• Tidak ada hasil yang ditemukan

Open Pan Evaporimeter Alat Pengukur Peng

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Open Pan Evaporimeter Alat Pengukur Peng"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

i

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKL) SEMESTER VI TAHUN AKADEMIK 2012/2013

ANALISIS PRINSIP KERJA OPEN-PAN EVAPORIMETER SEBAGAI ALAT UKUR PENGUAPAN

DAN PEMANFAATANNYA

Oleh:

Ahmad Kanzu Syauqi Firdaus (10640029)

Telah disetujui dan disahkan pada tanggal ……….

Pembimbing Fakultas Pembimbing Lapangan

Irjan, M.Si Amin Mahfudi, ST

(2)

ii

Klimatologi, dan Geofisika Karangploso Kabupaten Malang sekaligus menyelesaikan laporan PKL ini. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1) Prof. Dr. Mudjia Rahardjo, M.Si, selaku rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

2) Dr. drh. Bayyinatul Muchtaromah, M.Si, selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

3) ibu Erna Hastuti, M.Si selaku ketua jurusan fisika Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

4) bapak Irjan, M.Si dan bapak Amin Mahfudi, ST selaku pembimbing praktik kerja lapangan

5) segenap sivitas akademika jurusan fisika

6) dan semua pihak yang ikut membantu dalam menyelesaikan laporan praktik kerja lapangan ini.

Laporan ini terdiri dari lima bab. Bab pertama berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Bab kedua berisi tinjauan pustaka yang meliputi pengertian penguapan, faktor-faktor yang mempengaruhi penguapan, pengukuran penguapan, pengukuran hujan, evapotransiprasi dan menentukan evapotranspirasi. Bab ketiga berisi metode penelitian yang meliputi alat dan bahan serta langkah kerja. Bab keempat berisi hasil dan pembahasan. Bab kelima adalah penutup yang berisi simpulan dan saran.

(3)

iii

Malang,, 10 Agustus 2013

(4)

iv

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 1

1.3.Batasan Masalah ... 2

1.4.Tujuan Penelitian ... 2

1.5.Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Pengertian Penguapan ... 3

2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penguapan ... 4

2.3. Pengukuran Penguapan ... 7

2.4. Pengukuran Hujan ... 16

2.5. Evapotranspirasi ... 18

2.6. Menentukan Evapotranspirasi ... 19

BAB III METODE PENELITIAN... 24

3.1.Alat dan Bahan ... 24

3.2.Langkah Kerja ... 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1.Data Hasil Pengamatan ... 25

4.2.Perhitungan ... 25

4.3.Analisis Prosedur ... 25

4.4.Analisis Hasil ... 27

BAB V PENUTUP ... 30

5.1.Simpulan ... 30

5.2.Saran... 30

(5)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Panci penguapan kelas A... 10

Gambar 2.2. Colorado Sunken Pan ... 10

Gambar 2.3. Floating Pan... 11

Gambar 2.4. Panci penguapan dengan fixed point gauge ... 13

Gambar 2.5. Panci penguapan kelas A di Stasiun Klimatologi Melbourne ... 15

Gambar 2.6. (a) penakar hujan Hellman, (b) ombrometer, (c) automatic rain gauge ... 16

Gambar 2.7. Siklus hidrologi ... 18

(6)

vi

Tabel 2.2. Keadaan curah hujan dan intensitas curah hujan ... 17 Tabel 2.3. Faktor pertanaman empiris (k) untuk rumus Blaney-Criddle.

Untuk wilayah hemisfer selatan, angka koefisien bulanan tanaman tahunan harus disesuaikann dengan waktu permulaan

masa pertumbuhan. ... 22 Tabel 2.4. Fraksi bulanan panjang hari/penyinaran dalam satu tahun (untuk

persamaan Blaney-Criddle) ... 23 Tabel 2.5. Hubungan P dan letak lintang (LL) untuk Indonesia: 5o s.d. 10o

(7)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Allah berfirman dalam surah Atthariq ayat 11 dan 12

11. Demi langit yang mengandung hujan 12. dan bumi yang mempunyai tumbuh-tumbuhan

Raj'i berarti kembali. hujan dinamakan Raj'i dalam ayat ini, karena hujan itu berasal dari uap yang naik dari bumi ke udara, kemudian turun ke bumi, kemudian kembali ke atas, dan dari atas kembali ke bumi dan begitulah seterusnya. Peristiwa yang diisyaratkan dalam Alquran ini tidak lain adalah yang biasa dikenal dengan siklus hidrologi yang tentunya penting untuk dipahami.

Penguapan merupakan unsur hidrologi yang sangat penting dalam proses hidrologi. Akan tetapi tidak semua analisis dalam hidrologi memasukkan variabel penguapan sebagai bagian yang penting. Besarnya penguapan pada analisis hidrologi untuk pengendalian banjir dari tampungan air di alur sungai umumnya diabaikan. Penguapan diperhitungkan pada analisis hidrologi perencanaan ketersediaan air, perencanaan irigasi, neraca air (water balance) waduk, dan pengelolaan lahan (field management) (Harto, 1993: 80).

BMKG Karangploso menggunakan panci penguapan kelas A sebagai alat ukur penguapan. Panci penguapan kelas A juga digunakan di semua BMKG di Indonesia. Tentu terdapat beberapa alasan digunakannya panci penguapan kelas A sebagai alat ukur penguapan. Untuk itu penelitian ini mencoba menganalisis pengukuran penguapan dari sisi prinsip kerjanya.

1.2.Rumusan Masalah

(8)

1.3.Batasan Masalah

1) Penelitian ini dititikberatkan pada analisis prinsip kerja dari panci penguapan kelas A dan penggunaannya. Pembahasan diluar prinsip kerja merupakan kajian pendukung dan bahasan mengenai manfaat dari pengukuran penguapan menggunakan panci penguapan kelas A.

2) Kegiatan pengamatan dan pengambilan data penguapan yang dilakukan adalah untuk mempraktikkan proses pengukuran penguapan dan sebagai tinjauan praktis sebagai penambah analisis prinsip kerja panci penguapan kelas A.

1.4.Tujuan Penelitian

1) Memahami prinsip kerja panci penguapan kelas A

2) Mengetahui manfaat dari pengukuran penguapan menggunakan panci penguapan kelas A

1.5.Manfaat Penelitian

1) Manfaat umum yaitu memberikan informasi tambahan mengenai penguapan, pengukurannya, dan dampaknya terhadap kehidupan.

2) Manfaat bagi peneliti yaitu menambah wawasan dan penerapan keilmuan mengenai penguapan dan prinsip kerja dari alat pengukur penguapan. 3) Manfaat bagi instansi yaitu sebagai informasi tambahan mengenai

(9)

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Penguapan

Peristiwa air atau es menjadi uap dan naik ke udara disebut penguapan dan berlangsung tidak berhenti-henti dari permukaan air, permukaan tanah, padang rumput, persawahan, hutan dan lain-lain. Penguapan ini terjadi pada setiap keadaan suhu, sampai udara di atas permukaan menjadi jenuh dengan uap (Mori, 2006: 11).

Evaporasi adalah penguapan air dari permukaan air, tanah, dan berbentuk permukaan bukan vegetasi lainnya oleh proses fisika. Dua unsur utama untuk berlangsungnya evaporasi adalah energi (radiasi) matahari dan ketersediaan air (Asdak, 2007: 101).

Sebagian radiasi gelombang pendek (shortwave radiation) matahari akan dirubah menjadi energi panas di dalam tanaman, air, dan tanah. Panas yang dipakai untuk menghangatkan partikel-partikel di udara dan tanpa mengubah bentuk partikel tersebut dinamakan panas-tampak (sensible heat). Sebagian dari energi matahari akan diubah menjadi tenaga mekanik. Tenaga mekanik ini akan menyebabkan perputaran udara dan uap air di atas permukaan tanah sehingga udara di atas permukaan tanah jenuh (Asdak, 2007: 101).

