• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah tentang perlawanan banten by sul

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "makalah tentang perlawanan banten by sul"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH TENTANG PERLAWANAN BANTEN

TERHADAP BELANDA (VOC)

Disususun oleh : Kelompok 4

Anggota :

- Sulthonin naim(31) - Lailiyah nur C. (17)

Kelas : XI IPS 1

(2)

TAHUN PELAJARAN 2015/2016

Perlawanan banten terhadap Belanda(VOC).

Kedatangan Belanda ke Banten awalnya hanya untuk melakukan perdagangan. Namun, dengan potensi alam yang dimiliki oleh Banten dan saat itu Banten merupakan pelabuhan yang ramai, maka Belanda dengan kongsi dagang VOC hendak menguasai Banten sehingga menimbulkan perlawanan dari Kesultanan Banten.

1. Asal Usul VOC (Verenigde Oost Indishe Compagnie)

VOC merupakan singkatan dari Verenigde Oost Indische Compagnie. Awalnya VOC adalah gabungan umum dariGenerale Verenigde Geoctroyeerde Oost Indische Compagnie (Persatuan Umum Persekutuan Dagang Hindia Belanda). VOC didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 di Amsterdam, setelah diadakannya perundingan yang lama dan sulit antara Staten Generaal (Dewan Perwakilan). Dalam perundingan tersebut turut dihadiri oleh pengacara Belanda yang terkenal, yaitu Johan van Oldenbarneveldt, para pengurus perusahaan dagang Holland dan Zeeland, yang telah dibentuk antara tahun 1596 – 1602 untuk berdagang di Hindia Timur. Sebelum VOC berdiri dengan rentang tahun antara 1598 – 1602, Belanda telah memiliki 65 kapal dari jumlah sebelumnya yaitu 22 kapal yang mengangkut hasil bumi dari Nusantara terutama rempah-rempah, baik milik perseorangan maupun milik perserikatan dagang.

(3)

tujuan untuk mewadahi para pedagang, menghindarkan para pedagang dari persaingan yang tdak sehat, dan melindungi para pedagang dari intervensi pedagang lain sepert pedagang Portugis, Arab, Cina, dan Inggris. VOC memiliki hak istmewa yang disebut dengan hak oktroi. Hak tersebut mengindikasikan bahwa VOC memiliki kewenangan dan kekuasaan yang sama sepert halnya sebuah negara. Hak istmewa tersebut antara lain:

1. Hak mengadakan perjanjian dengan negara lain tanpa melalui persetujuan Raja/Ratu Belanda.

2. Hak membuat dan mengedarkan uang sendiri.

3. Hak menyusun dan memiliki angkatan laut serta angkatan darat sendiri yang dapat bertndak tanpa harus tunduk kepada kerajaan Belanda.

4. Hak menyatakan perang dengan negara atau kerajaan lain tanpa harus meminta persetujuan dengan Raja/Ratu Belanda.

(4)

2. Kondisi, Posisi, dan Kedudukan Banten

Kondisi geografs Banten pada awal abad ke 16 dilukiskan oleh Couto, yaitu Banten terletak di pertengahan teluk yang memiliki lebar sekitar 3 mil dan panjang sekitar 850 depa serta dari tepi laut memiliki panjang sekitar 400 depa. Untuk melindungi kota Banten, terdapat sebuah benteng yang dinding setebal tujuh telapak tangan laki-laki terbuat dari bata dan pada bagian pertahanannya terbuat dari kayu setnggi dua tngkat dengan dilengkapi oleh persenjataan yang baik. Pusat kota terletak pada lapangan raja (alun-alun) yang disebut pasebandengan masjid dan pasar disekitarnya. Jalan-jalan dibuat secara simetris, membentuk palang silang yang sempurna. Banten memiliki luas sekitar 10.000 km2, wilayah yang tdak lebih luas dari sebuah kabupaten yang besar di Perancis. Wilayah Banten membentang dari Tangerang sampai Tulang Bawang dan dari Pelabuhan ratu sampai Silebardengan jumlah penduduk sekitar 80.000 sampai 100.000 orang pada penghujung abad ke16.

Belanda menggambarkan bahwa Banten memiliki luas hampir sama dengan Amsterdam kuno. Selain itu, Belanda menggambarkan bahwa Banten terletak pada dataran kosong di kaki perbukitan. Untuk sampai ke Banten, diperlukan jarak tempuh sekitar 25 mil antara Jawa dan Sumatra. Pada kedua sisi kota mengalir sungai, dimana salah satu dari sungai itu mengalir melewat kota.

(5)

frangka. Dapat dikatakan bahwa Banten merupakan salah satu pelabuhan besar di Nusantara. Dengan ditunjang oleh potensi alam berupa beras dan komodit unggulan rempah-rempah berupa lada, Banten sangat maju dalam hal ekonomi sepert pada kota-kota dagang pada umumnya.

