• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN MENGELOLA PKBM UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENGELOLA DALAM MENGELOLA PKBM MANDIRI DI JAWA TIMUR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN MENGELOLA PKBM UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENGELOLA DALAM MENGELOLA PKBM MANDIRI DI JAWA TIMUR."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

Dalam Mengelola PKBM Mandiri di Jawa Timur.

PKBM merupakan lembaga dan wadah layanan kebutuhan belajar masyarakat, karena kondisinya yang tidak memadai, maka tidak bisa memberikan layanan yang maksimal. Pengelola sebagai decision maker dalam pengelolaan lembaga, pengelola wajib memiliki dan menguasai kompetensi. Penelitian dilaksanakan di Jawa Timur, kepada pengelola PKBM dengan pengembangan model pelatihan mengelola PKBM.Tujuanya adalah mengetahui kondisi pengelolaan, pelaksanaan pelatihan, dan kompetensi pengelola PKBM saat ini,; menyusun model pelatihan konseptual; ujicoba model konseptual; implementasi model; dan mengetahui efektivitas model pelatihan mengelola PKBM dalam mengelola PKBM mandiri di Jawa Timur. Metode yang dikembangkan adalah R & D (Research and Development) dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Teknik purposive random sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes, observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan Uji t (uji beda) untuk mengukur kompetensi pengelola dan Uji korelasi untuk mengukur efektivitas model pelatihan. Hasil temuan penelitian ini adalah kondisi pengelolaan PKBM yang bersifat konvensional dan fungsional; pelaksanaan pelatihan saat ini bersifat top down; kondisi kompetensi pengelola PKBM saat ini cukup, maka solusinya adalah pelatihan; menghasilkan model pelatihan konseptual; melakukan ujicoba model konseptual; berhasil melakukan implementasi model; dan menghasilkan model pelatihan mengelola PKBM efektif untuk meningkatkan kompetensi pengelola dalam mengelola PKBM mandiri. Rekomendasi: Jurusan pendidikan luar sekolah dapat menjadikan PKBM sebagai suatu solusi bagi lulusan untuk beraktivitas; Dirjen PAUDNI, PNFI & NB, PNFI, diharapkan terus memperkuat eksistensi PKBM; dan Penelitian lebih lanjut, agar melengkapi responden dalam teamwork (ketua, sekretaris, dan tutor), model dan instrumen yang lebih terinci.

Kata kunci: model, pelatihan, kompetensi, mengelola.

(2)

Development of Training Models CLC Managing Competence To Improve Self Is In Managing CLC in East Java.

CLC is a container service agencies and community learning needs, because the condition is not sufficient, so it can not be optimal in providing services to the community. Is the dicision makers in managing institutions, managers are required to have and master the competencies. The purpose was to determine the conditions proposed to manage CLC, knowing the current implementation of training, competency management know CLC; construct conceptual models of training; trial of conceptual models; implementation models, and the effectiveness of the training model in managing independent CLC. The method developed is the R & D (Research and Development) with qualitative and quantitative approaches. Purposive random sampling technique. Data collection techniques used were tests, observations, interviews, and documentation. Data analysis used the t test (different test) to measure the competence of managers and correlation test to measure the effectiveness of the training model. The findings of this study is managing CLC current condition, are conventional and functional; execution of the current training is top down; conditions CLC management competency assessment category is currently still insufficient, then the solution is training; construct conceptual models of training; trial of conceptual models; implementation models, and models manage CLC effective training to improve the competence of managers in managing independent CLC. Recommendation: apply the principles of lifelong learning beyond the condition of CLC management competencies; education courses outside school can make the CLC as a solution for graduates to move; DG PAUDNI, PNFI & NB, PNFI, CLC is expected to continue to strengthen its existence, and further research, in order to development of more models, and detailed instruments.

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian

Tujuan Pembangunan Nasional Indonesia adalah membentuk manusia

Indonesia seutuhnya dan menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga,

pemerintah dan masyarakat. Pendidikan merupakan salah satu sektor

penggerak untuk peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam kehidupan

bermasyarakat. Pendidikan mempunyai tanggung jawab untuk membentuk

menusia yang berkualitas, mandiri, kreatif, inovatif dan mempunyai

kemampuan untuk mengolah potensi yang ada dalam masyarakat untuk

mengembangkan dirinya, meningkatkan taraf hidupnya, dan masyarakat

disekelilingnya. Sesuai dengan tiga pilar strategi pembangunan yang telah di

canangkan oleh Presiden Republik Indonesia tahun 2009-2014 yaitu:

pemberdayaan (empowerment), kewirausahaan (entrepreneurship) dan

pengembangan ekonomi kreatif.

Era globalisasi dan modernisasi pembangunan di Indonesia melahirkan

tuntutan, bahwa: Pertama, adanya sumberdaya manusia (SDM) yang memiliki

integritas kepribadian, pemikiran, dan keterampilan. Kedua, adanya perluasan,

dan pemerataan kualitas pendidikan berkelanjutan melalui program pembinaan

kursus, kelompok belajar usaha (KBU), magang, beasiswa, dan lain-lain.

Ketiga, pentingnya pendidikan luar sekolah yang menaruh perhatian di bidang

keterampilan yang terintegrasikan dengan permintaan pasar global. Berarti

adanya sumberdaya manusia yang berkualitas, perluasan akses, dan pemerataan

pendidikan berkelanjutan, dan pendidikan luar sekolah pada pembekalan

keterampilan (Tjiptoherijanto, 1997: 28).

Sumberdaya manusia Indonesia, laki-laki, maupun perempuan

diharapkan dapat mengaktualisasikan potensi diri secara optimal, dan

melakukan pengolahan potensi sumberdaya alam sekitarnya. Mengingat jumlah

pengangguran Indonesia mencapai 40,1 juta dari berbagai karakteristik; 34,6%

merupakan pengangguran kelompok usia produktif, realitas tersebut jika tidak

(4)

yang tanpa ujung. Upaya dalam pengembangan dan menindaklanjuti

program-program bidang tenaga kerja, dan bidang pendidikan secara sinergis

menyelenggarakan program kecakapan hidup / life Skills.

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) diakui dalam

Undang-Undang Republik Indonesia, tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20

Tahun 2003, sebagai satuan pendidikan nonformal. Berarti secara yuridis

formal, bahwa PKBM memiliki dasar hukum yang kuat untuk beroperasi di

masyarakat. Masyarakat tidak harus merasa khawatir, apabila berkomitmen

untuk mendirikan PKBM. Hal ini diimplementasikan dengan adanya bantuan

dana dari pemerintah pusat, maupun daerah untuk mendukung eksistensi

PKBM. Walaupun jumlah dana bantuan yang disediakan oleh pemerintah

sangat terbatas, namun itu semua merupakan suatu dana pancingan sebagai

kebijakan yang harus diambil oleh masyarakat dalam mendirikan PKBM.

Secara historis, PKBM yang dikembangkan di Indonesia sejak tahun

1998, merupakan lembaga yang diadopsi dari tradisi budaya belajar masyarakat

Jepang yang melembaga dalam bentuk Kominkan. Kominkan adalah sebuah

institusi masyarakat yang tumbuh secara akar rumput (dari, oleh, untuk

masyarakat) sesuai dengan kultur keswadayaan masyarakat Jepang. Kouminkan

berkembang sejak era “Restorasi Meiji” hingga saat ini. Bahkan berdasarkan

beberapa riset para pakar pendidikan Jepang, dan para pakar pendidikan Barat,

kominkan bukan hanya menjadi salah satu icon Jepang yang handal dalam

mendinamisasi proses dan mutu pendidikan orang Jepang, akan tetapi

kominkan dapat memberikan kontribusi bagi pemenuhan kebutuhan belajar

orang Jepang, baik sebelum, selama, dan sesudah pendidikan formal. Model ini

telah diadopsi oleh beberapa negara Asean dan Barat dengan penamaan yang

berbeda-beda. Indonesia mengadop model ini dengan nama PKBM (Pusat

kegiatan belajar masyarakat).

Kominkan (PKBM atau CLC) merupakan model atau lembaga relatif

baru bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, yang diadopsi dari masyarakat

Jepang melalui pendekatan top down. Langsung diambil oleh pemerintah,

(5)

penghujan. Apalagi dalam proses mendirikan PKBM diikuti dengan pemberian

bantuan dana rintisan dan insentif yang cukup besar dan dengan jangkauan

sangat luas. Dalam perjalanan waktu, perkembangan dan kemajuan yang

dicapai PKBM sangat beragam sekali. Hal ini kemungkinan dikarenakan oleh

beberapa sebab, antara lain: (1) motif pendirian PKBM semata-mata bertujuan

untuk mendapatkan dana bantuan dari pemerintah saja; (2) komitmen yang

lemah, sehingga tidak kunjung muncul jiwa voluntirisme para pengelola

PKBM; (3) kemampuan mengelola yang tidak kunjung memadai, meskipun

telah dilakukan pelatihan-pelatihan oleh pemerintah. Hal ini diduga menjadi

faktor penghambat kemampuan dalam mengelola PKBM mandiri.

