• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL SINEKTIK MELALUI PEMBELAJARAN MUSIK ANGKLUNG UNTUK MENINGKATKAN INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH INKLUSIF.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL SINEKTIK MELALUI PEMBELAJARAN MUSIK ANGKLUNG UNTUK MENINGKATKAN INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH INKLUSIF."

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...

LEMBAR PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Penelitian ... 1

B.Perumusan Masalah ... 10

C.Tujuan Penelitian ... 11

D.Metode Penelitian ... 12

E. Manfaat Penelitian ... 13

F. Sistematika Penelitian ... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 15

A.Kemampuan Interaksi Sosial pada Anak Autis ... 15

B. Model Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Sosial ... 26

C.Metode Pembelajaran Musik Angklung sebagai Seni Budaya ... 39

D.Pendidikan Inklusif ... 61

E. Penelitian Terdahulu ... 66

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 72

A.Pendekatan dan Metode Penelitian ... 72

B. Lokasi Penelitian dan Subjek penelitian ... 89

(2)

D.Instrumen Penelitian... 97

E. Teknik Pengumpulan Data ... 99

F. Teknik Analisis Data ... 104

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 106

A. Hasil Penelitian ... 106

1. Perencanaan Pembelajaran Angklung Melalui Model Sinektik di Sekolah Inklusif... 106

2. Pelaksanaan Pembelajaran Angklung Melalui Model Sinektik Terhadap Anak Autis di Sekolah Inklusif ... 113

3. Perubahan Interaksi Sosial Anak Autis Pembelajaran Angklung Melalui Model Sinektik Terhadap Anak Autis di Sekolah Inklusif ... 159

B. Pembahasan ... 191

1. Kondisi Awal Siswa Autis Sebelum Mengikuti Pembelajaran Seni Musik Melalui Penerapan Model Sinektik di Sekolah Inklusif ... 192

2. Dampak Penerapan Model Sinektik Bagi Siswa Autis dalam Pembelajaran Musik Angklung………... ... 199

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 210

A. Kesimpulan ... 210

B. Rekomendasi ... 216

DAFTAR PUSTAKA ... 218

(3)

DAFTAR TABEL

Tabel

1.1 Struktur Strategi Pertama, Membuat Sesuatu yang baru Joyce & well ... 33

1.2 Struktur Strategi Kedua, Membuat Sesuatu yang Asing menjadi Familiar Joyce &Well ... 34

3.5 Struktur Program SD Islam Ibnu Sina ... 92

3.7 Indikator Penilaian ... 98

(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

3.1 Bagan Alur Langkah-Langkah Proses Penelitian Anjelia (2012) ... 77

3.2 Syntak Model Pembelajaran Sinektik Tahun 2010 Masunah, dkk (2011:72) ... 85

3.3 Sintak Pembelajaran Sinektik, Model Masunah, dkk (2011:11) ... 86

3.4 Denah Lokasi SD Islam Ibnu Sina (doc. Anjelia: 2012) ... 89

3.6 Grafik Perkembangan Jumlah Siswa SD Islam Ibnu Sina ... 94

4.1 Guru Memberikan Stimulus ke Siswa Autis (doc. Anjelia, 2012) ... 115

4.2 Guru Memberikan Stimulus ke Siswa Normal/Siswa lainnya (doc. Anjelia, 2012) ... 117

4.3 Siswa Merespon dari Stimulus Guru Memperagakan Hujan Lebat (doc. Anjelia, 2012) ... 119

4.4 Siswa Autis Mencari Angklung yang Sesuai Dengan Hujan yang Dia pilih ( doc. Anjelia, 2012) ... 120

4.5 Guru Menginstrusikan Siswa Untuk Memperagakan Bunyi Hujan ke dalam Bunyi Angklung (doc. Anjelia, 2012) ... 122

4.6 Angklung yang Digunakan dalam Materi Ritmik Mempergakan Bunyi Hujan ke dalam Bunyi Angklung (doc. Anjelia, 2011) ... 121

4.7 Not yang digunakan dalam Materi Durasi Hujan dalam Memainkan Angklung (doc. Anjelia, 2012) ... 124

4.8 Guru Meminta Kelompok yang Ada Siswa Autis Untuk Berdiri Mempergarakan Angklung Sesuai dengan Hujan Gerimis (doc. Anjelia, 2012) ... 125

4.9 Guru Mendamaikan Pertengkaran Kecil Antara Siswa Autis dan Salah Satu siswa normal di Kelompoknya (doc.Anjelia, 2012) ... 126

(5)

4.11 Siswa Autis dengan Siswa Normal Sedang Berimajinasi diPindahkan ke Gambar dengan Berkreasi melalui Benda-Benda Alam

di Sekitar Sekolah (doc. Anjelia, 2012) ... 129 4.12 Gambar Hasil Berkreasi Durasi Hujan Melalui Benda-Benda

Alam di Sekitar Sekolah (doc. Anjelia, 2012) ... 130 4.13 Warna sebagai Simbol Dinamik Hujan (doc. Anjelia, 2012) ... 129 4.14 Semua Siswa Sedang Beranalogi Konsep Dinamik melalui Kertas

Warna (doc. Anjelia, 2012) ... 132 4.15 Guru Membimbing Siswa saat Berkreasi dengan Benda-Benda

Alam (doc.Anjelia, 2011) ... 133 4.16 Hasil Karya Dinamik Siswa Pada SIKLUS I Saat Berkreasi

dengan Benda-Benda Alam (doc. Anjelia, 2012) ... 134 4.17 Dinamik yang Dimainkan Bersama secara Berkelompok Pada SIKLUS I

(doc. Anjelia, 2012) ... 134 4.18 Siswa Autis Menempelkan Hasil Karyanya ke Papan Mading

(doc.Anjelia, 2012 ) ... 136 4.19 Hasil Karyanya ke Papan Mading (doc. Anjelia, 2012 ) ... 137 4.20 Guru Menginstrusikan Siswa Selama Proses Belajar Memainkan

Anklung (doc. Anjelia, 2012 ) ... 138 4.21 Siswa Menerima Instruksikan Guru untuk Memainkan Angklungnya

Saat Gilirannya (doc. Anjelia, 2012) ... 140 4.22 Notasi Gambar dengan Ritmik Hujan Pada Nada Angklung

di Notasi Balok (doc. Anjelia, 2012) ... 141 4.23 Guru Membantu Siswa Saat Berimajinasi (doc.Anjelia, 2012) ... 146 4.24 Guru Membimbing Siswa Saat Berkreasi (doc.Anjelia, 2012)... 147 4.25 Guru Membimbing Siswa Autis dan Siswa Lainnya Saat

Bereksplorasi (doc. Anjelia, 2012) ... 148 4.26 Hasil Karya Dinamik Siswa Pada SIKLUS II Saat Berkreasi

(6)

SIKLUS I (doc. Anjelia, 2012) ... 150 4.28 Guru Membimbing Siswa Saat Presentasi Karya (doc. Anjelia, 2012) ... 152 4.29 Hasil Karyanya SIKLUS II di Papan Mading (doc. Anjelia, 2012) ... 152 4.30 Siswa Autis Bermain Angklung Tanpa di Dampingi Helper-nya

(doc. Anjelia, 2012) ... 153 4.31 Notasi Gambar dengan Ritmik Hujan Pada Nada Angklung

di Notasi Balok (doc. Anjelia, 2012) ... 157 4.32 Guru Menginstrusikan Siswa Autis (doc.Anjelia, 2012) ... 161 4.33 Siswa Autis dan Siswa Lainnya Mengikuti Instruksi dari Guru

Bertepuk Tangan (doc.Anjelia, 2012) ... 162 4.34 Siswa Autis memainkan benda Disebelahnya Saat Guru

Menerangkan Materi (doc.Anjelia, 2012) ... 162 4.35 Ekspresi Siswa Autis saat Mengikuti Instruksi dari

Guru (doc.Anjelia, 2012). ... 164 4.36 Siswa Normal Membantu Siswa Autis Kebingungan dan Ekspresi

Siswa Autis Meminta Bantuan (doc.Anjelia, 2012) ... 163 4.37 Siswa Autis Mengikuti Instruksi Guru Saat Memainkan

Angklung Sendiri dan Ekspresi Siswa Autis Ketika Siswa tersebut

dapat Mengoyangkan Angklungnya (doc.Anjelia, 2012) ... 166 4.38 Ekspresi Siswa Autis Bermain Bersama dengan Teman

Sekelompoknya (doc.Anjelia, 2012)... 166 4.39 Dua Siswa Non Autis Mencoba Membantu Siswa Autis Saat

Belum Gilirannya Main (doc.Anjelia, 2012) ... 168 4.40 Pertengkaran Siswa Autis dengan Siswa Non Autis (doc.Anjelia, 2012) ... 168 4.41 Ekspresi Siswa Autis Menunjukkan Hasil Karya-Nya dan Siswa

Autis Mampu Menempelkan Karya-Nya di depan Kelas

(doc.Anjelia, 2012) ... 171 4.42 Siswa Autis Didampingi dengan Helper-nya, dan Sikap Anak

Non Autis Membantu Siswa Autis saat Pertunjukan karya

(7)

4.43 Siswa Autis Memberikan Respon Mengapresiasikan Diri dan Ekpresi Siswa Autis Saat Mengembalikan Angklung Pada

Tempanya (doc.Anjelia, 2012) ... 173 4.44 (1) Guru membantu Siswa Autis Saat Kesulitan Menjimplak

Karyanya, (2) Siswa Non Autis Membantu Siswa Autis,

(3) Siswa Sedang Menjiplak Karyanya tanpa dibantu Guru, (4) Siswa

Dapat melakukan sendiri membuka jiplakkanya. (doc.Anjelia, 2012) ... 176 4.45 Siswa Autis Mampu Menunjukkan Karnyanya Guru dan

Helper-nya (doc.Anjelia, 2012) ... 177 4.46 Siswa Normal Tampak Marah ke Siswa Autis Karena Dia

Telat Memainkan Angklung (doc.Anjelia, 2012) ... 178 4.47 Dua Orang Siswa Normal, Termasuk Satu Siswa yang

Menjewernya membantu Siswa Autis Saat Main Angklungnya telat.

