu pendidikan yang tak pernah berakhir (continuous improvement). Untuk jelasnya dirinci sebagai berikut:

1) Perencanaan (Plan)

Pada tahap ini diskusi dilakukan untuk membahas masalah: a) Pemilihan topik, yaitu topik yang sulit dipahami oleh sebagian besar peserta didik. b) Pemilihan pendekatan/metode pembelajaran yang sesuai dengan topik/ materi dan tingkat perkembangan intelektual peserta didik, dan terfokus pada kegiatan peserta didik , serta penerapan PAKEM (Pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan). c) Penyusunan sajian materi pelajaran. d) Pemilihan alat dan media pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran. e) Penyusunan Lembar Kegiatan Siswa (LKS). f) Penyusunan alat evaluasi.

Hasil yang diharapkan dari tahap perencanaan adalah berupa: Satuan Pelajaran/ Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, petunjuk mengajar guru (Teaching guide), Lembar Kerja Siswa (LKS), media/ alat peraga pembelajaran, lembar penilaian proses dan hasil pembelajaran, lembar observasi

2) Pelaksanaan dan Observasi (do)

Dalam tahap pelaksanaan lesson study, seorang guru ditugasi sebagai guru model yang melaksanakan pembelajaran, sedangkan guru lainnya, wakil Kepala Madrasah atau Kepala Madrasah sebagai observer.

3) Refleksi (see)

Kegiatan tahap refleksi berupa kegiatan yang berkenaan dengan hal-hal sebagai berikut: 1) Kesan penyaji/ guru model tentang strategi/ teknik/ metode pembelajaran yang telah digunakan, 2) Tanggapan-tanggapan observer yang difokuskan pada pembelajaran siswa, 3) Tanggapan balikan dari penyaji/ guru model, 4) Kesimpulan dan saran untuk perbaikan pada putaran berikutnya.

Lesson Study dipilih dan dimplementasikan karena beberapa alasan. Pertama, lesson study merupakan suatu cara efektif yang dapat meningkatkan kualitas mengajar dan belajar serta pelajaran di kelas. Hal ini benar, karena (1) pengembangan lesson study dilakukan dan didasarkan pada hasil “sharing” pengetahuan profesional yang berlandaskan pada praktek dan hasil pengajaran yang dilaksanakan para guru, (2) penekanan mendasar suatu lesson

study adalah para siswa memiliki kualitas belajar, (3) tujuan pelajaran dijadikan

(9)

pengalaman real di kelas, lesson study mampu menjadi landasan bagi pengembangan pembelajaran, dan (5) lesson study akan menempatkan peran para guru sebagai peneliti pembelajaran (Lewis, 2002:7).

Kedua, lesson study yang didesain dengan baik akan menghasilkan guru yang profesional dan inovatif. Dengan melaksanakan lesson study para guru dapat (1) menentukan tujuan, pelajaran (lesson), satuan (unit) pelajaran, dan mata pelajaran yang efektif; (2) mengkaji dan meningkatkan pelajaran yang bermanfaat bagi siswa; (3) memperdalam pengetahuan tentang mata pelajaran yang disajikan para guru; (4) menentukan tujuan jangka panjang yang akan dicapai para siswa; (5) merencanakan pelajaran secara kolaboratif; (6) mengkaji secara teliti belajar dan perilaku siswa; (7) mengembangkan pengetahuan pembelajaran yang dapat diandalkan; dan (8) melakukan refleksi terhadap pengajaran yang dilaksanakannya berdasarkan pandangan siswa dan koleganya (Lewis, 2002: 27).

Dalam mengimplementasikan suatu lesson study, kita dapat memilih dan menerapkan metoda, teknik, pendekatan, strategi, media, dan trend pembelajaran yang ada, sesuai, dan sudah dikenal. Kita juga dapat menerapkan teknik atau alat asesmen kelas yang ada, sesuai, dan sudah dikenal. Metoda atau teknik mana yang diterapkan sangat tergantung pada hakikat materi ajar serta pilihan dan kesepakatan anggota kelompok.

