Dalam Mengelola PKBM Mandiri di Jawa Timur.
PKBM merupakan lembaga dan wadah layanan kebutuhan belajar masyarakat, karena kondisinya yang tidak memadai, maka tidak bisa memberikan layanan yang maksimal. Pengelola sebagai decision maker dalam pengelolaan lembaga, pengelola wajib memiliki dan menguasai kompetensi. Penelitian dilaksanakan di Jawa Timur, kepada pengelola PKBM dengan pengembangan model pelatihan mengelola PKBM.Tujuanya adalah mengetahui kondisi pengelolaan, pelaksanaan pelatihan, dan kompetensi pengelola PKBM saat ini,; menyusun model pelatihan konseptual; ujicoba model konseptual; implementasi model; dan mengetahui efektivitas model pelatihan mengelola PKBM dalam mengelola PKBM mandiri di Jawa Timur. Metode yang dikembangkan adalah R & D (Research and Development) dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Teknik purposive random sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes, observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan Uji t (uji beda) untuk mengukur kompetensi pengelola dan Uji korelasi untuk mengukur efektivitas model pelatihan. Hasil temuan penelitian ini adalah kondisi pengelolaan PKBM yang bersifat konvensional dan fungsional; pelaksanaan pelatihan saat ini bersifat top down; kondisi kompetensi pengelola PKBM saat ini cukup, maka solusinya adalah pelatihan; menghasilkan model pelatihan konseptual; melakukan ujicoba model konseptual; berhasil melakukan implementasi model; dan menghasilkan model pelatihan mengelola PKBM efektif untuk meningkatkan kompetensi pengelola dalam mengelola PKBM mandiri. Rekomendasi: Jurusan pendidikan luar sekolah dapat menjadikan PKBM sebagai suatu solusi bagi lulusan untuk beraktivitas; Dirjen PAUDNI, PNFI & NB, PNFI, diharapkan terus memperkuat eksistensi PKBM; dan Penelitian lebih lanjut, agar melengkapi responden dalam teamwork (ketua, sekretaris, dan tutor), model dan instrumen yang lebih terinci.
Kata kunci: model, pelatihan, kompetensi, mengelola.
Development of Training Models CLC Managing Competence To Improve Self Is In Managing CLC in East Java.
CLC is a container service agencies and community learning needs, because the condition is not sufficient, so it can not be optimal in providing services to the community. Is the dicision makers in managing institutions, managers are required to have and master the competencies. The purpose was to determine the conditions proposed to manage CLC, knowing the current implementation of training, competency management know CLC; construct conceptual models of training; trial of conceptual models; implementation models, and the effectiveness of the training model in managing independent CLC. The method developed is the R & D (Research and Development) with qualitative and quantitative approaches. Purposive random sampling technique. Data collection techniques used were tests, observations, interviews, and documentation. Data analysis used the t test (different test) to measure the competence of managers and correlation test to measure the effectiveness of the training model. The findings of this study is managing CLC current condition, are conventional and functional; execution of the current training is top down; conditions CLC management competency assessment category is currently still insufficient, then the solution is training; construct conceptual models of training; trial of conceptual models; implementation models, and models manage CLC effective training to improve the competence of managers in managing independent CLC. Recommendation: apply the principles of lifelong learning beyond the condition of CLC management competencies; education courses outside school can make the CLC as a solution for graduates to move; DG PAUDNI, PNFI & NB, PNFI, CLC is expected to continue to strengthen its existence, and further research, in order to development of more models, and detailed instruments.
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Penelitian
Tujuan Pembangunan Nasional Indonesia adalah membentuk manusia
Indonesia seutuhnya dan menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga,
pemerintah dan masyarakat. Pendidikan merupakan salah satu sektor
penggerak untuk peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam kehidupan
bermasyarakat. Pendidikan mempunyai tanggung jawab untuk membentuk
menusia yang berkualitas, mandiri, kreatif, inovatif dan mempunyai
kemampuan untuk mengolah potensi yang ada dalam masyarakat untuk
mengembangkan dirinya, meningkatkan taraf hidupnya, dan masyarakat
disekelilingnya. Sesuai dengan tiga pilar strategi pembangunan yang telah di
canangkan oleh Presiden Republik Indonesia tahun 2009-2014 yaitu:
pemberdayaan (empowerment), kewirausahaan (entrepreneurship) dan
pengembangan ekonomi kreatif.
Era globalisasi dan modernisasi pembangunan di Indonesia melahirkan
tuntutan, bahwa: Pertama, adanya sumberdaya manusia (SDM) yang memiliki
integritas kepribadian, pemikiran, dan keterampilan. Kedua, adanya perluasan,
dan pemerataan kualitas pendidikan berkelanjutan melalui program pembinaan
kursus, kelompok belajar usaha (KBU), magang, beasiswa, dan lain-lain.
Ketiga, pentingnya pendidikan luar sekolah yang menaruh perhatian di bidang
keterampilan yang terintegrasikan dengan permintaan pasar global. Berarti
adanya sumberdaya manusia yang berkualitas, perluasan akses, dan pemerataan
pendidikan berkelanjutan, dan pendidikan luar sekolah pada pembekalan
keterampilan (Tjiptoherijanto, 1997: 28).
Sumberdaya manusia Indonesia, laki-laki, maupun perempuan
diharapkan dapat mengaktualisasikan potensi diri secara optimal, dan
melakukan pengolahan potensi sumberdaya alam sekitarnya. Mengingat jumlah
pengangguran Indonesia mencapai 40,1 juta dari berbagai karakteristik; 34,6%
merupakan pengangguran kelompok usia produktif, realitas tersebut jika tidak
yang tanpa ujung. Upaya dalam pengembangan dan menindaklanjuti
program-program bidang tenaga kerja, dan bidang pendidikan secara sinergis
menyelenggarakan program kecakapan hidup / life Skills.
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) diakui dalam
Undang-Undang Republik Indonesia, tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20
Tahun 2003, sebagai satuan pendidikan nonformal. Berarti secara yuridis
formal, bahwa PKBM memiliki dasar hukum yang kuat untuk beroperasi di
masyarakat. Masyarakat tidak harus merasa khawatir, apabila berkomitmen
untuk mendirikan PKBM. Hal ini diimplementasikan dengan adanya bantuan
dana dari pemerintah pusat, maupun daerah untuk mendukung eksistensi
PKBM. Walaupun jumlah dana bantuan yang disediakan oleh pemerintah
sangat terbatas, namun itu semua merupakan suatu dana pancingan sebagai
kebijakan yang harus diambil oleh masyarakat dalam mendirikan PKBM.
Secara historis, PKBM yang dikembangkan di Indonesia sejak tahun
1998, merupakan lembaga yang diadopsi dari tradisi budaya belajar masyarakat
Jepang yang melembaga dalam bentuk Kominkan. Kominkan adalah sebuah
institusi masyarakat yang tumbuh secara akar rumput (dari, oleh, untuk
masyarakat) sesuai dengan kultur keswadayaan masyarakat Jepang. Kouminkan
berkembang sejak era “Restorasi Meiji” hingga saat ini. Bahkan berdasarkan
beberapa riset para pakar pendidikan Jepang, dan para pakar pendidikan Barat,
kominkan bukan hanya menjadi salah satu icon Jepang yang handal dalam
mendinamisasi proses dan mutu pendidikan orang Jepang, akan tetapi
kominkan dapat memberikan kontribusi bagi pemenuhan kebutuhan belajar
orang Jepang, baik sebelum, selama, dan sesudah pendidikan formal. Model ini
telah diadopsi oleh beberapa negara Asean dan Barat dengan penamaan yang
berbeda-beda. Indonesia mengadop model ini dengan nama PKBM (Pusat
kegiatan belajar masyarakat).
Kominkan (PKBM atau CLC) merupakan model atau lembaga relatif
baru bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, yang diadopsi dari masyarakat
Jepang melalui pendekatan top down. Langsung diambil oleh pemerintah,
penghujan. Apalagi dalam proses mendirikan PKBM diikuti dengan pemberian
bantuan dana rintisan dan insentif yang cukup besar dan dengan jangkauan
sangat luas. Dalam perjalanan waktu, perkembangan dan kemajuan yang
dicapai PKBM sangat beragam sekali. Hal ini kemungkinan dikarenakan oleh
beberapa sebab, antara lain: (1) motif pendirian PKBM semata-mata bertujuan
untuk mendapatkan dana bantuan dari pemerintah saja; (2) komitmen yang
lemah, sehingga tidak kunjung muncul jiwa voluntirisme para pengelola
PKBM; (3) kemampuan mengelola yang tidak kunjung memadai, meskipun
telah dilakukan pelatihan-pelatihan oleh pemerintah. Hal ini diduga menjadi
faktor penghambat kemampuan dalam mengelola PKBM mandiri.
