• Tidak ada hasil yang ditemukan

MASALAH HAM KASUS SAMPANG DAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MASALAH HAM KASUS SAMPANG DAN"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hak untuk bebas dalam berkeyakinan dan beragama sesungguhnya telah dijamin

sepenuhnya dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 E, Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang

Pengesahan International Covenan Civil and Politic Rights. Akan tetapi dalam prakteknya pemenuhan, penghormatan dan perlindungan atas hak dasar ini nyatanya tidak dapat dinikmati oleh seluruh warga negara Indonesia. Sebagian warga negara, terutama dari kelompok minoritas sangat sering terabaikan.

Inilah hal yang ironi bagi bangsa Indonesia yang bersemboyan Bhineka Tunggal Ika. Berbeda - beda suku, budaya, agama, ras, adat namun tetap kelompok mayoritaslah yang berkuasa. Kasus syi’ah Sampang, kasus ahmadiyah, kasus gereja HKBP philadelpia, dan kasus-kasus lain yang tersebar di banyak wilayah di Indonesia adalah bukti akan hal itu. Maka dari itu dalam makalah ini, penulis akan mengangkat kasus Syiah, Sampang, Madura.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang diatas maka penulis akan membahas :

(a) Apa yang terjadi dalam kasus Sampang , Madura ? Apa kaitannya dengan pelanggaran HAM ?

(b) Bagaimana kronologi kasus Sampang?

(2)

1.3 TUJUAN

Tujuan penulis untuk menyusun makalah ini ialah

(a) Untuk mengetahui bagaimana kronologi kasus Sampang

(b) Untuk mengetahui peran pemerintah dan Komnas HAM dalam menangani kasus Sampang

(c) Untuk mengetahui seluk beluk kasus Sampang yang merupakan salah satu kasus dari pelanggaran Hak Asasi Manusia

(d) Untuk mengetahui apa yang terjadi di balik konflik Sampang

1.4 MANFAAT

Manfaat yang dapat di ambil dalam makalah ini adalah

(a) Agar kita dapat mengetahui bagaimana penanganan kasus pelanggaran HAM di Indonesia

(b) Agar kita dapat menganalisa bagaimana peran KOMNAS HAM dan pemerintah dalam menangani kasus HAM di Indonesia

(c) Agar kita dapat turut prihatin karena di Indonesia ini ternyata banyak kasus pelanggaran HAM dan pemerintah mengganggap itu sepele

(3)

BAB II

ANALISA KASUS

2.1 AWAL TERBENTUKNYA KOMUNITAS SYIAH DI SAMPANG

Pada awal 1980-an, Makmun, seorang kiai di Nangkernang, Desa Karang Gayam, Sampang, mendapatkan kabar dari sahabatnya di Iran mengenai revolusi Iran. Keberhasilan kaum ulama Iran memimpin revolusi penumbangan monarki Syah Iran Reza Pahlevi –sebuah rezim monarki yang didukung oleh USA– menjadi momentum bagi kaum muslim di dunia dan termasuk indonesia untuk menengok dan mempelajari ajaran syi’ah. Makmun sangat terinspirasi dengan revolusi islam Iran dan mengagumi pemimpinnya Ayatollah Ali Khomeini, selanjutnya hal ini menjadi pendorong bagi Makmun untuk mendalami ajaran-ajaran syiah. Makmun sadar bahwa mengajarkan syiah di desanya dan di Madura pada umumnya bukanlah hal yang mudah. Hal ini karena mayoritas ulama dan kaum muslim diwilayah ini adalah pengikut islam sunni yang fanatik, karena itu Makmun dalam mempelajari dan mengajarkan ajaran-ajaran syiah dilakukannya secara pelan, tidak secara langsung dan tidak terbuka. Sebagai awal, pada 1983, Makmun lantas mengirim tiga anak laki-lakinya, Iklil al Milal (42 tahun), Tajul Muluk (40), Roisul Hukama (36), dan ummi Hani ke Pesantren Yayasan

Pesantren Islam (YAPI) di Bangil, Pasuruan. YAPI dikenal sebagai pesantren yang cenderung pada mahdzab Syiah Ja’fariyah. Pada 1991, anak-anak Makmun telah kembali ke Sampang. Diantara anak-anak Makmun yang belajar di YAPI hanya Tajul Muluk, yang melanjutkan sekolah ke pesantren Sayyid Muhammad Al-Maliki di Arab Saudi pada 1993. Karena terkendala biaya, sekolahnya berhenti di tengah jalan. Tajul Muluk yang bernama asli Ali Murtadha tetap bertahan di arab saudi menjadi pekerja dan kembali pulang ke Indonesia pada tahun 1999.

Pulang ke Indonesia, Tajul Muluk menetap di tempat kelahirannya, Dusun Nangkernang Desa Karang Gayam, Sampang. Keluarga Makmun dan masyarakat di dusunnya

(4)

tahun 2004 warga desa yang belajar mengaji kepada Makmun dan Tajul Muluk bersama-sama membantu mendirikan rumah kediaman Tajul Muluk yang berfungsi menjadi pesantren, lengkap dengan mushola dan beberapa ruangan kelas untuk aktifitas belajar agama. Pesantren kecil ini diberi nama Misbahul Huda, dan ustadz atau guru yang mengajar di pesantren ini adalah Tajul Muluk bersama semua saudara-saudaranya sesama alumni YAPI. Berbeda

dengan Makmun sang ayah, Tajul Muluk mengajar dan berdakwah ajaran syiah secara terbuka dan terang-terangan. Sikap Tajul yang egaliter, supel, ringan tangan dan cekatan dalam

membantu warga desa yang membutuhkan, serta tidak bersedia menerima imbalan setelah berceramah agama menempatkan Tajul sebagai kyai muda yang sangat dihormati seluruh warga desa Karang Gayam dan tentu saja hal ini mempermudah Tajul dalam berdakwah. Dalam waktu yang tidak lama, hanya sekitar tiga tahun, ratusan warga di Desa Karang Gayam dan di desa sebelahnya Desa Blu’uren telah menjadi pengikut ajaran syiah dan sekaligus murid Tajul Muluk yang setia.