Pendekatan lesson study perlu dipahami oleh para guru atau praktisi pendidikan. Mengingat manfaatnya yang demikian bagus, maka kita perlu berupaya dan memikirkan bagaimana agar pendekatan ini dapat diimplementasikan di sekolah masing-masing. Pengimplementasian suatulesson

study akan lebih efektif, jika kita memahami apa dan mengapa lesson study serta

menerapkan langkah-langkah yang telah dikemukakan di atas secara hati-hati, sungguh-sungguh, bijak, dan seksama. Dengan cara seperti ini, tujuan pengimplementasian suatu lesson study yang berfokus pada peningkatan kualitas pembelajaran dan belajar para siswa serta peningkatan keprofesionalan guru dapat diwujudkan dengan benar dan baik.

Berdasarkan paparan di atas, ternyata alur mekanisme pendekatan lesson study memiliki kesamaan dengan alur/ prosedur pada penelitian tindakan sekolah/ kelas, serta isi kegiatannya sesuai dengan kegiatan supervisi klinis yang dilakukan secara kolaboratif, lazimnya dilakukan oleh pengawas satuan pendidikan saat melakukan supervisi akademik terhadap guru-guru mata pelajaran di madrasah binaan.

Penelitian yang dilakukan Flanders (dalam Bafadal (2003: 67) tentang ”Efektivitas penyelenggaraan supervisi klinis” disimpulkan bahwa dengan supervisi klinis, seorang supervisor dapat membantu guru untuk menganalisis interaksi yang dilakukan guru di dalam kelas. Sementara itu, Blumberg dan Amidon menemukan bahwa guru-guru lebih menyukai dan menghargai penerapan komunikasi tidak langsung yang merupakan unsur penting dalam supervisi klinis. Shin menemukan bahwa para guru banyak yang mengatakan teknisk supervisi klinis sangat bermanfaat dan lebih menyukai penerapan supervisi klinis yang berbentuk tidak langsung.

(10)

Penelitian yang dilakukan oleh Tuckmen dan Yates diperoleh kesimpulan bahwa: a) ada perbedaan yang signifikan antara guru-guru yang memperoleh balikan dari peserta didik dan yang tidak, b) penampilan mengajar tingkat akhir lebih baik bila dibandingkan dengan penampilan mengajar tingkat permulaan bagi kelompok eksperimen dibandingkan dengan kelompok kontrol . tahun 1984 Mantja melakukan penelitian eksperimental tentang efektivitas supervisi klinis pada mahasiswa IKIP Malang dengan kesimpulan kelompok mahasiswa yang dibimbing dengan menggunakan supervisi klinis menunjukkan prestasi keberhasilan lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang dibimbing secara tradisional (Bafadal, 2003: 69).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bertempat di madrasah binaan, yaitu MTs Negeri 2 Pangandaran dan MTs Legokjawa Kabupaten Pangandaran. Jumlah guru di MTs Negeri 2 Pangandaran 29 orang dan guru MTs Legokjawa 13 orang, jumlah guru dari dua madrasah tersebut sebanyak 42 orang. Peneliti mengambil sampel sebanyak 20 orang terdiri dari 14 orang guru MTs N 2 Pangandaran dan 6 orang guru MTs Legokjawa.

Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2019/2020, dengan menggunakan refleksi awal tahun sebelumnya. Penelitian bersifat kolaboratif dengan guru-guru di madrasah binaan. Pelaku tindakan adalah Guru Ilmu Pengetahuan Alam, sedangkan observer adalah peneliti, kepala madrasah dan guru-guru lainnya di madrasah binaan.

Dalam penelitian ini peneliti berkolaborasi dengan: 1) Guru-guru pada madrasah binaan, baik sebagai subjek maupun objek untuk membantu peneliti dalam mengumpulkan data dari pelaksanaan proses pembelajaran. 2) Kepala Madrasah untuk membantu peneliti dalam pengumpulan data dari proses pembelajaran.