Ukuran sukses pelaksanaan program di masyarakat sebagai dampak dari
investasi pemerintah, adalah berkembangnya pengetahuan, keterampilan dan
sikap masyarakat untuk mandiri, baik dengan bekerja pada orang lain, maupun
membuka usaha secara mandiri. Secara spesifik, pendidikan kecakapan hidup
(life skills) yang dikembangkan melalui jalur pendidikan nonformal memiliki
sasaran peserta didik yang berasal dari warga masyarakat yang membutuhkan
keterampilan untuk bekerja, khususnya masyarakat miskin, tidak sekolah,
menganggur, dengan menitikberatkan pada pendidikan dan pelatihan
keterampilan (vocational) sesuai dengan kebutuhan pasar, dunia usaha dan
dunia industri, serta potensi-potensi lokal yang layak untuk dikembangkan
menjadi usaha-usaha ekonomi kreatif, dan produktif.
PKBM sebagai lembaga, maupun sebagai pendekatan pendidikan luar
sekolah yang diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan,
dan sikap dalam memenuhi kebutuhan belajar masyarakat, dan tuntutan pasar
kerja, serta tersedianya sumber-sumber pendukung lainnya, seperti potensi
lokal, dan sumber daya manusia yang terdapat di masyarakat. Tujuan yang
ingin dicapai adalah meningkatkan kualitas, dan taraf hidup masyarakat
melalui kegiatan usaha ekonomi produktif sebagai penumbuhkembang
kemandirian perekonomian pada peserta didik. PKBM adalah suatu wadah
berbagai kegiatan pembelajaran masyarakat diarahkan pada pemberdayaan
dan budaya. Tujuan PKBM adalah memperluas kesempatan warga masyarakat,
terutama masyarakat yang tidak mampu untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap mental agar terjadi perubahan pola pikir (mindset)
yang diperlukan untuk perubahan tingkah laku dalam upaya mengembangkan
potensi diri, dan bekerja mencari nafkah. Perubahan pola pikir yang terjadi
pada masyarakat itulah diharapkan mampu menggerakkan mereka untuk
bertingkah laku atau berusaha dalam memenuhi kebutuhan belajarnya secara
mandiri (Ruchijat, 2006: 34).
PKBM merupakan sarana untuk mengintensifkan, dan
mengkoordinasikan berbagai kegiatan pembelajaran masyarakat. Pelaksanaan
pembelajaran terpusat di berbagai tempat, status mengelola dan pemilikan
adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. Masyarakat merasa memiliki dan ikut
bertanggung jawab terhadap program pendidikan yang diselenggarakannya,
bahkan sebagai lembaga yang sangat diharapkan kehadiran dan keberadaannya
di masyarakat lingkungan sekitarnya. Partisipasi masyarakat sebagai kunci
keberhasilan suatu program pada lembaga kemasyarakatan.
PKBM sebagai salah satu lembaga sosial kemasyarakatan, dan wadah
yang berfungsi sebagai pusat belajar bagi masyarakat untuk mengembangkan
potensi diri, maupun potensi alam lokal, menjadikan keunggulan lokal. PKBM
berada di tingkat kecamatan, bahkan kelurahan sebagai basis bagi masyarakat
dalam melakukan berbagai kegiatan belajar. Diharapkan PKBM mampu
mengembangkan potensi lokal masyarakat, sehingga lembaga, maupun
masyarakat menjadi berkembang dan berdaya. Berdaya berarti memiliki
kemampuan mengembangkan dirinya sendiri dengan bekal wawasan, sikap,
keterampilan, serta pengetahuan melalui pelatihan, pendampingan, dan
pembinaan. Pemberdayaan sebagai strategi yang sangat potensial dalam rangka
meningkatkan kegiatan ekonomi, social dan transformasi budaya. Partisipasi
masyarakat dipercaya sebagai sarana yang sangat efektif untuk menjangkau
masyarakat miskin melalui upaya membangkitkan semangat hidup untuk dapat
menolong diri sendiri, dengan melakukan perubahan mendasar, hingga
pada diri mereka. Kemiskinan itu terjadi dikarenakan mereka terjebak oleh
filosofi hidup mereka, sehingga terbelenggu oleh mindset-nya sendiri. Kondisi
yang terbelenggu inilah yang harus dibuka oleh pengembang program-program
kemasyarakatan.
Kondisi PKBM sampai saat ini dari hasil pengamatan di lapangan masih
banyak yang memprihatinkan, karena tidak sedikit dengan kondisi matisuri
antara hidup dan mati, kondisi tidak mengalami perkembangan (stagnan),
kondisi “on of” (mengandalkan bantuan dana dari pemerintah). Adanya
kegiatan, apabila memperoleh dana bantuan, dan sebaliknya tidak adanya
kegiatan, apabila tidak mendapatkan dana bantuan. Pada hal dana bantuan
tersebut dalam satu tahun hanya sekali. Kondisi ini tentunya sangat
menyedihkan, karena dimiliki oleh sekitar 30% PKBM, dari 802 PKBM di
Jawa Timur. Pengelola kurang memiliki visi, misi, dan komitmen yang kuat
dalam pengembangan organisasi, karena terbatasnya wawasan pengelola,
terutama dalam mengelola organisasi dan mengelola pembelajaran pada orang
dewasa, serta penguasaan kompetensi pengelola. Pengelola kurang melibatkan
tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki potensi untuk terlibat dalam sosialisasi
program dan lembaga ke masyarakat. PKBM tidak memiliki data base tentang
kebutuhan belajar sasaran didik masyarakat sekitarnya. Bahkan tidak dikenal di
lingkungan sekitar PKBM tersebut, sehingga pembelajaran tidak dapat berjalan
berkelanjutan dalam memenuhi kebutuhan belajar masyarakat. Belum memiliki
visi pengembangan potensi lokal daerah dan masyarakat sekitarnya. PKBM
sebagai lembaga belum membangun jaringan dengan mitra kerja dunia usaha
dan dunia industri, bahkan instansi terkait, belum mampu mengupayakan
produk atau jasa yang menjadi unggulan sebagai penopang pendanaan utama
dalam memberi layanan kepada masyarakat. PKBM harus berperan dan
berfungsi sosial dan ekonomi, agar sebagai wadah belajar bagi masyarakat
dapat diwujudkan oleh PKBM.
Prinsip yang dikembangkan pada PKBM adalah dari, oleh dan untuk
masyarakat. Prinsip tersebut sampai saat ini, berarti PKBM belum mampu
dan sangat konvensional. PKBM belum mampu menjalankan fungsinya
sebagai lembaga, maupun sebagai wadah untuk melayani kebutuhan belajar
masyarakat, dalam mewujudkan masyarakat berdaya dan gemar belajar. Oleh
karena itu penelitian ini menjadi penting dan strategis untuk dilakukan, dengan
harapan dapat meningkatkan kompetensi pengelola berupa pengetahuan,
keterampilan, dan sikap. Kemudian akan mengarah terjadinya perubahan pola
pikir, dan tingkah laku pengelola PKBM dalam mengelola PKBM mandiri
untuk melayani kebutuhan belajar masyarakat.
PKBM sebagai lembaga strategis bagi pendidikan nonformal harus
senantiasa dibangun, dibina, dan dikembangkan, sehingga lembaga tersebut
benar-benar dapat menjalankan peran dan fungsinya di masyarakat. Sejak
tahun 1998 PKBM memiliki akses yang luas, meliputi; bidang pendidikan,
sosial, budaya, ekonomi dan kesehatan. Bidang kajian inilah dijadikan
program-program untuk melayani dan pemenuhan kebutuhan belajar
masyarakat, yang tentunya melalui identifikasi secara intensif, bertahap, dan
terus menerus. Dengan demikian program yang dikembangkan akan
berkelanjutan berdasarkan kebutuhan belajar masyarakat. Pemerintah memang
telah juga melakukan pembinaan dengan pemberian pelatihan, namun
pelaksanaan pelatihan sangat terbatas dan hanya sekali dalam satu tahun, serta
tidak mampu melibatkan semua pengelola PKBM. Kondisi PKBM antara
kenyataan, dan harapan, masih terjadi kesenjangan yang sangat tajam.
Kesenjangan ini harus dilakukan pembenahan dan perbaikan dalam mengelola
PKBM agar dapat menjalankan fungsi dan peran yang strategis di masyarakat,
sehingga masyarakat dapat merasakan manfaatnya. Dengan kondisi masyarakat
kita yang masih membangun, sangat membutuhkan kehadiran PKBM mandiri
dengan pengelola berkompetensi yang selalu berkembang, dan meningkat
dalam mengelola program-programnya.
