• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN K.H.E YASIN DALAM BIDANG PENDIDIKAN DI MENES PANDEGLANG BANTEN TAHUN 1916-1938.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERANAN K.H.E YASIN DALAM BIDANG PENDIDIKAN DI MENES PANDEGLANG BANTEN TAHUN 1916-1938."

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN K.H.E.MOHAMAD YASIN DALAM BIDANG PENDIDIKAN DI MENES PANDEGLANG BANTEN (1916-1938)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Sejarah

OLEH: Arum Puspita Dyah

0900897

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

PERANAN K.H.E.MOHAMAD YASIN DALAM BIDANG PENDIDIKAN DI MENES PANDEGLANG BANTEN (1916-1938)

Oleh

Arum Puspita Dyah

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Sosial

© Arum Puspita Dyah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

ARUM PUSPITA DYAH

PERANAN K.H.E MOH YASIN DALAM BIDANG PENDIDIKAN DI MENES

PANDEGLANG BANTEN (1916-1938)

Disetujui dan disahkan oleh:

Pembimbing I

Drs. H. Ayi Budi Santosa, M.Si

NIP. 19570408 198403 1 003

Pembimbing II

Dr. Encep Supriatna, M.Pd

NIP. 19760105 200501 1 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah

Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M.Pd

(4)

ABSTRAK

(5)

Abstract

(6)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 5

1.3.Tujuan Penelitian ... 5

1.4.Manfaat Penelitian ... 6

1.5.Struktur Organisasi Skripsi... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

2.1. Ruang Lingkup pendidikan ... 8

2.1.1. Pengertian Pendidikan ... 9

2.1.2.Tujuan Pendidikan ... 12

2.2.Pendidikan Islam di Indonesia ... 13

2.2.1.Pendidikan Pesantren……….. 21

2.2.2.Sistem Pendidikan Islam... 22

2.2.3.Filsafat Pendidikan Islam……… 24

2.2.4 Penelitian Terdahulu……… 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

3.1. Metode Penelitian ... 29

3.2. Persiapan Penelitian ... 37

3.2.1. Penyusunan Rancangan Penenlitian ... 39

3.2.2. Proses Bimbingan……… 39

3.3.Pelaksanaan Penelitian………. 40

3.3.1.Heuristik (pengumpulan sumber)………... 40

3.3.2.Kritik (Kritik Eksternal dan Internal)……… 41

3.3.3.Penafsiran (Interpretasi)………. 43

(7)

BAB IV KIPRAH K.H.E MOH YASIN SEBAGAI PENDIRI MATHLA’UL

ANWAR (1916-1938)………. 47

4.1. Kondisi Pendidikan di Banten pada Masa Kolonial Belanda ... 47

4.2. Peran K.H.E Moh Yasin dalam Bidang Pendidikan tahun 1916-1938... 57

4.2.1.Riwayat hidup K.H.E.Moh Yasin……….. 57

4.2.2.Latar belakang berdirinya Mathla’ul Anwar………. 61

4.2.3.Kondisi umum pendidikan di Menes abad 18-19……….. 64

4.2.4.Berdirinya Mathla’ul Anwar………. 66

4.2.5.Program pendidikan Mathla’ul Anwar………. 70

4.2.6.Lahirnya statute Mathla’ul Anwar……… 73

4.3.Dampak Perjuangan K.H.E Moh Yasin dalam Bidang Pendidikan Tahun 1916-1938……… 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 78

5.1. Kesimpulan ... 78

5.2.Saran... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 82 LAMPIRAN

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Dalam catatan sejarah perjuangan bangsa Indonesia, untuk memperjuangkan kemerdekaan sangatlah tidak mudah, pada saat itu telah terjadi pasang surut perjuangan bangsa Indonesia. Munculnya pergerakan nasional di Indonesia disebabkan oleh dua faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Dalam beberapa hal pergerakan nasional lebih ditentukan oleh faktor dalam negeri yaitu faktor internal, yang ditandai dengan banyaknya perjuangan yang dilakukan oleh rakyat Indonesia, banyak sekali pergerakan-pergerakan yang aslinya dilakukan secara lokal. Unsur-unsur tersebut yang ada di dalam negeri kemudian digerakkan secara optimal dan mengarah ke nasional.

Adapun faktor-faktor yang timbul dari dalam negeri dan bersifat nasional itu antara lain adalah adanya tekanan dan penderitaan yang terus menerus sehingga rakyat Indonesia harus bangkit melawan penjajah, di samping itu adanya rasa senasib- sepenanggungan yang hidup dalam cengkraman penjajah, sehingga timbul semangat bersatu membentuk negara, adanya rasa kesadaran nasional dan harga diri, menyebabkan kehendak untuk memiliki tanah air dan hak menentukan nasib sendiri, sedangkan faktor luar yang dapat mempercepat pergerakan nasional itu antara lain salah satunya adalah diterapkannya pendidikan sistem Barat dalam pelaksanaan politik Etis (1901), yang menimbulkan wawasan yang luas bagi para pelajar Indonesia, walaupun jumlahnya masih sangat sedikit (Sudiyo, 2002: 15).

(9)

mempengaruhi sistem pendidikan di Indonesia, yaitu pesantren. Padahal diketahui bahwa pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan formal di Indonesia sebelum adanya kolonial Belanda, justru sangat berbeda dalam sistem dan pengelolaan dengan sekolah yang diperkenalkan oleh Belanda. Hal ini dapat dilihat dari terpecahnya dunia pendidikan di Indonesia pada abad ke 20 M menjadi dua golongan, yaitu: 1. Pendidikan yang diberikan oleh sekolah Barat yang sekuler yang tidak mengenal ajaran agama, dan 2. Pendidikan yang diberikan oleh pondok pesantren yang hanya mengenal agama saja”(Hasbullah, 1996:14).

Dengan terpecahnya dunia pendidikan menjadi dua corak yang sangat berbeda, tentunya tidak akan mendatangkan keuntungan bagi perkembangan masyarakat Indonesia bagi masa yang akan datang. Dengan terbukanya kesempatan yang luas bagi masyarakat umum untuk dapat memasuki sekolah-sekolah yang diselenggarakan secara tradisional oleh kalangan Islam, dan mendapat tantangan dan saingan berat dengan didirikannya sekolah Belanda yang dikelola secara modern oleh Belanda yang berisikan materi tentang keterampilan duniawi. Sementara untuk sekolah-sekolah Belanda hanya orang-orang tertentu saja yang bisa mendapatkan pendidikan. Kondisi tersebut menimbulkan suatu upaya dari kalangan umat Islam:

“Dalam hal ini muncul kesadaran dari pendidikan Islam ulama-ulama yang pada waktu itu yang menyadari bahwa sistem pendidikan tradisional dan langgar tidak lagi sesuai dengan iklim pada masa itu. Maka dirasakanlah akan pentingnya memberikan pendidikan secara teratur di madrasah atau sekolah secara teratur. Muhamad Abduh dan Rasyid Ridha dengan pembaruan di bidang sosial dan kebudayaan berdasarkan tradisi islam Al-Qur’an dan Hadis yang dibangkitkan kembali dengan menggunakan ilmu-ilmu barat”(Ismail, 1999:78).

(10)

terkenal dengan kiprahnya dalam mendirikan organisasi Muhamadiyah bersama teman-temanya di Yogyakarta pada tahun 1912.

