• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa Di Desa Lubuk Siam Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Evaluasi Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa Di Desa Lubuk Siam Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1

EVALUASI PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA DI DESA LUBUK SIAM KECAMATAN SIAK HULU KABUPATEN

KAMPAR

ABSTRAK

Oleh : Zainal

Dalam konteks struktural-kultur politik yang masih birokratis dan klientelistik, akuntabilitas vertikal ke atas justru akan membuat kepala desa kurang akuntabel dan responsif kepada masyarakat, melainkan akan lebih loyal (tunduk) pada kekuasaan di atasnya. Dalam praktek bisa jadi kepala desa akan menghindar dari desakan rakyat dan akuntabilitas publik, sebab dia sudah merasa cukup menyampaikan pertanggungjawaban ke atas. Akuntabilitas ke atas jelas mengurangi makna desentralisasi, otonomi dan eksistensi desa, dan mereduksi proses pembelajaran demokrasi di level desa. Tujuan penelitian ini ialah Untuk Mengetahui Hasil Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa Khususnya Pelaksanaan Pasal 15 ayat (2) Tentang Kewajiban Kepala Desa dan Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Desa Lubuk Siam kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar dalam memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati/Walikota melalui camat, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat. Populasi dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang ikut dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan desa dan pemerintahan di atasnya seperti Camat, Kepala Desa, Sekretaris Desa, BPD, LPM, Perangkat Desa, Kepala Dusun, RW, RT, Ninik Mamak dan Masyarakat Desa Lubuk Siam. Sehingga dengan populasi yang jelas untuk pengambilan sampel ialah dengan cara mencari orang-orang yang betul memahami dan terlibat langsung dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam penyampain laporan kepada Bupati melalui Camat untuk tahun 2009 terjadi keterlambatan namun untuk tahun 2010 tidak lagi ada hambatan dan kendala, dalam hal pemberian laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD hanya bersifat progres saja, dan Kepala Desa menyampaikan secara lisan serta BPD tidak mengkaji secara mendetail tentang pengeluaran anggaran tersebut dan dalam penginformasian kepada masyarakat hanya disampaikan secara lisan saja di mesjid ketika hari besar islam tanpa ada tanya jawab antara masyarakat dan Kepala Desa tentang penggunaan anggaran, serta dalam hal penginformasian berupa selebaran tidak pernah dilakukan oleh kepala Desa Lubuk Siam.

Key Word:Evaluasi, Peraturan Pemerintahan, Desa

Pendahuluan

Keberhasilan penyelenggaraan pemerintah daerah dapat menjadi pondasi penting di dalam mendukung keberhasilan pelaksanaan pembangunan daerah dan peningkatan pelayanan publik, yang tentu hasilnya kemudian dapat memberikan kontribusi terhadap tercapainya tujuan pembangunan nasional. Dengan kata lain,

(2)

adalah Pemerintah Daerah dan DPRD. Menurut Undang- Undang ini DPRD berkedudukan sejajar dengan Pemerintah Daerah, dimana hubungan antara Pemerintah Daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan.

Menurut Rauf (2008:125) penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia yang saat ini diatur melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, memiliki berbagai dilema dalam pelaksanaanya, baik dalam hal sistem, kewenangan, pengaturan, prosedur, sumber daya manusia, pembiayaaan, maupun dalam hal realisasinya, hal ini tentu perlu dicarikan solusinya oleh seluruh komponen masyarakat yang terkait. Sehingga otonomi daerah tidak hanya sebagai konsep saja akan tetapi dapat benar-benar dilaksanakan sesuai dengan makna, hakekat dan tujuan dasar dari otonomi daerah itu sendiri, yakni terciptanya masyarakat daerah yang sejahtera.

Proses peralihan dari sistem dekonsentrasi ke sistem desentralisasi disebut pemerintah daerah dan otonomi daerah. Otonomi adalah penyerahan urusan pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintahan. Tujuan otonomi adalah mencapai efektivitas dan efisiensi dalam pelayanan kepada masyarakat.

Tujuan yang hendak dicapai dalam penyerahan tugas ini antara lain menumbuhkembangkan daerah dalam berbagai bidang, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menumbuhkan kemandirian daerah, dan meningkatkan daya saing daerah dalam proses pertumbuhan.

Menyimak lebih lanjut mengenai pemerintah daerah maka ada lagi sebuah pemerintah terkecil yang disebut dengan pemerintah desa. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Desa dikatakan bahwa :

Desa yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesataun masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desa pada umunya mempunyai pemerintahan sendiri yang dikelola secara otonom tanpa ada ikatan hierarkhis-struktural yang lebih tinggi. Di Sumatra Barat, misalnya nagari adalah sebuah republik kecil yang mempunyai pemerintahan sendiri secara otonom dan berbasis pada masyarakat (self governing community). Sebagai sebuah republik kecil nagari mempunyai perangkat pemerintahan demokratis seperti unsur legeslatif, eksekutif dan yudikatif.

Menurut Awang (2010:45) Pemerintah sebagai badan terendah pemerintahan menunjukkan pada tugas pekerjaan atau fungsi yang sejalan dengan denyut nadi kehidupan masyarakat atau yang diperintah. Hal itu menunjukkan bahwa desa sebagai badan pemerintahan memiliki kepentingan untuk melayani masyarakat atau yang diperintah. Di sinilah peran pemerintah desa yang dibentuk memiliki tugas utama menggerakkan masyarakat agar bisa menjadi salah satu kekuatan penting dalam proses pembangunan itulah hakikat dari pemberdayaan.

(3)

Menurut Widjaja (2003 :155) pengertian laporan pertanggungjawaban adalah suatu laporan yang dibuat dan dipertanggungjawabkan dalam suatu forum tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian laporan pertanggungjawaban adalah suatu bentuk laporan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas yang telah dilakukan selama jangka waktu yang telah ditetapkan.

Dalam konteks struktural-kultur politik yang masih birokratis dan klientelistik, akuntabilitas vertikal ke atas justru akan membuat kepala desa kurang akuntabel dan responsif kepada masyarakat, melainkan akan lebih loyal (tunduk) pada kekuasaan di atasnya. Dalam praktek bisa jadi kepala daerah akan menghindar dari desakan rakyat dan akuntabilitas publik, sebab dia sudah merasa cukup menyampaikan pertanggungjawaban ke atas. Akuntabilitas ke atas jelas mengurangi makna desentralisasi, otonomi dan eksistensi desa, dan mereduksi proses pembelajaran demokrasi di level desa.

Cara pandang romantis-logistik juga memahami otonomi desa sebagai kemandirian dengan cara yang keliru. Pandangan ini memahami bahwa kemandirian desa merupakan masalah internal desa, rumah tangga sendiri, yakni kemampuan mengelola maupun membiayai pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dengan bertumpu pada hasil sumberdaya lokal, swadaya dan gotong royong masyarakat. Kalau bantuan pemerintah lebih besar ketimbang PADes, kata cara pandang lokalis-romantis.