Mengelola PKBM yang ada saat ini yang masih bersifat tradisional atau
konvensional dapat memunculkan permasalahan tersendiri, baik karena faktor
internal, maupun faktor eksternal PKBM, termasuk kondisi tiap PKBM yang
secara umum kategori itu dapat diamati di lapangan terutama dalam mengelola
dan penyelenggaraan program-programnya, baik program reguler, maupun
program non reguler. Setiap daerah memiliki Forum Komunikasi Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (FK-PKBM), namun selama ini kurang dapat
berjalan dengan efektif. Peranan Forum tersebut sangat penting, dan sangat
diharapkan dalam membina, dan mendampingi PKBM yang ada, sebagai
partner dari pemerintah daerah dalam membina dan memfasilitasi
perkembangan PKBM. Forum harus diupayakan mampu menjalankan
fungsinya dalam membina dan mengembangkan PKBM, terutama PKBM yang
masih mengalami masalah-masalah dalam perkembangannya.
Jawa Timur merupakan salah satu provinsi dari 33 provinsi yang ada di
Indonesia, yang terdiri dari 38 kota / kabupaten. Pemerintah Daerah Jawa
Timur melalui Bidang Pendidikan Nonformal-Informal dan Nilai Budaya
(PNFI&NB) memiliki komitmen tinggi terhadap keberadaan dan
perkembangan PKBM. Dalam dua tahun terakhir telah menyelenggarakan
pelatihan bagi pengelola PKBM secara bertahap dan secara bergantian pada
setiap tahunnya. Kegiatan pelatihan ini dinamai Orientasi Teknis bagi
pengelola PKBM. Tiap tahun hanya dapat melakukan pelatihan sebanyak dua
sampai empat angkatan dengan melibatkan 50 orang pengelola PKBM setiap
angkatan, sehingga setiap tahun hanya dapat melatih 100 sampai 200 pengelola
PKBM. Penyelenggaraan pelatihan tahun 2010 hanya 3 (tiga) angkatan, dan
tahun 2011 dengan 4 (empat) angkatan. Materi pelatihan yang dikembangkan
dalam Orientasi Teknis itu, meliputi: kebijakan PNFI, program PNFI &NB
berbasis kewirausahaan, manajemen PKBM, revitalisasi PKBM, pemasaran
produk dan HAKI, aplikasi pendidikan kecakapan hidup untuk pemberdayaan
masyarakat, dan etos kerja dalam mengelola keuangan. Pelaksanaan Orintasi
Teknis tersebut melibatkan nara sumber dari Perguruan tinggi, lembaga mitra,
praktisi, dan bidang PNFI & NB sendiri. Metode yang digunakan untuk
menambah pengetahuan dan membentuk sikap para pengelola PKBM adalah
ceramah dan tanya jawab, diskusi, dan penugasan. Dilaksanakan di suatu
pengetahuan mengenai materi yang diberikan oleh nara sumber kepada peserta,
sharing dan silahturahmi antar pengelola, belum diupayakan secara lebih
intensif. Belum diupayakan terjadi saling membelajarkan antar pengelola orang
dewasa yang melakukan kegiatan bersama-sama.
Dalam pelatihan tersebut belum melakukan langkah-langkah pelatihan
yang seharusnya, terutama analisis kebutuhan. Demikian juga belum ada
produk yang dihasilkan oleh peserta pelatihan, belum terfokus, masih bersifat
umum. Peserta pelatihan dapat mengikuti dengan mendengarkan paparan nara
sumber dan sedikit waktu diskusi setiap di akhir pemaparan. Workshop belum
dikembangkan untuk menghasilkan produk bagi pengelola PKBM dalam
mengelola PKBM mandiri.
Oleh karena itu peneliti mengembangkan model pelatihan ini menjadi
lebih komprehenship dan lengkap agar peningkatan kompetensi pengelola
PKBM mampu mempersiapkan mengelola PKBM mandiri, dengan memiliki
pengetahuan, sikap dan keterampilan bagi setiap pengelola PKBM secara
praktek. Kompetensi pengelola PKBM yang akan diberikan pada pelatihan,
meliputi: kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi profesional,
dan kompetensi manajerial. Standar minimal manajemen PKBM dan
kewirausahaan. Analisis kebutuhan dalam suatu pelatihan pendidikan
nonformal merupakan suatu keharusan untuk dilakukan, agar pelatihan mampu
memecahkan masalah peserta didik. Keterlibatan peserta didik sejak awal
sangat penting agar mereka diharapkan dapat memecahkan masalahnya sendiri,
karena mereka adalah orang dewasa, dengan dibantu oleh pelatih dalam
mengkoordinasikan dengan pengetahuan akademik, serta pengalaman. Prinsip
pembelajaran orang dewasa yang digunakan, sehingga peserta didik menjadi
objek sekaligus subyek dalam pelatihan.
Hasil analisis kebutuhan tersebut dijadikan dasar untuk menyusun
langkah pelatihan selanjutnya; seperti menyusun materi pelatihan, tujuan
pelatihan, metode pelatihan, strategi pelatihan, media pelatihan, instruktur
Tabel: 1.1.
b.Adanya success story sejumlah PKBM „terbukti‟ mampu mengatasi kebodohan, kemiskinan, dan membangun kesetiakawanan.
c. Adanya success story sejumlah alumni PKBM yang „berhasil‟, memanfaatkan keterampilan untuk dijadikan mata pencaharian.
d.Adanya sebagian anggota masyarakat yang telah „menikmati‟ kehadiran PKBM di tengah-tengah masyarakat.
e. PKBM mampu mengakomodasikan berbagai program belajar yang dibutuhkan masyarakat secara simultan. f. PKBM sebagai lembaga dan wahana pendidikan
nonformal yang fleksibel, dengan 3 dimensi kegiatan, yaitu pembelajaran, usaha, dan pengembangan masyarakat.
g. PKBM diakui dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, sebagai satuan pendidikan nonformal. h.PKBM tumbuh dalam berbagai latar belakang
komunitas, maka PKBM sebagai generic model untuk mengatasi berbagai permasalahan masyarakat.
i. PKBM telah dikenal luas di Negara-negara Asia Pasifik, khususnya Jepang telah memberi impact yang besar bagi kemajuan masyarakatnya.
j. Adanya bantuan dana dari pemerintah pusat, maupun daerah untuk mendukung eksistensi PKBM.
k.Adanya Forum PKBM di setiap provinsi dan di sejumlah besar Kabupaten/Kota di Indonesia dan sudah dimulainya jaringan PKBM Asia Pasifik.
2. Weakness atau
Kelemahan
a.PKBM belum dikenal luas oleh masyarakat dan birokrasi pemerintah, baik secara konseptual, program atau kiprahnya, dan potensi yang dimilikinya;
c.Adanya PKBM yang berdiri dengan motivasi utama agar memperoleh dana bantuan dari pemerintah untuk kepentingan pribadi, sehingga kurang perduli terhadap pelaksanaan dan mutu program yang menimbulkan citra yang negatif bagi PKBM;
d.Belum terbukanya pemerintah dalam menyalurkan dan mendistribusikan anggaran, khususnya yang terkait dengan PKBM;
e.Usia PKBM yang masih muda, sehingga masih sangat terbatas kader-kader yang militan untuk memajukan PKBM;
f. Stakeholder umumnya masih memandang sebelah mata terhadap keberadaan pendidikan nonformal dan masih men‟dewa‟kan pendidikan formal, sehingga belajar di PKBM belum menjadi pilihan masyarakat.
3. Opportunity atau
Peluang
a. Banyaknya permasalahan dan masih rendahnya mutu pendidikan formal, sehingga pendidikan nonformal menjadi alternative, melalui PKBM bagi masa depan pendidikan;
b. Adanya tiga dimensi kegiatan PKBM, yang menarik partisipasi masyarakat dan dukungan lembaga-lembaga donor lain yang lebih luas;
c. Adanya komitmen global dalam MDGs (Millenium Development Goals) yang implementasinya di tingkat akar rumput, yang sebagian besar merupakan ruang cakupan PKBM;
d. Adanya komitmen global tentang Education For All dan Life long Learning yang sebagian besar merupakan ruang cakupan PKBM;
e. Berbagai isu-isu global, yang implementasinya dapat dilakukan melalui pendekatan PKBM;
f. Berbagai isu nasional, dapat diimplementasikan melalui pendekatan PKBM;
g. Menurunnya kepercayaan lembaga-lembaga donor internasional dalam menyalurkan dana bantuannya terhadap pembangunan masyarakat melalui birokrasi pemerintah memungkinkan penyalurannya dilakukan melalui PKBM;
persoalan-persoalan pendidikan, kemiskinan, dan pengembangan masyarakat, sebagai cakupan program PKBM;
i. Adanya kebijakan pemerintah agar BUMN mengalokasikan sebagian keuntungannya bagi dana pengembangan masyarakat, yang dapat menggunakan pendekatan PKBM;
j. Adanya sejumlah perusahaan menengah, maupun besar yang memiliki kebijakan CSR (Corporate Social Responsibility) dan mengalokasikan dana secara konsisten untuk itu, bisa didampingi melalui PKBM; k. Adanya sejumlah besar perguruan tinggi yang memiliki
sejumlah besar mahasiswa yang membutuhkan bentuk-bentuk pengabdian masyarakat, PKBM dapat menjadi wahana pengabdian tersebut;
l. Adanya sejumlah Jurusan Pendidikan Luar Sekolah (PLS), dan Himpunan Mahasiswa Jurusan PLS, serta berbagai organisasi mahasiswa yang memberikan kepedulian besar bagi pembangunan, PKBM dapat menjadi alternatif;
m.Potensi demografi, geografi, budaya dan sumberdaya ekonomi Indonesia membuka munculnya peluang usaha yang dapat digarap oleh PKBM;
n. Kerjasama antar negara-negara Asia Pasifik maupun dengan Negara lain memungkinkan peluang
pengembangan usaha, pembelajaran dan
pengembangan masyarakat bagi PKBM;
o. Adanya amanat konstitusi Negara Republik Indonesia untuk memberikan prioritas kepada pembangunan pendidikan dengan mengalokasikan anggaran yang cukup besar, di mana ruang pendidikan nonformal selama ini masih belum tergarap dengan sewajarnya; p. Adanya komitmen Perserikatan Bangsa Bangsa untuk
menetapkan dasawarsa Education for Sustainability Development, dimana PKBM dapat menjadi agen pelaksananya;
didukung oleh kebijakan program-program PNFI berbasis kewirausahaan.