Perkembangan dakwah Tajul Muluk dalam menyebarkan syi’ah akhirnya mendapat respon dari para ulama setempat. Tersebutlah Ali Karrar Shinhaji, Pimpinan Pondok Pesantren Darut Tauhid, Desa Lenteng, Kecamatan Proppo, Pamekasan dan masih terhitung kerabat dekat dari Makmun. Dalam sebuah pertemuan dengan Tajul dan saudara-saudaranya pada awal 2004, Karrar sangat berkeberatan dan tidak menyetujui aktivitas dakwah Tajul Muluk yang mengajarkan ajaran syi’ah, baginya syi’ah adalah mahdzab dalam islam yang salah dan sesat. Tidak hanya Karrar, para ulama-ulama lain di Omben juga bersikap yang sama, akan tetapi mereka tidak bisa menghalang-halangi aktifitas dakwah Tajul Muluk karena menaruh masih menaruh rasa hormat atas Kyai Makmun, ayah dari Tajul Muluk. Akan tetapi, pada juni 2004 Kyai Makmun yang sebelumnya sudah jatuh sakit akhirnya meninggal dunia. Dan tidak ada lagi yang menjadi penghalang bagi para ulama di Omben untuk menentang aktivitas penyebaran syiah yang dilakukan para kyai muda anak-anak Makmun.

2.2 KRONOLOGI KASUS SAMPANG, MADURA

(5)

Muluk yang berfaham sekte sesat Syi’ah dan warga Karang Gayam dan Blu’uran yang berfaham Islam sebenarnya Ahlus Sunnah wal jama’ah.

Berikut kronologis kejadian yang melatarbelakangi bentrok fisik antara warga Syi’ah dan masyarakat Muslim seperti dilansir Suara Islam Online pada tanggal 26 Agustus 2012 pukul 10.00 WIB di Desa Karang Gayam Kecamatan Omben :

1. Pada tanggal 19 Juli 2012, masyarakat Karang Gayam menyampaikan beberapa pernyataan kepada Badan Silaturrahmi Ulama Pesantren Madura (BASSRA) agar disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Sampang, dengan isi pernyataan tersebut sebagai berikut:

 Masyarakat Karang Gayam mengucapkan terima kasih kepada BASSRA yang telah

mengawal proses hukum Tajul Muluk hingga divonis selama 2 tahun penjara.

 Bila Tajul Muluk telah divonis sesat maka pengikutnya harus dikembalikan kepada faham semula yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah atau diproses hukum sebagaimana Tajul Muluk.

 Masyarakat Karang Gayam menginginkan desa mereka seperti desa yang lain, tidak terdapat Syiah.

 Meminta kepada para Ulama untuk menyampaikan pernyataan sikap ini kepada pihak –

pihak yang berwenang.

2. Setelah menerima pernyataan sikap dari Masyarakat, BASSRA mengadakan audiensi dengan Forum Pimpinan Daerah (FORPIMDA) pada tanggal 7 Agustus 2012 dan menyampaikan tuntutan masyarakat, dari hasil diskusi tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan, antara lain sebagai berikut :

(6)

 Kapolres harus mengaktifkan pelarangan senjata tajam (Sajam) di Karang Gayam, Blu’uran, Sampang.

 Anak-anak warga Syiah yang dibeasiswakan ke pondok-pondok Syiah adalah tanggung jawab Pemkab Sampang untuk memulangkan dan memasukkan ke pondok-pondok Ahlus Sunnah wal Jama’ah (ASWAJA) dengan biaya dari Pemkab.

 Ulama BASSRA bersama pemerintah Sampang akan mengawal naik banding Tajul

Muluk dengan audiensi kepada Gubernur Jatim.

 Khusus untuk jangka pendek kasus Sampang disepakati tidak mengangkat sebutan Syi’ah, cukup sebutan aliran sesat agar proses hukum Tajul Muluk berjalan lancar.

 Mengupayakan agar BAKORPAKEM Sampang bisa memutuskan dan menetapkan

bahwa Syiah itu sesat dan harus dilarang di Madura, keputusan itu diajukan ke BAKORPAKEM Jatim bahkan ke Pusat.

3. Pada tanggal 23 Agustus 2012, masyarakat Karang Gayam menuntut kepada BASSRA terkait dengan enam item janji Pemkab Sampang yang disampaikan kepada Ulama BASSRA pada tanggal 7 Agustus 2012 karena mereka melihat bahwa belum ada realisasi dan penanganan dari pihak manapun.

4. Menurut rencana BASSRA dan ulama setempat akan melakukan pertemuan dengan Pemkab Sampang, namun pada tanggal 26 Agustus 2012 terjadi bentrokan antara masyarakat dengan pengikut Tajul Muluk sekitar jam 10.00 WIB, yang dipicu oleh beberapa hal sebagai berikut :

 Anak-anak para pengikut Syi’ah yang dipondokkan ke YAPI Bangil dan Pekalongan

(7)

 Karena pemahaman masyarakat seperti tersebut di atas, maka masyarakat Karang Gayam mencegah mereka dan secara baik menyarankan untuk kembali lagi ke rumah, tidak ada sedikitpun kekerasan dilakukan dan masyarakat Sunni tidak membawa senjata tajam.

 Selama perjalanan kembali tidak ada tanda-tanda perlawanan dari mereka sampai mendekati rumah kediaman Tajul Muluk, komunitas Syi’ah mulai mengolok-olok masyarakat Sunni dan nampaknya komunitas syi’ah sudah mempersiapkan senjata- sesampai di komplek kediaman tersebut terjadilah insiden penyerangan oleh pihak Syiah kepada masyarakat dengan melakukan pelemparan menggunakan batu, bom molotov yang sudah mereka persiapkan, ranjau-ranjau yang siap meledak ketika diinjak bahkan bahan-bahan peledak yang mereka bawa di kantong saku mereka yang di dalamnya berisi butiran kelereng.

 Penyerangan tersebut tidak hanya berbentuk pelemparan tetapi juga dengan

memprovokasi massa agar masuk ke pekarangan rumah tersebut, ketika masyarakat terprovokasi dan masuk ke halaman rumah, kemudian terdengarlah bunyi ledakan yang berasal dari ranjau yang mereka pasang dan bom molotov yang mereka lempar sehingga ada beberapa masyarakat yang terluka oleh serpihan dari ledakan yang berupa kelereng, baik yang masih utuh maupun yang pecah semua korban adalah masyarakat yang

berfaham Sunni- diantara mereka ada yang jari jemarinya putus, ada yang luka di bagian paha dan didalamnya terdapat kelereng yang masih utuh, ada yang luka di bahu dan kepala.

 Ketika korban berjatuhan dipihak masyarakat Sunni– rupanya komunitas Syi’ah

(8)

kepada mereka sehingga terjadilah bentrok yang tidak terelakkan diantara kedua belah pihak yang sama-sama membawa senjata.

 Seorang yang bernama bapak Hamamah dari komunitas Syi’ah secara provokatif dan

demonstratif dengan memamerkan kekebalan tubuhnya merangsek kedalam kerumunan masyarakat Sunni dengan menyerang secara membabi buta menggunakan senjata tajam berbentuk celurit panjang, dan masyarakatpun melawan dengan senjata pula, yang mengejutkan tidak satupun sabetan yang diarahkan ke tubuh bapak Hamamah mencederai tubuhnya.selanjutnya terjadilah bentrok yang berakhir pada terbunuhnya bapak

Hamamah, disebabkan diantara masyarakat mengetahui cara menghadapi ilmu kebal tersebut dengan cara menyerang dari belakang.

