• Tidak ada hasil yang ditemukan

PBB dan Efektivitas Upaya Kontra Teroris

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PBB dan Efektivitas Upaya Kontra Teroris"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

Adhe Nuansa Wibisono

Kajian Terorisme dan Keamanan Internasional UI NPM : 1206299023

Essai Ujian Akhir – Institusi Hukum Kontra Terorisme

Efektivitas Upaya Kontra-Terorisme PBB

Institusi internasional dalam pendapat saya tetap memiliki peran sentral dalam upaya penanggulangan terorisme secara global. Tanpa adanya insitusi internasional yang legal dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat maka akan menjadi hal yang sulit untuk melaksanakan aturan perang melawan terorisme di negara-negara di seluruh dunia. Dalam konteks aksi kontra-terorisme global, saya melihat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memiliki peran yang signifikan dalam membuat banyak negara untuk meratifikasi dan mengesahkan undang-undang anti terorisme dan upaya kerjasama baik di tingkat internasional, regional maupun bilateral dalam upaya penanganan terorisme. Tanpa adanya insitusi dan aturan hukum yang sah dalam hal penanganan terorisme, akan sangat sulit bagi negara-negara untuk melakukan hal tersebut.

Institusi internasional menjadi katalisator bagi seluruh negara untuk menentukan satu aturan umum yang disepakati secara bersama baik dalam level regulasi hingga implementasi dalam level praktis. Apalagi dalam kondisi perpolitikan dunia yang asimetris, dimana terdapat perbedaan mendasar antara negara adidaya dengan negara dunia ketiga, keberadaan institusi internasional seperti PBB, walaupun tidak secara penuh dapat mengurangi kesenjangan tersebut dengan menjadikan institusi sebagai ruang dalam pengaturan mekanisme bersama. Semua keputusan ditentukan dalam mekanisme-mekanisme bersama yang telah diatur dalam PBB. Dalam tulisan di bawah ini kemudian akan dijelaskan bagaimana PBB berfungsi penting untuk menjadi katalisator dan pendorong dalam upaya global penanganan terorisme yang diwujudkan dalam promosi dan penyebaran norma-norma anti terorisme kepada negara di seluruh dunia.

PBB telah memainkan peran sentral dalam kampaye global melawan Al Qaeda dan jaringan terorisme yang terkait dengannya. Pada International Summit on Democracy, Terrorism and Security di Madrid pada Maret 2005, Sekretaris Jenderal PBB, Kofi Annan menguraikan strategi umum melawan terorisme yang mencakup lima poin, yaitu : (1) menghalangi kelompok-kelompok perlawanan untuk mengambil jalan terorisme, (2) melakukan penolakan terhadap atas alasan terorisme untuk melakukan serangan mereka, (3) melarang negara-negara dalam mendukung terorisme, (4) mengembangkan kapasitas negara untuk mencegah terorisme dan (5) melindungi hak asasi manusia dalam perjuangan melawan terorisme.1

Sesaat setelah perisitiwa serangan 9/11, Dewan Keamanan mengadopsi Resolusi 1373, yang mengenakan kewajiban hukum yang mengikat negara-negara anggota PBB untuk mematuhi langkah-langkah yang dirancang untuk melawan pendanaan, perjalanan, rekrutmen dan dukungan terhadap terorisme. Untuk memantau penegakan langkah-langkah ini Dewan Keamanan kemudian membentuk Terrorism Committe (CTC). Pada bulan Maret 2004 Dewan Keamanan membentuk Counter-Terrorism Executive Directorate (CTED) untuk berfungsi sebagai sekretariat profesional dalam implementasi kontra-terorisme. Dewan Keamanan juga memperkuat sanksi terhadap Al Qaeda dan Taliban yang awalnya telah diberlakukan pada tahun 1999, dan kemudian membentuk sebuah kelompok

pengawasan khusus untuk mengawal penegakan sanksi tersebut. Setekah itu UN Office on Drugs and

1 David Cortright, A Critical Evaluation of the UN Counter-Terrorism Program : Accomplishments and Challenges, (Transnational Institute :

Armsterdam, 2005), hal 1

(2)

Crime dan Terrorism Prevention Branch (UNODC/TPB) memperluas upaya pengembangan kapasitas hukum di negara-negara anggota PBB. Hal ini terkait upaya penempatan kontra-terorisme di pusat agenda politik PBB.2

CTC adalah sebuah komite yang mencakup keseluruhan lima belas anggota Dewan Keamanna PBB. Komite ini akan menjadi prioritas PBB dalam kontra-terorisme seperti yang digambarkan Koffi Annan sebagai, “pusat usaha global dalam melawan terorisme”. Fungsi utama dari CTC adalah untuk memperkuat kapasitas kontra-terorisme dari negara anggota PBB. Misinya adalah untuk meningkatkan tingkat rata-rata performa pemerintahan melawan terorisme di seluruh dunia. Komite ini berfungsi sebagai “switchboard”, membantu memfasilitasi pemberian bantuan teknis kepada negara-negara yang membutuhkan bantuan untuk mengimplementasikan mandat kontra-terorisme. Hal ini juga sebagai usaha untuk mengkoordinasikan upaya kontra-terorisme dari berbagai organisasi internasional, regional dan subregional baik di dalam maupun di luar sistem PBB.3

