• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBENARAN SENI DALAM KONTEKS POSTMODERN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEBENARAN SENI DALAM KONTEKS POSTMODERN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KEBENARAN SENI DALAM KONTEKS POSTMODERN

Lisa Alistiana

STAI TARUNA SURABAYA, Lisa.fifafi@gmail.com

Abstrak

Dalam era Postmodern, bisa diistilahkan bahwa segala bentuk seni kembali mendekati pada nilai yang sebelumnya pada era modern sempat dilupakan. Akan tetapi karena keleluasaannya itulah, banyak orang yang semakin sulit untuk menilai dan menemukan seni yang bermakna karena setip seniman semakin membuat suatu karya seni yang “aneh-aneh”. Artikel ini ditulis dengan tujuan untuk mengetahui latar belakang kebenaran seni dalam konteks era postmodern, kebenaran nilai serta kebenaran bentuknya. Problematika seniman dalam masa postmodern dan hasil karya seni yang meliputi pikiran serta ide. artikel ini ditulis menggunakan tehnik telaah dan analisis data dari literatur-literatur yang relevan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan analisis dari literature,dan kajian pustaka. Analisis data dimulai dari klasifikasi data, reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan. Postmodern adalah suatu keadaan dimana semua yang ada didunia ini menjadi berlebihan dalam konteks apapun. Banyak yang mengatakan bahwa postmodern adalah “Hyper Of Human”. Istilah kata “Seni” yang dulunya lebih disakralkan oleh sebagian besar orang kini sudah menjadi sesuatau yang biasa saja. Seni hanya menjadi suatu simbol untuk mengidentitaskan sesuatu agar menarik. Ada pergeseran atau tranformasi hakekat seni itu sendiri. Seni itu berada berada diluar benda seni sebab seni itu berupa nilai.

Kata kunci : Postmodern, Kebenaran Seni, Nilai, Seniman

Abstract

In the Postmodern era, could be called that all art forms that return a value approach previously in the modern era have been forgotten. But because of the freedom, many people are more difficult to assess and fine art that is meaningful because the artist has increasingly made the artwork "strange". This article was written with the purpose to find out the truth of the background art in the context of the postmodern era, truth, and the truth value of the shape. Artist in the postmodern period and the results of the work of art which includes the thoughts and ideas. This article was written using technical studies and analyses of data from the literature of the relevant literature. Data collection is done using an analysis of the literature, and literature review. Data analysis starting from the data classification, data reduction, withdrawal of attendance data, and conclusions. The postmodern is a situation in which everything in the world became redundant in any context. Many say that postmodern is "Hyper from humans". The term of "art", said that after more sacred, by a majority of people now have become the norm. Art is just a symbol of an identity of something to make it interesting. There is a change or translation of art itself. Art is located outside the art because of art in the form of value.

(2)

PENDAHULUAN

Postmodern adalah suatu keadaan dimana semua yang ada didunia ini menjadi berlebihan dalam konteks apapun. Banyak yang mengatakan bahwa postmodern adalah “Hyper Of Human”. Ada benarnya juga, ketika kita melihat suatu perspektif baru mengenai lifestyle manusia dijaman sekarang tentunya sangat berbeda dengan dulu. Orang lebih suka menghambur-hamburkan uangnya demi menaikkan prestise yang ada pada dirinya dimata masyarakat. Postmodern bila diartikan secara harfiah, kata-katanya terdiri atas “Post” yang

artinya masa sesudah dan “Modern” yang artinya era Modern, karena itu dapat disimpulkan bahwa Postmodern adalah masa sesudah era Modern (era diatas tahun 1960-an). Yang menyebabkan hilangnya nilai dalam postmodern adalah sifat keserakahan manusia itu sendiri. Di era Postmodern, manusia diwajibkan untuk bersaing antara satu dengan yang lainnya.

“Mereka (orang-orang postmodern) tidak harus menyangkal bahwa ada tujuan atau makna bagi

kehidupan” (O’donnell, 2009: 20). Hal ini membuktikan bahwa dalam postmodern orang hidup

tidak harus memiliki tujuan dan nilai, semua dilakukan sesuka hatinya.