 Ada kejadian yang mengejutkan bahwa ternyata rumah Tajul Muluk yang dibakar oleh massa menimbulkan ledakan yang cukup besar, yang belakangan diketahui bahwa ledakan tersebut dipicu oleh remote control.

 Dari bentrok tersebut yang menjadi korban adalah 1 orang meninggal bernama Hamamah, 1 orang kritis bernama Thohir dan 5 orang luka-luka terkena serpihan bom molotov, ranjau dan peledak yang dibawa oleh komunitas Syi’ah, korban luka-luka ini semuanya dari masyarakat Sunni.

 Dari bentrok yang terjadi, sampai saat ini kepolisian menangkap sekitar 7 orang atau

versi lain 8 orang tetapi yang di tangkap adalah masyarakat yang berfaham Sunni, tidak satupun komunitas Syi’ah yang memicu konflik diamankan oleh kepolisian sementara ini.

 Jumlah rumah yang dibakar menurut laporan yang kami dapat sebanyak 9 rumah, dengan pemahaman bahwa setiap rumah yang ada di Sampang terdiri dari minimal 3 bangunan, yaitu rumah, dapur dan mushalla, hal inilah yang menyebabkan perbedaan jumlah yang dilaporkan.

(9)

dijanjikan untuk wawancaranya hari Senin pagi dengan pertimbangan bahwa MUI perlu mengumpulkan bahan-bahan yang memadai.

6. Hari Senin tanggal 27 Agustus 2012 jam 10.00 WIB wawancara dilakukan oleh KH

Abdusshomad Buchori dengan beberapa Media Cetak, Elektronik dan Online dengan statement sebagai berikut :

 MUI Jatim meminta kepada masyarakat agar tetap waspada dan menahan diri, baik

masyarakat Karang Gayam yang berfaham Sunni, maupun Komunitas Syi’ah agar skala konflik tidak meluas.

 Meminta kepada aparatur pemerintah agar melakukan langkah-langkah produktif dalam rangka menyelesaikan konflik yang terjadi demi terwujudnya situasi yang kondusif bagi ketenteraman dan ketertiban masyarakat di Jawa Timur.

 Kasus seperti ini sudah beberapa kali terjadi, tetapi penyelesaian yang dilakukan tidak

tuntas dan komprehensif, sehingga dibutuhkan mekanisme penyelesaikan yang tidak hanya fokus pada kejadiannya saja, tetapi akar persoalan yang menjadi pemicu juga harus diselesaikan dengan baik, sehingga tidak terjadi lagi kasus serupa dikemudian hari.

 Ada statement keliru yang disampaikan sebagian tokoh masyarakat terkait dengan

penyebab terjadinya kekerasan yang diakibatkan oleh fatwa MUI, oleh karena itu perlu disampaikan bahwa, fatwa kesesatan Syi’ah tersebut sebagai guidance (panduan, red) untuk menjaga Aqidah dan Syari’at bagi ummat Islam di Jawa Timur yang berjumlah 96,76 % dari 38 juta penduduk Jawa Timur yang pada umumnya berfaham Sunni, kalau semua faham menyimpang dan sesat dibiarkan berkembang dimasyarakat, maka akan terjadi disharmoni bangsa, bahkan di dalam fatwa tersebut ada klausul untuk tidak anarkis.

(10)

Sampang, tim medis yang menangani korban dan beberapa masyarakat yang menjadi saksi kejadian.

8. Pada hari Selasa tanggal 28 Agustus 2012 pukul 13.30 WIB, MUI Jawa Timur mengikuti rapat bersama dengan PWNU Jatim, PC NU Sampang, MUI Sampang dan beberapa aktivis yang menyaksikan bentrokan yang terjadi, diantaranya adalah Ustad Nuruddin dan Ustadz Ridho’i (Ketua Banser setempat), dalam rapat tersebut disepakati bahwa :

 Masyarakat yang tinggal di desa Karang Gayam dan sekitarnya merasa aman, tenteram

dan kondusif sebelum kedatangan Tajul Muluk dengan membawa aliran Syi’ah,

gangguan keamanan, ketenteraman dan ketertiban terjadi setelah masuknya ajaran Syi’ah di desa mereka yang dibawa oleh Tajul Muluk

.

 Yang menjadi pemicu terjadinya konflik di masyarakat Karang Gayam dan sekitar adalah keberadaan Tajul Muluk dengan ajaran Syi’ah yang sampaikan dengan menghalalkan berbagai cara, termasuk dengan iming-iming dana kepada masyarakat setempat.

 Kesimpulan rapat tersebut adalah bahwa kalau Syi’ah dikembangkan di Indonesia maka membuat Indonesia tidak aman dan berpotensi mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

9. Komunitas Syi’ah yang ada memiliki kecenderungan kepercayaan diri berlebihan bahwa Syi’ah akan menjadi besar di Indonesia disebabkan oleh komentar-komentar para tokoh yang mengeluarkan statement akan melindungi minoritas di Indonesia dengan dalih Hak Asasi manusia, pemikiran seperti ini memiliki pengaruh besar terhadap usaha-usaha mereka untuk mengembangkan eksistensinya, karena merasa disokong oleh tokoh-tokoh yang berpengaruh di negeri ini, dan pada gilirannya membawa peluang terjadinya konflik yang lebih besar

(11)

11. Berdasarkan diskusi internal beberapa pengurus Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jawa Timur, dengan memperhatikan pernyataan Syeh Yusuf Qaradhawi terkait dengan hubungan Syia’ah dan Sunni di dunia, bahwa ajaran Syiah dan Sunni memiliki perbedaan pokok yang mendasar sehingga apabila ajaran Syi’ah dikembangkan di suatu Negara yang berfaham Sunni maka tidak akan memiliki titik temu demikian pula sebaliknya, hendaklah pengambil keputusan di negeri ini menjadikan statement tersebut sebagai referensi dalam rangka mengambil

keputusan terbaik dalam mengahadapi kasus – kasus konflik berlatar belakang Syi’ah – Sunni di Indonesia.

12. Mengharap dengan hormat agar pemerintah, baik Eksekutif, Legislatif, Yudikatif,

Negarawan ,Akademisi, Politisi, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Budayawan, Seniman dan golongan “The have”, hendaklah memiliki pemikiran yang jernih, cerdas dan visioner untuk menyelamatkan negeri tercinta Indonesia dari kehancuran.

