• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keberpihakan dalam Pengembangan Agrowisata Berbasis Masyarakat Lokal untuk Keberlanjutan Pertanian dan Pariwisata di Bali.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keberpihakan dalam Pengembangan Agrowisata Berbasis Masyarakat Lokal untuk Keberlanjutan Pertanian dan Pariwisata di Bali."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

KEBERPIHAKAN DALAM PENGEMBANGAN AGROWISATA

BERBASIS MASYARAKAT LOKAL UNTUK KEBERLANJUTAN

PERTANIAN DAN PARIWISATA DI BALI

I Wayan Budiasa

Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI), Komda Denpasar Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana

Email: wba.agr@unud.ac.id

Abstrak

Pariwisata Bali yang berbasis pada kebudayaan Hindu Bali termasuk budaya pertanian, dan terlebih-lebih Bali sebagai pintu gerbang pariwisata nasional dalam MP3EI 2011-2025, sangat potensial diarahkan pada pengembangan agrowisata. Model pengembangan agrowisata menjadi salah satu strategi inovatif yang berupaya mengintegrasikan sektor pertanian dan pariwisata. Paper ini mengkontribusikan pemikiran terhadap pentingnya keberpihakan dan peran multi pihak dalam pengembangan agrowisata berbasis masyarakat demi keberlanjutan kedua sektor tersebut di Bali. Telaah difokuskan pada dua destinasi agrowisata berbasis masyarakat, Jatiluwih dan Salak Sibetan, dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Data dikumpulkna dengan metode RRA pada agrowisata Jatiluwih dan review jurnal terkait untuk agrowisata Salak Sibetan. Upaya pengembangan kedua agrowisata telah melibatkan multi pihak selama dua dekade terakhir. Keberhasilan model agrowisata berbasis masyarakat terlihat dari besarnya manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan yang diterima langsung oleh masyarakat lokal secara kontinu. Sebagai model inovatif, agrowisata berbasis masyarakat sangat penting dikembangakan di banyak desa potensial dengan penuh perhatian dan dukungan multipihak sehingga pertanian dan pariwisata menjadi sepasang sektor ekonomi yang harmonis di Bali.

Kata Kunci: agrowisata, multi pihak, masyarakat lokal, berlanjut

PENDAHULUAN

Pariwisata termasuk dalam sektor tersier yang menyumbang 66,35% terhadap pertumbuhan

ekonomi Bali (Bappeda Provinsi Bali, 2012). Data empiris 1969-2012 menunjukkan bahwa 25,23%

turis mancanegara yang berkunjung ke Indonesia, datang langsung ke Bali. Pahun 2012 jumlah turis

asing yang langsung ke Bali sebanyak 35,95% dari 8.044.462 orang yang berkunjung ke Indonesia.

Bali juga terkenal sebagai salah satu tujuan wisata terpopuler di dunia dengan predikat The Best

Destination in the World atau The Best Spa Destination in the World versi majalah-majalah

internasional (Dinas Periwisata Provinsi Bali, 2013). Disamping 40% penerbangan internasional

langsung ke Bali, 15% dari kapasitas hotel nasional berada di Bali dan Nusa Tenggara, dan 21%

PDRB bersumber dari hotel, sehingga Bali dan Nusa Tenggara dijadikan pintu gerbang pariwisata

Indonesia dalam MP3EI 2011-2025 (Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi, 2011).

(2)

2

Pariwisata di banyak negara merupakan senjata ampuh bagi pembangunan ekonomi dan

pengurangan kemiskinan melalui penyediaan kesempatan kerja dan usaha serta pembangunan

infrastruktur. Perencanaan dan pengelolaan pariwisata yang baik tidak hanya memberikan konstribusi

nyata terhadap tiga dimensi pembangunan berkelanjutan, tetapi juga sangat erat kaitannya dengan

sektor-sektor lain, dan membuka kesempatan kerja, serta peluang pertukaran/perdagangan (Gutierrez,

2012). Bagaimana pun, pariwisata tidak dapat berdiri sendiri tetapi tergantung pada ketersediaan jasa

ekosistem (Ahmad, 2012).

Pariwisata yang dikembangkan di Bali adalah pariwisata budaya dengan basis kebudayaan

Hindu Bali sesuai Perda No 2/2012 sebagai revisi terhadap Perda No No. 3/1991 dan Perda No.

