• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKSIM SOPAN SANTUN BAHASA TOLAKI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKSIM SOPAN SANTUN BAHASA TOLAKI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296 MAKSIM SOPAN SANTUN BAHASA TOLAKI

Astriani

astrianicby94@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini berjudul “Maksim Sopan Santun Bahasa Tolaki”. Penelitian ini didasari latar belakang, bahwa dalam penuturan bahasa Tolaki oleh generasi orang Tolaki sekarang kurang memperhatikan maksim sopan santun dalam berbicara. Hal ini disebabkan karena terbatasnya pengetahunan penutur tentang jenis-jenis maksim sopan santun bahasa Tolaki. Bahasa Tolaki syarat dengan nilai-nilai sopan santun sehingga perlu untuk dikaji. Berdasarkan latar belakang masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah jenis-jenis maksim sopan santun bahasa Tolaki.Tujuan yang akan dicapai dari masalah tersebut adalah dapat mendeskripsikan jenis-jenis maksim sopan santun bahasa Tolaki. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan jenis penelitian ini termasuk penelitian lapangan. Hasil analisis menujukkan bahwa dalam bahasa Tolaki terdapat jenis-jenis maksim sopan santun yakni (1) maksim kearifan atau

lulumbenao (2) maksim kedermawaan atau pesawa (3) maksim pujian atau morere (4) maksim

kerendahan hati atau okino pokolaloi’i dowono(5) maksim kesimpatian atau mombeririako (6)

maksim kesepakatan atau mesambepe.

Pendahuluan

Bahasa yang digunakan oleh manusia dapat dijadikan sebagai pengungkap masalahkebudayaan suatu masyarakat. Eksitensi bahasa dalam diri setiap manusia tidak terlepas dari berbagai aspek kehidupan. Peranan bahasa yang sangat penting bila dihubungkan dengan dunia moderen sekarang ini.Bahasa daerah sebagai bagian dari kebudayaan sangat bermanfaat bagi masyarakat pemakainya terutama sebagai alat komunikasi antarsesamanya. Dengan demikian bahasa dapat menjadi penerusnya saling pengertian, saling sepakat, saling membutuhkan dalam kehidupan. Dengan kata lain, bahasa-bahasa daerah digunakan sebgai alat komunikasi antarsuku dalam suasana informal untuk menujukkan penghargaan atau rasa hormat, rasa akrab terhadap lawan bicara yang berasal dari kelompok yang sama. Di samping itu, melalui bahasa daerah akan terpupuk rasa persatuan dan kesatuan antarwarga masyarakat penuturnya.

Berdasarkan kenyataan tersebut, maka perlu diadakan suatu penelitian dan pengkajian yang sistematis dalam rangka melestarikan budaya bangsa, terutama bahasa-bahasa daerah yang tersebar di seluruh wilayah nusantara dan sebagai salah satu bagian bahasa daerah adalah bahasa-bahasa yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara salah satunya adalah bahasa-bahasa Tolaki. Bahasa Tolaki adalah salah satu bahasa daerah yang terdapat di Sulawesi Tenggara yang merupakan bahasa utama masyarakat Tolaki. Hingga saat ini bahasa Tolaki tetap digunakan sebagai bahasa pergaulan dan alat komunikasi dalam alat sosial kultural Tolaki. Penutur bahasa Tolaki tersebar di empat Kabupaten dan satu Kota yaitu Kota Kendari, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe Utara dan Kabupaten Konawe Selatan. Penyebaran bahasa Tolaki dimulai dari wilayah sekitar Danau Matana bergeser ke arah selatan di hulu Sungai Lasolo dan konawe‟eha yang mula-mula berlokasi di Andolaki. Daerah tersebut merupakan pemukiman pertama orang tolaki. Selanjutnya, bahasa ini bergeser ke timur sampai di pesisir sungai Lasolo dan Lalindu di Kecamatan Mowewe. Triwuta, Lambuya, Unaaha, Wawotobi, Lasolo, Sampara, Mandonga, Kendari, Ranomeeto, Punggaluku, Tinanggea, Andoolo, Moramo, dan Wawoni‟i, ke selatan sampai di wilayah Kecamatan Wundulako dan Kolaka, dan ke barat sampai di wilayah Kecamatan Lasusua dan Pakue (Tarimana, 1993:70).

(2)

Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296

yakni (1) Jenis-jenis maksim sopan santun dalam berbahasa, (2) prinsip-prinsip sopan santun dalam berbahasa, dan (3) konteks berbahasa. Konteks yang dimkasud adalah seting, kegiatan, dan relasi dalam interaksi berbahasa, sehingga hal-hal yang berkaitan tempat, suasana, waktu, tingkah laku (sikap) berbahasa, hubungan kekeluargaan, dan hubungan kedinasan terabaikan sedangkan hal tersebut dalam bahasa Tolaki erat kaitannya dengan tata cara berbahasa yang disebut sikap sopan santun atau tatakrama berbahasa.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (Qodratillah,Meity Taqdir,dkk,2011: 294) maksim adalah pernyataan ringkas yang mengandung ajaran atau kebenaran umum tentang sifat-sifat manusia. Maksim (maxim) yang juga diistilahkan ungkapan atau pernyataan ringkas, merupakan bagian dari retorika antarpribadi. Retorika ini salah satu kajian pragmatik. Leech dalam Tarigan, (1993:80) mengklasifikasikan menjadi tiga prinsip retorika antarpribadi, yaitu (1) prinsip kerja sama, (2) prinsip sopan santun (prinsip ini menjadi kajian penelitian). Dan (3) prinsip ironi. Maksim sopan santun, kajian pragmatik yang mempelajari tentang bagaimana seseorang dapat mengungkapkan pernyataan dengan menujukkan sikap sopan santun kepada pihak lain sesuai aturan-aturan yang ada. Leech, (1993:206) menjelaskan bahwa secara umum maksim sopan santun berhubungan antara dua orang pemeran yaitu diri sendiri dan orang lain. Untuk mendapatkan gambaran tentang maksim sopan santun bahasa Tolaki dapat dilihat pada contoh berikut :

(1) Ale kona tanggalinggu

(4) Tabee, keno oki mobea, inaku mongoni tulungii ale’i kona tanggalinggu. „Permisi, kalau tidak berat, saya minta tolong ambil saya cangkulku‟ “Permisi, kalau tidak keberatan, saya minta tolong ambilkan saya cangkul”

Memperhatikan contoh maksim tersebut, deretan tuturan di atas memiliki tingkat kesantunan. Masing-masing tuturan (1) tuturan ini dipergunakan dalam komunikasi sehari-hari tetapi dalam maksim sopan santun tuturan tersebut tidak sopan karena selain nada ucapan agak tinggi apa bila dituturkan juga terkesan memaksa, hal ini tidak sopan walupun yang menuturkan lebih tua usianya. Tuturan (2) cukup sopan, tuturan (3) lebih sopan, dan tuturan (4) sangat sopan.

Yang menandakan sopannya pada kalimat (4) ditandai dengan kata “tabee” yang inti kalimatnya

tabee, keno oki mobea, inaku mongoni tulungii ale’i kona tanggalinggu. Maksim ini berdasarkan aturan atau inti pokok “buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin, dan buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin” (Leech,1993:206). Maksim seperti ini, termasuk bentuk maksim kearifan, merupakan salah satu diantara sekian banyak maksim sopan santun. Gambaran demikian yang akan dibahas lebih mendalam dalam penelitian ini.Mengungkapkan sebuah tuturan dalam berbahasa tidak ada yang berhak melarang, menyalahkan dan mengatur seseorang, tetapi perlu diketahui bahwa bangsa Indonesia kental dengan budaya sopan santun, budaya bertutur dan yang demikian merupakan sifat alamiah setiap suku bangsa di Indonesia termasuk bahasa Tolaki.

