• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA. 4 Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2. TINJAUAN PUSTAKA. 4 Universitas Kristen Petra"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Hukum Akreditasi Puskesmas

Kesehatan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 1 adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Pasal 1 Ayat 7 menyebutkan fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Pasal 30 Ayat 1 mengenai Fasilitias Pelayanan Kesehatan menyebutkan bahwa jenis pelayanan kesehatan terdiri atas pelayanan kesehatan perseorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Pasal 30 Ayat 2 menyebutkan kedua jenis pelayanan kesehatan terbagi atas:

a) Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama b) Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua c) Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga

Pasal 30 Ayat 4 menyebutkan bahwa persyaratan fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan berlaku. Pasal 30 Ayat 5 menyebutkan bahwa perizinan fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah.

Permenkes Nomor 71 Tahun 2013 Pasal 1 Ayat 1 menyebutkan jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Pasal 1 Ayat 2 mengatakan bahwa Badan

(2)

Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan. Pasal 1 Ayat 6 mengatakan Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik (primer) meliputi pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Pasal 2 Ayat 1 mengenai Penyelenggara Pelayanan Kesehatan mengatakan bahwa Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan berupa Fasilitas Kesehatan tingkat pertama dan Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan. Pasal 2 Ayat 2 menyebutkan Fasilitas Kesehatan tingkat pertama sebagaimana dimaksud pada ayat sebelumnya dapat berupa:

a. Puskesmas atau yang setara b. Praktik dokter

c. Praktik dokter gigi

d. Klinik pratama atau yang setara

e. Rumah Sakit kelas D pratama atau yang setara

Pasal 5 Ayat 1 mengenai kerja sama fasilitas kesehatan dengan BPJS Kesehatan mengatakan untuk dapat melakukan kerja sama dengan BPJS Kesehatan, Fasilitas Kesehatan harus memenuhi persyaratan. Pasal 6 Ayat 1 bagian B menyebutkan berbagai persyaratan Puskesmas dalam melaksanakan kerja sama fasilitas kesehatan antara lain sebagai berikut:

a. Surat Ijin Operasional;

b. Surat Ijin Praktik (SIP) bagi dokter/dokter gigi, Surat Ijin Praktik Apoteker (SIPA) bagi Apoteker, dan Surat Ijin Praktik atau Surat Ijin, Kerja (SIP/SIK) bagi tenaga kesehatan lain;

c. Perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan; dan

d. Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan Kesehatan Nasional.

Pasal 6 Ayat 2 juga menyebutkan persyaratan lain yaitu bahwa fasilitas kesehatan tingkat pertama harus terakreditasi. Puskesmas yang hendak menjalankan program pemerintah yaitu BPJS Kesehatan harus terakreditasi sehingga memaksa puskesmas melakukan pembenahan internal. Tujuan pembenahan internal adalah meningkatan kualitas layanan dan dapat memperoleh perjanjian kerja sama.

(3)

Kegagalan memperoleh kerja sama akan berdampak pada menurunnya jumlah pasien karena akibat beralihnya pasien BPJS Kesehatan ke tempat lain dimana telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

2.2 Akreditasi Puskesmas

Akreditasi Puskesmas menurut Permenkes Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 Pasal 1 Ayat 8 adalah pengakuan terhadap Puskesmas yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan setelah dinilai bahwa Puskesmas telah memenuhi standar pelayanan Puskesmas yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan untuk meningkatkan mutu pelayanan Puskesmas secara berkesinambungan. Mengacu pada Permenkes Nomor 71 Tahun 2013 Pasal 6 Ayat 2 bahwa puskesmas harus terakreditasi jika bekerja sama dengan BPJS Kesehatan seiring dengan perintah pada Permenkes Nomor 46 Tahun 2015 Pasal 3 Ayat 1. Permenkes Nomor 46 Tahun 2015 Pasal 2 menyebutkan manfaat dari akreditasi puskesmas adalah:

a. Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien;

b. Meningkatkan perlindungan bagi sumber daya manusia kesehatan, masyarakat dan lingkungannya, serta Puskesmas, Klinik Pratama, tempat praktik mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi sebagai institusi; dan

c. Meningkatkan kinerja Puskesmas, Klinik Pratama, tempat praktik mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi dalam pelayanan kesehatan perseorangan dan/atau kesehatan masyarakat.