4. Threat (Ancaman)
a. Adanya potensi konflik di antara berbagai lembaga yang bertanggung jawab untuk membina dan mengembangkan PKBM, dapat menimbulkan usaha-usaha kontra produktif bagi gerakan untuk memajukan PKBM;
b. Dapat muncul adanya sinisme sebagian anggota masyarakat terhadap PKBM, jika melihat perilaku beberapa oknum pembina, pengelola dan pelaksana PKBM yang memanfaatkan PKBM untuk mengambil dana bantuan pemerintah ataupun dari pihak donor lain untuk keuntungan pribadi semata.
c. Adanya beberapa oknum yang merasa „terancam‟ akan adanya gerakan PKBM yang murni dan kuat, sehingga membuat langkah-langkah „perlawanan‟ yang dapat menghambat gerak maju PKBM agar oknum-oknum tersebut tidak kehilangan „keuntungan‟ dari „manipulasi‟ dan KKN proyek PKBM;
d. Manajerial dan leadership pengelola PKBM yang lemah, menyebabkan lemahnya kelembagaan PKBM, sehingga kurang dipercaya oleh pemerintah dalam melaksanakan program-program pemerintah yang lebih besar.
Sumber: Forum Komunikasi PKBM (FK-PKBM) Nasional, 2008: 25.
Dari kondisi seperti di atas, dibutuhkan pengembangan dan pembinaan
melalui pelatihan kompetensi yang intensif bagi pengelola-pengelola PKBM.
Pelatihan akan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk
memperbaiki kondisi PKBM secara bertahap dan komprehensif. Perbaikan
dimulai dari perubahan pola pikir para pengelola, pengembangan organisasi
(manajerial dan leadership), pengembangan kerjasama dan persaingan,
manajemen mutu terpadu dan manajemen belajar, manajemen strategis, sampai
dengan pengembangan program-program belajar yang berbasis kebutuhan
belajar masyarakat. Apabila hal ini sampai tidak dilakukan atau berlarut-larut,
dikhawatirkan kondisi ini akan menjadi bertambah terpuruk. PKBM sebagai
program-programnya di masyarakat. Program-program tersebut diharapkan
dapat menggerakkan partisipasi masyarakat untuk mencetak kader-kader yang
dapat berperan aktif dalam pembangunan masyarakat, sehingga mampu
mengurangi terjadinya kesenjangan di masyarakat.
B.Identifikasi Masalah Penelitian
Setiap penyusunan program pendidikan luar sekolah selalu diawali dengan melakukan kegiatan penting yaitu identifikasi kebutuhan dan sumber belajar. Kurikulum dan program pendidikan luar sekolah selalu disusun dari bawah (bottom up) ke atas (top down), bukan sebaliknya. Peserta didik sebagai pusat dari kegiatan pembelajaran. Kegiatan identifikasi kebutuhan sangat menentukan keberhasilan suatu program pendidikan luar sekolah. Keberhasilan dalam melakukan identifikasi kebutuhan, berarti sebagian keberhasilan program telah dapat diraih, maka sangat penting dilakukan kegiatan identifikasi kebutuhan secara mendalam dan menyeluruh terkait dengan sasaran program pembelajaran dan sasaran didik.
Identifikasi kebutuhan awal dilakukan pada PKBM di Jawa Timur,
ditemukan permasalahan-permasalahan dalam mengelola PKBM, mengapa
PKBM tidak beranjak dari sejak berdirinya, mengapa lembaga PKBM tidak
nampak perkembanganya, seperti stagnan, sehingga secara kelembagaan
PKBM nampak lemah dan tidak berdaya.
Beberapa permasalahan yang ditemukan di lapangan dari pengamatan
peneliti dalam mengelola PKBM, antara lain: 1) PKBM sebagai lembaga
maupun wadah belum menjadi wahana pembelajaran masyarakat, masih kental
mejadi kebutuhan lembaga pemerintah; 2) pengelola PKBM masih bersifat
umum saja, belum mengarah pada penguasaan konsep pendidikan nonformal
yang berorintasi pada pendidikan orang dewasa, dan memiliki kompetensi
pengelola; 3) PKBM sangat tergantung pada dana bantuan pemerintah, belum
menunjukkan kemandirian dalam mengelola lembaga; 4) kondisi PKBM masih
lemah, belum menunjukkan perkembangan yang memadai dengan komitmen
pengelola agar lembaga memiliki roh; 5) belum nampak adanya pendampingan
dalam setiap program yang dikembangkan; 6) program dikembangkan atas
dasar kebutuhan PKBM, bukan atas dasar kebutuhan belajar masyarakat,
masih bersifat proyek, belum berlangsung secara berkesinambungan dan belum
mengacu pada kebutuhan masyarakat dalam data base; 8) belum nampak
adanya kerjasama antar PKBM, dan memfungsikan FK-PKBM dalam
menjalankan lembaga; 9) tenaga pengelola PKBM kurang mendapatkan
pelatihan, terutama berkaitan dengan pendidikan nonformal dan andragogi,
sehingga mengelola PKBM secara tradisional; 10) belum adanya tenaga ahli
atau nara sumber yang mendampingi PKBM dalam menjalankan fungsinya;
11) belum nampak upaya yang keras untuk memberdayakan masyarakat dan
menjadikan masyarakat gemar belajar; 12) kurang dikembangkan adanya
program maupun produk unggulan yang dapat dikerjasamakan dengan Du/Di,
karena program PKBM belum fokus; 13) program PKBM sangat kental dari
pemerintah, belum mampu melaksanakan prinsip dari, oleh, dan untuk
masyarakat; dan 14) PKBM sangat tergantung pada program pemerintah yang
kemampuanya sangat terbatas, belum adanya keterlibatan tokoh masyarakat,
tenaga akademisi, FK-PKBM, dan Dunia usaha / Dunia industri, dalam
memperkuat kelembagaan PKBM.
KESENJANGAN
PEMECAHAN MASALAH
Gambar: 1.1. Proses Menentukan Kebutuhan Belajar. Sumber: Pemikiran Peneliti.
KONDISI PKBM SAAT INI KONDISI PKBM HARAPAN
C.Rumusan Masalah Penelitian
Dari hasil identifikasi terangkum permasalahan dalam mengelola PKBM
di atas, maka dalam penelitian ini permasalahan penelitian dibatasi pada
peningkatan kompetensi pengelola dalam mengelola PKBM mandiri.
Perkembangan suatu organisasi atau lembaga, lebih-lebih perkembangan
organisasi kemasyarakatan atau organisasi sosial, pengelola memegang
peranan yang sangat penting dan dominan dalam memajukan lembaga.
Pengembangan kelembagaan dan program-program untuk memenuhi
kebutuhan belajar masyarakat yang sangat komplek. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat mempengaruhi tatanan kehidupan
masyarakat. Hal ini dapat berasal dari komitmen pengelola, pengetahuan
pengelola, keterampilan pengelola, wawasan, serta pola pikir pengelola. Oleh
karena itu pengelola PKBM harus memiliki kemampuan manajerial, dan
leadership, sehingga menjadi sasaran utama dalam membenahi pengelolaan
untuk penguatan kelembagaan dalam pengelolaan PKBM mandiri. Model
pelatihan yang dikembangkan sebagai variabel dalam penelitian ini adalah
model pelatihan berbasis kompetensi dan meningkatkan kemampuan pengelola
dalam pengelolaan PKBM mandiri. Model pelatihan berbasis kompetensi
merupakan proses pembelajaran bagi pengelola PKBM dalam upaya
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam mengelola PKBM
mandiri. Sedangkan meningkatkan kemampuan pengelola adalah suatu upaya
pembelajaran mengenai standar minimal kompetensi pengelola PKBM dalam
pengelolaan PKBM mandiri. Kompetensi pengelola terdiri dari kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi profesional, dan kompetensi
manajerial. Pengelola diharapkan memiliki wawasan pengetahuan, sikap dan
keterampilan, sehingga mampu memperkuat komitmen, dan merubah pola
pikir mereka untuk memperkuat kelembagaan PKBM agar menjadi lebih kuat
dan tangguh dalam mengelola PKBM mandiri. Kompetensi yang dimiliki dan
mampu mengimplementasikan dalam mengelola PKBM mandiri menjadi
tujuan penelitian. Hal ini dijadikan dasar dalam rumusan masalah dalam
1. Bagaimanakah kondisi pengelolaan PKBM saat ini dalam mengelola PKBM
mandiri di Jawa Timur ?