Pemerintah sebenarnya mempunyai cara pandang yang hampir sama dengan cara pandang itu, tetapi perbedaanya, pemerintah mengadopsi argumen lokalis-romantis itu untuk keperluan mempertahankan sentralisme. Para pejabat desa selalu mengatakan bahwa kekuatan penopang kemandirian desa adalah swadaya dan gotong royong di desa. Karena itu mereka selalu mendorong agar masyarakat desa terus-menerus meningkatkan swadaya

dan gotong royong, sebab bantuan terbatas yang diberikan pemerintah bukanlah komponen utama pembangunan desa, melainkan sebagai insentif atau stimulan.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa pasal 15 ayat (2) menyatakan bahwa selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Desa mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati/Walikota, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat.

Dari pasal di atas ada tiga kewajiban yang harus dilaksanakan oleh kepala desa kepada, antara lain ialah :

1. Memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati/walikota melalui camat;

2. Memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada Badan Permusyawaran Desa (BPD);

3. Menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat;

(4)

hanya bersifat penyampain saja tanpa ada diskusi yang panjang dengan anggota BPD terkait dengan penggunaan anggaran oleh kepala desa tersebut serta dalam hal menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat secara lisan kepala desa hanya menyampaikan secara garis besar saja tentang penerimaan desa dan dalam penginformasian berupa lisan kepada masyarakat hal tersebut tidak pernah dilakukan oleh kepala desa Lubuk Siam.

Berdasarkan fenomena-fenomena di atas maka penulis tertarik meneliti tentang “Evaluasi Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa Di Desa Lubuk Siam Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar”.

Kerangka Teori

1. Konsep Pemerintahan

Menurut Kitab Suci Al-Qur’an (3:104) pemerintahan adalah segolongan umat yang mengajak kepada kebaikan, mengajak kepada kebenaran, melarang dari hal buruk, itulah orang yang beruntung (dalam Rahman, 2009 : 24).

Pemerintahan menurut Syafiie dan Andi Azikin adalah sekelompok orang tertentu yang secara baik dan benar serta indah melakukan sesuatu (eksekusi) atau tidak melakukan sesuatu (not to do) dalam mengkoordinasikan, memimpin dalam hubungan antara dirinya dan masyarakat, antar depertemen dan unit dalam tubuh pemerintahan itu sendiri. Sedangkan ilmu pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana melaksanakan koordinasi dan kemampuan memimpin bidang legislasi, yudikasi, dan eksekusi dalam hubungan pusat dan daerah, antar lembaga serta antara yang memerintah dan yang diperintah secara baik dan benar dalam berbagai peristiwa dan gejala pemerintahan (dalam Rahman, 2009:2).

Menurut Musanef (dalam Syafiie, 2007 : 32) ilmu pemerintahan dapat didefinisikan sebagai berikut :

1. Suatu ilmu yang dapat menguasai dan memimpin serta menyelidiki unsur-unsur dinas, berhubungan dengan keserasian ke dalam dan hubungan antara dinas-dinas itu dengan masyarakat yang kepentingannya diwakili oleh dinas itu, atau;

2. Suatu ilmu yang menyelidiki bagaimana mencari orang yang terbaik dari setiap dinas umum, sebagai suatu kebulatan yang menyelidiki secara sistematis problema-problema sentralisasi, desentralisasi, koordinasi pengawasan ke dalam dan ke luar, atau;

3. Suatu ilmu pengetahuan yang menyelidiki yang menyelidiki bagaimana sebaiknya hubungan antara pemerintahan dan yang diperintah, dapat diatur sedemikian rupa sehingga dapat dihindari timbulnya pertentangan-pertentangan antara pihak yang satu dengan pihak yang lain, dan mengusahakan agar terdapat keserasian pendapat serta daya tindak yang efektif dan efisien dalam pemerintahan, atau

4. Ilmu yang diterapkan dan membedakan penyelidikan dinas umum dalam arti yang seluas-luasnya, baik terhadap susunan, maupun organisasi alat yang menyelenggarakan tugas penguasa, sehingga diperoleh metode-metode bekerja yang setepat-tepatnya untuk mencapai tujuan Negara;

Rosanthal mendefinisikan ilmu pemerintahan adalah ilmu yang menggeluti studi tentang kinerja internal dan eksternal dari struktur-struktur dan proses-proses pemerintahan umum (dalam Syafiie, 2007:34).

(5)

lembaga/dinas pemerintahan umum itu disusun dan difungsikan, baik secara internal maupun terhadap para warganya (dalam Syafiie, 2007:35).

Depertemen Dalam Negeri mendefinisikan pemerintahan sebagai kegiatan lembaga-lembaga publik dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan Negara. Definisi tersebut dibuat menurut pendekatan normatif. Lembaganya dulu (lembaga itu normative dan given, yaitu pemerintah), baru kegiatannya yang disebut pemerintahan. Kybernology (ilmu pemerintahan paradigma baru) menggunakan pendekatan empirik. Nilai pemerintahan diidentifikasikan jasa publik dan layanan civil dulu, provindingnya disebut pemerintahan dan yang menjalankan provider disebut pemerintah (dalam Ndraha, 2003 : 680).

Dalam ilmu pemerintahan, pemerintah juga merupakan kegiatan lembaga publik dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan negara, dan menjalankan pemerintahan disebut pemerintah, secara umum tugas-tugas pokok pemerintah menurut Rasyid (1997:13) antara lain adalah sebagai berikut :

a. Menjamin keamanan negara dari segala kemungkinan serangan dari luar dan menjaga agar tidak terjadi pemberontakan di dalam yang dapat menggulingkan pemerintahan yang sah melalui cara-cara kekerasan.

b. Memelihara ketertiban dan mencegah terjadinya keributan antar masyarakat, menjamin perubahan aparatur yang terjadi di dalam masyarakat dapat berlangsung secara damai.

c. Peraturan yang adil pada setiap warga masyarakat tanpa membedakan status apapun yang melatar belakangi keberadaan mereka.

d. Melakukan pelayanan umum dengan memberikan pelayanan

dalam bidang yang tidak mungkin dikerjakan oleh lembaga non pemerintah, atau akan lebih baik dikerjakan oleh pemerintah.

e. Melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial. f. Menerapkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan masyarakat luas.

g. Menerapkan kebijakan untuk memelihara sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 menyatakan bahwa Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintah Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

Ndraha (2003:6) mendefinisikan pengertian pemerintahan adalah organ yang berwenang memproses pelayanan publik dan memproses pelayanan sipil bagi setiap orang yang melakukan hubungan pemerintahan, sehingga setiap anggota masyarakat yang bersangkutan pada saat diperlukan sesuai dengan tuntunan yang diperintah.

Lebih lanjut Ndraha (2005 : 36) menyatakan pemerintahan adalah semua badan atau organisasi yang berfungsi memenuhi dan melindungi kebutuhan dan kepentingan manusia dan masyarakat. Sedangkan yang disebut dengan pemerintah adalah proses pemenuhan dan pelindungan dan kepentingan manusia dan masyarakat.

(6)

melalui perbuatan dan keputusan (dalam Zulwendri, 2009:15).

