Vol. 4, No. 1, Juni 2012 Hal : 47 - 52
Helminth infection, immunity and allergy Abstract
Helminth infection and allergy are associated with elevated levels of IgE, tissue eosinophilia, mastocytosis, and CD4+ T cells that initiating by secreting the Th2 cytokines 4, 5, and IL-13. However, interaction between the factors was still unclear. This article try to review some articles that related with helminth infection, allergy, and immune system to figured out holistically to explain both diseases phenomenon.
Infeksi cacing, imunitas, dan alergi Abstrak
Infeksi cacing dan alergi memiliki kesamaan dalam peningkatan kadar IgE pada serum, eosinofil dalam jaringan, mastositosis, dan sel CD4+ T yang menginisiasi dengan mensekresi Th2, IL-4, IL-5, dan IL-13. Walau demikian masih belum dapat dijelaskan dengan pasti hubungan keduanya. Artikel ini mereview beberapa artikel yang berkaitan dengan infeksi cacing, alergi dan sistem kekebalan tu1buh untuk memperoleh gambaran yang lebih komprehensif dalam menjelaskan fenomena kedua penyakit.
Penulis :
Korespondensi:
Kata Kunci : 1. Dicky Andiarsa 2. Budi Hairani 3. Gusti Meliyanie 4. Deni Fakhrizal
Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu Jl. Dharma Praja Desa Gunung Tinggi, Kec. Batulicin Kab. Tanah Bumbu Kalsel. Email: andiarsa@gmail.com.
infeksi cacing Alergi
Sistem kekebalan Diterima : 10 April 2012
Disetujui : 22 Mei 2012
Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang
Pendahuluan manusia dan karenanya dapat menyebabkan
3
penyakit limfatik filariasis. Ada pula cacing filaria Infeksi cacing berhubungan dengan aktivitas
pada binatang yang larvanya dapat menular pada tubuh yang menghasilkan beberapa substansi
manusia dan menimbulkan penyakit tropical
mediator penyebab hipersensitivitas tipe 1 seperti 5
1 eosinophilia.
eosinofil, basofil dan sel mastosid. Kemampuan
tubuh dalam menanggapi sekresi antigen yang Cacing filaria membutuhkan serangga sebagai
dikeluarkan oleh cacing bergantung kepada vektor, misalnya nyamuk Anopheles, Aedes,
respon sistem kekebalan, lamanya infeksi dan Mansonia, Culex bisa juga Simulium, Chrysops
5
berat ringannya suatu infeksi cacing. Seseorang atau Culicoides, tergantung spesiesnya. Manusia
bisa memiliki respon yang berbeda dengan orang mendapat infeksi melalui gigitan vektor yang
lain terhadap infeksi satu jenis cacing yang sama. mengandung mikrofilaria infektif. Wuchereria
Proses interaksi antara sistem kekebalan dan bancrofti, Brugia timori, dan Brugia malayi memiliki
infeksi cacing akan mengakibatkan gejala sifat nocturnal, yaitu mikrofilaria hanya ditemukan
inflamasi dan alergi yang dipicu oleh aktivitas dalam darah perifer hospes pada malam hari saja.
sitokin Th2 yang mendorong produksi IgE oleh sel Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan
limfosit B, kemudian mendorong pertumbuhan dan tekanan oksigen antara darah vena dan arteri pada
2 5
degranulasi dari sel mast. waktu siang dan malam hari. Periode laten atau
prepaten adalah waktu yang diperlukan antara
Alergi, menurut European Academy of Allergology
seseorang mendapatkan sampai ditemukannya
and Clinical Immunology (EAACI) adalah sebuah
mikrofilaria dalam darahnya. Mikrofilaria yang respon hipersensitivitas yang diinisiasi oleh
dilahirkan masuk ke dalam darah perifer dengan pajanan alergen atau antigen pada dosis yang
3 menembus dinding saluran limfe ke dalam
masih dapat ditoleransi oleh individu normal.