(3)

Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296

Penelitian maksim sopan santun sudah pernah dilakukan. Misalnya (1) maksim sopan santun bahasa Kulisusu, oleh Satria,(2005), (2) maksim sopan santun bahasa Bugis dialek Bone, oleh Rahman, (2000), (3) maksim sopan santun bahasa Muna dialek Tiworo kepulauan (TIKEP), oleh Suyadi, (2012). Penelitian tentang maksim sopan santun (kajian pragmatik) bahasa Tolaki belum pernah di lakukan. Untuk itu peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian terhadap permasalahan tersebut, sebagai wujud kecintaan pada bahasa daerah khususnya dan bahasa Indonesia pada umumnya. Dalam penelitian ini terjemahan yang saya gunakan ada dua bentuk yaitu terjemahan secara bebas dan terjemahan secara glos. Disamping itu alasan mendasar peneliti melakukan penelitian ini karena peneliti merasa prihatin terhadap kenyataan yang terjadi dimasyarakat Kabupaten Konawe Selatan Khususnya di Kelurahan Alangga Kecamatan Andoolo, dimana banyak para generasi muda yang tidak lagi mempunyai etika dan adab sopan santun dalam berkomunikasi, baik pada orang yang lebih muda, teman sebaya dan orang yang lebih tua.

Untuk itu dalam pembahasan ini bahwa pada dasarnya kegiatan berbahasa tidak sekedar menuturkan kata-kata menjadi kalimat sebagai lambang bunyi saja, kemudian orang lain (penyimak) mendengar dan memahami maknanya, tetapi selain itu prinsip sopan santun dalam mengungkapkan tuturan pun menjadi hal yang penting agar tidak menimbulkan sikap antipati, rasa tidak senang terhadap lawan bicara. Tentunya hal ini dapat berdampak terpeliharanya hubungan bermasyarakat yang baik. Dengan demikian maksim sopan santun sebagai kajian pragmatik pada bahasa daerah perlu dikaji dan dikembangkan dan ini pulahlah yang menjadi alasan peneliti mengadakan penelitian. Berdasaarkan latar belakang di atas, masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah jenis-jenis maksim sopan santun dalam bahasa Tolaki?. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan jenis-jenis maksim sopan santun dalam bahasa Tolaki.

Kajian Pustaka Pragmatik

Pragmatik ialah studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya (Levinson dalam Rahardi,2005:48). Pragmatik ialah menelaah ucapan-ucapan khusus dalam situasi-situasi khusus dan memusatkan perhatian pada aneka ragam cara yang merupakan wadah aneka konteks sosial. (Tarigan,1984:30). Pragmatik ialah menelaah keseluruhan perilaku insan, terutama dalam hubungannya dengan tanda-tanda dan lambang-lambang pragmatik memusatkan perhatian pada cara insan berperilaku dalam keseluruhan situasi pemberian dan penerimaan tanda. (George dalam Tarigan,1984:30).Mengacu kepada ke tiga pendapat di atas dapat dirumuskan bahwa pragmatik ialah telaah mengenai makna dalam hubungannya dengan aneka situasi ujaran.

Klasifikasi Jenis-jenis Pragmatik

Jenis-jenis pragmatik dapat diklasifikasikan dengan tujuan beberapa segi. Chaniago et.al. (1997:2.3) membagi hal tersebut sebgai berikut.

1) Fungsi tindak tutur, dikenal tiga jenis pragmatik yaitu (1) lokusi, (2) ilokusi, dan (3) perlokusi.

2) Implikatur, terdiri atas (1) implikatur konvensional, (2) implikatur nonkonvensional.

3) Rujukan atau referensi, terdapat jenis pragmatik (1) anafora dan (2) katafora

4) Prinsip kerja sama, dikenal jenis pragmatik atau maksim percakapan, yaitu (1) maksim

kuantitas, (2) maksim kualitas, (3) maksim hubungan, dan (4) maksim cara.

5) Prinsip sopan santun terdapat jenis pragmatik atau maksim : (1) kearifan (2) kedermawaan

(3) pujian (4) kerendahan hati (5) kesepakatan dan (6) kesimpatian.

6) Pranggapan, terdapat jenis pragmatik : (1) pranggapan semantik dan (2) peranggapan

pragmatik.

(4)

Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296

1) J.R Sarle dalam Tarigan (1984:42-43) mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan

kriteria seperti berikut ini :

(a) Asertif : bentuk tuturan yang melibatkan pembicara pada kebenaran proposisi yang

diekspresikan, misalnya menyatakan, memberitahukan, menyarankan,

membanggakan, mengeluh, menuntut, melaporkan. Ilokusi-ilokusi seperti ini cenderung bersifat netral dari segi kesopansantunan, kecuali sikap membanggakan, menyombongkan dianggap tidak sopan.

(b) Direktif : bentuk tuturan yang dimaksudkan untuk menimbulkan beberapa efek

melalui tindakan sang penyimak, misalnya memesan, memerintahkan, memohon, meminta, menyarankan, menganjurkan, menasihatkan. Tujuan ilokusi ini bersaing dengan tujuan sosial misalnya meminta, menuntut, mengemis, dan sebagainya. Efek tuturan tersebut negatif, tetapi dalam hal kesopansantunan menjadi penting. Sebaliknya impositif (undangan) pada hakikatnya dianggap sopan.

(c) Komisif : bentuk tuturan yang melibatkan pembicara pada beberapa tindakan yang

akan datang misalnya : menjanjikan bersumpah, menawarkan, memanjatkan (doa), dan lain-lain.

(d) Ekspresif : bentuk tuturan yang mempunyai fungsi mengekspresikan, mengungkapkan

atau memberitahukan sikap psikologis sang pembicara menuju suatu pernyataan keadaan yang diperkirakan oleh ilokusi. Misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memaafkan, memuji, menyatakan belasungkawa, dan lain-lain.

2) Kebijaksanaan dan Kesopansantunan

Bagaimanakah hubungan antara kebijaksanaan dan kesopansantunan? Pertanyaan ini mengantar kita untuk memahami kedua sikap tersebut. Tarigan (1984:44) mengemukakan bahwa kebijaksanaan merupakan salah satu jenis atau aspek kesopansantunan. Dengan demikian ada baiknya jika kita menghubungkan aneka tindak ilokusi secara tepat dengan aneka jenis kesopansantunan yang serasi.

3) Paradoks Santun Pragmatik

Adalah suatu atribusi sikap yang bertentangan pada para partisipan dalam suatu dialog

(Tarigan, 1984:39).Orang dapat memperdebatkan bahwa dalam lingkaran „kesopansantunan yang

ideal‟, penentuan kedua partisipan dalam wacana haruslah sama hormatnya dengan satu sama lain akan menimbulkan suatu kemunduran yang tiada terhingga dalam „logika‟ perilaku percakapan.

4) Skala Pragmatik

Salah satu skala pragmatik yang berkaitan erat dengan maksim sopan santun adalah skala untung rugi. Dimana skala untung rugi ini diperkirakan untung-rugi dari penawaran tindakan A bagi bicara atau penyimak. Skala ini terbagi terbagi atas dua skala yang berbeda, yaitu: skala untung rugi bagi pembicara dan skala untung rugi bagi penyimak (Tarigan, 1984:64).

Maksim Sopan Santun

Maksim sopan santun adalah kajian pragmatik tentang bagaimana seseorang dapat mengungkapkan pernyataan dengan menujukkan sikap sopan kepada pihak lain sesuai aturan-aturan yang ada. (Leech, 1993:206)

Maksim sopan santun adalah kajian pragmatik berupa ungkapan yang berkaitan dengan hubungan antara dua partisipan yang dapat kita sebut sebagai diri sendiri dan orang lain. Dalam percakapan diri sendiri biasanya dikenali sebagai pembicara, dan orang lain sebagai penyimak (Tarigan, 1984:75)

Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa maksim sopan santun ialah sebuah ungkapan atau tuturan yang berkaitan dengan dengan perilaku sopan santun untuk menyatakan sesuatu hal sesuai aturan atau prinsip maksim, antara pembicara dan penyimak.