Di samping itu terdapat pula madrasah lain yang berperan dalam pembaruan Islam di Jawa, yaitu pondok Pesantren Tebuireng di Jombang Jawa Timur, yang didirikan pada tahun 1989 oleh K.H Hasyim Asy’ari, yang telah memperkenalkan pola pendidikan pesantren yang pengajaranya lebih memfokuskan pada ilmu-ilmu Agama dan bahasa Arab. Pihak kolonial sendiri melakukan penangkapan terhadap pemimpin agama Islam dan membuang mereka ke luar negeri. Hal ini menjadi keprihatinan tokoh elit agama, termasuk pula tokoh agama yang pernah belajar agama di luar negeri. Para tokoh agama beranggapan bahwa politik Kolonial itu harus segera dihapuskan, untuk mencapai tujuan tersebut banyak madrasah-madrasah yang didirikan anggapan mereka dengan pendidikan tujuan tersebut dapat tercapai.

“Banyak madrasah-madrasah yang muncul sejak tahun 1909, yang dipelopori oleh para pembaruan Indonesia, adapun madrasah-madrasah yang didirikan di Indonesia khususnya di Jawa Barat terdapat beberapa madrasah Mathla’ul Anwar di Menes tahun 1916”(Nizar, 2007: 304).

Mathla’ul Anwar sendiri adalah suatu perguruan pendidikan Islam yang muncul atas dasar kondisi umum masyarakat Banten di bawah kolonialisme Belanda yang sangat memprihatinkan. Pada saat itu pendidikan hanya didapatkan oleh kaum elit pribumi saja, sedangkan masyarakat biasa sulit mendapatkan pendidikan yang layak. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Syarjaya dan Jihaddudin bahwa:

“Mathla’ul Anwar sebagai organisasi kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang pendidikan, sosial dan dakwah yang beraqidah Islam sepanjang tuntunan Al-Quran dan as-Sunah serta ittifaq” (Syarjaya dan Jihaddudin, 2009: 52).

(11)

pendidikan. Sistem pendidikan Indonesia yang dualistis, seperti dicerminkan oleh adanya sistem Barat dan sistem pesantren, dalam batas tertentu juga terdapat pada kalangan modern Islam. Dijumpai madrasah, yaitu sekolah agama dan juga sekolah sejenis dengan sekolah yang didirikan Belanda, kecuali tentang pelajaran agamanya. Golongan modern tidak berhasil untuk menyediakan buku pelajaran untuk sekolah mereka. Mereka pun tidak berhasil menyediakan seluruh tenaga pengajar dari kalangan sendiri ”.

Akan tetapi penyebaran yang dilakukan K.H E Moh Yasin cukup berhasil terbukti dengan eksistensinya sampai saat ini. K.H E Moh Yasin dari Menes ini selalu semangat untuk memajukan umat melalui pendidikan, dia berpikiran bahwa kemajuan umat hanya mungkin dicapai melalui pendidikan. Pada saat itu di bawah kekuasaan Belanda rakyat Banten sangatlah terbelakang, walaupun kondisi seperti itu hampir dialami seluruh rakyat di Nusantara, sebenarnya dari pihak Belanda sendiri memberlakukan politik etis, Yatim (1993: 254) menyatakan bahwa “dalam rangka membendung pengaruh Islam, pemerintah Belanda mendirikan lembaga pendidikan bagi bangsa Indonesia, terutama untuk kalangan bangsawan” (Yatim, 1993: 254). Program politik etis yang dijalankan pihak Belanda sendiri di antaranya membuat irigasi untuk pertanian dan membangun sekolah bagi bumiputera, namun hanya sebagian kecil rakyat yang bisa menikmati sekolah itu, terutama penduduk desa yang sulit menjangkau perkotaan.

(12)

Penulis sangat tertarik pada tokoh yang telah mendirikan perguruan Islam dan mengembangkannya hampir ke seluruh Indonesia serta hambatan-hambatan yang dihadapinya namun kurang dikenal ini, melalui penelitian ini penulis bermaksud untuk menelusuri lebih jauh dengan fokus kajian permasalahan mengenai peranan seorang tokoh yang bernama K.H E Moh Yasin dalam bidang pendidikan. Penulis memilih judul penelitian yang akan membahas mengenai “Peranan K.H E Moh Yasin dalam Bidang Pendidikan di Menes Pandeglang Banten (1916-1938)”. Pada tahun-tahun tersebut untuk mencapai pendidikan yang layak sangat sulit karena peraturan pemerintah Belanda yang mempersulit masyarakat Indonesia dalam mendapatkan pendidikan, namun dengan kegigihan K.H E Moh Yasin perguruan Mathla’ul Anwar ini dapat memberikan pendidikan bagi rakyat pada masa itu.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan pokok-pokok pikiran di atas, terdapat beberapa permasalahan yang akan menjadi kajian dalam penulisan skripsi ini. Adapun permasalahan pokoknya adalah “Bagaimana peranan K.H E Moh Yasin dalam bidang pendidikan di daerah Menes tahun 1916-1938 (Pandeglang-Banten) ?” Sementara untuk membatasi kajian penelitian ini, maka diajukan beberapa pertanyaan sekaligus sebagai rumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimana kondisi umum pendidikan di Banten tahun 1916-1938?

2. Bagaimana peranan K.H E Moh Yasin dalam bidang pendidikan tahun1916-1938?

3. Bagaimana dampak perjuangan K.H E Moh Yasin dalam bidang pendidikan tahun 1916-1938?

1.3Tujuan Penelitian

(13)

1. Untuk mendeskripsikan kondisi umum pendidikan di Banten tahun 1916-1938 2. Untuk menguraikan peran K.H E Moh Yasin dalam bidang pendidikan melalui

perguruan Mathla’ul Anwar

3. Untuk menganalisis dampak dari perjuangan K.H E Moh Yasin dalam bidang pendidikan melalui perguruan Mathla’ul Anwar

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian skripsi ini diharapkan dapat berguna bagi pihak yang berkepentingan, di antaranya sebagai berikut :

1. Diharapkan skripsi ini dapat memperkaya khazanah penulisan yang diselenggarakan oleh pendidikan sejarah pada umumnya dan khususnya pendidikan Mathla’ul Anwar di Menes Pandeglang Banten.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah pengetahuan tentang pendidikan Islam di Indonesia, untuk mengingat kembali bahwa perjuangan organisasi yang bercorak keagamaan pada masa pergerakan nasional dalam hal ini peran tokoh pendiri Mathla’ul Anwar yakni K.H E Yasin.

3. Mengajarkan tentang pentingnya peran pendidikan untuk mengubah suatu bangsa ke arah yang lebih baik.

4. Sebagai perluasan materi mata pelajaran sejarah yang ada pada standar kompetensi 1. Menganalisis perjalanan bangsa Indonesia dari negara tradisional, kolonial, pergerakan kebangsaan, hingga terbentuknya negara sampai proklamasi kemerdekaan Indonesia, 1.1 Menganalisis perkembangan negara tradisional (Hindu-Budha Islam) di Indonesia.