pembuluh darah kecil yang berdekatan atau melalui Alergi dapat ditimbulkan oleh atopi yaitu suatu
ductus thoracicus. Mikrofilaria ini tidak dapat hidup keadaan yang memperlihatkan IgE yang sangat
lebih lanjut kecuali jika dihisap oleh vektor. Jika responsif, namun atopi sendiri belum tentu dapat
4 mikrofilaria terhisap oleh vektor yang sesuai,
menimbulkan gejala alergi.
beberapa jam kemudian menembus dinding usus
Banyaknya kasus pemeriksaan jenis alergi (prick tengah dan bergerak ke otot thorax untuk
test) yang reaksinya dapat diturunkan bahkan bermetamorfosis (molt) menjadi stadium infektif
ditiadakan oleh adanya infeksi cacing yang (L1-L3) dalam waktu 1-3 minggu (tergantung
mendasari penulisan artikel ini sehingga dapat spesiesnya). Jika vektor yang mengandung larva 5
diketahui dengan jelas keterkaitan di antara kedua infektif tersebut menggigit orang lain, larva L3
jenis penyakit. meninggalkan ujung proboscis vektor ke kulit dekat
lubang gigitan, kemudian memasuki tubuh hospes
Infeksi Cacing (Sebuah Gambaran Etiologi)
melalui luka gigitan tersebut. L3 bermigrasi ke Infeksi cacing yang seringkali menyebabkan
nodus limfe terdekat untuk berkembang menjadi reaksi hipersensitivitas adalah filariasis, dan
cacing dewasa dan berkembang biak kembali dan infeksi cacing pencernaan. Kedua penyakit ini
seterusnya. memberikan respon kekebalan yang bervariasi
Cacing dewasa inilah yang dapat menyebabkan menurut siklus hidup dan cara parasit tersebut
kelainan patologis pada kelenjar limfatik menginfeksi hospesnya.
penderitanya melalui hasil metabolisme cacing
a. Filariasis
yang dapat menyebabkan keradangan pada
Tiga spesies utama yang menyebabkan filariasis kelenjar maupun pembuluh limfe. Penumpukan
pada manusia adalah Wuchereria bancrofti, cacing filaria dewasa baik yang hidup maupun yang
Brugia timori, dan Brugia malayi. Nematoda darah sudah mati dalam pembuluh limfe juga
penyumbatan pembuluh limfe. Keadaan tersebut halus masuk ke pembuluh darah vena porta menuju
akan menimbulkan perembesan cairan limfe pada ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke
sel dan jaringan sekitar. Filaria Brugia memberikan paru. Dalam alveolus paru, larva terus bergerak
kerusakan kronis pada jaringan lokal yang berbeda naik hingga trachea melalui broncheolus dan
3
dengan cacing Filaria jenis Bancrofti. Pembesaran bronchus. Larva terus naik ke pharink dan
organ yang disebabkan Wuchereria bancrofti menyebabkan respon batuk pada hospes dan larva
biasanya terjadi pada seluruh lengan, kaki kembali masuk ke esophagus dan tertelan menuju
(elephantiasis), penis, skrotum dan payudara, usus halus untuk kemudian tumbuh menjadi cacing
sedangkan pada Brugia malayi dan Brugia timori dewasa. Keadaan saat larva berada di paru hingga
biasanya terjadi pembesaran pada organ kaki di dibatukkan ke esophagus menimbulkan rekasi
bawah lutut dan sangat jarang di bagian tubuh yang hipersensitivitas pada hospes yang biasa di sebut
3 8
lain. Loeffler syndrome.