Ketersediaan air yang dimaksud melibatkan tidak saja jumlah air yang ada, tapi juga persediaan air yang siap untuk terjadinya evaporasi. Permukaan bidang evaporasi yang kasar akan memberikan laju evaporasi yang lebih tinggi daripada bidang permukaan rata karena pada bidang permukaan yang lebih kasar besarnya turbulen meningkat (Asdak, 2007: 101 – 102).

(10)

Penguapan (evaporation) adalah proses perubahan dari molekul air dalam bentuk cair ke dalam bentuk gas. Tentu pada saat yang sama akan terjadi pula perubahan molekul air dari gas ke zat cair, dalam hal ini disebut pengembunan (condensation). Sehingga sebenarnya laju penguapan adalah laju neto, yaitu perbedaan antara laju evaporasi dikurangi dengan laju kondensasi. Penguapan hanya terjadi apabila terdapat perbedaan tekanan uap air antara permukaan dan udara di atasnya. Dapat dimengerti bila kelembapan udara mencapai 100%, maka penguapan akan terhenti (Harto, 1993: 80).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penguapan adalah proses perubahan dari molekul air dari bentuk es atau cair menjadi gas yang terjadi akibat perbedaan tekanan uap air antara permukaan dan udara di atasnya. Perbedaan tekanan uap air ini dipengaruhi oleh radiasi matahari, ketersediaan air, suhu, kelembapan, tekanan atmosfer, dan kecepatan angin.

2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penguapan

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap laju penguapan (Harto, 1993: 80).

1) Temperatur. Untuk menguapkan 1 g air, diperlukan kurang lebih 540 kalori pada temperatur 100oC. panas tersebut dapat bersumber dari radiasi matahari, panas yang tersedia di atmosfer (sensible heat), maupun dari dalam tanah, atau massa air itu sendiri.

2) Angin. Disebutkan sebelumnya, bila udara di atas permukaan telah jenuh, maka penguapan akan terhenti sama sekali. Angin berfungsi memindahkan lapisan udara jenuh tersebut dan menggantikannya dengan lapisan udara lain, sehingga penguapan dapat berjalan terus.

3) Kualitas air. Salinitas air menyebabkan menurunnya laju penguapan, sebanding dengan kadar salinitas air tersebut. Air laut dengan kandungan garam 2-3% mempunyai laju penguapan yang juga 2-3% lebih rendah dibandingkan degan air tawar.

(11)

5

1) Panas diperlukan untuk berlangsungnya perubahan bentuk dari zat cair ke gas dan secara alamiah matahari menjadi sumber energi panas. Energi panas-tak tampak (latent heat) pada proses evaporasi datang sebagai energi panas gelombang pendek (shortwave radiation) dan energi panas gelombang panjang (longwave radiation). Energi panas gelombang pendek merupakan sumber energi panas terbesar dan akan mempengaruhi besarnya air yang dapat diuapkan dari permukaan bumi sesuai dengan ketinggian tempat dan musim yang berlangsung. Sedang energi panas gelombang panjang adalah panas yang dilepaskan oleh permukaan bumi ke udara dan bersifat menambah panas yang telah dihasilkan oleh energi panas gelombang pendek.

2) Suhu udara, permukaan bidang penguapan (air, vegetasi, dan tanah), dan energi panas yang berasal dari matahari adalah faktor-faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam menghitung besarnya evaporasi. Makin tinggi suhu udara di atas permukaan bidang penguapan, makin mudah terjadi perubahan bentuk dari zat cair menjadi gas. Dengan demikian, laju evaporasi menjadi lebih besar di daerah tropik daripada daerah beriklim sedang. Perbedaan laju evaporasi yang sama juga dijumpai di daerah tropik pada musim kering dan musim basah.

(12)

4) Ketika proses penguapan berlangsung, udara di atas permukaan bidang penguapan secara bertahap menjadi lebih lembap, sampai pada tahap ketika udara menjadi jenuh dan tidak mampu menampung uap air lagi. Pada tahap ini, udara jenuh di atas permukaan bidang penguapan tersebut akan berpindah ke tempat lain akibat beda tekanan dan kerapatan udara, dan dengan demikian, proses penguapan air dari bidang penguapan tersebut akan berlangsung terus-menerus. Hal ini terjadi karena adanya pergantian udara lembap oleh udara yang lebih kering atau gerakan massa udara dari tempat dengan tekanan udara lebih tinggi ke tempat dengan tekanan udara lebih rendah. Proses perpindahan massa udara seperti itu disebut proses adveksi. Dalam hal ini, peranan kecepatan angin di atas permukaan bidang penguapan merupakan faktor yang penting untuk terjadinya evaporasi. Penguapan air daerah lapang seharusnya lebih besar dibandingkan daerah dengan banyak naungan karena pada keadaan yang pertama perpindahan udara menjadi lebih bebas.

5) Sifat alamiah bidang permukaan penguapan akan mempengaruhi proses evaporasi melalui perubahan pola perilaku angin. Pada bidang permukaan yang kasar atau tidak beraturan, kecepatan angin akan berkurang oleh adanya proses gesekan. Tapi, pada tingkat tertentu, permukaan bidang penguapan yang kasar juga dapat menimbulkan gerakan angin berputar (turbulen) yang dapat memperbesar evaporasi. Pada bidang permukaan air yang luas, angin kencang juga dapat menimbulkan gelombang air besar dan dapat mempercepat terjadinya evaporasi.

Hubungan antara penguapan dan kelembapan (humadity) dapat diperkirakan dengan rumus eksperimental Mitscherlich (Mori, 2006: 11)

(13)

7

Hubungan antara kecepatan penguapan dan kecepatan angin dapat digunakan rumus Trabert yang menyatakan bahwa kecepatan penguapan adalah berbanding lurus dengan akar dari kecepatan angin (Mori, 2006: 11)

= (1 + )√ ( − ) ... ....(2.2)

Di mana V adalah kecepatan penguapan (jumlah yang menguap dalam satuan waktu). C merupakan sebuah tetapan yang ditentukan oleh alat ukur penguapan di tempat yang disinari matahari atau tempat yang ternaung (0.237 dalam sangkar meteorologi). α merupakan koefisien pengembangan volume yakni 1/271. t adalah suhu (oC). v adalah kecepatan angin (mm/detik). Pw adalah tekanan maksimum uap di permukaan air pada suhu toC (mb). P adalah tekanan uap pada saat pengamatan pada suhu toC.

Besar kecilnya penguapan ditentukan oleh faktor suhu udara, kecepatan angin, kualitas air, energi panas matahari, kelembapan, dan bidang permukaan. Suhu udara, kecepatan angin, dan berkorelasi positif terhadap laju penguapan. Kelembapan udara berkorelasi negatif terhadap laju penguapan. Pengaruh dari kualitas air terhadap laju penguapan adalah menurunkan laju penguapan sebesar persentase dari salinitas tersebut. Pada bidang permukaan yang kasar penguapan cenderung lebih tinggi akibat turbulensi angin.

2.3. Pengukuran Penguapan

Pengukuran evaporasi dari permukaan badan air dilakukan dengan cara membandingkan jumlah air yang diukur antara dua waktu yang berbeda. Bila saat dilakukan pengukuran turun hujan, maka jumlah curah hujan pada saat tersebut juga perlu dipertimbangkan. Dalam praktiknya, analisis neraca air (water budget analysis) dapat dilakukan untuk mengukur besarnya Eo (Asdak, 2007: 104).

Evaporasi dari suatu waduk atau danau dalam waktu yang berurutan dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan matematik sebagai berikut ini (Asdak, 2007: 105):

(14)

I = masukan air ke waduk di tambah curah hujan yang langsung jatuh pada permukaan waduk, O = air keluaran dari waduk ditambah bocoran air dalam tanah (seepage), dan S = perubahan kapasitas tampung waduk.