3/1974 (Dinas Pariwisata Provinsi Bali, 2012). Tentunya, kebudayaan Bali termasuk didalamnya

adalah pertanian Bali, yang berlandaskan falsafah Hindu, yaitu Tri Hita Karana (Ardika, 2012).

Terdapat banyak ancaman bagi keberlanjutan pertanian di Bali, diantaranya adalah alih fungsi lahan

pertanian ke non pertanian termasuk untuk membangun fasilitas pariwisata, menurunnya minat

gereasi muda terutama dalam usahatani padi (Rice Culture) akibat rendahnya insentif ekonomi yang

diterima dari sektor pertanian (Sutawan, 2004). Dalam kaitan ini, pengembangan agrowisata adalah

salah satu inovasi pengembangan pariwisata Bali (Dinas Pariwisata Provinsi Bali, 2012) yang

berupaya mengintegrasikan sektor pertanian dan sektor pariwisata.

Budiasa dan Ambarawati (2014) membedakan secara mendasar antara model pengembangan

agrowisata berbasis modal dan model pengembangan agrowisata berbasis masyarakat. Agrowisata

berbasis masyarakat adalah sebuah strategi pengembangan yang menggunakan pariwisata sebagai alat

untuk memperkuat komunitas lokal (Nurhayati, 2012). Beberapa destinasi agrowisata berbasis modal

di Bali diantaranya Bagus Agro Pelaga, di Kabupaten Badung yang menydiakan produk pertanian

organik seperti sayur, bunga potong dan buah; Trisna Bali Agrowisata di Kabupaten Bangli

(http://gourmetpigs.blogspot.com); Alam Bali Kopi Luwak and Natural Spices di Kabupaten Gianyar

(http://www.balikopiluwak.net). Agrowisata Kebun Salak Sibetan, yang dikelola oleh Kelompok Tani

(3)

3

Jatiluwih di Kabupaten Tabanan berpotensi mengarah pada model pengembangan agrowisata berbasis

masyarakat.

Sampai detik ini, informasi mengenai kontribusi agrowisata di berbagai tujuan wisata di atas

masih sangat terbatas, karena memang agrowisata lebih tergolong model pengembangan pariwisata

inovatif. Agrowisata masih sedikit meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat lokal.

Kontribusinya dalam bentuk penjualan produk pertanian dengan brand lokal yang menarik, penjualan

berbagai kerajinan tangan (souvenir atau handicraft) kepada turis, peluang pengembangan rumah

makan atau restoran, dan akomodasi seperti home-stay, bungalow, villa, dan hotel, sekaligus

pengembangan desa (Utama, 2007).

Paper ini bertujuan untuk menyumbangkan pemikiran terhadap pentingnya keberpihakan

berbagai pemangku kepentingan dalam pengembangan agrowisata berbasis masyarakat untuk

keberlanjutan kedua sektor pertanian dan pariwisata di Bali khususnya dan Indonesia pada umumnya.

METHODE PENULISAN

Destinasi agrowisata yang dipotret adalah Agrowisata Kebun Salak Sibetan, Kabupaten

Karangasem dan Desa Wisata Jatiluwih, Kabupaten Tabanan. Metode telaah cepat kondisi perdesaan

(Rapid Rural Appraisal) digunakan untuk mengumpulkan data primer pada destinasi Jatiluwih serta

review jurnal dan literature terkait digunakan untuk mengumpulkan data sekunder pada destinasi

Salak Sibetan. Data yang dikumpulkan berupa lingkungan agrowisata (luas, keunikan pertanian,

jumlah petani, keterlibatan kelembagaan), sejarah pengembangan agrowisata (kebijakan, tahapan,

kontribusi stakeholders, dukungan finansial), pemenuhan persyaratan pengembanagn agrowisata

(lokasi, atraksi, infrastruktur dan fasilitas, serta target pasar, manfaat ekonomi dan hambatan

pengembangan agrowisata. Metode deskriptif kualitatif digunakan dalam analisis data yang tersedia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsep Agrowisata Berkelanjutan

Agrowisata berkelanjutan adalah salah satu model pertanian berkelanjutan. Pertanian

(4)