Menurut Sedarmayanti (2004:9) pemerintah yang baik dapat dikatakan sebagai pemerintah yang menghormati kedaulatan rakyat, yang adil dan memiliki tugas pokok yang mencakup hal-hal sebagai berikut :

1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

2. Memajukan kesejateraan umum 3. Mencerdaskan kehidupan bangsa 4. Melaksanakan ketertiban umum,

perdamaian abadi dan keadilan sosial

Budiarjo mengatakan bahwa pemerintah adalah segala kegiatan yang teroganisi yang bersumber kepada kedaulatan dan kemerdekaan, berdasarkan dasar Negara. Rakyat atau penduduk dan wilayah suatu negara memiliki tujuan untuk mewujudkan negara berdasarkan konsep dasar negara tersebut. Selanjutnya konsep-konsep tercapainya negara dalam ilmu politik adalah negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (dicisionmaking), kebijaksanaan (policy beleid) dan pembagian (distribution), atau alokasi (allocation) (dalam Zarriyatno, 2010:12)

Kemudian lebih lanjut Ndraha (2005:36) mengatakan bahwa pemerintahan dulu sekedar menunjukkan struktur kekuasaan, hanya menunjukkan unsur kepala, staf dan unsur pelaksana pemerintahan (pelayanan dan pemberdayaan). Organisasi pemerintahan berparadigma baru harus bisa menunjukkan semua pihak yang berkepentingan dengan pemerintahan, khususnya pihak pemerintah dengan yang diperintah, pihak melayani dan dilayani, hal tersebut lebih penting dalam membuat standar pelayanan.

Sesuai dengan konsep yang ditawarkan beliau dalam pemerintahan baru ada 9 (Sembilan) sasaran pengembangan

sasaran pengembangan pemikiran dirumuskan (Ndraha, 2005:30):

1. Yang diperintah sebagai suatu fakta sosial

2. Kebutuhan tuntutan yang diperintah jasa publik dan layanan sipil

3. Pemerintah sebagai proses perubahan

4. Pemerintahan sebagai lembaga societal

5. Hubungan antara pemerintah dan yang diperintah adalah hubungan pemerintahan

6. Wewenang, kewajiban dan tanggung jawab pemerintah

7. Bagaimana membangun wewenang, kewajiban dan memikul tanggung jawab

8. Bagaimana menjalankan pemerintahan

Menurut Kansil (2003:189) agar ketatalaksanaan tugas pemerintah dapat terselenggara dengan baik maka perlu diperhatikan asas-asas yang menjadi landasan dan pedoman pengaturannya, yakni :

a. Didasarkan pada kebijaksanaan yang berlaku;

b. Kejelasan wewenang, tugas dan tanggungjawab setiap aparatur yang terlibat prinsip koordinasi;

c. Tertulis;

d. Dikomunikasikan kepada semua pihak yang berkepentingan;

e. Kesederhanaan/tidak berbelit-belit;

2. Konsep Kebijakan

(7)

serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada, dimana kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu (dalam Nugroho, 2004:4).

Menurut Nigro dan Nigro tidak ada perbedaan yang mutlak dapat dibuat antara pembuatan keputusan dan pembuatan kebijaksanaan karena setiap penentuan kebijaksanaan adalah merupakan suatu keputusan dalam Erwita (2009:30). Hal senada juga diungkapkan oleh Surbakti (1999:20) yang mengatakan bahwa kebijakan umum merupakan bagian dari keputusan politik. Dilain sisi Tjokroamidjojo mengatakan bahwa pembuatan kebijaksanaaan atau policy formulation sering juga disebut policy making berbeda dengan pengambilan keputusan (decision making). Karena pengambilan keputusan adalah pengambilan sesuatu alternatif dari berbagai alternatif yang bersaing mengenai sesuatu hal dan selesai. Sedangkandecision making meliputi banyak pengambilan keputusan (dalam Surbakti, 1999:21).

Selanjutnya dapat dilihat defenisi kebijakan yang dikemukakan oleh Latief kebijakan yaitu prilaku seorang pejabat atau perorangan, kelompok kekuatan politik atau kelompok pakar atau instansi pemerintahan yang terlibat dalam suatu bidang kegiatan tertentu yang diarahkan pada rumusan masalah atau permasalahan yang sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu. Untuk selanjutnya mengacu kepada tindak atau tindakan berpola yang mengarah kepada tujuan seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang ingin dicapai (dalam Nazir, 2009:21).

Koryati mengemukakan bahwa secara umum kebijakan dapat dikatakan sebagai rumusan keputusan pemerintah yang menjadi pedoman tingkah laku guna

mengatasi masalah publik yang mempunyai tujuan, rencana, dan program yang akan dilaksanakan secara jelas (dalam Nazir, 2009:21).

Anderson (dalam Nazir, 2009:22) mengemukakan bahwa Kebijakan merupakan pengembangan yang dilakukan oleh institusi pemerintah dan aparaturnya. Sehingga kebijakan terebut dapat dikatakan bahwa :

1. Kebijakan pemerintah selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang berorientasi pada tujuan;

2. Kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan-tindakan pejabat pemerintah;

3. Kebijakan merupakan apa yang bcnar-benar dilakukan pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang baru menjadi maksud atau pernyataan pemerintah untuk melakukan sesuatu;

4. Kebijakan pemerintah itu bersifat positif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan;

5. Kebijakan pemerintah dalam arti yang positif didasarkan atau selalu dilandaskan pada peraturan perundang-undangan dan bersifat memaksa;

Selanjutnya dapat dilihat pengertian kebijakan publik yang dikemukakan oleh Rose mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekwensi-konsekwensinya bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan tersendiri (dalam Nazir, 2009:22).

Adapun karakteristik kebijakan negara menurut Wahab (2005:6-7) sebagai berikut :

(8)

b. Pada dasarnya terdiri atas tindakan yang saling terkait dari pola yang mengarah kepada suatu tujuan untuk dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah yang merupakan keputusan - keputusan yang berdiri sendiri.

c. Bersangkut paut dengan apa yang selanjutnya dilakukan pemerintah dalam bidang-bidang tertentu. d. Dalam bentuk positif kemungkinan

akan mencakup beberapa pemerintah yang dimaksudkan untuk mempengaruhi masalah tertentu. Sedangkan dalam bentuknya yang negatif kemungkinan meliputi keputusan-keputusan pejabat pemerintah untuk bertindak atau tidak melakukan sesuatu apapun dalam masalah-masalah dimana justru campur tangan pemerintah diperlukan. Dalam bentuknya yang positif pada umumnya dibuat berlandaskan hukum dan wewenang tertentu sehingga masyarakat menerimanya sebagai sesuatu yang absah.

Menurut Nugroho (2008:61), kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh Negara, khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan Negara yang bersangkutan. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi untuk menuju pada masyarakat yang dicita-citakan.

Fredrick mendefenisikan kebijakan publik sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada. Kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu (dalam Nugroho, 2008:53).