Evaporasi permukaan air terbuka (Eo) adalah penguapan permukaan air bebas tumbuhan. Pada permukaan air yang tenang tidak bergelombang, laju penguapan akan tergantung pada suhu dan tekanan uap air di atas permukaan air. Suhu air menentukan tekanan uap air pada permukaan air, dan laju evaporasi sebanding dengan perbedaan tekanan uap air antara permukaan air dan udara di atasnya. Dari beberapa faktor yang mempengaruhi Eo, tiga di antaranya menjadi faktor utama. Mereka adalah kecepatan angin (u) di atas permukaan air, tekanan uap air pada permukaan air (eo) yang merupakan fungsi dari suhu, dan tekanan uap air di atas permukaan air (ea). Ketiga faktor ini tergabung dalam persamaan matematik untuk mengukur besarnya Eo (Asdak, 2007: 105).

= ( − ) ... ....(2.4)

C adalah angka tetapan dan besarnya dapat dihitung melalui persamaan:

= (0,44 + 0,073 )(1,465 − 0,00073 ) ... ....(2.5)

u = kecepatan angin rata-rata (km/jam) diukur pada ketinggian 0.5 m di atas permukaan tanah, p = tekanan atmosfer (mmHg). Dalam hal ini waduk, nilai Eo dikalikan angka tetapan 0.77. Kolam dengan ukuran kecil mempunyai angka C:

= 15 + 0.9 ... ....(2.6)

Sedang untuk danau dan waduk kecil, besarnya angka C menjadi

= 11 + 0,68 ... ....(2.7)

u = kecepatan angin rata-rata (km/jam) dan nilai ea dalam hal ini diukur pada ketinggian 7,6 m di atas permukaan tanah.

Untuk mengukur/memperkirakan besarnya penguapan dari muka air bebas, pada dasarnya dapat digunakan sebarang bejana. Dalam praktik dikenal beebrapa panci penguapan (evaporation pan) yang telah banyak digunakan, di antaranya (Harto, 1993: 82):

(15)

9

Panci penguapan kelas A merupakan alat yang paling banyak digunakan dan telah direkomendasikan oleh WMO (World Meteorological Organisation) dan IASH (International Association of Scientific Hydrology) sebagai panci referensi. Alat tersebut terdiri dari panci penguapan logam bergaris tengah 121.9 cm, tinggi 25.4 cm dilengkapi dengan ‘hook gauge’ untuk mengukur permukaan air. Selain itu, masih dilengkapi dengan termometer apung (floating thermometer), dan pengukur kecepatan angin (anemometer) (Harto, 1993: 82).

Pengukuran dengan panci penguapan dapat dilakukan dengan membaca perbedaan muka air sebelum dan sesudah ditambah dengan cara sebagai berikut (Harto, 1993: 83):

1) Semua besaran yang terekam oleh alat-alat pendamping perlu dicatat, sebagai kondisi setempat.

2) Muka air dalam panci diukur dengan ‘hook gauge’ atau dengan pelampung.

3) Penguapan harian merupakan perbedaan pembacaan tinggi muka air dalam panci pada hari berikutnya, dan bila terjadi hujan perlu diadakan koreksi. Besar penguapan yang diperoleh dengan panci penguapan jenis ini selalu lebih besar daripada yang sebenarnya. Hal tersebut terjadi karena beberapa hal, antara lain (Harto, 1993: 83):

1) luas permukaan yang sempit, tidak terdapat gelombang di permukaan, serta turbulensi udara di permukaan lebih kecil,

2) kemampuan massa air untuk menyimpan panas (heat storage capacity) berbeda antara panci penguapan dan danau, atau massa air yang lebih besar.

3) terjadinya pertukaran panas (heat exchange) antara panci dengan tanah, air dan udara sekitarnya.

(16)

Berdasarkan kenyataan perbedaan hasil pengukuran tersebut, maka diupayakan rancangan panci pe

heat dalam tanah di sekitar badan air yang menguap tersebut. Alat ini dikenal dengan Colorado Sunken Pan

tidak lebih baik. Panci ini memerlukan koefisien panci 1993: 83).

Upaya lain adalah membuat

dengan panci lain, bedanya panci ini dipasang di atas pelampung dan diapungkan di atas badan air yang luas s

perlengkapan tambahan berupa kisi

Gambar 2.1. Panci penguapan kelas A

Berdasarkan kenyataan perbedaan hasil pengukuran tersebut, maka diupayakan rancangan panci penguapan lain dengan memasukkan pengaruh

dalam tanah di sekitar badan air yang menguap tersebut. Alat ini dikenal

Colorado Sunken Pan. Namun dengan panci ini hasil yang diperoleh juga . Panci ini memerlukan koefisien panci sebesar 0,75

Gambar 2.2. Colorado Sunken Pan

Upaya lain adalah membuat Floating Pan. Secara fisik rancangannya sama dengan panci lain, bedanya panci ini dipasang di atas pelampung dan diapungkan di atas badan air yang luas seperti danau dan rawa. Panci ini

perlengkapan tambahan berupa kisi-kisi untuk mencegah splashing

Berdasarkan kenyataan perbedaan hasil pengukuran tersebut, maka dengan memasukkan pengaruh latent

dalam tanah di sekitar badan air yang menguap tersebut. Alat ini dikenal Namun dengan panci ini hasil yang diperoleh juga sebesar 0,75 – 0,86 (Harto,

. Secara fisik rancangannya sama dengan panci lain, bedanya panci ini dipasang di atas pelampung dan diapungkan eperti danau dan rawa. Panci ini memerlukan

(17)

panci. Konstruksi dan biayanya mahal, namun hasil pengukurannya juga tidak lebih baik dan memerlukan koefisien panci sebesar 0,85

Panci penguapan kelas A

cm dan dalam 20 cm. tetapi atasnya (mulutnya) tajam seperti pisau. Panci ini diisi dengan air jernih sedalam 20 mm (628 cm

pengukur. Dan dibiarkan selama 1 hari. Pengukuran d

dan selisihnya menunjukkan banyaknya penguapan yang terjadi

Banyaknya evaporasi = air yang dituangkan + curah hujan (jika ada) yang sisa keesokan harinya : luas (314 cm

Satuan evaporasi adalah mm/hari.

Untuk pemeliharaan panci yang besar, harus diperhatikan hal berikut (Mori, 2006: 59)

panci. Konstruksi dan biayanya mahal, namun hasil pengukurannya juga tidak dan memerlukan koefisien panci sebesar 0,85 (Harto, 1993: 83).

Gambar 2.3. Floating Pan

penguapan kelas A terbuat dari pelat tembaga dengan diameter 20 cm dan dalam 20 cm. tetapi atasnya (mulutnya) tajam seperti pisau. Panci ini diisi dengan air jernih sedalam 20 mm (628 cm3) yang diukur dengan

pengukur. Dan dibiarkan selama 1 hari. Pengukuran diadakan keesokan harinya dan selisihnya menunjukkan banyaknya penguapan yang terjadi (Mori, 2006: 58)

Banyaknya evaporasi = air yang dituangkan + curah hujan (jika ada) harinya : luas (314 cm2).

Satuan evaporasi adalah mm/hari.

Untuk pemeliharaan panci yang besar, harus diperhatikan hal (Mori, 2006: 59):

Debu dan minyak yang mengambang di permukaan air harus dibuang dengan saringan.

inder gelas itu telah kotor atau telah tertutup dengan kotoran, maka gelas itu harus dibersihkan.

Panci itu harus kadang-kadang dibersihkan (diganti airnya) untuk menghindarkan pengendapan debu.