4

dikelola secara holistik serta memenuhi kriteria secara ekonomi menguntungkan, ramah lingkungan,

dapat diterima oleh masyarakat setempat dan berkeadilan, dan teknologi yang dibutuhkan dapat

diterapkan dan sesuai dengan budaya setempat (Budiasa, 2011). Sistem pertanian berdasarkan ilmu

pengetahuan holistik tidak hanya memandang pertanian sebagai sistem usahatani dan keterkaitannya

dengan faktor biofisik, sosial, ekonomi, budaya, dan politik/kebijakan tetapi juga mempertimbangkan

interaksi dinamis diantara on-farm, off-farm, dan non-farm (SEARCA, 1995).

Pariwisata (termasuk agrowisata) berkelanjutan adalah pariwisata yang menghitung secara

utuh dampak ekonomi, sosial dan lingkungan, kini dan di masa mendatang, menyesuaikan dengan

kebutuhan pengunjung, industry, lingkungan, dan masyarakat lokal. Pariwisata berkelanjutan adalah

pariwisata yang mengarahkan pengelolaan semua sumberdaya sedemikian rupa sehingga terpenuhi

manfaat ekonomi dan kebutuhan sosial serta estetika, dengan tetap memelihara integritas budaya,

proses ekologi, keanekaragaman biologis serta system pendukung kehidupan (UNEP dan WTO,

2005).

Agrowisata adalah bentuk spesifik dari desa wisata yang erat kaitannya dengan alam dan

landscape pedesaan dan terkait langsung dengan aktivitas pertanian (Joshi dan Bhujbal, 2012). Desa

wisata umumnya tidak didesain untuk memberikan tambahan pendapatan bagi petani, tetapi bagi

kerjasama bisnis antara travel dan pengusaha pariwisata professional. Bagaimanapun, agrowisata

memiliki kedekatan dengan ekowisata. Ekowisata merupakan aktivitas perjalanan yang umumnya

disediakan oleh perusahaan tur, tetapi dalam agrowisata petanilah yang menawarkan tur/tracking di

lahan usahataninya, menyajikan pertunjukan, pendidikan/keterampilan serta pengalaman

menyenangkan kepada orang-orang perkotaan atau pengunjung lainnya [(Cruz, 2003; Rubuliak, 2006;

dan Maruti, 2009) dalam Budiasa dan Ambarawati, 2014]. Agrowisata adalah aktivitas yang tidak

hanya berusaha meningkatkan aktivitas petani melalui diversifikasi penyelenggaraan usahatani,

berusaha mendekatkan seseorang dengan aktivitas usahatani dan rekreasi di lingkungan pertanian,

menyajikan berbagai jasa dan barang pertanian yang diminati turis (agro-touristic goods), dan

(5)

5

2009; Kuehn et al., 2000; Maruti, 2009) dalam Budiasa dan Ambarawati, 2014]. Tipologi agrowisata

dapat dijelaskan menggunakan Gambar 1.

Dengan mempertimbangkan aktivitas dan produk secara sistematis, berkaitan dengan tiga

diskriminator maka dapat diidentifikasi lima tipe agrowisata. Non working farmagro-tourism secara

actual dapat diidentifikasi sebagai desa wisata pada umumnya. Pada working farm, passive contact

agro-tourism, tidak ada kontak antara aktivitas turis dengan pekerjaan usahatani, sedangkan pada

working farm, indirect contactagro-tourism mulai mengintegrasikan aktivitas turis dengan pekerjaan

usahatani/pengolahan hasil pertanian. Pada working farm direct contact, staged agro-tourism terdapat

keterlibahan turis secara parsial dalam kegiatan usahatani, sedangkan pada working farm direct

contact, authentic agro-tourism, turis punya pengalaman utuh dalam proses usahatani.

Pengembangan Agrowisata Jatiluwih dan Agrowisata Salak Sibetan

Apakah aktivitas turis berbasis kegiatan usahatani?