2.3 TRAGEDI KASUS SAMPANG

Tragedi Sampang adalah akibat lambanya peran Pemerintah dalam mengantisipasi dan memberikan solusi atas konflik antar pengikut mazhab yang berbeda khususnya Muslim Sunni dan Muslim Syi’ah. Sejak kerusuhan Sampang Desember 2011 Pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia telah melakukan kajian tentang mazhab Syi’ah dan sampai sekarang ini tak ada kesimpulan dan keputusan tegas apa dan bagaimana hasil kajian itu sampai akhirnya tragedi Sampang terulang kembali pada 26 Agustus 2012 hingga jatuh korban.

Tragedi Sampang tidaklah berdiri sendiri tetapi setidaknya ada mata-rantai kejadian sebelumnya yang belum tuntas dan menyisakan banyak masalah ibarat api dalam sekam Tragedi 26 Agustus 2012 adalah puncak dari rentetan kejadian demi kejadian khususnya bagi pemeluk mazhab Syi’ah di Sampang dan seluruh wilayah Jawa Timur pada umumnya.

(12)

Sumber-sumber berita resmi-pun seolah melakukan kesalahan massal dalam memberikan informasi yang tidak berimbang kepada masyarakat awam. Semua seakan berlomba menyajikan fakta dengan konteks dan sudut pandang yang berbeda sementara fakta demi faktapun bisa direkayasa dengan tujuan dan kepentingan masing-masing kelompok dan golongannya sendiri-sendiri. Sebegitu buta dan kelamnyakah mata hati kita sehingga tak mampu melihat dan bersikap sesuai dengan hati nurani, hati nurani kemanusiaan.

Syi’ah sebagai Korban kezhaliman tersistematis memiliki daya tahan yang sudah teruji dari zaman ke zaman dari generasi ke generasi dan sebagai mazhab minoritas di kalangan Kaum Muslimin mereka masih tetap eksis sampai sekarang dan selalu terlibat dalam segala permasalahan Kaum Muslimin Dunia. Mazhab Syi’ah adalah mazhab tertua setua Risalah Islam itu sendiri. Sungguh ironis ketika sebagaian Muslim Indonesia yang memeluk mazhab Syi’ah gigih menganjurkan Ukhuwah dan kasih sayang pada saat yang sama ada pihak-pihak yang selalu memprovokasi umat awam dengan ajakan kebencian, permusuhan bahkan anjuran pembunuhan secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi dengan menyebarkan fitnah dan tuduhan yang tak mendasar kepada pemeluk Mazhab ini, seperti

tuduhan bahwa kaum Syi’ah menganggap al-Qur’an yang ada sekarang sudah tidak otentik lagi, tuduhan bahwa Kaum Syi’ah menganggap Ikhwan Ahlussunnah halal darahnya dan banyak fitnah-fitnah keji yang mereka tuduhkan kepada mazhab Syi’ah.

Dengan fitnah dan tuduhan keji itulah mereka bereaksi dengan dalih inilah lawan dari aksi karena Kaum Syi’ah telah menodai Agama Islam dengan menganggap Kitab Suci al-Qur’an sudah tidak otentik lagi dan mengalami banyak sekali perubahan tanpa ada proses tabayyun dan dialog ilmiyah yang berkesinambungan.

(13)

Syi’ah sebagai aliran sesat dan menyesatkan berkontribusi utama memicu konflik dan kekerasan di tingkat akar rumput. Konflik ini harus diselesaikan dengan dialog yang

berkesinambungan antara Ahlussunnah dan Syi’ah agar tumbuh saling pengertian dan kasih-sayang antar pemeluk dua mazhab besar dalam Islam ini. Kesan lambat dan tak tegas dalam bersikap menjadikan Negara gagal hadir dalam mengatasi berbagai ancaman konflik horisontal bernuansa sektarian ini. Sunnah-Syi’ah bersaudara dan wajib menjalin Ukhuwah Islamiyah.

Beberapa Penyebab Anarkhisme kepada Muslim Syi’ah :

1. Rekomendasi MUI tentang Syi’ah tahun 1984, walaupun ini bukan fatwa tetapi opini yang terbentuk di dalam masyarakat adalah Fatwa MUI tentang sesatnya Syi’ah.

2. Fatwa MUI Jawa Timur No. Kep-01/SKF-MUI/JTM/I/2012 tentang Kesesatan Syi’ah 3. Fatwa MUI Sampang No. A-035/MUI/spg/2012 tentang kesesatan ajaran Syi’ah

4. Musyawarah Ulama dan Ummat Islam Indonesia Ke-2 di Mesjid al-Fajr, Bandung, Ahad 30 Jumadil Awwal 1433 H/ 22 April 2012 , yang disponsori oleh Majelis Intelektual dan Ulama Muda Islam (MIUMI)merumuskan bagaimana menghadapi kesesatan Syi’ah.

Target Musyawarah MIUMI

Agenda musyawarah tersebut dilatarbelakangi oleh fakta mengenai banyaknya keputusan dan fatwa mengenai Syi’ah yang semuanya dapat menjadi tidak efektif tanpa rumusan tindak lanjut yang jelas. Oleh karena itu, pada prinsipnya, musyawarah yang telah dilaksanakan bukanlah untuk membuat pernyataan sikap atau fatwa mengenai Syi’ah, melainkan untuk merumuskan tindak lanjut atas semua keputusan dan fatwa mengenai sesatnya Syi’ah. MIUMI adalah kelompok Wahabi yang gigih memecah belah umat dengan isyu-isyu mazhab.

2.4 SOLUSI

Solusinya adalah cabut semua fatwa yang menyesatkan Syi’ah dan lakukan dialog yang berkesianambungan antara Ulama Sunnah dan Ulama Syi’ah dengan ilmu dan akhlak. Menghindari dialog berarti membiarkan konflik horizontal berlanjut dan akan

(14)

kepentingan seperti Kementerian Agama, MUI Pusat dan Daerah, DPR, Kejaksaan, Kepolisian, Ormas-ormas Islam untuk merumuskan dan melihatnya sebagai ancaman serius bagi instabilitas Negara dari kelompok takfir ini maka kita perlu memberikan masukan bahwa ini hanya tinggal menunggu waktu saja apabila ada yang menyulut dan memulai maka meledaklah dan untuk menghindari konflik horisontal yang lebih besar seperti di Pakistan maka perlu di keluarkan pernyataan resmi bersama secara eksplisit tentang pentingnya menjaga Ukhuwah Islamiyah antara pemeluk mazhab-mazhab yang sah di dalam Islam khususnya Sunnah dan Syi’ah.. agar konflik horisontal bisa di antisipasi sedini mungkin dan bagi pelaku pelanggaran baik lembaga atau perorangan akan di kenai sangsi hukum yg berat.