1.5Struktur Organisasi Skripsi

Adapun struktur organisasi skripsi ini terdiri atas:

(14)

dicantumkan rumusan dan identifikasi masalah sehingga dapat dikaji secara khusus dalam penulisan ini. Pada akhir dari bab ini akan dimuat tentang metode dan teknik penelitian yang dilakukan oleh penulis, juga sistematika penulisan yang akan menjadi kerangka dan pedoman penulisan karya ilmiah ini.

Bab II Kajian Pustaka, dalam bab ini dipaparkan mengenai sumber-sumber buku dan sumber lainnya yang digunakan sebagai referensi yang dianggap relevan. Dijelaskan pula tentang beberapa kajian dan penelitian terdahulu mengenai kondisi masyarakat Banten di bawah penjajah (Belanda).

Bab III Metode Penelitian, dalam bab ini diuraikan mengenai serangkaian kegiatan serta cara-cara yang ditempuh dalam melakukan penelitian guna mendapatkan sumber yang relevan dengan permasalahan yang sedang dikaji oleh penulis. Adapun metode yang digunakan adalah metode historis dan teknik yang digunakan adalah studi literatur.

Bab IV Kiprah K.H.E Moh Yasin sebagai pendiri Mathla’ul Anwar 1916 -1938, dalam bab ini penulis akan mendeskripsikan mengenai kondisi pendidikan secara umum di Banten, riwayat hidup K.H E Moh Yasin yang di dalamnya membahas pula latar belakang berdirinya perguruan Mathla’ul Anwar di Menes tahun 1916, bagaimana peran K.H E Moh Yasin dalam bidang pendidikan melalui perguruan Mathla’ul Anwar, serta dampak perjuangan K.H E Moh Yasin dalam bidang pendidikan melalui perguruan Mathla’ul Anwar pada periode 1916-1938 di Menes Pandeglang Banten yang dampak nya dirasakan sampai sekarang.

(15)

ppwwipBAB III METODE PENELITIAN

Dalam Bab III ini secara umum merupakan pemaparan mengenai metode yang penulis gunakan dalam mengumpulkan sumber berupa data dan fakta yang berkaitan dengan kajian peranan tokoh K.H. E Yasin dalam bidang pendidikan. Dalam bab ini akan dibahas secara rinci mengenai metode penelitian, persiapan penelitian, dan pelaksanaan penelitian teknik dalam penulisan skripsi ini.

3.1. Metode Penelitian

Pengertian metode penelitian dan metodologi mempunyai hubungan erat meskipun dapat dibedakan. Menurut definisi kamus Webster’s Third New International Dictionary of the English Language (selanjutnya disebut Webster’s), yang dikutip oleh Sjamsuddin, (2007: 12) yang dimaksud dengan metode pada umumnya ialah:

1. Suatu prosedur atau proses untuk mendapatkan suatu objek…

2. Suatu disiplin atau sistem yang acapkali dianggap sebagai suatu cabang logika yang berhubungan dengan prinsip-prinsip yang dapat diterapkan untuk penyidikan ke dalam atau eksposisi dari beberapa subjek…

3. Suatu prosedur, teknik, atau cara melakukan penyelidikan yang sistematis yang dipakai oleh atau yang sesuai untuk suatu ilmu (sains), seni, atau disiplin tertentu: Metodologi

4. Suatu rencana sistematis yang diikuti dalam menyajikan materi untuk pengajaran…

5. Suatu cara memandang, mengorganisasi, dan memberikan bentuk dan arti khusus pada materi-materi artistik (1): suatu cara, teknik, atau proses daricatau untuk melakukan sesuatu…(2): suatu keseluruhan keterampilan-keterampilan (a body of skills) atau teknik-teknik… (1966: 1422-1423).

(16)

Metode penelitian sejarah lazim juga disebut metode sejarah. Metode itu sendiri berarti cara, jalan, atau petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis. Metode di sini dapat dibedakan dari metodologi, sebab metodologi adalah “science of methods” yakni ilmu yang membicarakan jalan. Sementara yang dimaksud dengan

penelitian, menurut Hilbish (Abdurahman, 2007: 53) adalah penyelidikan yang saksama dan teliti terhadap suatu subjek untuk menemukan fakta-fakta guna menghasilkan produk baru, memecahkan masalah, atau untuk mendukung atau menolak suatu teori.

Lebih khusus lagi sebagaimana yang dijelaskan Garraghan (Abdurahman, 2007: 53) metode penelitian sejarah adalah seperangkat aturan dan prinsip sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis, dan mengajukan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis. Senada dengan pengertian ini, Louis Gottschalk (Abdurahman, 2007: 54) menjelaskan metode sejarah sebagai proses menguji dan menganalisis kesaksian sejarah guna menemukan data yang autentik dan dapat dipercaya, serta usaha sintesis atas data semacam itu menjadi kisah sejarah yang dapat dipercaya. Berdasarkan pengertian di atas, para ahli ilmu sejarah sepakat untuk menetapkan empat kegiatan pokok di dalam cara meneliti sejarah. Istilah-istilah yang dipergunakan bagi keempat langkah itu berbeda, tetapi makna dan maksudnya sama. Gottschalk (Abdurahman, 2007: 54), misalnya mensisitematiskan langkah-langkah itu sebagai berikut:

a. Pengumpulan objek yang berasal dari suatu zaman dan pengumpulan bahan-bahan tertulis dan lisan yang relevan.

b. Menyingkirkan bahan-bahan (atau bagian-bagian dari padanya) yang tidak autentik.

c. Menyimpulkan kesaksian yang dapat dipercaya berdasarkan bahan-bahan yang autentik.

(17)

Ringkasnya, setiap langkah ini biasa juga disebut secara berurutan dengan heuristik, kritik atau verifikasi, aufassung atau interpretasi, dan darstellung atau historiografi. Sebelum keempat langkah ini, sebetulnya ada satu langkah penting, yang oleh Kuntowijoyo (Abdurahman, 2007: 54) ditambahkanya menjadi lima tahap penelitian sejarah, yaitu pemilihan topik dan rencana penelitian.

Mengenai istilah “metode sejarah” telah timbul kerancuan pengertian karena penggunaan istilah tersebut oleh ahli-ahli di bidang disiplin ilmu lain. Mereka menggunakan istilah tersebut dengan memasukan data yang merupakan ilustrasi sejarah bagi pembahasan masalah-masalah dalam disiplin ilmu mereka (Ismaun, 2005: 37).

Menurut Surakhmad yang dikutip Dudung Abdurahman dalam bukunya dijelaskan Surakhmad (Abdurahman, 2007: 63), bahwa dalam penyusunan rencana penelitian, peneliti akan dihadapkan pada tahap pemilihan metode atau tekhnik pelaksanaan penelitian. Sedikitnya ada lima macam metode penelitian yang bisa dipilih: historis, deskriptif, korelasional, eksperimental, dan kuasi

eksperimen. Pilihan yang tepat atas salah satu metode ini sangat bergantung pada maksud dan tujuan peneliti. Jadi sangatlah tepat apabila tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menganlisis peristiwa-peristiwa masa lampau maka metode yang dipergunakan adalah metode historis. Metode historis itu bertumpu pada empat langkah kegiatan: Heuristik, Kritik, Interpretasi dan historiografi.

Berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut tentang teknik mencari dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah. Teknik yang dimaksud biasa dinamakan heuristik, berasal dari kata Yunani heurishein, yang artinya memperoleh. Menurut

(18)

Salah satu prinsip di dalam heuristik ialah sejarawan harus mencari sumber primer. Sumber primer di dalam penelitian sejarah adalah sumber yang disampaikan oleh saksi mata. Hal ini dalam bentuk dokumen, misalnya catatan rapat, daftar anggota organisasi masa, sedangkan sumber lisan yang dianggap primer ialah wawancara langsung dengan pelaku peristiwa atau saksi mata. Sementara berita di koran, majalah, dan buku adalah sumber sekunder, karena disampaikan oleh bukan saksi. Wawancara langsung dengan saksi atau pelaku peristiwa dapat dianggap sebagai sumber primer manakala sama sekali tidak dijumpai data tertulis.

Ada tiga syarat yang sebaiknya dipenuhi oleh peneliti sebelum melakukan wawancara. Pertama, banyak membaca di sekitar permasalahan yang akan dipertanyakan sehingga peneliti cukup mampu manakala harus terjadi dialog dengan informan. Kedua, persiapan alat tulis dan alat perekam yang baik. Apalagi informan lebih dari satu orang, maka tape recorder akan sangat membantu peneliti. Ketiga, peneliti terlebih dahulu sedah menyiapkan bahan-bahan pertanyaan, yaitu berupa daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis dan terarah sesuai dengan permasalahan yang akan dihimpun (Abdurahman, 2007: 67).

Sedangkan dalam buku Suara dari Masa Silam : Teori dan Metode Sejarah Lisan

karya Paul Thompson dijelaskan bahwa dalam buku suara dari masa silam : teori dan

metode sejarah lisan karya Paul Thompson (2012 : 25) dijelaskan bahwa Istilah „sejarah lisan‟sama barunya dengan „tape recorder‟ dan ia pun memiliki implikasi radikal di masa depan. Namun bukan berarti bahwa ia tidak memiliki masa lampau. Pada kenyataanya, sejarah lisan setua sejarah itu sendiri. Ia adalah jenis pertama sejarah. Ketika sejarawan besar professional abad ke-19 asal Prancis, Jules Michelet, professor Ecole Normale, Sorbonne dan college de france, serta curator kepala pada arsip nasional, menulis karyanya History of the French Revolution (1847-1853), ia beranggapan bahwa dokumen tertulis harusnya

menjadi salah satu sumber saja. Ia bisa mengandalkan ingatanya sendiri.

(19)

juga dengan wartawan, mungkin mereka menulis sejarah dan mereka pun memang menyajikan fakta sejarah. Karena alasan-alasan yang berbeda, nampaknya para sejarawan professional tak membayangkan karya mereka sebagai „sejarah lisan‟. Mereka justru berfokus pada persoalan sejarah yang mereka pilih ketimbang metode-metode yang digunakan sebagai pemecahan, mereka pun akan sewajarnya memilih untuk tidak hanya menggunakan sejarah lisan, melainkan pula bersama sumber-sumber lainya. Disaat sejarah lisan tak pernah menjadi „bilik‟ sejarah dalam cangkupanya sendiri, ia merupakan teknik yang dapat digunakan secara masuk akal oleh cabang manapun dalam disiplin tersebut. Tajuknya pun mengundang, bahkan pemisahan bidang di saat jelas bahwa siapapun yang mengambil bukti lisan di waktu-waktu tertentu bahwa pengumpulan bukti lisan adalah aktivitas yang merujuk pada keterjalinan seluruh aspek sejarah, alih-alih pada pemisah tersebut (Thompson, 2012: 86).

(20)

pengalaman pribadi yang bersifat langsung dari seseorang, bukan posisi formal mereka. Ketiga, penting untuk terus-menerus menyadari keseimbangan sosial dari laporan yang sedang dikumpulkan.

Wawancara yang berhasil membutuhkan kecakapan, poin pertama adalah mempersiapkan latar belakang informasi, entah itu lewat membaca dan dengan cara lainya. Cara terbaik untuk memulai kerja ini mungkin melalui wawancara-wawancara eksplanatoris, memetakan lapangan dan menimba gagasan-gagasan serta informasi. Dengan cara ini sebuah masalah dapat didefinisikan, dan sejumlah sumber daya untuk memecahkanya telah ditemukan. Tahap perekaman telah selesai selanjutnya adalah tahap penyimpanan dan pemilahan. Bukti-bukti telah dikumpulkan, disortir, dan dikerjakan dalam bentuk data yang kita inginkan. Terdapat tiga cara yang secara luas dapat menempatkan sejarah lisan bersamaan. Pertama, narasi cerita kehidupan tunggal. Bentuk kedua adalah kumpulan cerita,

karena tak satupun dari kebutuhan-kebutuhan tersebut harus secara terpisah selengkap narasi tunggal, ini adalah cara terbaik dalam menyajikan materi sejarah kehidupan yang lebih lazim. Bentuk ketiga adalah analisis silang, bukti-bukti lisan diperlakukan layaknya lahan tambang yang darinya argumen dapat direkonstruksi. Tahap selanjutnya adalah pengevaluasian materi yang telah terkumpul (Thompson, 2012: 269).

(21)

penyebabnya adalah kekeliruan yang disengaja terhadap kesaksian yang pada mulanya penuh kepercayaan, detail kesaksian tidak dapat dipercaya, dan para saksi tidak dapat dipercaya, dan para saksi terbukti tidak mampu menyampaikan kesaksianya secara sehat, alami, cermat dan jujur.

Tahapan selanjutnya adalah teknik interpretasi, mengutip pendapat Kuntowijoyo (Abdurahman, 2007: 73) interpretasi sejarah sering disebut juga dengan analisis sejarah. Dalam hal ini, ada dua metode yang digunakan, yaitu analisis dan sisntesis. Analisis berarti menguraikan, sedangkan sintesis berarti menyatukan, keduanya dipandang sebagai metode utama di dalam interpretasi. Dalam proses interpretasi sejarah, peneliti harus berusaha mencapai pengertian faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peristiwa. Metode interpretasi sejarah memang pada umumnya sering diarahkan kepada pendangan para ahli filsafat, sehingga sejarawan bisa mendapatkan kemungkinan jalan pemecahan dalam menghadapi masalah historis.

Fase tarakhir dalam metode sejarah adalah historiografi. Historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan, atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan. Layaknya laporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan. Layaknya laporan penelitian ilmiah, penulisan hasil penelitian sejarah hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penelitian dari awal (fase perencanaan) sampai dengan akhir (penarikan kesimpulan). Dengan demikian, cukup jelas bahwa hal yang membedakan penulisan sejarah dengan penulisan ilmiah bidang lain ialah penekanan pada aspek kronologisnya (Abdurahman, 2007: 77).

(22)

kedua itulah yang umumnya kita kenal sehingga sejarah identik dengan historiografi (Ismaun, 2005: 28).

Dalam metode sejarah, terdapat beberapa tahap yang perlu dilakukan penulis ketika akan mengadakan penelitian. Tahap metode sejarah yang dikemukakan oleh Helius Sjamsuddin (2007:17-155) terdiri dari beberapa langkah-langkah sebagai berikut:

1. Tahap heuristik yaitu mencari dan mengumpulkan data dari sumber-sumber sejarah yang relevan dengan penelitian. Sumber-sumber-sumber yang diperoleh sebagian besar terdiri dari buku-buku, artikel, dan jurnal baik yang diperoleh penulis dari perpustakaan maupun dari internet. Pada tahap ini penulis mengumpulkan data mengenai peranan K.H. E Yasin dalam bidang pendidikan tahun 1916-1938.