1.Non working farm agro-tourism: akomodasi yang dikonversi dari rumah petani, atraksi warisan usahatani, berjalan dimana aktivitas usahatni bukan menjadi fokus aktivitas turis tourism: mengunjungi pembuatan wine Pasif agro-tourism: demonstration usahatani (memerah susu sapi, membajak pakai sapi, member makan ternak

Tidak

5. Working farm, direct contact, authentic agro-tourism: partisipasi turis dalam usahatani (mau bekerja dalam usahatani organik)

Gambar 1. Tipologi dalam mendefinisikan agrowisata (Phillip et al., 2009 dalam Budiasa dan Ambarawati, 2014)

Ya Apakah aktivitas turis berbasis

kegiatan usahatani?

1.Non working farm agro-tourism: akomodasi yang dikonversi dari rumah petani, atraksi warisan usahatani, berjalan dimana aktivitas usahatni bukan menjadi fokus aktivitas turis tourism: mengunjungi pembuatan wine Pasif agro-tourism: demonstration usahatani (memerah susu sapi, membajak pakai sapi, memberi makan ternak

Tidak

5. Working farm, direct contact, authentic agro-tourism: partisipasi turis dalam usahatani (mau bekerja dalam usahatani organik)

Gambar 1. Tipologi dalam mendefinisikan agrowisata (Phillip et al., 2009 dalam Budiasa dan Ambarawati, 2014)

(6)

6

Jatiluwih dan Salak Sibetan adalah dua destinasi agrowisata yang berbeda dilihat dari

tipologinya. Agrowisata Jatiluwih lebih dikategorikan agrowisata tipe 3, yaitu working farm, indirect

contact agro-tourism, dimana turis yang datang ke Jatiluwih pada umumnya ingin mendapatkan

pengalaman melintasi keindahan terssering lahan sawah melalui jalur tracking terlebih lahan sawah

yang dikunjungi itu terdaftar sebagai warisan budaya dunia di UNESCO. Sedangkan, pada

Agorwisata Salak Sibetan teridentifikasi tipe agrowisata dari tipe 1 mengunjungi peninggalan Jero

Dukuh Sakti yang pertama kali mengembangkan kebun salak di Sibetan, tipe 2 menginap dan

menikmati sarapan pagi di rumah petani dengan standar home stay, tipe 3 mengunjungi pembuatan

wine salak, dan tipe 4 memetik buah salak. Atraksi yang ditawarkan oleh masing-masing destinasi

agrowisata secara rinci disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan keadaan dan pengelolaan Agrowisata Jatiluwih dan Agrowisata Salak Sibetan

No Indikator Daya Tarik Wisata Desa Jatiluwih Agrowisata Kebun Salak Sibetan

1 Lingkungan Agrowisata

a. Luas 322,7 ha 123 ha dari 815,8 ha kebun salak di Desa

Sibetan b. Keunikan

pertanian

Keindahan terasering lahan sawah (Rice

terrace panorama)

Kebun salak sibetan

c. Jumlah petani yang terlibat

395 orang 39 orang dari 1.116 petani salak di Desa

Sibetan

d. Kelembagaan

pengelola

Badan Pengelola Daya Tarik Wisata (BPDTW) Desa Jatiluwih sejak Februari 2014

Sejak Tahun 1999 Kelompok Tani Agro Dukuh Lestari bekerjasama dengan Jaringan Ekowisata Desa Provinsi Bali

2 Sejarah Pengembangan

a. Kebijakan Program Pengembangan Desa Wisata

Jatiluwih, Pengelipuran, Sebatu 1995-1998 dari Pemerintah Daerah Provinsi Bali

Program Pengembangan Agrowisata Salak Sibetan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Karangasem 1995

b. Tahapan oTahun 1998, dinyatakan gagal karena

kurang fokus pada rumah kuno, dan Penglipuran paling berhasil

oPeriode 1998-2002 di kelola oleh Desa oTahun 2002 Subak Jatiluwih diusulkan

sebagai warisan budaya dunia ke UNESCO

oTahun 2005 Nominasi UNESCO, dan

dinyatakan kurang luas cakupannya (hanya meliputi Subak Jatiluwih saja)

oTahun 2007 Diusulkan kembali ke UNESCO mencakup 14 subak, 9 desa dinas dan 11 desa adat

oPenetapan Sistem Subak sebagai manifestasi dari falsafah Tri Hita Karana pada Daftar Warisan Budaya Dunia UNESCO 6 Juli 2012

oSetelah Tahun 1987, LSM Asta Dewata pertama kali mengarahkan pengembangan Agrowisata Salak sibetan

oTahun 1995, Pemda Karangasem

memprogramkan pengembangan Agrowisata Salak Sibetan

oTahun 1997 LSM Kehati: Pembibitan salak dan Good Agricultural Practices pada usahatani salak

oTahun 1999 LSM Wisnu memfasilitasi akses dana dari LSM Kehati

c. Kontribusi stakeholders

oPemda Provinsi Bali (Dinas Kebudayaan, Dinas Pariwisata)

oPemerintah daerah Kabupaten Tabanan

oDesa Jatiluwih

oDesa Adat Jatiluwih dan Desa Adat

(7)

