Pengaruh Pemberian Pb-Asetat Terhadap Fertilitas Mencit
Jantan, Dimonitor Melalui Jumlah Kebuntingan dan Jumlah
Anak Sekelahiran
Effect of Pb-Acetate Administration on Fertility In Male Mice Indicated
with Number of Pregnancy and Litter Size
Israhnanto Isradji1*
ABSTRACT
Background: The utilization of natural resources causes environmental pollution -air, water, ground pollution. One of the chemical compounds used by human is lead (Pb = plumbum) which is poisonous in all forms and harmful. It damages the nervous sistem kidneys, reproductive sistem, endocrine sistem and heart with various effects. The purpose of this study was to investigate the effect of lead acetate on the fertility of male mice.
Design and method: This study used samples of 80 male mice aged 4 weeks and 80 fertile female mice. Furthermore, 80 male mice were divided into 4 groups to receive one of the following treatments: 0 ppm lead acetate treatment (P-I), 400 ppm (P-II), 1000 ppm (P-III), and 2000 ppm (P-IV) once daily for 42 days, during treatment all mice were fed on the same diet. On day 42t, each male mice was mated with a mating female mice. After getting pregnant, the female mice were separated from the male mice. During maintenance the number of gestation and the litter size were recorded. Chi square test was used to analyze the number of gestation, the hypothesis accepted if p d” 0.05, coefficient of contingency was used to determine the degree of relationship. F test was applied for litter size analysis, hypothesis was accepted if p d” 0.05. T-test was applied to find out the difference among the treated groups.
Result: The number of pregnant female mice for group of PI, P-II, P-III, and P-IV were 20, 16, 12, and 12 respectively. Statistical analysis showed that the lead concentration at 1000 and 2000 ppm resulted in the decrease in the number of pregnant females (P <0.05). Litter size for the P-I, P-II, P-III, and P-IV group were 7.45, 7.75, 7.58, and 5.08 respectively. Statistical analysis showed a significant difference among the treated groups (P <0.05). 2000 ppm (P-IV) group was different significantly compared to PI, P-II or P-III group.
Conclusions: Acetate administration has effect on the fertility of male mice indicated with the reduction in the number of gestation and decrease in litter size (Sains Medika, 2(2):170-177).
Key word: Pb acetate, fertile, gestation, litter size
ABSTRAK
Latar belakang: Pemanfaatan sumberdaya alam akan menimbulkan pencemaran lingkungan, baik melalui tanah, air maupun udara. Salah satu sumberdaya alam yang dimanfaatkan manusia adalah timah (Pb=plumbum), Pb dalam segala bentuk bersifat racun yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Organ tubuh yang menjadi sasaran dari peristiwa keracunan logam Pb adalah sistem saraf, ginjal, sistem reproduksi, sistem endokrin dan jantung yang masing-masing memberikan efek yang berbeda.Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian Pb asetat terhadap fertilitas mencit jantan. Metode Penelitian: Sampel yang digunakan dalah 80 ekor mencit jantan berumur 4 minggu dan 80 ekor mencit betina fertile. Mencit jantan dipisahkan menjadi 4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 20 ekor diberikan perlakuan Pb asetat 0 ppm I), 400 ppm II), 1000 ppm III), dan 2000 ppm (P-IV) sekali sehari selama 42 hari, selama perlakuan semua mencit mendapatkan pakan penelitian yang sama dan diberi minum air PDAM. Setelah mendapatkan perlakuan selama 42 hari, pada hari ke 42 setiap mencit jantan disatukan dengan seekor mencit betina hingga terjadi perkawinan, selanjutnya mencit jantan dipisahkan, betina dipelihara dengan pakan standar dan minum air PDAM, selama pemeliharaan diamati jumlah betina yang bunting dan setelah melahirkan dihitung jumlah anak setiap induk. Jumlah kebuntingan dianalisis dengan chi square, hipotesis dinyatakan diterima apabila p<0,05. Untuk mengetahui derajad hubungan digunakan koefisien kontingensi, sedangkan jumlah anak
Bagian Biologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang Email: [email protected]
sekelahiran dianalisis dengan uji F, hipotesis diterima apabila p<0,05. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh antar dosis perlakuan digunakan uji beda nyata terkecil.