Penyelenggaraan akreditasi puskesmas terbagi dalam 5 jenis akreditasi yaitu tidak terakreditasi, terakreditasi dasar, terakreditasi madya, terakreditasi utama, dan terakreditasi paripurna (Permenkes Nomor 46 Tahun 2015 Pasal 9 Ayat 1). Predikat akreditasi yang diberikan kepada puskesmas, yaitu :

1. Tidak Terakreditasi, dengan pencapaian nilai Bab I, II < 75% ; Bab IV, V, VII

< 60% ; dan Bab III, VI, VIII, IX < 20%.

2. Terakreditasi Dasar, dengan pencapaian nilai Bab I, II ≥ 75% ; Bab IV, V, VII

≥ 60% ; dan Bab III, VI, VIII, IX ≥ 20%.

(4)

3. Terakreditasi Madya, dengan pencapaian nilai Bab I, II, IV, V ≥ 75% ; Bab VII, VIII ≥ 60% ; dan Bab III, VI, IX ≥ 40%.

4. Terakreditasi Utama, dengan pencapaian nilai Bab I, II, IV, V, VII, VIII ≥ 80%

; dan Bab III, VI, IX ≥ 60%.

5. Terakreditasi Paripurna, dengan pencapaian nilai semua bab ≥ 80%.

Ketetapan jenis akreditasi menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia didasarkan pada penilaian yang dilakukan oleh surveyor akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan (Permenkes Nomor 46 Tahun 2015 Pasal 6 Ayat 2). Sistem akreditasi puskesmas beserta syarat-syarat detail untuk mencapai tujuan tersebut telah diuraikan secara seksama melalui lampiran Permenkes Nomor 46 Tahun 2015.

Lampiran Permenkes Nomor 46 Tahun 2015 menyatakan berbagai panduan resmi untuk mencapai akreditasi puskesmas. Akreditasi puskesmas terdiri dari tiga bagian besar. Ketiga bagian dalam akreditasi puskesmas adalah sebagai berikut :

a. Standar Administrasi dan Manajemen b. Standar Program Puskesmas

c. Standar Pelayanan Medis

Keseluruhan bagian dari akreditasi puskesmas memiliki bab masing-masing.

Setiap bab memiliki elemen penilaian dan jumlahnya berbeda antara satu dengan yang lain. Elemen penilaian adalah tolok ukur antara kesiapan dokumen dengan implementasinya di lapangan. Bab dan jumlah elemen penilaian dalam setiap bagian tersebut antara lain :

a. Standar Administrasi dan Manajemen

1. Penyelenggaraan Pelayanan Puskesmas (59 elemen penilaian) 2. Kepemimpinan dan Manajemen Puskesmas (90 elemen penilaian) 3. Peningkatan Mutu Puskesmas (32 elemen penilaian)

b. Standar Program Puskesmas

4. Program Puskesmas yang Berorientasi Sasaran (53 elemen penilaian) 5. Kepemimpinan dan Manajemen Program Puskesmas (102 elemen

penilaian)

6. Sasaran Kinerja dan MDG’s (55 elemen penilaian) c. Standar Pelayanan Medis

7. Layanan Klinis yang Berorientasi Pasien (151 elemen penilaian)

(5)

8. Manajemen Penunjang Pelayanan Klinis (172 elemen penilaian)

9. Peningkatan Mutu Klinis dan Keselamatan Pasien (58 elemen penilaian) Keseluruhan jumlah elemen adalah 772 elemen penilaian. Cara mengatur untuk menetapkan nilai untuk setiap elemen penilaian telah ditetapkan juga oleh Permenkes Nomor 46 Tahun 2015. Tata cara penilaian sesuai Permenkes No. 46 Tahun 2015 disebutkan dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Tata Cara Penilaian Akreditasi Puskesmas

Proses akreditasi puskesmas menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Pasuruan memiliki sepuluh langkah pokok yang harus dilalui oleh puskesmas. Proses diawali dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mempersiapkan tim pendamping akreditasi. Dinas Kesehatan kemudian menetapkan puskesmas yang akan didampingi. Selanjutnya Dinas Kesehatan melakukan lokarya kepada puskesmas yang ditunjuk sebagai penggalangan komitmen puskesmas dalam melaksanakan akreditasi. Tim pendamping kemudian memberikan konsolidasi berupa pemahaman tentang instrumen akreditasi kepada puskesmas. Puskesmas kemudian mempersiapkan seluruh dokumen internal dan eksternal sesuai yang dibutuhkan.

Selanjutnya Dinas Kesehatan melakukan pendampingan self assessment dan kemudian setelah siap dilakukan self assessment. Penilaian hasil self assessment merupakan jadi panduan kekurangan puskesmas dalam mencapai akreditasi.