7

Gunungsari

oSubak Sawah Jatiluwih (7 tempek)

oSubak Abian Jatiluwih (2 tempek)

oUniversitas dalam suatu tim mengusulkan Subak sebagai warisan budaya dunia

oPemerintah Daerah Kabupaten Karangasem memfasilitasi dalam bentuk kebijakan, program dan site plan pengembangan agrowisata

oJaringan Ekowisata Desa (JED)

oKoptan Agro Dukuh Lestari

oKoperasi Banjar Adat Dukuh

oKelompok Kuliner Agro Dukuh Lestari

oLSM Asta Dewata

oBantuan sosial Pemda Provinsi Bali setiap tahun kepada subak dan desa adat

oPenurunan tarif PBB 50%

o Pada Tahun 1999, LSM Wisnu fasilitasi dukungan dana dari LSM Kehati sebesar Rp50.000.000 untuk membangun 6 kebun percontohan, jalur tracking, pembibitan, training pengolahan,

o Pada 2012, PNPM Pariwisata di Sibetan difasilitasi oleh Tim Teknis Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karangasem dengan

dukungan dana Rp70.000.000 kepada

Kelompok tani Agro Dukuh Lestari,

Koperasi Banjar Adat Dukuh, Kelompok Kuliner Agro Dukuh Lestari

o Tahun 2006, bantuan Australia Consulate

General Bali bekerjasama dengan LSM Kalimajari-Denpasar kepada Werdhi Guna Food untuk diarahkan sebagai Community Technology Center

3 Pemenuhan Persyaratan Pengembangan Agrowisata

a. Lokasi Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel,

Kabupaten Tabanan

Banjar Dukuh, Desa Sibetan berjarak 3 km dari Pusat Kecamatan Bebandem, 12 km dari Pusat Kota Amlapura, 29 km dari Pelabuhan Padangbai, 80 km dari Denpasar, dan 85 km dari bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai

b. Atraksi Tracking ke gunung, sawah, air terjun dan

wisata religius

oAtraksi petik buah salak diantara 6 paket kebun contoh

oMengunjungi pengolahan dan mencicipi

wine salak pada CV Dukuh Lestari

oMengunjungi pengolahan dan mencicipi

kripik, dodol, dan manisan salak dan nagka pada Werdhi Guna Food Industry

oMengunjungi kerajinan handicraft atte dan bamboo

oMengunjungi peninggalan Jero Dukuh Sakti yang pertama kali mengembangkan kebun salak di Sibetan

oMeninkmati panorama indah alam

pegunungan

oMenginap di rumah petani

oMenikmati kuliner

oMenikmati pertunjutkan tarian tradisional dan memainkan peralatan musik tradisional c. Infrastruktur

& fasilitas

oTracking path ke gunung, ke sawah, dank e tempat wisata religius

oTempat Parkir

oRestoran

oAir bersih dari PAM Swadaya

oPasilitas listrik dan tersedianya signal

yang baik untuk mobile phone

o6 paket kebun contoh salak Sibetan

o5 home stay di rumah petani,

oJasa kuliner dari Kelompok Pariwisata Kuliner Agro Dukuh Lestari

oHot mixed road

oParking area (450 m2)

oTracking path

o1 unit Kamar mandi dan Toilet di tempat

parkir

oAir bersih dari PDAM Tirta Dewata, oPasilitas listrik dan tersedianya signal yang

(8)

8

d. Target pasar Tamu domestik dan asing, tetapi belum ditargetkan jumlah pengunjung