Satu hal yang menarik dari aktivitas CTC adalah promosi akan adanya kemungkinan penerimaan kerangka kerja internasional dari norma kontraterorisme. Terdapat hubungan antara CTC dan perwujudan diantara negara-negara tentang pentingnya untuk menjadi bagian dari kerangka kerja multilateral. Sejak September 2001, terdapat 700 ratifikasi instrumen yang berkaitan dengan hukum yang diterapkan PBB yang berkaitan dengan tekanan terhadap tindakan terorisme dalam satu atau bentuk lainnya. Bisa dikatakan 40 persen dari jumlah kesepakatan dan ratifikasi yang dilakukan dalam lima dekade terakhir terjadi setelah CTC didirikan.4

Selain itu dibandingkan dengan sejumlah kecil kesepakatan dan ratifikasi hingga sebelum September 2001 (hanya Bostwana, Inggris dan Uzbekistan yang bergabung dengan semua konvensi anti terorisme pada saat itu), 75 negara telah memberikan piagam aksesi atau ratifikasi dari 12 konvensi yang berkaitan dengan terorisme sejak September 2001. Secara lebih khusus, konvensi terhadap teror pengeboman tahun 1997 dan konvensi melawan pendanaan terorisme tahun 1999 menerima ratifikasi dari 135 negara. Hasil ini didapatkan karena promosi yang dilakukan oleh CTC. Sebagai konsekuensi operasional, dana dalam rekening terorisme yang berjumlah sebesar 200 juta US $ akan berpotensi untuk dibekukan.5

United Nations Global Counter-Terrorism Strategy, yang terdapat dalam Resolusi Majelis Umum 60/288 menyediakan kerangka kerja strategis dan pedoman kebijakan sebagai upaya kolektif dari sistem PBB untuk melawan terorisme. Pada 8 September 2010, Majelis Umum PBB telah mengadakan tinjauan kedua dari implementasi strategi yang diadopsi oleh Resolusi 64/297. Dalam resolusi itu, Majelis Umum menegaskan kembali komitmennya atas strategi dan implementasinya, dan meminta Sekretaris Jenderal untuk memasukkan itu ke dalam laporan kemajuan yang didapat dalam pelaksanaan strategi, yang berisikan saran dan implementasi di masa mendatang dalam sistem PBB, sebagimana yang terdapat dalam pelaksanaan resolusi.6

Selain itu juga terdapat Counter-Terrorism Implementation Task Force yang terdiri dari 31 entitas dari dalam maupun di luar PBB. Mandat yang mereka miliki berkisar dari kontra terorisme kepada pencegahan dan penyelesaian konflik, peningkatan kapasitas, hak asasi manusia, perlindungan pengungsi dan suaka, non-proliferasi dan perlucutan senjata, pendidikan, dialog budaya dan antar-agama,

2 David Cortright, A Critical Evaluation of the UN Counter-Terrorism Program : Accomplishments and Challenges, (Transnational Institute :

Armsterdam, 2005), hal 2

3 David Cortright, A Critical Evaluation of the UN Counter-Terrorism Program : Accomplishments and Challenges, (Transnational Institute :

Armsterdam, 2005), hal 3

4 C.S.R. Murthy, The U.N. Counter-Terrorism Committee : An Institutional Analysis, FES Briefing Paper 15, (U.N. Committee On Counter-Terrorism,

2007), hal 7

5 C.S.R. Murthy, The U.N. Counter-Terrorism Committee : An Institutional Analysis, FES Briefing Paper 15, (U.N. Committee On Counter-Terrorism,

2007), hal 7

6 Report of the Secretary-General , United Nations Global Counter-Terrorism Strategy : Activities Of The United Nations System In Implementing The

Strategy, (United Nations : New York, 2012), hal 3

(3)

perdamaian, kesehatan dan pembangunan. Luasnya jangkauan yang terdapat pada Task Force ini sesuai dengan kelengkapan dari strategi yang ada. Jangkauan dari berbagai keahlian ini juga memungkinkan sisitem PBB dan badan relevan untuk berkontribusi bersama dalam mendukung negara-negara anggota dalam pelaksanaan komprehensif dalam dari empat pilar strategi.7

Di sisi lain Counter-Terrorism Committe Executive Directorate juga terus memainkan peran penting dalam memantau dan mempromosikan pelaksanaan resolusi Dewan Keamanan 1373 (2001) melalui Preliminary Implementation Asssesment (PIA), yang melkukan dialog dengan negara-negara anggota. Perkembangan yang ada adalah seluruh negara anggota (kecuali Republik Sudan Selatan) telah menerima dan menyepakati PIA. Sejak Juli 2010, 38 negara anggota telah menyampaikan informasi terkini tentang upaya pelaksanaannya, dan Direktorat Eksekutif telah melakukan kunjungan ke negara-negara anggota sehingga jumlah total negara-negara yang dikunjungi berjumlah 65 negara-negara.8