Langkah selanjutnya adalah puskesmas mempersiapkan dokumen persyaratan beserta memperbaiki sistem sembari mendapatkan pendampingan dari Dinas Kesehatan dalam selang waktu yang ditetapkan. Kemudian setelah persiapan akreditasi selesai maka dilakukan penilaian pra-sertifikasi yaitu dengan menilai puskesmas yang dilakukan Dinas Kesehatan. Setelah dirasa hasil nilai telah mencukupi sasaran maka Dinas Kesehatan langsung mengajukan penilaian akreditasi puskesmas kepada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

NILAI 0 5 10

Jika Belum Ada Sama Sekali atau Baru Sebagian Kecil Ada (0% - 24%) Jika Sebagian Besar Sudah Dilaksanakan (25% - 79%)

Jika Sudah Dilaksanakan (80% - 100%) KETERANGAN

(6)

2.3 Prinsip Manajemen Kualitas di Bidang Jasa

Manajemen kualitas adalah konsep yang lebih luas dari quality assurance dan quality control sehingga tidak hanya mengontrol dan menjamin kualitas namun juga mengorganisir, memonitor, koordinasi, dan bahkan pendukung tentang kualitas (Hutchins, 1991). Manajemen kualitas menurut Gaspersz (1997) adalah suatu cara meningkatkan performansi secara terus menerus (continuous performance improvement) pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia. Gaspersz (2002) juga menyatakan manajemen kualitas memiliki dasar yang sama ketika diterapkan baik pada barang atau jasa karena yang ditekankan dalam manajemen kualitas adalah sistem kualitas bukan kualitas barang atau jasa. Sistem kualitas yang diterapkan termasuk seluruh dimensi yang berhubungan dengan sistem tersebut sehingga dapat menghasilkan standar yang dapat diandalkan. Dimensi-dimensi yang menyangkut dalam perbaikan sistem kualitas khususnya pada jasa antara lain :

 Ketepatan waktu pelayanan, hal-hal yang perlu diperhatikan di sini berkaitan dengan waktu tunggu dan waktu proses.

 Akurasi pelayanan, yang berkaitan dengan reliabilitas pelayanan dan bebas kesalahan-kesalahan.

 Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan, terutama bagi mereka yang berinteraksi langsung dengan pelanggan eksternal, seperti:

operator telepon, petugas keamanan, pengemudi, staf administrasi, kasir, petugas penerima tamu, dan perawat. Citra pelayanan dari industri jasa sangat ditentukan oleh orang-orang dari perusahaan yang berada pada garis depan dalam melayani langsung pelanggan eksternal.

 Tanggung jawab, berkaitan dengan penerimaan pesanan dan penanganan keluhan dari pelanggan eksternal.

 Kelengkapan, menyangkut lingkup pelayanan dan ketersediaan saran pendukung, serta pelayanan komplementer lainnya.

 Kemudahan mendapatkan pelayanan, berkaitan dengan banyaknya outlet, banyaknya petugas yang melayani seperti kasir, dan staf administrasi;

banyaknya fasilitas pendukung seperti computer untuk memproses data.

(7)

 Variasi model pelayanan, berkaitan dengan inovasi untuk memberikan pola – pola baru dalam pelayanan, dan features dari pelayanan.

 Pelayanan pribadi, berkaitan dengan fleksibilitas, dan penanganan permintaan khusus.

 Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruangan tempat pelayanan, kemudahan menjangkau, tempat parker kendaraan, ketersediaan informasi, petunjuk – petunjuk dan bentuk – bentuk lain.

 Atribut pendukung pelayanan lainnya, seperti: lingkungan, kebersihan, ruang tunggu, fasilitas music, dan AC.

Gaspersz (2002) mengemukakan elemen-elemen dalam sistem kualitas haruslah terstruktur. Struktur yang tepat dapat mengendalikan kualitas dan dapat memberikan perbaikan kualitas secara berkelanjutan. Struktur kualitas yang tepat harus memperhatikan rantai kualitas jasa, dokumentasi dan catatan kualitas, dan audit kualitas internal. Ketiga bagian tersebut dijadikan acuan sebagai penerapan akan sistem kualitas yang tepat guna bagi pelayanan jasa.