2. Tahap kritik sumber, yaitu penyaringan secara kritis terhadap sumber-sumber yang telah dikumpulkan terutama terhadap sumber-sumber primer atau sumber pertama. Kritik sumber dilakukan untuk memperoleh fakta yang menjadi pilihan dan dapat dipercaya kebenarannya. Proses kritik sumber memudahkan penulis untuk mengetahui apakah sumber-sumber yang diperoleh relevan atau tidak dengan permasalahan yang dikaji. Tahap ini terbagi dua bagian, yaitu kritik eksternal dan kritik internal.

3. Tahap interpretasi yaitu menafsirkan keterangan sumber-sumber sejarah. Dalam hal ini penulis memberikan penafsiran terhadap fakta-fakta yang diperoleh selama melakukan penelitian dengan cara menghubungkan fakta yang satu dengan fakta lain yang saling berkaitan. Semua fakta yang telah terangkum ini nantinya akan dijadikan sebagai bahan dalam penulisan skripsi ini.

(23)

dalam Bidang Pendidikan di Menes Pandeglang Banten (1916-1938)” sehingga menjadi sebuah satu kesatuan sejarah yang utuh.

Wood Gray (Sjamsuddin, 2007: 89-90) menambahkan ada enam langkah dalam metode historis, yaitu:

1. Memilih topik yang sesuai. Dalam penelitian ini, penulis memilih topik tentang peranan tokoh.

2. Mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan topik. Dalam hal ini, penulis mencari dan mengumpulkan data-data terkait dengan peranan tokoh K.H E Yasin dalam bidang pendidikan.

3. Membuat catatan tentang apa saja yang dianggap penting dan relevan dengan topik yang ditentukan ketika penelitian sedang berlangsung.

4. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah dikumpulkan (melalui kritik sumber). Kritik dilakukan terhadap semua sumber yang dihimpun peneliti tentang tokoh K.H E Yasin untuk memperoleh data yang relevan.

5. Menyusun hasil-hasil penelitian (catatan fakta-fakta) ke dalam suatu pola yang benar dan berarti yaitu sistematika tertentu yang telah disiapkan sebelumnya. Catatan hasil penelitian disusun dalam sebuah sistematika baku yang berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah UPI 2012.

6. Menyajikan dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan mengkomunikasikannya kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti sejelas mungkin.

3.2. Persiapan Penelitian

(24)

Hasyim Ashari dengan Nahdatul Ulama nya, ada salah satu tokoh penting pergerakan namun kurang dikenal dan masih minim tulisan yang membahas salah satu tokoh penting dalam dunia pergerakan pendidikan Indonesia, yaitu K.H E Yasin yang memiliki kontribusi yang besar pada dunia pendidikan.

Hasil tersebut membuat penulis merasa tertarik untuk membahas lebih dalam lagi mengenai peranan tokoh K.H E Yasin dalam bidang pendidikan. Pertanyaan awal penulis adalah bagaimana kondisi umum pendidikan di Banten pada masa kolonial Belanda. Bagaimana riwayat hidup K.H.E Moh Yasin, awal mula beliau mendirikan organisasi Mathla‟ul Anwar yang bergerak dalam bidang pendidikan disaat terjadinya kolonialisme Belanda. Bagaimana peranan K.H E Yasin dalam bidang pendidikan, dan dampak perjuangan K.H E Yasin dalam bidang pendidikan tahun 1916-1938?. Dari pertanyaan tersebut penulis kemudian mencoba untuk mencari lebih banyak lagi sumber mengenai sejarah perjuangan K.H E Yasin dalam bidang pendidikan. Penulis merasa yakin untuk menulis permasalahan peranan tokoh K.H E Yasin dalam bidang pendidikan, namun sebelum diajukan ke Tim Pertimbangan Penulis Skripsi (TPPS), penulis terlebih dahulu mengkonsultasikan judul dengan dosen, Bapak Dr. Encep Supriatna, M.Pd dan bapak Drs.H. Ayi Budi santosa, M.Si, Setelah dikonsultasikan, beliau menyarankan untuk melanjutkan permasalahan yang akan diteliti tersebut, penulis lalu mengajukan judul ke-TPPS yaitu “Peranan Tokoh K.H E Yasin dalam Bidang Pendidikan melalui Mathla’ul Anwar di Menes Pandeglang Banten tahun 1916-1938”. Pengajuan judul skripsi ke Tim Pertimbangan Penulis Skripsi (TPPS) dilakukan pada awal Januari 2013, yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyusunan proposal penelitian. Adapun isi dari proposal tersebut antara lain:

(25)

3.2.1. Penyusunan Rancangan Penelitian

Tahap Selanjutmya penulis membuat rancangan penelitian yang disusun dalam bentuk proposal skripsi. Proposal penelitian yang sudah disusun kemudian diserahkan kepada Tim Pertimbangan Penulis Skripsi (TPPS). Pada tahapan ini, ada beberapa bagian pada proposal yang diperbaiki dan disesuaikan dengan kriteria penulisan karya ilmiah. Setelah proposal disetujui, penulis mengajukan proposal tersebut untuk mengikuti seminar proposal skripsi. Penulis kemudian mengikuti seminar proposal yang dilaksanakan pada tanggal 11 Januari 2013 di Ruang laboratorium Jurusan Pendidikan Sejarah, lantai 4 Gedung FPIPS, Universitas Pendidikan Indonesia. Hasil dari seminar proposal skripsi tersebut diantaranya adalah perubahan redaksi kata pada judul dari “Peranan K.H E Yasin dalam bidang Pendidikan di Menes Pandeglang Banten 1916-1938”, selain itu juga penulis mendapatkan saran untuk menambahkan sumber rujukan.

3.2.2. Proses Bimbingan

Tahap selanjutnya adalah bimbingan. Proses dalam penulisan skripsi ini dilaksanakan dengan dosen pembimbing I dan pembimbing II. Berdasarkan surat penunjukkan pembimbing skripsi yang telah dikeluarkan oleh Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS), penyusunan skripsi ini penulis dibimbing bapak Drs. Ayi Budi Santosa, M.Si sebagai pembimbing I dan Bapak Dr. Encep Supriatna M.Pd sebagai pembimbing II.

(26)

3.3. Pelaksanaan Penelitian

3.3.1. Heuristik (Pengumpulan Sumber)

Tahap ini adalah tahap dimana penulis mencari dan mengumpulkan data-data terkait dengan tokoh K.H E Yasin dengan menggunakan studi literatur atau studi kepustakaan atau sering disebut dengan tahap heuristik. Penulis pun mencari dan mengumpulkan data dengan metode mewawancarai narasumber yang relevan dengan pembahasan. Tahap ini merupakan tahap awal yang dilakukan oleh penulis dalam memulai sebuah penulisan skripsi ini. Pada tahap ini penulis mencari sumber-sumber yang relevan dengan masalah yang akan dibahas. Sebagian besar sumber yang digunakan adalah sumber tertulis berupa buku. Pada proses pencarian sumber, penulis mengunjungi beberapa perpustakaan, seperti perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia yang hampir setiap bulan dikunjungi, perpustakaan provinsi Banten dikunjungi pada bulan Maret, dan perpustakaan Mathla‟ul Anwar dikunjungi pada bulan Maret dan April tahun 2013.