Syi’ah adalah mazhab tertua di dalam Islam ibarat saudara kandung kami adalah saudara tua yang banyak ngalahnya, pergesekan Sunnah dan Syi’ah terjadi bukan karena Syi’ah hadir di Indonesia, Syi’ah bukanlah penyebab tetapi malah sebagai akibat dan korbannya…kekerasan dan konflik terjadi disebabkan karena ketidakmampuan suatu kelompok menerima sebuah

keyakinan/mazhab yang berbeda dan ketidakmampuan menerima sikap kritis, obyektif dan ilmiyah yang dianggap akan merugikan kepentingan mereka dan dianggap merongrong kemapanan mereka yang selama ini telah mereka nikmati.

Jangan mudah terpancing provokasi kelompok takfir dan anti kemajemukan, marilah saling belajar dan saling memahami antara Sunnah dan Syi’ah agar toleransi tercipta. Ingat strategi kelompok yang anti persatuan dan anti Syi’ah mirip seperti strategi yg diterapkan kaum Zionis, Para anti persatuan berupaya memancing-mancing muslim Syi’ah dengan perbedaan mazhab dan pembahasan masalah khilafiyah dan mulai menyudutkannya, begitu sebagian Muslim Syi’ah mulai terpancing maka mereka senang dan mulailah mereka melakukan

pembalasan yang lebih besar dan tak berperi-kemanusiaan, seperti Zionis menyerang Palestine dengan serangan kecil lebih dahulu, Palestine membalas dengan serangan ala kadarnya atau setimpal kemudian Zionis membalasnya lagi dengan serangan yang lebih besar dan dahsyat dan terus berupaya memojokkan Palestine seraya menggalang opini dunia bahwa perjuangan

Palestine bukanlah perjuangan kemerdekaan tetapi adalah makar kaum teroris.

(15)

peleburan semua mazhab, kaum Sunni tetap menjadi Sunni dan kaum Syi’ah tetap menjadi Syi’ah karena Sunnah dan Syi’ah adalah aliran yang sah yang lahir dari Rahim Islam yang Satu, kalupun ada perbedaan tidak lebih kepada masalah furu’iyah bukan masalah pokok aqidah lebih baik saling mendekatkan dengan banyaknya persamaan daripada terus bersengketa dengan sedikitnya perbedaan dan termakan isyu propaganda dari kaum zionis, salibis, dan kelompok fanatis yang tidak sadar dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam untuk melemahkan agama yang haq ini, marilah kita bersama-sama baik Sunnah maupun Syi’ah berlomba-lomba memberikan kontribusi kepada Islam agar Islam jaya sebagai Rahmatan lil alamin meskipun lewat jalan yang tidak harus selalu sama.

Saudaraku semua! Musuh-musuh kita tidak membedakan Sunni dan Syiah.

Mereka hanya mau menghancurkan Islam sebagai sebuah ideologi dunia. Oleh karena itu, segala kerja sama dan langkah demi menciptakan perbedaan dan pertentangan antara muslimin dengan tema Syiah dan Sunni berarti bekerja sama dengan kufr dan memusuhi Islam dan kaum muslimin. Berdasarkan hal ini, Pertentangan adalah haram dan

pertentangan harus dihapuskan.”

# Ini 8 Poin Kesepakatan Kasus Sampang, Tak Ada Relokasi

Di Jakarta, kesepakatan tentang kasus Sampang sudah dikeluarkan pemerintah dan organisasi terkait. Kesepakatan menyatakan tidak ada relokasi pada warga.Kesepakatan dibuat oleh Mendagri Gamawan Fauzi, Menag Suryadharma Ali, Gubernur Jatim Soekarwo, Bupati

Sampang Noer Tjahja, Ketua MUI Slamet Effendy Yusuf, perwakilan dari PBNU Malik Madani, perwakilan Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (Ijabi) Jalaluddin Rakhmat dan perwakilan Ahlul Bait Indonesia (ABI) Umar Shahab.

Kesepakatan berlangsung di Kemendagri Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (10/9/2012). Pertemuan berlangsung tertutup. Dan menghasilkan beberapa kesepakatan

Dari hasil pertemuan dicapai 8 kesepakatan yakni:

(16)

2. Pimpinan Ijabi pusat dan pimpinan ABI pusat akan berusaha memberikan dukungan untuk mewujudkan ketertiban masyarakat di wilayah Sampang dan Jatim pada khususnya.

3. Pimpinan NU bersama dengan unsur NU di Jatim ikut berusaha menciptakan kondisi kondusif di Jatim.

4. MUI pusat bersama MUI Jatim membantu mewujudkan kerukunan umat dalam rangka meneguhkan ukhuwah Islamiyah.

5. Pemda Jatim memfasilitasi pada pengungsi Sampang mencarikan solusi permanen terhadap masa depan para pengungsi.

6. Pemda Jatim memfasilitasi terhadap adanya keinginan bagi pengungsi untuk mencari penampungan sementara dengan memperhatikan kemampuan pemda.

7. Pemda Kabupaten Sampang bersama-sama dengan unsur forum koordinasi pimpinan daerah (forkopimda) berupaya memberikan jaminan ketentraman dan ketertiban

masyarakat di wilayah Sampang.

“Jadi jangan diartikan ini sebagai relokasi. Intinya tidak ada dan kita belum sampai pada sebuah kesimpulan relokasi. Intinya pemerintah tetap tidak akan merelokasi karena mereka punya keterikatan yang kuat terhadap kultural dan sosilogis,” kata Reydonnyzar.

8. Semua pihak sepakat melakukan dialog-dialog secara terus-menerus menciptakan hubungan harmonis internal umat Islam.

2.5 DIBALIK KONFLIK SAMPANG

Publik Jawa Timur kembali dicengangkan oleh sebuah peristiswa kekerasan yang berbalut agama. Peristiswa berdarah yang terjadi di Puger ini sungguh sangat mengejutkan, memprihatinkan sekaligus mengkhawatirkan banyak pihak.

(17)

Sampang. Konflik yang berujung pada aksi kekerasan massa ini telah menyebabkan

diungsikannya ratusan warga yang diduga pengikut aliran syiah ke Sidoarjo dengan alasan untuk menjaga stabilitas dan kondusifitas masyarakat.

Keterkejutan dan kekhwatiran publik ini sangatlah beralasan, peristiwa Puger ini meledak di saat proses rekonsiliasi konflik Sampang masih dalam tahap pematangan. Walaupun

sebenarnya penyelesaian konflik di Puger sudah dilakukan di awal tahun 2012 dengan

ditandatanagninya perundingan damai antar kedua belah pihak. Namun nyatanya diluar dugaan semua pihak, eskalasi konflik yang melibatkan kelompok sunni dan kelompok syiah ini

meninggi dan terjadilah peristiwa karnaval berdarah.