(doc.Anjelia, 2011) ... 178 4.48 Ekspresi Siswa Autis Saat Main Angklung dengan Kompak

bersama Siswa Non Autis. (doc.Anjelia, 2012) ... 179 4.49 (1) Siswa Mengikuti Stimulasi Gerakan Tangan, Kemudian dari

Ritmik Tepukan Tangan Tersebut Siswa diminta Guru Untuk Ber- analogi dengan Bunyi Angklung. (2) Siswa Mencari Angklung

sesuai dengan Imajinasinya (doc.Anjelia, 2011) ... 182 4.50 Siswa Autis Sedang Proses Pencarian Angklung (doc.Anjelia, 2012) ... 183 4.51 Siswa Mengeskpresikan diri saat Menerima Stimulus Materi Durasi

dari Guru (doc.Anjelia, 2012) ... 185 4.52 Siswa Autis Bereksplorasi dengan Gambar dan Berkreasi

Melalui Benda-Benda alam di sekitar Sekolah (doc.Anjelia, 2012) ... 185 4.53 Aktivitas Bereksplorasi dengan Berkreasi Benda Alam Pada Siklus I

(doc.Anjelia, 2012) ... 187 4.54 Siswa Autis Presentasi Karya yang Didampingi Helper-nya

(doc. Anjelia, 2012) ... 188 4.55 Siswa Autis Bereksplorasi dan Presentasi Karya tanpa

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lamp. 1 Pedoman Wawancara ... 224

Lamp. 2 Hasil Wawancara dengan Kepada Sekolah SD Islam Ibnu Sina ... 225

Lamp. 3 Hasil Wawancara dengan Pedagogi ... 228

Lamp. 4 Hasil Wawancara dengan Guru Kelas & SBK ... 230

Lamp. 5 Hasil Wawancara dengan Siswa ... 234

Lamp. 6 Hasil wawancara dengan Pengasuh/Orang Tua ... 236

Lamp.7 RPP Pertemuan ke-1 ... 239

Lamp. 8 RPP Pertemuan ke-2 dan 3 ... 244

Lamp. 9 RPP Pertemuan ke- 4 dan 5 ... 249

Lamp. 10 RPP Pertemuan ke-6 dan 7 ... 254

Lamp. 11 Skor Kemampuan Siswa dalam Materi Ritmik, Durasi dan Dinamik Dan data tabel Skor Nilai Total Siklus I dan Siklus II ... 259

Lamp. 12 Keterangan Notasi Gambar Ritmik. Durasi dan Dinamik. Gambar Hasil Karya Siswa di Dinding Mading Sebagai Notasi Gambar Pada Karya SIKLUS I dan SIKLUS II ... 269

Lamp. 13 Kertas Warna Hasil Karya Siswa Autis (KIRKA) ... 270

Lamp. 14 RSAI Klinik Konsultasi Psikologi ... 271

Lamp. 15 Surat Katerangan Penelitian di SD ISLAM IBNU SINA BANDUNG ... 372

Lamp. 16 Surat Keterangan Studi Lapangan Observasi Univerisitas Pendidikan Indonesia Bandung ... 373

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Memasuki perkembangan zaman secara global, lembaga pendidikan dihadapkan pada banyak tantangan yang sangat krusial. Sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu berkompetisi dalam masyarakat demokratis perlu dipersiapkan terutama sumber daya manusia yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Demikian juga dengan norma-norma, nilai-nilai pada kelompok sosial di masyarakat yang umumnya mendapatkan perlakuan setara dengan kelompok sosial lain. Seperti kelompok yang berkebutuhan khusus atau penyandang cacat. Sebagaimana dikemukakan oleh Masunah (2010:1) bahwa:

Salah satu konsep pendidikan multikultural di Amerika Serikat menurut Golnick dan Chinn (2006) adalah anak berkebutuhan khusus (ABK) termasuk di dalam kelompok sosial yang disebut exceptionality atau perkecualian. Dia sejajar dengan kelompok sosial lainnya seperti etnisity, gender, ras, kelas sosial, bahasa, agama, dan umur.

(10)

dikatakan bahwa setiap penyandang cacat atau ABK mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam semua aspek kehidupan dan penghidupan.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 menjelaskan tentang perlindungan kepada semua anak, termasuk anak cacat, mereka mendapatkan perlindungan

dari kekerasan dan diskriminasi. Begitu pun dalam Undang-Undang Rehabilitasi Tahun 1973 menunjukkan “kesadaran mengenai tumbuhnya kebutuhan orang-orang yang memiliki hambatan, termasuk melarang diskriminasi anak-anak di sekolah” (Smith, 2006: 38).

Dalam istilah lain ABK diartikan sebagai penyandang cacat yang memiliki karakter khusus dan berbeda dengan anak pada umumnya. Mereka memiliki ketidakmampuan mental, kelainan fisik, emosional, intelektual, dan sosial. Klasifikasi ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, autis, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan, dan lain-lain.

Karakteristik dan klasifikasi ABK beraneka ragam. Mereka memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensinya. Sebagai contohnya adalah anak berkebutuhan khusus dengan gangguan autis. Adapun Baron-Cohen (Djamaluddin, 2003:268) mengemukakan bahwa:

(11)

Secara klinis, anak autis sering menampakkan beberapa gejala gangguan baik perkembangan maupun gangguan spesifik lainnya. Oleh karena itu, diperlukan penanganan khusus bagi anak autis. Penanganan ini mencakup ke dalam berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan.

UU Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 32 Ayat 1 bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam

mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, dan

sosial. Adapun tempat pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus dinamakan Pendidikan Luar Biasa (PLB). Dalam UU Nomor 2 Tahun 1989 Pasal 8 Ayat 1 dikatakan bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa. Pendidikan tersebut dapat diperoleh di Sekolah Luar Biasa (SLB).

Namun, pendidikan bagi ABK tidak mesti diperoleh dari sekolah khusus. Mereka juga dapat memperolehnya dari sekolah umum (reguler) seperti konsep pendidikan inklusif yang digagas oleh UNESCO pada tahun 1994. Gunarti (2008:2) menyatakan bahwa pendidikan inklusif adalah “wadah” ideal yang

diharapkan dapat mengakomodasi anak berkebutuhan khusus dalam memenuhi haknya untuk memperoleh pendidikan layaknya anak-anak normal”.

(12)

Kehadiran sekolah inklusif memberikan nilai plus dalam sistem pendidikan, yakni menghapuskan perbedaan yang selama ini muncul di tengah masyarakat. Sekolah insklusif tidak hanya menerima siswa normal dan ABK yang mampu secara ekonomi, tetapi juga memberi peluang kepada siswa normal dan ABK dari kalangan kaum dhuafa, serta perbedaan yang lainnya, ABK dapat bersekolah dan mendapatkan ijazah layaknya anak normal. Melalui pendidikan inklusif, ABK bersama anak normal mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini dilandasi oleh kenyatan bahwa dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkebutuhan khusus yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas.

SD Islam Ibnu Sina merupakan sekolah inklusif, karena sekolah ini menerima anak-anak berkebutuhan khusus dengan suasana kondusif yang lingkungannya cukup memfasilitasi kebutuhan anak. Metode pembelajaran yang digunakan ialah active learning dengan prinsip inquiry dengan visi dan misinya dapat menemukan sendiri konsep ilmu yang dipelajarinya.

(13)

nyaman, sarana pendukung pembelajaran, dan suasana lingkungan yang kondusif. Sekolah tersebut juga menyelenggarakan kegiatan ekstrakurikuler, seperti olahraga basket, musik angklung, dan lain-lain.

Berdasarkan keterangan dari pedagog diketahui bahwa di Sekolah Islam Ibnu Sina terdapat tiga siswa yang tergolong autis ringan yakni Siswa pertama termasuk asperger disorder yang disebut dengan istilah “high-fuctioning autism”,

siswa ke dua disebut autisme, dan siswa ketiga gangguan autistik. Ketiga siswa tersebut peneliti temukan di kelas II yang berbeda kelas.

Gejala umum juga ditemukan pada anak tersebut dalam kesehariannya antara lain: kesulitan berkomunikasi, kesulitan berinteraksi sosial dengan lingkungan, kebiasaan mudah bosan, murung dan melakukan sesuatu berulang-ulang sesuai dengan minatnya. Sistem pembelajaran dilakukan dengan menggabungkan siswa normal dan siswa autis dalam kelas yang sama dengan harapan dapat tercipta suasana interaksi efektif, sehingga anak-anak autis dapat bersosialisasi dengan lingkungannya. Dengan demikian anak autis memperoleh pendidikan yang lebih baik.