Ukuran sukses pelaksanaan program di masyarakat sebagai dampak dari

investasi pemerintah, adalah berkembangnya pengetahuan, keterampilan dan

sikap masyarakat untuk mandiri, baik dengan bekerja pada orang lain, maupun

membuka usaha secara mandiri. Secara spesifik, pendidikan kecakapan hidup

(life skills) yang dikembangkan melalui jalur pendidikan nonformal memiliki

sasaran peserta didik yang berasal dari warga masyarakat yang membutuhkan

keterampilan untuk bekerja, khususnya masyarakat miskin, tidak sekolah,

menganggur, dengan menitikberatkan pada pendidikan dan pelatihan

keterampilan (vocational) sesuai dengan kebutuhan pasar, dunia usaha dan

dunia industri, serta potensi-potensi lokal yang layak untuk dikembangkan

menjadi usaha-usaha ekonomi kreatif, dan produktif.

PKBM sebagai lembaga, maupun sebagai pendekatan pendidikan luar

sekolah yang diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan,

dan sikap dalam memenuhi kebutuhan belajar masyarakat, dan tuntutan pasar

kerja, serta tersedianya sumber-sumber pendukung lainnya, seperti potensi

lokal, dan sumber daya manusia yang terdapat di masyarakat. Tujuan yang

ingin dicapai adalah meningkatkan kualitas, dan taraf hidup masyarakat

melalui kegiatan usaha ekonomi produktif sebagai penumbuhkembang

kemandirian perekonomian pada peserta didik. PKBM adalah suatu wadah

berbagai kegiatan pembelajaran masyarakat diarahkan pada pemberdayaan

(6)

dan budaya. Tujuan PKBM adalah memperluas kesempatan warga masyarakat,

terutama masyarakat yang tidak mampu untuk meningkatkan pengetahuan,

keterampilan, dan sikap mental agar terjadi perubahan pola pikir (mindset)

yang diperlukan untuk perubahan tingkah laku dalam upaya mengembangkan

potensi diri, dan bekerja mencari nafkah. Perubahan pola pikir yang terjadi

pada masyarakat itulah diharapkan mampu menggerakkan mereka untuk

bertingkah laku atau berusaha dalam memenuhi kebutuhan belajarnya secara

mandiri (Ruchijat, 2006: 34).

PKBM merupakan sarana untuk mengintensifkan, dan

mengkoordinasikan berbagai kegiatan pembelajaran masyarakat. Pelaksanaan

pembelajaran terpusat di berbagai tempat, status mengelola dan pemilikan

adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. Masyarakat merasa memiliki dan ikut

bertanggung jawab terhadap program pendidikan yang diselenggarakannya,

bahkan sebagai lembaga yang sangat diharapkan kehadiran dan keberadaannya

di masyarakat lingkungan sekitarnya. Partisipasi masyarakat sebagai kunci

keberhasilan suatu program pada lembaga kemasyarakatan.

PKBM sebagai salah satu lembaga sosial kemasyarakatan, dan wadah

yang berfungsi sebagai pusat belajar bagi masyarakat untuk mengembangkan

potensi diri, maupun potensi alam lokal, menjadikan keunggulan lokal. PKBM

berada di tingkat kecamatan, bahkan kelurahan sebagai basis bagi masyarakat

dalam melakukan berbagai kegiatan belajar. Diharapkan PKBM mampu

mengembangkan potensi lokal masyarakat, sehingga lembaga, maupun

masyarakat menjadi berkembang dan berdaya. Berdaya berarti memiliki

kemampuan mengembangkan dirinya sendiri dengan bekal wawasan, sikap,

keterampilan, serta pengetahuan melalui pelatihan, pendampingan, dan

pembinaan. Pemberdayaan sebagai strategi yang sangat potensial dalam rangka

meningkatkan kegiatan ekonomi, social dan transformasi budaya. Partisipasi

masyarakat dipercaya sebagai sarana yang sangat efektif untuk menjangkau

masyarakat miskin melalui upaya membangkitkan semangat hidup untuk dapat

menolong diri sendiri, dengan melakukan perubahan mendasar, hingga

(7)

pada diri mereka. Kemiskinan itu terjadi dikarenakan mereka terjebak oleh

filosofi hidup mereka, sehingga terbelenggu oleh mindset-nya sendiri. Kondisi

yang terbelenggu inilah yang harus dibuka oleh pengembang program-program

kemasyarakatan.

Kondisi PKBM sampai saat ini dari hasil pengamatan di lapangan masih

banyak yang memprihatinkan, karena tidak sedikit dengan kondisi matisuri

antara hidup dan mati, kondisi tidak mengalami perkembangan (stagnan),

kondisi “on of” (mengandalkan bantuan dana dari pemerintah). Adanya

kegiatan, apabila memperoleh dana bantuan, dan sebaliknya tidak adanya

kegiatan, apabila tidak mendapatkan dana bantuan. Pada hal dana bantuan

tersebut dalam satu tahun hanya sekali. Kondisi ini tentunya sangat

menyedihkan, karena dimiliki oleh sekitar 30% PKBM, dari 802 PKBM di

Jawa Timur. Pengelola kurang memiliki visi, misi, dan komitmen yang kuat

dalam pengembangan organisasi, karena terbatasnya wawasan pengelola,

terutama dalam mengelola organisasi dan mengelola pembelajaran pada orang

dewasa, serta penguasaan kompetensi pengelola. Pengelola kurang melibatkan

tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki potensi untuk terlibat dalam sosialisasi

program dan lembaga ke masyarakat. PKBM tidak memiliki data base tentang

kebutuhan belajar sasaran didik masyarakat sekitarnya. Bahkan tidak dikenal di

lingkungan sekitar PKBM tersebut, sehingga pembelajaran tidak dapat berjalan

berkelanjutan dalam memenuhi kebutuhan belajar masyarakat. Belum memiliki

visi pengembangan potensi lokal daerah dan masyarakat sekitarnya. PKBM

sebagai lembaga belum membangun jaringan dengan mitra kerja dunia usaha

dan dunia industri, bahkan instansi terkait, belum mampu mengupayakan

produk atau jasa yang menjadi unggulan sebagai penopang pendanaan utama

dalam memberi layanan kepada masyarakat. PKBM harus berperan dan

berfungsi sosial dan ekonomi, agar sebagai wadah belajar bagi masyarakat

dapat diwujudkan oleh PKBM.

Prinsip yang dikembangkan pada PKBM adalah dari, oleh dan untuk

masyarakat. Prinsip tersebut sampai saat ini, berarti PKBM belum mampu

(8)

dan sangat konvensional. PKBM belum mampu menjalankan fungsinya

sebagai lembaga, maupun sebagai wadah untuk melayani kebutuhan belajar

masyarakat, dalam mewujudkan masyarakat berdaya dan gemar belajar. Oleh

karena itu penelitian ini menjadi penting dan strategis untuk dilakukan, dengan

harapan dapat meningkatkan kompetensi pengelola berupa pengetahuan,

keterampilan, dan sikap. Kemudian akan mengarah terjadinya perubahan pola

pikir, dan tingkah laku pengelola PKBM dalam mengelola PKBM mandiri

untuk melayani kebutuhan belajar masyarakat.

PKBM sebagai lembaga strategis bagi pendidikan nonformal harus

senantiasa dibangun, dibina, dan dikembangkan, sehingga lembaga tersebut

benar-benar dapat menjalankan peran dan fungsinya di masyarakat. Sejak

tahun 1998 PKBM memiliki akses yang luas, meliputi; bidang pendidikan,

sosial, budaya, ekonomi dan kesehatan. Bidang kajian inilah dijadikan

program-program untuk melayani dan pemenuhan kebutuhan belajar

masyarakat, yang tentunya melalui identifikasi secara intensif, bertahap, dan

terus menerus. Dengan demikian program yang dikembangkan akan

berkelanjutan berdasarkan kebutuhan belajar masyarakat. Pemerintah memang

telah juga melakukan pembinaan dengan pemberian pelatihan, namun

pelaksanaan pelatihan sangat terbatas dan hanya sekali dalam satu tahun, serta

tidak mampu melibatkan semua pengelola PKBM. Kondisi PKBM antara

kenyataan, dan harapan, masih terjadi kesenjangan yang sangat tajam.

Kesenjangan ini harus dilakukan pembenahan dan perbaikan dalam mengelola

PKBM agar dapat menjalankan fungsi dan peran yang strategis di masyarakat,

sehingga masyarakat dapat merasakan manfaatnya. Dengan kondisi masyarakat

kita yang masih membangun, sangat membutuhkan kehadiran PKBM mandiri

dengan pengelola berkompetensi yang selalu berkembang, dan meningkat

dalam mengelola program-programnya.

Mengelola PKBM yang ada saat ini yang masih bersifat tradisional atau

konvensional dapat memunculkan permasalahan tersendiri, baik karena faktor

internal, maupun faktor eksternal PKBM, termasuk kondisi tiap PKBM yang

(9)

secara umum kategori itu dapat diamati di lapangan terutama dalam mengelola

dan penyelenggaraan program-programnya, baik program reguler, maupun

program non reguler. Setiap daerah memiliki Forum Komunikasi Pusat

Kegiatan Belajar Masyarakat (FK-PKBM), namun selama ini kurang dapat

berjalan dengan efektif. Peranan Forum tersebut sangat penting, dan sangat

diharapkan dalam membina, dan mendampingi PKBM yang ada, sebagai

partner dari pemerintah daerah dalam membina dan memfasilitasi

perkembangan PKBM. Forum harus diupayakan mampu menjalankan

fungsinya dalam membina dan mengembangkan PKBM, terutama PKBM yang

masih mengalami masalah-masalah dalam perkembangannya.