(5)

Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296

Mengacu pada prinsip kesopanan maksim dapat dibagi beberapa jenis. Leech (1993:206) membagi menjadi enam jenis, sebagai berikut.

Maksim Kearifan (tach maxim)

Gagasan dasar maksim kearifan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa para peserta pertuturan hendaknya berpegang pada prinsip inti dalam maksim kearifan adalah buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin dan buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin. Maksim ini diungkapkan dalam tuturan impositif dan komisif. Orang yang berpegang dan melaksanakan maksim kearifan akan dapat dikatakan sebagai orang santun.

Maksim Kedermawaan (generosity maxim)

Dengan maksim kedermawaan atau maksim kemurahan hati, para peserta pertuturan diharapkan dapat menghormati orang lain. Penghormatan orang lain akan terjadi apabila berpegang pada prinsip maksim inti yang berdasarkan aturan buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin dan buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin. Maksim kedermawaan ini diungkapkan dalam tuturan impositif dan komisif.

Maksim Pujian (approbation maxim)

Di dalam maksim pujian dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan pujian kepada pihak lain. Dengan maksim ini inti pokoknya berdasarkan aturan kecam orang lain sedikit mungkin dan pujilah orang lain sebanyak mungkin. Maksim ini di ungkapkan dalam tuturan ekspresif dan asertif.

Maksim pujian oleh Leech (1993) diistilahkan maksim rayuan dalam arti rayuan digunakan untuk pujian yang tidak tulus, seperti merayu, menjilat. Aspek negatif yang menjadi penting dalam hal ini adalah jangan mengatakan hal-hal yang tidak menyenangkan orang lain (Leech, 1993:212).

Maksim Kerendahan Hati (modesty maxim)

Aturan pengungkapan maksim ini mengacu pada prinsip pujilah diri sendiri sedikit mungkin dan kecamlah diri sendiri sedikit mungkin. Maksim kerendahan hati diungkapkan dalam tuturan ekspresif dan asertif.

Di dalam maksim kerendahan hati atau maksim kesederhanaan peserta tutur diharapkan dapat bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri. Orang akan dikatakan sombong dan congkak hati apabila di dalam kegiatan bertutur selalu memuji dan mengunggulkan dirinya sendiri. Dalam masyarakat bahasa dan budaya Indonesia, kerendahan hati dan kesederhanaan banyak digunakan sebagai parameter penilaian kesantunan (Rahardi, 2005:64).

Maksim Kesepakatan (agreement maxim)

Maksim kesepakatan intinya adalah usahakan agar kesepakatan antara diri dan orang lain terjadi sedikit mungkin dan usahakan agar kesepakatan antara diri dan orang lain terjadi sebanyak mungkin. Maksim ini diungkapkan dalam tuturan ekspresif dan asertif.

Maksim Kesimpatian (sympathy maxim)

(6)

Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296

halnya dengan maksim-maksim sebelumnya, maksim ini diungkapkan dalam tuturan ekspresif dan asertif.

Sosiopragmatik

Menurut (Leech,1993:15) sosiopragmatik ialah tuturan yang dikaitkan dengan kondisi tertentu, kebudayaan dan masyarakat pemakai bahasa yang berebeda, serta kondisi kelas sosial yang berbeda.

Tarigan (1984:26) menjelaskan bahwa sosiopragmatik adalah telaah mengenai kondisi-kondisi setempat atau kondisi-kondisi-kondisi-kondisi lokal yang lebih khusus mengenai penggunaan bahasa.

Dalam masyarakat setempat yang lebih khusus ini jelas terlihat bahwa prinsip kerja sama dan prinsip kesopansantunan berlangsung secara berubah-ubah dalam kebudayaan yang berbeda-beda atau aneka masyarakat bahasa, dalam situasi-situasi sosial yang berberbeda-beda-berbeda-beda, diantara kelas-kelas sosial yang berbeda-beda, dan sebagainya, dengan perkataan lain sosiopragmatik merupakan tepal betas sosiologis pragmatik.

Metode dan Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Penggunaan metode ini bertujuan untuk mendeskripsikan hasil penelitian secara rinci dan mendalam sesuai sifat alamiah bahasa yang diteliti. Deskriptif adalah suatu metode yang menggambarkan data secara alamiah, serta menghasilkan kaidah-kaidah kebahasaan secara linguistik (Djadjasudarma, 1993:15).Metode deskriptif digunakan dalam penelitian ini terutama dalam hubungan langsung dengan pengumpulan data, pengkajian data, dan penyajian data dalam laporan penelitian.

Jenis penelitian ini termasuk penelitian lapangan karena data yang diperoleh adalah data lisan oleh karena itu, peneliti langsung kelokasi penelitian untuk mengumpulkan data sesuai dengan masalah penelitian. Penelitian lapangan melibatkan masyarakat sebagai informan dan sumber data penelitian ini (Djadjasudarma, 1993:6).

Data dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data lisan berupa tuturan yang bersumber dari penutur asli Tolaki khususnya Kelurahan Alangga Kecamatan Andoolo (informan) yang ada hubungannya dalam masalah penelitian ini. Data penelitian ini diperoleh di Kelurahan Alangga Kecamatan Andoolo Kabupaten Konawe Selatan. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan bahwa masyarakatnya belum bercampur dengan penutur bahasa daerah lain.

Sumber data lisan diperoleh dari sejumlah informan yang termasuk penutur asli bahasa Tolaki. Informan tersebut berjumlah lima orang yang merupakan tokoh masyarakat dibidang agama, adat istiadat, petani dan generasi muda. Dari informan tersebut di harapkan dapat memberikan data yang betul-betul asli.

Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode cakap dan simak. Metode cakap yakni cara yang ditempuh dalam pengumpulan data berupa percakapan antara peneliti dan informan. Sedangkan metode simak yaitu cara yang digunakan untuk memperoleh data dengan menyimak penggunaan bahasa (Mashun,2007:92-95).

(7)

Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296

tuturan-tuturan yang dianggap berhubungan dengan masalah penelitian. Teknik rekam digunakan dengn pertimbangan bahwa data yang diteliti adalah data lisan. Setelah data terkumpul, peneliti juga menggunakan tekni-teknik sebagai berikut :

1. Teknik cakap semuka yaitu peneliti langsung mendatangi daerah pengamatan dan

melakukan percakapan dengan informan dengan memberikan pertanyaan sesuai dengan masala h penelitian.

2. Teknik rekam yaitu peneliti merekam data dari informan guna memperoleh data yang

jelas.

3. Teknik catat yaitu teknik yang digunakan dengan mencatat pemakaian bahasa lisan yang

bersifat spontan.

4. Teknik introspeksi, yaitu teknik pengumpulam data yang digunakan melalui teknik

elisitasi, teknik ini dapat digunakan karena peneliti juga asli bahasa Tolaki.

Metode dan Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data peneliti menggunakan pendekatan struktural. Pendekatan ini sesuai dengan objek penelitian yaitu jenis-jenis maksim sopan santun. Pendekatan ini digunakan sejalan dengan pandangan Des Sausure (Djajasudarma,1993:60) yang menyatakan bahwa bahasa merupakan sistem yang unsur-unsurnya saling berhubungan untuk membentuk satu kesatuan yang utuh.Analisis data dilakukan dengan menggunakan pendekatan sosiopragmatik, sebuah pendekatan yang menelaah tuturan-tuturan yang berkaitan dengan kondisi tertentu, kebudayaan-kebudayaan dan masyarakat pemakai bahasa yang berbeda yang dikaitkan sopan santun berbahasa Toalaki.Analisis data dilakukan melalui tahapan-tahapan, sebagai berikut :

1. Identifikasi data, maksudnya data yang sudah ada diberi kode sesuai permasalahan

penelitian.