Istilah kata “Seni” yang dulunya lebih disakralkan oleh sebagian besar orang kini suadah menjadi suatu bias saja. Seni hanya menjadi suatu simbol untuk mengidentitaskan sesuatu agar menarik. Disini bisa dilihat bahwa ada pergeseran atau tranformasi hakekat seni itu

sendiri. “Seni itu berada itu berada diluar benda seni sebab seni itu berupa nilai” (Sumardjo,

2000: 45). Itu artinya bahwa seni bukanlah sebuah benda tapi sebuah nilai, tapi masih bisa dirasakan lewat indera manusia. Apa yang disebut dengan indah, bahagia, adil, itu adalah nilai. Apa yang dirasakan oleh orang itu indah maka bisa tidak indah bagi orang lain.

Pergeseran nilai seni ini bisa dikaji dari berbagai sudut pandang, dari munculnya seni kontemporer dan lain sebagainya. Seni hanya dianggap sebagai hanya sebatas wacana saja. Istilah seni lebih gampang digunakan oleh orang pada saat ini. Meskipun istilah seni itu sampai sekarang masih kabur, akan tetapi seni juga tidak sembarangan, seni juga mempunyai ruh dan nilai didalmnya. Banyak seniman yang berkesenian yang tak berbentuk dan bermakna disebut

juga dengan seni. “Karya seni baru dapat berkomunikasi secara utuh dengan penikmat seni kalau penikmat seni mengenal nilai yang ada didalam karya atau benda seni itu” (Sumardjo,

2000: 207). Sebuah seni dibuat oleh seniman dengan gugusan nilai tertentu. Hal inilah yang menjadi polemik dalam masa postmodern, dimana seni sudah mulai kabur dan hampir tidak bisa dilihat kembali. Memang dalam postmodern manusia lebih bisa untuk berkreasi mengeluarkan kreativitasnya dan bebas berkegiatan serta berpendapat. Namun itu semua membawa sisi negatif yang bisa menghitam putihkan istilah seni menjadi seni murahan. Disinilah terjadi perdebatan

mengenai “kebenaran seni” yang selayaknya pada era postmodern. Agar bisa dipisahkan antara seni yang bernilai dan seni yang asal-asalan.

(3)

Definisi Seni

Menurut Sedyawati (1991: 178), menyatakan bahwa Seni merupakan hasil karya manusia yang indah yang dapat dinikmati melalui indra yang dimiliki oleh manusia, kemudian karya itu dapat memberikan kesenangan dalam diri manusia dan dapat mendapatkan materi dari hasil seni yang telah dihasilkan. Menurut Sedyawati Seni merupakan salah satu kebudayaan yang hampir mencakup gerak dan benda yang ada disekitar masyarakat karena ada berbagai macam seni yaitu seni rupa, seni patung, seni ukir, seni hias, seni bangunan, seni musik, seni tari, dan drama.

Menurut Koentjaraningrat (1984: 168), seni merupakan keahlian dan keterampilan manusia untuk mengekpresikan dan menciptakan hal – hal yang indah serta bernilai. Sedangkan menurut Suyono (1985: 368), seni merupakan keahlian dan keterampilan manusia untuk mengekpresikan dan menciptakan hal – hal yang indah serta bernilai bagi kehidupan, baik untuk diri sendiri maupun untuk masyarakat umum. Seni merupakan penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa orang dapat ditangkap oleh indra pendengar (seni suara), penglihatan (seni lukis), atau dilahirkan dengan perantara gerak (seni tari, drama) (Ensiklopedia,1984:3080). Dalam pernyataan lain tentang seni menurut pendapat Supartono (1992: 73) seni dapat dibagi dalam tiga tingkatan yaitu pertama seni dalam arti terbatas yang merupakan karya seni yang hanya dapat dinikmati dengan mata saja atau dengan mata saja jadi secara visual atau audio, kedua seni dalam arti yang luas adalah seni yang dapat dinikmati dengan mata dan indera lain jadi dapt dinikmati secara visual dan audio serta secara moral dan intelektual, ketiga seni dalam arti estetis murni adalah seni yang sudah harus dipahami secara mendasar, mendalam, serta membutuhkan kemahiran.

Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa seni adalah hasil pemikiran manusia atau yang dituangkan melalui gerakan atau wujud keindahan dan bernilai dan bermanfaat bagi masyarakat untuk memberikan keindahan serta kebahagiaan. Fungsi dari kesenian yaitu dapat dilihat dari nilai etik, nilai estetik dan pesan moral dari kesenian tersebut.