Untuk menjawab pertanyaan yang dirumuskan dalam penelitian, ada beberapa faktor yang akan diteliti, yaitu: 1) Faktor Guru, yaitu mengamati; pertama, aktivitas guru selama proses diskusi berlangsung, kedua, mengamati kemampuan guru dalam pembuatan perencanaan pembelajaran (RPP); ketiga, mengamati kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran pada waktu mengajar sesama teman guru/ tutor sebaya (peer teaching). 2) Faktor hasil kegiatan mengajar sesama teman guru (peer teaching) yang diaplikasikan dalam proses pembelajaran di kelas masing-masing, sehingga dapat dilihat juga hasil belajar siswa.

Alat pengumpul data dalam penelitian berupa: 1) Lembar Kuesioner sikap guru pada kegiatan simulasi mengajar untuk menentukan tindakan, 2) Lembar Observasi, digunakan untuk mencatat aktivitas guru selama kegiatan simulasi mengajar/ tutor sebaya, dan kegiatan PBM, 3) Lembar Observasi untuk kegiatan Penilaian Pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), 4) Lembar Penilaian kegiatan simulasi mengajar dan hasil pelaksanaan proses pembelajaran di kelas, dan 5) Daftar Hadir Responden.

Teknik pengumpulan data melalui: 1) Observasi/ pengamatan untuk data yang bersifat kualitatif, dilakukan dengan mengamati aktivitas guru dalam

(11)

pembuatan RPP, kegiatan Lesson Studi serta pelaksanaan PBM di kelas, 2) Wawancara, dilakukan peneliti terhadap guru dengan teknik supervisi klinis setelah selesai melakukan simulasi mengajar, 3) Analisis hasil pelaksanaan pembelajaran untuk data yang bersifat kuantitatif.

Teknik pengolahan data dengan cara analisis data yang diperoleh menggunakan teknik analisis interpretasi data hasil observasi, hasil analisis kegiatan Leson study dan analisis pelaksanaan pembelajaran/ simulasi mengajar.

Tabel 1. Rentang Nilai Keberhasilan

Rentang Nilai Kualifikasi

85 < A ≤ 100 Sangat baik 70 < B ≤ 85 Baik

56 ≤ C ≤ 70 Sukup 40 ≤ D ≤ 56 Kurang

≤ 20 Sangat kurang

Dalam penelitian tindakan sekolah ini, langkah pertama yang dilakukan adalah melaksanakan evaluasi terhadap hasil supervisi akademik terhadap guru-guru pada madrasah binaan di Kabupaten Pangandaran, selanjutnya melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan pembelajaran di kelas. Diperoleh hasil bahwa dari 42 orang guru di madrasah binaan (MTs N 2 Pangandaran dan MTs Legokjawa) hanya 12 orang guru (28%) yang telah melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Lesson Study, sedangkan sisanya sebanyak 30 orang guru (72%) masih menggunakan one way traffic/ teacher centered, sehingga pembelajaran menjadi tidak dinamis/ tidak menarik. Untuk lebih jelasnya pemantauan semester sebelumnya dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Pemantauan pada Madrasah Binaan (MTs Negeri 2 Pangandaran dan MTs Legokjawa)

No. Kegiatan Guru Jml Guru yang Dipantau Kondisi Riil

1 Melakukan PBM dengan pendekatan

Lesson study 42 orang 12 orang (28%)

2 Membuat Perangkat Pembelajaran 42 orang 8 orang

3 Pembuatan silabus sendiri 42 orang 12 orang

4 Membuat RPP yang baik 42 orang 11 orang

5 Membuat analisis soal 42 orang 10 orang

6 Membuat Kisi-kisi soal 42 orang 33 orang

Siklus Pertama

Perencanaan Tindakan. Mengadakan pertemuan awal dengan guru-guru

pada madrasah binaan, yaitu di MTs Negeri 2 Pangandaran dan MTs Legokjawa, untuk membicarakan simulasi pembelajaran/ tampilan mengajar (peer teaching). Hal-hal yang disampaikan diantaranya: a) Memberikan pengarahan kepada guru-guru dalam hal pembuatan silabus, RPP dan pelaksanaan pembelajaran yang

(12)

efektif. b) Melaksanakan contoh proses belajar mengajar yang efektif sesuai RPP, c) Membagikan angket tentang pelaksanaan pembelajaran yang telah dilakukan.