2. Klasifikasi data adalah mengklasifikasikan data berdasarkan permasalahaan penelitian.

3. Interprestasi maksudnya adalah suatu proses penafsiran data yang telah diklasifikasikan.

Hal itu dimaksudkan agar mudah untuk mengelompokkan tuturan tersebut menurut karakteristik tertentu yakni :

KONTEKS Sesuai dengan keadaan saat dialog berlangsung

DATA

Penutur I ………..

Penutur II ………..

4. Deskripsi data maksudnya data yang sudah diklasifikasikan kemudian di interprestasi,

dirumuskanlah menjadi sebuah kesimpulan setiap pokok permasalahan.

Pembahasan dan Hasil Penelitian Maksim Kearifan

(8)

Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296 Metena (Menyuruh/Memerintahkan)

KONTEKS Dialog seorang Ibu dan Bapak di sebuah tempat, Ibu menyuruh Bapak untuk mengerjakan sesuatu pada waktu sore hari, umur Ibu lebih muda dari Bapak.

Status sosial Ibu dan Bapak kurang lebih sama (situasi nonformal) DATA

Penutur 1 Hawo laa niowaimiu Ama?.

Apa ada dibuat Bapak ?. Sedang buat apa Pak?. (data 1)

Penutur II Tambuiki, Laa paralumiu?

Tidak ada, ada perlu Anda ?. „Tidak ada, Anda perlu apa?‟

Penutur I Oho, laa i ino paralunggu, keno tewaliki tueikonapokai kowunanggu laa ine

hori laika.

Iya, ada ini perluku, kalau bisa tebangkan bambu saya ada di dekat rumah. „Iya, ada perlu saya, kalau bisa tebangkan saya bambu yang ada di dekat rumah‟.

Konteks dialog di atas termasuk tuturan „lulumbenao‟ (maksim kearifan). Dimana konteks dialognya menyatakan, menyuruh, atau memerintah seseorang untuk mengerjakan sesuatu. Tuturan-tuturan di atas termasuk tuturan sopan, karena tuturannya sangat mengedepankan sikap arif tidak memaksakan kehendak dalam mengutarakan maksud dan tujuan (Pa) kepada (Pk). (Pa) dan (Pk) sangat menyadari dan paham betul bagaimana bertutur yang sopan. Walaupun umur (Pa) dan (Pk) kurang lebih sama tetapi (Pa) menyuruh (Pk) untuk menebangkan bambu dengan sikap arif, (Pa) menyuruh dengan tidak memaksa (Pk). Kalimat yang menujukkan sikap tidak memaksa

yaitu pada tuturan keno tewaliki tueikonapokai kowunanggu laa ine hori laika „kalau bisa

tebangkan saya bambu yang ada di dekat rumah‟.

Mombokodunggu Oliwi (Menyampaikan Pesan)

KONTEK S

Seseorang yang diberi amanat dari orang lain untuk menyampaikan pesan disebuah rumah pada waktu siang, umur (Pa) lebih muda dari (Pk) dan status sosial (Pa) dan (Pk) kurang lebih sama. (situasi nonformal).

DATA

Penutur I Maamamiu noteeni keinaku nggo inggomiu tinena nggo umolai inimo ino o

tau. (data 3)

Paman Anda sampaikan kepada saya akan Anda disuruh untuk mengolah kebun di tahun ini.

„Paman Anda, menyampaikan kepada saya bahwa Anda yang akan mengolah kebun dei tahun ini‟.

Penutur II Maamamu noteeni keinaku, keno inggo’o laa niharapuno nggo umolai inimo

ino o tau. (data verifikasi 1)

Paman kamu, dia bilang kepada saya kalau kamu ada diharap akan mengolah kebun ditahun ini.

„Paman kamu, dia sampaikan kepada saya, kalau kamu yang diharapkan

untuk mengolah kebun ditahun ini.‟

(9)

Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296

sebagai penyampai pesan mengungkapkan tuturan yang menujukkan sikap menghargai. Konsekuensi penutur (I) orang yang disampaikan pesan tergugah untuk melaksanakan pesan tersebut, terasa ada beban kalau tidak dilaksanakan karena pengaruh tuturan yang diucapkan oleh (Pa). Berbeda dengan penutur (II) tuturan itu tidak sopan karena (Pa) usianya lebih muda dari pada (Pk). Prinsip penuturan sopan santun berbahasa pembicara menghendaki apabila usia (Pa) lebih muda dari pada usia (Pk), Maka (Pa) harus mengungkapkan dan bersikap sopan. Pada penutur (II) tidak memperhatikan prinsip tersebut, bahkan (Pa) memperlihatkan sikap memandang enteng

orang lain. Kata yang menujukkan sikap tidak sopan adalah kata mamamu „pamanmu‟ dan kata

inggo’o „kamu‟ sapaan yang tidak sopan. Kata inggo’o akan lebih sopan jika yang menuturkan orang yang lebih tua kepada yang lebih muda.

Mongoni (Meminta)

Mongoni „meminta‟ dalam bahasa Tolaki terbagi atas dua kategori yakni (1) Mongoni

yang menyatkan menyuruh disebut „Mongoni Tulungi‟ yang diinginkan (Pa) adalah jasa seseorang

dan (2) Mongoni yang menyatakan meminta berupa barang.

KONTEKS

Seorang Ibu (Pa) meminta tolong „mongoni tulungi’ kepada Bapak (Pk) untuk membantu mengangkatakan sesuatu ke mobilnya pada waktu sore hari. Umur (Pa) lebih muda dari (Pk). (situasi nonformal).

DATA

Penutur I Hawo laa niowaimiu ama?.

Apa ada dibuat Bapak?.

„Apa dibuat sekarang Pak?‟. (data 4)

Penutur II Inaku laa mereu-rehu, laa hula paralumiu ina?

Saya ada duduk-duduk, ada mungkin perlunya Ibu?. „Saya sedang duduk-duduk, ada mungkin perlunya Ibu?‟.

Penutur I Menai ama. „Saya minta maaf, tolong dulu angkatkan padi saya di mobil‟.

Tuturan dialog di atas syarat dengan nilai sopan santun. (Pa) dan (Pk) sangat menyadari dan paham betul bagaimana bertutur yang sopan. Tuturan yang diucapkan menujukkan sikap saling menghormati dan menghargai serta sikap persaudaraan. Walaupun yang menuturkan lebih

muda usianya, (Pa) sangat memperhatikan maksim lulumbenao. (Pa) mencoba mengungkapkan

tuturan yang sopan yang dimintai pertolongan sehingga timbullah keinginan untuk mengabulkan permintaan tersebut. (Pk) tidak merasa dirugikan karena didorong oleh rasa persaudaraan dan sikap tolong menolong serta sikap saling menghargai.

KONTEKS

Dialog antara seorang Ibu dan Bapak disebuah rumah, tentang permintaan sesuatu pada waktu siang hari, umur Ibu lebih muda dari pada Bapak. (situasi informal)

DATA

Penutur 1 Inaku mongoni tulungi laa ino nggo pinongoninggu ine inggomiu.

Saya minta tolong, ada ini akan saya minta ke Anda.

„Saya minta tolong, ada yang ingin saya minta kepada Anda‟.

Penutur II Ina, wahoto itu’o?.

(10)

Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296

Penutur I Inaku nggo mongoni wohamiu asobita.

Saya akan minta beras Anda sedikit.