Jawa Timur merupakan salah satu provinsi dari 33 provinsi yang ada di

Indonesia, yang terdiri dari 38 kota / kabupaten. Pemerintah Daerah Jawa

Timur melalui Bidang Pendidikan Nonformal-Informal dan Nilai Budaya

(PNFI&NB) memiliki komitmen tinggi terhadap keberadaan dan

perkembangan PKBM. Dalam dua tahun terakhir telah menyelenggarakan

pelatihan bagi pengelola PKBM secara bertahap dan secara bergantian pada

setiap tahunnya. Kegiatan pelatihan ini dinamai Orientasi Teknis bagi

pengelola PKBM. Tiap tahun hanya dapat melakukan pelatihan sebanyak dua

sampai empat angkatan dengan melibatkan 50 orang pengelola PKBM setiap

angkatan, sehingga setiap tahun hanya dapat melatih 100 sampai 200 pengelola

PKBM. Penyelenggaraan pelatihan tahun 2010 hanya 3 (tiga) angkatan, dan

tahun 2011 dengan 4 (empat) angkatan. Materi pelatihan yang dikembangkan

dalam Orientasi Teknis itu, meliputi: kebijakan PNFI, program PNFI &NB

berbasis kewirausahaan, manajemen PKBM, revitalisasi PKBM, pemasaran

produk dan HAKI, aplikasi pendidikan kecakapan hidup untuk pemberdayaan

masyarakat, dan etos kerja dalam mengelola keuangan. Pelaksanaan Orintasi

Teknis tersebut melibatkan nara sumber dari Perguruan tinggi, lembaga mitra,

praktisi, dan bidang PNFI & NB sendiri. Metode yang digunakan untuk

menambah pengetahuan dan membentuk sikap para pengelola PKBM adalah

ceramah dan tanya jawab, diskusi, dan penugasan. Dilaksanakan di suatu

(10)

pengetahuan mengenai materi yang diberikan oleh nara sumber kepada peserta,

sharing dan silahturahmi antar pengelola, belum diupayakan secara lebih

intensif. Belum diupayakan terjadi saling membelajarkan antar pengelola orang

dewasa yang melakukan kegiatan bersama-sama.

Dalam pelatihan tersebut belum melakukan langkah-langkah pelatihan

yang seharusnya, terutama analisis kebutuhan. Demikian juga belum ada

produk yang dihasilkan oleh peserta pelatihan, belum terfokus, masih bersifat

umum. Peserta pelatihan dapat mengikuti dengan mendengarkan paparan nara

sumber dan sedikit waktu diskusi setiap di akhir pemaparan. Workshop belum

dikembangkan untuk menghasilkan produk bagi pengelola PKBM dalam

mengelola PKBM mandiri.

Oleh karena itu peneliti mengembangkan model pelatihan ini menjadi

lebih komprehenship dan lengkap agar peningkatan kompetensi pengelola

PKBM mampu mempersiapkan mengelola PKBM mandiri, dengan memiliki

pengetahuan, sikap dan keterampilan bagi setiap pengelola PKBM secara

praktek. Kompetensi pengelola PKBM yang akan diberikan pada pelatihan,

meliputi: kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi profesional,

dan kompetensi manajerial. Standar minimal manajemen PKBM dan

kewirausahaan. Analisis kebutuhan dalam suatu pelatihan pendidikan

nonformal merupakan suatu keharusan untuk dilakukan, agar pelatihan mampu

memecahkan masalah peserta didik. Keterlibatan peserta didik sejak awal

sangat penting agar mereka diharapkan dapat memecahkan masalahnya sendiri,

karena mereka adalah orang dewasa, dengan dibantu oleh pelatih dalam

mengkoordinasikan dengan pengetahuan akademik, serta pengalaman. Prinsip

pembelajaran orang dewasa yang digunakan, sehingga peserta didik menjadi

objek sekaligus subyek dalam pelatihan.

Hasil analisis kebutuhan tersebut dijadikan dasar untuk menyusun

langkah pelatihan selanjutnya; seperti menyusun materi pelatihan, tujuan

pelatihan, metode pelatihan, strategi pelatihan, media pelatihan, instruktur

(11)

Tabel: 1.1.

b.Adanya success story sejumlah PKBM „terbukti‟ mampu mengatasi kebodohan, kemiskinan, dan membangun kesetiakawanan.

c. Adanya success story sejumlah alumni PKBM yang „berhasil‟, memanfaatkan keterampilan untuk dijadikan mata pencaharian.

d.Adanya sebagian anggota masyarakat yang telah „menikmati‟ kehadiran PKBM di tengah-tengah masyarakat.

e. PKBM mampu mengakomodasikan berbagai program belajar yang dibutuhkan masyarakat secara simultan. f. PKBM sebagai lembaga dan wahana pendidikan

nonformal yang fleksibel, dengan 3 dimensi kegiatan, yaitu pembelajaran, usaha, dan pengembangan masyarakat.

g. PKBM diakui dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, sebagai satuan pendidikan nonformal. h.PKBM tumbuh dalam berbagai latar belakang

komunitas, maka PKBM sebagai generic model untuk mengatasi berbagai permasalahan masyarakat.

i. PKBM telah dikenal luas di Negara-negara Asia Pasifik, khususnya Jepang telah memberi impact yang besar bagi kemajuan masyarakatnya.

j. Adanya bantuan dana dari pemerintah pusat, maupun daerah untuk mendukung eksistensi PKBM.

k.Adanya Forum PKBM di setiap provinsi dan di sejumlah besar Kabupaten/Kota di Indonesia dan sudah dimulainya jaringan PKBM Asia Pasifik.

2. Weakness atau

Kelemahan

a.PKBM belum dikenal luas oleh masyarakat dan birokrasi pemerintah, baik secara konseptual, program atau kiprahnya, dan potensi yang dimilikinya;

(12)

c.Adanya PKBM yang berdiri dengan motivasi utama agar memperoleh dana bantuan dari pemerintah untuk kepentingan pribadi, sehingga kurang perduli terhadap pelaksanaan dan mutu program yang menimbulkan citra yang negatif bagi PKBM;

d.Belum terbukanya pemerintah dalam menyalurkan dan mendistribusikan anggaran, khususnya yang terkait dengan PKBM;

e.Usia PKBM yang masih muda, sehingga masih sangat terbatas kader-kader yang militan untuk memajukan PKBM;

f. Stakeholder umumnya masih memandang sebelah mata terhadap keberadaan pendidikan nonformal dan masih men‟dewa‟kan pendidikan formal, sehingga belajar di PKBM belum menjadi pilihan masyarakat.

3. Opportunity atau

Peluang

a. Banyaknya permasalahan dan masih rendahnya mutu pendidikan formal, sehingga pendidikan nonformal menjadi alternative, melalui PKBM bagi masa depan pendidikan;

b. Adanya tiga dimensi kegiatan PKBM, yang menarik partisipasi masyarakat dan dukungan lembaga-lembaga donor lain yang lebih luas;

c. Adanya komitmen global dalam MDGs (Millenium Development Goals) yang implementasinya di tingkat akar rumput, yang sebagian besar merupakan ruang cakupan PKBM;

d. Adanya komitmen global tentang Education For All dan Life long Learning yang sebagian besar merupakan ruang cakupan PKBM;

e. Berbagai isu-isu global, yang implementasinya dapat dilakukan melalui pendekatan PKBM;

f. Berbagai isu nasional, dapat diimplementasikan melalui pendekatan PKBM;

g. Menurunnya kepercayaan lembaga-lembaga donor internasional dalam menyalurkan dana bantuannya terhadap pembangunan masyarakat melalui birokrasi pemerintah memungkinkan penyalurannya dilakukan melalui PKBM;

(13)

persoalan-persoalan pendidikan, kemiskinan, dan pengembangan masyarakat, sebagai cakupan program PKBM;

i. Adanya kebijakan pemerintah agar BUMN mengalokasikan sebagian keuntungannya bagi dana pengembangan masyarakat, yang dapat menggunakan pendekatan PKBM;

j. Adanya sejumlah perusahaan menengah, maupun besar yang memiliki kebijakan CSR (Corporate Social Responsibility) dan mengalokasikan dana secara konsisten untuk itu, bisa didampingi melalui PKBM; k. Adanya sejumlah besar perguruan tinggi yang memiliki

sejumlah besar mahasiswa yang membutuhkan bentuk-bentuk pengabdian masyarakat, PKBM dapat menjadi wahana pengabdian tersebut;

l. Adanya sejumlah Jurusan Pendidikan Luar Sekolah (PLS), dan Himpunan Mahasiswa Jurusan PLS, serta berbagai organisasi mahasiswa yang memberikan kepedulian besar bagi pembangunan, PKBM dapat menjadi alternatif;

m.Potensi demografi, geografi, budaya dan sumberdaya ekonomi Indonesia membuka munculnya peluang usaha yang dapat digarap oleh PKBM;

n. Kerjasama antar negara-negara Asia Pasifik maupun dengan Negara lain memungkinkan peluang

pengembangan usaha, pembelajaran dan

pengembangan masyarakat bagi PKBM;

o. Adanya amanat konstitusi Negara Republik Indonesia untuk memberikan prioritas kepada pembangunan pendidikan dengan mengalokasikan anggaran yang cukup besar, di mana ruang pendidikan nonformal selama ini masih belum tergarap dengan sewajarnya; p. Adanya komitmen Perserikatan Bangsa Bangsa untuk

menetapkan dasawarsa Education for Sustainability Development, dimana PKBM dapat menjadi agen pelaksananya;

(14)

didukung oleh kebijakan program-program PNFI berbasis kewirausahaan.