Pelaksanaan Tindakan. Pelaksanaan tindakan pada siklus pertama

diantaranya berupa: a) Melaksanakan pertemuan di sekolah masing-masing; b) Melakukan simulasi mengajar/ tutor sebaya, c) Membuat RPP,

Mengobservasi aktivitas guru selama simulasi mengajar berlangsung.

Melakukan refleksi atau pertemuan balikan atas tindakan yang telah

dilaksanakan pada siklus pertama. Siklus Kedua

Perencanaan Tindakan. Tindakan yang dilaksanakan pada siklus kedua

meliputi: a) mengidentifikasi permasalahan yang belum terpecahkan pada siklus pertama, b) merumuskan tindakan untuk mengatasi masalah, c) membimbing dan merevisi pembuatan silabus dan RPP.

Pelaksanaan Tindakan. Berikut yang dilakukan pada pelaksanaan tindakan

siklus kedua: a) menerapkan pendekatan lesson study dalam simulasi mengajar/ tutor sebaya. b) Merefleksi hasil pembahasan dalam lesson study/pasca observasi, c) membuat dan atau merevisi RPP dan silabus,

Mengobservasi selama pelaksanaan pembelajaran dan diskusi, e) memantau

pelaksanaan PBM di sekolah masing-masing.

Melakukan refleksi atas tindakan yang telah dilaksanakan pada siklus kedua,

berupa: menelaah/ menganalisis semua data yang telah terkumpul, pengkategorian dan pengklasifikasian data, menyimpulkan hasil temuan, dan melakukan refleksi dari semua tindakan yang telah dilakukan.

Jika masih ada kekurangan, maka akan direncanakan lagi untuk tindakan selanjutnya.

HASIL PENELITIAN

Penelitian tindakan ini terdiri atas dua siklus secara berkesinambungan. Dalam setiap siklus terdiri atas tahapan perencanaan, pelaksanaan (tindakan dan observasi) dan refleksi, serta perbaikan untuk dijadikan bahan perencanan selanjutnya. Hal ini, sesuai dengan prinsip supervisi akademik yang terdiri atas tiga fase, yaitu Pra conference, Observation, dan Post Conference , relevan juga dengan supervisi klinis dengan tahapan, Pertemuan awal, observasi mengajar dan pasca observasi (pertemuan balikan).

Penelitian ini dilaksanakan setiap jadwal kunjungan supervisi manajerial dan akademik pada madrasah binaan setiap bulan. Adapun kegiatannya adalah pertemuan awal, pengarahan/ bimbingan teknis, pelaksanaan simulasi mengajar/ turor sebaya dengan pendekatan lesson study, observasi, refleksi, pembuatan dan revisi silabus dan RPP, supervisi kelas serta kesimpulan untuk merencanakan tindak lanjut kegiatan selanjutnya.

Siklus Pertama

Perencanaan Siklus Pertama

Pada siklus pertama ini, peneliti melakukan tindakan dengan melaksanakan pertemuan awal dengan dua untuk madrasah binaan pada bulan Agustus 2019 dengan memberikan pengarahan dan pembinaan terhadap guru dalam rangka

(13)

supervisi akademik/ supervisi klinis dengan materi penggunaan metode/ strategi/ teknik pembelajaran yang diawali dengan simulasi mengajar/ tutor sebaya. Selanjutnya, pemberian angket untuk langsung menjawab dan mengambil kesimpulan sebagai rencana kegiatan/ pertemuan selanjutnya.