„Saya minta beras Anda sedikit‟.(data verifikasi 2)

Tuturan di atas termasuk tuturan meminta „mongoni‟. Tuturan terserbut digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari bagi orang Tolaki. Dari segi kesopansantunan tuturan tersebut tergolong sopan. Sopannya tuturan di atas karena tuturan tersebut terkesan tidak memaksa. (Pa) dengan sikap arif dan tidak memaksakan kehendak kepada (Pk) dalam meminta beras. tuturan di atas sangat memperhatikan prinsip maksim kearifan dia mencoba mengungkapkan tuturan yang sopan sebagai orang yang diminta beras. (Pk) merasa dihargai, dihormati, sehingga timbullah keinginan untuk mengabulkan permintaan tersebut.Yang perlu diperhatikan dalam tuturan

mongoni „meminta‟ adalah menjaga agar tuturan (Pa) tidak menyinggung perasaan (Pk). Buatlah

(Pk) merasa senang karena tuturan (Pa) yang sopan, dengan demikian maksud dan tujuan (Pa)

dapat tercapai. Dialog (1) dan (2) berbeda maksudnya, dialog (1) menyatakan mongoni tulungi

„minta tolong‟ sedangkan dialog (2) mongoni o woha „minta beras‟.

Maksim Kedermawaan

Tuturan maksim kedermawaan (pesawa), inti pokoknya bahwa maksim kedermawaan ini adalah jenis maksim sopan santun dalam bertutur yang menuntut penutur agar membuat keuntungan pada diri sendiri sekecil mungkin, dan membuat kerugian pada diri sendiri sekecil mungkin. Maksim kedermawaan diungkapkan dalam tuturan impositif dan komisif. Lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh berikut ini.

Metena (Menyuruh/ Memerintah)

KONTEKS (Pa) menyuruh kepada (Pk) untuk mengerjakan sesuatu di sebuah tempat pada

waktu pagi hari, umur (Pa) lebih tua dari (Pk). (situasi nonformal). DATA

Penutur I Lakoto mombokondau !

Pergi mengajar.

„Pergilah mengajar‟.(data verifikasi 3)

Penutur II Oho, ninggiropo, kulaa mokoari‟i le‟esu indionggu.

Iya, sebentarpi, saya sedang selesaikan dulu pekerjaanku. „Iya, sebentar, saya sedang selesaikan dulu pekerjaan saya‟.

Tuturan tersebut termasuk tuturan pesawa. Dimana konteks dialognya menyatakan

menyuruh atau memerintahkan seseorang untuk mengerjakan sesuatu. Inti pembicaraan pada tuturan di atas terasa sangat sopan karena penutur menyuruh lawan tuturnya dengan ucapan lemah lembut serta tidak langsung menyuruh dengan memaksa. Tuturan tersebut baik lawan tutur atau penyimak masing-masing tidak ada yang merasa dirugikan.

Mongoni (Meminta)

KONTEK S

Dialog seorang Ibu meminta dengan sangat kepada temannya untuk ikut bersamanya atau meminta sesuatu hal, tempatnya disebuah rumah pada waktu pagi hari, umur (Pa) lebih tua dari (Pk). status sosial kurang lebih sama.(situasi nonformal).

DATA

Penutur I Keno tewaliki kuonggo watukomiu lako i Kandari.

Kalau bisa saya mau ikut Anda pergi ke Kendari. „Kalau bisa saya ingin ikut Anda pergi ke Kendari‟(data 5)

Penutur II Hawo nggo lako niowaimiu i Kandari ?.

(11)

Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296 „Anda mau buat apa ke Kendari ?‟.

Penutur I Kuonggo watukomiu molako-lako, mokongarenggu moiya i kambo lau-lau.

Saya akan ikut Anda jalan-jalan, saya malas tinggal di kampung terus.

„Saya akan ikut Anda jalan-jalan, saya malas tinggal di kampung terus-menerus‟.

P enutur II Oho, inggomiu tewalikai watukeaku lako i Kandari .

Iya, Anda bisa ikut saya pergi ke Kendari . „Iya, Anda bisa ikut saya pergi ke Kendari‟.

Tuturan-tuturan dari dialog di atas syarat dengan nilai sopan santun, tuturan di atas memiliki inti pembicaraan yaitu meminta „mongoni‟ dari segi nilai sopan santun dialog di atas sangat sopan dimana seorang Ibu meminta kepada temannya untuk mengikutinya pergi ke Kendari dengan sikap rendah hati tanpa memaksa sedikitpun terhadap (Pk). Kalimat sopannya ditandai

dengan kalimat keno tewaliki „kalau bisa‟, inggomiu ‘Anda‟ dan kata watukomiu „ikut Anda‟.

Anda merupakan sapaan yang sopan apa lagi yang menuturkan tuturan di atas umur (Pa) lebih muda dari (Pk).

Maksim Pujian

Moreree „memuji‟ termasuk dalam salah satu jenis maksim sopan santun bahasa Tolaki.

Maksim ini digunakan untuk menyatakan pujian, sanjungan kepada seseorang, kelompok, dan

kepada diri sendiri ‘moreree dowo’ atau dengan kata lain bahwa maksim moreree dituturkan

kepada (1) moreree toono suere disebut memuji orang lain dan (2) moreree dowo disebut memuji

diri sendiri. Menuturkan maksim moreree harus didasari aturan „perbanyaklah mengungkapkan

tuturan yang memuji orang lain dan kurangilah memuji diri sendiri‟. Inti maksim ini adalah (Pa) harus mampu mengungkapkan tuturan berupa rayuan, sanjungan agar (Pk) dapat merasa senang dengan menyenangkan perasaan orang lain melalui tuturan dan memperhatikan prinsip umum bahasa Tolaki. Berarti seseorang sudah menujukkan sikap sopan santun berbahasa dan yang demikian itu merupakan wujud sopan santun. Maksim ini dapat diungkapkan dalam tuturan ekspresif. Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut:

Moreree Toono Suere (Memuji Orang Lain)

KONTEKS

(Pa) menuturkan tuturan moreree kepada (Pk) tempatnya di sebuah rumah

pada waktu sore hari. Usia (Pa) lebih muda dari pada (Pk). Status sosial yang berbeda (situasi nonformal).

DATA

Penutur I Momahenoto tasimiu kuehei modeleno ronga warnano.

Cantiknya tas Anda saya suka modelnya dengan warnanya. „Cantiknya tas Anda saya suka model dan warnanya‟. (data 6)

Penutur II Iye ? tarima kasih, RB ikaa hae ino.

Iya ? terima kasih, RB ini. „Iya ? terima kasih ini hanya RB‟.

Penutur I Humbee po’oliamiu? kuonggo mo’oli i tonggu.

Di mana beli Anda? akan beli juga saya .

„Di mana Anda beli? saya akan membelinya juga‟.

(12)

Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296

berusaha menyenangkan hati/perasaan (Pk). Dalam hal ini dalam menuturkan maksim moreree

penutur haruslah menyatakan pujiannya terhadap (Pk) tanpa menyinggung perasaan (Pk).

Moreree Dowo / Memuji Diri Sendiri

Tuturan ini sudah lazim bagi penutur bahasa Tolaki khususnya penutur yang berdomisili di Kelurahan Alangga. Walaupun tatakrama berbicara kurang berterima oleh masyarakat karena sikap dan nilai tuturan tersebut menujukkan sikap sombong, angkuh, atau merasa dirinya saja yang

teratas istilahnya peperere Tuturan pepereree menyimpang dari aturan maksim moreree „maksim

pujian‟ sehingga tidak digolongkan maksim moreree. Untuk lebih jelasnya dapat dibaca data berikut.

KONTEKS Seorang laki-laki tua menuturkan tentang rumah yang paling bagus di

kampungnya, tepatnya di halaman rumah pada waktu sore hari, status sosial kelas menengah. (situasi informal)

Tuturan II Keno pinikiri inaku ika’i nggo tewali dadi kapala lurah ine kambo ino.

Kalau dipikir saya saja yang bisa jadi kepala lurah di kampung

rumahnya saja yang bagus, yang lain jelek semua. Inaku ika’i nggo tewali „saya saja yang pantas‟

kedua sikap dan tuturan seperti itu sangat tidak terpuji terlalu memandang enteng orang lain. Hal ini bertentangan dengan dengan budaya dan adat istiadat, sehingga tuturan demikian tergolong tidak sopan.