4. Threat (Ancaman)

a. Adanya potensi konflik di antara berbagai lembaga yang bertanggung jawab untuk membina dan mengembangkan PKBM, dapat menimbulkan usaha-usaha kontra produktif bagi gerakan untuk memajukan PKBM;

b. Dapat muncul adanya sinisme sebagian anggota masyarakat terhadap PKBM, jika melihat perilaku beberapa oknum pembina, pengelola dan pelaksana PKBM yang memanfaatkan PKBM untuk mengambil dana bantuan pemerintah ataupun dari pihak donor lain untuk keuntungan pribadi semata.

c. Adanya beberapa oknum yang merasa „terancam‟ akan adanya gerakan PKBM yang murni dan kuat, sehingga membuat langkah-langkah „perlawanan‟ yang dapat menghambat gerak maju PKBM agar oknum-oknum tersebut tidak kehilangan „keuntungan‟ dari „manipulasi‟ dan KKN proyek PKBM;

d. Manajerial dan leadership pengelola PKBM yang lemah, menyebabkan lemahnya kelembagaan PKBM, sehingga kurang dipercaya oleh pemerintah dalam melaksanakan program-program pemerintah yang lebih besar.

Sumber: Forum Komunikasi PKBM (FK-PKBM) Nasional, 2008: 25.

Dari kondisi seperti di atas, dibutuhkan pengembangan dan pembinaan

melalui pelatihan kompetensi yang intensif bagi pengelola-pengelola PKBM.

Pelatihan akan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk

memperbaiki kondisi PKBM secara bertahap dan komprehensif. Perbaikan

dimulai dari perubahan pola pikir para pengelola, pengembangan organisasi

(manajerial dan leadership), pengembangan kerjasama dan persaingan,

manajemen mutu terpadu dan manajemen belajar, manajemen strategis, sampai

dengan pengembangan program-program belajar yang berbasis kebutuhan

belajar masyarakat. Apabila hal ini sampai tidak dilakukan atau berlarut-larut,

dikhawatirkan kondisi ini akan menjadi bertambah terpuruk. PKBM sebagai

(15)

program-programnya di masyarakat. Program-program tersebut diharapkan

dapat menggerakkan partisipasi masyarakat untuk mencetak kader-kader yang

dapat berperan aktif dalam pembangunan masyarakat, sehingga mampu

mengurangi terjadinya kesenjangan di masyarakat.

B.Identifikasi Masalah Penelitian

Setiap penyusunan program pendidikan luar sekolah selalu diawali dengan melakukan kegiatan penting yaitu identifikasi kebutuhan dan sumber belajar. Kurikulum dan program pendidikan luar sekolah selalu disusun dari bawah (bottom up) ke atas (top down), bukan sebaliknya. Peserta didik sebagai pusat dari kegiatan pembelajaran. Kegiatan identifikasi kebutuhan sangat menentukan keberhasilan suatu program pendidikan luar sekolah. Keberhasilan dalam melakukan identifikasi kebutuhan, berarti sebagian keberhasilan program telah dapat diraih, maka sangat penting dilakukan kegiatan identifikasi kebutuhan secara mendalam dan menyeluruh terkait dengan sasaran program pembelajaran dan sasaran didik.

Identifikasi kebutuhan awal dilakukan pada PKBM di Jawa Timur,

ditemukan permasalahan-permasalahan dalam mengelola PKBM, mengapa

PKBM tidak beranjak dari sejak berdirinya, mengapa lembaga PKBM tidak

nampak perkembanganya, seperti stagnan, sehingga secara kelembagaan

PKBM nampak lemah dan tidak berdaya.

Beberapa permasalahan yang ditemukan di lapangan dari pengamatan

peneliti dalam mengelola PKBM, antara lain: 1) PKBM sebagai lembaga

maupun wadah belum menjadi wahana pembelajaran masyarakat, masih kental

mejadi kebutuhan lembaga pemerintah; 2) pengelola PKBM masih bersifat

umum saja, belum mengarah pada penguasaan konsep pendidikan nonformal

yang berorintasi pada pendidikan orang dewasa, dan memiliki kompetensi

pengelola; 3) PKBM sangat tergantung pada dana bantuan pemerintah, belum

menunjukkan kemandirian dalam mengelola lembaga; 4) kondisi PKBM masih

lemah, belum menunjukkan perkembangan yang memadai dengan komitmen

pengelola agar lembaga memiliki roh; 5) belum nampak adanya pendampingan

dalam setiap program yang dikembangkan; 6) program dikembangkan atas

dasar kebutuhan PKBM, bukan atas dasar kebutuhan belajar masyarakat,

(16)

masih bersifat proyek, belum berlangsung secara berkesinambungan dan belum

mengacu pada kebutuhan masyarakat dalam data base; 8) belum nampak

adanya kerjasama antar PKBM, dan memfungsikan FK-PKBM dalam

menjalankan lembaga; 9) tenaga pengelola PKBM kurang mendapatkan

pelatihan, terutama berkaitan dengan pendidikan nonformal dan andragogi,

sehingga mengelola PKBM secara tradisional; 10) belum adanya tenaga ahli

atau nara sumber yang mendampingi PKBM dalam menjalankan fungsinya;

11) belum nampak upaya yang keras untuk memberdayakan masyarakat dan

menjadikan masyarakat gemar belajar; 12) kurang dikembangkan adanya

program maupun produk unggulan yang dapat dikerjasamakan dengan Du/Di,

karena program PKBM belum fokus; 13) program PKBM sangat kental dari

pemerintah, belum mampu melaksanakan prinsip dari, oleh, dan untuk

masyarakat; dan 14) PKBM sangat tergantung pada program pemerintah yang

kemampuanya sangat terbatas, belum adanya keterlibatan tokoh masyarakat,

tenaga akademisi, FK-PKBM, dan Dunia usaha / Dunia industri, dalam

memperkuat kelembagaan PKBM.

KESENJANGAN

PEMECAHAN MASALAH

Gambar: 1.1. Proses Menentukan Kebutuhan Belajar. Sumber: Pemikiran Peneliti.

KONDISI PKBM SAAT INI KONDISI PKBM HARAPAN

(17)

C.Rumusan Masalah Penelitian

Dari hasil identifikasi terangkum permasalahan dalam mengelola PKBM

di atas, maka dalam penelitian ini permasalahan penelitian dibatasi pada

peningkatan kompetensi pengelola dalam mengelola PKBM mandiri.

Perkembangan suatu organisasi atau lembaga, lebih-lebih perkembangan

organisasi kemasyarakatan atau organisasi sosial, pengelola memegang

peranan yang sangat penting dan dominan dalam memajukan lembaga.

Pengembangan kelembagaan dan program-program untuk memenuhi

kebutuhan belajar masyarakat yang sangat komplek. Perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat mempengaruhi tatanan kehidupan

masyarakat. Hal ini dapat berasal dari komitmen pengelola, pengetahuan

pengelola, keterampilan pengelola, wawasan, serta pola pikir pengelola. Oleh

karena itu pengelola PKBM harus memiliki kemampuan manajerial, dan

leadership, sehingga menjadi sasaran utama dalam membenahi pengelolaan

untuk penguatan kelembagaan dalam pengelolaan PKBM mandiri. Model

pelatihan yang dikembangkan sebagai variabel dalam penelitian ini adalah

model pelatihan berbasis kompetensi dan meningkatkan kemampuan pengelola

dalam pengelolaan PKBM mandiri. Model pelatihan berbasis kompetensi

merupakan proses pembelajaran bagi pengelola PKBM dalam upaya

meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam mengelola PKBM

mandiri. Sedangkan meningkatkan kemampuan pengelola adalah suatu upaya

pembelajaran mengenai standar minimal kompetensi pengelola PKBM dalam

pengelolaan PKBM mandiri. Kompetensi pengelola terdiri dari kompetensi

kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi profesional, dan kompetensi

manajerial. Pengelola diharapkan memiliki wawasan pengetahuan, sikap dan

keterampilan, sehingga mampu memperkuat komitmen, dan merubah pola

pikir mereka untuk memperkuat kelembagaan PKBM agar menjadi lebih kuat

dan tangguh dalam mengelola PKBM mandiri. Kompetensi yang dimiliki dan

mampu mengimplementasikan dalam mengelola PKBM mandiri menjadi

tujuan penelitian. Hal ini dijadikan dasar dalam rumusan masalah dalam

(18)

1. Bagaimanakah kondisi pengelolaan PKBM saat ini dalam mengelola PKBM

mandiri di Jawa Timur ?