Postmodern

Istilah Postmodern dijelaskan oleh Ritzer (1997:6), meliputi sebuah era sejarah baru, produk-produk kultural baru, serta tentang dunia sosial. Unsur-unsur postmodern ini menegaskan bahwa ada sesuatu yang baru dan berbeda, baik secara sosial, budaya atau intelektual. Produk-produk budaya yang menyertai kebudayaan modern harus juga diganti dengan produk-produk yang bersifat postmodern. Ide dasar postmodern adalah penentangan terhadap semua yang berbau modern telah muncul sebagai kebudayaan yang banyak menarik perhatian. Berbagai bidang kehidupan dan disiplin ilmu seperti: seni, arsitektur, sastra, sosiologi, sejarah, antropologi, politik.

Postmodernisme menawarkan ciri-ciri yang bertolak belakang dengan watak era pendahulunya, yakni: menekankan emosi ketimbang rasio, media ketimbang isi, tanda ketimbang makna, kemajemukan ketimbang penunggalan, kemungkinan ketimbang kepastian, permainan ketimbang keseriusan, keterbukaan ketimbang pemusatan, yang lokal ketimbang yang universal, fiksi ketimbang fakta, estetika ketimbang etika dan narasi ketimbang teori (Ariel Heryanto, 1994: 80).

PEMBAHASAN

Seni Hanya Sebagai Objek Simbol

(4)

percaya bahwa keanekaragaman kebenaran ini dapat hidup berdampingan bersama-sama. Kesadaran postmodern menganut sikap relativisme dan pluralisme.

Postmodernisme menawarkan ciri-ciri yang bertolak belakang dengan watak era pendahulunya, yakni: menekankan emosi ketimbang rasio, media ketimbang isi, tanda ketimbang makna, kemajemukan ketimbang penunggalan, kemungkinan ketimbang kepastian, permainan ketimbang keseriusan, keterbukaan ketimbang pemusatan, yang lokal ketimbang yang universal, fiksi ketimbang fakta, estetika ketimbang etika dan narasi ketimbang teori (Ariel Heryanto, 1994: 80). Yang perlu digaris bawahi adalah bahwa esensi nilai seni lebih diutamakan daripada rasio itu sendiri. Keterbukaan lebih diutamakan, maka dari kondisi seperti itu bisa diasumsikan bahwa memungkinkan adanya peluang yang sangat besar sekali bagi setiap orang untuk berekspresi seni. Setiap orang bebas menamakan seni yang mereka buat, bebas memberikan nilai yang ada pada karya seninya. Ketika sesuatu yang cukup itu akan menjadi bagus dan tepat, maka jika sesuatu kesempatan dan kebebasan itu menjadi berlebihan maka itu akan menjadi sangat buruk. Begitu juga dalam kandungan esensi nilai seni, sangat mudah untuk memberikan nilai terhadap semua bentuk karya seni. Akibatnya seni menjadi murahan, bukan hal yang sakral lagi atau seperti dulu yang penuh dengan nilai.

Ciri sosiologis postmodern adalah semakin menguatnya wilayah perkotaan (urban area) sebagai pusat kebudayaan dan sebaliknya, wilayah pecampur aduk, munculnya kitsch, parodi, pastiche, camp dan ironi, merosotnya kedudukan pencipta seni, serta adanya asumsi seni sebagai pengulangan, perpetual art (Featherstone, 1988: 202). Sama dengan asumsi Heryanto tadi, Featherstone juga mengatakan ketika semua sudah gampang bercampur aduk karena kebebasan, maka akan muncul banyak sampah (kitsch) dan parody (sandiwara) akibat dari kebebasan itu. Kedudukan pencipta seni semakin menurun, karena obralitas moral dan nilai, yang semakin banyak menganggap bahwa nilai suatu karya seni menjadi murahan dan gampangan.