Hipersensitivitas dapat pula terjadi pada penyakit Lingkaran hidup Trichuris trichiura sedikit lebih
filariasis, kejadian yang jarang ini dinamakan sederhana dibandingkan dengan Ascaris
6
tropical pulmonary eosinophilia (TPE). TPE pada lumbricoides. Telur Trichuris yang tertelan bersama
filariasis ini ditandai dengan batuk, nafas berbunyi, makanan atau minuman menetas sebagai larva di
7
sesak nafas, dan eosinofilia. dalam usus halus. Larva kemudian menanamkan
diri ke dalam columnar epithelium hingga menjadi
b. Helminthiasis Pencernaan
dewasa setelah bermetamorfosis sebanyak 4 kali
Infeksi cacing saluran pencernaan merupakan dan kemudian bergerak menuju usus besar dan
parasit yang paling sering terjadi di negara mengakibatkan infeksi kronis karena cacing
berkembang termasuk di Indonesia. Nematoda dewasa menancapkan sebagian besar tubuh
merupakan spesies terbanyak yang hidup sebagai bagian anterior ke dalam mukosa.3
parasit terhadap hospes baik hewan maupun
Infeksi hookworm dimulai dengan penetrasi aktif
manusia. Beberapa survei di Indonesia
larva filariform melalui kulit dengan bantuan enzim
menunjukkan prevalensi Ascaris lebih tinggi dari 3
larval hydroliytic. Larva akan memasuki kapiler dan 70% yang ditemukan antara lain di beberapa desa
terbawa aliran darah menuju paru dan selanjutnya di Sumatera (78%), Kalimantan (79%), Sulawesi
pola perjalanan larva menjadi dewasa hampir sama (88%), Nusa Tenggara Barat (92%) dan Jawa Barat
dengan Ascaris lumbricoides yang dengan tujuan
(90%) diikuti pervalensi Trichuris yang juga tinggi 3
8 terakhir usus halus. Cacing STH dewasa
pada daerah yang sama.
mengeluarkan telurnya di dalam saluran
Kasus infeksi cacing memang lebih sering terjadi pencernaan dan terbawa keluar melalui feses dan
pada jenis Soil Transmitted Helminthiasis (STH) seterusnya hingga menginfeksi hospes yang lain.
karena cacing jenis ini tidak membutuhkan hospes
Ketiga jenis STH hidup sebagai parasit dengan perantara untuk melanjutkan siklus hidupnya dan
mengambil sari makanan di dalam saluran menginfeksi hospesnya. Namun demikian di
pencernaan. Keberadaan parasit akan negara berkembang kasus non STH juga masih
menyebabkan berbagai gangguan pada hospes,
banyak ditemukan misalnya enterobiasis,
mulai dari sakit perut ringan, kehilangan darah dan
taeniasis, dan hymenolephiasis. Bahasan artikel ini 9
hemoglobin pada infeksi hookworm, peritonitis,
akan dibatasi pada cacing jenis STH saja. 10
diare kronis pada kasus berat trichuriasis, bahkan
STH biasa juga disebut geohelminth terdiri atas serangan jantung kongestif pada infeksi berat
Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan hookworm dan ascariasis.11
hookworm. Lingkungan yang sesuai akan
membantu telur Ascaris yang dibuahi berkembang Sistem Kekebalan terhadap Infeksi Cacing
menjadi bentuk infektif yang bila tertelan manusia, Secara umum tubuh manusia memiliki sistem
telur tersebut akan menetas di usus halus. Larva pertahanan yang memungkinkan tubuh dapat
mempertahankan diri dari serangan suatu penyakit. poliklonal IgE non spesifik dalam jumlah besar ini
14
Pada saat pertama kali agen penyakit seperti virus, masih belum diketahui.
bakteri, parasit termasuk juga cacing yang masuk
Keterkaitan Alergi dan Infeksi Cacing
dan menginfeksi tubuh, akan terlebih dahulu
Ada kemiripan jalur imunologis antara infeksi dikenali untuk memberikan kesempatan tubuh
12 cacing dan atopi yang ditandai dengan tingginya
melakukan respon imun secara spesifik.
eosinofil, IgE dalam serum dan basofil serta sel Respon imun dibedakan menjadi 2, yaitu respon
mast dalam jaringan yang memungkinkan imun alamiah dan adaptif. Respon imun alamiah
terjadinya respon hipersensitivitas tipe cepat. atau bawaan terjadi karena hal yang non spesifik,
N a m u n a p a k a h i n f e k s i c a c i n g d a p a t yaitu kulit dan selaput lendir sebagai pelindung,
mengakibatkan atopi atau sebaliknya masih perlu fagositosis dan sebagainya. Kekebalan alamiah ini
banyak penelitian yang dapat menjelaskan juga ditentukan oleh faktor genetik misalnya
fenomena tersebut.