Hasil: Jumlah mencit betina yang bunting karena perkawinan dengan mencit jantan yang diberi perlakuan Pb asetat pada P-I, P-II, P-III, dan P-IV berturut-turut adalah 20, 16, 12, dan 12. Analisis statistik menunjukkan pemberian Pb asetat pada mencit jantan dengan konsentrasi 1000 dan 2000 ppm dapat mengakibatkan penurunan jumlah betina yang bunting (p<0,05). Jumlah anak sekelahiran dari setiap induk mencit yang dikawinkan dengan mencit jantan yang telah diberi perlakuan Pb asetat pada I, P-II, P-IP-II, dan P-IV berturut-turut adalah 7,45, 7,75, 7,58, dan 5,08. Jumlah anak sekelahiran antar perlakuan berbeda secara signifikan (p<0,05). Uji beda nyata terkecil diperoleh hasil, pemberian Pb asetat dengan konsentrasi 2000 ppm (P-IV) berbeda secara signifikan dengan P-I, P-II maupun P-III.
Kesimpulan: Pemberian Pb asetat berpengaruh terhadap fertilitas mencit jantan, ditunjukkan dengan berkurangnya jumlah kebuntingan dan berkurangnya jumlah anak sekelahiran (Sains Medika, 2(2):170-177).
Kata kunci: Pb asetat, fertilitas, kebuntingan, jumlah anak
PENDAHULUAN
Meningkatnya jumlah penduduk diikuti oleh peningkatan usaha untuk memenuhi
kebutuhan hidup, padahal dengan adanya over eksploitasi sumber daya alam (SDA)
akan semakin berkurang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjembatani
pemanfaatan SDA, akan tetapi jika tidak diikuti dengan pengendalian dampak yang
akan ditimbulkan terhadap lingkungan kemajuan teknologi justru akan membawa
malapetaka bagi umat manusia (WHO, 1995).
Aktivitas industri selain berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat, juga
menghasilkan limbah yang dapat berdampak negatife berupa limbah yang dapat
mencemari lingkungan. Limbah umumnya dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu:
limbah padat, limbah cair dan limbah gas. Apabila limbah tersebut memasuki lingkungan
dan mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan yang tidak
diharapkan, maka terjadilah apa yang disebut pencemaran lingkungan. Secara umum
pencemaran lingkungan meliputi pencemaran tanah, pencemaran air dan pencemaran
udara, yang penyebabnya berasal dari limbah padat, cair dan gas (WHO, 1995).
Logam-logam berat dalam perairan sebagian besar berasal dari limbah industri,
karena berbagai industri banyak memanfaatkan senyawa atau logam berat. Semakin
banyak limbah industri yang mengandung logam berat yang dibuang ke dalam perairan
sungai, maka semakin berat dan berbahaya bagi ikan dan organisme lain. Logam seperti
cadmium, timah dan merkuri sangat beracun walaupun dalam jumlah yang kecil. Logam
ini sering menunjukkan keracunan logam berat. Kita mengenal pemakaian logam ini
pada masyarakat modern, lebih banyak digunakan lebih besar kemungkinan
yang merupakan pencemar lingkungan adalah timah hitam (Plumbum=Pb). Logam ini
terdapat di alam sebagai sulfid (PbS), karbonat (PbCO3), dan sulfat (PbSO4) (Anies, 2006).
Biota mendapat Pb dari endapan permukaan dan transfer sekunder dari tanah ke
tanaman dan dari tanaman ke hewan. Pencemaran Pb yang ditimbulkan manusia
mempengaruhi kandungan Pb pada tanaman dan hewan. Konsentrasi timah di udara di
kota besar dengan lalu lintas padat bervariasi dari 2-4 µg/m3. Di luar kota kurang dari
0,2 µg/m3 dan di pedesaan sangat kecil, di lingkungan pabrik peleburan timah dan
pabrik aki konsentrasinya dapat melebihi 1,000 µg/m3. Kandungan Pb dalam air minum
yang menggunakan jaringan pipa berlapis timah dengan usia pakai lama dapat mencapai
3,000 µg/liter. Di Amerika Pb yang masuk tubuh melalui makanan dan minuman setiap
harinya berkisar 200-500 µg/hari (WHO, 1995).