Menindaklanjuti hasil angket, peneliti bersama-sama guru dan kepala madrasah berdiskusi dan menyimpulkan bahwa kegiatan peningkatan profesionalitas guru, khususnya untuk mengatasi masalah pembelajaran sangat efektif, karena mereka saling berbagi (sharing) pendapat dengan sesama guru. Kelemahannya memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga butuh perencanaan yang matang, disepakati pada waktu kegiatan di madrasah tidak terlalu sibuk.

Pelaksanaan Siklus Pertama

Pelaksanaan kegiatan pembinaan guru melalui supervisi klinis dengan pendekatan kolaboratif dilaksanakan satu kali pada madrasah binaan. Hasilnya rata-rata kehadiran guru sesuai sampel pada dua madrasah binaan mencapai 100%. (hadir semua). Ini menunjukkan bahwa para guru sangat antusias untuk mengikuti kegiatan pembinaan yang dilakukan pengawas madrasah binaan.

Hasil pemantauan melakukan simulasi mengajar/ tutor sebaya dengan menggunakan RPP dengan menggunakan pendekatan lesson study tergambar dalam tabel di berikut:

Tabel 3. Rata-Rata Hasil kegiatan Simulasi Mengajar pada Siklus I

No Pertemuan Skor Ket

Kelompok I Kelompok II Rata2

1 I 62.20 64.35 63,33

2 II 68,40 71,65 70,03

Rata-Rata 66,68

Tabel 4. Rata-Rata Hasil Sikap Peserta selama Mengikuti Kegiatan Simulasi Mengajar/ Tutor Sebaya

No Pertemuan Skor Ket

Kelompok I Kelompok II Rata2

1 I 73.00 78,47 75,73

2 II 74,20 81,13 77,66

Rata-Rata 76,69

Tabel 5. Rata-Rata Nilai untuk Pembuatan RPP pada Siklus Pertama

No Pertemuan Skor Ket

Kelompok I Kelompok II Rata2

1 I 68,20 67,00 67,60

2 II 76,20 82,00 79,10

(14)

Tabel 6. Rata-Rata Hasil Kegiatan Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar pada Siklus Pertama

No Pertemuan Kelompok I Kelompok II Skor Rata2 Ket

1 I 70,50 75,00 72,75

2 II 74,40 79,00 76,70

Rata-Rata 74,72

Refleksi dan Evaluasi

Hasil Penelitian Siklus Pertama dinyatakan dalam tabel berikut: Tabel 7. Rekapitulasi Hasil Pemantauan Siklus Pertama Rata-Rata Hasil Simulasi Mengajar Sikap Peserta Selama Simulasi Mengajar Rata-Rata Nilai Pembuatan RPP Rata-Rata Nilai PBM 66,68 76,69 73,35 74,72

Cukup Baik Baik Baik

Berdasarkan kegiatan dalam siklus pertama, peneliti dapat mengevaluasi bahwa kegiatan supervisi klinis dengan pendekatan lesson study dapat dilanjutkan dalam kegiatan pembinaan guru di sekolah oleh Kepala Madrasah dan para pengawas pembina.

Siklus Kedua

Perencanaan Siklus Kedua

Seperti terlihat dalam siklus pertama bahwa tindakan pada siklus kedua ini akan melakukan strategi yang berbeda meskipun tidak semuanya, yaitu supervisi klinis dengan menggunakan pendekatan kolaboratif/ lesson study. Strategi ini dipilih agar pembinaan terhadap guru pada madrasah binaan lebih transparan, komunikatif dan saling melengkapi antar sesama guru.