11

panci. Konstruksi dan biayanya mahal, namun hasil pengukurannya juga tidak o, 1993: 83).

terbuat dari pelat tembaga dengan diameter 20 cm dan dalam 20 cm. tetapi atasnya (mulutnya) tajam seperti pisau. Panci ini diisi ang diukur dengan silinder iadakan keesokan harinya (Mori, 2006: 58). Banyaknya evaporasi = air yang dituangkan + curah hujan (jika ada) – air

Untuk pemeliharaan panci yang besar, harus diperhatikan hal-hal sebagai

ir harus dibuang

s itu telah kotor atau telah tertutup dengan kotoran, maka

(18)

4) Posisi alat ukur muka air tidak boleh dirubah jika tidak perlu. Jika dirubah/dipindahkan karena pembersihan panci, maka garis dasar (datum line) dan permukaan air harus diukur kembali.

5) Jika diperkirakan akan terjadi curah hujan yang banyak, maka sebelumnya air dalam panci itu harus dibuang secukupnya supaya tidak terjadi peluapan yang tidak memungkinkan untuk diadakan pengukuran.

6) Pemeliharaan-pemeliharaan ini harus dilakukan segera setelah diadakan pengukuran.

Jika pemeliharaan itu diadakan pada sesuatu ketika, maka dalamnya air sebelum dan sesudah pemeliharaan harus diukur. Pengamatan banyaknya evaporasi harus dibaca pada alat pengukur permukaan air. Untuk maksud ini, maka alat itu diputar arah ke kiri. Jika jarum penunjuknya telah mencapai permukaan air, maka pembacaan dilakukan. Pembacaan dapat dilakukan sampai satuan 1/100 mm. Sesudah pembacaan, maka jarum penunjuk itu dinaikkan (Mori, 2006: 59).

Kemudian suhu air diukur. Termometer itu digerakkan perlahan-lahan seperti mengaduk air lalu diadakan pembacaan-pembacaan suhu air kira-kira pada pertengahan kedalaman air. Harga yang didapat itu kemudian dicatat sesudah dikalibrasikan terhadap harga 4oC (Mori, 2006: 59).

(19)

faktor-faktor yang sangat berhubungan dengan evaporasi seperti kecepatan angin, sinar matahari, suhu udara, kele

Pengukuran tinggi permukaan dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan paku pembatas tinggi permukaan (fixed point gauge menggunakan batang mikrometer (hook gauge

tabung dipasang tegak lurus sebuah paku berujung sangat runcing. Tinggi paku 20 cm sebagai pembatas permukaan air pada permulaan dan akhir suatu periode pengukuran. Pada jam pengamatan setiap hari (misalnya pukul 07.30) dilakukan penambahan atau pengurangan air panci.

ditakar dengan teliti menggunakan gelas ukur dan jumlahnya dicatat. Untuk penci kelas A dengan ukuran baku seperti telah dijelaskan volume 1000 ml setara dengan nilai tinggi 0,875 mm

Gambar 2.4. Panci penguapan dengan

Keuntungan penggunaan paku pembatas permukaan air adalah bahwa penguapan senantiasa berlangsung pada permulaan tinggi permukaan yang sama ialah 20 cm, juga pada volume yang sama. Kelemahannya adalah kur

karena penakaran dengan gelas ukur sering memakan waktu terutama di saat turun hujan lebat (Nawawi, 2001: 13)

Cara kedua dengan menggunakan batang pengukur berskala (mikrometer) yang teliti serta dapat digese

gauge” ini terletak menggantung di tabung perendam. Sebagai indeks tinggi permukaan air adalah ujung batang yang dibuat tajam. Skala yang tertera mampu faktor yang sangat berhubungan dengan evaporasi seperti kecepatan angin, sinar matahari, suhu udara, kelembapan udara, dan lain-lain (Mori, 2006: 59)

Pengukuran tinggi permukaan dilakukan dengan dua cara, yaitu aku pembatas tinggi permukaan (fixed point gauge n batang mikrometer (hook gauge). Pada cara pertama, ditengah

ng tegak lurus sebuah paku berujung sangat runcing. Tinggi paku 20 cm sebagai pembatas permukaan air pada permulaan dan akhir suatu periode pengukuran. Pada jam pengamatan setiap hari (misalnya pukul 07.30) dilakukan penambahan atau pengurangan air panci. Jumlah air penambah atau pengurang ditakar dengan teliti menggunakan gelas ukur dan jumlahnya dicatat. Untuk penci kelas A dengan ukuran baku seperti telah dijelaskan volume 1000 ml setara dengan nilai tinggi 0,875 mm (Nawawi, 2001: 13).

Gambar 2.4. Panci penguapan dengan fixed point gauge

Keuntungan penggunaan paku pembatas permukaan air adalah bahwa penguapan senantiasa berlangsung pada permulaan tinggi permukaan yang sama ialah 20 cm, juga pada volume yang sama. Kelemahannya adalah kur

karena penakaran dengan gelas ukur sering memakan waktu terutama di saat turun , 2001: 13).

Cara kedua dengan menggunakan batang pengukur berskala (mikrometer) yang teliti serta dapat digeser turun atau naik dengan memutar se

gauge” ini terletak menggantung di tabung perendam. Sebagai indeks tinggi permukaan air adalah ujung batang yang dibuat tajam. Skala yang tertera mampu 13

faktor yang sangat berhubungan dengan evaporasi seperti kecepatan angin, sinar (Mori, 2006: 59).

Pengukuran tinggi permukaan dilakukan dengan dua cara, yaitu aku pembatas tinggi permukaan (fixed point gauge), ). Pada cara pertama, ditengah ng tegak lurus sebuah paku berujung sangat runcing. Tinggi paku 20 cm sebagai pembatas permukaan air pada permulaan dan akhir suatu periode pengukuran. Pada jam pengamatan setiap hari (misalnya pukul 07.30) dilakukan Jumlah air penambah atau pengurang ditakar dengan teliti menggunakan gelas ukur dan jumlahnya dicatat. Untuk penci kelas A dengan ukuran baku seperti telah dijelaskan volume 1000 ml setara

fixed point gauge

Keuntungan penggunaan paku pembatas permukaan air adalah bahwa penguapan senantiasa berlangsung pada permulaan tinggi permukaan yang sama ialah 20 cm, juga pada volume yang sama. Kelemahannya adalah kurang praktis karena penakaran dengan gelas ukur sering memakan waktu terutama di saat turun

(20)

menunjukkan perubahan tinggi permukaan sampai sepersepuluh millimeter. Nilai evaporasi diketahui dari selisih tinggi permukaan dari dua kali pengukuran setelah nilai curah hujan diperhitungkan. Setelah diukur panci harus ditambah air sehingga permukaan tidak turun melewati batas 2,5 cm (Nawawi, 2001: 14).

Perhitungan penguapan (E0) berdasarkan ketinggian air terhadap paku, yaitu ketinggian pengukuran awal P0 dan ketinggian pengukuran akhir P1, dibagi menjadi empat cara, yaitu (Nawawi, 2001: 13)

1) Apabila tidak terjadi hujan, maka

E0 = (P0 - P1) mm ... ....(2.8) 2) Apabila terjadi hujan X mm, dan P0 > P1, maka

E0 = (P0 - P1) + X mm ... ....(2.9) 3) Apabila terjadi hujan Y mm, dan P0 = P1, maka

E0 = Y mm ... ..(2.10) 4) Apabila terjadi hujan Z mm, dan P0 < P1, maka

E0 = Z – (P1 –P0) mm ... ..(2.11) Keuntungan penggunaan “Hook gauge” yakni pengukuran lebih cepat dan mudah. Kelemahannya apabila pengamat tidak mengembalikan tinggi permukaan air dengan cermat sesuai dengan ketentuannya, maka proses penguapan berlangsung pada volume air yang tidak tetap. Kelemahan Panci Kelas A terutama bila terganggu hujan lebat. Pertama, selama hujan berlangsung permukaan air di dalam panci semakin naik sehingga percikan air keluar panci mudah terjadi, sehingga mengganggu pengukuran. Kedua, bila hujan sangat lebat (melebihi 50 cm) terjadilah luapan air panci sehingga pengukuran E0 tidak dapat dilaksanakan (Nawawi, 2001: 14).