KONTEKS

Seorang Bapak (Pa) menuturkan pujian terhadap rumahnya untuk dijualnya kepada (Pk), tepatnya disebuah rumah pada waktu sore hari status sosial kelas menengah. (situasi nonformal)

DATA

Penutur I Laikanggu ino meambo dahu keunggo inggomiu menggenakei ronga laika

suere laikangguikai laa molua halamano

Rumahku ini bagus sekali, kalau Anda samakan dengan yang lain rumahku saja yang luas halaman rumahnya

„Rumahku ini sangat bagus kalau Anda bandingkan dengan yang lain hanya rumah saya saja yang luas halamannya‟. (data 8)

Tuturan di atas merupakan maksim moreree. Jika dilihat dari segi nilai sopan santun

tuturan di atas termasuk tuturan yang menyombongkan diri tetapi karena konteks kalimat di atas (Pa) menuturkan pujian terhadap rumahnya sendiri agar (Pk) merasa tertarik. Tuturan tersebut termasuk hal yang wajar karena (Pa) sedang mempromosikan rumahnya agar (Pk) tertarik dan

ingin membeli rumahnya. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa maksim moreree adalah

(13)

Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296 Maksim Kerendahan Hati

Aturan maksim kerendahan hati (okino pokolaloi’i dowono) mengacu pada aturan hindari menuturkan kata-kata yang meninggikan diri sendiri atau membanggakan diri. Perbanyaklah

menuturkan kata-kata merendah diri. Maksim okino pokolaloi’i dowono diungkapkan dalam

tuturan asertif. Lebih jelasnya dijelaskan berikut ini: Metena (Menyuruh/Memerintah)

KONTEKS

Dialog antara kedua tukang kayu, tempatnya disebuah rumah pada waktu siang hari, A meminta bantuan kepada si B untuk menyelesaikan lemari yang dibuat A, usia A lebih tua dari pada B. (situasi nonformal)

DATA

Penutur I Pokoarii’i kona leesu lamaringgu, Ama! teembe inaku oki kusanggu

umindioi.

Selesaikan saya dulu lemariku, Bapak! Karena saya tidak sanggup kerjakan. „Selesaikan dulu lemari saya Pak! Karena saya tidak mampu kerjakan. (data verifikasi 6)

Penutur II No pokoowose-wosei penaono ronga pongoniano, indionggu ronga

indiono okino penggena, indionggu okino meambo.

Dia kasi besar-besar hati dengan permintaannya, pekerjaanku dengan pekerjaannya tidak sama, pekerjaanku tidak bagus.

„Dia kasih besar-besar hati dengan permintaanya, sebenarnya pekerjaanku dengan pekerjaanya tidak sama, pekerjaanku tidak bagus‟. (data 9)

Dialog tersebut adalah percakapan antara penutur I seorang tukang kayu (pembuat lemari) yang meminta tolong kepada penutur II (juga pembuat lemari). Inti dialog tersebut penutur I tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya, dan penutur II menyanggupi pekerjaan tersebut dengan menuturkan kata-kata sopan dengan menujukkan sikap rendah diri. Si penutur II menujukkan rasa hormat dengan tuturan „terima kasih atas permintaannya‟ kemudian dia melanjutkan „saya tidak dapat menyamai anda‟, ditambah ungkapan cara kerja yang saya jelek. Tuturan seperti itulah yang

disebut maksim okino pokolaloi’i dowono. Si penutur II menerima pekerjaan itu dengan sikap

merendah diri dan bukan tidak mungkin cara kerja si penutur II lebih baik, hanya si penutur II tidak menujukkan sikap sombong atau sikap membanggakan diri sendiri karena dimintai menyelesaikan kursi yang tidak dapat diselesaikan oleh si penutur I. Rangkaian tuturan dan sikap si penutur II menujukkan sikap sopan santun selain itu, unsur pada kata pada akhir kata permintaan

anda dan sapaan Pak pada kata lamaringgu Ama sebagai unsur prinsip umum dalam menuturkan

maksim sopan santun berbahasa Tolaki terpenuhi.

KONTEKS

Dialog antara kedua tukang kayu, tempatnya disebuah rumah pada waktu siang hari, A meminta bantuan kepada si B untuk menyelesaikan lemari yang dibuat A, usia A lebih tua dari pada B. (situasi nonformal)

DATA

Penutur I Pokoari’i kona leesu lamaringgu, Ama, teembe inaku oki kutulei umindioi.

Selesaikan saya dulu lemariku Bapak, karena saya tidak mampu kerjakan. „Selesaikan dulu lemari saya, Bapak! karena saya tidak mampu kerjakan‟.(data verifikasi 7)

Penutur II Ikeni ronga lamari hendeituoikaa oki utulei inggo’o wowai’i, keno

inaku lamari hendenggituo okino menggau kuindioi .

Mari! Dengan lemari seperti itu saja tidak mampu kamu kerjakan, kalau saya lemari seperti itu tidak lama saya kerjakan.

„Mari! Hanya dengan lemari seperti itu tidak mampu kamu kerjakan, kalau saya lemari seperti itu tidak lama saya kerjakan‟.(data 10)

Tuturan dalam dialog tersebut sangat jelas sikap dan nilai tuturannya. Si penutur II

(14)

Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296

hendeituoikai oki utulei wowai’i‟. „hanya lemari seperti itu tidak mampu kamu kerjakan‟. Hal ini bertentangan dengan sikap merendah diri, tentu pula tuturan yang diungkapkan oleh si penutur II

tidak sopan melanggar ketentuan maksim okino pokolaloi’i dowono. Selain itu, kata „inggo’o oki

utulei wowai’i’ menjadikan tuturan tersebut tidak sopan karena sebagi orang lebih muda usianya tidak pantas menuturkan kata seperti itu.

Mongoni (Meminta)

KONTEKS

(Pa) adalah orang yang berusia muda yang berpendidikan tinggi, diminta untuk memberikan nasihat kepada masyarakat. Tempatnya di balai desa pada waktu siang hari.(situasi informal).

DATA

Penutur I Inggomiu laa pinarasaea nggo mombokodunggu naseha.

Anda ada dipercaya akan menyampaikan nasihat „Anda dipercaya untuk menyampaikan sebuah nasihat‟

Penutur II Inaku mongoni o ambo, batuano inaku ino oponohori tewali mowekomiu

naseha keinggomiu naluwuako, masalano umurunggu laika tonia.

Saya minta maaf, sebenarnya saya ini belum bisa memberikan nasihat ke Anda semuanya, soalnya umur saya masih muda.

„Saya minta maaf, sebenarnya saya ini belum pantas memberikan nasihat pada Anda semua, soalnya umur saya masi muda‟. (data 11)

Mencermati tuturan tersebut maksim okino pokolaloi’i dowono di atas menujukkan sikap

sopan santun. Tuturan di atas menujukkan bahwa (Pa) tidak merasa pantas memberikan nasihat karena umurnya masih muda. Sikap yang ditunjukkan (Pa) dalam bertutur adalah sikap merendah diri, tidak ambisi. Dengan demikian, Tuturannya pun tergolong tuturan merendah hati dan hal ini merupakan wujud dari sikap sopan santun bahasa Tolaki. Sopannya tuturan di atas menujukkan

pada kalimat inaku mongoni o ambo „saya meminta maaf‟ serta pada kata inggomiu „Anda‟.

Moreree (Memuji)

KONTEKS

(Pa) menyampaikan pujian terhadap (Pk) tentang kepintarannya, tempatnya di halaman rumah pada waktu sore hari. Umur (Pa) lebih muda dari pada (Pk) tetapi status sosial sama. (situasi nonformal)

DATA

Penutur I Pindaramiuto monahu.

Pintar Anda memasak.