Pelaksanaan Siklus Kedua

Siklus ini merupakan siklus terakhir dalam penelitian tindakan sekolah pada madrasah binaan. Adapun gambarannya dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 8. Rata-Rata Hasil kegiatan Simulasi Mengajar pada Siklus Kedua

No Pertemuan Skor Ket

Kelompok I Kelompok II Rata2

1 I 75.80 79,20 77,50

2 II 80,20 86,50 83,35

Rata-Rata 80,42

Tabel 9. Rata-Rata Hasil Sikap Peserta selama Mengikuti Kegiatan Simulasi Mengajar/ Tutor Sebaya

No Pertemuan Kelompok I Kelompok II Skor Rata2 Ket

1 I 79.80 84,20 82,00

2 II 80,10 89.30 84,70

(15)

Tabel 10. Rata-Rata Nilai untuk Pembuatan RPP pada Siklus Kedua No Pertemuan Kelompok I Kelompok II Skor Rata2 Ket

1 I 74,50 78,00 76,25

2 II 85,80 91,20 88,50

Rata-Rata 82,37

Tabel 11. Rata-Rata Hasil Kegiatan Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar pada Siklus Kedua

No Pertemuan Skor Ket

Kelompok I Kelompok II Rata2

1 I 81,50 86,90 84,20

2 II 82,40 89,10 85,75

Rata-Rata 84,97

Refleksi dan Evaluasi

Hasil Penelitian Siklus Pertama dinyatakan dalam tabel berikut: Tabel 12. Rekapitulasi Hasil Pemantauan Siklus Kedua Rata-Rata Hasil Simulasi Mengajar Sikap Peserta Selama Simulasi Mengajar Rata-Rata Nilai Pembuatan RPP Rata-Rata Nilai PBM 80,42 83,35 82,37 84,97

Baik Baik Baik baik

Berdasarkan siklus Kedua kegiatan ini, peneliti dapat mengevaluasi dan menarik kesimpulan bahwa kegiatan supervisi klinis terhadap Kepala Madrasah dan guru pada madrasah binaan dapat menggunakan pendekatan kolaboratif/ lesson study. Ara pengawas sekolah dapat menggunakan model ini untuk dilanjutkan pada seklah binaan masing-masing. Dilihat perbedaan pada siklus pertama dan siklus kedua terdapat peningkatan presentasi yang cukup signifikan. PEMBAHASAN

Setelah menyelesaikan dua siklus dalam penelitian tindakan ini, peneliti dapat melihat hasilnya. Kehadiran guru-guru dalam mengikuti pertemuan sangat bagus, mereka saling berbagi pengetahuan (sharing) dan pemecahan masalah pembelajaran secara bersama-sama.

Adapun aktivitas guru dalam mengikuti pertemuan, khususnya hasil kegiatan simulasi mengajar boleh dikattakan baik dengan rata-rata skor pada siklus kedua sebesar 80,42% , sementara pada siklus pertama hanya mencapai skor 66,68% .

Sikap guru dalam mengikuti kegiatan simulasi mengajar dikatakan baik, dengan rata-rata pada siklus kedua sebesar 83,35% sementara pada siklus pertama hanya mendapat skor 76,69%.

(16)

Pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) kenaikannya cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan ini terutama pembinaan terhadap guru harus dilakukan secara berkelanjutan. Hasilnya adalah pada siklus kedua memperoleh skor sebesar 82,37%, sementara pada siklus pertama mendapat skor 73,35%.

Problematika yang dihadapi guru-guru di sekolah sehari-hari sangat kompleks. Persiapan yang baik untuk merencanakan proses pembelajaran, memilih strategi/ metode dan teknik , menyusun skenario pembelajaran, implementasi pembelajaran dan evaluasi hasil belajar peserta didik. I samping itu, guru pun dihadapkan pada berbagai persolan baik pribadinya, peserta didik kondisi sekolah yang belum kondusif. Oleh karena itu, guru sangat membutuhkan bimbingan, pembinaan dan pendampingan dari supervisor, dalam hal ini pengawas satuan pendidikan. Pembimbingan, pembinaan dan pendampingan oleh supervisor sebaiknya dilakukan secara kolaboratif dan berdasarkan asas kesejawatan (partnership), sehingga mereka tidak merasa ragu-ragu, segan untuk menyampaikan permasalahannya.