(14)

ketidakseimbangan antara harapan dengan tujuan dari sekolah inklusif. Tidak mungkin guru hanya mengajar untuk menuntaskan materi bahan ajar tanpa anak mengerti apa yang diajarkan guru, terutama bagi ABK.

Sekolah inklusif menginstruksikan bahwa semua pendidikan itu dapat dirasakan oleh semua anak dari berbagai kalangan. Anak normal maupun anak ABK bisa mendapatkan perlakuan yang sama dalam proses pembelajaran. Ditambah lagi dengan kondisi sekarang, dalam pembelajaran seni budaya seni rupa, siswa-siswa hanya mengikuti instruksi tanpa harus memahami karya yang sedang dibuatnya. Memang, guru sudah menjalankan tugasnya, namun kondisi tersebut membuat siswa jenuh.

Untuk menghilangkan kejenuhan, terkadang anak masuk ke perpustakaan pada saat pembelajaran berlangsung dan jam yang tersedia untuk waktu membaca itu sangat dekat dengan jam pelajaran seni, sehingga keadaan tersebut tidak membuat aktif suasana belajar.

(15)

Nilai penting yang harus diketahui oleh seorang pendidik adalah anak mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan yang baik dan berkualitas, sesuai dengan potensi dan kebutuhannya berdasarkan kurikulum nasional. Salah satu bentuk mendapatkan pelayanan pendidikan yakni hak siswa berada di kelas bersama dengan teman sebayanya.

Pembelajaran SBK dapat membantu anak-anak menemukan nilai-nilai edukasi. Konsep education through art, seperti yang diungkapkan Lowenfelt dan Brittain (1980) dalam Pekerti (2008:24-25) bahwa „Kegiatan seni berperan dalam mengembangkan berbagai kemampuan dasar di dalam dirinya, seperti kemampuan: fisik, perseptual, pikir/intelektual, emosional, kreativitas, sosial, dan estetik.‟

Berdasarkan teori tersebut penelitian ini secara umum bertujuan untuk turut serta mendukung upaya-upaya baru dalam pendekatan belajar. Sebagaimana pendidikan terpadu yang dikemas dalam pendidikan inklusif dengan menerapkan sebuah model pembelajaran. Model pembelajaran sinektik merupakan salah satu strategi belajar yang dapat membantu siswa berkreativitas, berempati, dan berinteraksi sosial.

(16)

anak melalui belajar bersama masyarakat inklusif. Upaya dalam merespons tingkah laku manusia dapat dilakukan melalui kreativitas dan rasa empati dari bentuk seni rupa ke dalam bentuk seni musik yang saling berkaitan sebagai media stimulus untuk komunikasi. Akan tetapi tidak semua musik menyenangkan bagi anak autis.

Dengan demikian stimulus yang digunakan dalam media musik harus disesuaikan dengan kemampuan merespon penderita autisme, namun ada juga siswa autis yang menerima stimulus tersebut seperti halnya siswa autis di sekolah Ibnu Sina. Djohan (2009: 247) menyatakan “Hasil eksperimen menunjukkan 80— 90% anak autis merespon musik secara positif sebagai sebuah motivator dan menstimulasi belahan otak kanan.” Hal itu menunjukkan bahwa anak autis dapat

menerima musik lebih lama dibandingkan dengan keterampilan lainnya.

Dalam musik, bunyi memiliki peran tidak hanya sebagai komunikasi, tetapi juga sebagai interaksi sosial sesuai dengan pemahaman yang diperoleh anak itu sendiri. Apabila bunyi dalam dimensi musik dihubungkan dengan seni rupa sebagai komponen visualnya, fungsinya dapat lebih komunitatif bagi anak autis dalam mengekspresikan dirinya, terutama kegiatan interaksi sosial anak tersebut. Maka respon yang diikuti dua seni tersebut sangat efektif mempengaruhi hasilnya satu sama lain.

(17)

komunikasi tentulah berbeda dengan peran seni sebagai media ekspresi.” Oleh

sebab itu media komunikasi tidak hanya berdiri sendiri sebagai seni musik atau seni rupa, namun kedua seni tersebut musik (bunyi) dan rupa (gambar) dapat menjadi media komunikasi dalam bentuk penghargaan dari teman, lawan, guru dan kelas sebagai wadah interaksi sosial timbal balik.

Salah satu strategi yang peneliti gunakan dalam penelitian ini ialah media musik angklung dalam pembelajaran seni musik sebagai bentuk stimulus, respon, dan interaksi. Angklung sebagai alat pendidikan dapat membentuk sifat peka terhadap orang lain, bergotong royong, bekerja sama, interaksi, disiplin dan mandiri. Hal itu didasari bahwa angklung memiliki efek tertentu, di antaranya warna nada yang ditimbulkan memiliki karakteristik warna suara yang khas, mengeluarkan bunyi lembut dengan karakter nada masing-masing.

Pendapat yang sama menurut Ansor (2002:6) di dalam Jurnal Ritme mengatakan bahwa:

Angklung terbuat dari bambu yang dimainkan dengan digoyang, alat musik ini banyak memiliki keunggulan, memainkannya tidak dituntut memiliki keterampilan atau bakat tertentu, hampir semua orang dapat memainkannya, bersifat klasikal dan individual. Sehingga dapat mengembangkan potensi kreativitas musik dan nilai-nilai sosial seseorang, serta dapat mengakomodasi unsur-unsur musik dalam pengajaran, pembelajaran, dan pendidikan musik. Di tambah lagi lembutnya suara angklung ketika dimainkan, nada satu ke nada yang lain menghidupkan musikalitas tersendiri, mengembangkan rasa irama, ritmik, harmoni pada seseorang.

(18)

hal tersebut, peneliti mencoba mengaplikasikan penerapan model sinektik melalui media pembelajaran seni musik.

Model sinektik merupakan pendekatan yang sangat menarik dan menyenangkan dalam mengembangkan inovasi-inovasi pembelajaran, terutama bertujuan untuk mengembangkan imajinasi siswa melalui analogi-analogi. Melalui penerapan model sinektik sebagai stimulus, kemudian analogi dihubungkan dengan keunggulan alat musik angklung.

Teknik ini menjadi salah satu media untuk memudahkan komunikasi, interaksi sosial, dan membantu mengendalikan sensoris secara keseluruhan pada diri anak autis tersebut. Fungsi-fungsi sensorisnya dipengaruhi bunyi angklung, selanjutnya konsep bunyi tersebut dianalogikan melalui gambar yang kemudian menjadi suatu karya cipta yang dibuat oleh siswa.

Dengan demikian, kondisi ini akan membentuk kemampuan yang bersifat interaksi sosial, kemampuan berkreativitas, kemampuan musikal, kemampuan berkelompok sehingga dapat membantu kemampuan individual siswa di kelas secara menyeluruh. Melihat beberapa pernyataan yang diungkapkan di atas, maka peneliti membuat suatu strategi pembelajaran angklung melalui model sinektik yang dapat membantu perilaku anak autis dalam interaksi sosial baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Hal ini penting untuk memberikan alternatif pendidikan di sekolah inklusif.

B. Perumusan Masalah

(19)

meningkatkan interaksi sosial siswa autis di sekolah inklusif. Untuk memudahkan proses penelitian ini, maka diperlukan sebuah rumusan masalah yaitu mengenai keefektifan penerapan model sinektik melalui pembelajaran musik angklung dalam meningkatkan interaksi sosial bagi anak autis. Secara spesifik pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan model sinektik melalui pembelajaran angklung dalam meningkatkan interaksi sosial terhadap anak autis di sekolah inklusif? 2. Bagaimana pelaksanaan model sinektik melalui pembelajaran angklung

dalam meningkatkan interaksi sosial terhadap anak autis di sekolah inklusif? 3. Bagaimana perubahan interaksi sosial anak autis dalam pembelajaran musik

angklung di sekolah inklusif?

C. Tujuan Penelitian

Maksud dan tujuan dari rencana penelitian ini adalah memahami bagaimana proses penerapan model sinektik melalui pembelajaran musik angklung oleh peneliti. Secara spesifik, penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan penelitian di atas, yaitu:

1. Merancang perencanaan model sinektik melalui pembelajaran angklung dalam meningkatkan interaksi sosial terhadap anak autis di sekolah inklusif. 2. Menerapkan pelaksanaan model sinektik melalui pembelajaran angklung

dalam meningkatkan interaksi sosial terhadap anak autis di sekolah inklusif. 3. Mengukur perubahan interaksi sosial anak autis dalam pembelajaran musik

(20)

D. Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan pendekatan action research (penelitian tindakan). Penelitian tindakan adalah salah satu jenis penelitian terapan guna melibatkan setiap aspek untuk saling mendukung proses pembaruan secara inovatif. Adapun pendapat Muslimah (2011:7-8) bahwa penelitian tindakan secara garis besar ialah “empat komponen yaitu: pengembangan plan (rencana), act (tindakan), observe (mengamati) dan reflect (dampak) yang dilakukan secara intensif, sistematis, dari seseorang yang mengerjakan pekerjaan sehari-harinya.”