(21)

tanah. Kapasitas bejana henda maksimum sehari ditempat tersebut

Penggunaan panci penguapan kelas A terbatas pada hujan > 30mm (203mm pengukur hujan) kecuali

lebih dari sekali per 24 jam. Analisis curah hujan harian dan pembacaan penguapan di daerah dengan peristiwa

bahwa hampir tanpa gagal, pada hari Kesalahan yang paling umum dan jelas (203 mm curah hujan) di mana

akan meluap (Bosman, 1987: 307

Perbandingan penguapan yang sebenarnya terhadap penguapan terukur sangat bervariasi, tergantung pada

danau Eucumbene di gunung salju Australia nilai rata panas dan 1,8 pada musim dingin.

danau di Australia berubah dari 0,63 menjadi 0,94, sehingga tid memprediksi E0 secara akurat dari E

digunakan sebagai cirikhas dari panci kelas A

Panci penguapan kelas A di Stasiun Klimatologi Melbourne di dengan jala untuk menghalang

akan dapat menyebabkan 1997: 85).

Gambar 2.5. Panci penguapan kelas A di

tanah. Kapasitas bejana hendaknya disesuaikan dengan kemungkinan curah hujan maksimum sehari ditempat tersebut (Nawawi, 2001: 14).

Penggunaan panci penguapan kelas A terbatas pada hari-hari dengan curah 30mm (203mm pengukur hujan) kecuali sebelum pengukuran dikurangi

i sekali per 24 jam. Analisis curah hujan harian dan pembacaan penguapan di daerah dengan peristiwa yang biasanya hujan deras menunjukkan bahwa hampir tanpa gagal, pada hari-hari dengan curah hujan lebih dari 30

ang paling umum dan jelas adalah pada curah hujan harian mm curah hujan) di mana air dalam panci penguapan kelas A

(Bosman, 1987: 307 – 323).

Perbandingan penguapan yang sebenarnya terhadap penguapan terukur sangat bervariasi, tergantung pada cuaca dan musim. Seperti pengukuran pada di gunung salju Australia nilai rata-ratanya 0,6 pada musim panas dan 1,8 pada musim dingin. Nilai rata-rata buku tahunan untuk delapan berubah dari 0,63 menjadi 0,94, sehingga tidak mungkin untuk secara akurat dari Ep. Walaupun demikian, koefisien

digunakan sebagai cirikhas dari panci kelas A (Linacre, 1997: 86).

Panci penguapan kelas A di Stasiun Klimatologi Melbourne di dengan jala untuk menghalangi burung yang meminum atau tercebur di air yang akan dapat menyebabkan penurunan ketinggian air selama penguapan (Linacre,

.

. Panci penguapan kelas A di Stasiun Klimatologi Melbourne 15

knya disesuaikan dengan kemungkinan curah hujan

hari dengan curah sebelum pengukuran dikurangi i sekali per 24 jam. Analisis curah hujan harian dan pembacaan hujan deras menunjukkan hari dengan curah hujan lebih dari 30 mm. curah hujan harian > 55 mm air dalam panci penguapan kelas A kemungkinan

Perbandingan penguapan yang sebenarnya terhadap penguapan terukur cuaca dan musim. Seperti pengukuran pada ratanya 0,6 pada musim rata buku tahunan untuk delapan ak mungkin untuk . Walaupun demikian, koefisien 0,7 sering

.

Panci penguapan kelas A di Stasiun Klimatologi Melbourne dikover yang meminum atau tercebur di air yang penurunan ketinggian air selama penguapan (Linacre,

(22)

2.4. Pengukuran Hujan

Pengukuran hujan dapat dilakukan dengan alat pengukur hujan (raingauge). Dalam pemakaian terdapat dua jenis alat ukur hujan, yaitu (Harto, 1993: 49):

1) Penakar hujan biasa (manual raingauge) 2) Penakar hujan otomatik (automatic raingauge)

Penakar hujan biasa, merupakan alat ukur yang paling banyak digunakan, yang terdiri dari corong dan bejana. Ukuran diameter dan tinggi corong berbeda-beda untuk setiap negara yang berberbeda-beda sehingga hasilnya tidak dapat diperbandingkan. Dalam hal ini dalam satu negara harus digunakan alat dan aturan pemasangan yang seragam. Di Indonesia digunakan tinggi 120 cm dari muka tanah, sedangkan luas corong adalah 200 cm2. Jumlah air hujan yang terukur diukur dengan bilah ukur (graduated stick) (Harto, 1993: 49).

(a) (b) (c)

Gambar 2.6. (a) penakar hujan Hellman, (b) ombrometer, (c) automatic rain gauge

(23)

17

Derajat hujan biasanya dinyatakan oleh jumlah curah hujan dalam suatu satuan waktu dan disebut intensitas curah hujan. Biasanya satuan yang digunakan adalah mm/jam. Jadi intensitas curah hujan berarti jumlah presipitasi/curah hujan dalam waktu relatif singkat (biasanya dalam waktu 2 jam). Intensitas curah hujan ini dapat diperoleh/dibaca dari kemiringan kurva (tangens kurva) yang dicatat oleh alat ukur curah hujan otomatis (Mori, 2006: 7).

Curah hujan tidak bertambah sebanding dengan waktu. Jika waktu itu ditentukan lebih lama, maka penambahan curah hujan itu adalah lebih kecil dibandingkan dengan penambahan waktu, karena kadang-kadang curah hujan itu berkurang ataupun berhenti (Mori, 2006: 7).

Tabel 2.1. Derajat curah hujan dan intensitas curah hujan

Derajat Hujan Intensitas Curah

Hujan (mm/min) Kondisi

Tanah agak basah atau dibasahi sedikit

Tanah menjadi basah semuanya, tetapi sulit membuat puddel

Dapat dibuat puddel dan bunyi curah hujan terdengar

Air tergenang di seluruh permukaan tanah dan bunyi keras hujan terdengar dari genangan

Hujan seperti ditumpahkan, saluran dan drainase meluap.

Tabel 2.2. Keadaan curah hujan dan intensitas curah hujan

Keadaan curah hujan Intensitas curah hujan (mm)

(24)

2.5. Evapotranspirasi

Evapotranspirasi (ET) adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh adanya pengaruh faktor-faktor iklim dan fisiologis vegetasi. Sesuai dengan namanya, ET juga merupakan gabungan antara proses

Evaporasi adalah proses penguapan, yaitu perubahan dari zat cair menjadi uap air atau gas dari semua bentuk permukaan ke

perjalanan air dalam jaringan vegetasi (proses fisiologis) dari akar tanaman ke permukaan daun da akhirnya menguap ke atmosfer. Intersepsi adalah penguapan air dari permukaan vegetasi ketika berlangsung hujan. Besa

kurang lebih sama dengan laju evaporasi apabila pori Proses pembukaan pori

pembukaan diameter pori

transpirasi tetap berlangsung tetapi dengan laju yang sangat lambat (Wanielista, 1990 dalam Asdak, 2007: 118).