Upaya penghapusan kandungan Pb dalam bahan bakar bensin di Indonesia sudah
dilakukan sejak tahun 1996 dimana pada bulan Oktober 1996 Presiden RI
mengintruksikan program penghapusan kandungan Pb dalam bahan bakar bensin yang
dipasarkan di wilayah RI pada tahun 1999. Adapun dengan terjadinya krisis moneter
program ini tidak dapat berjalan dengan lancar. Pada bulan Oktober 1999 Menteri
Pertambangan RI mencanangkan untuk menghapuskan Pb dalam bahan bakar bensin
pada tahun 2003 dan program ini dimasukkan sebagai salah satu komitmen pemerintah
seperti tertera dalam Letter of Intent (LOI) antara Pemerintah RI dengan IMF (Fauzi, 2008).
Kementerian Lingkungan Hidup mengadakan pemantauan rutin tahunan terhadap
kualitas bahan bakar bensin dan solar di Indonesia sebagai realisasi dari program
Langit Biru. Kegiatan ini bertujuan agar bahan bakar yang beredar dan dikonsumsi oleh
masyarakat dapat dikontrol kualitasnya. Dengan demikian, data yang diperoleh
diharapkan dapat mendorong dan memacu produsen secara bertahap untuk memproduksi
bahan bakar yang ramah lingkungan (Fauzi, 2008).
Pb dalam segala bentuk bersifat racun yang berbahaya bagi kesehatan tubuh,
sebab keracunan Pb bersifat kumulatif dan berpengaruh buruk terhadap organ-organ
seperti hati, ginjal dan organ lainnya. Kerusakan ginjal yang parah dapat terjadi setelah
menelan Pb asetat dan karbonat dengan dosis 30 gram. Organ tubuh yang menjadi
sasaran dari peristiwa keracunan logam Pb adalah sistem saraf, ginjal, sistem reproduksi,
sistem endokrin dan jantung yang masing-masing memberikan efek yang berbeda (Fardiaz,
Komponen Pb organik segera terabsorbsi oleh tubuh melalui kulit dan membran
mukosa, terutama melalui saluran pencernaan dan pernafasan dan merupakan sumber
Pb utama di dalam tubuh. Tidak semua Pb yang terisap atau tertelan ke dalam tubuh
akan tersimpan di dalam tubuh. Sekitar 5-10 % dari jumlah yang tertelan akan diabsorbsi
melalui saluran pencernaan, dan 30 % dari jumlah yang terisap melalui hidung akan
diabsorbsi melalui saluran pernafasan akan tinggal di dalam tubuh karena ukuran
partikelnya (WHO, 1995).
Dampak negatif Pb terhadap fungsi reproduksi perlu diteliti secara terarah,
berencana dan bertahap terhadap hewan uji. Hasil penelitian pada hewan uji dapat
dipakai sebagai dasar untuk memperkirakan adanya pengaruh pencemaran timbal (Pb)
terhadap fungsi reproduksi dan fertilitas manusia. Efek timbal terhadap reproduksi
dapat terjadi pada pria dan wanita dan telah diketahui sejak abad 19, dimana pada
masa itu timbal bahkan digunakan untuk menggugurkan kandungan. Pajanan timbal
pada wanita di masa kehamilan telah dilaporkan dapat memperbesar resiko keguguran,
kematian bayi dalam kandungan, dan kelahiran prematur. Pada laki-laki, efek timbal
antara lain menurunkan jumlah sperma dan meningkatnya jumlah sperma abnormal.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian larutan
Pb asetat terhadap fertilitas mencit jantan yang dimonitor melalui jumlah kebuntingan
dan jumlah anak yang dilahirkan.
METODE PENELITIAN
Delapan puluh ekor mencit jantan diadaptasikan dengan lingkungan selama satu
minggu, kemudian dibagi menjadi empat kelompok secara acak, dan ditempatkan di
kandang individual sesuai dengan kelompoknya. Makanan yang diberikan selama
percobaan adalah makanan khusus dan minuman dari air PDAM yang diberikan secara
ad libitum
Perlakuan terhadap mencit jantan diberikan selama 6 minggu, dengan
pertimbangan proses spermatogenesis pada mencit berlangsung sekitar 41 hari.