Menurut Kansil dan Christine (2003:190), kebijakan merupakan ketentuan-ketentuan yang dijadikan pedoman, pegangan, petunjuk bagi usaha yang dilakukan bagi masyarakat dan aparatur pemerintah untuk mewujudkan kelancaran dan keterpaduan dalam mencapai tujuan. Adapun bentuk-bentuk kebijakan publik menurut Nugroho (2008:61-63) adalah sebagai berikut :

1. Peraturan perundangan yang termodifikasi secara formal dan legal. 2. Pernyataan pejabat publik.

Sedangkan menurut Islamy (2007:77-85) proses pengambilan kebijaksanaan meliputi:

a. Perumusan masalah kebijaksanaan b. Penyusunan agenda pemerintahan c. Perumusan usulan kebijaksanaan d. Pengesahan kebijaksanaan e. Pelaksanaan kebijaksanaan f. Penilaian kebijaksanaan

Selanjutnya menurut Surbakti (1999:197), Proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan dibagi menjadi empat tahap yaitu: politisasi suatu permasalahan (penyusunan agenda), prumusan, pengesahan tujuan dan program dan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program. Lebih lanjut Surbakti mengemukakan ada empat faktor yang mempengaruhi proses kebijakan yaitu: lingkungan, persepsi pembuat kebijakan mengenai lingkungan, aktivitas pemerintahan perihal kebijakan dan aktivitas masyarakat perihal kebijakan.

Selain itu ia juga mengungkapkan ada tiga unsur yang harus diperhatikan dalam proses pembuatan keputusan yaitu: jumlah orang yang ikut mengambil keputusan, peraturan pembuat keputusan dan formula pengambilan keputusan dan informasi.

Islamy (2007:25-26) juga mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan atau kebijaksanaan antara lain:

(9)

b. Adanya pengaruh kebisaaan lama c. Adanya pengaruh sifat - sifat pribadi d. Adanya pengaruh dari kelompok luar e. Adanya pengaruh keadaan masa lalu

Menurut R. Dye (dalam Erwita, 2009:58) ada beberapa model formulasi kebijakan antara lain:

a. Teori Kelembagaan

Menurut teori ini tugas membuat kebijakan adalah tugas pemerintah. Oleh karena itu, apapun dan cara apapun yang dibuat oleh pemerintah pada dasarnya dapat dikatakan sebagai kebijakan publik.

b. Teori Proses

Teori ini berasumsi bahwa politik merupakan sebuah aktivitas sehingga mempunyai proses. Untuk itu kebijakan publik merupakan proses politik yang menyertakan rangkaian kegiatan berikut:

a) Identifikasi permasalahan

b) Menata agenda formulasi kebijakan

c) Perumusan proposal kebijakan d) Legitimasi kebijakan

e) Implementasi kebijakan dan f) Evaluasi kebijakan

c. Teori Kelompok

Menurut teori ini individu dan kelompok-kelompok kepentingan berinteraksi secara formal dan informal, secara langsung maupun melalui media masa menyampaikan tuntutannya kepada pemerintah untuk melahirkan kebijakan publik yang dibutuhkan.

d. Teori Elit

Menurut teori ini dalam setiap masyarakat pasti terdapat dua kelompok, yaitu pemegang kekuasaan atau elit dan yang tidak memiliki kekuasaan atau masa. Teori ini berkembang dari kenyataan bahwa sedemokratis apapun, selalu ada bisa didalam formulasi kebijakan karena pada akhirnya kebijakan-kebijakan yang dilahirkan merupakan preferensi politik dari para elit.

e. Teori Rasional

Teori ini mengedepankan gagasan bahwa kebijakan publik sebagai maksimum

social gain berarti pemerintah sebagai pembuatan kebijakan harus memilih kebijakan yang memberikan manfaat yang terbaik bagi masyarakat. Teori ini mengatakan bahwa proses formulasi kebiijakan harus didasarkan pada keputusan yang sudah diperhitungkan tingkat rasionalitasnya. Rasionalitas yang dimaksud adalah perbandingan antara pengorbanan dengan hasil yang dicapai. Dengan kata lain teori ini lebih menekankan pada aspek efisiensi.

f. TeoriInkrementalis

Teori ini berasumsi bahwa kebijakan publik merupakan variasi ataupun kelenjutan dari kebijakan dimasa lalu. Ketika pengambilan kabijakan dihadapakan pada masalah waktu, ketersediaan informasi dan kecukupan dana maka pilihannya adalah melanjutkan kebijakan dimasa lalu dengan beberapa modifikasi seperlunya. g. Teori permainan

Kunci dari teori Permainan adalah strategi. Konsep kuncinya adalah mencari yang paling aman. Dan Inti dari teori permainan adalah bahwa ia mengakomodasi kenyataan paling rill, bahwa setiap warga negara, setiap pemerintahan, setiap masyarakat tidak hidup dalam vakum. Ketika ia mengambil keputusan, lingkungan tidak pasif, melainkan membuat keputusan yang bisa menurunkan keefektivan keputusan.

h. Teori Pilihan Publik

Teori ini melihat kebijakan sebagai sebuah proses formulasi keputusan kolektif dari individu-individu yang berkepentingan atas keputusan tersebut. Teori ini mengasumsikan bahwa manusia adalah homo economicus yang memiliki kepentingan-kepentingan yang harus dipuaskan. Intinya menurut teori ini kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah harus merupakan pilihan dari publik yang menjadi pengguna.

i. Teori Sistem

(10)

sistem politik. Penggunaan teori ini merupakan pendekatan yang paling sederhana, namun tetap komprehensif, meskipun tidak memadai lagi untuk dipergunakan sebagai landasan perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan. Salah satu kelemahan dari teori ini adalah terpusatnya perhatian pada tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah, dan pada akhirnya kita kehilangan pada apa yang tidak pernah dilakukan oleh pemerintah.

j. Teori Demokrasi

Sebagai teori model demokrasi karena menghendaki agar setiap pemilik hak demokrasi diikutsertakan sebanyak mungkin. Teori ini biasanya dikaitkan dengan implementasigood governancebagi pemerintahan yang menggunakan agar dalam membuat kebijakan, para konstituen dan pemanfaan diakomodasi keberadaanya.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Peraturan Pemerintah merupakan salah satu bentuk kebijakan publik, dimana ia merupakan bentuk peraturan perundangan yang termodifikasi secara formal dan legal serta berlaku untuk seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Konsep Evaluasi

Menurut Wand dan Brown evaluasi adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari pada sesuatu, mereka mengatakan dalam mengevaluasi diperlukan pengukuran suatu tindakan atau proses untuk menentukan luas atau kuantitas dari pada sesuatu (dalam Zulwendri, 2009:35).

Charles O. Jones Evaluasi adalah suatu istilah untuk menimbang manfaat, seseorang mengamati dan meneliti suatu fenomena seseorang, sebuah benda maupun suatu gagasan berdasarkan beberapa ukuran yang eksplisit dan implicit (dalam Zulwendri, 2009:36).

Pendapat Nurcholis (2005 : 169) evaluasi merupakan suatu proses yang mendasarkan diri, pada disiplin ketat dan tahapan waktu maka untuk dapat

mengetahui hasil dari kegiatan atau program yang telah direncanakan. Dengan evaluasi dapat diketahui hambatan atau kendala-kendala yang terjadi dari suatu kegiatan. Dengan evaluasi dapat mengukur tingkat keberhasilan prinsip-prinsip dan penyelenggaraan pelayaan pemerintahan.

Menurut Badudu (2001:402) evaluasi adalah penilaian atau memaksa untuk menilai pekerjaan yang sudah dilakukan, bagaimana hasilnya (cukup baik atau buruk).

Sedangkan menurut Edward dan Brown evaluasi adalah suatu tindakan atau usaha proses untuk menentukan nilai dari sesuatu (dalam Zulkifli, 2004:263).

