• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Komunikasi Pemasaran Tenun Patra oleh Arsawan Design T1 362012018 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Komunikasi Pemasaran Tenun Patra oleh Arsawan Design T1 362012018 BAB IV"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN TENUN PATRA

OLEH ARSAWAN

DESIGN

1.1. Sejarah Tenun Endek.

Tenun ikat atau kain ikat adalah kriya tenun Indonesia berupa kain yang ditenun dari helaian benang pakan atau benang lungsin yang sebelumnya diikat dan dicelupkan ke dalam zat pewarna alami.1 Tenun ikat ini bisa kita temui di beberapa daerah di Indonesia, seperti Toraja, Jepara, Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, dan lain-lain. Berbagai daerah ini tentunya memiliki ciri khas tersendiri dalam membuat kain tenun. Pada tahun 1970-an, didorong oleh pengembangan pariwisata, puluhan perusahaan tenun mulai memproduksikan kain endek baik untuk wisatawan maupun untuk orang Bali sendiri (Michel, 2006;261).

”Kain endek mulai berkembang sejak tahun 1985, yaitu pada masa

pemerintahan Raja Dalem Waturenggong di Gelgel Klungkung. Kain endek memiliki beberapa periode perkembangan dalam produksinya. Dapat dilihat pada tahun 1985-1995 kain endek mengalami masa kejayaan akibat adanya dukungan dari pemerintah. Pada masa ini, proses produksi kain endek sudah menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM).”2

1

http://www.tradisikita.my.id/2016/01/11-kain-adat-tradisional-indonesia.html diakses pada tanggal 15 Agustus 2016, pukul 11.06 WIB.

2

(2)

Bali memiliki kain songket, gringsing, cepuk, dan kain-kain tradisional lain yang amat rumit dan penuh filosofi, maka tidak mungkin kain endek dipakai dalam kegiatan sehari-hari. Untuk bisa dipakai sehari-hari dan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata, muncullah nama Endek. Tidak mengerti bagaimana asal muasal endek pada awalnya bagi Arsawan, endek adalah tenun yang dicasualkan dengan material atau bahan katun atau rayon. Puncak tenggelam dari kain endek ini adalah saat terjadinya bom Bali I dan II. Endek tidak lagi gegap gempita seperti pada era 2000an kebawah. Setelah adanya bom, seiring dengan perkembangan pariwisata, orang sudah jenuh dan tidak mau lagi pakai endek, maka endek ini menghilang.

Setelah vacuum, Walikota Denpasar mengadakan kampanye dan diklat-diklat lalu muncul lagi semangat endek yang sempat hilang. Fenomenanya adalah endek ini kembali naik karena dikampanyekan, orang harus memakai dan mencintai endek. Karena terlalu banyak permintaan, tidak ada produksi yang mencukupi, dan karena banyak masyarakat Bali yang sudah melupakan segi teknik dan tidak mau berkecimpung dalam menenun, maka produk itu dibuat di Troso, Pekalongan, Jawa Tengah. Untuk mengcover kebutuhan masyarakat Bali, maka endek didatangkan dari Jawa.

1.2. Sejarah Arsawan Design dan Tenun Patra.

Arsawan Design adalah perusahaan yang berdiri pada tahun 1993 dengan bermula dari kebingungan sang pemilik untuk memilih nama,

kemudian ide untuk menambahkan “design” dibelakang namanya muncul. Sempat mendapat masukan dari kawan-kawan Om Arsawan untuk menambah

lagi huruf „s‟ dibelakang “design”untuk mengartikan kepemilikan, karena

(3)

tahun 2004 perusahaan ini bangkrut disebabkan terjadinya bom Bali 1 dan 2. Kemudian bangkit kembali pada tahun 2012 dengan membawa merek baru yaitu Tenun Patra.

Awalnya perusahaan ini adalah perusahaan yang membuat kain tenun tetapi bukan endek. Arsawan Design mengerjakan kain tenun yang tekniknya mirip dengan endek, tetapi tidak dipasarkan untuk pasar lokal Bali dan Indonesia. Pasarnya adalah untuk orang Jepang yang datang berwisata ke Bali, pada saat sebelum bom Bali. Jadi, tenun ini murni hanya untuk gift orang Jepang yang dilayani untuk souvenir. Basic teknik membuatnya meminjam dari endek, namun visualnya menyesuaikan dengan karakter orang Jepang.