Dipilihnya metode tersebut bertujuan untuk melibatkan peneliti secara langsung terhadap subjek yang diteliti, baik secara situasi sosial dan kondisi yang nyata dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti melakukan teknik observasi, wawancara dan analisis dokumen. Sebagai langkah utama dalam penelitian tindakan, peneliti menggunakan teknik observasi untuk melihat hasil proses pembelajaran, kreativitas, dan interaksi sosial pada setiap pertemuan pembelajaran.

(21)

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat membantu dan bermanfaat bagi semua pihak, di antaranya:

1. Akademi

a. Peneliti: sebagai ilmu pengetahuan, wawasan dalam memahami siswa penyandang autis di sekolah inklusif dan sebagai acuan untuk mengembangkan penelitian yang lebih mendalam dalam menangani siswa autis ringan (autism) di sekolah inklusif.

b. Siswa: dapat terbantu kesulitan dan hambatan dalam kemampuan berinteraksi sosial sehingga mampu mengikuti proses pembelajaran dengan baik.

c. Sekolah: untuk menambah wawasan bagi pihak sekolah dalam menerapkan model sinektik atau model pembelajaran lainnya yang tepat digunakan.

2. Praktisi

a. Institusi UPI Bandung: sebagai bahan literatur mengenai pembelajaran musik angklung melalui model sinektik untuk meningkatkan interaksi sosial bagi anak autis di sekolah inklusif.

(22)

F. Sistematika Penulisan

Penulisan tesis ini diorganisasikan menjadi lima bagian, dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi penelitian, metode penelitian, lokasi dan subjek penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Kajian Pustaka, yang mengemukakan dasar teoretis sebagai titik tolak berpikir yang mendukung permasalahan penelitian. Bahasan yang menjelaskan kemampuan interaksi sosial pada anak autis, definisi interaksi sosial, ciri-ciri interaksi sosial, definisi autis, karakteristik anak autis, model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan sosial melalui rumpun model, model sinektik, metode pembelajaran musik angklung, dan pendidikan inklusif.

BAB III Metodologi Penelitian, yang menjelaskan tentang metode penelitian, mencakup pendekatan kualitatif dengan metode action research (penelitian tindakan), lokasi penelitian dan subjek penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data.

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, yaitu menjelaskan deskripsi hasil penelitian dan pembahasan perencanaan pembelajaran, proses pembelajaran, dan implementasi dari pembelajaran musik angklung melalui penerapan model sinektik untuk meningkatkan interaksi sosial bagi anak autis.

(23)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dapat dikatakan pendekatan humanistik karena cara pendekatan diperoleh melalui proses pencarian data, didasari dengan penelitian secara menyeluruh, mengumpulkan data dari kata-kata, dan situasi alamiah dari persoalan fenomena sosial. Menurut Moleong (2005:6) penelitian kualitatif adalah “penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian”.

Penelitian kualitatif menurut pendapat Moleong (1998) dalam Arikunto (2010:22) ialah „tampilan yang berupa kata-kata lisan atau tertulis yang dicermati oleh penulis dan benda-benda yang diamati sampai detailnya agar dapat ditangkap makna yang tersirat dalam dokumen atau bendanya.‟ Oleh karena itu, segala sesuatu sangat bergantung pada peneliti yang memiliki kedudukan sebagai instrumen utama dalam penelitian. Untuk mendapatkan hasil yang maksimum, pendekatan dalam penelitian ini perlu didukung metode yang sesuai dengan permasalahan dan ruang lingkup penelitian.

(24)

efektivitas pada suatu teori tertentu untuk pemecahan fenomena permasalahan sosial yang relevan.

Adapun secara teknis dalam penelitian ini pendapat Kemmis dan Mc Taggart (1982) dalam Sukardi (2008:14) bahwa: „Action research is the way groups of people can organize the conditions under which they can learn from

their own experiences, and make their experiences accessible to others.’

Penelitian tindakan adalah cara suatu kelompok orang untuk mengatur kondisi di mana mereka bisa belajar dari pengalamannya sendiri, dan membuat pengalamannya dapat diakses oleh orang lain.

Adapun penelitian tindakan menurut Arikunto (2010:129) adalah “adanya

partisipasi dan kolaborasi antara peneliti dengan anggota kelompok sasaran.”

Penelitian tindakan adalah salah satu strategi pemecahan masalah yang memanfaatkan tindakan nyata, dalam bentuk proses pengembangan inovatif yang “dicoba sambil jalan” dalam mendeteksi dan memecahkan masalah.

Penelitian tindakan memiliki keunggulan dari penelitian tindakan lain menurut McNiff & Whitehead (2003) dalam Madya (2007) menjelaskan dapat „berbasis praktisi, penelitian tindakan difokuskan pada pembelajaran...mengarah pada peningkatan pribadi dan sosial, responsif terhadap situasi sosial…fokus

penelitian tindakan ada pada perubahan dan diri adalah lokus perubahan.‟

(25)

masalah dengan perbaikan situasi, peningkatan proses pembelajaran baik praktik maupun teori.

Terlebih dahulu peneliti memiliki suatu konsep tindakan yang dinyakini mampu memberikan pemecahan masalah dengan mengaplikasikan prinsip penelitian tindakan ke dalam penelitian. Hakikatnya, tujuan dan fungsi penelitian tindakan merupakan bentuk penelitian sosial pada episode berikutnya yang menghasilkan perubahan perilaku penelitian. Proses tersebut melibatkan proses beberapa tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi secara bersiklus.

Ciri terpenting prinsip penelitian tindakan menurut Arikunto (2010:134) adalah “Penelitian tersebut merupakan suatu upaya untuk memecahkan masalah,

sekaligus mencari dukungan ilmiahnya”. Pemecahan masalah tersebut didukung dengan sumber data yang teruji dengan kondisi yang sebenarnya. Oleh karena itu, perlu ada langkah-langkah dalam pengumpulan data secara faktual dan mutakhir, yaitu informasi dari hasil observasi, catatan, wawancara. Kemudian data tersebut dikumpulkan, dianalisis, dan ditemukan ketepatan data “akurat” yang diambil sebagai hasil penguat untuk dibahas dalam bab berikutnya.

(26)

kecenderungan, kemampuan kreativitas, kepekaan dalam bunyi, kejiwaan tingkat usia anak serta pendidikan musik. Maka penelitian menjadi sebuah proses untuk mengetahui perilaku siswa di sekolah inklusif terhadap anak autis, dengan gejala-gejala lapangan yang berdampak pada hasil dari penelitian yang dilakukan.

Menurut Kemmis & Mc Tanggart (1988) dalam Sukardi (2008:214) bahwa „ada empat komponen penelitian tindakan yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi dalam suatu spiral yang saling terkait satu sama lain.‟ Adanya pengaitan istilah „tindakan‟ dan „penelitian‟ menunjukkan ciri inti metode ini yang

mencoba gagasan-gagasan baru dalam praktik sesuai sasaran dan keadaan tempat menjadi objek penelitian.

Hal yang sama dikemukakan Johnson (2008) dalam Mertler (2010:59) yakni „setiap langkah tersebut dapat berfungsi sebagai panduan dalam melaksanakan proyek penelitian tindakan, harus disesuaikan dengan permasalahan atau tema penelitian.‟ Setiap langkah seyogyanya tidak serta merta di pandang mutlak. Jika diperlukan, para peneliti-guru bisa melompati langkah-langkah tertentu dengan mengatur ulang urutannya.

(27)

dilakukan. Refleksi atau mempertimbangkan baik atau buruknya, berhasil atau tidaknya tindakan merupakan bagian dari tahap diskusi, dan analisis penelitian dilakukan sesudah tindakan sehingga memberikan arah bagi perbaikan selanjutnya.

Kesimpulannya, menurut Lewin dalam Elliott, Kemmis dan Mc Taggart (1988) dalam Sukardi (2008) penelitian tindakan bisa dilakukan dengan berulang-ulang sesuai kondisi, melakukan suatu tindakan, mengamati, mengevaluasi dan merefleksi. Peneliti menggunakan pendekatan penelitian tindakan sebagai proses penelitian yang dilaksanakan tanpa mengubah sistem pelaksanaan. Maka “Sebagaimana menunjukkan sesuatu tindakan, eksperimen, diamati secara terus menerus, dilihat plus minusnya, kemudian diadakan pengubahan terkontrol sampai pada upaya maksimal dalam bentuk tindakan yang tepat” (Arikunto, 2010:8).

Penelitian tindakan diawali dengan langkah-langkah atau tahapan-tahapan kegiatan, secara berulang-ulang yang dikenal dengan nama “siklus” yang menjadi ciri khas dalam penelitian tindakan seperti gambar di bawah ini: Langkah Penelitian ini, diawali dengan mengindentifikasi masalah, kemudian perencanaan pembelajaran melalui sintaksis model sinektik yang disesuaikan dengan kebutuhan materi ajar/ RPP. Selanjutnya pelaksanaan langkah-langkah model yang digunakan dalam RPP tersebut sesuaikan dengan metode penelitian tindakan.

(28)

didiskusikan, langkah terakhir adalah evaluasi, apakah perencanaan RPP itu sesuai atau tidak sesuai, cukup atau perlu dilanjutkan dengan hasil yang diharapkan. Jika siklus pertama belum mencapai apa yang diharapkan maka perlu adanya revisi perencanaan baru yang dilakukan yaitu siklus kedua.