Dalam hal politk, Banten dibawah kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa mampu menjaga stabilitas politk. Hubungan kerajaan Banten dengan kerajaan lain di Pulau Jawa, sepert kerajaan Mataram dan Cirebon terjalin dengan baik. Hubungan antara Banten dengan kerajaan lain di Pulau Jawa tdak sejalan dengan hubungan antara Banten dengan Belanda. Berkali-kali Sultan Ageng Tirtayasa menentang Belanda, terutama VOC. Hubungan antara Banten dengan Mataram yang pada awalnya sering mengalami ketegangan karena Mataram hendak menjadikan Banten sebagai daerah bawahannya mulai menjadi kurang baik lagi ketka Amangkurat II menandatangani perjanjian dengan VOC. Hal tersebut sama sepert ketka Cirebon bekerjasama dengan VOC pada 1681. Pada akhirnya hubungan baik antara Banten dan kerajaan-kerajaan lain terganggu dengan kehadiran VOC.

3. Penyebab Perlawanan Banten Terhadap VOC

(6)

Potensi alam yang dimiliki Banten pun merupakan daya tarik tersendiri, dimana Banten adalah penghasil lada terbesar di Jawa Barat dan penghasil beras dengan dibukanya lahan pertanian dan sarana irigasi oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Selain dari potensi alam dan letak geografs, VOC memerlukan tempat yang cocok untuk dijadikan sebagai pusat pertemuan. Letak Belanda yang jauh dari wilayah Nusantara menyulitkan Heeren XVII untuk mengatur dan mengawasi kegiatan perdagangan. Dengan pertmbangan tersebut, Banten dipilih sebagai Rendez-vous, yaitu pusat pertemuan, dimana pelabuhan, kantor-kantor dapat dibangun, dan fasilitas-fasilitas pengangkutan laut dapat disediakan, keamanan terjamin dan berfungsi dengan baik. Hal inilah yang membuat VOC dibawah pimpinan Gubernur Jendral Joan Maetsuyker hendak menguasai Banten.

Perlu diketahui, pada saat Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa tahun 1651 sampai dengan 1682, VOC dipimpin oleh Joan Maetsuyker yang memimpin VOC dari tahun 1653 sampai 1678. Menurut Nicolaus de Graaf, Joan Maetsuyker merupakan pemimpin VOC terlama dengan kedudukan selama seperempat abad. Pada masa pemerintahan Maetsuyker inilah VOC mengalami masa keemasannya.

(7)

tetapi, VOC menggunakan siasat lain, yaitu dengan memberikan hadiah menarik dan berupaya memperbaharui perjanjian tahun 1645, akan tetapi hal tersebut ditolak oleh Sultan Ageng Tirtayasa.

4. Awal Perlawanan dan Kronologis Perlawanan Kesultanan Banten Terhadap VOC Tahun 1651-1682

Pada tahun 1651 sampai dengan 1682, Banten diperintah oleh Pangeran Surya dengan gelar Pangeran Ratu Ing Banten dan setelah kembali dari Mekah mendapat gelar Sultan Abdulfath Abdulfatah atau lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa setelah sebelumnya Banten diperintah oleh kakek dari Sultan Ageng Tirtayasa, yaitu Sultan Abdulmafakhir Mahmud Abdulkadir. Sultan Ageng Tirtayasa merupakan anak dari Sultan Abul Ma’ali Ahmad.

Sultan Ageng Tirtayasa selama memerintah kesultanan Banten sangat menentang segala bentuk penjajahan asing atas daerah kekuasaannya, termasuk kehadiran VOC yang hendak menguasai Banten sangat ditentang oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Oleh sebab itu, VOC yang berusaha melakukan blokade terhadap pelabuhan Banten dengan menyerang kapal-kapal yang hendak berdagang di Banten mendapatkan perlawanan dari pasukan Banten.

(8)

Untuk meredakan perlawanan tersebut, VOC mengirimkan utusan sebanyak dua kali pada tahun 1655 dengan menawarkan pembaharuan perjanjian tahun 1645 disertai hadiah-hadiah yang menarik, namun keseluruhannya ditolak oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Bahkan Sultan Ageng Tirtayasa menanggapinya dengan memerintahkan pasukan Banten pada tahun 1656 untuk melakukan gerilya besar-besaran dengan mengadakan pengerusakan terhadap kebun-kebun tebu, pencegatan serdadu patroli VOC, pembakaran markas patroli, dan pembunuhan terhadap beberapa orang Belanda yang keseluruhan dilakukan pada malam hari. Selain itu, pasukan Banten juga merusak kapal-kapal milik Belanda yang berada di pelabuhan Benten, sehingga untuk memasuki Banten, diperlukan pasukan yang kuat untuk mengawal kapal-kapal tersebut.