Perlakuan dengan memberikan larutan sesuai dengan dosis sebanyak 0,2 ml dengan
menggunakan sonde, setiap pagi satu kali sehari. Pb yang digunakan adalah dalam
Kelompok Perlakuan Bunting % Bunting Tidak Bunting
P-I (0 ppm) 20 100 0
P-II (400 ppm) 16 80 4
P-III (1000 ppm) 12 60 8
P-IV (2000 ppm) 12 60 8
Jumlah 60 20
Untuk pembuatan larutan 2000 ppm dengan cara menimbang 2000 mg Pb asetat
dimasukkan dalam labu ukur dan ditambahkan akuades hingga 1000 ml, demikian juga
untuk pembuatan larutan Pb asetat 400 ppm dan 1000 ppm. Pada minggu ke 7, setiap
mencit jantan dikandangkan bersama dengan satu mencit betina sampai terjadi
perkawinan, untuk memastikan telah terjadi perkawinan dengan pengamatan langsung
dan pengamatan adanya sumbat vagina. Setelah terjadi perkawinan, mencit jantan
dikeluarkan dari kandang.
Mencit betina tetap dipelihara dalam kandang individu, diamati dan dihitung
yang bunting dan ditunggu sampai beranak, anak yang dilahirkan setiap individu dihitung.
Semua hasil pemeriksaan dan penghitungan dicatat, hasil penghitungan jumlah
kebuntingan dianalisis dengan chi square, hipotesis dinyatakan diterima apabila p>0,05.
Untuk mengetahui derajad hubungan digunakan koefisien kontingensi, sedangkan jumlah
anak sekelahiran dianalisis dengan uji F, hipotesis diterima apabila p>0,05. Untuk
mengetahui perbedaan pengaruh antar dosis perlakuan digunakan uji beda nyata terkecil.
HASIL PENELITIAN
Jumlah Betina yang Bunting
Jumlah betina yang bunting dari perkawinan dengan jantan yang diberi perlakuan
Pb asetat dengan konsentrasi 0 ppm, 400 ppm 1000 ppm dan 2000 ppm berturut turut
adalah 20, 16, 12 dan 12, sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Hasil uji analisis Chi
square menunjukkan bahwa mencit jantan yang diberi perlakuan Pb-setat konsentrasi
1000 ppm dan 2000 ppm berpengaruh terhadap jumlah kebuntingan (p<0,5). Hasil
perhitungan Chi square diperoleh probabilitas 0,008 (p<0,01) yang berarti bahwa antar
perlakuan terdapat perbedaan yang signifikan pada jumlah mencit betina bunting.
Tabel 1. Jumlah mencit betina yang bunting dari perkawinan dengan mencit jantan
Jumlah Anak Sekelahiran
Rerata jumlah anak mencit sekelahiran dari setiap induk yang dikawinkan dengan
mencit jantan yang diberi perlakuan Pb-asetat disajikan pada Tabel 2. Hasil uji Anova
menunjukkan bahwa terdapat jumlah anak sekelahiran berbeda secara signifikan antar
kelompok perlakuan. Uji beda nyata terkecil digunakan untuk mengetahui konsentrasi
Pb-asetat berapa yang berpengaruh terhadap jumlah anak sekelahiran dari induk yang
dikawinkan dengan mencit jantan yang diberi Pb asetat dengan berbagai konsentrasi.
Tabel 2. Rerata jumlah anak sekelahiran dari induk mencit yang dikawinkan dengan
mencit jantan yang diberi perlakuan larutan Pb asetat
Keterangan: Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna dengan uji Beda Nyata
Terkecil pada taraf kepercayaan 99 %.