Pada siklus kedua, revisi perencanaan dengan model sinektik yang baru disesuaikan dengan kebutuhan materi. Mulai dari langkah perencanaan, langkah observasi/ pengaruh, langkah refleksi /pertimbangan untuk didiskusikan, langkah evaluasi (cukup/dilanjutkan) dan keputusan tergantung pada kondisi yang terjadi. Alur penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bagan berikut:

(29)

Secara rinci prosedur penelitian di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Orientasi

Orientasi adalah studi pendahuluan yang dilakukan sebelum penelitian berlangsung dengan kegiatan mengindentifikasi masalah. Kegiatan ini dilakukan oleh peneliti terhadap guru kelas selama proses pembelajaran. Tahap ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang pembelajaraan sebelumnya. Temuan ini akan menjadi indikator dalam rancangan tindakan Penerapan Model Sinektik Melalui Pembelajaran Musik Angklung untuk Meningkatkan Interaksi Sosial Anak Autis di Sekolah Inklusif.

Sebelum tindakan, peneliti melakukan studi pendahuluan yang dilaksanakan di kelas II pada tanggal 28 Mei 2012, pukul 09:30 WIB. Dalam orientasi tersebut, peneliti mengamati tentang pengetahuan seni musik siswa dan diketahui bahwa sebagian siswa sudah mengenal tangga nada dan ketukan. Hasil orientasi ini disesuaikan dengan hasil kajian teoritis yang relevan, sehingga dapat menghasilkan program pengembangan tindakan yang tepat dengan interaksi sosial siswa di kelas.

(30)

2. Prosedur penelitian tindakan

a. Plan (Perencanaan)

Pada tahap perencanaan, peneliti membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang terdiri atas SK, KD, indikator, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode yang digunakan dan langkah-langkah tahapan proses pelaksanaan pembelajaran serta evaluasi yang digunakan. Evaluasi akan dijabarkan oleh peneliti pada Bab IV.

Peneliti merancang pelaksanaan proses pembelajaran di kelas menjadi tiga RPP. Setiap pembelajaran berlangsung selama 60 menit. Selanjutnya tahap pelaksanaan pembelajaran, yaitu:

1)Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pertama

Tujuan pembelajarannya RPP yang pertama adalah siswa mampu membuat konsep ritmik dan memainkannya dengan alat angklung. Materi yang diberikan adalah ritmik dan pengenalan konsep hujan. Siswa diminta untuk memperhatikan bunyi hujan. Kemudian, siswa mengategorikan empat jenis hujan dengan bereksplorasi melalui gambar hujan yang diberikan oleh peneliti. Setelah itu siswa melakukan analogi langsung membuat ritmik melalui gambar hujan dengan gerakan tangan.

(31)

pembelajaran berlangsung menjadi tiga bagian, yaitu: kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

Sistem evaluasi yang dilakukan peneliti ialah memperhatikan perkembangan belajar dan perilaku siswa dalam setiap kegiatan dengan mengamati interaksi sosial setiap peserta didik, kemampuan beranalogi, kreativitas, dan berempati.

2)Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kedua

Tujuan pembelajaran dalam RPP kedua adalah siswa mampu membuat konsep durasi dan memainkannya dengan alat angklung. Materi yang diberikan adalah durasi. Dengan konsep durasi peneliti memberikan informasi tentang empat kategori waktu (pendek, sedang, cukup panjang dan panjang). Siswa diminta untuk memainkan empat ritmik jenis hujan dengan waktu tersebut melalui angklung yang dicontohkan oleh peneliti.

Selanjutnya, peneliti mengembangkan kepekaan musikal siswa terkait durasi melalui stimulus bunyi angklung. Siswa diminta beranalogi langsung sebagai hujan, kemudian siswa bereksplorasi melalui gambar dan berkreasi dari benda di sekitar sekolah. Metode yang digunakan ialah tanya jawab, imitasi, dan demonstrasi. Kegiatan pembelajaran berlangsung dalam tiga bagian yaitu: kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

(32)

3)Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Ketiga

Tujuan pembelajaran dalam RPP ketiga adalah siswa mampu membuat dinamik dan memainkannya dengan alat angklung, materi yang diberikan adalah konsep dinamik. Pengenalan konsep untuk mengategorikan konsep dinamik: lembut, sedang, cukup keras, dan keras yang diinstruksikan oleh peneliti. Mengembangkan kepekaan musikal siswa berkaitan dengan dinamik melalui stimulus bunyi hujan dan siswa diminta untuk beranalogi secara personal melalui warna dan bereksplorasi mengenai bunyi hujan dengan gambar. Selanjutnya, siswa berkreasi dari bahan alam.

Berikutnya, tahap presentasi karya dengan menggunakan konsep dinamik melalui warna yang ditempel di kertas karton sebagai papan notasi. Kemudian, siswa memainkan konsep dinamik dengan alat angklung secara individu dan berkelompok. Metode yang digunakan ialah tanya jawab, kerja kelompok, dan demonstrasi. Pelaksanaannya proses pembelajaran berlangsung dalam tiga bagian yaitu: kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

Sistem evaluasi yang dilakukan peneliti ialah penelitian otentik. Data-data otentik diperoleh dengan cara memperhatikan perkembangan belajar, dan perilaku siswa dalam setiap kegiatan. Aspek-aspek yang diamati meliputi interaksi sosial setiap peserta didik, kemampuan beranalogi, kreativitas, dan berempati.

b.Act (Perlakuan)

(33)

memperhatikan aspek-aspek pelaksanaan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan RPP siklus pertama.

Pada proses ini akan diamati apakah peneliti memerlukan siklus kedua yang bergantung pada kesepakatan hasil diskusi peneliti dan pengamat, dengan memperhatikan aspek-aspek dalam RPP pada saat penerapan di lapangan. Langkah selanjutnya siklus I ditentukan sebagai hasil refleksi dari studi pendahuluan, dan siklus II ditentukan sebagai hasil refleksi pada siklus I untuk rancangan RPP berikutnya.

c. Pengamatan

Tahap pengamatan dilaksanakan oleh guru kelas yang mengamati. Pengamat mencatat setiap kejadian selama proses pembelajaran berlangsung. Selain mengamati secara langsung pengamat juga menggunakan rekaman video dan foto yang berfungsi sebagai alat bantu dalam evaluasi, mencatat hal-hal yang mungkin terlewatkan. Pengamat mengobservasi peneliti ketika mengolah proses pembelajaran seni musik melalui model sinektik.

(34)

secara berkelompok, mengatur emosi selama bermain angklung, dan berempati menghargai hasil karya teman-temannya.

Hasil observasi ini dijadikan bahan analisis dan dasar refleksi terhadap tahap tindakan berikutnya. Observasi ini dilakukan untuk melihat kelemahan dan kekurangan dalam penggunaan model selama diaplikasikan kepada siswa. Kemudian, peneliti memperbaiki keadaan hasil dari siklus I, jika hasil yang dicapai belum terlaksana maka peneliti akan melakukan siklus II atau proses pembelajaran pada pertemuan selanjutnya. Pengamatan yang dilakukan dalam setiap siklus mempengaruhi perencanaan tindakan berikutnya sehingga hal tersebut menghasilkan sebuah refleksi untuk perencanaan siklus berikutnya.

d.Refleksi

Langkah refleksi yaitu kegiatan menganalisis pembelajaran dan tindakan yang telah terlaksana selama proses pembelajaran. Pada tahap ini pengamat sebagai guru kelas dengan peneliti berkolaborasi mengkaji dan mendiskusikan hasil analisis terhadap data, proses pembelajaran, dan hasil pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan peneliti.

(35)

angklung pada ajang presentasi karya, membaca notasi gambar hujan, dan menggunakan media warna cat.

Refleksi tindakan ini bertujuan untuk menentukan, mengoreksi dan mengevaluasi guna mendapatkan dasar revisi rencana tindakan berikutnya. Jika hasilnya sudah diketahui maka peneliti dapat melakukan rancangan siklus ke dua, sebagai upaya untuk meyakinkan dan menguatkan hasil penelitian terhadap siswa berdasarkan kesulitan yang diperoleh dari hasil siklus pertama.

Pada intinya, empat langkah penelitian tindakan, mulai dari perencanaan awal hingga penutup, strategi konsep pembelajaran musik melalui model sinektik akan diterapkan dalam setiap pembelajaran. Kemudian, dalam tindakan dan observasi dilakukan tahap persiapan, stimulus dan analogi, pengenalan konsep, eksplorasi dan berkreasi persentasi hasil karya.

Siklus yang diberikan dalam proses pembelajaran ini berkaitan dengan sejumlah konsep model sinektik pada pembelajaran musik angklung. Rangkaian kegiatan dalam model pembelajaran sinektik memiliki tahapan dalam proses struktur rancangan. Setiap tahapan tersebut memiliki tujuan dan teknik sesuai pola yang telah dirancang.

Model sinektik yang digunakan dalam penelitian ini merupakan konsep dari Gordon (1961) yang terdiri enam langkah, dengan satu strategi untuk mencipta sesuatu yang baru. Pada langkah-langkah syntak model sinektik ini, peneliti menggunakan draff Masunah, dkk pada tahun 2011.

(36)

pada tahun 2010, yang terdiri dari enam langkah yaitu persiapan, pengenalan konsep, eksplorasi, stimulasi imagery dan analogi, berkreasi dan presentasi karya.