Arsitektur modern tidak menghargai gaya masa lalu. Pakar seni seperti Clement Greenberg menyatakan bahwa seni modern juga menolak gaya-gaya seni sebelumnya. Kaum modern menemukan identitas dirinya dengan membuang segala sesuatu yang lain dari dirinya; dengan cara ini, para seniman modern mengatakan bahwa hasil karya seni mereka bersifat "murni" (orisinal). Kecenderungan modern dalam bidang seni sama dengan bidang arsitektur, yaitu: "univalence". Melalui ini, kebanggaan seniman modern hanyalah jika mereka mempunyai "stylistic integrity" (integritas gaya). Sebaliknya seni postmodern berangkat dengan kesadaran adanya hubungan erat antara miliknya dan milik orang lain. Karena itulah, seni postmodern menganut keanekaragaman gaya atau "multivalence". Kalau modern menyukai "murni." maka postmodern menyukai "tidak murni."

Pada dasarnya seni postmodern tidak eksklusif dan sempit tetapi berbauran (sintetis). Karya seni tersebut dengan bebas memasukkan berbagai macam kondisi, pengalaman, dan pengetahuan jauh melampaui obyek yang ada. Karya ini tidak melukiskan pengalaman tunggal dan utuh. Justru yang hendak dicapai adalah keadaan seperti sebuah ensiklopedia, yaitu: masuknya jutaan elemen, penafsiran, dan respons.

(5)

Gambar 1. Contoh Karya Tari Kontemporer

Gambar 2. Contoh Karya Mural pada Periode Seni Postmodern

(6)

Keterbukaan dan kebebasan yang diusung di era postmodern semakin menurunkan nilai seni. Seni hanya digunakan sebagai simbol agar sesuatu menjadi memiliki nilai lebih. “Dalam perspektif modernisme terhadap seni, lebih memusatkan perhatian kepada aspek formal dan fungsional. Namun dalam perspektif postmodern, sebaliknya lebih menekankan kepada aspek permainan tanda dan kode-kode, memandang objek sebagai sebuah mozaik tanda-tanda” (Piliang, 2003: 222). Dalam artian seni postmodern, bentuk dari seni sebagai objek sangat diutamakan untuk menilai sebuah seni. Untuk mengkaji seni sebagai tanda, sama artinya menganggapnya sebagai komponen sebagai bahasa. Bahasa sendiri merupakan komponen dari social dan kebudayaan. Objek seni dalam hal ini adalah komponen dari kebudayaan benda (material culture).

Gagasan tentang seniman sebagai genius dan dan karya seni sebagai sesuatu yang otentik yang menjadi cirri-ciri dari modernism kini ditinggalkan dalam perspektif postmodern. Sebagai mana yang dikemukakan Jencks dalam Piliang yang menyebutkan bahwa seni Postmodern lebih bersifat aklektik atau berkode ganda (double coded). Kekuasan kode semakin kuat menguasai alam pikiran manusia postmodern. Seni visual lebih diutamakan daripada system nilai yang terkandung didalamnya. Keadaan semacam ini semakin membutakan mata dan pikiran manusia. Pemaknaan terhadap kode menjadi lebih utama. Simbol atau segi viisual menjadi syarat yang paling utama untuk menentukan kebagusan dan kebaikan. Begitu pula dalam seni, seni hanya sebagai simbol untuk menunjukan sesuatu bukan pemaknaan nilai lagi. Sebuah identitas visual baru yang dibangun oleh masyarakat untuk menunjukan eksistensinya di dunia, dengan memandang objek seni kita bisa melihat, bahwa seni merupakan milik lingkungan tertentu, kelompok masyarakat tertentu, tradisi tertentu dan cara berpikir tertentu.

Makna Seni Dalam Postmodern

Dalam era Postmodern, bisa diistilahkan bahwa segala bentuk seni kembali mendekati pada nilai yang sebelumnya pada era modern sempat dilupakan. Akan tetapi karena keleluasaannya itulah, banyak orang yang semakin sulit untuk menilai dan menemukan seni yang bermakna karena setip seniman semakin membuat suatu karya seni. Seni yang baik mampu memberikan pengalaman, baik pengalaman emosi maupun kognitif, yang bukan berasal dari dunia ini. Kerajaan seni berasal dari luar dunia ini. Titik tolaknya mungkin pengalaman dunia ini, tetapi hasil yang dicapai bukanlah pengalaman dunia ini. Itulah kebesaran dan