„Anda sangat pintar memasak‟. (data 12)

Penutur II Ah tatadenoikaa, laikaa dadio toono laa pindara ari inaku

Ah, biasa-biasa saja, masih banyak orang ada pintar dari saya. „Ah, biasa-biasa saja, masih banyak yang lebih pintar dari saya‟.

Tuturan di atas termasuk tutura okino pokolaloi’i dowono Karena menujukkan sikap

rendah hati, walaupun kenyataannya apa yang diutarakan oleh (Pa) itu terhadap (Pk) sesuai dengan apa yang dilihat, Tetapi sikap (Pk) merendah diri. Misalnya pada tuturan (1), (Pa) mengatakan terhadap (Pk) bahwa “Pindaramiuto monahu” tetapi (Pk) selalu merendah hati dengan mengatakan „biasa-biasa saja, masih banyak yang lebih pintar dari saya‟. (Pk) selalu mengatakan dengan sikap rendah hati walaupun dipuji atau disanjung-sanjung. Tuturan (1) adalah memenuhi maksim okino pokolaloi’i dowono atau kerendahan hati, karena lahir dari perasaan rendah hati dan budaya yang disepakati oleh penutur bahasa Tolaki.

Uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa maksim okino pokolaloi’i dowono

(15)

Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296

tuturan yang tidak menujukkan sikap meremehkan orang lain dan membanggakan diri sendiri. Hal tersebut sangat erat kaitannya dengan adat dalam berhasa Tolaki. Dengan kata lain sikap dan nilai tuturannya tersebut memenuhi sikap sopan santun.

Maksim Kesimpatian

Tuturan maksim kesimpatian ini (momberirioako) pengungkapannya disadari nilai

persaudaraan, nilai kekeluargaan, musibah, sedih dan kegembiraan yang dialami oleh orang lain menjadi bagian dari diri sendiri. Mereka menganggap bahwa apa yang dialami oleh orang lain perlu dirasakan juga.Sikap yang dapat diwujudkan adalah ikut merasakan, yakni merasakan kegembiraan apabila orang lain sedang bergembira melalui ungkapan yang sopan. Sikap seperti itu merupakan budaya orang Tolaki yang harus selalu diimplementasikan dalam kehidupan dalam

bermasyarakat bagi penutur bahasa Tolaki. Inti penuturan maksim mombeririako ini adalah

perbanyaklah menuturkan kata-kata kesimpatian terhadap orang lain agar mengurangi tuturan yang menujukkan rasa kebencian atau antipati.

Mombeririako Toono Suere (Simpatik Pada Orang Lain)

KONTEKS (Pa) menuturkan kata-kata simpatik terhadap apa yang sedang dia lihat.

Tempatnya di sebuah rumah pada siang hari. (situasi nonformal) DATA

Penutur I Mowilanoto ombone o tina laa mereerehu.

Putinyami itu sana perempuan ada duduk. „Putihnya wanita itu yang sedang duduk‟.

Penutur II Oho mamenai doki mowila dahu ombone o tina kuehei kumiki’i.

Iya betul memang putih sekali sana perempuan,saya senang lihat. „Iya betul, wanita itu sangat putih, saya senang melihatnya‟.

Penutur I Iro’o o tina mowila dahu , kuehei kumiki’i, nggo mesukoei hawo pinakeno

Sana perempuan itu putih sekali, saya senang melihatnya, saya akan menanyakan apa dipakai.

„Wanita itu putih sekali, saya senang melihatnya, saya akan menanyakan apa yang dia pakai‟. (data 13)

Tuturan pada dialog di atas termasuk maksim kesimpatian karena benar-benar menujukkan rasa simpati terhadap wanita yang memiliki kulit putih tersebut. (Pa) karena lantaran simpatiknya dan sukanya dia ingin sekali mengetahui apa yang di pakai oleh (Pk) sehingga dia memiliki kulit yang sangat putih jadi tuturan dialog di atas memenuhi maksim kesimpatian atau maksim mombeririako karena tuturan tersebut rasa simpatiknya pada seseorang sangat jelas.

Metulura Salama (Mengucapkan Selamat)

KONTEKS (Pa) menuturkan ucapan selamat kepada (Pk) yang telah menikah.

Tempatnya disebuah rumah pada waktu malam. Umur (Pa) muda dari (Pk). DATA

Penutur I Salama! teembe ingomiu arikomiuto kawi.

Selamat ! karena Anda sudah Anda menikah. „Selamat ! karena Anda sudah menikah‟.(data 14)

Penutur II Tarima kasih, ehembokai ingomiu merare tumondariaku

Terima kasih, semoga Anda cepat menyusul

„Terima kasih, semoga Anda cepat menyusul saya‟.(data verifikasi 8)

Tuturan-tuturan di atas termasuk menyatakan mombeririako. Inti tuturannya (Pa) ikut

(16)

Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296

menggambarkan sikap simpatik. Selain itu prinsip umum penuturan bahasa Tolaki dalam menuturkan tuturan selamat sangat diperhatikan oleh penutur.

Mesawa-sawa (Menenangkan Hati)

Sabar saja bapak, beginilah kita ada hidup di dunia, ada senang, ada susah. „Sabarlah bapak, beginilah kehidupan di dunia ini, kadang menyenangkan, dan kadang menyusahkan‟.(data 15)

Tuturan-tuturan tersebut termasuk tuturan membeririako. Maka yang terungkap adanya

perasaan simpati antara (Pa) kepada (Pk). Penutur menujukkan sikap ikut merasakan kesedihan seseorang karena orang lain mendapat musibah, musibah yang menimpa (Pk) pada tuturan (A) adalah orang yang kehilangan harta benda (jatuh miskin). Sikap penutur pada tuturan (A)

menujukkan perasaan simpati karena (Pk) kehilangan harta benda, dengan tuturran sabara toakaa

„sabarlah‟ yang mengharapkan (Pk) sabar dan menerima dengan hati yang ikhlas.

Tuturan tersebut adalah tuturan yang sopan karena lahir dari perasaan kesimpatian yang merupakan budaya yang disepakati penutur bahasa Tolaki. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan

bahwa maksim mombeririako „kesimpatian‟ merupakan tuturan sopan santun yang didasari

perasaan simpati yang merupakan pencerminan sikap persaudaraan dalam arti (Pa) merasa simpati atau ikut merasakan kesenangan dan penderitaan orang lain terhadap musibah yang dialami seseorang.

Maksim Kesepakatan

Maksim ini mengacu pada prinsip bertutur sapa orang tua dulu, yang sampai saat ini yang menjadi budaya dalam berbahasa Tolaki. Inti prinsip tersebut apabila dalam berbicara, berkomunikasi kedua partisipan berusaha menciptakan kesepakatan ketika pembicaraan berlangsung dan sebaiknya menghindari perselisihan, tidak banyak bicara agar hubungan semakin akrab dan rasa kekeluargaan semakin dalam. Dengan demikian kebencian, perselisihan, perdebatan yang akan berdampak pertengkaran tidak akan terjadi. Kongkritnya penutur bahasa Tolaki tidak akan menghendaki adanya pertengkaran mulut karena yang demikian dianggap tidak sopan. Bagi mereka mesambepe suatu sikap bertutur atau berbicara yang mempunyai nilai sopan santun karena dapat menghargai orang lain. Orang yang mampu atau selalu mewujudkan kesepakatan dalam

berbicara dianggap orang yang mengerti adat istiadat berbicara. Inti maksim mesambepe dalam

penutur/pembicara adalah hendaklah dalam berbicara kita selalu mewujudkan kesepakatan, dan jauhkan kesalahpahaman terhadap orang lain. Maksim ini diungkapkan dalam tuturan ekspresif, sebagai berikut :

KONTEKS

Dialog antara (Pa) dengan (Pk) tentang kesepakatan pendapat tentang suatu hal. Tempatnya di sebuah rumah pada waktu sore hari, usia dan status sosial sama.