Tamu domestik dan asing, tetapi belum ada target jumlah pengunjung

4 Manfaat

Ekonomi

oTahun 2014 terdapat 17.570 turis

domestik dan 147.574 turis asing datang ke Jatiluwih

oTiket Parkir Rp5.000/mobil

oTiket masuk turist asing Rp20.000/orang, turis domestik Rp10.000/orang

memberikan penerimaan 2014 Rp3,2 M Asuransi Rp500/tiket

oSetelah dikurangi asuransi (=100%), distribusi 25% untuk biaya operasional

o10%x(100-25)% =7,5% untuk insentif BPDTW (Perbekel, Pekaseh, Anggota dari unsur pemerintah, badan hukum, masyarakat)

o15%x(75-7,5)% = 10,125% untuk

pengembangan dan promosi

o45%x57,375% =25,819% untuk Pemda

Kabupaten

o55%x57,375% = 31,556% untuk Desa

Jatiluwih

o30%x31,556% =9,467% untuk Desa Adat

Jatiluwih

o20%x31,556%=6,311% untuk Desa Adat

Gunungsari

o Rata-rata jumlah pengunjung pada periode

2007-2012, sekitar 300 turis domestik dan 160 orang turis asing orang per tahun

o Tiket masuk ke kebun salakj dan memetik maksimum 2 buah salaksebesar Rp15,000 perorang.

o Lebih banyak pengunjung lebih murah

tiketnya, 6-10 orang Rp12,500/orang, lebih dari 10 orang Rp10,000/orang. Memetik lebih banyak dibayar di koperasi dengan harga Rp5,000 – Rp 8,000 per kg

o Mengunjungi industry pengolahan wine

salak dengan tiket masuk Rp10.000 untuk tamu domestic dan Rp15.000 untuk tueis asing.

o Ingin mempraktekkan pembuatan wine salak secara utuh dengan biaya Rp1.500.000 dibayarkan kepada CV Dukuh Lestari

5 Hambatan

Pengembangan Agrowisata

Infrastruktur jalan raya sampai dengan 4 Agustus 2015 belum memadai

o Tidak kontinunya produksi buah salak sepanjang tahun

Dilihat dari indikator lingkungan, kedua destinasi memiliki kunikan pertanian yang berbeda.

Agrowisata Jatiluwih memiliki lingkungan pertanian lahan basah (sawah) dengan terassering yang

sangat menakjubkan, serta keunikan tanaman padinya yaitu Padi Merah Lokal Cendana yang telah

disertifikasi organik oleh LeSOS. Sedangkan, lingkungan pada Agrowisata Salak Sibetan adalah

lingkungan pertanian lahan kering dengan keunikan buah Salak Sibetan yang tiada duanya, dan

sebagian kebun salak juga sudak disertifikasi organik oleh LeSOS (Budiasa, 2014). Dari luas yang

dilingkupi, Agrowisata Jatiluwih melibatkan semua lahan Subak Jatiluwih (322,7 ha) dan semua

petani anggota subak (395 orang), sedangkan pada Agrowisata Salak Sibetan hanya melibatkan

sebagian kecil usahatani salak dari jumlah usahatani salak yang ada di Desa Sibetan.

Dilihat dari kelembagaan pengelola, Agrowisata Jatiluwih selama periode 1998-2013 dikelola

oleh Desa Dinas yang dikepalai oleh seorang Perbekel, selanjutnya sejak Februari 2014 dikelola oleh

(9)

9

aspek pasar tetapi juga pada aspek pengembangannya dan promosi. Di pihak lain, manajemen pasar

agrowisata Salak Sibetan dikelola oleh Jaringan Ekowisata Desa (Gambar 2) yang mengeloa empat

ekowisata desa, yaitu Desa Kiadan-Plaga (Kabupaten Badung), Desa Tenganan-Pegringsingan

(Kabupaten Karangasem), Desa Ceningan (Kabupaten Klungkung), and Desa Sibetan (Kabupaten

Karangasem).