bangsa Negro lebih resisten terhadap Plasmodium
Pada tahap awal infeksi, proses infeksi cacing
vivax dan cacing tambang dari pada bangsa kulit
5 seringkali menampakkan gejala hipersensitivitas
putih.
pada hospesnya, sindroma loeffler pada infeksi
Parasit cacing merupakan organisme yang
awal ascariasis, TPE pada filariasis, dan dermatitis
kompleks dan memiliki multiphase dalam siklus
lokal pada infeksi hookworm. Infeksi awal atau akut
hidupnya dan berbeda dari setiap spesies, namun
melibatkan sel-sel inflamasi misalnya eosinofil,
respon imun host terhadap infeksi cacing pada
basofil dan sel mast yang teraktifasi oleh kompleks umumnya hampir sama. Misalnya, teraktifasinya
antigen-IgE sehingga menimbulkan respon Th2 dengan ditandai peningkatan yang signifikan
inflamasi dan sensitifitas jaringan lokal yang dari IL-4, IL-5, IL-9, IL-10, dan IL-13 dan
terkena meningkat. Sebaliknya, pada infeksi kronis menimbulkan respon kuat dari IgE, eosinofil, dan
cacing yang merupakan organisme multiseluler
13
sel mast, sehingga penanda terbesar dari suatu
memicu tubuh hospes memproduksi IgE poliklonal infeksi cacing adalah terdeteksinya IgE serum yang
dan tidak spesifik, sehingga kejenuhan IgE non
14
tinggi dari individu yang terinfeksi.
spesifik pada serum mengakibatkan hambatan
16,17
Cacing juga menginduksi secara kuat pengaturan sterik pada reseptor sel mast (FcεRI). Hambatan
respon imun, walaupun Th2 biasanya lebih ini menyebabkan tidak terkatifasinya sel mast untuk
dominan dari pada Th1 selama infeksi cacing. mengeluarkan granula histamin sehingga tidak
Infeksi pada S. mansoni juga memiliki respon kuat terjadi hiperresponsiv pada hospes. Jalan lain bisa
komponen Th1 yang diinduksi oleh cacing dewasa, berupa IgG blocking antibody. Antibodi IgG
yang berbeda dengan telurnya yang menginduksi dianggap mampu menghambat IgE untuk mengikat
respon Th2. Setidaknya percobaan pada mencit alergen dengan menetralkan molekul alergen
telah menunjukkan menjadi tergantung terhadap sebelum alergen tersebut berinteraksi dengan IgE
15
18
respon Th1 sebagai perlindungan. yang terikat pada reseptor sel mast dan basofil,
Induksi poliklonal IgE oleh cacing mungkin juga atau menghambat sinyal sel mast dengan
melindungi parasit dari pertahanan hostnya dengan mereaksi-silangkan FeεRI dengan hambatan
cara menghambat pengikatan antigen dari cacing tyrosin imunoreseptor yang mengandung
19-21
dengan IgE spesifik ke sel mast atau basofil. Hal ini penghambat reseptor FcɣRIIb.
juga menjelaskan mengapa cacing menginduksi Antibodi IgG4 berkaitan dengan infeksi cacing yang
produksi IgE non spesifik dalam jumlah yang besar tidak menimbulkan gejala telah dilaporkan
di tempat pertama dia masuk ke tubuh host dan memblok IgE yang memediasi respon alergi
22
mengapa manusia dengan infeksi cacing sangat terhadap antigen parasit. Isotipe IgG4 juga
jarang mengalami reaksi anafilaktik jika diproduksi selama imunoterapi dengan alergen dan
dibandingkan dengan atopi. Akan tetapi, mengapa keberhasilan imunoterapi ditandai dengan produksi
23
memproduksi IgE spesifik terhadap alergen. tentang penelitian helminth imunologi. Prof. Dr.
Dengan kata lain infeksi cacing mampu mereduksi Setiawan Koesdarto, drh., M.Sc., dan drg nurhayati
efek atopi pada hospes dan dengan mekanisme M.Sc., Sc.D. yang telah membantu dalam
tersebut cacing dapat hidup lama dan berkembang penulisan artikel ini.
biak dengan aman dalam tubuh hospes tanpa
Daftar Pustaka
menimbulkan gejala pada hospes sekaligus tanpa
24 1. Guyton AC. Fisiologi Manusia dan Mekanisme
membahayakan cacing itu sendiri.