2. Bagaimanakah pelaksanaan pelatihan saat ini untuk meningkatkan
kompetensi pengelola PKBM di Jawa Timur ?
3. Bagaimanakah kondisi kompetensi pengelola saat ini dalam mengelola
PKBM mandiri di Jawa Timur ?
4. Bagaimanakah model konseptual pelatihan mengelola PKBM untuk
meningkatkan kompetensi pengelola dalam mengelola PKBM mandiri ?
5. Bagaimanakah implementasi model pelatihan mengelola PKBM untuk
meningkatkan kompetensi pengelola dalam mengelola PKBM mandiri ?
6. Bagaimanakah efektivitas model pelatihan mengelola PKBM untuk
meningkatkan kompetensi pengelola dalam mengelola PKBM mandiri ?
D.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas dapat dirumuskan tujuan
penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini, baik secara umum maupun
khusus, sebagai berikut:
1. Tujuan Umum:
Dalam penelitian ini secara umum, tujuan peneltian yang diharapkan
dapat dicapai adalah menghasilkan pengembangan model pelatihan
mengelola PKBM untuk meningkatkan kompetensi pengelola dalam
mengelola PKBM mandiri di Wilayah Jawa Timur.
2. Tujuan Khusus:
a. Mengetahui kondisi pengelolaan PKBM saat ini dalam mengelola
PKBM Mandiri di Jawa Timur.
b. Mengetahui pelaksanaan pelatihan saat ini untuk meningkatkan
kompetensi pengelola PKBM di Jawa Timur.
c. Mengetahui kondisi kompetensi pengelola PKBM saat ini dalam
mengelola PKBM mandiri di Jawa Timur.
d. Menyusun model konseptual pelatihan mengelola PKBM untuk
e. Mengimplementasikan model pelatihan mengelola PKBM untuk
meningkatkan kompetensi pengelola dalam mengelola PKBM mandiri.
f. Mengetahui efektivitas model pelatihan mengelola PKBM untuk
meningkatkan kompetensi pengelola dalam mengelola PKBM mandiri.
E.Manfaat Penelitian
Dalam setiap aktivitas sudah pasti berharap ada manfaat yang
diperolehnya. Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat,
baik secara teoritis maupun praktis, baik secara kelembagaan, maupun
program, organisasi, kelompok ataupun perorangan untuk meningkatkan
kompetensi pengelola PKBM, agar jadi lebih baik perkembangan ke depannya.
Adapun manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Secara Teoritis:
Secara teoritis penelitian ini mengembangkan konsep dan teori
pelatihan, konsep dan teori andragogi pada pendidikan orang dewasa,
konsep dan teori pendidikan nonformal, konsep dan teori kompetensi
pengelola dalam pengelolaan PKBM, dan pengembangan konsep dan teori
kewirausahaan, sehingga bermanfaat dalam upaya pengembangan konsep
dan teori pendidikan nonformal terutama peningkatan kemampuan
pengelola PKBM dalam mengelola PKBM mandiri.
2. Manfaat Secara Praktis:
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang kuat bagi
pengembangan pendidikan luar sekolah, terwujudnya peningkatan
kemampuan pengelola PKBM dalam mengelola PKBM mandiri, agar dapat
bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis bagi lembaga, masyarakat,
dan pihak-pihak terkait yang membutuhkan, antara lain:
a. Program Studi Pendidikan Luar Sekolah, hasil penelitian ini dapat
berkontribusi dalam pengembangan keilmuan dan teori pembelajaran
bidang pendidikan nonformal, terutama dalam pelatihan untuk
meningkatkan kompetensi pengelola PKBM, sebagai lembaga, maupun
wadah yang memberikan layanan pembelajaran bagi masyarakat.
b. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, terutama Bidang Pendidikan
Nonformal-Informal dan Nilai Budaya, untuk melakukan pelatihan
mengelola PKBM untuk peningkatan kompetensi pengelola dan
pembinaan terhadap PKBM yang ada di Wilayah Jawa Timur khususnya,
dan PKBM yang ada di Tanah Air tercinta, sehingga PKBM dapat lebih
menapakkan peran dan fungsinya di masyarakat Indonesia yang sedang
melaksanakan pembangunan.
c. Praktisi dan stackeholders dapat memanfaatkan pengelolaan PKBM
mandiri untuk mengembangkan program-program pendidikan nonformal
dan Informal pada PKBM yang telah berkembang di lingkungan
masyarakat sekitarnya. Mengembangkan potensi lokal masyarakat
dijadikan program-program unggulan dalam pengelolaan PKBM.
d. Forum Komunikasi PKBM, Para pengelola dan penyelenggara PKBM,
dapat menjadikan contoh pada pengelolaan PKBM mandiri dalam
mengelolanya, dan senantiasa mengembangkan kekuatan lembaganya,
karena PKBM lembaga yang strategis, dan benar-benar mampu eksis dan
dibutuhkan kehadirannya oleh masyarakat, baik sebagai lembaga maupun
wadah layanan kebutuhan belajar masyarakat, sehingga tercipta
masyarakat berdaya dan gemar belajar.
e. Pelatih dan pengembang PKBM, dapat memetik hikmah untuk
mengembangkan PKBM dengan pengelola yang memiliki kompetensi
yang memadai, sehingga mampu berdiri di atas kaki sendiri tanpa
menghandalkan bantuan dari pemerintah dalam mengembangkan
program-programnya, dan memberikan layanan kepada kebutuhan
belajar masyarakat secara berkesinambungan.
f. Warga belajar dan masyarakat pemerhati perkembangan pendidikan luar
sekolah, dapat belajar secara berkelanjutan untuk meningkatkan dan
mengembangkan diri sebagai konsekuensi dari tuntutan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, dan kebutuhan belajar masyarakat yang
sangat pesat. Pembelajaran di pendidikan luar sekolah menggunakan
F.Struktur Organisasi.
Dalam penelitian ini dikembangkan dengan lima bab. Pada bab I
dikemukakan latar belakang penelitian, identifikasi masalah, rumusan masalah,
tujuan, dan manfaat penelitian, serta struktur organisasi; pada Bab II
dikembangkan tentang kajian pustaka sebagai landasan teoritis penelitian,
berisi teori pendidikan nonformal, teori pelatihan, teori kompetensi, teori
pengelolaan, teori pendidikan orang dewasa, teori kemandirian, dan teori
kewirausahaan; pada Bab III disajikan metode penelitian meliputi: subyek dan
lokasi penelitian; desain penelitian; metode penelitian; definisi operasional;
instrumen penelitian; proses pengembangan instrumen; teknik pengumpulan
data dan alasan rasionalnya; dan analisis data, dengan pendekatan R & D
(Research and Development), menggunakan pendekatan kualitatif dan
kuantitatif; pada Bab IV dituliskan hasil penelitian dan pembahasan, meliputi
studi pendahuluan, penyusunan model konseptual, ujicoba model konseptual,
implementasi model, dan uji efektivitas untuk menemukan disain model akhir;
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Lokasi dan Subyek Penelitian 1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada PKBM di Wilayah JawaTimur,
karena Provinsi Jawa Timur memiliki jumlah PKBM yang cukup banyak
yaitu 802 PKBM (awal tahun 2013) dengan variasi yang beragam. Dari 802
PKBM, dinyatakan 500 lembaga (70%) karena pengelolaan kondisi
berkembang. Kriterianya, antara lain: PKBM yang bernilem, pengelola
aktif, programnya berjalan, dan pengelola usia produktif; dan 300 lembaga
(30%) pengelolaan kondisi kurang berkembang. Kriterianya, antara lain:
belum bernilem atau sudah bernilem, pengelola kurang aktif, program
mengandalkan dana bantuan, pengelola dengan komitmen rendah.
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur melalui Dinas Pendidikan Bidang
Pendidikan Nonformal-Informal dan Nilai Bidaya (PNFI&NB) secara
berkala melakukan pembinaan terhadap kelembagaan PKBM tersebut secara
terbatas, dengan melaksanakan pelatihan (orientasi teknis) bagi pengelola
PKBM secara bertahap dalam setiap tahunnya. Di sisi lain Jawa Timur
sering dijadikan barometer oleh Pemerintah Pusat mengenai pelaksanaan
program-program Pendidikan Non Formal dan Informal Nasional, termasuk
dalam melakukan pembinaan terhadap pengelola PKBM.