Di Jawa Timur, peristiwa konflik bertema sunni-syiah baik yang terjadi di Jember

maupun Sampang ini sepertinya sebuah kelanjutan mata rantai dari peristiwa serupa yang terjadi di berbagai daerah di tahun-tahun sebelumnya. Sebut saja, mulai dari penyerangan sekelompok massa terhadap para pengikut IJABI yang terjadi di Desa Jambesari Kecamatan Jambesari Darussolah Kabupaten Bondowoso, pada tanggal 23 Desember 2006, insiden penyerangan pesantren YAPI yang berpaham syiah oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan laskar Aswaja ada tahun 2010-211 di Bangil Pasuruan dan ketegangan-ketengan berskala kecil yang terjadi Malang.

Fenomena ini sungguh sangat menarik, dalam artian meskipun ajaran Syiah ini banyak tersebar di Indonesia dan juga pernah mengalam resistensi di daerah lain seperti di Pandeglang Provinsi Jawa Barat (6/2/2011) dan Temanggung Provinsi Jawa Tengah (8/2/2011) namun tidak separah dan sebesar di Jawa Timur. Di Provinsi ini, eskalasi konflik dengan isu Sunni-Syiah semakin tahun mengalami peningkatan dan resistensi tehadap ajaran syiah semakin menguat dan meluas di tengah masyarakat.

Dengan demikian, maka sangatlah wajar bila kemudian muncul asumsi-asumsi

(18)

Pertanyaannya kemudian “ Benarkah ada keterlibatan kekuatan transnasional di balik konflik bertema Sunni-Syiah ini serta Mengapa percepatan dan penguatan konflik berada di Jawa Timur?”

Adalah Dr. Michael Brant, salah seorang mantan tangan kanan direktur CIA, Bob Woodwards yang mengawali adanya kepentingan Transnasional dalam menciptakan konflik Sunni-Syiah. Dalam sebuah buku berjudul “A Plan to Devide and Destroy the Theology”, Michael mengungkapkan bahwa CIA telah mengalokasikan dana sebesar 900 juta USD untuk melancarkan berbagai aktivitas anti-Syiah. Hal ini kemudian diperkuat oleh publikasi laporan RAND Corporation di tahun 2004, dengan judul “US Strategy in The Muslim World After 9/11″. Laporan ini dengan jelas dan eksplisit menganjurkan untuk terus mengekploitasi perbedaan antara Ahlu Sunnah dan Syiah demi kepentingan AS di Timur Tengah.

Kemenangan Revolusi Iran tahun 1979 telah menggagalkan politik-politik Barat yang sebelumnya menguasai kawasan negara Islam. Iran yang sebelumnya tunduk dan patuh terhadap AS, pasca revolusi, justru lebih banyak menampilkan sikap yang berseberangan dengan negeri “Paman Sam” itu. Karenanya, AS merasa berkepentingan untuk menjaga agar konflik Sunni-Syiah itu tetap ada di wilayah Timteng demi melanjutkan hegemoninya di kawasan tersebut.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa apa yang dinyatakan oleh Michael Brant bukanlah sHebagai sebuah halusinasi. Jauh sebelum revolusi Iran tahun 1979, sangat jarang ditemukan konflik terbuka antara Syiah dan Ahlus Sunnah, kecuali konflik yang bersifat sporadis di antara kelompok-kelompok kecil dari kedua kalangan di Irak, Libanon dan Suriah.

(19)

Selanjutnya, di Indonesia kepentingan tranasional Barat ini bersimbiosis dengan kekuatan kelompok Islam transnasional yang kemudian banyak diidentikan dengan gerakan Wahabisasi Global. Tujuan utama kelompok ini adalah dengan membuat dan medukung

kelompok-kelompok lokal untuk membuat wajah Islam lebih keras dan radikal serta berusaha memusnahkan pengamalan-pengamalan Islam yang lebih toleran yang lebih lama ada dan dominan di Indonesia. Kelompok ini berusaha keras untuk menginfiltrasi berbagai sendi kehidupan umat Islam Indonesia dalam beragam cara baik secara halus mapun kasar.

Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh K.H. Abdurrahman Wahid dalam pengantar buku Ilusi Negara Islam bahwa Gerakan asing Wahabi/Ikhwanul Muslimin dan kaki tangannya di Indonesia menggunakan petrodollar dalam jumlah yang fantastis untuk melakukan Wahabisasi, merusak Islam Indonesia yang spiritual, toleran, dan santun, dan mengubah Indonesia sesuai dengan ilusi mereka tentang negara Islam yang di Timur Tengah pun tidak ada. Mereka akan mudah menuduh kelompok Islam lain yang tidak sepaham dengan ajaran wahabi sebagai kafir, sesat dan murtad.

Analisis ini juga dikuatkan oleh sebuah realitas pergerakan politik di Timur Tengah, dikonflik Internasional kita lihat perang Saudara di Irak, Suriah, Pakistan dan Afgahnaistan semuanya ditarik pada perang antara Sunni dan Syiah, belum lagi ancaman serangan ke Iran yg notebene adalah pusat Syiah. Arab Saudi sebagai Poros Wahabi dunia ini sangat ingin punya pengaruh d Timur Tengah, namun kalah pamor dengan Iran yang lebih mempunyai Sumber Daya Alam maupun sumber daya manusia yang pintar-pintar, sejak jaman persia dahulu kala. Sedangkan di Indonesia sendiri, konflik Sunni-Syiah tidak mempunyai akar sejarah politik.

(20)

lembut dan toleran kerap dilakukan salah satunya dengan membenturkan kaum Nahdliyin dengan kaum syii di Indonesia.

Untuk melakukannya lalu dipilihlah Jawa Timur sebagai lokasi pabrik yang

memproduksi konflik-konflik bertema Sunni-Syiah. Pilihan ini sangatlah strategis, publik tahu bahwa Jawa Timur merupakan basis utama para penganut paham ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah . Di Jawa Timur lah, NU sebagai organisasi masyarakat terbesar di Indonesia yang berpahamkan Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah dideklarasikan dan didirikan yang kemudian berkembang pesat dan cepat ke seluruh penjuru nusantara. Di Jawa Timur pulalah, dinamika pergerakan NU menjadi barometer politik nasional.

Di samping itu, pilihan lokasi konflik seperti Jember, Pasuruan, Malang dan Sampang juga bukan tanpa kalkulasi yang strategis. Publik pun tahu, bahwa di daerah-daerah tersebut karakter masyarakatnya sangat lekat dengan kultur Madura. Selain dikenal sebagai pengikut NU yang fanatik, masyarakat dengan kultur madura ini telah menjadikan Islam sebagai salah satu unsur penanda identitas etnik Madura. Sebagai unsur identitas etnik, agama merupakan bagian integral dari harga diri orang Madura.