Salah satu bentuk kegiatan semacam itu yang tepat adalah dengan pendekatan/ metode lesson study. Oleh karena dengan kegiatan kolaboratif antara guru, Kepala Madrasah dan pengawas, aktivitas supervisi dapat secara leluasa mengumpulkan informasi yang lengkap tentang kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi guru-guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Data/ informasi yang terkumpul dapat dijadikan bahan-bahan untuk mencari jalan pemecahannya terhadap kesulitan yang dihadapi para guru tanpa ada kesan yang menakutkan, menginspeksi, atau bentuk aktivitas yang terkesan kurang disenangi oleh para guru. Jalinan hubungan interpersonal yang harmonis antara supervisor dan guru-guru akan memudahkan komunikasi yang efektif antara pengawas dengan guru-guru dalam mengatasi persoalan-persoalan di sekolah.

Manfaat dari pendekatan leson study yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan konsisten akan menghasilkan perubahan yang signifikan terhadap perbaikan pembelajaran dan sekaligus kinerja guru. Kegiatan lesson study yang terintegrasi dengan kegiatan supervisi klinis akan menhasilkan bentuk pelatihan yang nyata untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang dihadapi guru dengan cara mengajak guru untuk melakukan refleksi terhadap perilaku mengajarnya dan kemudian memperbaikinya.

Secara rinci manfaat pendekatan lesson study yaitu: 1) Mengurangi keterasingan guru (dari komunitasnya), khususnya dalam pembelajaran, 2) Membantu guru untuk mengobservasi dan mengkritisi pembelajarannya, 3) Memperdalam pemahaman guru tentang materi pelajaran, cakupan dan urutan materi dalam kurikulum, 4) Membantu guru memfokuskan bantuannya pada seluruh aktivitas belajar siswa, 5) Menciptakan terjadinya pertukaran pengetahuan tentang pemahaman berpikir dan belajar siswa, 6) Meningkatkan kolaborasi pada sesama guru.

Dampak positif dari pendekatan lesson study adalah: 1) Peningkatan mutu guru dan mutu pembelajaran yang pada gilirannya berakibat pada peningkatan mutu lulusan (siswa). 2) Guru memiliki banyak kesempatan untuk membuat

(17)

bermakna ide-ide pendidikan dalam praktek pembelajaran nya sehingga dapat merubah perspektif tentang pembelajaran, dan belajar praktik pembelajaran dari perspektif siswa. 3) Guru mudah berkonsultasi kepada pakar dalam hal pembelajaran atau kesulitan materi pelajaran. 4) Perbaikan praktek pembelajaran di kelas. 5) Peningkatan kolaborasi antar guru dan antara guru dan pengawas dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. 6) Peningkatan ketrampilan menulis karya tulis ilmiah atau buku ajar.

Berdasarkan kajian teoritis dan hasil penelitian terdahulu bahwa efektivitas supervisi klinis dalam memperbaiki kinerja guru dapat diterima. Demikian pula dengan pendekatan lesson study bila dilaksanakan dengan baik dapat menumbuhkan kesadaran guru dan secara kolaboratif melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakannya. Selanjutnya, secara bersama-sama guru dan supervisor dapat membuat perencanaan pembelajaran beserta perangkat pendukungnya untuk memperbaiki pembelajaran pada siklus berikutnya. Keuntungan lain dari pendekatan lesson study dilihat dari psikologi sosial akan tumbuhnya motivasi guru untuk berprestasi yang lebih baik, jika dibandingkan dengan menyelesaikan masalahnya secara sendiri-sendiri.