Saat perlawanan sering terjadi, Sultan Ageng Tirtayasa seringkali mengadakan hubungan kerjasama dengan kesultanan lain, sepert kesultanan Cirebon dan Mataram serta dengan Turki, Inggris, Perancis, dan Denmark. Hal ini dilakukan agar Banten dapat memperkuat kedudukan dan kekuatannya dalam menghadapi kekuatan VOC. Dari Turki, Inggris, Perancis, dan Denmark inilah Banten mendapatkan banyak bantuan berupa senjata api. Sultan Ageng Tirtayasa pun melakukan penyatuan terhadap daerah yang dikuasai oleh kesultanan Banten, yaitu Lampung, Bangka, Silebar, Indragiri dalam kesatuan pasukan Surosowan.

(9)

pribumi inilah yang melawan pasukan Banten, sedangkan serdadu Belanda lebih banyak berada dibelakang serdadu pribumi tersebut.

Semakin kuatnya pasukan Banten, ditambah dengan kurangnya persiapan VOC dalam menghadap Banten karena sedang berperang dengan Makasar membuat VOC pada sekitar bulan November dan Desember 1657 mengajukan penawaran gencatan senjata. Pertempuran antara Banten dan VOC ini sangat merugikan kedua belah pihak. Gencatan senjatapun baru dapat dilakukan setelah utusan VOC dari Batavia mendatangi Sultan Ageng Tirtayasa pada tanggal 29 April 1658 dengan membawa rancangan perjanjian yang berisi sepuluh pasal. Diantara pasal tersebut, Sultan Ageng Tirtayasa mengajukan dua pasal perubahan. Namun, hal tersebut ditolak oleh VOC sehingga perlawanan dan peperangan kembali terjadi.

Penolakan dari VOC tersebut semakin menguatkan keyakinan Sultan Ageng Tirtayasa bahwa tdak akan ada kesesuaian pendapat antara kesultanan Banten dengan VOC sehingga jalan satu-satunya adalah dengan kekerasan, yaitu berperang. Oleh sebab itu, Sultan Ageng Tirtayasa mengumumkan perang sabil dengan terlebih dahulu mengirimkan surat ke VOC pada tanggal 11 Mei 1658. Menurut Djajadiningrat (1983:71) dan Tjandrasasmita (1967:12-16), pertempuran antara VOC dengan pasukan Banten berlangsung secara terus menerus mulai dari bulan Mei 1658 sampai dengan tanggal 10 Juli 1659.

(10)

orang Belanda di atas kapal bersama kedua temannya. Namun, apa yang dilakukannya berhasil diketahui oleh orang-orang Belanda lain diatas kapal tersebut. Akibatnya Lurah Astrasusila bersama kedua temannya dibunuh diatas kapal tersebut. Berita mengenai terbunuhnya Lurah Astrasusila diketahui oleh Sultan Ageng Tirtayasa sehingga memicu aksi balas dendam dan perlawanan dari Banten (Djajadiningrat, 1983:73).

Penyerangan yang dilakukan Benten secara terus menerus terhadap VOC membuat kedudukan VOC semakin terdesak sampai medekat batas kota Batavia. Akhirnya VOC mengajukan gencatan senjata. Menyadari bahwa Banten akan menolak perjanjan gencatan senjata, maka VOC membujuk sultan Jambi untuk mengakomodasi perjanjian tersebut. Maka sultan Jambi pun mengirimkan utusannya yaitu Kiyai Damang Dirade Wangsa dan Kiyai Ingali Marta Sidana. Pada tanggal 10 Juli 1659, ditandatangani perjanjian gencatan senjata antara Banten dan VOC.

(11)

5. Munculnya Kembali Perlawanan Banten dan Politk Adu Domba VOC

Setelah perjanjian gencatan senjata, VOC menggunakan kesempatan tersebut untukmempersulit kedudukan Banten. Cara yang dilakukan adalah dengan mengadakan kerjasama dengan kesultanan Cirebon dan kesultanan Mataram. Puncaknya adalah ketka Amangkurat II menandatangani perjanjian dengan VOC. Selain itu, Cirebon pun berada di bawah kekuasaan VOC pada tahun 1681. Dengan Mataram dan Cirebon dibawah kendali VOC, maka posisi Banten semakin terjepit karena Mataram dan Cirebon merupakan kesultanan yang memiliki hubungan baik dengan Banten.

Posisi tersebut makin sulit dengan terjadinya perpecahan di dalam kesultanan Banten sendiri.Putra Sultan Ageng Tirtayasa, yaitu Pangeran Gust dan Pangeran Arya Purbaya mendapatkan kekuasaan, masing-masing untuk mengurusi kedaulatan ke dalam kesultanan. Sementara kedaulatan keluar kesultanan masih dikendalikan oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Pemisahan kekuasaan ini diketahui oleh wakil Belanda di Banten, yaitu W. Caef yang kemudian mendekat dan menghasut Pangeran Gust untuk mencurigai ayahnya dan saudaranya sendiri.