Oleh karena itu, pelecehan terhadap ajaran agama atau perilaku yang tidak sesuai dengan agama, mengkritik kiai serta mengkritik perilaku keagamaan orang Madura, merupakan

pelecehan terhadap harga diri orang Madura. Maka janganlah heran jika, warga Nahdliyin Madura dimanfaatkan dan mudah disulut sebagai pengobar api kerusuhan dengan isu sentimen beda aliran agama. Walhasil, eskalasi percepatan isu dan penguatan konflik terbesar berada di wilayah Madura dan Tapal Kuda dan jarang sekali berada di zona lainnya seperti pantura maupun zona matraman.

(21)

2.6 KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

Fungsi, Tugas, Tujuan Komnas HAM dan Pengadilan HAM

Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.

Komnas HAM bertujuan :

Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.

Komnas HAM mempunyai kelengkapan yang terdiri dari Sidang Paripurna dan Subkomisi. Disamping itu, Komnas Ham mempunyai Sekretariat Jenderal sebagai unsur pelayan

Sidang Paripurna :

Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Meningktkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembengnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai kehidupan.

SUBKOMISI

Pada periode keanggotaan 2007-2012 Subkomisi Komnas HAM dibagi berdasarkan fungsi Komnas HAM sesuai dengan Undang-undang yakni : Subkomisi Pengkajian dan Penelitian, Subkomisi Pendidikan dan Penyuluhan, Subkomisi Pemantauan, dan Subkomisi Mediasi.

Subkomisi Pengkajian dan Penelitian bertugas dan berwenang melakukan :

-Pengkajian dan penelitian berbagai instrumen internasional hak asasi manusia dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan atau ratifikasi;

(22)

rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan, dan pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia;

-Penerbitan hasil pengkajian dan penelitian;

-Studi kepustakaan, studi lapangan, dan studi banding di negara lain mengenai hak asasi manusia;

-Pembahasan berbagai masalah yang berkaitan dengan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia; dan

-Kerja sama pengkajian dan penelitian dengan organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi manusia.

Subkomisi Pendidikan dan Penyuluhan bertugas dan berwenang melakukan : -Penyebarluasan wawasan mengenai hak asasi manusia kepada masyarakat Indonesia;

-Upaya peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak asai manusia melalui lembaga pendidikan formal dan informal serta berbagai kalangan lainnya; dan

-Kerja sama organisasi, lembaga, atau pihak lainnya, baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi mannusia.

Subkomisi Pemantauan bertugas dan berwewenang melakukan :

-Pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia dan penyusunan laporan hasil pengamatan tersebut; -Penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa-peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia;

-Pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya;

-Pemanggilan saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya, dan kepada saksi pengadu diminta menyerahkan bukti yang diperlukan;

-Peninjauan ditempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu;

-Pemanggilan terhadap pihak terkait umtuk memberikan keterangan secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya dengan persetujuan Ketua Pengadilan;

(23)

-Pemberian pendapat berdasarkan persetujuan Ketua Pengadilan terhadap perkara tertentu yang sedang dalam proses pengadilan, bilamana dalam perkara tersebut terdapat pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah publik dan acara pemeriksaan oleh pengadilan yang kemudian pendapat Komnas HAM tersebut wajib diberitahukan oleh hakim kepada para pihak.

Subkomisi Mediasi bertugas dan berwewenang melakukan : -Perdamaian kedua belah pihak;

-Penyelesian perkara melalui cara konsultasi, negiosasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli; -Pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa malalui pengadilan;

-Penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan

Penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusi kepada Dewan -Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti.

Fungsi, Tugas, Tujuan Komnas HAM dan Pengadilan HAM

Tujuan:

-Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM. -Meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM.

Keanggotaan: -Maksimal 35 orang.

-Diusulkan oleh Komnas HAM, dipilih DPR, diresmikan Presiden. -1 Ketua dan 2 Wakil Ketua dipilih dari dan oleh anggota.

-Masa jabatan 5 tahun, dapat dipilih kembali hanya untuk satu masa jabatan lagi.

FUNGSI KOMNAS HAM

-Pengkajian dan Penelitian, dengan tugas dan wewenang -Pengkajian dan penelitian intrumen HAM internasional; -Pengkajian dan penelitian peraturan per-uu-an;

-Penerbitan hasil kajian dan penelitian;

(24)

-Pembahasan perlindungan, penegakan dan pemajuan HAM; -Kerjasama pengkajian dan penelitian dengan pihak lain. -Penyuluhan, dengan tugas dan wewenang:

-Penyebarluasan wawasan mengenai HAM;

-Peningkatan kesadaran masyarakat tentang HAM melalui lembaga pendidikan serta kalangan lainnya.

-Kerjasama dengan berbagai lembaga untuk melakukan penyuluhan.

PENANGANAN PELANGGARAN HAM BERAT

Penyelidikan

Dilakukan oleh Komnas HAM;

Dapat membentuk Tim Ad Hoc terdiri atas anggota Komnas dan Unsur Masyarakat; Pada saat memulai penyelidikan, memberitahukan kepada Penyidik.

Apabila terdapat bukti permulaan yang cukup, menyerahkan kesimpulan kepada Penyidik.

Penyidikan

Dilakukan oleh Jaksa Agung;

Tidak termasuk kewenangan menerima laporan; Jaksa Agung dapat mengangkat penyidik ad hoc;

Harus diselesaikan dalam waktu 90 hari sejak menerima hasil penyelidikan. Dapat diperpanjang 90 hari dan 60 hari.

Penuntutan

Dilakukan oleh Jaksa Agung; Dapat mengangkat penuntut ad hoc;

Harus dilaksanakan paling lambat 70 hari sejak hasil penyidikan diterima;

Komnas HAM dapat meminta keterangan secara tertulis dari Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penyelidikan

(25)

Dilakukan oleh pengadilan HAM;

Dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan HAM yang berjumlah 5 orang, terdiri atas 2 orang dari pengadilan HAM bersangkutan dan 3 orang hakim ad hoc;

Pemeriksaan pengadilan hingga putusan paling lama 180 hari sejak dilimpahkan ke pengadilan; Dalam hal banding, harus diputus dalam waktu 90 hari;

Dalam hal kasasi, harus diputus dalam waktu 90 hari;

Pengadilan HAM AD HOC

Mengadili pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum adanya UU Pengadilan HAM; Dibentuk atas usul DPR dengan Keputusan Presiden;

Berada di lingkungan Peradilan Umum.