2. Subyek Penelitian.
Subyek penelitian ini adalah para pengelola PKBM, terutama Ketua.
PKBM dipilih yang berkembang, pengelola aktif dan eksis programnya, dan
telah memiliki Nomor Induk Lembaga (Nilem). Jumlah PKBM yang
dimaksud berjumlah 500 lembaga. Berarti populasi penelitian berjumlah
500 PKBM. Dari jumlah PKBM tersebut perlu ditingkatkan kompetensi
dalam mengelola PKBM, di ambil sejumlah 50 PKBM, sehingga subyek
penelitian berjumlah 50 orang pengelola PKBM, karena keterbatasan biaya,
waktu, dan tenaga, dengan teknik sampel berikut.
3. Teknik Pengambilan sampel
Melakukan perlakuan terhadap seluruh populasi membutuhkan biaya,
waktu dan kesempatan yang sangat besar. Sampel sebagai bagian dari
populasi dipilih berdasarkan ketentuan yang berlaku. Arikunto (2002 : 112)
menjelaskan tentang teknik pengambilan sampel bahwa:
Apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua,
sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya, bila
jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau
lebih.
Jumlah populasi penelitian ini menjadi 500 pengelola PKBM, maka
pengambilan sampel perlu dilakukan. Teknik pengambilan sampel
berdasarkan pertimbangan pengelola sendiri, disebut teknik purposive
sampling, yaitu dari subjek dengan kondisi berkembang yang berjumlah 500
lembaga, dengan teknik random sampling diambil 10%, maka diperoleh 50
lembaga dengan 50 orang pengelola PKBM. Jadi sampel penelitian ini
sebanyak 50 orang pengelola PKBM.
B.Desain Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan Research and Development
(R&D) atau penelitian dan pengembangan adalah penelitian yang digunakan
untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifannya. Yang
dimaksud produk adalah model pelatihan, maka digunakan penelitian yang
bersifat analisis kebutuhan dan untuk menguji keefektifan produk tersebut, agar
dapat difungsikan pada masyarakat luas. Penelitian dan pengembangan bersifat
longitudinal dan bertahap. Dalam penelitian ini dilakukan secara bertahap dan
diharapkan menghasilkan model pelatihan mengelola PKBM untuk
meningkatkan kompetensi pengelola dalam mengelola PKBM mandiri, agar
dapat digunakan untuk memperkuat kelembagaan PKBM, karena pengelola
sebagai tiang penyanggah utama dalam pengembangan PKBM.
Analisis penelitian pengembangan digunakan dalam periode longitudinal
terjadi pada responden. Sasaran penelitian pengembangan pada umumnya
mengenai variable tingkah laku secara individual, maupun unsur dalam
kelompok. Pendekatan penelitian dan pengembangan menurut Brog and Gall
(1979) dalam Sugiyono (2008) dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai
berikut:
1. Meneliti dan mengumpulkan data atau informasi melalui bacaan atau
literatur, melakukan observasi, serta penyiapan laporan tentang kebutuhan
pengembangan.
2. Merencanakan prototipe komponen yang akan dikembangkan, termasuk
mendefinisikan keterampilan (kemampuan) yang akan dikembangkan,
merumuskan tujuan, menentukan urutan kegiatan, serta skala pengukuran
khusus.
3. Mengembangkan prototipe model awal, seperti mempersiapkan buku teks
(materi pelatihan) dan perangkat evaluasi, dengan validasi ahli atau pakar.
4. Melakukan uji coba terbatas terhadap model awal, yang dilakukan terhadap
10 orang pengelola PKBM. Melakukan pengamatan, interview (FGD), serta
tes, kemudian data yang diperoleh dianalisis guna menyempurnakan model
awal tersebut.
5. Merevisi model awal yang dilakukan berdasarkan hasil ujicoba serta analisis
pada model awal.
6. Melakukan ujicoba lapangan, dilakukan pada lima puluh (50) orang
pengelola PKBM. Selanjutnya dilakukan pengamatan, interview, dan tes
atau metode penggalian data lainnya, terutama terhadap variable kriterium
yang telah ditetapkan. Hasilnya dievaluasi, dan apabila memungkinkan
dilakukan perbandingan dengan kelompok lain.
7. Melakukan revisi hasil aplikasi model pelatihan, yang didasarkan hasil
ujicoba lapangan dan analisis data.
8. Melakukan ujicoba lapangan secara operasional. Ujicoba dilakukan
melibatkan lebih banyak lagi subjek pembelajar dengan 50 pengelola
9. Melakukan deseminasi dan penyebaran model pelatihan kepada berbagai
pihak, baik melalui publisitas maupun cara-cara difusi lainnya
Langkah-langkah Penelitian R & D:
Penelitian ini dilakukan dalam dua bentuk kegiatan, yaitu (1) exploration
yang bersifat kualitatif dan (2) Experimental bersifat kuantitatif. Penelitian secara
exploration kualitatif dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Studi awal atau studi pendahuluan, bertujuan merefleksi kondisi lapangan.
2. Penyusunan model konseptual berdasarkan studi awal.
3. Kegiatan validasi atau verifikasi model konseptual dengan melibatkan
pakar, praktisi, dan peserta didik, bertujuan menyempurnakan model
konseptual.
Pendekatan experimental pada penelitian ini dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Persiapan eksperimen, bertujuan melakukan pembagian tugas dan
penjadualan sesuai kompetensi.
2. Pelaksanaan eksperimen dengan pendekatan partisipatif dan kolaborasi.
Pengukuran dilakukan dengan pretest dan postest bertujuan mengetahui
keefektifan model.
3. Melakukan observasi dan monitoring pada kelompok eksperimen bertujuan
menggali, merekam dan mendokumentasikan mulai dari proses hingga hasil.
4. Melakukan evaluasi, yang meliputi kegiatan analisis, interpretasi dan
eksplanasi pada semua informasi yang terekam dari kegiatan observasi dan
monitoring, serta evaluasi.
Rumusan desain penelitian :
Table 3.1
Desain Penelitian One Short Case Pretest Postest
Pre test Treatment Post test
0 1 X 02
Waktu
Keterangan :
O1 : tes awal (pretest) O2 : tes akhir (postest) X : perlakuan
Sejumlah ancaman terhadap penelitian eksperimen yang mempengaruhi
hasil penelitian Creswell (2010:242) menyatakan bahwa : “….ada dua jenis
ancaman terhadap validitas ; Ancaman dalam (internal threats) dan ancaman luar
( eksternal threats)”.
1. Validasi internal
Validasi internal adalah prosedur-prosedur eksperimen, perlakuan atau
pengalaman-pengalaman dari para partisipan yang dapat mengancam
kemampuan peneliti untuk menarik kesimpulan penelitian yang tepat dari data
penelitian.
Tabel 3.2
Ancaman Validasi Internal
Jenis Ancaman Deskripsi Ancaman Tindakan Responsif
Sejarah Peristiwa yang seringkali mempengaruhi outcome yang tidak diharapkan selama penelitian. Responden harus steril dari kegiatan lain dan hanya menggunakan metode perlakuan yang dikembangkan
Maturasi Kematangan akibat sifat-sifat alamiah individu baik mental atau fisik ( menginjak dewasa)
Memilih responden dengan rating yang sama dan memberlakukan eksperimen tidak terlalu lama
Regresi Responden dengan skor yang tinggi dapat berubah menjadi rata-rata selama penelitian
memilih para responden dengan skor yang hampir sama (rendah s.d sedang)
Seleksi Memiliki karakteristik yang berbeda seperti sangat cerdas atau sangat kuat
Responden dipilih berdasarkan karakteristik yang relatif sama
Mortalitas Responden bisa mundur dari penelitian karena berbagai hal
Merekrut seluruh populasi dan meminta pengelola PKBM untuk tetap mengikuti penelitian dan melakukan pengawasan kehadiran responden dalam eksperimen
Difusi Treatment
Adanya komunikasi kelompok kontrol dengan eksperimen yang dapat mempengaruhi skor akhir
Demoralisasi Imbangan
Pengujian ( Testing)
Para partisipan sudah terbiasa dengan hasil akhir pengujian sehingga dikhawatirkan terjadi manipulasi atas respon
Instrumen Perubahan instrumen dalam pre test dan post test tidak jarang mempengaruhi skor penelitian
Instrumen yang digunakan sama baik pretest atau postest, pengukuran dilakukan berdasarkan petunjuk pelaksanaan tes yang sama
Pengaruh Peneliti
Peneliti menginginkan hasil tertentu dan mempengaruhi hasil penelitian
Peneliti tidak mempengaruhi hasil pengukuran dan pengukuran bersifat objektif
Sumber : Diadopsi dari Creswell, 2010:246
2. Validitas eksternal adalah ancaman yang berasal dari
karakteristik-karakteristik individu yang dipilih sebagai sampel, keunikan setting, dan
waktu eksperimen.