2. Bagaimanakah pelaksanaan pelatihan saat ini untuk meningkatkan

kompetensi pengelola PKBM di Jawa Timur ?

3. Bagaimanakah kondisi kompetensi pengelola saat ini dalam mengelola

PKBM mandiri di Jawa Timur ?

4. Bagaimanakah model konseptual pelatihan mengelola PKBM untuk

meningkatkan kompetensi pengelola dalam mengelola PKBM mandiri ?

5. Bagaimanakah implementasi model pelatihan mengelola PKBM untuk

meningkatkan kompetensi pengelola dalam mengelola PKBM mandiri ?

6. Bagaimanakah efektivitas model pelatihan mengelola PKBM untuk

meningkatkan kompetensi pengelola dalam mengelola PKBM mandiri ?

D.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas dapat dirumuskan tujuan

penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini, baik secara umum maupun

khusus, sebagai berikut:

1. Tujuan Umum:

Dalam penelitian ini secara umum, tujuan peneltian yang diharapkan

dapat dicapai adalah menghasilkan pengembangan model pelatihan

mengelola PKBM untuk meningkatkan kompetensi pengelola dalam

mengelola PKBM mandiri di Wilayah Jawa Timur.

2. Tujuan Khusus:

a. Mengetahui kondisi pengelolaan PKBM saat ini dalam mengelola

PKBM Mandiri di Jawa Timur.

b. Mengetahui pelaksanaan pelatihan saat ini untuk meningkatkan

kompetensi pengelola PKBM di Jawa Timur.

c. Mengetahui kondisi kompetensi pengelola PKBM saat ini dalam

mengelola PKBM mandiri di Jawa Timur.

d. Menyusun model konseptual pelatihan mengelola PKBM untuk

(19)

e. Mengimplementasikan model pelatihan mengelola PKBM untuk

meningkatkan kompetensi pengelola dalam mengelola PKBM mandiri.

f. Mengetahui efektivitas model pelatihan mengelola PKBM untuk

meningkatkan kompetensi pengelola dalam mengelola PKBM mandiri.

E.Manfaat Penelitian

Dalam setiap aktivitas sudah pasti berharap ada manfaat yang

diperolehnya. Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat,

baik secara teoritis maupun praktis, baik secara kelembagaan, maupun

program, organisasi, kelompok ataupun perorangan untuk meningkatkan

kompetensi pengelola PKBM, agar jadi lebih baik perkembangan ke depannya.

Adapun manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Secara Teoritis:

Secara teoritis penelitian ini mengembangkan konsep dan teori

pelatihan, konsep dan teori andragogi pada pendidikan orang dewasa,

konsep dan teori pendidikan nonformal, konsep dan teori kompetensi

pengelola dalam pengelolaan PKBM, dan pengembangan konsep dan teori

kewirausahaan, sehingga bermanfaat dalam upaya pengembangan konsep

dan teori pendidikan nonformal terutama peningkatan kemampuan

pengelola PKBM dalam mengelola PKBM mandiri.

2. Manfaat Secara Praktis:

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang kuat bagi

pengembangan pendidikan luar sekolah, terwujudnya peningkatan

kemampuan pengelola PKBM dalam mengelola PKBM mandiri, agar dapat

bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis bagi lembaga, masyarakat,

dan pihak-pihak terkait yang membutuhkan, antara lain:

a. Program Studi Pendidikan Luar Sekolah, hasil penelitian ini dapat

berkontribusi dalam pengembangan keilmuan dan teori pembelajaran

bidang pendidikan nonformal, terutama dalam pelatihan untuk

meningkatkan kompetensi pengelola PKBM, sebagai lembaga, maupun

wadah yang memberikan layanan pembelajaran bagi masyarakat.

(20)

b. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, terutama Bidang Pendidikan

Nonformal-Informal dan Nilai Budaya, untuk melakukan pelatihan

mengelola PKBM untuk peningkatan kompetensi pengelola dan

pembinaan terhadap PKBM yang ada di Wilayah Jawa Timur khususnya,

dan PKBM yang ada di Tanah Air tercinta, sehingga PKBM dapat lebih

menapakkan peran dan fungsinya di masyarakat Indonesia yang sedang

melaksanakan pembangunan.

c. Praktisi dan stackeholders dapat memanfaatkan pengelolaan PKBM

mandiri untuk mengembangkan program-program pendidikan nonformal

dan Informal pada PKBM yang telah berkembang di lingkungan

masyarakat sekitarnya. Mengembangkan potensi lokal masyarakat

dijadikan program-program unggulan dalam pengelolaan PKBM.

d. Forum Komunikasi PKBM, Para pengelola dan penyelenggara PKBM,

dapat menjadikan contoh pada pengelolaan PKBM mandiri dalam

mengelolanya, dan senantiasa mengembangkan kekuatan lembaganya,

karena PKBM lembaga yang strategis, dan benar-benar mampu eksis dan

dibutuhkan kehadirannya oleh masyarakat, baik sebagai lembaga maupun

wadah layanan kebutuhan belajar masyarakat, sehingga tercipta

masyarakat berdaya dan gemar belajar.

e. Pelatih dan pengembang PKBM, dapat memetik hikmah untuk

mengembangkan PKBM dengan pengelola yang memiliki kompetensi

yang memadai, sehingga mampu berdiri di atas kaki sendiri tanpa

menghandalkan bantuan dari pemerintah dalam mengembangkan

program-programnya, dan memberikan layanan kepada kebutuhan

belajar masyarakat secara berkesinambungan.

f. Warga belajar dan masyarakat pemerhati perkembangan pendidikan luar

sekolah, dapat belajar secara berkelanjutan untuk meningkatkan dan

mengembangkan diri sebagai konsekuensi dari tuntutan perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi, dan kebutuhan belajar masyarakat yang

sangat pesat. Pembelajaran di pendidikan luar sekolah menggunakan

(21)

F.Struktur Organisasi.

Dalam penelitian ini dikembangkan dengan lima bab. Pada bab I

dikemukakan latar belakang penelitian, identifikasi masalah, rumusan masalah,

tujuan, dan manfaat penelitian, serta struktur organisasi; pada Bab II

dikembangkan tentang kajian pustaka sebagai landasan teoritis penelitian,

berisi teori pendidikan nonformal, teori pelatihan, teori kompetensi, teori

pengelolaan, teori pendidikan orang dewasa, teori kemandirian, dan teori

kewirausahaan; pada Bab III disajikan metode penelitian meliputi: subyek dan

lokasi penelitian; desain penelitian; metode penelitian; definisi operasional;

instrumen penelitian; proses pengembangan instrumen; teknik pengumpulan

data dan alasan rasionalnya; dan analisis data, dengan pendekatan R & D

(Research and Development), menggunakan pendekatan kualitatif dan

kuantitatif; pada Bab IV dituliskan hasil penelitian dan pembahasan, meliputi

studi pendahuluan, penyusunan model konseptual, ujicoba model konseptual,

implementasi model, dan uji efektivitas untuk menemukan disain model akhir;

(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Lokasi dan Subyek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada PKBM di Wilayah JawaTimur,

karena Provinsi Jawa Timur memiliki jumlah PKBM yang cukup banyak

yaitu 802 PKBM (awal tahun 2013) dengan variasi yang beragam. Dari 802

PKBM, dinyatakan 500 lembaga (70%) karena pengelolaan kondisi

berkembang. Kriterianya, antara lain: PKBM yang bernilem, pengelola

aktif, programnya berjalan, dan pengelola usia produktif; dan 300 lembaga

(30%) pengelolaan kondisi kurang berkembang. Kriterianya, antara lain:

belum bernilem atau sudah bernilem, pengelola kurang aktif, program

mengandalkan dana bantuan, pengelola dengan komitmen rendah.

Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur melalui Dinas Pendidikan Bidang

Pendidikan Nonformal-Informal dan Nilai Bidaya (PNFI&NB) secara

berkala melakukan pembinaan terhadap kelembagaan PKBM tersebut secara

terbatas, dengan melaksanakan pelatihan (orientasi teknis) bagi pengelola

PKBM secara bertahap dalam setiap tahunnya. Di sisi lain Jawa Timur

sering dijadikan barometer oleh Pemerintah Pusat mengenai pelaksanaan

program-program Pendidikan Non Formal dan Informal Nasional, termasuk

dalam melakukan pembinaan terhadap pengelola PKBM.

2. Subyek Penelitian.

Subyek penelitian ini adalah para pengelola PKBM, terutama Ketua.

PKBM dipilih yang berkembang, pengelola aktif dan eksis programnya, dan

telah memiliki Nomor Induk Lembaga (Nilem). Jumlah PKBM yang

dimaksud berjumlah 500 lembaga. Berarti populasi penelitian berjumlah

500 PKBM. Dari jumlah PKBM tersebut perlu ditingkatkan kompetensi

dalam mengelola PKBM, di ambil sejumlah 50 PKBM, sehingga subyek

penelitian berjumlah 50 orang pengelola PKBM, karena keterbatasan biaya,

waktu, dan tenaga, dengan teknik sampel berikut.