Sumber buku penulis peroleh dari perpustakaan Mathla‟ul Anwar salah satunya adalah buku Sejarah dan Khithah Mathla‟ul Anwar, Skripsi yang berjudul Metode Fatwa Majelis Fatwa Mathla‟ul Anwar dalam pembaharuan Hukum Islam di Indonesia. Selain buku-buku yang sudah disebutkan sebelumnya, penulis juga mendapatkan jurnal

tambahan dari dosen pembimbing II skripsi yaitu Jurnal Atikan (JPIS) No. 1 Vol 2 edisi

Juni 2012 yang ditulis oleh Encep Supriatna dengan judul “Transformasi Pembelajaran

Sejarah Berbasis Religi dan Budaya untuk Menumbuhkan Karakter siswa”, sumber artikel dalam majalah yang berjudul Cahaya UNMA (universitas Mathla‟ul Anwar) edisi dua, tiga, empat 2013 penulis dapatkan dari dosen universitas Mathla‟ul Anwar, Selain itu terdapat pula buku-buku sumber yang masih dalam proses pencarian. Di samping

sumber-sumber tertulis penulis juga berencana mengumpulkan sumber lisan dengan cara

wawancara. Tahap ini merupakan tahap dimana penulis membuat catatan-catatan yang diperoleh dari hasil pengumpulan sumber baik berupa buku, jurnal, artikel, maupun hasil wawancara yang kemudian penulis tuangkan dalam bentuk tulisan.

(27)

rumuskan yaitu mengenai kondisi umum pendidikan di Banten pada masa kolonialisme Belanda, riwayat hidup K.H.E Moh Yasin, latar belakang K.H E Yasin dalam mendirikan Mathla‟ul Anwar di Menes, peranan K.H E Yasin dalam bidang pendidikan, serta dampak perjuangan K.H.E Yasin dalam bidang pendidikan di Menes Pandeglang Banten tahun 1916-1938.

3.3.2. Kritik: Kritik Eksternal dan Kritik Internal

Sebagai tahap kedua setelah heuristik atau pengumpulan sumber tertulis dan sumber lisan selanjutnya penulis melakukan tahapan kritik sumber terhadap sumber-sumber yang diperoleh, baik sumber utama maupun sumber penunjang lainnya. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan fakta-fakta yang nantinya dibutuhkan dalam materi penulisan skripsi.

Tahap kritik sumber ini terbagi atas dua bagian. Pertama kritik eksternal dan kedua kritik internal. Kritik pertama yang dilakukan adalah kritik eksternal. Kritik eksternal merupakan upaya melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah (Sjamsuddin, 2007: 132). Dengan kritik eksternal penulis dapat menilai dari aspek luarnya sebelum melihat isi dari sumber tersebut. Dengan melakukan kritik eksternal diharapkan dapat meminimalisasi subjektivitas dari sumber-sumber yang didapat.

Kritik pertama dilakukan terhadap fisik dari buku itu sendiri. Fisik yang dimaksud disini adalah melihat dari tahun terbit buku, apakah buku yang digunakan adalah buku-buku yang terbit pada saat peristiwa sedang berlangsung atau buku-buku yang terbit di luar rentang waktu peristiwa yang dikaji. Dengan melihat hal tersebut, buku-buku yang penulis gunakan adalah buku-buku yang terbit di luar rentang waktu yang telah ditentukan. Dalam penulisan skripsi ini, buku-buku seperti Sejarah dan Khithah Mathla’ul Anwar dapat dikategorikan ke dalam sumber sekunder.

(28)

dengan materi pembahasan skripsi. Hal ini dilakukan semata-mata untuk meminimalisasi tingkat subjektivitas dalam penulisan skripsi ini. Contoh kritik eksternal penulis lakukan terhadap buku dan narasumber yang diwawancarai, sedangkan narasumber yang akan diwawancarai adalah H. Lili Nahriri Lc, adalah dosen universitas Mathla‟ul Anwar yang aktif dalam penelitian mengenai sejarah tokoh pendiri-pendiri Mathla‟ul Anwar, Jihaduddin adalah seorang Dekan Fakultas agama Universitas Mathla‟ul Anwar dan salah satu penulis buku Sejarah dan Khithah Mathla’ul Anwar , bapak Dr. H. Ajak Muslim M.Pd adalah seorang Sekertaris Mathla‟ul Anwar daerah Banten, bapak H. Bayi Ma‟mun adalah selaku anggota Badan Pelaksana Harian (BPH) UNMA Banten, ibu Hj.Tatu Halimatu sa‟diah selaku cucu dari K.H.E Moh Yasin, dan keluarga-keluarga dari K.H E Yasin. Dengan melihat hal tersebut, maka tulisan-tulisan ini dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya adalah kritik internal. Kritik internal merupakan penilaian terhadap aspek “dalam”, yaitu isi dari sumber sejarah setelah sebelumnya disaring melalui kritik eksternal (Sjamsuddin, 2007: 143). Kritik internal merupakan kritik yang penulis gunakan untuk melihat isi dari sumber-sumber yang telah penulis peroleh. Untuk isi buku sendiri, walaupun buku-buku yang diperoleh terbit diluar rentang waktu yang telah ditentukan, namun isi dari buku-buku tersebut bisa dipertanggungjawabkan dan masih relevan untuk digunakan dalam penulisan skripsi ini. Hal ini bisa dibuktikan dengan penggunaan sumber-sumber primer dalam penulisan buku-buku tersebut. Pada tahap ini, isi buku dinilai dengan membandingkan kesaksian didalam sumber dengan kesaksian-kesaksian dari sumber-sumber lain. Hal ini dilakukan untuk menguji kredibilitas sumber (Ismaun, 2005:50).

(29)

berpandangan lebih baik berjuang melawan Belanda melalui Pendidikan. Dan akhirnya dibentuklah oragnisasi perjuangan dalam bidang pendidikan yang diberi nama Mathla‟ul Anwar.

Hasil dari kritik eksternal dan internal menurut penulis merupakan data yang valid. Kemudian data-data inilah yang akan penulis jadikan sebagai bahan bagi penulisan skripsi.

3.3.3. Penafsiran (Interpretasi)

Dalam penulisan sejarah, digunakan secara bersamaan tiga bentuk teknis dasar tulis-menulis yaitu deskripsi, narasi, dan analisis. Ketika sejarawan menulis sebenarnya merupakan keinginannya untuk menjelaskan (eksplanasi) sejarah, ada dua dorongan utama yang menggerakanya yakni mencipta ulang (re-create) dan menafsirkan (Interpret) dorongan kedua menuntut analisis, Tosh (Sjamsudin, 2007: 158) sejarawan yang berorientasi pada sumber-sumber sejarah saja, akan, menggunakan porsi deskripsi dan narasi yang lebih banyak, sedangkan sejarawan yang berorientasi kepada problema, selain menggunakan deskripsi dan narasi, akan lebih mengutamakan analisis. Tahap ini penulis melakukan pengkajian fakta yang memiliki relevansi dengan peristiwa yang disesuaikan dengan pokok permasalahan yang akan dibahas. Dari hal ini, penulis memperoleh gambaran bahwa setelah dihancurkanya kesultanan Banten oleh Daendels, otomatis Banten dinyatakan daerah jajahan Belanda, kekuatan Belanda di Banten memaksa perubahan, dan sejak itu seluruh daerah Banten di kuasai belanda termasuk daerah Menes Pandeglang Banten. Kondisi sosial, ekonomi masyarakat mulai mengalami banyak perubahan. Hal inilah yang membuat K.H E Yasin berinisiatif membuat pembaharuan terutama dalam bidang pendidikan, karena dengan pendidikan diharapkan kondisi masyarakat akan semakin baik.