PBB juga mendorong upaya untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas prosedur untuk menempatkan individu dan perusahaan yang terkait dengan Al Qaeda dan Thaliban dalam Daftar Konsoliadsi dari Komite Dewan Keamanan yang dibentuk berdasarkan resolusi 1267 (1999) tentang Al Qaeda dan Thaliban dan individu atau perusahaan yang terkait dengannya. Pada tanggal 17 Juni 2011, Dewan Keamanan kemudian mengadopsi resolusi 1988 (2011) dan resolusi 1989 (2011) sebagai resolusi yang menggantikan resolusi 1904 (2009), yang kemudian menjadikan sanksi terhadap rezim Thaliban dan Al Qaeda menjadi dua sanksi yang terpisah.9

Dari beberapa hal yang disebutkan di atas pada akhirnya kita dapat melihat bagaimana peran penting institusi internasional seperti PBB dalam upaya penanganan terorisme secara global. Dengan adanya berbagai institusi yang dibentuk PBB seperti Counter-Terrorism Committe (CTC), UN Office on Drugs and Crime dan Terrorism Prevention Branch (UNODC/TPB), Counter-Terrorism Implementation Task Force (CTITF), kita dapat melihat political will yang dimiliki oleh PBB dalam memerangi terorisme. Selain itu juga keberhasilan PBB yang secara aktif melakukan promosi dan kampanye serta pengesahan berbagai kesepakatan dan ratifikasi mengenai terorisme merupakan hal signifikan yang sangat berpengaruh dalam upaya kontra-terorisme. Konvensi terhadap teror pengeboman tahun 1997 dan konvensi melawan pendanaan terorisme tahun 1999 yang diratifikasi oleh 135 negara kemudian menjadi bukti penting bahwa institusi internasional seperti PBB menjadi alat yang sangat efektif dalam upaya penanganan terorisme global.

Referensi

Cortright, David, A Critical Evaluation of the UN Counter-Terrorism Program : Accomplishments and Challenges, (Transnational Institute : Armsterdam, 2005)

De Nevers, Renee, Imposing International Norms : Great Powers and Norm Enforcement, International Studies Review 9, page 53-80, (Massachusetts : Blackwell Publishing, 2007)

Murthy, C.S.R., The U.N. Counter-Terrorism Committee : An Institutional Analysis, FES Briefing Paper 15, (U.N. Committee On Counter-Terrorism, 2007)

Report of the Secretary-General , United Nations Global Counter-Terrorism Strategy : Activities Of The United Nations System In Implementing The Strategy, (United Nations : New York, 2012)

7 Report of the Secretary-General, United Nations Global Counter-Terrorism Strategy : Activities Of The United Nations System In Implementing The

Strategy, (United Nations : New York, 2012), hal 3

8 Report of the Secretary-General, United Nations Global Counter-Terrorism Strategy : Activities Of The United Nations System In Implementing The

Strategy, (United Nations : New York, 2012), hal 12

9 Report of the Secretary-General, United Nations Global Counter-Terrorism Strategy : Activities Of The United Nations System In Implementing The

Strategy, (United Nations : New York, 2012), hal 12

Referensi

Dokumen terkait

Pertama, Penggunaan konteks dalam pembelajaran matematika.Konteks yang disampaikan dapat berbentuk sebagai masalah nyata dalam kehidupan sehari- hari maupun hal-hal

Dari pernyataan kuisoner berikut : aplikasi ini mempunyai kemampuan dan fungsi sesuai yang diharapkan, dengan adanya aplikasi ini proses permintaan, pemasangan,

Penelitian tindakan kelas (PTK) ini akan dilaksanakan di Kelas VI SD Negeri 3 Cakranegara semester dua Tahun 2016/2017, dengan jumlah Siswa sebanyak 20 orang. Cara

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai kajian daya dukung lingkungan untuk pengembangan wilayah Bontang Lestari, kesesuaian penggunaan lahan saat ini

Berkaitan dengan topik tersebut, akan dilakukan penyusunan Karya Tulis Tugas Akhir yang berjudul “TINJAUAN ATAS PENGARUH PERUBAHAN OBJEK PAJAK IMBALAN JASA LAINNYA

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti sebanyak 3 kali pada setiap kegiatan-kegiatan yang ada di Komplek Seruni Indah III Kelurahan Dalam Bugis Kecamatan

Hasil yang dicapai selama mempelajari dokumen SOP (Standard Operational Procedure) yang dimiliki oleh perusahaan adalah mahasiswa dapat mengetahui informasi tentang prosedur

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kompetensi, independensi, integritas, pengalaman kerja, dan etika auditor terhadap kualitas hasil audit dengan mengambil