(23)

3. Teknik Pengambilan sampel

Melakukan perlakuan terhadap seluruh populasi membutuhkan biaya,

waktu dan kesempatan yang sangat besar. Sampel sebagai bagian dari

populasi dipilih berdasarkan ketentuan yang berlaku. Arikunto (2002 : 112)

menjelaskan tentang teknik pengambilan sampel bahwa:

Apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua,

sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya, bila

jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau

lebih.

Jumlah populasi penelitian ini menjadi 500 pengelola PKBM, maka

pengambilan sampel perlu dilakukan. Teknik pengambilan sampel

berdasarkan pertimbangan pengelola sendiri, disebut teknik purposive

sampling, yaitu dari subjek dengan kondisi berkembang yang berjumlah 500

lembaga, dengan teknik random sampling diambil 10%, maka diperoleh 50

lembaga dengan 50 orang pengelola PKBM. Jadi sampel penelitian ini

sebanyak 50 orang pengelola PKBM.

B.Desain Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan Research and Development

(R&D) atau penelitian dan pengembangan adalah penelitian yang digunakan

untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifannya. Yang

dimaksud produk adalah model pelatihan, maka digunakan penelitian yang

bersifat analisis kebutuhan dan untuk menguji keefektifan produk tersebut, agar

dapat difungsikan pada masyarakat luas. Penelitian dan pengembangan bersifat

longitudinal dan bertahap. Dalam penelitian ini dilakukan secara bertahap dan

diharapkan menghasilkan model pelatihan mengelola PKBM untuk

meningkatkan kompetensi pengelola dalam mengelola PKBM mandiri, agar

dapat digunakan untuk memperkuat kelembagaan PKBM, karena pengelola

sebagai tiang penyanggah utama dalam pengembangan PKBM.

Analisis penelitian pengembangan digunakan dalam periode longitudinal

(24)

terjadi pada responden. Sasaran penelitian pengembangan pada umumnya

mengenai variable tingkah laku secara individual, maupun unsur dalam

kelompok. Pendekatan penelitian dan pengembangan menurut Brog and Gall

(1979) dalam Sugiyono (2008) dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai

berikut:

1. Meneliti dan mengumpulkan data atau informasi melalui bacaan atau

literatur, melakukan observasi, serta penyiapan laporan tentang kebutuhan

pengembangan.

2. Merencanakan prototipe komponen yang akan dikembangkan, termasuk

mendefinisikan keterampilan (kemampuan) yang akan dikembangkan,

merumuskan tujuan, menentukan urutan kegiatan, serta skala pengukuran

khusus.

3. Mengembangkan prototipe model awal, seperti mempersiapkan buku teks

(materi pelatihan) dan perangkat evaluasi, dengan validasi ahli atau pakar.

4. Melakukan uji coba terbatas terhadap model awal, yang dilakukan terhadap

10 orang pengelola PKBM. Melakukan pengamatan, interview (FGD), serta

tes, kemudian data yang diperoleh dianalisis guna menyempurnakan model

awal tersebut.

5. Merevisi model awal yang dilakukan berdasarkan hasil ujicoba serta analisis

pada model awal.

6. Melakukan ujicoba lapangan, dilakukan pada lima puluh (50) orang

pengelola PKBM. Selanjutnya dilakukan pengamatan, interview, dan tes

atau metode penggalian data lainnya, terutama terhadap variable kriterium

yang telah ditetapkan. Hasilnya dievaluasi, dan apabila memungkinkan

dilakukan perbandingan dengan kelompok lain.

7. Melakukan revisi hasil aplikasi model pelatihan, yang didasarkan hasil

ujicoba lapangan dan analisis data.

8. Melakukan ujicoba lapangan secara operasional. Ujicoba dilakukan

melibatkan lebih banyak lagi subjek pembelajar dengan 50 pengelola

(25)

9. Melakukan deseminasi dan penyebaran model pelatihan kepada berbagai

pihak, baik melalui publisitas maupun cara-cara difusi lainnya

Langkah-langkah Penelitian R & D:

(26)

Penelitian ini dilakukan dalam dua bentuk kegiatan, yaitu (1) exploration

yang bersifat kualitatif dan (2) Experimental bersifat kuantitatif. Penelitian secara

exploration kualitatif dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Studi awal atau studi pendahuluan, bertujuan merefleksi kondisi lapangan.

2. Penyusunan model konseptual berdasarkan studi awal.

3. Kegiatan validasi atau verifikasi model konseptual dengan melibatkan

pakar, praktisi, dan peserta didik, bertujuan menyempurnakan model

konseptual.

Pendekatan experimental pada penelitian ini dilakukan dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Persiapan eksperimen, bertujuan melakukan pembagian tugas dan

penjadualan sesuai kompetensi.

2. Pelaksanaan eksperimen dengan pendekatan partisipatif dan kolaborasi.

Pengukuran dilakukan dengan pretest dan postest bertujuan mengetahui

keefektifan model.

3. Melakukan observasi dan monitoring pada kelompok eksperimen bertujuan

menggali, merekam dan mendokumentasikan mulai dari proses hingga hasil.

4. Melakukan evaluasi, yang meliputi kegiatan analisis, interpretasi dan

eksplanasi pada semua informasi yang terekam dari kegiatan observasi dan

monitoring, serta evaluasi.

Rumusan desain penelitian :

Table 3.1

Desain Penelitian One Short Case Pretest Postest

Pre test Treatment Post test

0 1 X 02

Waktu

Keterangan :

O1 : tes awal (pretest) O2 : tes akhir (postest) X : perlakuan

(27)

Sejumlah ancaman terhadap penelitian eksperimen yang mempengaruhi

hasil penelitian Creswell (2010:242) menyatakan bahwa : “….ada dua jenis

ancaman terhadap validitas ; Ancaman dalam (internal threats) dan ancaman luar

( eksternal threats)”.

1. Validasi internal

Validasi internal adalah prosedur-prosedur eksperimen, perlakuan atau

pengalaman-pengalaman dari para partisipan yang dapat mengancam

kemampuan peneliti untuk menarik kesimpulan penelitian yang tepat dari data

penelitian.

Tabel 3.2

Ancaman Validasi Internal

Jenis Ancaman Deskripsi Ancaman Tindakan Responsif

Sejarah Peristiwa yang seringkali mempengaruhi outcome yang tidak diharapkan selama penelitian. Responden harus steril dari kegiatan lain dan hanya menggunakan metode perlakuan yang dikembangkan

Maturasi Kematangan akibat sifat-sifat alamiah individu baik mental atau fisik ( menginjak dewasa)

Memilih responden dengan rating yang sama dan memberlakukan eksperimen tidak terlalu lama

Regresi Responden dengan skor yang tinggi dapat berubah menjadi rata-rata selama penelitian

memilih para responden dengan skor yang hampir sama (rendah s.d sedang)

Seleksi Memiliki karakteristik yang berbeda seperti sangat cerdas atau sangat kuat

Responden dipilih berdasarkan karakteristik yang relatif sama

Mortalitas Responden bisa mundur dari penelitian karena berbagai hal

Merekrut seluruh populasi dan meminta pengelola PKBM untuk tetap mengikuti penelitian dan melakukan pengawasan kehadiran responden dalam eksperimen

Difusi Treatment

Adanya komunikasi kelompok kontrol dengan eksperimen yang dapat mempengaruhi skor akhir

Demoralisasi Imbangan

(28)

Pengujian ( Testing)

Para partisipan sudah terbiasa dengan hasil akhir pengujian sehingga dikhawatirkan terjadi manipulasi atas respon

Instrumen Perubahan instrumen dalam pre test dan post test tidak jarang mempengaruhi skor penelitian

Instrumen yang digunakan sama baik pretest atau postest, pengukuran dilakukan berdasarkan petunjuk pelaksanaan tes yang sama

Pengaruh Peneliti

Peneliti menginginkan hasil tertentu dan mempengaruhi hasil penelitian

Peneliti tidak mempengaruhi hasil pengukuran dan pengukuran bersifat objektif

Sumber : Diadopsi dari Creswell, 2010:246

2. Validitas eksternal adalah ancaman yang berasal dari

karakteristik-karakteristik individu yang dipilih sebagai sampel, keunikan setting, dan

waktu eksperimen.

Tabel 3.3

Ancaman validasi Eksternal

Jenis Ancaman Deskripsi Ancaman Tindakan Responsif

Antara Pemilihan dan treatment partisipan yang sering membuat peneliti tidak mampu

menggeneralisir hasil penelitian.

Antara setting dan Treatment

(29)

Antara Sejarah dan treatment

Peneliti tidak mampu menggeneralisir hasil penelitian untuk situasi masa lalu dan masa depan

Peneliti perlu

melakukan penelitian ulang pada waktu yang akan datang untuk mengetahui hasil-hasilnya

Sumber : Diadopsi dari Creswell, 2010.

C.Metode Penelitian dan Pengambilan Data

1. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

observasi, wawancara, dokumentasi, dan test untuk mendapatkan data

tentang kompetensi pengelola PKBM dalam upaya menyusun konseptual

model, menyusun materi pelatihan, dan strategi pelatihan, serta sebagai

bahan menyusun instrumen penelitian.

2. Alat pengumpulan data: pedoman pengamatan, pedoman wawancara, alat

test, dan pedoman dokumentasi.