Pengembangan agrowisata berbasis masyarakat sangat penting untuk meningkatkan

pendapatan orang-orang lokal dan meningkatkan kehidupan mereka sekaligus menjamin

keberlanjutan usahataninya (Itagaki, 2013). Berdasarkan laporan keuangan Tahun 2012, Jaringan

Ekowisata Desa (JED) memperoleh keuntungan tahunan sebesar Rp34.182.222 dari total penerimaan

sebesar Rp227.833.085. Sebagain penerimaan digunakan untuk membiayai paket tour sebesar

Rp43.993.550, kontribusi ke masing-masing desa sebesar Rp79.690.000. Sisanya untuk insentif

pengelola JED, biaya administrasi dan biaya non operasional. Dalam hal ini, Desa Sibetan hanya

menerima kontribusi sebesar Rp9.600.000 (Budiasa dan Ambarawati, 2014). Dibandingkan dengan

agrowisata Salak Sibetan, maka kontribusi yang diterima oleh berbagai pihak pada Agrowisata

Jatiluwih cukup besar. Pihak Subak Jatiluwih dengan kontribusi yang diterima sebesar 6,63% telah Tourist

(10)

10

menerima kontribusi sekitar Rp200.000.000 pada Tahun 2014 dan secara keseluruhan Desa Jatiluwih

menerima kontribusi sekitar Rp1.000.000.000 per tahun.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada dasarnya, agrowisata yang merupakan bentuk spesifik dari desa wisata, dapat dibedakan

dengan konsep ekowisata. Pada konsep agrowisata, petani sebagai inovator menawarkan berbagai

jenis jasa (tour, tracking, training usahatani, dan atraksi lainnya) dan barang-barang yang diminati

turis dengan harapan memperoleh tambahan pendapatan di luar usahataninya, sedangkan pada

ekowisata, kegiatan tour umumnya ditawarkan dan dikelola oleh travel agent.

Pengembangan kedua model agrowisata berbasis masyarakat, Jatiluwih dan Salak Sibetan

selama dua dekade terakhir tidak terlepas dari perhatian dan peran multi pihak yang tidak

menginginkan salah satu atau kedua sektor ekonomi, pertanian dan pariwisata itu hancur. Transfer

penerapan model agrowisata berbasis masyarakat lokal pada berbagai desa potensial dengan

dukungan intensif multi pihak sangat membantu keberhasilan model tersebut.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kementerian Pariwisata Republik Indonesia atas

dukungan financial untuk penyelenggaraan seminar nasional ini bekerjasama dengan Fakultas

Pertanian Universitas Udayana. Ucapan Terima kasih juga Penulis tujukan kepada Ketua Pengurus

PERHEPI Komda Denpasar atas kepercayaan dan kesempatan yang diberikan kepada penulis dalam

menyumbangkan pikiran dalam bentuk presentasi paper pada seminar nasional ini.

REFERENCES

Ahmad, M. 2012. Indonesian development, sustainable and fairness. Paper presented at Conference on Sustainable Tourism Development. World Bank Indonesia Office. 12-14 September 2012. Bali-Indonesia.

(11)

11

Bappeda Provinsi Bali. 2012. Rencana Pembangunan Ekonomi di Provinsi Bali. Paper dipresentasikan pada Workshop on Nature, Culture and Economic in Bali Island, 5-6 September 2012. Kerjasama dengan Research Institute for Humanity and Nature (RIHN)-Japan, Universitas Udayana, Institut Pertanian Bogor, and Universitas Hasanuddin. Bali-Indonesia.

Budiasa, I W. 2011. Pertanian Berkelanjutan: Teori dan Pemodelan. Udayana University Press, Denpasar.

Budiasa, I W. 2014. Organic Farming as an Innovative Farming System Development Model toward Sustainable Agriculture in Bali. Asian Journal of Agriculture and Development (AJAD) SEAMEO SEARCA ISSN: 1656-4383 Vol.11 No.1 June 2014

Budiasa, I W. and I G.A.A. Ambarawati. 2014. Community Based Agro-Tourism As An Innovative Integrated Farming System Development Model Towards Sustainable Agriculture And Tourism In Bali. Journal of The International Society for Southeast Asian Agricultural Sciences (ISSAAS) Vol. 20, No. 1:29-40 (2014)

Dinas Pariwisata Provinsi Bali. 2012. Pengembangan Pariwisata di Bali. Paper dipresentasikan pada

Workshop on Nature, Culture and Economic in Bali Island, 5-6 September 2012. Kerjasama dengan Research Institute for Humanity and Nature (RIHN)-Japan, Universitas Udayana, Institut Pertanian Bogor, and Universitas Hasanuddin. Bali-Indonesia.