Gambar 3.2: Sintaks Pembelajaran Sinektik tahun 2010 Model Masunah, dkk (2011:72)

Pada tahun 2011 dilakukan pengembangan draff sintaksis pada model sinektik pada pembelajaran musik dan tari pada ABK (Autis) dengan studi kasus yang berbeda. Model pembelajaran terdiri atas lima langkah antara lain: persiapan, pengenalan konsep melalui stimulus dan analogi, eksplorasi, berkreasi dan presentasi karya.

(37)

Aplikasi model pembelajaran merupakan strategi baru untuk mewujudkan hasil yang efesien dalam hubungan harmonis antara guru dan siswa, kasih sayang, kesabaran dan pemahaman yang baik terhadap karakteristik peserta didik. Peneliti menggunakan model sinektik Masunah, dkk (2011) dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

Gambar 3.3

Sintaks Pembelajaran Sinektik, Model Masunah, dkk (2011:11)

1. Tahap persiapan

Pada tahap ini dilakukan aktivitas yang dapat memusatkan perhatian anak pada aktivitas pembelajaran. Dalam upaya mengembangkan konsentrasi siswa pada saat pembelajaran, disarankan untuk melakukan aktivitas yang melibatkan gerak

2. Tahap pengenalan konsep melalui stimulus imagery dan analogi

(38)

3. Eksplorasi

Pada tahap ini konsep yang telah dipelajari kemudian dieksplorasi dengan menggunakan beragam kemungkinan berdasarkan inisiatif siswa. Siswa dapat bereksplorasi menggunakan imajinasinya apabila ada stimulasi yang diberikan oleh guru. Eksplorasi juga dapat dilakukan dengan cara menggabungkan sejumlah kemungkinan kombinasi konsep musik dengan konsep rupa yang telah dipelajari. 4. Berkreasi

Pada tahap ini pengalaman yang diperoleh siswa dilakukan melalui tahap sebelumnya, dan dirangkai menjadi satu kesatuan ide yang dapat diwujudkan dalam bentuk karya. Guru dapat memberikan arahan bila siswa mengalami kesulitan dalam mewujudkan ide. Aktivitas ini dilakukan dalam bentuk kelompok kecil.

5. Presentasi karya

Siswa dilatih dengan baik untuk membuat hasil karyanya sehingga siswa memiliki kesempatan untuk mengalami proses pengolahan estetis. Setelah itu, siswa mempresentasikan hasil karyanya di kelas atau dalam pertunjukan tertentu. Hal ini merupakan tahapan penting dalam mengembangkan kepercayaan diri, penghargaan pada usaha bersama, dan kemampuan untuk melakukan komunikasi estetis.

(39)

dengan teori pembelajaran lainnya, CT (pembelajaran kooperatif / cooperative learning) and CTL (contextual teaching and learning). Serta memperhatikan perubahan melalui penelitian eksperimen yang disesuaikan dengan asumsi peneliti dalam penelitian ini. Penelitian ini akan menggunakan pendekatan pembelajaran tematik karena sekolah ibnu sina menggunakan pembelajaran terpadu.

Pembelajaran terpadu merupakan model implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jenjang pendidikan. Konsep pembelajaran terpadu berada di Sekolah Dasar bertujuan untuk membentuk pengalaman siswa secara totalitas dalam pribadi anak.

Menurut Atkinson (1989:9) dalam Rochman (2010:141) mengemukakan „pembelajaran terpadu merupakan metode pengorganisasian pembelajaran yang menggunakan beberapa bidang studi yang sesuai, dan dapat saling dipertukarkan. Tujuan menciptakan proses pembelajaran relevan dan bermakna bagi anak.‟

Dengan demikian pembelajaran terpadu dapat dikemas dan diawali dengan tema, atau topik tentang suatu wacana dari berbagai sudut pandang atau disiplin keilmuan yang mudah dikenal dan dipahami siswa. Siswa dapat terlatih untuk mencari, menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari baik secara teori dan praktik.

(40)

Maka dengan keterpaduan tersebut menjadi kesinambungan dan kesederhanaan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan siswa. pendekatan pembelajaran terpadu, dimaksudkan agar pengumpulan bahan kajian secara tematis dan kebermaknaan secara komunikatif.

B.Lokasi Penelitian dan Subjek Penelitian

1. Lokasi penelitian.

Lokasi penelitian merupakan lokasi dilaksanakannya penelitian sebagai sumber diperolehnya data yang diperlukan dalam penelitian. Penelitian ini dilakukan di sekolah inklusi Sekolah Dasar Islam Ibnu Sina, di bawah Yayasan Ibnu Sina yang terletak di Jalan Lembah Asri Nomor 2 Kompleks Bumi Asri IV Padasuka Cicaheum Bandung.

Gambar 3.4:

(41)

a. Profil sekolah

SD Islam Ibnu Sina berada pada area seluas + 4500 m2 yang berlokasi di Jalan Lembah Asri Nomor 2 Kompleks Bumi Asri Padasuka Cicaheum Bandung. SD Islam Ibnu Sina berada di lingkungan yang masih kondusif bersih dan alamiah.

SD Islam Ibnu Sina berdiri sejak tahun 1995 di bawah naungan Yayasan Rahmatan Lil‟Alamin. Yayasan Rahmatan Lil‟Alamin selain mendirikan SD,

juga mendirikan TK, PG Ibnu Sina, Balai Pengobatan “Ibnu Sina Medica”, Day Care Ibnu Sina, Biro Konsultasi Psikologi Ibnu Sina dan sekarang sedang membangun SMP Ibnu Sina. Lokasinya berdekatan dengan SD Ibnu Sina. SD Islam Ibnu Sina saat ini telah terakreditasi A (Amat Baik) berdasarkan Surat Keputusan dari Badan Akreditasi Propinsi Sekolah dan Madrasah (BAP-S/M) Propinsi Jawa Barat Nomor: 02.00/140/BAP-SM/XII/2007.

Sekolah tersebut memiliki visi dan misi. Berdasarkan hasil arsif di sekolah Ibnu Sina bahwa visi nya antara lain: menjadi lembaga pendidikan dasar unggulan, terpadu, dan terkemuka yang mendapat pengakuan dan dukungan masyarakat dalam rangka mempersiapkan anak didik yang berkualitas melalui pembinaan anak-anak usia sekolah dasar.

(42)

masyarakat dengan berperan sebagai sumber daya pendidikan dasar yang berkualitas.

Berdasarkan sumber arsif di sekolah bahwa SD Islam Ibnu Sina didirikan dengan tujuan agar dapat menghasilkan lulusan berkualitas yang bercirikan, antara lain: (1) memiliki aqidah benar dan kuat, berakhlak mulia, memiliki wawasan yang luas, beribadah secara benar dan istiqomah, cakap, terampil, berkepribadian, kreatif dan inovatif.; (2) Sebagai upaya menyukseskan program wajib belajar sembilan tahun dengan memberikan program beasiswa bagi siswa berprestasi yang kurang mampu.

Sistem pendidikan dan kurikulum yang digunakan di sekolah Islam Ibnu Sina adalah sistem terpadu, sistem full-day school, sistem keagamaan. Kurikulum yang digunakan sekolah Ibnu Sina yaitu KTSP sama dengan kurikulum sekolah pada umumnya, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan sekolah dan kebutuhan siswa ABK. Isi dari KTSP disesuaikan dengan tujuan sistem pendidikan yang dicapai di SD Islam Ibnu Sina antara lain: pendidikan keagamaan, pendidikan umum, pendidikan khusus, dan ekstra kurikuler.

(43)

Tabel 3.5

Struktur Program SD Islam Ibnu Sina (Sumber: Arsip Sekolah)

No Bidang Studi K e l a s K e t e r a n g a n

Sistem pembelajaran inklusif menerapkan pembelajaran dengan sistem KTSP dengan kebutuhan yang disamakan kepada setiap siswa. Akan tetapi, bagi siswa ABK penerapan KTSP dipadukan dengan kurikulum PPI (Program Pembelajaran Individual). PPI merupakan bagian sistem di luar pembelajaran di kelas dengan pembinaan pembelajaran yang dilakukan oleh pedagog.

(44)

Seperti halnya pada pembelajaran SBK (materi ajar seni musik dan seni rupa) disampaikan secara paralel pada tingkat TK, SD, dan SMP dengan materi yang berpedoman pada KTSP.

SD Islam Ibnu Sina mempunyai satu unit bangunan bertingkat dua. Jumlah sarana dan prasarana pada ruangan kelas ada dua, satu ruang guru, satu ruang kepala sekolah dan wakil, satu ruang TU dan Administrasi, satu ruang sanggar pramuka, satu ruang UKS, satu ruang perpustakaan, satu ruang kantin, satu area kamar mandi dan tempat wudhu, masjid, serta halaman bermain.

SD Islam Ibnu Sina memiliki 25 orang pendidik, didukung oleh 2 orang tenaga TU sekolah dan 2 orang penjaga sekolah.

a. Profil Siswa

1)Perkembangan Jumlah Siswa

Perkembangan jumlah siswa mulai dari tahun ajaran 1994—1995 hingga 2011—2012 dengan jumlah laki-laki dan perempuan dapat dilihat di grafik di bawah.