Selanjutnya menurut Siagian (dalam Zulkifli, 2004 : 263) faktor-faktor pendukung kegiatan penilaian tersebut adalah :

1. Terciptanya sasaran yang ditetapkan untuk dicapai.

2. Tersedianya dana, sasaran dan prasarana yang diperlukan

3. Pengetahuan dan keterampilan manajerial yang mutakhir, tidak ketinggalan zaman yang sesuai dengan tuntutan lingkungan eksternal.

4. Keunggulan produk organisasi sehingga para pesaing tersebut dapat menandingkannya.

5. Loyalitas, dedikasi dan semangat kerja yang tinggi dari pada pelaksana berbagai kegiatan operasional.

6. Interaksi positif antara berbagai bantuan kerja yang membuahkan kerja saa yang intim dan serasi. 7. Terciptanya rincian strategi bidang

fungsional dan operasional dikaitkan dengan tujuan, misi, sasaran jangka panjang dan strategi induk organisasi.

(11)

kerja yang ditentukan terlalu rendah, sehingga tanpa upaya maksimal, keberhasilan pun akan dicapai juga.

Menurut Suchman (dalam Zarriyatno 2010 : 29) mengemukakan bahwa enam langkah dalam mengevaluasi kebijakan yaitu :

1. Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi.

2. Analisis dan standarisasi kegiatan. 3. Deskripsi dan standarisasi kegiatan. 4. Pengukuran terhadap tingkatan

perubahan yang terjadi.

5. Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena akibat yang lain.

6. Beberapa indikator untuk menentukan suatu dampak.

4. Konsep Otonomi Daerah

Sebagai konsekuensi kebijakan desentralisasi yang dianut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah perlu dibentuk daerah-daerah otonom dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini sejalan dengan ketentuan pasal 18 ayat (1), (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan :

Ayat (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan Undang-Undang.

Ayat (2) Pemerintahan Daerah Propinsi, daerah Kabupaten dan Kota, mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 2 menyatakan bahwa :

(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah

provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah;

(2) Pemerintahan daerah sebaaimana dimaksud pada ayat (1) mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan;

(3) Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mejalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejateraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah;

(4) Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah dan dengan pemerintahan daerah lainnya;

(5) Hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya; (6) Hubungan keuangan, pelayanan

umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras; (7) Hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antar susunan pemerintahan.

(8) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat istiadat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(12)

Manan mengatakan otonomi mengandung arti kemandirian untuk mengatur dan mengurus urusan (rumah tangganya) sendiri (dalam Awang, 2010:52). Selanjutnya Sarundajang menjelaskan bahwa otonomi, yaitu hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri tanpa adanya campur tangan dan intervensi pihak lain (dalam Awang, 2010:52).

Ndraha menjelaskan otonomi adalah hak bawaan suatu masyarakat, bukan berian pemerintah. Hak adalah bagian integral kedaulatan, sedangkan kewenangan bagian integral dari kekuasaan. Posisi otonomi desa adalah hak bawaan(generatif historis). Pemerintahan desa harus bertanggungjawab kepada masyarakat desa dengan memberi pelayanan dan memenuhi tuntutan mereka (dalam Awang, 2010:53).

Menurut Marsono (2005:71) mengemukakan bahwa prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejateraan rakyat.

Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab, prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksakan berdasarkan tugas wewenang, dan tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan keaklasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya, adapun yang dimaksud daerah otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejateraan rakyat yang

merupakan daerah termasuk meningkatkan kesejateraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 21 ditetapkan dalam menyelenggarakan otonomi daerah mempunyai hak :

a. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerntahannya;

b. Memilih pemimpin daerah; c. Mengolah aparatur daerah; d. Mengelola kekayaan daerah;

e. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah;

f. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah;

g. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan;

5. Konsep Akuntabilitas

(13)

is faceless and that government is faceless and that, consequently, affixing blame is difficult. Kesulitan untuk menuntut pertanggungjawaban pemerintah terhadap kualitas pelayanan publik terutaman disebabkan karena sosok pemerintah itu sendiri tidak tunggal. Untuk itu proses atau sistem akuntabilitas bagi lembaga pemerintah atau birokrasi publik yang memadai merupakan prasyarat penting bagi peningkatan kualitas pelayanan publik.

Fierle (dalam Kumorotomo, 2008:4) membedakan beberapa model akuntabilitas, yakni akuntabilitas ke atas (accountability upwards), akuntabilitas kepada staf (accountability to staff), akuntabilitas kebawah (accountability downars), akuntabilitas yang berbasis pasar (market-based forms of accountability) dan akuntabilitas kepada diri sendiri (self accountability). Dua model akuntabilitas yang pertama sesungguhnya tidak banyak berbeda dengan konsep-konsep tentang control, pengawasan atau pengendalian didalam birokrasi publik. Kemudian konsep accountability downwards terkait dengan konsep demokrasi partisipatif, bahwa akuntabilitas politik dan pelayanan publik harus memiliki kaitan yang sangat erat dengan proses konsultatif dan kerjasama antara wakil rakyat dan masyarakat pada tingkat lokal. Sedangkan konsep market based from of accountability mengutamakan adanya kompetisi dan mekanisme pasar yang memungkinkan rakyat memiliki pilihan lebih banyak terhadap kualitas pelayanan yang dikehendakinya. Pemerintah harus mampu memperluas alternatif penyedia pelayanan publik serta menunjang infromasi atau menetapkan standar yang dapat menjamin adanya akuntabilitas yang baik didalam

pelayanan publik. Kemudian juga terdapat konsep self accountability yang pada dasarnya merupakan konnsep akuntabilitas internal yang sangat tergantung kepada penghayatan mengenai nilai-nilai moral atau etika para pejabat birokrat yang melaksankan tugas pelayanan publik. Berkenaan dengan upaya menjamin akuntabilitas di dalam birokrasi publik, Denhard mengatakan bahwa pada umumnyaliterature mengenai akuntabilitas disatu pihak menyebutkan tentang pentingnya kualitas subjektif, berupa rasa tanggungjawab para pejabat publik dan dilain pihak banyak yang menyebutkan pentingnya kontrol struktural untuk menjamin pertanggungjawaban tersebut (dalam Kumorotomo, 2008:5). Dari sini muncul banyak pakar dengan preskripsi tentang berbagai standar profesional dalam organisasi publik, dan juga terdapat pakar yang mengembangkan kaidah etika serta standar pelaksnaaan pekerjaan secara professional. Sebagian penulis melihat pentingnya keterlibatan legislatif di dalam proses administratif, sedangkan penulis yang lain melihat pentingnya mekanisme partisipasi publik di dalam proses administrasi yang terwujud dalam opini publik serta kegiatan masyarakat lainnya.