Penyakit. Jakarta: EGC Penerbit Buku Beberapa penelitian menyebutkan terdapat
Kedokteran; 1996. hubungan positif antara infeksi cacing dan atopi
25 2. Galli SJ, Nakae S, Tsai M. Mast cell in the
alergi misal dari penelitian di Jerman Timur, dan
26 development of adaptive immune responses.
China, namun beberapa lainnya menyatakan
12 Nat.Immunol. 2005. 6:135-42.
tidak memiliki hubungan yang signifikan,
27-28
diantaranya penelitian di Ethiopia, dan di 3. Wahyuni S. Helminth infections, allergic
29
beberapa wilayah di Tanzania. disorders and immune responses (studies in
Indonesia). Makasar; 2006.
Kesimpulan
4. Abidin DS. Penatalaksanaan Penyakit Alergi. Prinsip dasar sistem kekebalan tubuh adalah
Edisi kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran bagaimana tubuh merespon masuknya antigen,
Universitas Indonesia; 2008. mengenali antigen dan menghancurkannya. Efek
5. Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi samping yang ditimbulkan bisa bervariasi
kedokteran ditinjau dari organ tubuh yang tergantung agen penyakit dan macam antibodi
st
diserang. 1 ed. Jakarta: EGC; 2009. yang menghadapinya. Hipersensitivitas bisa
merupakan efek perubahan kimia tubuh dalam 6. Neva FA, Kaplan AP, Pacheco G, Gray L,
menghadapi infeksi parasit. Namun demikian Danaraj TJ. Tropical eosinophilia. A human
parasit juga mampu menurunkan reaksi model of parasitic immunopathology, with
hipersensitifitas dengan beberapa mekanisme observation on serum IgE levels before and
yang telah dijelaskan sebelumnya. after treatment. J. Allergy Clin. Immunol. 1975.
55:422-9. Beberapa variabel menunjukkan hubungan yang
bervariasi, dari beberapa literatur menyebutkan 7. Hussain R, Poindexter RW, Ottesen EA.
bahwa infeksi cacing dapat tidak atau Control of allergic reactivity in human filariasis.
berhubungan baik negatif maupun positif dengan Predominant localization of blocking antibody
gangguan atopi atau alergi. Hal ini menjadi to the IgG4 subclass. J.Immunol. 1992.
sandaran bahwa masih diperlukan banyak 148:2731-7.
penelitian yang mengeksplorasi tentang imunologi 8. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S.
infeksi cacing ini sehingga dapat diperoleh Parasitologi kedokteran. Edisi keempat.
gambaran jelas mengenai penyakit yang Jakarta: FKUI; 2008.
ditimbulkannya, bagaimana jalannya suatu
9. G a h u k a m b l e D B , G a h u k a m b l e L . penyakit sampai pada suatu tindakan tata laksana
Granulomatous peritonitis due to Ascaris yang tepat dalam menangani infeksi cacing atau
lumbricoides. Ann.Trop.Paediatr. 1987. 7:142-atopi alergi.
4.
Ucapan Terima Kasih 10. Gilman RH, Davis C, Fitzgerald F. Heavy
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala Trichuris infection and amoebic dysentery in
Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu, Lukman Waris, Orang Asli children. A comparison of the two
M,Kes. Dr. Suprapto Maat, dr. Juli Soemarsono, diseases. Trans.R.Soc.Trop.Med.Hyg. 1976.
11. Crosby WH. The deadly hookworm. Why did the 21. Galli SJ, Nakae S, Tsai M. Mast Cells in the
Puerto Ricans die? Arch.Intern.Med. 1987. Development of Adaptive Immune Responses.
147:577-8. Nat.Immunol. 2005. 6:135-42.
12. Andiarsa D. Hubungan antara infeksi cacing 22. Hussain R, Poindexter RW, Otteses EA. Control
dan atopi alergi pada anak SDN Kampung Baru, of Allergic Reactivity in Human Filariasis.