2)Jumlah Siswa per Kelas

(45)

2. Subjek penelitian

Subjek penelitian ini adalah kelas II (kelas penyantun) dengan jumlah siswa tujuh belas orang, satu siswa ABK dan enam belas siswa lainnya non-ABK. Siswa didampingi oleh wali kelas dan guru kelas. Siswa ABK tersebut bernama Khirka M Sachedina yang berumur delapan tahun. Menurut hasil tes menggunakan Stanford Binet yang dilakukan dua kali di klinik Konsultasi Psikologi Rumah Sakit Al-Islam Bandung, saat ini karakteristik kemampuan mental anak tersebut berada pada usia tiga tahun sembilan bulan yang sangat jauh antara usia mental dan usia kronologisnya. Kemampuannya pun tergolong rendah, yakni pada posisi MR (Mental Retrted Ringan) dengan IQ 45 Skala Binet.

Ketika tes diberikan perhatian anak ini tidak cukup kooperatif, tidak fokus, terkesan frustasi apabila tidak bisa menjawab, namun perilakunya masih bisa dikontrol, pemahaman intruksi dalam kalimat yang panjang (tiga kali perintah dalam satu kalimat), kemampuan bicara aktif masih terbatas baru 2—3 kata dalam satu kalimat dan artikulasi kurang jelas. Siswa ini sudah paham mengenai bentuk

0 50 100 150 200 250

Laki-laki

Perempuan

Jumlah

(46)

geometrik seperti segitiga, lingkaran dan segi empat, dan sudah dapat menggambarkannya.

Ia juga sudah dapat memahami benda dan fungsinya, mampu membedakan gambar, membandingkan kecil dan besar, memilih benda sesuai dengan kelompoknya dan dapat menyebut benda-benda di luar kepala. Disimpulkan dari hasil psikolog bahwa Khirka memiliki gangguan perkembangan autistik.

Kelas penyantun merupakan tempat yang biasa digunakan untuk kegiatan ekstrakurikuler seni musik angklung. Alat angklung lengkap, tetapi tidak terletak pada tempatnya secara lengkap, karena angklung tersebut dipegang setiap siswa yang ikut kegiatan ekstrakurikuler angklung. Jadi, sisa angklung yang ada di kelas, banyak angklung yang bernada sama dan tidak berurutan. Kondisi demikian membuat peneliti tertarik untuk memanfaatkan angklung yang sisa ini menjadi permainan ritmik kepada siswa di kelas tersebut.

C. Definisi Operasional

Variabel penelitian sesuai dengan judul penelitian, “Penerapan Model Sinektik melalui Pembelajaran Musik Angklung untuk Meningkatkan Interaksi Sosial Anak Autis di Sekolah Inklusif” yaitu sebagai berikut:

1. Pembelajaran Musik Angklung 2. Model Sinektik

(47)

1. Pembelajaran musik angklung untuk meningkatkan kreativitas dan interaksi sosial siswa, antara lain:

a. Kreativitas dalam pembelajaran SBK seni musik, siswa dapat:

1)mengekspresikan empat jenis ritmik hujan ke dalam permainan angklung, kemudian berkreasi secara individu dan kelompok.

2)menampilkan empat karya gambar jenis durasi hujan dengan mendemonstrasikannya melalui perminan angklung.

3)mendemonstrasikan empat jenis dinamik hujan dengan berkreasi melalui permainan angklung.

b. Interaksi sosial dengan hubungan timbal balik seperti komunikasi yang mengisyaratkan terjadi kerja sama antarsiswa baik orang perorangan atau kelompok dengan kelompok.

1)mengatur emosinya dalam menunggu giliran bermain.

2)berempati membantu jika ada salah satu siswa mengalami kesulitan.

2. Model sinektik dalam pembelajaran SBK seni musik, antara lain: a. Strategi pembelajaran mudah dipahami oleh siswa dan guru.

b. Proses pembelajaran menarik dan menyenangkan pada kegiatan pembelajaran musik angklung.

c. Hasil pembelajaran lebih bermakna, baik pemahaman analogi, kreativitas, dan interaksi sosial.

3. Meningkatkan interaksi sosial bagi anak autis.

(48)

b. Ada hubungan timbal balik, adanya komunikasi yang mengisyaratkan terjadi kerja sama antara anak autis dengan siswa lainnya baik perorangan maupun kelompok.

c. Saling membantu dalam dialog dan diskusi untuk menentukan ide atau gagasan.

d. Tumbuh rasa empati sesama siswa dalam mengatasi kesulitan dalam belajar dan saling toleransi.

D.Instrumen Penelitian

Indikator proses pembelajaran musik angklung diterapkan kepada siswa dengan konsep beranalogi, gambar ekspresi, dan warna sebagai media bunyi dalam mengenal ritmik, dinamik, dan durasi. Hal tersebut bertujuan untuk membuat suatu permainan secara mandiri dan kelompok serta berkarya bersama.

Konsep ini digunakan sebagai instrumen penelitian dengan observasi perspektif. Selain itu, peneliti melakukan pengamatan melalui studi literatur dari beberapa sumber buku, hasil penelitian, dan makalah-makalah yang sudah diseminarkan, data dokumentasi, serta wawancara dan internet.

(49)
(50)

E.Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Salah satu bentuk metode observasi yang paling efektif ialah “melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrumen.

Kemudian terdapat format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi” (Arikunto, 2010:272).

Observasi yakni suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung di lapangan. Peneliti langsung mendatangi lokasi penelitian. Peneliti juga memposisikan diri sebagai pengamat, ikut mengintervensi pada pelaksanaan agar dapat mengetahui suatu kejadian pada peristiwa yang sedang diamati. Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi sebanyak 7 kali dengan 3 kali pra-penelitian, dan 4 kali penelitian dalam proses pembelajaran di kelas. Observasi ini mengamati proses pembelajaran seni dan materi yang diberikan, apakah siswa merespon dan mengikuti proses pembelajaran, mengamati perilaku siswa autis dengan siswa yang lain dalam mengikuti pelajaran dan lain-lain.

(51)

Tabel 3.8 Observasi Penelitian

Masa Observasi Waktu Hal yang Diobservasi

Pra-penelitian 3 kali

 Keadaan Sekolah Inklusif di SD Islam Ibnu Sina

 Karakteristik siswa kelas dua dngan gambaran umum tentang siswa autis dan siswa normal  Sistem pembelajaran di sekolah

Penelitian di

Wawancara memiliki pedoman dalam pelaksanaannya, salah satunya pedoman semi structured, yaitu “pada awalnya interviewer menanyakan beberapa pertanyaan terstruktur, kemudian satu per satu diperdalam untuk mengorek keterangan lebih lanjut, meliputi semua variabel dengan keterangan lengkap”

(52)

Hal tersebut dilakukan agar wawancara lebih efisien dan didapatkan data yang tepat. Karena itu, peneliti menentukan wawancara pada informan dengan memperhatikan pemilihan waktu, suasana, dan kondisi yang tepat untuk kesediaan informan untuk diwawancarai. Konsep wawancara yang dilakukan peneliti secara langsung dengan beberapa narasumber. Seperti kepala yayasan, guru SBK, guru kelas, pedagog, helper, orang tua murid, dan para siswa lainnya.

Data diperoleh dari studi dokumentasi, studi lapangan serta refleksi jurnal, ditunjang dengan alat elektronik berupa alat perekam baik audio maupun visual, dan komputer untuk pencatatan dokumentasi.

Dalam pelaksanaan penelitian alat-alat tersebut digunakan untuk memperoleh informasi latar belakang sekolah inklusif Ibnu Sina, tentang pertimbangan pengajaran dan penerapan dari model pembelajaran musik, penggunaan musik angklung bagi siswa dan anak autis, pendekatan yang sudah pernah dilakukan, serta mengetahui cara mengatasi kendala-kendala atau kesulitan siswa autis dalam pembelajaran.

Data yang terkumpul dari hasil wawancara dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan pembelajaran musik angklung, aplikasi dari materi pembelajaran angklung, perilaku siswa autis, serta sarana dan prasarana yang tersedia di lokasi sekolah.

3. Studi Dokumentasi

(53)

yang sudah menjadi sumber data ditelaah oleh peneliti untuk membantu menafsirkan informasi dalam penelitian.

Melalui dokumentasi, peneliti juga dapat menganalisis dan mengevaluasi KBM yang berlangsung, guna melihat sejauh mana pelaksanaan pembelajaran musik angklung melalui model sinektik untuk meningkatkan interaksi sosial serta mengoptimalkan kemampuan kreativitas dalam berkesenian.

4. Studi Literatur

Peneliti menggunakan beberapa referensi dalam menentukan landasan berpikir dan membangun konsep berpikir yang berhubungan dengan penelitian. Peneliti menganalisis penelitian sebelumnya dengan mempelajari kaitan antara topik penelitian dengan konsep model sinektik, karakteristik anak autistik, sekolah inklusif dalam media buku, jurnal, artikel, dan makalah.

Dengan demikian, studi literatur ini bertujuan untuk membantu peneliti dalam memahami, mempelajari, membandingkan, menemukan pandangan baru, pengetahuan dan wawasan terhadap masalah yang diteliti.

5. Validasi Data

Dalam menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Untuk itu, setiap peneliti memperoleh data selalu diupayakan untuk pemeriksaan kebenaran data. Peneliti menggunakan teknik triangulasi, member check, peer debriefing, dan expert opinion dalam teknik pemeriksaan kebenaran data.

(54)

untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.”