(12)

dengan ayahnya sendiri, yaitu Sultan Ageng Tirtayasa dan adiknya, yaitu Pangeran Arya Purbaya. Konfik ini dimanfaatkan oleh VOC untuk memadamkan dan memperlemah kekuatan Banten

6. Akhir Perlawanan Banten Terhadap VOC

Rasa iri dan kekhawatran Sultan Haji akan kekuasaannya melahirkan persekongkolan dengan VOC untuk merebut tahta kesultanan Banten. VOC bersedia membantu Sultan Haji dengan mengajukan empat syarat, yaitu menyerahkan Cirebon kepada VOC, monopoli lada dikendalikan oleh VOC, membayar 600.000 ringgit apabila ingkar janji, dan menarik pasukan Banten yang berada di daerah pesisir pantai dan pedalaman Priangan. Syarat tersebut dipenuhi oleh Sultan haji. Pada tanggal 27 Februari 1682, pecahlah perang antara Sultan Haji dengan dibantu VOC melawan ayahnya sendiri, yaitu Sultan Ageng Tirtayasa. Inilah akhir dari kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa di kesultanan Banten.

(13)

Setelah itu, pemberontakan terus terjadi meskipun VOC telah beberapa kali meminta Sultan Ageng Tirtayasa untuk menyerah. Untuk menyelesaikan perlawanan tersebut, Sultan Haji mengutus 52 orang keluarganya untuk membujuk Sultan Ageng Tirtayasa. Setelah berhasil dibujuk, Sultan Haji dan VOC menerapkan tpu muslihat dengan mengepung iring-iringan Sultan Ageng Tirtayasa menuju ke istana Surosowan pada tanggal 14 Maret 1683. Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap, namun Pangeran Arya Purbaya berhasil lolos. Kemudian Sultan Ageng Tirtayasa dipenjarakan di Batavia sampai meninggal pada tahun 1692. Sultan Haji sendiri akhirnya naik tahta dengan restu VOC, memerintah dari tahun 1682 sampai dengan 1687. Pada tanggal 17 April 1684, ditandatanganilah perjanjian dalam bahasa Belanda, Jawa, dan Melayu yang berisi 10 pasal. Perjanjian inilah yang menandai berakhirnya kekuasaan kesultanan Banten, dan dimulainya monopoli VOC atas Banten. Dengan demikian berakhirlah perlawanan Sultan Ageng Tirtayasasetelah dikhianat oleh anaknya sendiri.

(14)

Kesimpulan

Banten merupakan salah satu pelabuhan terbesar di Nusantara dengan letak yang stategis di ujung barat pulau Jawa dekat dengan selat Sunda yang merupakan ttk pertemuan jalur perdagangan Asia bahkan dunia setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada 1511. Hal tersebut membuat Banten selalu ramai oleh lalu lintas perdagangan. Disamping itu, Banten memiliki potensi alam yang cukup menguntungkan, dimana Banten merupakan penghasil lada terbesar di Jawa Barat. Pada rentang waktu antara 1651 sampai dengan 1682, Banten mampu memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya dengan swasembada beras dibawah kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa. Dengan kondisi alam dan letak geografs inilah yang membuat VOC dibawah pimpinan Gubernur Jendral Joan Maetsuyker (1653-1678) berkeinginan untuk menguasai Banten, menjadikannya sebagai pusat pertemuan (Rendez-vous) sekaligus memonopoli perdagangan rempah-rempah, khususnya lada.

(15)
(16)

Daftar Pustaka

Boxer, C. R., Jan Kompeni Dalam Perang dan Damai 1602-1799, Sinar

Harapan, Jakarta, 1983.

Djajadiningrat, Hoesein,Tinjauan Kritis Tentang Sajarah

Banten, Djambatan, Jakarta, 1983.

Guillot, Claude,Banten Sejarah dan Peradaban Abad X – XVII, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2008.

Lubis, Nina H., Banten Dalam Pergumulan Sejarah: Sultan, Ulama Jawara, Pustaka LP3ES, Jakarta, 2003.

Michrob, Halwany, dkk, Catatan Masa Lalu Banten, Saudara, Serang,

1993.

Notosusanto, Nugroho,Sejarah Nasional Indonesia jilid III, Balai Pustaka, Jakarta, 2010.

Ricklefs, M. C., Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Serambi Ilmu

Semesta, Jakarta, 2008.

Wibisono, Sonny Chr., dkk, Banten Kota Pelabuhan Jalan Sutra, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dwi Jaya Karya, Jakarta, 1995.

(17)

Referensi

Dokumen terkait