Dalam penelitian ini konsep Research & Development

diimplementasikan sebagai berikut:

a. Studi pendahuluan:

1) Mengkaji teori dan menetapkan konsep teori.

2) Melakukan survey pada10 orang pengelola dalam mengelola PKBM di

Jombang Jawa Timur.

3) Data hasil survey lebih lanjut diolah menggunakan pendekatan analisis

SWOT, dengan tujuan untuk melihat: kekuatan, kelemahan, peluang dan

ancaman atau tantangan yang dijadikan dasar pengembangan model

pelatihan mengelola PKBM untuk meningkatkan kompetensipengelola

PKBM.

4) Analisis kebutuhan dan kompetensi pengelola PKBM

5) Analisis sumber daya yang dikembangkan.

b. Menyusun model konseptual: yaitu menyusun rancangan pengembangan

model pelatihan mengelola PKBM untuk meningkatkan kompetensi

pengelola PKBM

(30)

1) Menentukan tujuan dan materi pelatihan

2) Menentukan kelompok peserta pelatihan

3) Merumuskan hasil yang ingin dicapai dalam pelatihan

d. Pelaksanaan:

1) Menentukan tes awal (pretest)

2) Pengembangan materi pelatihan kompetensi bagi pengelola PKBM

3) Pengembangan strategi pelatihan kompetensi bagi pengelola PKBM

e. Evaluasi: Melakukan tes akhir (postest)

f. Pengujian Model konseptual:

1) Melakukan verifikasi dan validasi kepada para pakar, dan praktisi

2) Melakukan ujicoba terbatas (50) untuk kesiapan implementasi model.

3) Melakukan analisis prediktif dan sistematik terhadap hasil uji coba

terbatas, sehingga dapat diketahui kelayakan model untuk di

implementasikan.

g. Implementasi model:

Melakukan implementasi model pada kelompok PKBM eksperimen,

menggunakan analisis quasi eksperiment. Desain yang digunakan adalah

Desain Quasi experimental pretest posttest comparison group dengan urutan waktu dua minggu untuk satu kali pengukuran setelah perlakuan.

D.Definisi Operasional

Variabel yang dikembangkan dalam penelitian ini, sebagai fokus kajian

dalam penelitian, dan juga memberikan pembatasan terhadap kajian itu sendiri,

maka perlu mendefinisikan variabel tersebut secara operasional. Dari definisi

operasional variabel akan dapat dijabarkan menjadi indikator-indikator, bahkan

sampai pada sub indikator. Indikator atau sub indikator disusun dan

dirumuskan menjadi pertanyaan atau pernyataan dalam instrumen

pengumpulan data. Adapun variabel dalam penelitian ini adalah (1) Model

pelatihan mengelola PKBM; (2) Kompetensi pengelola PKBM. Secara

operasional dapat didefinisikan sebagai berikut:

1. Model Pelatihan Mengelola PKBM

(31)

komponen-komponen yang digunakan dalam mencapai tujuan. Pelatihan

adalah prosedur formal yang difasilitasi dangan pembelajaran guna

tercatatnya perubahan tingkah laku yang berkaitan dangan peningkatan

tujuan organisasi. Pelatihan dilakukan untuk membangun sikap,

pengetahuan, dan ketrampilan guna memenuhi kebutuhan kerja saat ini dan

masa depan. Mengelola PKBM adalah suatu kemampuan yang harus

dimiliki oleh seseorang pengelola PKBM, dalam perencanaan, pelaksanaan

dan pengendalian, serta penilaian. Jadi Model Pelatihan Mengelola PKBM

adalah suatu pola dalam proses pembelajaran untuk merubah tingkahlaku

pengelola PKBM yang berkaitan dengan meningkatkan kemampuan

mengelola lembaga dan program layanan pada masyarakat.

2. Meningkatkan kompetensi pengelola PKBM

Meningkatkan kompetensi pengelola PKBM adalah suatu upaya

pembelajaran yang dilakukan dalam pelatihan dengan membahas

kompetensi pengelola, guna mengembangkan pengetahuan, keterampilan

dan sikap dalam mengelola PKBM. Meningkatkan berarti kondisi yang

sudah ada ditingkatkan melalui kegiatan pelatihan. Keempat kompetensi

pengelola PKBM dikaji meliputi: komptensi kepribadian, kompetensi

sosial, kompetensi profesional, dan kompetensi manajerial. Kompetensi ini

dijabarkan menjadi indikator, sub indikator agar memudahkan menyusun

pertanyaan sebagai instrumen pengumpulan data. Variabel, indikator dan

sub indikator terangkum dan dipaparkan pada tabel di bawah.

Mengelola PKBM mandiri merupakan sebuah tanggung jawab

seorang pengelola dalam mengelola lembaganya menjadi tidak bergantung

pada bantuan pemerintah. Mandiri mengandung indikator kebebasan

berinisiatif mengatasi hambatan, gigih dalam berusaha, dan tanpa tergantung

kepada pemerintah. Indikator ini akan dijabarkan lagi menjadi sub indikator,

yang akan dijadikan pertanyaan dalam instrumen sebagai alat pengumpul

data dalam penelitian ini. Variabel, indikator, dan sub indikator ini

(32)

Tabel: 3.4

Daftar Variabel, Indikator dan Sub Indikator Dalam Penelitian ini.

No Var. Indikator Sub Indikator

I. Standar Manajemen PKBM

1. Perencanaan

Tujuan Keluaran

a. menyusun gambaran umum masalah dan sumber biaya

b. menyusun rencana kerja tahunan c. menyusun program / kegiatan

a. Pendayagunaan sumberdaya untuk pelaksanaan program / kegiatan. b. Pelaksanaan program/kegiatan c. Tenaga kependidikan pada

penylenggaraan PKBM dan pelaksanaan program/kegiatan

a. Daftar pendayagunaan sumberdaya berdasarkan program / kegiatan.

b. Struktur organisasi tenaga kependidikan berikut lingkup tugasnya.

c. Jadwal/kalender program/kegiatan. d. Dokumen untuk pencatatan dan evaluasi: 1) Keadaan dan perkembangan pendaya

gunaan sumber daya

2) Keadaan dan perkembangan warga belajar 3) Keadaan dan perkembangan tenaga

kependidikan

4) Keadaan dan perkembangan pelaksanan program / kegiatan dari masing-masing bidang.

3. Pelaksanaan dan Pengendalian a. Memberikan pelayanan pendidikan

sesuai dengan rancangan program/kegiatan

b. Memberikan layanan informasi kepada kelompok sasaran sesuai dengan rancangan program / kegiatan

c. Melakukan kerjasama fungsional sesuai dengan rancangan pengembangan jaringan kemitraan d. Menyelenggarakan pembinaan

teknis dalam rangka peningkat-an kinerja tenaga kependidikan

e. Melaksanakan pemantauan dan pengendalian pelaksanaan program / kegiatan.

a. Data perkembangan proses dan hasil pelaksanaan program / kegiatan dari setiap bidang.

4. Penilaian

a. Mengukur tingkat pencapaian tujuan penyelenggaraan PKBM b. Merumuskan bahan masukan untuk

penyusunan rencana kerja tahunan

a. Data pencapaian tujuan dari masing-masing program kegiatan pada setiap bidang b. Bahan masukan untuk penyusunan rncana

kerja tahunan

(33)

No Var Indikator Sub Indikator

a. Bertindak sesuai norma hukum b. Bertindak sesuai norma sosial

c. Mmiliki konsistensi dalam bertindak. 2. Kedewasaan:

a. Menampilkan kemandirian dalam bertindak b. Memiliki etos kerja baik

c. Bersikap membimbing dan bijaksana 3. Arif:

a. Bertindak berdasarkan kemanfataan bagi bawahan

b. Menunjukkan keterbukaan dalam berfikir dan bertindak

4. Berwibawa:

a. Menampilkan sikap dewasa & sikap ketauladanan b. Menunjukkan perilaku yang mantap

c. Memiliki pengaruh positif terhadap yang dipimpin

d. Disgani oleh bawahan dan mitra kerja. 5. Berakhlak mulia dan ditauladani

a. Bersikap religius b. Jujur

c. Ikhlas

d. Suka menolong

6. Memiliki etos kerja, tanggung jawab dan rasa: a. Menunjukkan etos kerja dan tanggung jawab

yang tinggi

b. Mengerjakan pekerjaan secara mandiri c. Mengaktualisasikan diri sebagai pengelola d. Disiplin

e. Menunjukkan kecerdasan

7. Partisipatif dalam kegiatan sosial masyarakat:

a. Mampu menyesuaikan diri dalam lingkungan kerja, masyarakat, dan mitra kerja

b. Aktif dalam kegiatan kemasyarakatan dan profesi kerja

c. Mempunyai sikap prakarsa dalam setiap kegiatan d. Mampu melakukan ide kreatif.