Kec. Kusan Hilir, Kab. Tanah Bumbu [tesis]. Predominant Localization of Blocking Antibody
Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas t o t h e I g G 4 S u b c l a s s. J . I m m u n o l .
Airlangga; 2011. 1992.148:2731-7.
13. MacDonald AS, Araujo MI, Pearce EJ. 23. Ebner C, Siemann U, Bohle B, Willheim M,
Immunology of Parasitic Helminth Infections. Wiedermann U, Schenk S, et al. Immunological
Infection and immunity, February 2002, vol. 70, changes During Specific Immunotherapy of
No. 2 p. 427-33. G r a s s P o l l e n A l l e r g y : R e d u c e d
Lymphoproliferative Responses to Allregen and 14. Erb KJ. Helminth, Allergic Disorder and
IgE-Shift from Th2 to Th1 in T-cell Clones Spesific Mediated Immune Responses: Where do We
for Phi p 1, a Major Grass Pollen allergen. Stand?. Eur J Immunol, 2007, 37:1170-3.
Clin.Ecp.Allergy. 1997. 27:1007-15. 15. Wynn TA, Reynolds A, James S, Cheever AW,
24. Maizels RM, Selkirk ME. Immunobiology of Caspar P, Hieny S, Jancovic D, et al. IL-12
Nematode Antigen. The Biology of Parasitism. Enhances Vaccine-Induced Immunity to
New York: Alan R. Liss, Inc.; 1988. P.285-308. Schistosomes by augmenting Both Humoral
and Cell-Mediated Immune Responses Against 25. Dold S, Heinrich J, Wichmann HE, Wjst M.
the Parasite. J Immunol. 1996. 157:4068-78. Ascaris-Specific IgE and Allergic Sensitization
in a Cohort of School Children in The Former 16. Lynch NR, Hagel I, Perez M, Di Prisco MC,
East Germany. J.Allergy Clin.Immunol. 1998. Lopez R, Alvarez N. Effect of anthelmintic
102:414-20. treatment on the allergic reactivity of children in
a tropical slum. J.Allergy.Clin.Immunol. 1993. 26. Palmer LJ, Celedon JC, Weiss ST, Wang B,
92:404-11. Fang Z, Xu X. Ascaris lumbricoides infection in
Associated with Increased Risk of Childhood 17. Nyan OA, Walraven GE, Banya WA, Milligan P,
asthma and Atopy in Rural China. Van Der SM, Ceesay SM, et al. Atopy, intestinal
Am.J.Respir.CritCare Med. 2002. 165:1489-93. helminth infection and total IgE serum in rural
and urban adult Gambian communities. 27. Davey G, Venn A, Belete H, Berhane Y, Britton
Clin.Exp.Allergy. 2001. 31:1672-8. J. Wheeze, Allergic Sensitization and
Geohelminth Infection in Butajira, Ethiopia.
18. Flicker S, Valenta R. Renaissance of The
Clin.Exp.Allergy. 2005. 35:301-7.
Blocking Antibody Concept in the Type I Allergy.
Int.Arch.Allergy Immunol. 2003. 132:13-24. 28. Selassie FG, Stevens RH, Cullinan P, Pritchard
D, Jones M, Harris J, et al. Total and Specific IgE 19. Daeron M, Malbec O, Latour S, Espinosa E,
(House dust mites and intestinal helminth) in Pina P, Fridman WH. Regulation of
Tyrosine-Astmatic and Control from Gondar, Ethiopia. containing Activation Motif-Dependent Cell
Clin.Exp.Allergy. 2000. 30:356-8.
Signaling by Fc Gamma RII. Immunol.Lett.
1995. 44:119-23. 29. Carswell F, Merrett J, Merrett TG, Meakins RH,
Harland PS. IgE, Parasites and asthma in
20. Strait RT, Morris SC, Finkelman FD.
IgG-Tanzanian Children. Clin.Allergy. 1977.
7:445-Blocking Antibodies Inhibit IgE-Mediated
53. Anaphylaxis in vivo Through Both Antigen
Interception and FcgammaRIIb Cross-Linking.