(7)

kelebihan kesenian yang sejati” (Sumardjo, 2000:127). Postmodern semakin membuat manusia berpikir secara individualis, dan berpikir secara perorangan. Maka dari itu munculnya seni yang aneh-aneh dan berbeda dengan yang lainnya semakin membuat penimatt seni bingung akan arti yang sebenarnya karena sebuah karya seni hanya berdasarkan cara berpikir seniman saja dan tidak memberikan sebuah kesejukan hati bagi penikmatnya. Sebaliknya postmodernisme menekankan kelompok. Kaum postmodern hidup dalam kelompok-kelompok sosial yang memadai, dengan bahasa, keyakinan, dan nilai-nilainya tersendiri. Akibatnya pluralisme dan relativisme postmodern menyempitkan lingkup kebenaran menjadi "lokal". Suatu kepercayaan dianggap benar hanya dalam konteks komunitas yang meyakininya.ni yang aneh-aneh.

Orang-orang postmodern tidak merasa perlu membuktikan diri mereka benar dan orang lain salah. Bagi mereka, masalah keyakinan/kepercayaan adalah masalah konteks sosial. Mereka menyimpulkan,"Apa yang benar untuk kami, mungkin saja salah bagi Anda," dan "Apa yang salah bagi kami, mungkin saja benar atau cocok dalam konteks anda."

Tujuan Seni Dalam Postmodern

Seni dalam pandangan kaun pecinta keindahan ini tidak bekerja secara langsung mengekspresikan idea tau sikap, tetapi mewujudkan sebuah pengalaman hidup dalam suatu wujud. Seni sepenuhnya merupakan kepuasan keindahan tanpa pamrih. “dalam hubungannya dengan moralitas, seni bertujuan menemukan dan mengungkapkan keindahan semesta, karena

adanya sesuatu yang agung dan mulia sesuai dengan apresiasi terhadap kosmos” (Sumardjo,

2000: 93).

Otoritas dan otensitas subjek menjadi rusak. Seniman tidak memiliki pusat ideologis, tidak ada sumber kreatif untuk dimanfaatkan. Seni hadir pada tingkat tertentu dan bukan universal. Alih-alih menghasilkan perubahan nyata, seni mewujud sebagai komoditas, alat dari sebuah akhir dan bukan tujuan itu sendiri. Seni menjadi alat kontrol sosial dan politik. Parodi adalah senjata paling layak bagi seniman postmodern. Seorang seniman harus terlebih dahulu menyadari konteks mediasi yang mengelilinginya agar mampu melampauinya. Postmodernisme menempatkan dirinya dengan tugas yang mustahil, yaitu membatasi bahasa dan akal lewat bahasa bahasa dan akal itu sendiri.

Mampukah seni mengekspresikan atau mengubah realitas melalui wacana non-rasional dan non-teoritis? Sekali lagi paradoks postmodern muncul untuk mencoba membatasi bahasa dengan bahasa. Tiutchev, seorang penyair Rusia, menyarankan penggunaan puisi abstrak dan simbolis guna mendekonstruksi dan merekonstruksi bahasa itu sendiri. Puisi akan menjadi bentuk bahasa yang lebih tinggi dan metode komunikasi yang lebih otentik. Ketidakmampuan untuk menjauh dari tekanan kapitalisme lanjut akan menjadikan seni bergerak tanpa fungsi dan tujuan sama sekali. Keterbukaan kepada etos postmodern melalui budaya pop adalah ciri khas postmodern. Ciri khas lainnya adalah tidak mau menempatkan "seni klasik tinggi" di atas budaya "pop." Postmodern unik karena ia menjangkau bukan kelas elite tetapi kelas masyarakat biasa, masyarakat yang terbiasa dengan budaya pop dan media massa.

(8)

Seniman Dalam Postmodern

Ciri sosiologis postmodern adalah semakin menguatnya wilayah perkotaan (urban area) sebagai pusat kebudayaan dan sebaliknya, wilayah pecampur aduk, munculnya kitsch, parodi, pastiche, camp dan ironi, merosotnya kedudukan pencipta seni, serta adanya asumsi seni sebagai pengulangan, perpetual art (Featherstone, 1988: 202). Menjadi pertanyaan, mampukah seni mengekspresikan atau mengubah realitas melalui wacana non-rasional dan non-teoritis? Sekali lagi paradoks postmodern muncul untuk mencoba membatasi bahasa dengan bahasa. Tiutchev, seorang penyair Rusia, menyarankan penggunaan puisi abstrak dan simbolis guna mendekonstruksi dan merekonstruksi bahasa itu sendiri. Puisi akan menjadi bentuk bahasa yang lebih tinggi dan metode komunikasi yang lebih otentik. Ketidakmampuan untuk menjauh dari tekanan kapitalisme lanjut akan menjadikan seni bergerak tanpa fungsi dan tujuan sama sekali.