1. Dapat membuat perencanaan yang baik:

a. Mampu membuat perencanaan program kelembagaan

(34)

3. Kompe tensi Sosial

efektif

c. Mampu membuat prioritas kerja lembaga PKBM d. Mampu menyusun rencana kerja berkala,

bulanan, triwulan, tahunan

e. Mampu menyusun rencana waktu yang tepat. 2. Aspek pelaksanaan:

a. Mampu mengidentifikasi kebutuhan program PKBM

b. Mampu melakukan kontrol terhadap kegiatan program PKBM

c. Mampu memimpin tenaga pelaksana lembaga PKBM

d. Mampu membimbing SDM yang mengalami kesulitan

e. Mampu berkoordinasi dengan seluruh pelaksana kegiatan program

f. Mampu menciptakan situasi kerja yang kondusif g. Mampu melaksanakan tindakan perbaikan pada

aspek program. 3. Aspek penilaian:

a. Melakukan kegiatan monitoring kerja personil dan kegiatan program

b. Mampu melakukan penilaian terhadap kinerja SDM di lembaga

c. Mampu melaksanakan penilaian program secara bertahap

d. Mampu melaksanakan evaluasi kerja lembaga e. Mampu mengevaluasi hasil kegiatan program

PKBM.

1. Komunikasi yang efektif, empatik, dan santun: a. Memahami strategi komunikasi secara efektif. b. Mampu menjadi pendengar yang baik.

c. Mampu menyampaikan ide gagasan

d. Mampu berbicara secara sistematis dan lugas. 2. Partisipatif dalam kegiatan lingkungan sosial

kemasyarakatan:

a. Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat

b. Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja

c. Mampu menyesuaikan diri dengan komunitas profesi

d. Mampu menunjukkan kepekaan terhadap masalah sosial

e. Mampu menghargai perbedaan

f. Aktif dalam kegiatan kemasyarakat-an.

(35)

4. Kompe tensi Manaje rial

h. Mampu berkontribusi terhadap masalah-masalah di lingkungan masyarakat.

1. Mengatur segala aspek kelembagaan baik internal maupun eksternal.

a. Mampu menjabarkan peraturan dan ketentuan yang ditetapkan oleh instansi yang lebih tinggi untuk dilaksanakan di PKBM

b. Mampu merencanakan dan menetap kan target, serta kegiatan dalam periode tertentu.

c. Mampu mengatur dan menetapkan personil yang terlibat dlm kegiatan

d. Mampu menetapkan tugas dan rincian pekerjaan bagi setiap personil yang terlibat.

e. Mampu mendelegasikan sebagian tugas dan wewenang kepada personil yang terlibat

f. Mampu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas-tugas personil bawahan. g. Mampu menyusun laporan dan menyampaikan

laporan ke instansi atasan secara periodik

h. Mampu memecahkan masalah -masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas manajerial sehari – hari.

Sumber: P2PNFI Jayagiri Tahun 2011.

E.Instrumen Penelitian

Instrumen dapat dikembangkan dari variabel setelah dikaji secara

konseptual dalam kajian pustaka, sehingga dibahas secara rinci dan jelas untuk

menggambarkan dari masing-masing variabel yang ada dalam penelitian ini.

Adapun variabel tersebut yaitu Model pelatihan mengelola PKBM;

meningkatkan kompetensi pengelola; dan mengelola PKBM mandiri. Dari

variabel-variabel tersebut dapat dijabarkan menjadi indikator-indikator, dan

dari indikator tersebut dapat dijabarkan lagi menjadi sub

indikator-sub indikator, bahkan dari indikator-sub indikator dapat dikembangkan sampai pada indikator-

sub-sub indikator. Setelah terjabarkan semua itu diharapkan dapat lebih

memudahkan dalam menyusun menjadi pertanyaan-pertanyaan berupa daftar

pertanyaan sebagai alat untuk mengumpulkan data melalui observasi,

wawancara, dokumentasi, dan test.

Tes digunakan untuk mengukur pengetahuan pengelola PKBM

mengenai standar minimal manajemen dan kompetensi pengelola PKBM, yang

(36)

dan kompetensi manajerial. Tes dilakukan sebelum pelatihan berupa pretes,

dan sesudah pelatihan berupa postes, baik dalam ujicoba model konseptual,

maupun pada implementasi model pelatihan untuk uji kuantitatif.

Observasi, wawancara, dan dokumentasi digunakan untuk

mengumpulkan data untuk analisis kualitatif dan sekaligus melengkapi hasil tes

berupa pengetahuan yang digunakan mengembangkan analisis secara kualitatif

hasil penelitian dan pembahasan.

F.Proses Pengembangan Instrumen

Instrumen yang telah tersusun harus dilakukan pengujian terlebih dahulu

sebelum digunakan untuk mengumpulkan data pada sasaran yang

sesungguhnya. Ada dua tahap pengujian yang harus dilakukan, yaitu pengujian

validitas, dan reliabelitas.

Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk

mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat

digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Instrumen yang

reliabel adalah instrumen yang bisa digunakan beberapa kali untuk mengukur

obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Dengan menggunakan

instrumen yang valid dan reliabel dalam pengumpulan data, maka diharapkan

hasil penelitian akan menjadi valid dan reliabel. Jadi instrumen yang valid dan

reliabel menjadi syarat mutlak untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid

dan reliabel (Sugiyono, 2010:173).

Instrumen yang reliabel belum tentu valid. Reliabel instrumen merupakan

syarat pengujian validitas instrumen. Walaupun instrumen yang valid

umumnya pasti reliabel, tetapi pengujian reliabilitas instrumen perlu dilakukan.

Untuk uji validitas instrumen digunakan t-test, dan untuk uji reliabilitas

instrumen digunakan Spearman Brown. (Sugiyono, 2010: 174-185).

Agar menghasilkan data kuantitatif yang akurat, maka setiap instrumen

harus mempunyai skala pengukuran. “Dengan skala pengukuran, variabel yang

diukur dapat dinyatakan dalam bentuk angka, sehingga lebih akurat, efisien

(37)

pada sampel sebenarnya, maka perlu diadakan uji validitas dan reliabilitas

instrument kepada sampel yang hampir sama.

a). Pengujian Validitas

Pengujian validitas instrumen penelitian dilakukan untuk mengetahui

apakah alat pengukur yang digunakan mempunyai tingkat validitas yang dapat

diterima. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah validitasi konstruksi

pertanyaan . Seluruh item pertanyaan setiap variabel mengacu pada pendapat

para pakar dan telaah pustaka, jurnal serta teori yang digunakan.

Untuk menguji validitas konstruk dapat dipergunakan pendapat para ahli

( judgement expert) seperti diungkapkan Hadi (1986) dalam Sugiyono (2010:

176) bahwa: “bila bangunan teorinya sudah benar, maka hasil pengukuran

dengan alat (instrument) yang berbasis pada teori itu sudah dipandang

sebagai hasil yang valid “. Test kemudian diujicobakan kepada sampel yang bukan sebenarnya dan dihitung. Perhitungan dilakukan dengan membagi 27 %

kelompok tertinggi dan 27 % kelompok terendah dengan rumus :

T = ̅1- ̅2

S gab +

Keterangan : ̅1 : rata-rata jawaban skor kelompok tinggi

̅2 : rata-rata kelompok skor terendah

N1 : jumlah sampel pada kelompok skor tinggi N2 : jumlah sampel pada kelompok skor tinggi

S gab diperoleh dari : √

Ketentuan yang berlaku adalah apabila ke dua kelompok tersebut diatas

0,30 maka dianggap instrument memiliki validitas konstruksi yang baik.

Untuk mengetahui tingkat validitas instrument pertanyaan per item

dengan menggunakan uji statistik rank Spearman. Rumus yang digunakan

adalah :

Rs =

) 1 ( 6 1

2

 

n n

Gambar

Gambar: 1.1.   Proses Menentukan Kebutuhan Belajar. Sumber: Pemikiran Peneliti.
Gambar: 3.1. Langkah-Langkah Penelitian R & D. Sumber: Rekayasa peneliti
Table 3.1 Desain Penelitian One Short Case Pretest Postest
Tabel 3.2 Ancaman Validasi Internal
+2

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik subjek penelitian ditampilkan pada Tabel 1 yang meliputi rerata tinggi badan, berat badan, indeks massa tubuh, persen lemak tubuh, asupan energi,

Bahkan dampak yang lebih jauh lagi, dengan bekerja dikhawatirkan akan mengganggu masa depan anak untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, terlebih anak merupakan generasi

Dan physical evidence, faktor fisik yaitu kondisi gerai baik dari design maupun pencahayaan akan membuat konsumen tertarik untuk melakukan pembelian. “The environment in which

Analisis Perbandingan Pengetahuan Kearifan Lokal Tentang Tanaman Obat Dari Siswa Sma Di Kota Dan Kabupaten Bandung.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Dalam keadaan yang bersifat darurat di mana penggugat dapat memperhatikan bahwa kerugian komersial yang dialami- nya sangat besar dan akan meningkatkan kecuali

Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) persepsi wisatawan mengenai daya tarik Pantai Tirtayasa tidak menarik dibandingkan dengan obyek wisata lain yang ada di Teluk

TAKWIM MESYUARAT JAWATANKUASA PEMANDU ICT DAN MAKLUMAT NEGERI (JPICTMN) JPN PERAK..

Hasil pengujian asam asap cair pada Tabel 1 menunjukkan trend yang sama dengan pengujian fenol, yaitu semakin tinggi suhu pirolisis maka semakin tinggi pula kandungan asam asap