Kerangka Pikiran

(14)

Gambar II.1. Gambar Kerangka Pikir Penelitian

Evaluasi Kebijakan

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa

(pasal 15 Ayat 2)

1. Memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati/Walikota

2. Memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD 3. Serta menginformasikan laporan

penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat

1. Pada tahun 2009 terjadi keterlambatan namun untuk tahun 2010 sudah bisa teratasi

2. Hanya penyampaian secara progres saja secara lisan

3. Hanya penyampaian secara lisan saja pada saat hari besar islam

Berhasil Cukup berhasil Kurang berhasil

(15)

C. Konsep Operasional

Dalam memberikan konsep ini, peneliti akan memberikan penafsiran yang menyamakan pemikiran dalam analisa dari penelitian ini. Peneliti mengoperasionalkan beberapa konsep yang berhubungan dengan penelitian ini, sesuai dengan kerangka teoritis yang telah ditemukan sebelumnya oleh peneliti. Adapun konsep operasional tersebut antara lain :

a. Evaluasi adalah proses pengukuran dan perbandingan dari hasil-hasil yang seharusnya dicapai. Sementara itu keberadaan evaluasi adalah suatu yang sangat penting untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan yang dicapai ketika suatu kebijakan itu dilaksanakan.

b. Yang dievaluasi dalam penelitian ini adalah Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa Di Desa Lubuk Siam Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar.

c. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara kesatuan Republik Indonesia. d. Pemerintahan desa adalah

penyelenggara urusan pemerintahan

oleh pemerintah desa dan BPD dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul, adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

e. Memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati/walikota melalui camat adalah laporan semua kegiatan desa berdasarkan kewenangan desa yang ada serta tugas-tugas dan keuangan dari pemerintahan provinsi maupun pemerintahan kabupaten/kota.

f. Memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada Badan Permusyawaran Desa (BPD) adalah keterangan seluruh proses pelaksanaan peraturan-peraturan desa termasuk APBDes.

g. Menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat adalah memberikan informasi berupa pokok-pokok kegiatan.

D. Operasional Variabel

Agar penelitian yang terdiri dari satu variabel ini lebih mudah untuk dipahami arah dan tujuannya, maka dapat digambarkan operasional variabel sebagai berikut :

Tabel II.1 : Operasional Variabel Penelitian Evaluasi Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa Di Desa Lubuk Siam Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar

Konsep Variabel Indokator

Evaluasi

Item Penilaian

(1) (2) (3) (4)

Kebijakan merupakan ketentuan-ketentuan yang dijadikan pedoman, pegangan, petunjuk, bagi usaha yang dilakukan bagi masyarakat dan aparatur pemerintah untuk mewujutkan kelancaran

Evaluasi Pelaksanaan Peraturan Pemerintah

No.72 Tahun

2005 tentang

Desa

1. Laporan penyelenggara an

pemerintahan

desa kepada

Bupati/ Walikota melalui camat

a. Laporan semua

kegiatan desa

berdasarkan kewenangan desa b. Laporan berdasarkan

tugas-tugas

c. Laporan keuangan

(16)

dan keterpaduan dalam mencapai tujuan (Kansil dan Christine 2003:190)

dan pemerintah

kabupaten

(1) (2) (3) (4)

2. Memberikan laporan keterangan pertanggung jawaban kepada BPD

3. Serta

menginforma sikan laporan penyelenggar aan

pemerintahan desa kepada masyaratat

a. Pelaksanaan seluruh peraturan-peraturan desa

b. Pelaksanaan APBDes

a. Informasi berupa

selebaran

b. Informasi berupa

lisan

c. Informasi melalui

radio atau media lainnya

Metode Penelitian

Metode penelitian dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan tipe penelitian deskriptif yaitu menggambarkan keadaan yang sebenarnya tentang apa yang terdapat pada saat penelitian yang berdasarkan pada pengamatan penulisan di lapangan dengan cara mengumpulkan data, mengklasifikasikan dan menganalisis sehingga diperoleh hasil evaluasi terhadap masalah yang dihadapi.

Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Lubuk Siam Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar, karena dilihat pada desa tersebut banyak terjadi permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan desa terutama dalam hal pertanggungjawaban kepala desa. Ini semua terjadi karena masih adanya ketidakterbukaan Kepala Desa terhadap masyarakat.

Adapun hal yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang ikut dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan desa dan pemerintahan di atasnya seperti Camat,

Kepala Desa, Sekretaris Desa, BPD, LPM, Perangkat Desa, Kepala Dusun, RW, RT, Ninik Mamak dan Masyarakat Desa Lubuk Siam.

Untuk penentuan pengambilan data dalam penelitian, maka penulis menentapkan 2 bentuk pengambilan sampel, yang antara lain ialah sebagai berikut:

a. Untuk informasi, yakni camat, kepala desa, kepala dusun ditetapkan secara sensus.

b. Untuk perangkat desa, anggota BPD, anggota LPM, ketua RW/RT serta kepala keluarga digunakan tekhnikpurposive sampling.

Untuk memperoleh data yang dapat dipercaya maka penulis dalam mengumpulkan data menggunakan teknik wawancara, observasi, Kepustakaan.

Pembahasan

(17)

109

1. Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Kepada Bupati/Walikota

Arti penting Kepala Desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban desa kepada bupati melalui camat ialah karena Kepala Desa sebagai pejabat publik yang ada di desa diwajibkan menyampaikan laporan pertanggungjawaban Kepada Bupati lewat Camat. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa tersebut adalah berbentuk transparasi pejabat publik kepada pemerintah yang lebih tinggi di atasnya.

Artinya jika Kepala Desa dapat anggaran dari pemerintah kabupaten maupun dari pemerintahan provinsi maka seorang Kepala Desa tersebut harus mempertanggungkan penggunaan anggaran tersebut. Apakah dalam penggunaan anggaran tersebut sesuai dengan keinginan rakyat atau malah dipergunakan untuk hal-hal yang lain. Serta setelah kepala desa menyampaikan laporannya kepada Bupati/Walikota melalui camat maka Bupati/Walikota harus melakukan evaluasi terhadap Laporan yang dibuat kepala Desa tersebut.

a. Laporan Semua Kegiatan Desa Berdasarkan kewenangan Desa

Dari data yang ditemukan dapat dianalisis bahwa kepala desa Lubuk Siam memang harus menyampaikan Laporan Pertangungjawabannya kepada Bupati melalui camat hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang desa serta diatur juga dalam Peraturan Daerah kabupaten Kampar 6 tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa dan laporan tersebut disampaikan sekali sebulan serta laporan kepada BPD disampaikan sekali setahun.

Kepala desa Lubuk Siam juga memberikan Laporan kepada Bupati melalui camat, kepada BPD, dan kepada

Inspektorat kabupaten Kampar. Dan pada tahun anggaran 2009 penyampainnya kepada Bupati terlambat sedangkan untuk tahun 2010 hal tersebut telah bisa diatasi. Dalam penyusunan laporan tersebut memang tidak ada suatu permasalahan yang mendasar dengan demikian terlihat bahwa kepala desa Lubuk Siam telah melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya sebagai kepala Desa sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa yang tertuang pada pasal 14 ayat (2).