2.4 Elemen Manajemen Kualitas

Pembuktian keberhasilan penerapan sistem kualitas pada bidang industri memiliki tolok ukur tersendiri. Tolok ukur tersebut dinilai dari elemen yang terkait dari penerapan manajemen kualitas di sebuah industri. Davis dan Goetsch (2006) menyatakan bahwa untuk menyukseskan manajemen kualitas di suatu industri maka terdapat beberapa elemen yang mendukung. Elemen tersebut berupa strategically based, customer focus, obsession with quality, scientific approach, long-term commitment, teamwork, continual process improvement, education and training, freedom through control, unity of purpose, dan employee involvement and emporement.

2.5 Standar Kualitas di Bidang Jasa

Taylor (1989) menyatakan bahwa mendesain kualitas di bidang industri jasa memiliki dasar yang sama dengan mendesain kualitas di bidang industri manufaktur. Dasar tersebut adalah berfokus pada keinginan pelanggan dan mendetailkan keinginan tersebut sehingga dapat memunculkan bagian-bagian dari

(8)

sistem kualitas yang akan diperbaiki. Standar kualitas yang tepat bagi sebuah industri khususnya industri jasa adalah memberikan kepuasaan pelanggan atas layanan jasa yang diterimanya.

2.6 Rancangan Standar Kualitas

Standar kualitas yang tepat guna untuk sebuah industri khususnya industri jasa kesehatan memerlukan prinsip-prinsip sebagai pegangan dalam merancang standar kualitas. Deming (1997) mengemukakan 14 prinsip yang dikenal dengan 14 butir prinsip manajemen Deming. Konsep manajemen Deming, fokus dalam mendesain standar kualitas dapat diterapkan di bidang pelayanan kesehatan, antara lain sebagai berikut :

 Menetapkan sasaran yang konsisten.

 Menerapkan filosofi: memuaskan pelanggan.

 Mengutamakan pencegahan kesalahan (tindakan proaktif), bukan mengandalkan inspeksi.

 Menghentikan praktek kebiasaan menilai sesuati hanya berdasarkan harga.

 Melakukan perbaikan proses terus – menerus.

 Melaksanakan pelatihan.

 Menjalankan kepemimpinan yang efektif.

 Menjauhkan atau menghindarkan karyawan dari perasaan ketakutan.

 Menghilangkan hambatan hubungan antar – bagian dalam sistem.

 Menghilangkan slogan – slogan maupun target – target yang membebani karyawan.

 Menghilangkan praktek manajemen berdasarkan pada sasaran angka.

 Menciptakan kebanggaan karyawan atas pekerjaan.

 Menerapkan program pendidikan dan pengembangan karyawan secara serius.

 Melibatkan seluruh karyawan dalam transformasi manajemen kualitas.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007) menyebutkan bahwa penyelenggaran kegiatan pelayanan kesehatan khususnya di puskesmas wajib menerapkan prinsip program kendali mutu. Prinsip program kendali mutu adalah kepatuhan terhadap berbagai standard dan pedoman pelayanan serta etika profesi yang memuaskan pemakai jasa pelayanan. Prinsip program kendali mutu terdiri dari

(9)

tiga bagian yaitu mengikuti siklus pemecahan masalah, dilaksanakan melalui kerja sama tim, dan sesuai sumber daya yang tersedia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007).

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pemenangan pemilukada Kabupaten Bantul tahun 2015 pasangan Suharsono-halim sudah memiliki modal awal yang cukup membantu pemenangan baik dari segi politik, sosial, dan

Dari hasil analisis line balancing dan didukung oleh penentuan kapasitas produksi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak perusahaan untuk

Kemudian permasalahan yang terjadi seputar akreditasi adalah kurangnya sosialisasi dan pembinaan terkait akreditasi dari pihak Kemenag sehingga madrasah sangat

Populasinya adalah mahasiswa Proram Studi Pendidikan Tata Boga angkatan 2010 sebanyak 46 orang dengan sampel jenuh.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada elemen

Pada ikan Mujair perubahan histopatologi akibat cacing parasit Monogenea sebagian besar berupa hiperplasia, desquamasi lamela insang sekunder, kongesti pembuluh

Upaya untuk memperoleh Natrium (Na) dan Magnesium (Mg) yang terdapat pada limbah garam (Bittern) diperlukan suatu metode yang dapat memisahkan mineral secara

Ada 4 strategi yang ditemukan, yaitu bald on recor impoliteness, positive impoliteness, negative impoliteness, dan off-record impoliteness atau sarcasm/mock politeness dan

Permensos itu menyebutkan, pedoman rehabilitasi sosial anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) oleh Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) bertujuan