Ini artinya upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan profesional guru, di samping memberikan motivasi dengan asas-asasnya juga perlu dilakukan pendampingan, pembimbingan dan pembinaan dari para pengawas satuan pendidikan (supervisor) melalui kegiatan supervisi klinis dengan pendekatan lesson study secara kekelanjutan dan konsisten.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian tindakan selama dua siklus, hasil temuan, analisis data dan refleksi pada tiap-tiap siklus serta analisis dan pemahasannya, dapat disimpulkan bahwa pengawasan akademik yang dilakukan pengawas satuan pendidikan dengan cara supervisi klinis akan memperoleh data objektif tentang kekurangan-kekurangan guru dalam pelaksanaan pembelajaran. Guru dengan sendirinya menyampaikan keluhan-keluhan kepada supervisor dengan situasi akrab dan komunikatif. Pengawas dan guru dapat berdiskusi mencari alternatif pemecahan yang akhirnya dapat meningkatkan profesionalisme guru. Pengawasan akademik supervisi klinis dengan pendekatan lesson study lebih menumbuhkan motivasi guru untuk berprestasi dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru. Pengawas satuan pendidikan sebagai supervisor sangat strategis dalam upaya meningkatkan profesionalisme guru yang akan berdampak pada peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Aryeni, dan Halim Simatupang. (2018). Model Pendekatan Lesson Study untuk Meningkatkan Keterampilan Mengajar Mahasiswa pada Mata Kuliah Microteaching. Jurnal Biolukus Vol. 1 Nomor 2 Juli – Desember 2018

(77-83).

Bafadal, Ibrahim. (2003). Peningkatan Profesionalisme Guru. Jakarta: Bumi Aksara Depdiknas, Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

(18)

Depdiknas, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Depdiknas, Permendiknas Nomor 16 tahun 2007 tentang Kualifikasi dan kompetensi

Guru

Depdiknas, Permendiknas Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/

Madrasah

Farida, Anisa. (2016). Implementasi Lesson Study Untuk Meningkatkan Kinerja Dosen Matematika SMTIK Duta Bangsa Surakarta. Jurnal Derivat: Vol.

2 No. 3 (17-24).

Hendayana, Sumar, dkk. (2006). Lesson Study: Suatu Strategi untuk Meningkatkan

Keprofesionalan Pendidikan (Pengalaman IMSTEP-JICA). Bandung: UPI

Press.

Idochi, Anwar. (2000). Admistrasi Pendidikan, Teori, Konsep & Issu. Bandung: UPI Lewis, Catherine C. (2002). Lesson Study: A Handbook of Teacher-Led Instructional Purwanto, Ngalim. (2006). Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT

Gambar

Tabel  1. Rentang Nilai Keberhasilan  Rentang Nilai  Kualifikasi    85  &lt;  A   ≤  100  Sangat baik
Tabel 3. Rata-Rata Hasil kegiatan Simulasi Mengajar pada Siklus I
Tabel  7. Rekapitulasi Hasil Pemantauan Siklus Pertama  Rata-Rata  Hasil  Simulasi  Mengajar  Sikap Peserta  Selama Simulasi Mengajar  Rata-Rata Nilai Pembuatan RPP  Rata-Rata  Nilai PBM  66,68  76,69  73,35  74,72
Tabel 10. Rata-Rata Nilai untuk Pembuatan RPP pada Siklus  Kedua

Referensi

Dokumen terkait

We also present several articles related to South-South and Triangular Cooperation programs organized (and will be held) by the Ministry of State Secretariat such as an

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI POLITEKNIK NEGERI

ANALISIS HASIL BELAJAR “MENGOLAH HIDANGAN SATE ATAU JENIS MAKANAN YANG DIPANGGANG” PADA KESIAPAN MEMBUKA USAHA FOOD COURT.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

menyampaikan pesan yang ada dalam setiap gerakannya untuk mengucapkan selamat datang kepada tamu. Tari sebagai media berfikir kreatif. Tari sebagai salah satu seni

Hasil pengujian statistik pada Tabel 2 paired sampel test statitistik diperoleh nilai rata-rata pretest adalah 2,45 sedangkan rata-rata nilai posttest 7,4167

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

Survey dasar ini dapat dilakukan oleh masing-masing sektor dengan berpegangan kepada informasi kondisi saat ini dari tolok ukur yang telah ditetapkan program sektor bersama dengan

Adanya korelasi antara kepadatan populasi cacing tanah dengan perbedaan strata umur tegakan kelapa sawit, tentunya berkaitan dengan kondisi abiotik tanah yang