Tabel 3.3
Ancaman validasi Eksternal
Jenis Ancaman Deskripsi Ancaman Tindakan Responsif
Antara Pemilihan dan treatment partisipan yang sering membuat peneliti tidak mampu
menggeneralisir hasil penelitian.
Antara setting dan Treatment
Antara Sejarah dan treatment
Peneliti tidak mampu menggeneralisir hasil penelitian untuk situasi masa lalu dan masa depan
Peneliti perlu
melakukan penelitian ulang pada waktu yang akan datang untuk mengetahui hasil-hasilnya
Sumber : Diadopsi dari Creswell, 2010.
C.Metode Penelitian dan Pengambilan Data
1. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi, wawancara, dokumentasi, dan test untuk mendapatkan data
tentang kompetensi pengelola PKBM dalam upaya menyusun konseptual
model, menyusun materi pelatihan, dan strategi pelatihan, serta sebagai
bahan menyusun instrumen penelitian.
2. Alat pengumpulan data: pedoman pengamatan, pedoman wawancara, alat
test, dan pedoman dokumentasi.
Dalam penelitian ini konsep Research & Development
diimplementasikan sebagai berikut:
a. Studi pendahuluan:
1) Mengkaji teori dan menetapkan konsep teori.
2) Melakukan survey pada10 orang pengelola dalam mengelola PKBM di
Jombang Jawa Timur.
3) Data hasil survey lebih lanjut diolah menggunakan pendekatan analisis
SWOT, dengan tujuan untuk melihat: kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman atau tantangan yang dijadikan dasar pengembangan model
pelatihan mengelola PKBM untuk meningkatkan kompetensipengelola
PKBM.
4) Analisis kebutuhan dan kompetensi pengelola PKBM
5) Analisis sumber daya yang dikembangkan.
b. Menyusun model konseptual: yaitu menyusun rancangan pengembangan
model pelatihan mengelola PKBM untuk meningkatkan kompetensi
pengelola PKBM
1) Menentukan tujuan dan materi pelatihan
2) Menentukan kelompok peserta pelatihan
3) Merumuskan hasil yang ingin dicapai dalam pelatihan
d. Pelaksanaan:
1) Menentukan tes awal (pretest)
2) Pengembangan materi pelatihan kompetensi bagi pengelola PKBM
3) Pengembangan strategi pelatihan kompetensi bagi pengelola PKBM
e. Evaluasi: Melakukan tes akhir (postest)
f. Pengujian Model konseptual:
1) Melakukan verifikasi dan validasi kepada para pakar, dan praktisi
2) Melakukan ujicoba terbatas (50) untuk kesiapan implementasi model.
3) Melakukan analisis prediktif dan sistematik terhadap hasil uji coba
terbatas, sehingga dapat diketahui kelayakan model untuk di
implementasikan.
g. Implementasi model:
Melakukan implementasi model pada kelompok PKBM eksperimen,
menggunakan analisis quasi eksperiment. Desain yang digunakan adalah
“Desain Quasi experimental pretest posttest comparison group dengan urutan waktu dua minggu untuk satu kali pengukuran setelah perlakuan.
D.Definisi Operasional
Variabel yang dikembangkan dalam penelitian ini, sebagai fokus kajian
dalam penelitian, dan juga memberikan pembatasan terhadap kajian itu sendiri,
maka perlu mendefinisikan variabel tersebut secara operasional. Dari definisi
operasional variabel akan dapat dijabarkan menjadi indikator-indikator, bahkan
sampai pada sub indikator. Indikator atau sub indikator disusun dan
dirumuskan menjadi pertanyaan atau pernyataan dalam instrumen
pengumpulan data. Adapun variabel dalam penelitian ini adalah (1) Model
pelatihan mengelola PKBM; (2) Kompetensi pengelola PKBM. Secara
operasional dapat didefinisikan sebagai berikut:
1. Model Pelatihan Mengelola PKBM
komponen-komponen yang digunakan dalam mencapai tujuan. Pelatihan
adalah prosedur formal yang difasilitasi dangan pembelajaran guna
tercatatnya perubahan tingkah laku yang berkaitan dangan peningkatan
tujuan organisasi. Pelatihan dilakukan untuk membangun sikap,
pengetahuan, dan ketrampilan guna memenuhi kebutuhan kerja saat ini dan
masa depan. Mengelola PKBM adalah suatu kemampuan yang harus
dimiliki oleh seseorang pengelola PKBM, dalam perencanaan, pelaksanaan
dan pengendalian, serta penilaian. Jadi Model Pelatihan Mengelola PKBM
adalah suatu pola dalam proses pembelajaran untuk merubah tingkahlaku
pengelola PKBM yang berkaitan dengan meningkatkan kemampuan
mengelola lembaga dan program layanan pada masyarakat.
2. Meningkatkan kompetensi pengelola PKBM
Meningkatkan kompetensi pengelola PKBM adalah suatu upaya
pembelajaran yang dilakukan dalam pelatihan dengan membahas
kompetensi pengelola, guna mengembangkan pengetahuan, keterampilan
dan sikap dalam mengelola PKBM. Meningkatkan berarti kondisi yang
sudah ada ditingkatkan melalui kegiatan pelatihan. Keempat kompetensi
pengelola PKBM dikaji meliputi: komptensi kepribadian, kompetensi
sosial, kompetensi profesional, dan kompetensi manajerial. Kompetensi ini
dijabarkan menjadi indikator, sub indikator agar memudahkan menyusun
pertanyaan sebagai instrumen pengumpulan data. Variabel, indikator dan
sub indikator terangkum dan dipaparkan pada tabel di bawah.
Mengelola PKBM mandiri merupakan sebuah tanggung jawab
seorang pengelola dalam mengelola lembaganya menjadi tidak bergantung
pada bantuan pemerintah. Mandiri mengandung indikator kebebasan
berinisiatif mengatasi hambatan, gigih dalam berusaha, dan tanpa tergantung
kepada pemerintah. Indikator ini akan dijabarkan lagi menjadi sub indikator,
yang akan dijadikan pertanyaan dalam instrumen sebagai alat pengumpul
data dalam penelitian ini. Variabel, indikator, dan sub indikator ini
Tabel: 3.4
Daftar Variabel, Indikator dan Sub Indikator Dalam Penelitian ini.
No Var. Indikator Sub Indikator
I. Standar Manajemen PKBM
1. Perencanaan
Tujuan Keluaran
a. menyusun gambaran umum masalah dan sumber biaya
b. menyusun rencana kerja tahunan c. menyusun program / kegiatan
a. Pendayagunaan sumberdaya untuk pelaksanaan program / kegiatan. b. Pelaksanaan program/kegiatan c. Tenaga kependidikan pada
penylenggaraan PKBM dan pelaksanaan program/kegiatan
a. Daftar pendayagunaan sumberdaya berdasarkan program / kegiatan.
b. Struktur organisasi tenaga kependidikan berikut lingkup tugasnya.
c. Jadwal/kalender program/kegiatan. d. Dokumen untuk pencatatan dan evaluasi: 1) Keadaan dan perkembangan pendaya
gunaan sumber daya
2) Keadaan dan perkembangan warga belajar 3) Keadaan dan perkembangan tenaga
kependidikan
4) Keadaan dan perkembangan pelaksanan program / kegiatan dari masing-masing bidang.
3. Pelaksanaan dan Pengendalian a. Memberikan pelayanan pendidikan
sesuai dengan rancangan program/kegiatan
b. Memberikan layanan informasi kepada kelompok sasaran sesuai dengan rancangan program / kegiatan
c. Melakukan kerjasama fungsional sesuai dengan rancangan pengembangan jaringan kemitraan d. Menyelenggarakan pembinaan
teknis dalam rangka peningkat-an kinerja tenaga kependidikan
e. Melaksanakan pemantauan dan pengendalian pelaksanaan program / kegiatan.
a. Data perkembangan proses dan hasil pelaksanaan program / kegiatan dari setiap bidang.