Endek dan Patra tidak saling berhubungan. Tenun Patra muncul untuk mengimbangi produksi Endek yang sangat terbatas di wilayah Bali. Karna endek memiliki gimik yang begitu-begitu saja, maka Arsawan berpikir bahwa harus ada sesuatu yang punya ciri yang benar-benar unik.Tenun Patra adalah karya eksperimental I Gusti Made Arsawan, dimana patra berarti ornamen atau motif. Motif yang diangkat pun bebas, tidak hanya geometri, namun apa saja bisa dipatrakan. Inspirasi motif ini muncul saat Om Arsawan sedang pergi ke daerah Bali bagian utara, Beliau menemukan sebuah candi dengan relief bergambar orang naik sepeda dengan roda berbentuk bunga. Dari sinilah, pakem untuk tenun Patra ini bebas, tidak dibatasi.

(4)

1.3. Strategi Komunikasi Pemasaran Tenun Patra

Dalam bab ini, peneliti mencoba mengkaitkan teori dengan fakta empiric dengan menggunakan teori strategi komunikasi dan komunikasi pemasaran.Seperti yang diungkapkan oleh Henry Mintzberg dalam

“Perencanaan Strategis”:

1. Strategi merupakan sebuah rencana; bagaimana atau penyusunan suatu cara untuk mendapatkan suatu tujuan mereka.

(5)

Karena kain sekelas Patra sangat sayang kalau dijual dibawah 5juta dengan melihat isi saku para petinggi Negara. Bagi mereka ini adalah suatu karya seni warisan budaya yang memiliki teknik, kearifan lokal dan konten filosofi, maka tidak akan dijual murah apalagi sama dengan kelas yang sebelumnya. Tentunya kenaikan kelas Patra akan dibuat dengan bahan baku yang lebih bagus sehingga membuat orang atau pasar menunggu, kemudian Tenun Patra akan masuk didalamnya dan pasar akan membelinya.

2. Strategi merupakan pola tindakan dari waktu ke waktu; dalam hal ini berkaitan dalam mempertahankan sebuah konsistensi.

Salah satu letak kepincangan dari adanya tenun ini adalah orang tidak mengapresiasi tenun Endek yang dijual dengan harga ratusan ribu, tetapi justru malah mengapresiasi tenun Patra dengan harga jutaan bahkan belasan juta. Ini bisa tejadi karena mungkin Endek tetap dijual dengan harga standar, dan karena tidak dibranding maka orang tidak punya apresiasi. Maka dari itu, alasan Patra ini dimunculkan adalah untuk menghilangkan kesan bahwa kain Endek itu murah, dan kemunculan Patra ini langsung dipatok dengan harga yang mahal.

(6)

menjalankan strategi pemasaran Patra. Dari segi kualitas kemasan pun tetap dijaga, bahkan dibedakan dari setiap kelasnya supaya Patra ini semakin terlihat mewah di kelasnya masing-masing. Inilah yang menjadi tantangan terbaru bagi Om Arsawan.

3. Strategi adalah suatu posisi yang mencerminkan keputusan; berkaitan dengan kedudukan individu di dalamnya.

Bagi Om Arsawan, pertimbangan untuk membuat perusahaan ini adalah keinginannya untuk bebas, dimana Beliau tidak mau diperintah orang, tidak mau diperintah atasan, dan tidak mau hidupnya dibatasi. Dasarnya adalah karena ingin mandiri, dan ingin jadi desainer yang bisa melakukan apa saja dengan keahlian tanpa ada tekanan-tekanan atau target. Walaupun sebenarnya diatur juga oleh langganan dan pasar, tetapi tidak secara langsung karena kebebasan adalah sesuatu yang relatif, Om Arsawan memilih kebebasan dalam bentuk sebagai pengusaha dalam kebebasan berpikir, mendesain, dan lainnya.

(7)

generasi penenun lama dapat naik ke kelas Patra yang lebih tinggi. Sedangkan generasi penenun baru akan menggantikan kelas Patra yang pertama.

4. Strategi merupakan sebuah perspektif terhadap visi, dan arah terhadap visi.

Tidak ada visi dan misi tertulis bagi Om Arsawan sebagai pemilik perusahaan, yang diinginkan hanyalah Tenun Patra menjadi jagoan dalam ranah atau genre tenun di Bali dengan cara menenun tidak menggunakan mesin. Untuk misi, konten filosofi dan motif atau rupanya harus dikejar bagi orang seni rupa seperti Arsawan. Karena ini bukan perusahaan yang sangat serius, makanya visi misinya tidak dalam bentuk tertulis karena bisa saja setiap saat mengikuti keinginan untuk membuat suatu perubahan.