DATA

Penutur I kira-kira teembe ponaamu keno inggo’o ronga inakau lako tau wuohu ine kandari?(Data 16)

Kira-kira Bagaimana pendapatmu kalau kamu dengan saya pergi tahun baru di kendari?.

(17)

Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296

Penutur II sosoito inaku aso ponaa ronga inggo’o.

Cocokmi saya satu pendapat dengan kamu. „Cocok, saya sependapat dengan kamu‟.

Penutur I Topedandi tokaa, Keno teipia keuonggo lako.

Kita janji saja, kalau kapan kamu akan pergi. „Kita berjanji saja, kalau kapan kamu akan pergi‟.

Penutur II Teembe keno mohina mooru-oru ronga kiniwia?.

Bagaimana kalau besok pagi-pagi dengan sore ?. „Bagaimana, kalau besok pagi-pagi atau sore?.‟

Penutur I Kiniwia tokaa tolako.

Sore saja kita pergi. „Sore saja kita pergi.‟

Penutur II Ietoo, mohina kiniwia tokaa.

Iyalah, bsok sore saja. „Iya, besok sore saja.‟ DATA

Penutur I

Kira-kira inaku ronga ie’i menggena, teembe ponaamu?. Kira-kira saya dengan dia sama, bagaimana pendapatmu?. „Kira-kira saya dan dia serasi, bagaimana pendapatmu?‟.(Data 17)

Penutur II Inaku pikiri’i inggo’o ronga ie’i menggena dahu.

Saya pikir kamu dengan dia serasi betul

Teembe meambo ino babu ari inolinggu?. Bagaimana, bagus ini baju yang baru saya beli.

„Bagaimana, bagus baju ini yang saya beli?‟. .(data 18)

Penutur II Kuehe’i, keno tewaliki weike kona toka’i.

Saya suka, kalau bisa ji kasikan saya saja. „Saya suka. Kalau bisa berikan saja kepada saya‟

Penutur I Kuarimbo pake’i mepowaihaa’ako kuamba weiko’o.

Saya selesai pakai acara saya baru kasi. „Saya pakai dulu acara baru saya berikan‟.

Penutur II Ietoo, sa’arimu pakei iamo kolupe’i weikona.

Iyalah,setelah kamu selesai pakai jangan lupa kasih saya.

„Iya, setelah kamu selesai pakaijangan lupa berikan kepada saya‟.

Penutur I Ietoo, Kuonggoki weiko’o.

Iyalah, saya akan kasih kamu.

„Iya, saya akan berikan kepada kamu‟.

Tuturan-tuturan kalimat pada data di atas termasuk maksim kesepakatan. Karena, ketiga data tuturan tersebut menujukkan adanya kesepakatan. Tuturan-tuturan pada kalimat tersebut sangat sopan, karena cara menyampaikan kata-kata dalam berbicara antara satu dengan yang lain sangat sopan dan mereka saling menghargai. Dalam tuturan-tuturan di atas terdapat kata inggo’o „kamu‟. Kata inggo’o merupakan sapaan yang tidak sopan, tetapi usia (Pa) dan (Pk) setara dan status sosial sama maka hal tersebut dianggap sopan. Kata inggo’o akan tidak sopan jika yang menuturkan usianya lebih muda kepada usia yang lebih tua.

Gambaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa mesambepe suatu sikap bertutur yang

(18)

Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296

mesambepe „kesepakatan‟ adalah tuturan sopan santun yang penuturannya didasari prinsip

persaudaraan dan kekeluargaan. Musyawara untuk mendapatkan kesepakatan dalam mewujudkan kesepahaman dalam berbicara dan jauhkan kesalahpahaman terhadap orang lain, karena yang demikian adalah wujud sopan santun berbicara.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa dalam bahasa daerah Tolaki penutur di Kelurahan Alangga terdapat maksim yang berdasarkan prinsip sopan santun, maksim yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Maksim kearifan, dalam berbahasa Tolaki diberi nama lulumbenao maksim ini di tuturkan

berdasarkan aturan buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin dan buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin. Maksim ini diungkapkan dalam tuturan impositif dan komisif.

2. Maksim kedermawaan, dalam bahasa tolaki diberi nama pesawa Maksim ini dituturkan

berdasarkan aturan buatlah kerugian diri sendiri sekecil mungkin. Dan buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin. Maksim kedermawaan diungkapkan dalam tuturan imposif dan komisif.

3. Maksim pujian, dalam bahasa Tolaki disebut morere aturan ini menuturkan maksim ini

adalah „pokodadioi morere toono suere ronga kurangi’i morere dowo’ . maksim ini

diungkapkan dalam tuturan ekspresif. Maksim morere dituturkan dalam dua bentuk, yaitu

(1) memuji orang lain „morere toono suere’ dan (2) tuturan menuji diri sendiri „morere

dowo‟.

4. Maksim kerendahan hati, dalam bahasa Tolaki diberi nama okino pokolaloi’i dowono.Inti

penuturan maksim ini berdasarkan hindari menuturkan kata-kata yang meninggikan diri sendiri atau membanggakan diri, perbanyaklah menuturkan kata-kata merendah diri.

Maksim okino pokolaloi’i dowono diungkapkan dalam tuturan ekspresif.

5. Maksim Kesimpatian, dalam bahasa Tolaki disebut maksim mombeririako. Inti penuturan

maksim ini „perbanyak menuturkan kata-kata kesimpatian kepada orang lain agar dapat

mengurangi tuturan yang menujukkan kebencian atau antipati‟. Maksim ini diungkapkan dalam tuturan ekspresif.

6. Maksim kesepakatan, dalam bahasa Tolaki disebut maksim mesambepe. Diungkapkan

berdasarkan aturan „hendaklah dalam berbicara kita selalu mewujudkan kesepahaman terhadap orang lain‟ maksim ini diungkapkan dalam tuturan ekspresif.

Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Peneliti yang berniat meneliti pragmatik bahasa daerah, agar dapat melakukan penelitian

tentang maksim-maksim yang lain, agar pembahasan tentang maksim bahasa Tolaki lebih mendalam. Karena penelitian ini hanyalah meneliti secara sederhana tentang ada tidaknya maksim sopan santun di dalam bahasa Tolaki khususnya di Kelurahan Alangga Kecamatan Andoolo Kabupaten Konsel.

2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan buku relevansi sebagai bahan pelajaran muatan lokal (Mulok) di sekolah-sekolah di Kelurahan Alangga Kecamatan Andoolo agar kesopan santunan berbahasa Tolaki tidak diabaikan oleh penutur, khususnya generasi muda, karena maksim berbahasa Tolaki suatu sikap terampil berbahasa (Pragmatik). Keterampilan berbahasa merupakan warisan budaya yang tetap harus dilestarikan keberadaannya.

(19)

Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296 Chaer, Abdul. 2010. Sosiolinguistik, Jakarta: Rpineke Cipta.

Chaniago, Sam Mukhtar, et.al. 1997, Materi Pokok Pragmatik,Jakarta: Depdikbud Jenderal

Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataan Guru SLTP Setara D-III Djajasudarma, T. Fatimah.1993. Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian dan Kajian.

Bandung: PT ERESCO.

Hanna, dkk. 2012. Kamus Dwibahasa Tolaki-Indonesia. Kendari : Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara.

Leech, Geofry. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik (terjemahan Oka), Jakarta: Universitas Indonesia.

Marafad, La Ode Sidu. 2010. Buku ajar Bahasa Indonesia dan Karya Tulis Ilmiah. Kendari: Unhalu.

Mashun, M. S. 2007. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Rajawali Pers Citra Niaga. Oka, Igusti Nugraha. 1990. Retorika Kiat Bertutur, Malang: Yayasan Asih Asah Asuh (Y.A 3 Malang).

Qodratillah, Meity Taqdir, dkk. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia Untuk Pelajar. Jakarta Timur. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik, Jakarta: Erlangga.

Referensi

Dokumen terkait