4. Penilaian
a. Mengukur tingkat pencapaian tujuan penyelenggaraan PKBM b. Merumuskan bahan masukan untuk
penyusunan rencana kerja tahunan
a. Data pencapaian tujuan dari masing-masing program kegiatan pada setiap bidang b. Bahan masukan untuk penyusunan rncana
kerja tahunan
No Var Indikator Sub Indikator
a. Bertindak sesuai norma hukum b. Bertindak sesuai norma sosial
c. Mmiliki konsistensi dalam bertindak. 2. Kedewasaan:
a. Menampilkan kemandirian dalam bertindak b. Memiliki etos kerja baik
c. Bersikap membimbing dan bijaksana 3. Arif:
a. Bertindak berdasarkan kemanfataan bagi bawahan
b. Menunjukkan keterbukaan dalam berfikir dan bertindak
4. Berwibawa:
a. Menampilkan sikap dewasa & sikap ketauladanan b. Menunjukkan perilaku yang mantap
c. Memiliki pengaruh positif terhadap yang dipimpin
d. Disgani oleh bawahan dan mitra kerja. 5. Berakhlak mulia dan ditauladani
a. Bersikap religius b. Jujur
c. Ikhlas
d. Suka menolong
6. Memiliki etos kerja, tanggung jawab dan rasa: a. Menunjukkan etos kerja dan tanggung jawab
yang tinggi
b. Mengerjakan pekerjaan secara mandiri c. Mengaktualisasikan diri sebagai pengelola d. Disiplin
e. Menunjukkan kecerdasan
7. Partisipatif dalam kegiatan sosial masyarakat:
a. Mampu menyesuaikan diri dalam lingkungan kerja, masyarakat, dan mitra kerja
b. Aktif dalam kegiatan kemasyarakatan dan profesi kerja
c. Mempunyai sikap prakarsa dalam setiap kegiatan d. Mampu melakukan ide kreatif.
1. Dapat membuat perencanaan yang baik:
a. Mampu membuat perencanaan program kelembagaan
3. Kompe tensi Sosial
efektif
c. Mampu membuat prioritas kerja lembaga PKBM d. Mampu menyusun rencana kerja berkala,
bulanan, triwulan, tahunan
e. Mampu menyusun rencana waktu yang tepat. 2. Aspek pelaksanaan:
a. Mampu mengidentifikasi kebutuhan program PKBM
b. Mampu melakukan kontrol terhadap kegiatan program PKBM
c. Mampu memimpin tenaga pelaksana lembaga PKBM
d. Mampu membimbing SDM yang mengalami kesulitan
e. Mampu berkoordinasi dengan seluruh pelaksana kegiatan program
f. Mampu menciptakan situasi kerja yang kondusif g. Mampu melaksanakan tindakan perbaikan pada
aspek program. 3. Aspek penilaian:
a. Melakukan kegiatan monitoring kerja personil dan kegiatan program
b. Mampu melakukan penilaian terhadap kinerja SDM di lembaga
c. Mampu melaksanakan penilaian program secara bertahap
d. Mampu melaksanakan evaluasi kerja lembaga e. Mampu mengevaluasi hasil kegiatan program
PKBM.
1. Komunikasi yang efektif, empatik, dan santun: a. Memahami strategi komunikasi secara efektif. b. Mampu menjadi pendengar yang baik.
c. Mampu menyampaikan ide gagasan
d. Mampu berbicara secara sistematis dan lugas. 2. Partisipatif dalam kegiatan lingkungan sosial
kemasyarakatan:
a. Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat
b. Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja
c. Mampu menyesuaikan diri dengan komunitas profesi
d. Mampu menunjukkan kepekaan terhadap masalah sosial
e. Mampu menghargai perbedaan
f. Aktif dalam kegiatan kemasyarakat-an.
4. Kompe tensi Manaje rial
h. Mampu berkontribusi terhadap masalah-masalah di lingkungan masyarakat.
1. Mengatur segala aspek kelembagaan baik internal maupun eksternal.
a. Mampu menjabarkan peraturan dan ketentuan yang ditetapkan oleh instansi yang lebih tinggi untuk dilaksanakan di PKBM
b. Mampu merencanakan dan menetap kan target, serta kegiatan dalam periode tertentu.
c. Mampu mengatur dan menetapkan personil yang terlibat dlm kegiatan
d. Mampu menetapkan tugas dan rincian pekerjaan bagi setiap personil yang terlibat.
e. Mampu mendelegasikan sebagian tugas dan wewenang kepada personil yang terlibat
f. Mampu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas-tugas personil bawahan. g. Mampu menyusun laporan dan menyampaikan
laporan ke instansi atasan secara periodik
h. Mampu memecahkan masalah -masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas manajerial sehari – hari.
Sumber: P2PNFI Jayagiri Tahun 2011.
E.Instrumen Penelitian
Instrumen dapat dikembangkan dari variabel setelah dikaji secara
konseptual dalam kajian pustaka, sehingga dibahas secara rinci dan jelas untuk
menggambarkan dari masing-masing variabel yang ada dalam penelitian ini.
Adapun variabel tersebut yaitu Model pelatihan mengelola PKBM;
meningkatkan kompetensi pengelola; dan mengelola PKBM mandiri. Dari
variabel-variabel tersebut dapat dijabarkan menjadi indikator-indikator, dan
dari indikator tersebut dapat dijabarkan lagi menjadi sub
indikator-sub indikator, bahkan dari indikator-sub indikator dapat dikembangkan sampai pada indikator-
sub-sub indikator. Setelah terjabarkan semua itu diharapkan dapat lebih
memudahkan dalam menyusun menjadi pertanyaan-pertanyaan berupa daftar
pertanyaan sebagai alat untuk mengumpulkan data melalui observasi,
wawancara, dokumentasi, dan test.
Tes digunakan untuk mengukur pengetahuan pengelola PKBM
mengenai standar minimal manajemen dan kompetensi pengelola PKBM, yang
dan kompetensi manajerial. Tes dilakukan sebelum pelatihan berupa pretes,
dan sesudah pelatihan berupa postes, baik dalam ujicoba model konseptual,
maupun pada implementasi model pelatihan untuk uji kuantitatif.
Observasi, wawancara, dan dokumentasi digunakan untuk
mengumpulkan data untuk analisis kualitatif dan sekaligus melengkapi hasil tes
berupa pengetahuan yang digunakan mengembangkan analisis secara kualitatif
hasil penelitian dan pembahasan.
F.Proses Pengembangan Instrumen
Instrumen yang telah tersusun harus dilakukan pengujian terlebih dahulu
sebelum digunakan untuk mengumpulkan data pada sasaran yang
sesungguhnya. Ada dua tahap pengujian yang harus dilakukan, yaitu pengujian
validitas, dan reliabelitas.
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk
mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat
digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Instrumen yang
reliabel adalah instrumen yang bisa digunakan beberapa kali untuk mengukur
obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Dengan menggunakan
instrumen yang valid dan reliabel dalam pengumpulan data, maka diharapkan
hasil penelitian akan menjadi valid dan reliabel. Jadi instrumen yang valid dan
reliabel menjadi syarat mutlak untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid
dan reliabel (Sugiyono, 2010:173).
Instrumen yang reliabel belum tentu valid. Reliabel instrumen merupakan
syarat pengujian validitas instrumen. Walaupun instrumen yang valid
umumnya pasti reliabel, tetapi pengujian reliabilitas instrumen perlu dilakukan.
Untuk uji validitas instrumen digunakan t-test, dan untuk uji reliabilitas
instrumen digunakan Spearman Brown. (Sugiyono, 2010: 174-185).
Agar menghasilkan data kuantitatif yang akurat, maka setiap instrumen
harus mempunyai skala pengukuran. “Dengan skala pengukuran, variabel yang
diukur dapat dinyatakan dalam bentuk angka, sehingga lebih akurat, efisien
pada sampel sebenarnya, maka perlu diadakan uji validitas dan reliabilitas
instrument kepada sampel yang hampir sama.
a). Pengujian Validitas
Pengujian validitas instrumen penelitian dilakukan untuk mengetahui
apakah alat pengukur yang digunakan mempunyai tingkat validitas yang dapat
diterima. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah validitasi konstruksi
pertanyaan . Seluruh item pertanyaan setiap variabel mengacu pada pendapat
para pakar dan telaah pustaka, jurnal serta teori yang digunakan.
Untuk menguji validitas konstruk dapat dipergunakan pendapat para ahli
( judgement expert) seperti diungkapkan Hadi (1986) dalam Sugiyono (2010:
176) bahwa: “bila bangunan teorinya sudah benar, maka hasil pengukuran
dengan alat (instrument) yang berbasis pada teori itu sudah dipandang
sebagai hasil yang valid “. Test kemudian diujicobakan kepada sampel yang bukan sebenarnya dan dihitung. Perhitungan dilakukan dengan membagi 27 %
kelompok tertinggi dan 27 % kelompok terendah dengan rumus :
T = ̅1- ̅2
S gab√ +
Keterangan : ̅1 : rata-rata jawaban skor kelompok tinggi
̅2 : rata-rata kelompok skor terendah
N1 : jumlah sampel pada kelompok skor tinggi N2 : jumlah sampel pada kelompok skor tinggi
S gab diperoleh dari : √
Ketentuan yang berlaku adalah apabila ke dua kelompok tersebut diatas
0,30 maka dianggap instrument memiliki validitas konstruksi yang baik.
Untuk mengetahui tingkat validitas instrument pertanyaan per item
dengan menggunakan uji statistik rank Spearman. Rumus yang digunakan
adalah :
Rs =
) 1 ( 6 1
2
n n