5. Strategi suka-suka untuk menentukan harga.

(8)

strategi standar yang dilakukan sebagaimana mestinya. Beliau tidak memperhitungkan melalui pasarnya, menurutnya keuntungan 50% sebagai orang seni termasuk hal yang bagus. Bukan berarti Om Arsawan tidak pernah melakukan pembuktian menggunakan teori ke dalam pasar, justru Beliau sudah sering melakukan pembuktian itu namun apa yang didapat adalah suatu kerugian karena baginya hal itu belum tentu valid.

Penentuan harga dengan menggunakan feeling ini tentunya ditentukan dengan kecintaan Om Arsawan dengan sesuatu hal yang rumit seperti menenun. Dari hal yang rumit inilah, Beliau mampu memberikan standar harga yang tinggi. Penentuan ini juga dilihat dari proses pembuatannya, bagaimana rumitnya menyusun helaian benang sehingga menjadi kain. Pembuatannya mulai dari memilih terlebih dahulu benangnya, kemudian diukur panjangnya dan dihitung banyaknya untuk tiap lembar, lalu benang-benang tersebut digambar, kemudian masuk pada proses terakhir yaitu penenunan. Kesulitan dalam proses pembuatan itu yang jadi perhitungan tersendiri bagi Om Arsawan untuk menentukan harga.

Dengan begitu, hal-hal yang mendukung untuk memasarkan Tenun Patra dengan harga yang mahal adalah sebagai berikut:

a. Kualitas.

Kualitas ini dilihat dari apakah motifnya disukai banyak orang atau packagingnya, atau kesannya, atau orang percaya terhadap

(9)

b. Motifnya Langka.

Motif dari Tenun Patra ini terinspirasi pada saat Om Arsawan sedang jalan-jalan di Bali bagian utara, di sebuah candi yang memiliki relief dengan corak orang sedang bersepeda namun rodanya bukan roda bulat yang seperti biasanya. Akan tetapi, roda dari sepeda di relief itu berbentuk bunga matahari. Kemudian corak-corak dalam relief itu ditransfer ke dalam kain, karena ornament Patra sudah bisa berbentuk apa saja, sudah mulai ornamen geometri yang digayakan, seperti membuat gambar bunga dan kemudian lebih diorganikkan. Warna dan motifnya juga dirubah, hal ini dilakukan supaya anak muda juga mau memakai.

c. Kemasan.

Kemasan yang unik, tas dan font dirancang agar langsung terlihat berkelas. Om Arsawan bekerjasama dengan rekan kerjanya, Om Ayip membuat branding untuk membuatkan karakter font dan

packaging ini. Setelah beberapa kali uji coba, akhirnya muncul tulisan berwarna emas diatas coklat. Ternyata benar saja, begitu orang melihat kotaknya, kaget. kotaknya saja bisa mengalahkan harga endek yang ada di pasar.

Kalau ngasih ke menteri kan nggak enak kalau ecek-ecek. Ini begitu dibuka langsung, wow. Kalau bahan bakunya

tidak ada, harus ganti yang lain, cocok atau tidak. Nah

seiring dengan kemasan, seiring dengan produk patra ini,

(10)

branding dan produk yang bagus dan pas, makanya dia

langsung melambung target marketnya.”3

d. Memiliki Tingkat Kerumitan yang Tinggi.

Persiapan pembuatan Tenun Patra ini mencapai 2 minggu lamanya, dengan cara menyejajarkan dahulu benangnya, setelah itu dihitung sesuai dengan hitungannya, baru kemudian digambar atau diberi motif pada benang itu, bukan digambar saat sudah menjadi kain. Proses pembuatan tenun ini juga masih tradisional, menggunakan alat tenun manual, bukan dengan mesin, dan tentunya handmade.

e. Sudah Masuk ke Sasaran Pejabat.

Kain tenun ini bukan lagi merupakan konsumsi rakyat biasa, namun sudah menjadi konumsi kalangan Pejabat di Indonesia. Karena produksi yang terhitung masih sedikit, hanya sekitar 50 sampai 75 lembar per bulannya, maka tak semua Pejabat bisa memiliki kain ini. Juga karena motif dan warna yang masih terbatas, maka kain ini tidak mudah untuk ditemui.

3

(11)

f. QualityControl.

Pembuatan Tenun Patra ini memang dilakukan oleh para pekerja yang sudah menekuni bidang menenun. Namun tentunya tak lepas dari perhatian dan kontrol yang dilakukan oleh Om Arsawan secara teratur untuk memastikan proses pembuatan berjalan dengan benar dari awal hingga akhirnya.