Sedangkan Dalam ungkapan Kepala Dusun I tersebut dapat dianalisis bahwa Kepala Desa Lubuk Siam tidak ada membuat laporan tentang pelaksanaan kewenangan selaku Kepala Desa namun kepala Desa Lubuk Siam telah melakukan kewenangannya sebagai Kepala Desa yang berpedoman kepala Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa serta yang menjadi kewenagan Kepala Desa tersebut ada ditempel didinding dalam ruangan tamu di kantor Kepala Desa Lubuk Siam kecamatan Siak Hulu kabupaten Kampar.

b. Laporan Berdasarkan Tugas-Tugas

Berdasarkan data penelitian, dalam memberikan laporan kepala desa Lubuk Siam kepada kecamatan sering terlambat karena pada saat penyusunan laporan tersebut kepala desa dan perangkat desa sibuk dengan urusan masing-masing. Laporan kepala Desa berdasarkan semua tugas kepala desa memang tidak pernah dilakukan namun yang menjadi urusan pemerintahan, menyelenggarakan urusan pembangunan dan urusan kemasyarakatan telah dilakukan kepala Desa Lubuk Siam selaku kepala desa dan merupakan pedoman kepala desa dalam bekerja.

(18)

110

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa yang khususnya pasal 14 ayat (1) tidak pernah dilakukan oleh kepala desa. Dalam artian kepala desa hanya melakukan tugas-tugasnya saja tanpa membuat secara tertulis tentang pelaksanaan tugasnya sebagai Kepala Desa.

c. Laporan Keuangan Yang Bersumber Dari Pemerintah Provinsi Dan Pemerintah Kabupaten

Adapun yang menjadi pendapat para responden tentang Laporan Berdasarkan keuangan yang bersumber dari Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten dapat dianalisis bahwa kepala desa yang ada harus membuat RKA (Rencana Kerja Anggaran) yang dalam penggunaan ADD harus sesuai dengan realitanya serta dalam penggunaan anggaran tersebut juga harus sesuai dengan RKA yang telah dibuat tersebut. Output yang dihasilkan juga diharapkan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan yang tertuang dalam RKA tersebut. Namun realitasnya ketika camat meminta data tentang penduduk saja kepala desa yang ada di kecamatan Siak Hulu selalu terlambat dalam pengumpulan data tersebut.

Lebih lanjut dalam ungkapan Sekretaris Desa bahwa setiap akhir tahun anggaran Desa Lubuk Siam ada membuat LPJ tentang anggaran yang didapat desa baik dari anggaran Provinsi maupun dari anggaran Kabupaten serta laporan tersebut disampaikan kepada camat, Inspektorat dan Kabag Pemdes kabupaten Kampar.

Kepala desa memang diwajibkan membuat laporan tentang anggaran yang dibelanjakan desa baik dari anggaran provinsi maupun dari anggaran kabupaten dan laporan tersebut disampaikan kepada Bupati melalui camat. Serta kesesuaian antara uang yang dibelanjakan dengan kebutuhan adalah kepala desa yang lebih tahu karena yang belanja semua perlengkapan dan kebutuhan adalah kepala desa, pada saat penyampaian kepala LPM

dan BPD pun hanya bersifat penyampain begitu saja tanpa ada diskusi yang panjang tentang penggunaan anggaran tersebut. Karena semua peserta rapat yang hadir selalu bilang suai ketika kepala desa bilang suai tentang pengeluaran anggaran tersebut dan ironisnya lagi menurut pendapat ketua LPM tersebut bahwa sebagai ketua LPM beliau tidak mengetahui apa yang menjadi tugasnya sehingganya ketua LPM desa Lubuk Siam tidak tahu apa yang harus diberdayakan.

4. Memberikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepada BPD

Arti penting Kepala desa memberikan laporan ketenrangan pertanggungjawaban kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah karena BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa, anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara dan mufakat. Dan tanggung jawab kepala desa kepada BPD hanya dalam bentuk penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban, Tentu saja ini berarti tidak ada lagi fungsi check and balances sebagai prinsip demokrasi dalam pola hubungan antara BPD dan kepala desa; serta hubungan BPD dengan lembaga supra desa. Bahkan, terdapat kontradiksi antara pasal 15 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa yang mengatur bahwa BPD memiliki salah satu wewenang untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa. Selain itu BPD juga mitra Kepala Desa dalam menjalan tugas dan wewenangnya sebagai penyelenggara pemerintahan desa.

a. Pelaksanaan Seluruh Peraturan-Peraturan Desa

(19)

111

Kampar para responden menyatakan bahwa seperti uraian di bawah kepala desa Lubuk Siam bersama BPD, LPM, RT,RW dan ninik mamak ada membuat Peraturan Desa yang mengatur tentang laranggan merusak perekonomian masyarakat yakni menuba ikan dan larangan meminum minuman keras. Dan sepanjang tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 hanya satu Peraturan Desa yang dibuat kepala desa bersama BPD, LPM, RT,RW dan ninik mamak. Dan yang menjadi kendala pada saat penerapan aturan tersebut ketika didalam Peraturan Desa tersebut melarang meminum minuman keras dan memberikan sangsi denda sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) kepada peminum namun kepala desa serta pihak yang ikut membuat aturan tersebut seakan tutup mata ketika melihat ada masyarakat yang melanggar aturan yang telah sama-sama mereka sepakati. Karena mungkin menurut pandangan penulis masih banyaknya hubungan keluarga kepala desa ataupun BPD, LPM, RT, RW, Kepala Dusun dan Ninik Mamak dengan masyarakat yang melakukan pelanggaran tersebut dan juga faktor sosialiasi yang kurang juga menjadi hal sehingga aturan tersebut terus dilanggar. Namun walaupun begitu Kepala Desa Lubuk Siam dan BPD berusaha memberikan sosialisasi yang lebih maksimal kepala masyarakat dengan menempel pengumuman dan Peraturan Desa tersebut di warung-warung yang ada di desa Lubuk Siam kecamatan Siak Hulu kabupaten Kampar.

a. Pelaksanaan APBDes

Dalam hal pelaksanaan APBDesa Lubuk Siam Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar beberapa responden yang menjadi sampel pada saat penelitian

menyatakan bahwa yang menjadi titik lemah terhadap laporan Kepala Desa tersebut ialah pada saat Kepala Desa menyampaikan laporan tersebut kepada BPD, karena dalam penyampain laporan tersebut bersifat progres saja yang dilakukan kepala Desa kepada BPD padahal disana BPD diberikan kewenagan sepenuhnya untuk mempertanyakan kebenaran penggunaan anggaran yang dilakukan Kepala Desa, karena menurut pendapat camat Siak Hulu anggota BPD Lubuk Siam kurang memahami dan kurang pengetahuan tentang pembahasan LKPJ tersebut.

Kepala Desa Lubuk Siam ada memberikan laporan kepada Bupati melalui camat, kepada inspektorat kabupaten Kampar dan kepada BPD tentang APBDesa Lubuk Siam. Untuk tahun 2009 dalam penyampaian laporan tersebut terlambat namun untuk tahun 2010 hal tersebut telah bisa diatasi sehingga pihak pemerintahan Desa tidak lagi merasa kesulitan dalam pembuatan dan penyampaian laporan tersebut kepada Bupati melalui Camat.

3. Menginformasikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Kepada Masyarakat

(20)

112

pemilihan kepala desa; sedangkan prinsip kontrol menekankan pada aspek akuntabilitas pemerintahan. Hal tersebut di ataslah yang menjadi arti penting dari kepala desa harus menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat serta kepala desa juga dipilih oleh masyarakat sehingga dengan demikian kepala desa harus menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat.

a. Informasi Berupa Selebaran

Dalam hal penginformasian kepada masyarakat berupa selebaran tentang penggunaan anggaran yang didapat desa baik dari anggaran APBN, APBD provinsi maupun APBD kabupaten dan APBDes beberapa responden yang penulis jadikan objek dalam penelitian ini berpendapat bahwa :

Penginformasian berupa selebaran tentang anggaran yang didapat desa dan anggaran yang dikeluarkan desa Imi Dt. Ulak selaku ninik mamak suku Caniago di Desa Lubuk Siam kecamatan Siak Hulu kabupaten Kampar berpendapat bahwa tidak melihat adanya selebaran tentang penggunaan anggaran yang didapat Pemerintahan Desa, namun berupa bentuk fisik tentang penggunaan anggaran tersebut dapat dilihat baik berupa bentuk bangunan maupun berupa barang-barang yang menjadi kebutuhan di Desa Lubuk Siam kecamatan Siak Hulu kabupaten Kampar.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dianalisis bahwa masyarakat tidak pernah melihat selebaran tentang penggunaan anggaran yang didapat desa baik itu dari anggaran APBN, APBD provinsi dan APBD kabupaten. Serta responden juga berpendapat bahwa kepala desa Lubuk Siam memimpin dengan cara otoriter sehingga dalam kesesuain antara realita dengan penggunaan anggaran

masyarakatpun tidak pernah mengetahuinya.

Berdasarkan beberapa jawaban responden di atas tentang pengumuman berupa selebaran dapat disimpulkan bahwa untuk pengguanaan anggaran yang didapat kepala desa baik dari anggaran APBN, APBD provinsi maupun APBD kabupaten, dan anggaran APBDes kepala desa tidak pernah menginfromasikannya kepada masyarakat. Hal tersebut tentu saja bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 yang mengharuskan bahwa kepala Desa harus menginfromasikan berupa selebaran tentang pendapatan dan pengeluaran desa kepada masyarakat.

b. Informasi Berupa Lisan

Dalam hal penginformasian kepada masyarakat berupa lisan tentang penggunaan anggaran yang didapat desa baik dari anggaran APBN, APBD provinsi maupun APBD kabupaten dan APBDes beberapa responden yang penulis jadikan objek dalam penelitian ini berpendapat bahwa pemerintahan desa melakukan langkah-langkah kepada masyarakat yang meminjam uang agar mau mengembalikan uang tersebut walaupun tidak secara lunas harus berangsur karena kalau tidak dilakukan masyarakat maka pihak desa akan menyita anggunan yang diberikan oleh masyarakat yang melakukan peminjaman di desa Lubuk Siam kecamatan Siak Hulu kabupaten Kampar.

(21)

113

Berdasarkan jawaban responden dapat dianalisis bahwa kepala desa Lubuk Siam memberikan informasi berupa lisan kepada masyarakat tentang anggaran yang didapat kepala desa baik dari anggaran provinsi maupun dari anggaran kabupaten. Namun hanya sebagian kecil saja yang masyarakat ketahui karena pada saat penyampain tersebut tidak ada waktu untuk diskusi dan tanya jawab seputaran pengeluaran anggaran yang digunakan desa untuk kebutuhan desa Lubuk Siam kecamatan Siak Hulu kabupaten Kampar. Akan tetapi penyampaian seacra lisan, tanpa diikuti diskusi ataupun tanya jawab dengan masyarakat secara otomatis masyarakat hanya mengetahuinya saja tanpa mengetahui apakah anggaran yang didapat tersebut habis untuk dibelanjakan untuk biaya perlengkapan dan kebutuhan desa Lubuk Siam kecamatan Siak Hulu kabupaten Kampar.

c. Informasi Melalui Radio Atau Media Lainnya

Berdasarkan observasi yang penulis lakukan di lapangan tepatnya di desa Lubuk Siam kecamatan Siak Hulu kabupaten Kampar untuk meninformasi melalui radio atau media lainnya tentang pengeluaran dan pendapatan yang didapat Pemerintahan Desa Lubuk Siam baik dari Anggaran APBN, APBD provinsi dan APBD kabupaten maunpun PADesa memang belum ada dan belum pernah dilakukan dikarenakan radio desa ataupun media desa lainnya tidak ada didesa Lubuk Siam kecamatan Siak Hulu kabupaten Kampar.

Kesimpulan dan Saran

Setelah penulis paparkan pada halaman-halaman sebelumnya tentang Evaluasi Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa di Desa Lubuk Siam kecamatan Siak Hulu kabupaten Kampar. Maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan. Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 72

Tahun 2005 Tentang Desa Khususnya Pelaksanaan Pasal 15 ayat (2) Tentang Kewajiban Kepala Desa Di Desa Lubuk Siam kecamatan Siak Hulu kabupaten Kampar maka penulis dapat menyimpulkan bahwa :

a. Dalam hal memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati/walikota melalui camat telah dilakukan oleh kepala Desa Lubuk Siam kecamatan Siak Hulu kabupaten Kampar untuk tahun anggaran 2009 memang terjadi keterlambatan namun untuk tahun anggaran 2010 semua permasalahan dalam penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan kepada Bupati melalui camat tidak lagi ada masalah-masalah yang mendasar dalam penyusunan Laporan tersebut; b. Dalam hal memberikan laporan

keterangan pertanggungjawaban kepada Badan Permusyawaran Desa (BPD) telah berjalan dengan baik namun pada saat penyampain laporan tersebut kepala Desa hanya menyampaikan saja secara lisan kepada BPD sehingga penyampaian kepada BPD hanya bersifat progres saja dan faktor lemahnya pengetahuan BPD desa Lubuk Siam dalam memahami fungsi dan wewenang sebagai BPD juga menjadi faktor tentang lemahnya LKPJ Kepala Desa yang dilaporkan kepala Desa kepada BPD tersebut;

Gambar

Gambar II.1. Gambar Kerangka Pikir Penelitian
Tabel II.1 :

Referensi

Dokumen terkait

BPRS Khasanah Ummat Banyumas ” adalah agar masyarakat mengetahui dan tertarik untuk mengambil manfaat dari produk yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan dan

Matriks SWOT dapat menggambarkan dengan jelas bagaimana strategi pemasaran perusahaan yang sesuai berdasarkan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dalam rangka

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kekuatan otot lengan dan koordinasi mata tangan dengan ketepatan servis atas siswa yang mengikuti

Return on Assets yang tinggi, berarti bahwa laba bersih yang dimiliki perusahaan tinggi, maka apabila perusahaan menggunakan hutang yang besar tidak akan berpengaruh

Kecepatan green wave rencana saat melewati simpang RE Martadinata sampai dengan Agus Salim adalah 30 km/jam dan 20 km/jam pada simpang Agus Salim sampai dengan Untung Suropati

perluasan dibanding Sensus Pertanian 1983, yaitu untuk konsep rumah tangga pertanian pengguna lahan ditambah dengan usaha budidaya kayu-kayuan kehutanan, dan setiap komoditas

Berdasarkan grafik 3 diatas dapat dilihat hasil dari kemampuan literasi sains anak melalui metode bercerita menggunakan media gambar seri pada siklus I dengan indikator

Hingga saat ini, jumlah produk OVOP berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Dinas Perdagangan, UKM, dan Koperasi Kota Banda Aceh bekerjasama dengan Pusat