(30)

hubungan, konflik berdasarkan kepentingan, pelapisan sosial peranan dan status sosial dan sebagainya. Secara metodologis penggunanaan sosiologi dalam kajian sejarah itu, sebagaimana dijelaskan Weber (Abdurahman, 2007: 23), adalah bertujuan memahami arti subjektif dari kelakuan sosial, bukan semata-mata menyelidiki arti objektifnya. Dari sini, tampaklah bahwa fungsionalisasi sosiologi mengarahkan pengkaji sejarah pada pencarian arti yang dituju oleh tindakan individual berkenaan dengan peristiwa-peristiwa kolektif sehingga pengetahuan teoritislah yang akan mampu membimbing sejarawan dalam menemukan motif-motif dari suatu tindakan atau faktor-faktor dari suatu peristiwa.

Karya-karya sejarah sosial itu sendiri identik dengan sejarah berbagai pergerakan sosial, seperti gerakan petani, gerakan protes, gerakan keagamaan, gerakan kebangsaan, dan gerakan aliran ideologi atau politik. Untuk membahas peristiwa-peristiwa semacam ini, biasanya digunakan pendekatan behavioral. Tindakan atau prilaku mana yang ditonjolkan di dalam bahasan tersebut adalah mengenai aktor yang memimpin sebuah gerakan,latar belakang masyarakat yang dipimpinnya, dan interpretasi terhadap situasi pada zamanya. Selain itu, pola-pola dan bentuk-bentuk gerakan dijadikan perhatian utama, termasuk juga hal-hal yang terjadi setelah adanya gerakan sosial tertentu, Berkhofer (Abdurahman, 2007: 24).

3.3.4. Penulisan Sejarah (Historiografi)

(31)

Karena sejarah sebagai pengetahuan tentang masa lalu maka gambaran sejarah diperoleh melalui suatu penelitian menganai kenyataan masa lalu dengan metode ilmiah yang khas (Ismaun, 2005:28).

Historiografi merupakan tahap akhir dalam prosedur penelitian. Historiografi merupakan puncak suatu prosedur penelitian sejarah setelah melakukan tahap heurisitik, kritik, dan interpretasi. Seluruh hasil penelitian kemudian dituangkan dalam bentuk laporan penelitian. Hasil penelitian tersebut kemudian disusun menjadi sebuah karya tulis ilmiah berupa skripsi yang sesuai dengan kaidah penulisan karya ilmiah yang berlaku di lingkungan pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. Penulis berupaya untuk menyusun skripsi ini dengan menganalisis secara menyeluruh terhadap berbagai aspek yang berkaitan dengan peran tokoh K.H E Yasin dalam bidang pendidikan di Menes Pandeglang Banten tahun 1916-1938.

Laporan penelitian ini disusun dalam lima bab terdiri atas:

1. Pendahuluan (berisi latar belakang masalah yang menguraikan latar belakang K.H E Yasin dalam melakukan pergerakan khususnya dalam bidang pendidikan). 2. Kajian pustaka (berisi sumber-sumber buku dan sumber lainnya yang digunakan sebagai referensi yang dianggap relevan dengan kajian skripsi).

3. Metode penelitian (berisi serangkaian kegiatan serta cara-cara yang ditempuh dalam melakukan penelitian guna mendapatkan sumber yang relevan dengan permasalahan yang sedang dikaji oleh penulis).

(32)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul “Peranan Tokoh K.H E Moh Yasin dalam Bidang Pendidikan di Menes Pandeglang Banten (1916-1938)”. Kesimpulan tersebut merujuk pada jawaban atas permasalahan penelitian yang telah dikemukakan oleh penulis di dalam bab sebelumnya. Dalam bab ini juga akan memuat rekomendasi yang dapat digunakan oleh para pembaca.

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang penulis dapatkan dari hasil penulisan skripsi yang berjudul “Peranan Tokoh K.H E Moh Yasin dalam Bidang Pendidikan di Menes Pandeglang Banten (1916-1938)” adalah sebagai berikut: Pertama, mengenai kondisi umum Banten pada masa Kolonial Belanda, kekuasaan Belanda dimulai dari bidang perdagangan, kemudian ke bidang-bidang yang lain, termasuk bidang pendidikan. Belanda tanpa disadari membawa kemajuan dalam bidang pendidikan dengan memperkenalkan sistem dan metode baru. Namun motif sebenarnya Belanda hanya mempunyai kepentingan sendiri yakni ingin menghasilkan tenaga kerja yang dapat membantu Belanda dengan upah yang rendah. Pendidikan Islam tadinya dibiarkan, namun sedikit demi sedikit Belanda mulai mengubahnya bahkan ingin menghilangkanya karena tidak menguntungkan bagi pihak Belanda, dan Belanda menganggapnya sebagai ancaman yang tak bisa dibiarkan. Hal ini membuat resah para ulama-ulama di Banten, sehingga mereka mulai berfikir untuk membuat kondisi buruk menjadi lebih baik.

(33)

Dzulmah beliau dikarunia dua orang anak yaitu Hj. Jenab dan kiai H. Junaedi. Hj. Jenab memiliki Sembilan orang anak, namun di sini yang diketahui oleh narasumber hanya empat orang yaitu Hj. Tatu Halimatu Sa’diah, Moh Sazli, Abdullah dan Hafidoh. Sedangkan dari Kiai Junaedi yang narasuber ingat adalah Bayi Najibah dan Endin Najmudin.

Sekolah-sekolah yang didirikan Belanda tidak banyak dan hanya di kota-kota kawadanaan saja, syarat-syarat nya yang berat membuat masyarakat kesulitan untuk memperoleh pendidikan yang layak, kondisi ini membuat para ulama yang sebelumnya membuat pondok pesantren secara tradisonal berinisiatif untuk merubah keadaan menjadi lebih baik, para ulama yang sudah menghadiri rapat di Bogor yang dipelopori H. Samanhudi (SDI) termasuk yang mengikuti pertemuan tersebut adalah K.H.E Moh Yasin, yang akhirnya sepakat untuk membentuk majelis pengajian dan lembaga muzakarah yang kemudian menjadi

perguruan Mathla’ul Anwar yang artinya tempat lahirnya cahaya. Dengan segala

keterbatasanya kegiatan belajar diselenggarakan ditempat tinggalnya K.H Mustagfiri yang selanjutnya dibangun sebuah gedung dengan cara gotong royong seluruh masyarakat Islam Menes. Program pendidikan Mathla’ul Anwar menggunakan ciri pendidikan Islam seperti metodologi Islam, pendidikan dengan sistem klasikal dalam bentuk madrasah. Setelah berjalanya pendidikan Islam ini pengawasan dan kecurigaan yang amat ketat di Pandeglang khususnya di Menes dan Labuan. Membuat aktivitas para pemimpin Mathla’ul Anwar menjadi lebih hati-hati dan kemudian bergerak menyebar luaskan Mathla’ul Anwar keluar daerah.