Dengan menggunakan teori bauran promosi oleh Morrisan (2010):

1. Iklan: setiap bentuk komunikasi nonpersonal mengenai suatu organisasi, produk, jasa, atau ide yang dibayar oleh satu sponsor yang diketahui.

(12)

Gambar. 2

Berita Tenun Patra oleh Kompas dalam lomba Ganesha Championship

Inovation4

Selain itu pada awal perusahaan ini bangkit kembali, Arsawan Design

sempat menjadi sponsor dalam acara Internasional Salsa di Bali. Pada saat itulah stasiun televisi MNC mewawancarai dan menampilkan sebagai salah satu acara workshop. Kemudian kampanye yang dilakukan oleh Walikota Denpasar pada tahun 2010 juga merupakan salah satu bentuk media yang telah mengiklankan Tenun Patra. Dalam hal ini, himbauan Walikota untuk mewajibkan setiap pegawai untuk

4

(13)

memakai kain tenun secara tidak langsung juga memperkenalkan tenun ke masyarakat luas.

Ketiga hal ini adalah media yang mengiklankan Tenun Patra ke masyarakat luas secara tidak langsung. Menurut Om Arsawan, kekuatan paling besar dalam mengiklankan Tenun Patra adalah dengan cara dari mulut ke mulut.

2. Direct Marketing: upaya perusahaan atau organisasi untuk berkomunikasi secara langsung dengan calon pelanggan sasaran dengan maksud untuk menimbulkan tanggapan dan atau transaksi penjualan.

Gambar. 3

Bapak Susilo Bambang Yudhoyono menghadiri APEC 2013 di Bali5

Adanya kempanye yang dilakukan oleh Walikota Denpasar untuk mewajibkan setiap pegawai menggunakan tenun pada hari tertentu, menjadikan Walikota memiliki permintaan kepada Om Arsawan untuk membuat tenun yang mewakili wilayah Denpasar saja. Dari situlah

5

(14)

memicu kemunculan Tenun Patra yang memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri untuk Denpasar. Namun karena harga Tenun Patra yang sangat tinggi dan tidak memungkinkan bagi masyarakat Denpasar untuk membeli, kemudian seseorang yang memiliki apresiasi tinggi terhadap tenun ini membeli dan memberikan kepada relasi-relasinya yang secara kebetulan adalah para pejabat Negara.

3. Interactive Marketing: promosi yang memanfaatkan internet sebagai media beriklan

Gambar. 4

Situs Online Tenun Patra6

Tenunpatra.com adalah situs online yang dimiliki oleh Arsawan

Design degan brand Tenun Patra. Namun situs ini bukanlah gagasan resmi dari Om Arsawan sebagai pemilik tenun, melainkan ini adalah gagasan yang diberikan oleh rekan kerja Beliau yaitu Arif Budiman

6

(15)

sebagai pelaku branding dari Tenun Patra. Bahkan sebagai pemilik perusahaan, Om Arsawan tidak tahu menahu soal website itu sendiri,

dampaknya bagaimana juga tidak jelas, yang jelas paling kuat dampaknya adalah dari mulut ke mulut. Menurutnya jika kemunculan Tenun Patra dibarengi dengan website atau media online akan lebih berkembang dengan bagus dan cepat, namun hal ini masih dalam tahap pembelajaran bagi Om Arsawan.

4. Promosi Penjualan: kegiatan pemasaran yang memberikan nilai tambah kepada tenaga penjualan, distributor, atau konsumen yang diharapkan dapat meningkatkan penjualan.

Barang sekelas Patra tidak usah dipamerkan kalau kita tidak benar-benar tahu barang lain yang ada disitu adalah kelasnya.

Lebih baik pilih-pilih caranya berpromosi. Karna selama ini

produksi Patra sedikit, hanya 50-75 lembar per bulan. Untuk

apa kalau ada promosi lalu ada permintaan tinggi, kami tidak

bisa layani?”7

Menurut Om Arsawan, dengan produksi yang sedikit dan pasarnya yang luas, Tenun Patra ini pasti akan terserap. Makanya lebih baik dibiarkan saja, tidak ada promosi, suipaya Tenun Patra ini bisa dipakai oleh orang tertentu yang eksklusif, sehingga produksinya aman.

7

(16)

5. Publikasi: usaha terencana untuk mempengaruhi pandangan melalui karakter yang baik serta tindakan yang bertanggung jawab, didasarkan atas komunikasi dua arah yang saling memuaskan.