Peneliti nencermati data dari sumber informasi, kemudian peneliti melakukan pengumpulan data secara cermat. Peneliti juga membandingkan data yang diperoleh dengan data dari sumber lain.

Tujuan menggunakan triangulasi sebagai upaya peneliti dalam mengakuratkan data yang diperoleh dari sumber peneliti dengan informasi yang diperoleh dari sumber lain, yaitu guru kelas, helper, guru SBK. Kemudian, peneliti membandingkan data hasil wawancara dengan mencocokkan data dari hasil observasi.

b. Member check, menurut Arikunto (2010:26) “melakukan pengecekan kembali dari sumber data, dianalisis, dimaknai data yang terkumpul.” Dengan demikian, peneliti melakukan pengumpulan data ulang agar hasil yang diperoleh benar-benar valid dan dapat dipercaya.

Peneliti mengecek kebenaran dan keabsahan data dari hasil temuan penelitian. Dalam proses ini data atau informasi dikonfirmasikan kebenarannya pada setiap pelaksanaan tindakan yang diperoleh peneliti kepada guru kelas, helper melalui kegiatan diskusi (reflektif kolaboratif). c. Peer Debriefing, menurut Moleong (2005:332) “teknik yang dilakukan

(55)

mempertajam analisis penelitiannya guna memperoleh data dengan validasi yang efisien.

d. Expert Opinion adalah mengonsultasikan hasil penelitian kepada para ahli di bidangnya, termasuk dengan dosen pembimbing. Tujuannya untuk memperoleh arahan dan masukan sehingga validasi temuan penelitian dapat dipertanggungjawabkan.

F.Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian tindakan merupakan suatu proses memahami data, memaknai data yang diperoleh sesuai dengan kondisi situasi sebenarnya secara seksama mulai dari lapangan maupun setelahnya. Setelah data terkumpul secara lengkap, maka penyusun akan melakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mengategorikan setiap tema sesuai dengan pola data dari hasil penelitian. 2. Menyesuaikan dan membandingkan antara data hasil lapangan dengan

data-data dari sumber lain berbentuk teori serta narasumber yang menunjang, sehingga menghasilkan beberapa kesimpulan secara valid.

3. Data dianalisis kembali sedemikian rupa dengan data-data yang relevan kemudian dikaitkan dengan teori yang ada. Setelah menghasilkan beberapa kesimpulan, kemudian peneliti akan memaparkan ke dalam tulisan.

(56)
(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan pada pembahasan sebelumnya, peneliti merumuskan beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban dari pertanyaan penelitian yakni:

Perencanaan pembelajaran dibuat dan dikemas dalam sebuah desain pendekatan penelitian tindakan. Materi ajar yang diberikan merupakan pembelajaran musik yaitu unsur-unsur musik yang meliputi ritmik, durasi dan dinamik yang di didukung dengan menggunakan alat angklung. Selama proses perencanaan pembelajaran strategi dirancang dan disesuaikan dengan kebutuhan siswa di sekolah inklusif. Untuk itu peneliti memilih pembelajaran model sinektik yang dipadu dengan konsep pembelajaran tematik dengan berpedoman pada kegiatan tahunan SD Islam Ibnu Sina.

Model sinektik merupakan pendekatan yang memunculkan ide-ide dan gagasan-gagasan kreatif yang dekat dengan kehidupan sekitar. Dengan tahapan sintak antara lain, tahap persiapan, tahap pengenalan konsep melalui stimulus dan analogi, tahap eksplorasi, tahap berkreasi, dan tahap presentasi karya.

(58)

anak, dengan mencari dan menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajarinya.

Rencana dalam aplikasinya menggunakan angklung pada materi ritmik, durasi dan dinamik. Konsep materi yang diajarkan dikolaborasikan antara seni rupa (gambar, cat dan bahan alam). Pendukung lain melalui gerakan. Penggabungan tersebut merupakan sebagai stimulus dan respon selama proses pembelajaran antara guru dan siswa. Seni rupa sebagai stimulus di respon dengan seni musik, ataupun stimulus seni musik di respon dengan seni rupa.

Pelaksanaan pada proses pembelajaran pada siklus I, siswa mempelajari materi ritmik analogi langsung, materi durasi analogi langsung, dan materi dinamik analogi personal. ketiga materi tersebut dipelajari oleh siswa dengan mengategorikan bunyi hujan, kemudian mengeksplorasikan ke dalam bunyi angklung, gambar, dan warna serta mempresentasikannya di depan kelas.

Diawali dengan pengenalaan pemahaman konsep kepada siswa untuk memahami suatu fenomena dari segala sisi, kebermaknaan keterkaitan antara pengetahuan yang dimiliki siswa dengan materi yang dipelajari. Tahap eksplorasi proses kebermaknaan berlangsung melalui pembelajaran angklung diawali dari memahami, beranalogi, berimajinasi melalui stimulus gambar direspon dengan bunyi begitu pun sebaliknya, di stimulus bunyi direspon dengan gambar. Selanjutnya proses kreativitas siswa dilanjutkan selama proses berkreasi.

(59)

dengan individu dan berkelompok dengan menunjuk notasi gambar, kemudian siswa memainkannya dengan alat angklung. Siswa memainkan angklung dengan serangkaian notasi gambar dari hasil karya siswa.

Interaksi sosial yang terlihat pada siklus pertama dari pertemuan pertama hingga pertemuan kelima. Seluruh siswa menunjukan ada reaksi akan tetapi belum menampakkan suatu perubahan menyeluruh. Antara lain: Siswa autis dapat mengikuti instruksi selama proses pembelajaran. Siswa autis juga menunjukan ada reaksi senang ketika siswa tersebut berhasil memainkan angklung dengan mengosok-gosokkan tangan di kepalanya, menjulurkan lidahnya, senyum dan tertawa.

Sikap siswa autis belum bisa mengontrol diri dengan baik dengan melawan jika dari sikap tidak menyenangkan dari siswa lain. Siswa autis belum mampu mandiri dalam mengikuti instruksi dan bermain angklung, masih dibantuan dari helpernya. Kemudian siswa autis belum bisa untuk berkomunikasi secara langsung, dan belum sabar dalam menunggu giliran selama bermain bersama.

Secara umum, siswa normal masih kurang berempati sesama temannya. belum fokus dan belum mampu menentukan giliran ketika memainkan angklung bersama. Meski begitu siswa normal mulai tampak ada interaksi dan komunikasi dengan teman lainnya.

(60)

cat dengan beranalogi berdasarkan pengetahuan yang dimiliki siswa, kemudian dieksplorasikan gambar cetak tersebut melalui bunyi hujan dimainkan dengan alat musik angklung.

Pada saat siswa bereksplorasi, proses berkreasi dikemas di dalam proses berkreativitas selama bermain angklung. Berikutnya masuk ke tahap presentasi karya. Siswa memainkan angklung dengan serangkaian notasi gambar dari hasil karya siswa. Guru melatih, dan menguji siswa dengan berkelompok dan individu dengan menunjuk notasi gambar, kemudian siswa memainkannya dengan alat angklung.

Interaksi sosial yang terlihat pada siklus kedua pertemuan keenam dan ketujuh. Seluruh siswa menunjukan sudah menampakkan suatu perubahan secara signifikan. Antara lain siswa autis dapat dengan baik saat berkonsentrasi, fokus, mampu bermain angklung sendiri, mampu berinteraksi dengan siswa normal, mampu adanya kerjasama, dan empati. Siswa normal sudah menunjukkan adanya komunikasi, kerjasama, dan empati dengan siswa autis. Secara keseluruhan siswa normal dan autis mampu memainkan angklung dengan baik.

(61)

Model ini terbukti memadai untuk meningkatkan kemampuan interaksi sosial anak autis dan siswa lainnya melalui stimulus dari seni rupa dan berkreasi seni musik, stimulus dari seni musik dan berkreasi seni rupa didukung dengan gerakan secara kemampuan kinestetik. Perubahan interaksi sosial anak autis dalam pembelajaran musik angklung di sekolah inklusif, dapat mengalami perubahan lebih baik terlihat maksimal dari segi kognitif, psikomotor maupun afektif.

Secara kognitif menunjukkan, siswa autis mampu berkonsentrasi dalam beranalogi tentang hujan kemudian dieksplorasikan dengan kertas warna. Siswa autis mampu fokus ketika mengikuti instruksi guru. Siswa ini mampu berkreasi memilih biji-bijian yang dedaunan tanpa dibantu helper-nya. Siswa autis dapat mengikuti instruksi guru dengan menirukan tepukan tangan, menggoyangkan angklung, mencari alat angklung dan berkreasi gambar dengan benda alam. ikut menempel, dan mengembalikan angklung pada tempatnya.

Secara psikomotor menunjukkan,siswa autis sebelumnya dia tidak bisa memainkan angklung, sekarang mampu bermain angklung dengan baik. Siswa autis tidak lagi bergantung kepada helper ketika bermain angklung. Siswa autis mampu tepat dalam memainkan angklung melalui gambar.

Gambar

Gambar 3.2: Sintaks Pembelajaran Sinektik tahun 2010   Model Masunah, dkk (2011:72)
Gambar 3.3 Sintaks Pembelajaran Sinektik, Model Masunah, dkk (2011:11)
Gambar 3.4:
Tabel 3.5 Struktur Program SD Islam Ibnu Sina (Sumber: Arsip Sekolah)
+4

Referensi

Dokumen terkait