Gambar 2.7.

komponen seperti terlihat pada persamaan matematik berikut

= + +

T = transpirasi vegetasi, It = intersepsi total, Es = evaporasi dari tanahbatuan dan jenis permukaan tanah lainnya, dan Eo = evaporasi permukaan badan air seperti 2.5. Evapotranspirasi

Evapotranspirasi (ET) adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh adanya pengaruh dan fisiologis vegetasi. Sesuai dengan namanya, ET juga merupakan gabungan antara proses-proses evaporasi, intersepsi, dan transpirasi. Evaporasi adalah proses penguapan, yaitu perubahan dari zat cair menjadi uap air atau gas dari semua bentuk permukaan kecuali vegetasi. Sedang transpirasi adalah perjalanan air dalam jaringan vegetasi (proses fisiologis) dari akar tanaman ke permukaan daun da akhirnya menguap ke atmosfer. Intersepsi adalah penguapan air dari permukaan vegetasi ketika berlangsung hujan. Besarnya laju transpirasi kurang lebih sama dengan laju evaporasi apabila pori-pori daun (stomata) terbuka. Proses pembukaan pori-pori daun tampaknya dikendalikan oleh besarnya pembukaan diameter pori-pori daun. Ketika pori-pori daun menutup, proses i tetap berlangsung tetapi dengan laju yang sangat lambat (Wanielista, 1990 dalam Asdak, 2007: 118).

Gambar 2.7. Siklus hidrologi

menunjukkan bahwa ET adalah jumlah dari beberapa komponen seperti terlihat pada persamaan matematik berikut

+ + ...

T = transpirasi vegetasi, It = intersepsi total, Es = evaporasi dari tanahbatuan dan jenis permukaan tanah lainnya, dan Eo = evaporasi permukaan badan air seperti Evapotranspirasi (ET) adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh adanya pengaruh dan fisiologis vegetasi. Sesuai dengan namanya, ET juga proses evaporasi, intersepsi, dan transpirasi. Evaporasi adalah proses penguapan, yaitu perubahan dari zat cair menjadi uap air cuali vegetasi. Sedang transpirasi adalah perjalanan air dalam jaringan vegetasi (proses fisiologis) dari akar tanaman ke permukaan daun da akhirnya menguap ke atmosfer. Intersepsi adalah penguapan rnya laju transpirasi pori daun (stomata) terbuka. pori daun tampaknya dikendalikan oleh besarnya pori daun menutup, proses i tetap berlangsung tetapi dengan laju yang sangat lambat (Wanielista,

menunjukkan bahwa ET adalah jumlah dari beberapa

(25)

19

sungai, danau, dan waduk.untuk tegakan hutan, Eo dan Es biasanya diabaikan dan ET = T + It. Bila unsur vegetasi dihilangkan, ET = Es (Asdak, 2007: 118).

Evaporasi tanah (Es) adalah penguapan air langsung dari tanahmineral. Nilai Es kecil di bawah tegakan hutan karenaseresah dan tumbuhan bawah bersifat menghalangi radiasi mataharimencapai permukaan tanah mineral hutandan mencegah gerakan udara di atasnya. Evaporasi dari permukaan tanah bertambah besardengansemakin berkurangnya tumbuhan dan jenis penutup tanah lainnya (Asdak, 2007: 118).

Melalui proses transpirasi, vegetasi mengendalikan suhu agar sesuai dengan yang diperlukan tanaman untuk hidup. Pada tingkat yang paling praktis, perhitungan pemakaian air oleh vegetasi dapat dimanfaatkan sebagai masukan untuk memilih jenis tanaman (pertanian) yang dapat tumbuh dengan baik pada kondisi curah hujan yang tidak menentu (Dragg, 1965 dalam Dunne dan Leopold, 1978). Perhitungan keperluan air irigasi untuk suatu tanaman juga didasarkan pada besarnya evapotranspirasi vegetasi yang akan ditanam (Asdak, 2007: 118).

Besarnya evapotranspirasi suatu komunitas vegetasi perlu diketahui karena hasil penelitian menunjukkan bahwa dua-pertiga dari jumlah hujan yang jatuh di daratan Amerika Utara kembali lagi ke atmosfer sebagai hasil evaporasi tanaman dan permukaan tubuh air. Di Afrika, air yang terevapotranspirasi bahkan sampai melebihi 90% dari jumlah curah hujan yang jatuh di tempat tersebut (US Soil Conservation Service, 1970 dalam Asdak, 2007: 119).

2.6. Menentukan Evapotranspirasi 1. Panci Evaporasi

pengukuran Evapotranspirasi paling sederhana adalah dengan menggunakan panci untuk mendapatkan angka indeks potensial evapotransirasi. Cara perhitungan ini memerlukan suatu angka koefisien yang harus dievaluasi tingkat ketepatannya. Rumus matematis yang diperlukan adalah (Asdak, 2007: 120)

(26)

2. Alat ukur Lysimeter

Teknik pengukuran dengan menggunakan alat lysimeter nampak merupakan cara yang ideal kare

terwakili dan dapat dihitung. Alat ini memberikan hasil yang teliti karena menggunakan perangkat penelitian de

air tanah tidak menjadi persoalan. Namun demikian, banyak ahli hidrologi beranggapan bahwa hasil yang diperoleh tidak memadai untuk diekstrapolasi ke lapangan. Teknik lysimeter lebih cocok untuk diterapkan pada t

di tempat-tempat percobaan atau laboratorium. Pada teknik profil tanah, perkembangan akar tanaman, dan kondisi kelembapan tanah harus diusahakan sama antara keadaan di dalam dan diluar alata lysimeter. Apabila kelembapan tanah harus terus dijaga dalam keadaan basah, maka evapotranspirasi yang diperoleh adalah dalam laju potensial (PET). Akan tetapi apabila dikehendaki evapotranspirasi aktual (AET), maka keadaan kelembapan tanah di dalam alat harus dibiarkan berfluktuasi seperti yang terjadi

2007: 121-122).

Gambar 2.8 adalah dua tipe lysimeter yang sering digunakan, yaitu tipe drainase (drainage type) dna tipe timbang (spring

dalam tipe drainase diasumsikan sebagai berikut (Asdak, 2007: 122): Evapotranspirasi = Presi

ukur Lysimeter

Teknik pengukuran dengan menggunakan alat lysimeter nampak merupakan cara yang ideal karena setiap unsur pada persamaan 2.12 terwakili dan dapat dihitung. Alat ini memberikan hasil yang teliti karena menggunakan perangkat penelitian dengan batas yang jelas dan sistem kebocoran air tanah tidak menjadi persoalan. Namun demikian, banyak ahli hidrologi beranggapan bahwa hasil yang diperoleh tidak memadai untuk diekstrapolasi ke lapangan. Teknik lysimeter lebih cocok untuk diterapkan pada tanaman pertanian tempat percobaan atau laboratorium. Pada teknik profil tanah, perkembangan akar tanaman, dan kondisi kelembapan tanah harus diusahakan sama antara keadaan di dalam dan diluar alata lysimeter. Apabila kelembapan dijaga dalam keadaan basah, maka evapotranspirasi yang diperoleh adalah dalam laju potensial (PET). Akan tetapi apabila dikehendaki evapotranspirasi aktual (AET), maka keadaan kelembapan tanah di dalam alat harus dibiarkan berfluktuasi seperti yang terjadi pada tanah sekelilingnya (Asdak,

Gambar 2.8. (a) lysimeter (b) neraca air

adalah dua tipe lysimeter yang sering digunakan, yaitu tipe drainase (drainage type) dna tipe timbang (spring-balance weighing type). Neraca air dalam tipe drainase diasumsikan sebagai berikut (Asdak, 2007: 122):

Evapotranspirasi = Presipitasi + Irigasi – Drainase ...