PEMBAHASAN Jumlah Kebuntingan
Perlakuan Pb-asetat pada mencit jantan selama 42 hari menyebabkan
berkurangnya jumlah mencit betina yang bunting. Hal ini diakibatkan oleh keberadaan
Pb di dalam tubuh menyebabkan timbulnya gangguan pada proses pembentukan sperma
di dalam tubulus seminiferus, sehingga sperma fertil yang dihasilkan berkurang. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sokol et al. (1994) pada tikus Wistar
jantan dimana semakin tinggi pemberian Pb, jumlah sperma intratestikular semakin
berkurang. Hilderbrand et al. (1973) melaporkan bahwa pemberian Pb dengan konsentrasi
50 µg/dl mengakibatkan kerusakan testis dan menghambat spermatogenesis. Selain
menghambat pembentukan sperma, Pb juga mempengaruhi fungsi sperma; hal ini
disebabkan karena keterlibatan hormon dalam spermiogenesis. Casarett & Doul (1980)
melaporkan bahwa perusakan bahan beracun terhadap sel interstisiel, sel leydig atau
adenohipofisa dimungkinkan dapat menyebabkan sperma steril. Berkurangnya sperma
Kelompok Perlakuan Rerata jumlah anak Jumlah induk yang melahirkan
P-I (0 ppm) 7,45b 20
P-II (400 ppm) 7,75c 16
P-III (1000 ppm) 7,58bc 12
fertil yang terbentuk, maka dengan sendirinya proses fertilisasi juga akan berkurang,
dan bahkan tidak terjadi fertilisasi sama sekali, sehingga dengan adanya Pb berpengaruh
pada jumlah kebuntingan.
Jumlah Anak Sekelahiran dari Setiap Induk
Perlakuan Pb-asetat pada mencit jantan selama 42 hari menyebabkan
berkurangnya jumlah anak sekelahiran dari setiap induk. Berkurangnya jumlah anak
yang dilahirkan oleh mencit betina yang dikawinkan dengan mencit jantan yang diberi
perlakuan Pb menandakan adanya penurunan fertilitas. Hal ini disebabkan karena Pb
asetat menghambat pembentukan spermatozoa, semakin tinggi konsentrasi dengan
penelitian Pb asetat akan semakin tinggi pengaruhnya terhadap fertilitas. Penelitian ini
sejalan Stove dan Goyer (1971) yang melaporkan bahwa jumlah kelinci anak per kelahiran
dari kelinci jantan yang diberi perlakuan Pb lebih sedikit dan lebih kecil dibanding
dengan kelinci jantan yang tidak terkena Pb.
KESIMPULAN
Pb asetat dengan konsentrasi 0 ppm, 400 ppm, 1000 ppm dan 2000 ppm,
berpengaruh terhadap fertilitas mencit jantan yang dicerminkan dengan penurunan
jumlah kebuntingan dan penurunan jumlah anak sekelahiran. Pb asetat yang berpengaruh
terhadap jumlah kebuntingan adalah konsentrasi 1000 dan 2000 ppm, sedang yang
berpengaruh terhadap jumlah anak sekelahiran adalah konsentrasi 2000 ppm.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan meneliti pengaruh pada kepadatan,
morfologi spermatozoa, dan pengaruhnya pada jaringan testis
DAFTAR PUSTAKA
Anies, 2006, Waspada Penyakit Tidak Menular, Gramedia, Jakarta.
Casarett, Doull”s, 1980, Toxicology: The basic science of poisons, 2nd editions, Macmillan
Publishing Co., Inc, New York
Fauzi T.M., 2008, Pengaruh Pemberian Timbal Acetat dan Vitami C terhadap Kadar Malondialdehida dan Kualitas Spermatozoa di dalam sekresi epididymis Mencit
Hilderbrand DC, Der R., Criffin WT. Fahim MS., 1973, Effect of Leads Acetat on
reproductions, Am.J.Obstet, Gynecol.
Sokol RZ., Okuda H., Nagler HM., Berman N., 1994, Lead eksposure in vivo alters the
fertility Potential of sperm in vitro, Toxicology and Applied Pharmacology 124.
Fardiaz, S., 1992, Polusi air dan Udara, Kaisius, Yogyakarta.
Stowe HD, Goyer RA, 1971, The Reproductive ability and progeny of F1 lead-toxic rats, Fertil, Steril, 22: No. 11.