(34)

berdirinya Mathla’ul Anwar berawal dari kekacauan yang dihasilkan oleh Belanda setelah dihancurkanya kesultanan Banten yaitu Surosowan dan kekacauan yang diciptakan Belanda, keprihatinan, kemiskinan, karena pajak yang berat itulah yang menyebabkan rakyat Banten menderita, masyarakat pada saat itu tidak mendapatkan pendidikan yang baik. Dari keadaan seperti itulah para pendiri

Mathla’ul Anwar salah satunya K.H.E Moh Yasin terpanggil untuk

memberdayakan masyarakat yang kurang beruntung itu dengan mengadakan langkah perjuangan melalui pengembangan ilmu pengetahuan. peranan K.H.E Moh Yasin secara garis besar adalah beliau adalah pendiri dan ketua umum Mathla’ul Anwar dan mendirikan sekolah rakyat pertama di Banten.

Ketiga, dampak perjuangan K.H.E Moh Yasin dalam bidang pendidikan masyarakat bisa tercerahkan dengan pendidikan yang diselenggarakan oleh K.H.E Moh Yasin. Dengan berdirinya Mathla’ul Anwar masyarakat bisa lebih baik dalam segi kehidupan, yang tadinya terbelakang lambat laun mulai membaik keadaanya. Bahkan dampak dari perjuangan K.H.E Moh Yasin ini masih terasa sampai saat ini, karena kenyataanya yang terjadi Mathla’ul Anwar masih tetap terasa eksistensinya ditengah masyarakat dan semakin berkembang.

5.2.Saran

Pertama, tulisan ini dapat dijadikan sumber bacaan untuk menambah pengetahuan mengenai tokoh pergerakan dalam bidang keagamaan. Nilai-nilai tauladan yang ada dalam seorang tokoh yang bernama K.H.E Moh Yasin semoga dapat dijadikan pembelajaran bagi mahasiswa sebagai calon guru Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial khususnya untuk mahasiswa jurusan pendidikan sejarah, agar menjadikan salah satu referensi pada masa pergerakan nasional Indonesia terutama tokoh pergerakan keagamaan.

(35)

Ketiga, kepada seluruh masyarakat, untuk tetap menjaga hubungan silaturahmi ukhuwah Islamiah, agar tetap kompak dalam menghadapi imperialism modern yang terjadi saat ini.

(36)

Daftar Pustaka Sumber Buku:

Abdurahman, D. (2007). Metodologi Penelitian Sejarah. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Grup.

Al-Qardhani. (1980). Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna. Jakarta: Bulan Bintang.

Anshari, E. (1976). Pokok Pikiran tentang Islam. Jakarta: Usaha Enterprise.

Azra. A. (1999). Pendidikan Islam (Tradisi dan Modernisasi menuju Milenium Baru). Jakarta: PT. Logos wancana ilmu.

Azra, A. (2004). Jaringan Ulana(Timur Tengan dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII). Jakarta: Kencana.

Barnadib, I. (1982). Filsafat Pendidikan (pengantar mengenai sistem dan metode). Yogyakarta: FIK IKIP.

Dewantara, H. (1967). Masalah Kebudayaan. Yogyakarta: Kenang-kenangan promosi doctor honoris causa.

Disbudpar Provinsi Banten. (2012). Laporan Akhir Kajian Rencana Penyusunan Autobografi Syeikh Nawawi Al-Bantani. Serang: tidak diterbitkan.

Hamid, H. (1996). Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta: Depdikbud.

Hasbullah. (1996). Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Ismail, C. (1999). Sejarah Pendidikan Islam. Padang: IAIN Press.

Ismaun. (2005). Pengantar Belajar Sejarah Sebagai Ilmu dan Wahana Pendidikan. Bandung: Historia Utama Press.

(37)

Langgulung, H.(1980). Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma’arif.

Mulkhan, M.(1993) Paradigma Intelektual Muslim.Yogyakarta: SIPRESS. Natsir, M. (1954). Kapita Selekta. Bandung: Gravenhag.

Nasution, S. (2011). Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Nizar, S. (2007). Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Noer, D. (1980). Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES.

Pidarta, M. (2007). Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka cipta.

Pringgodigdo. A.K. (1980). Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat.

Poerbakawatja, S. (1976). Ensiklopedi Pendidikan. Jakarta: Gunung agung. Quthb, M. (1990) Sistem Pendidikan Islam. Bandung: PT. Al-Ma’arif. Rahardjo, D. (1974). Pesantren dan Pembaharuan. Jakarta: LP3ES.

Rohman, A. (2009). Politik Idiologi Pendidikan. Yogyakarta: Laksbang Mediatama. Soyomukti, N. (2010). Teori-teori Pendidikan. Jogjakarta: Ar-ruzz Media.

Sudiyo. (2002). Pergerakan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.

Sukardjo dan Komarudin. U. (2009). Landasan Pendidikan Konsep dan Implikasinya. Jakarta: PT. Jaya Grafindo Persada

(38)

Syarjaya, S. Dan Jihaduddin. (2009). Sejarah dan Khithah Mathla’ul Anwar. Jakarta: Universitas Mathla’ul Anwar Banten.

Sjamsudin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Jogjakarta: Ombak.

Sunanto. M. (2012). Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers. Tafsir, A. (1996). Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Depdikbud.

Thompson, P. (2012). Suara dari Masa Lalu: Teori dan Metode Sejarah lisan. Yogyakarta: Ombak.

TN. TH Profil Pesantren (laporan hasil penelitian pesantren Al-Falak dan delapan pesantren lain di Bogor). LP3ES.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Usa, M. (1991a,b). Pendidikan Islam di Indonesia. Jogjakarta: PT. Tiara Wacana. Wahid, A. (1974). Pesantren sebagai Subkultur. Jakarta: LP3ES.

Yatim, B. (1993). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada Yatim, B. (2000). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Zuhairini, Dkk. (1997). Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi aksara. Zuhairini, Dkk. (2004). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi aksara. Sumber skripsi:

(39)

Irma Sovia Hidayat. (2007). Peranan K. Hj. Nonoh Hasanah dalam Pengembangan Pesantren Putri Al-Hasana Dicinta pada Kabupaten Tasik Tahun 1959-1985.

Skripsi pada FPIPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Lesmana, N. (2010). Metode Fatwa Majlis Fatwa Mathla’ul Anwar dalam Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: tidak diterbitkan.

Wim, Aditia.(2010). Pondok Pesantren An-Nasuha Desa Kalimukti Kabupaten Cirebon Sejarah dan Perkembanganya 1983-2009. Skripsi pada FPIPS UPI Bandung: tidak

diterbitkan. Sumber Jurnal:

Supriatna, E. (2012). “Transformasi Pembelajaran Sejarah Berbasis Religi dan Budaya untuk Menumbuhkan Karkter Siswa”. Jurnal Atikan. 2. (1).

Sumber artikel:

Al-Hanif, A.F.Z. (2013, Februari). KH. Mas Abdurahman Pendiri Mathla’ul Anwar. Cahaya UNMA. 3-7.

Haeruman, H. (2013, Februari). Membangun Perguruan Mathla’ul Anwar. Cahaya UNMA. 8-13.

Referensi

Dokumen terkait