Teknik pengukuran dengan menggunakan alat lysimeter nampak na setiap unsur pada persamaan 2.12 telah terwakili dan dapat dihitung. Alat ini memberikan hasil yang teliti karena ngan batas yang jelas dan sistem kebocoran air tanah tidak menjadi persoalan. Namun demikian, banyak ahli hidrologi beranggapan bahwa hasil yang diperoleh tidak memadai untuk diekstrapolasi ke anaman pertanian tempat percobaan atau laboratorium. Pada teknik profil tanah, perkembangan akar tanaman, dan kondisi kelembapan tanah harus diusahakan sama antara keadaan di dalam dan diluar alata lysimeter. Apabila kelembapan dijaga dalam keadaan basah, maka evapotranspirasi yang diperoleh adalah dalam laju potensial (PET). Akan tetapi apabila dikehendaki evapotranspirasi aktual (AET), maka keadaan kelembapan tanah di dalam alat pada tanah sekelilingnya (Asdak,

adalah dua tipe lysimeter yang sering digunakan, yaitu tipe drainase balance weighing type). Neraca air dalam tipe drainase diasumsikan sebagai berikut (Asdak, 2007: 122):

(27)

21

Air masukan dan air drainase diukur besarnya. Lama waktu pengukuran tergantung pada tingkat atau frekuensi kebasahan, ukuran alat,dan laju gerakan air dalam tanah. Hasil yang diperoleh dengan teknik ini adalah PET karena kelembapan tanah di dalam alat diatur/disesuaikan. Lysimeter tipe drainase berukuran kecil sering disebut evapotranspirometer. Sedangkan tipe alat yang lain adalah tipe timbang dengan asumsi neraca air sebagai berikut (Asdak, 2007: 122):

Evapotranspirasi = Presipitasi + Irigasi – Drainase

± perubahan kapasitas simpan ... ..(2.15) Perubahan kapasitas simpan (change in storage) diukur dari alat penimbang seperti tersebut pada gambar 2.8. Alat tipe timbang karena harganya yang relatif mahal maka pemakaiannya terbatas pada keperluan engujian teori proses evapotranspirasi. Seperti halnya tipe drainase, tipe timbang juga dapat dimanfaatkan untuk besarnya PET dan AET (Asdak, 2007: 123).

3. Metode Blaney Criddle

Metode ini memerlukan data terukur berupa letak lintang, suhu udara, dan angka koreksi (C). Persamaannya (Limantara, 2010: 22):

= × (0,457 + 8,13) ... ..(2.16)

P adalah prosentase rata-rata jam siang malam yang besarnya bergantung pada letak (LL). t adalah suhu udara (oC).

Prosedur perhitungannya mula-mula mencari letak lintang daerah yang ditinjau. Kemudian mencari nilai P sesuai dengan letak lintang. Setelah itu mencari data suhu rata-rata bulanan. Lalu menghitung nilai Ep. Berikutnya menentukan C dari tabel. Baru kemudian menghitung PET dengan persamaan 2.13 (Limantara, 2010: 23).

(28)

umum dapat dikatakan bahwa angka faktor pertanaman me

pertambahan ketinggian vegetasi. Untuk memprakirakan besarnya air yang diperlukan suatu vegetasi selama masa pertumbuhannya, dapat juga memanfaatkan rumus Blaney

2007:130):

= ∑

k adalah koefisien pertanaman selama periode pertumbuhan. n merupakan jumlah bulan selama masa pertumbuhan. T

penyinaran matahari setiap bulan dalam waktu satu tahun. Metode persamaan Bl

terutama dalam bidang pertanian, meskipun hasil yang diperoleh tidak terlalu akurat karena adanya kesalahan pemakaian angka faktor

Namun demikian, apabila angka faktor pertanaman untuk tersedia, maka angka

atas dapat memberikan angka prakiraan yang memadai (

Tabel 2.3. Faktor pertanaman empiris (k) untuk rumus Blaney

wilayah hemisfer selatan, angka koefisien bulanan tanaman tahunan harus disesuaikann dengan waktu permulaan masa pertumbuhan.

umum dapat dikatakan bahwa angka faktor pertanaman meningkat sejalan dengan pertambahan ketinggian vegetasi. Untuk memprakirakan besarnya air yang diperlukan suatu vegetasi selama masa pertumbuhannya, dapat juga memanfaatkan rumus Blaney-Criddle dalam bentuk sebagai berikut

(1,8 + 32) ...

k adalah koefisien pertanaman selama periode pertumbuhan. n merupakan jumlah bulan selama masa pertumbuhan. Tai adalah suhu udara. di adalah fraksi lama

penyinaran matahari setiap bulan dalam waktu satu tahun.

Metode persamaan Blaney-Criddle selama ini telah digunakan secara luas, terutama dalam bidang pertanian, meskipun hasil yang diperoleh tidak terlalu akurat karena adanya kesalahan pemakaian angka faktor-faktor pertanaman. Namun demikian, apabila angka faktor pertanaman untuk daerah kajian tidak tersedia, maka angka-angka faktor pertanaman dalam tabel 2.2, 2.3, dan 2.4 di atas dapat memberikan angka prakiraan yang memadai (Asdak, 2007:130).

Tabel 2.3. Faktor pertanaman empiris (k) untuk rumus Blaney-Criddle. Untuk isfer selatan, angka koefisien bulanan tanaman tahunan harus disesuaikann dengan waktu permulaan masa pertumbuhan.

ningkat sejalan dengan pertambahan ketinggian vegetasi. Untuk memprakirakan besarnya air yang diperlukan suatu vegetasi selama masa pertumbuhannya, dapat juga Criddle dalam bentuk sebagai berikut (Asdak,

... ..(2.17) k adalah koefisien pertanaman selama periode pertumbuhan. n merupakan jumlah adalah fraksi lama

Criddle selama ini telah digunakan secara luas, terutama dalam bidang pertanian, meskipun hasil yang diperoleh tidak terlalu faktor pertanaman. daerah kajian tidak angka faktor pertanaman dalam tabel 2.2, 2.3, dan 2.4 di

Asdak, 2007:130).

(29)

Tabel 2.4. Fraksi bulanan panjang hari/penyinaran dalam satu tahun (untuk persamaan Blaney-Criddle)

Tabel 2.5. Hubungan P dan letak

Lintang Jan Feb

Tabel 2.6. Angka koreksi (C) menurut Blan

Bulan Jan Feb Mar

C 0,80 0,80 0,75

Tabel 2.4. Fraksi bulanan panjang hari/penyinaran dalam satu tahun (untuk Criddle)

Hubungan P dan letak lintang (LL) untuk Indonesia: 5o

Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt

Tabel 2.6. Angka koreksi (C) menurut Blany Criddle

Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt

0,75 0,70 0,70 0,70 0,70 0,75 0,80 0,80

23

Tabel 2.4. Fraksi bulanan panjang hari/penyinaran dalam satu tahun (untuk

(30)

24 1) Panci penguapan kelas A berisi air 2) Hook gauge

3) Stilling well

3.2.Langkah Kerja

1) Ketinggian permukaan air mula-mula dicatat menggunakan hook gauge pada stilling well pukul 8.00 wib. Kedudukan stilling well tidak boleh diubah dan panci diusahakan tidak bergoncang. Pengambilan data dilakukan dengan membenamkan paku hook gauge dengan memutar sekrup berlawanan arah jarum jam sampai tepat baru terbenam. Lalu paku dinaikkan perlahan dengan memutar sekrup searah jarum jam sampai tepat baru terbentuk titik pada permukaan air. Pembacaan dilakukan dengan melihat skala pada batang ditambah dengan 0,1 × skala pada sekrup.

2) Dicatat kembali ketinggian permukaan air seperti pada langkah pertama pada hari berikutnya pada pukul 8.00.

3) Dilihat dan dicatat curah hujan (milimeter/hari) dari buku sinoptik. 4) Pengukuran dilakukan sebanyak empat kali.

(31)

25 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Data Hasil Pengamatan

Tabel 4.1. Data hasil pengukuran

No Tanggal

Pengamatan Penakaran (mm penguapan) Hujan (mm hujan) Jumlah Penguapan (mm penguapan/hari) 8 Juli 2013 40,54

1 9 Juli 2013 37,24 00,1 3,40

2 10 Juli 2013 58,00 25,5 4,74

3 11 Juli 2013 61,96 06,2 2,24

4.2.Perhitungan

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.8, 2.9, 2.10,atau 2.11 sesuai dengan keadaan P0 dan P1.