Dinas Pariwisata Provinsi Bali. 2013. Statistik Pariwisata Probinsi Bali. Denpasar

http://gourmetpigs.blogspot.com/2009/11/agro-touring-in-bali-kopi-luwak.html, February 2, 2014

http://www.balikopiluwak.net/alam-bali-agrowisata, February 2, 2014

JED [Village Ecotourism Network]. 2012. Financial report in 2012. Bali-Indonesia.

Joshi, P.V. and M.B. Bhujbal. 2012. Agro-tourism a specialized rural tourism: innovative product of rural market. International Journal of Business and Management Tomorrow. 2(1): 1-12.

Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi. 2011. Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi di Indonesia 2011-2025. Jakarta.

UNEP and WTO. 2005. Making Tourism More Sustainable: A Guide for Policy Makers. http://www.unep.fr/shared/publications/pdf. Downloaded on 14 February 2013.

Utama, I G.B.R. 2007. Agro-tourism as an Alternative Form of Tourism in Bali, Case Studies: Bayung Gede, Candikuning, Blimbing Sari, and Pelaga Villages. Published Master Thesis.

CHN University Netherlands. http://tourismbali.wordpress.com/ tag/agrotourism.

Downloaded on 14 February 2013.

Keishiro Itagaki. 2013. Agri-tourism as Initiatives of Farm Reactiavtion in Japan. Invited Paper on The 2013 ISSAAS International Congress and General Meeting “Linking Agriculture with Tourism: Meeting the Global Challenges of the Future” 11-15 November 2013, Manila-Philippines

(12)

12

SEARCA .1995. Working Paper on Sustainable Agriculture Indicators. SEAMEO Regional Center for Graduate Study and Research in Agriculture (SEARCA). College, Laguna 4031, Philippines. 101. p.

Sutawa, G.K. 2012. Issues on Bali tourism development and community empowerment to support sustainable tourism development. Paper presented at International Conference on Small and Medium Enterprises Development with a Theme “Innovation and Sustainability in SME Development”. Procedia Economics and Finance 4 (2012) 413−422. www.elsevier. com/locate/procedia

Sutawan, N. 2004. Tri Hita Karana and Subak: in search for alternative concept of sustainable irrigated rice culture, pp 1–11. INWEPF/SY/2004(04)

Utama, I G.B.R. 2007. Agro-tourism as an Alternative Form of Tourism in Bali, Case Studies: Bayung Gede, Candikuning, Blimbing Sari, and Pelaga Villages. Published Master Thesis.

CHN University Netherlands. http://tourismbali.wordpress.com/ tag/agrotourism.

Gambar

Gambar 1. Tipologi dalam mendefinisikan agrowisata (Phillip Gambar 1. Tipologi dalam mendefinisikan agrowisata (Phillip et al., 2009                          dalam Budiasa dan Ambarawati, 2014) et al., 2009                          dalam Budiasa dan Ambarawati, 2014)
Tabel 1. Perbandingan keadaan dan pengelolaan Agrowisata Jatiluwih dan Agrowisata Salak Sibetan
Gambar 2. Pengelolaan Model Agrowisata Salak Sibetan (Budiasa dan Ambarawati, 2014

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan zona ekonomi merupakan zona yang dapat memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat Desa Temukus-Besakih yang meliputi area pertanian, perkebunan,

Mustangin, dkk, Pengembangan Masyarakat Berbasis Potensi Lokal Melalui Program Desa Wisata di Desa Bumiaji, Vol 2 No 1, November-Desember, 2017, hlm..

Melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat, program desa binaan diharapkan dapat memberikan dampak positif yang berkelanjutan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat

Sehingga perlu dilakukannya sosialisasi kepada masyarakat mengenai pengetahuan apa itu desa wisata berbasis eco-village , meningkatkan kesadaran masyarakat akan

Upaya pembaharuan untuk mengembangkan destinasi wisata merupakan hal penting sebagai daya tarik wisatawan Pelaksanaan peremajaan desa wisata dilakukan melalui : 1 meningkatkan

Kerangka Teoristik Karangka teori yang digunakan peneliti dimaksud untuk memudahkan dalam memahami dalam pelaksanaan penelitian “Analisis Pengembangan Pariwisata Berbasis Potensi