Gambar. 5

Alamat Showroom yang Tertera di Website Tenun Patra8

Dalam situs online Tenun Patra, lokasi penjualan tenun ini berada di dua lokasi. Yang pertama berada di Penatih, Denpasar, Bali, dan yang kedua berada di Jakarta. Namun dengan penjelasan diatas yang sebenarnya ini bukanlah gagasan Om Arsawan, Beliau juga tidak tahu tentang lokasi yang berada di Jakarta. Hanya kemungkinan-kemungkinan yang muncul dibenaknya, yang pertama adalah kemungkinan tempat itu adalah semacam showroom, dan yang kedua adalah kemungkinan itu adalah showroom yang dibuat sendiri oleh orang lain tanpa ada campur tangan dari Om Arsawan. Dengan kata lain, penjualan Tenun Patra ini hanya dilakukan di tempat pembuatannya yaitu di Balai Timbang, Penatih, Denpasar, Bali.

8

(17)

6. Personal Selling: bentuk komunikasi langsung antara seorang penjual dengan calon pembelinya.

Bagi Om Arsawan, orang yang membeli itu ada yang berupa pemakai langsung dan ada yang belinya sebagai pedagang. Ada seorang pedagang yang datang saat pertama kali Tenun Patra mengikuti pameran, dan berlanjut sampai sekarang. Karena memang orang ini adalah seorang pedagang, maka dia selalu mencari sumber barang dagangnya. Karena itulah sampai saat ini dia menjadi langganan Tenun Patra.

Pembelian Tenun Patra oleh pedagang ini bisa saja dilakukan dengan membeli semua produksi Tenun Patrayang ada lalu dijual dengan harga retail, dengan diberi potongan harga tergantung langganan kelasnya seberapa. Ini adalah orang yang rutin mengambil sebagai

partner, yang tak hanya menjual Patra saja tetapi jelasnya Ia juga menjual berbagai macam kain yang kelasnya setara dengan Patra.

(18)

mencapai 2 minggu lamanya, dari melukis dahulu benangnya, kemudian dicelup, kemudian jika sudah siap barulah benang-benang itu dianyam sesuai dengan hitungan yang benar.

Kerumitan dalam hal menenun tak jadi pertimbangan yang berat bagi para pekerjanya. Mengingat semakin maju jaman ini dan semakin susah mencari pekerjaan maka penenun-penenun ini harus mengerjakannya. Dulunya tempat di Bale Timbang ini adalah sebuah resto, yang kemudian Om Arsawan merasa bosan dan melanjutkan ke dunia menenun. Hal ini lah yang membuat para pegawainya beralih profesi dari pegawai resto menjadi penenun. Teknik menenun ini Om Arsawan tularkan kepada istrinya, lalu kemudian ditularkan lagi kepada orang sekitar. Beliau ajarkan kerumitan-kerumitan ini sehingga pegawai-pegawainya ikut mencintai pekerjaan ini, tentunya keahlian mereka bertambah selain bisa memasak bisa juga menenun.

Dengan memiliki keahlian sebagai seorang desainer, terus memajukan hasil karya adalah hal yang harus dilakukan tentunya dengan membuat riset Patra yang terus menerus sehingga tetap unik dan mampu bertahan di kelasnya. Yang susah adalah untuk mempertahankan visual dan

Gambar

Gambar. 2
Gambar. 3
Gambar. 4
Gambar. 5

Referensi

Dokumen terkait

infeksi pertama justru akan mengakibatkan kemunculan gejala penyakit yang lebih parah saat terinfeksi untuk kedua kalinya. Daftar gejala penyakit demam

Kupang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk.. menempuh pendidikan Strata

a) Pada periode januari dimana pengunjung terbanyak mengakses module user dan course. b) Pada periode februari penggunjung lebih banyak mengakses module user, course dan

1. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh satuan reserse agar perdagangan anak dibawah umur ini dapat segera diungkap?. 2. Apakah hambatan yang dihadapi oleh satuan reserse

• Seleksi proses pembuatan biodesel dari minyak malapari berdasarkan kandungan bahan baku yang terdapat

menaruh alat pada tempat dan posisi yang tepat sehingga siap untuk dipakai pada langkah berikutnya.. 12.Melepaskan muatan

Mata bor helix kecil ( Low helix drills ) : mata bor dengan sudut helix lebih kecil dari ukuran normal berguna untuk mencegah pahat bor terangkat ke atas

Disemprotkan ( Jet Application of Fluid ), pada proses pendinginan dengan cara ini cairan pendingin disemprotkan langsung ke daerah pemotongan (pertemuan antara