1) P0 = 40,54 mm P1 = 37,24 mm X = 0,1 mm Karena P0 > P1 , maka

E0 = P0 – P1 + X

E0 = 40,54 – 37,24 + 0,1 = 3,40 mm

2) P0 = 37,24 mm P1 = 58,00 mm Z = 25,5 mm Karena P0 < P1 dan terjadi hujan, maka

E0 = Z – (P1 – P0)

E0 = 25,5 – (58,00 – 37,24) = 4,74 mm

3) P0 = 58,00 mm P1 = 61.96 mm Z = 6,2 mm Karena P0 < P1 dan terjadi hujan, maka

E0 = Z – (P1 – P0)

E0 = 6,2 – (61,96 – 58,00) = 2,24 mm

4.3.Analisis Prosedur

(32)

bertiup. Air bersih diisikan ke dalamnya setinggi 20 cm, sehingga di atasnya terdapat jarak 5 cm dari bibir panci.

Panci terbuat dari logam campuran berdinding kuat, tak berkarat, berwarna putih atau putih metalik. Ketebalan panci diukur dengan jangka sorong didapatkan nilai 2 mm. Diameter panci 121,9 cm dan tinggi panci 25 cm. Kerangka kayu dengan tinggi 10 cm bercat putih terletak di bawah panci. Kerangka kayu ini dibuat lebih tinggi dari Tabung perendam ombak (Stilling wel Cylinder), berukuran garis tengah 10 cm dan tinggi 30 cm, yaitu dengan menambahkan penyangga dengan tujuan agar tidak terjadi percikan air dari luar luasan panci ke dalam panci saat hujan. Batang pengukur berskala (Hook gauge) untuk menentukan titik milimeter pada saat pengukuran. Sekrup pemutar untuk menaikkan atau menurunkan batang pengukur.

(33)

27

kelalaian pengamat. Sebab sebelum terjadi hujan panci penguapan hendaknya dikurangi dulu volume airnya.

Air bersih diisikan ke dalam panci setinggi 20 cm sehingga di atasnya terdapat rongga 5 cm. Permukaan air tidak boleh turun melebihi 2,5 cm dari batas tersebut. Hal ini dilakukan agar nilai penguapan yang diperoleh lebih valid. Pengukuran dilakukan pada permukaan air di dalam tabung Still well. Tabung tersebut terbuat dari logam tak berkarat bergaris tengah 10 cm, setinggi 30 cm, dan terdapat celah sempit dibagian dasarnya yang mematuhi hukum bejana berhubungan, di mana pada beberapa bejana berisi cairan homogen yang saling terhubung dan memiliki tinggi permukaan cairan yang sama tanpa terpengaruh oleh ukuran dan volume tiap bejana. Still well berperan sebagai penenang permukaan air sehingga pengukuran menjadi lebih mudah.

Nilai penguapan diketahui dari perbedaan tinggi permukaan air selama satu periode, setelah curah hujan diperhitungkan. Oleh karenanya dalam penggunaan evaporimeter (maupun lisimeter) dibutuhkan penakar hujan.

Panci penguapan kelas A memiliki diameter 121.9 cm. Dengan demikian luas alas dari panci tersebut adalah 11670.7104 cm2. Apabila acuan penguapan 1 mm mewakili 1 liter, maka 1 milimeter pada hook gauge tidak sama dengan 1 milimeter pada penggaris karena apabila sama, maka volume setiap satu milimeter adalah 1.167 liter. Jika dianggap satu milimeter hook gauge adalah benar tidak sama dengan satu milimeter penggaris, berarti satu milimeter hook gauge agar mewakili 1 liter adalah sama dengan . = 0,85 milimeter penggaris.

4.4.Analisis Hasil

(34)

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka dapat dikatakan nilai-nilai penguapan yang terukur menggunakan panci penguapan kelas A adalah menyatakan nilai penguapan 1 mm standard pada bidang seluas 1 m2 yang setara dengan 1 liter air murni di mana air tersebut dalam keadaan tidak mengalir dan tidak terserap oleh tanah. Dengan demikian nilai penguapan terukur tidak menyatakan nilai penguapan di setiap tempat secara langsung. Untuk tempat-tempat tertentu seperti danau, sungai, tempat-tempat-tempat-tempat bervegetasi, nilai penguapan yang mendekati nilai yang sebenarnya dapat diperoleh dengan mengalikan nilai penguapan terukur dengan koefisien panci. Nilai koefisien panci ini berbeda-beda untuk setiap tempat dan keadaan. Untuk danau, nilai penguapan terukur dikalikan koefisien panci sebesar 0,77. Sedangkan untuk daerah bervegetasi peristiwa yang terjadi adalah evapotranspirasi potensial. Nilai koefisien panci tergantung pada jenis vegetasinya.

Persamaan 2.16 (Limantara, 2010) menggunakan nilai Ep berdasarkan hasil perhitungan (prediksi matematis). Apabila nilai Ep yang digunakan adalah penguapa terukur langsung dari panci penguapan, maka berdasarkan persamaan 2.13 (Asdak, 2007: 120) dan persamaan 2.17 (Asdak, 2007:130),

=

= ∑ (1,8 + 32)

maka,

= ∑ (1,8 + 32)

= ∑ (1,8 + 32) ... ....(4.1)

Dengan demikian nilai koefisien panci penguapan kelas A untuk menaksir nilai evapotranspirasi potensial dapat ditentukan persamaan 4.1. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa koefisien panci untuk menaksir evapotranspirasi potensial bergantung pada jenis vegetasi (K), penguapan harian pada panci (Ep), suhu udara Tai , dan fraksi lama penyinaran matahari setiap bulan dalam waktu satu tahun di.

(35)

29

(36)

30

1) Penguapan perlu diukur karena penguapan sangat mempengaruhi kehidupan dan siklus hidrologi.

2) Pengukuran penguapan mengguanakan panci penguapan kelas A adalah cara mengukur nilai penguapan air murni pada bidang 1 m2, di mana kuantitas air tersebut tidak berkurang selain oleh penguapan terukur. 3) Nilai penguapan dari panci penguapan kelas A dapat digunakan untuk

menaksir nilai penguapan di daerah badan air lain yang lebih luas dan dalam, dan evapotranspirasi potensial dengan mengalikan nilai penguapan terukur dengan konstanta panci. Nilai ini kemudian digunakan juga sebagai dasar analisis irigasi dan penentuan jenis tanaman dalam pertanian.

5.2.Saran

1) Panci penguapan kelas A lebih baik diberi pelindung berupa kawat jala di atasnya sebagai upaya mencegah air tersebut diminum hewan seperti burung. Akan tetapi perlu dilakukan kalibrasi lagi untuk koreksi akibat penghalang tersebut.

(37)

31

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Bosman, H.H. 1987. The influence of installation practices on evaporation from Symon's tank and American Class A-pan evaporimeters. Agricultural and Forest Meteorology.

Harto, S. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Limantara, L.M. 2010. Hidrologi Praktis. Bandung: CV Lubuk Agung

Linacre, E. dan Geets, B. 1997. Climate and Weather Explaned. New York: Routledge

Mori, K. 2006. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta: PT Malta Pritindo

Gambar

Gambar 2.2. Colorado Sunken Pan
Gambar 2.3. Floating Pan
Gambar 2.4. Panci penguapan dengan Gambar 2.4. Panci penguapan dengan fixed point gauge
Gambar 2.5. Panci penguapan kelas A di. Panci penguapan kelas A di Stasiun Klimatologi MelbourneStasiun Klimatologi Melbourne
+7

Referensi

Dokumen terkait