Seniman postmodern menggunakan berbagai gaya yang mencerminkan suatu eklektisisme yang diambil dari berbagai era dalam sejarah. Seniman umumnya menganggap cara demikian harus ditolak karena menghancurkan keutuhan gaya-gaya historis. Para kritikus tersebut menyalahkan gaya postmodern karena tidak ada ke dalaman atau keluasan, melanggar batas sejarah hanya demi memberikan kesan untuk masa kini. Gaya dan historis dibuat saling tumpang tindih. Mereka mendapatkan postmodernisme sangat kurang dalam orisinalitas dan tidak ada gaya sama sekali.

Simpulan

Berdasarkan paparan data dan pembahasan mengenai kebenaran seni dalam konteks postmodern maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

Pergeseran nilai seni ini bisa dikaji dari berbagai sudut pandang, dari munculnya seni kontemporer dan lain sebagainya. Seni hanya dianggap sebagai hanya sebatas wacana saja. Istilah seni lebih gampang digunakan oleh orang pada saat ini. Meskipun istilah seni itu sampai sekarang masih kabur, akan tetapi seni juga tidak sembarangan, seni juga mempunyai ruh dan nilai didalmnya. Banyak seniman yang berkesenian yang tak berbentuk dan bermakna disebut

juga dengan seni. “Karya seni baru dapat berkomunikasi secara utuh dengan penikmat seni kalau penikmat seni mengenal nilai yang ada didalam karya atau benda seni itu” (Sumardjo,

2000: 207).

Gagasan tentang seniman sebagai genius dan dan karya seni sebagai sesuatu yang otentik yang menjadi cirri-ciri dari modernisme kini ditinggalkan dalam perspektif postmodern. Sebagai mana yang dikemukakan Jencks dalam Piliang yang menyebutkan bahwa seni Postmodern lebih bersifat aklektik atau berkode ganda (double coded). Kekuasan kode semakin kuat menguasai alam pikiran manusia postmodern. Seni visual lebih diutamakan daripada sistem nilai yang terkandung didalamnya. Dalam era Postmodern, bisa diistilahkan bahwa segala bentuk seni kembali mendekati pada nilai yang sebelumnya pada era modern sempat dilupakan. Akan tetapi karena keleluasaannya itulah, banyak orang yang semakin sulit untuk menilai dan menemukan seni yang bermakna karena setip seniman semakin membuat suatu karya seni yang aneh-aneh. Seni sepenuhnya merupakan kepuasan keindahan tanpa pamrih. “dalam hubungannya dengan moralitas, seni bertujuan menemukan dan mengungkapkan keindahan semesta, karena adanya sesuatu yang agung dan mulia sesuai dengan apresiasi terhadap kosmos.

Daftar Pustaka

(9)

Bourdieu, Pierre. 2010. Arena Produksi Kultural: Sebuah Kajia Sosiologi Budaya. Bantul: Kreasi Wacana.

Edy Sedyawati.1991.Seni Dalam Masyarakat Indonesia. Jakarta : PT gramedia pustaka ____________.1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta. Sinar Harapan

Featherstone, Mike. 1988. Postmodernism. University of California: Sage Publication.

Heryanto, Ariel. 1994. The Postmodern Condition: A Report On Knowledge. Jakarta: Gramedia. Koentjaraningrat.1984. Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa . Jakarta: Depdikbud. Malpas, Simon. 2005. The Postmodern. New York: Taylor and Francise E-Library.

Mcrobbie, Angela. 2011. Postmodernisme dan Budaya Pop. Bantul: Kreasi Wacana.

O’donnell, Kevin. 2009. Postmodernisme. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotika: Tafsir Culture Studies Atas Matinya Makna. Yogyakarta: Jalasutra.

Gambar

Gambar 1. Contoh Karya Tari Kontemporer
Gambar 4. Contoh Karya “Collage Art” Salah satu Teknik

Referensi

Dokumen terkait