2.7 PERAN KOMNAS HAM DALAM MENANGANI KASUS SAMPANG

Tim Temuan dan Rekomendasi (TTR) telah mengusut kasus penyerangan terhadap penganut Syiah di Sampang Madura, pada 26 Agustus 2012. TTR terdiri dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Lembaga

Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Andy Yentriyani, komisioner Komnas Perempuan mengatakan, dalam pengusutan kasus, TTR mendapatkan 14 butir kesimpulan dari temuan penyerangan terhadap komunitas Syiah di Sampang Madura.Ke-14 temuan terkait konflik, perempuan dan konflik, anak dan konflik, pelanggaran HAM, peran dan posisi negara, serta tentang konsekuensi kekerasan dan

(26)

Mengenai perempuan dan konflik, kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan jadi bagian integral dalam peristiwa intoleransi dan pelanggaran kebebasan beragama. Perempuan menjadi korban langsung dan tak langsung saat serangan.

TTR juga menemukan anak dari kedua pihak menjadi korban, sehingga pendampingan termasuk pemulihan perlu dilakukan kepada kedua kelompok anak tersebut. Upaya perlindungan anak belum bersifat substansif, baik perlindungan khusus untuk anak-anak di pengungsian, maupun anak-anak di wilayah Sampang.

Dalam konflik di Sampang, ada hak-hak asasi yang dilanggar meski dijamin dalam UUD 1945 Negara dalam konflik tersebut belum mampu memastikan pemenuhan hak konstitusional. Negara juga belum mampu menyentuh akar konflik tersebut.Dalam konflik Sampang,

pemerintah daerah dan aparat keamanan justru memerlihatkan keberpihakan pada kehendak kelompok mayoritas. Dalam kasus itu terjadi kriminilisasi warga negara atas dasar agama dan keyakinan sesuai hati nuraninya, dengan dakwaan penodaan agama.

TTR menemukan vonis rendah bagi para pelaku serangan, bahkan vonis bebas terhadap Rois Al Hukana membuktikan negara gagal memberikan perlindungan HAM. Jaksa penuntut umum dan majelis hakim tidak mengusut fakta persidangan terhadap pelaku, sehingga tidak ada putusan hakim yang mengatur tentang ganti rugi materiil atas harta benda korban. Negara mengokohkan akar konflik, sehingga potensial memicu konflik ke wilayah lain. Negara, yaitu Kementerian Agama bersama Pemkab Sampang, melakukan pemaksaan pindah keyakinan melalui 'pembinaan' bagi penganut Syiah.TTR juga menemukan pola kekerasan dan penyikapan negara atas kekerasan, dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok agama.

2.8 PERAN PEMERINTAH DALAM MENANGANI KASUS SAMPANG

(27)

kekerasan yang terus berulang terjadi. Di mana tanggung jawab negara terkait penanganan kasus pelanggaran HAM ini?

Suasana di Dusun Gading Laok, Desa Bluuran, Kecamatan Karang Penang, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur Minggu (26/8/2012) mencekam. Keributan dua kelompok masa dari kelompok Sunni menyerang kelompok Syiah. Dua korban nyawa manusia pun harus melayang sia-sia. Tragedi Sampang tersebut menambah deretan pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Berbagai kalangan terus berspekulasi tentang penyebab terjadinya kerusuhan tersebut. Di antara berita yang berkembang, konflik tersebut diakibatkan perseteruan asmara yang berujung permusuhan antara saudara sendiri. Kedua saudara tersebut yakni Tajul Muluk dan Rohis Al Hukuma yang sama-sama menganut aliran Syiah. Keduanya juga memiliki pondok pesantren yang memiliki banyak santri. Awalnya hubungan kakak beradik ini layaknya saudara kandung lainnya. Namun petaka dimulai ketika Rohis yang ingin menikahi salah satu santrinya yang bernama Halimah ditolak. Sayang cinta Rohis tak berbalas dan Halimah memilih menikah dengan tetangga Muluk. Amarah di hati Rohis terus dipendamnya bahkan hingga ia keluar dari aliran Syiah dan beralih ke aliran Sunni.

Namun tentu saja penyebab konflik yang berakhir terbakarnya 49 rumah milik Muslim Syiah dan 282 warga terpaksa mengungsi, tidak sesederhana karena permusuhan adik kakak. "Mulanya memang ada masalah keluarga, yaitu antara kakak-beradik, Tajul Muluk dan Rois al-Hukama. Namun, pertikaian itu kemudian berkembang-meluas dan melibatkan gesekan antara sebagian kelompok Sunni dan Syiah," kata Sekjen Dewan Pengurus Pusat Ahlulbait Indonesia, Ahmad Hidayat, di sela-sela jumpa pers di Dewan Pers, Jakarta, Jumat (31/8/2012).

(28)

Pemerintah Lemah.

Sikap Pemerintah dan DPR dalam menangani kasus Sampang jauh dari yang diharapkan dan sangat lemah. Seperti niat Pemerintah untuk merelokasi warga Syiah dinilai kebijakan yang salah dan tidak tepat dilakukan. Reaksi Pemerintah tersebut seakan-akan menyederhanakan penyebab terjadinya konflik. Hal tersebut ditentang pendiri Institut Kebajikan Publik dan aktivis change.org Usman Hamid. Menurutnya jika relokasi warga Syiah dari Sampang dilakukan, maka Pemerintah bisa dinilai melanggar hukum internasional hak asasi manusia. Menurutnya, jika Pemerintah menganggap warga Syiah itu warga minoritas, negara tetap diwajibkan untuk melindungi eksistensi atau keberadaan komunitas itu sebagai sebuah keseluruhan. "Kasus HAM masa lalu seperti kasus Munir dan Papua, tidak terselesaikan sampai sekarang. Dan selama tidak ada tekanan dari partai-partai, SBY tidak akan pernah menyelesaikan kasus pelanggaran HAM. Sebab SBY begitu bergantung kepada partai-partai," ungkap Usman beberapa waktu lalu.

Sementara itu, reaksi DPR atas kasus Sampang juga terkesan menyederhanakan persoalan. Dari hasil kunjungan Komisi III DPR ke lokasi konflik Sampang (30/8), para anggota legislatif tersebut hanya memaparkan terjadinya pertikaian akibat konflik pribadi yang disertai konflik agama. Bahkan dengan mudahnya para anggota tersebut menyampaikan persoalan tersebut sudah dapat diatasi. Di antaranya kelompok Syiah yang mengungsi telah mendapat jaminan keamanan dan jaminan pendidikan bagi anak-anak. Pada kesempatan tersebut, anggota Dewan yang mengunjungi Sampang di antaranya Ketua Komisi III, I Gede Pasek Suardika, Suhartono, Kurdi Mukri, Adang Daradjatun, Yahdil Harahap, Nudirman Munir, dan Martin Hutabarat.

Ketika ditemui The Politic usai kunjungan ke Sampang, I Gede Pasek Suardika menyatakan konflik sudah teratasi karena sudah menurunkan Brimob. Menurutnya, Brimob memiliki wibawa yang dapat disegani oleh warga. Meski tidak semua konflik Brimob harus diturunkan. “Iya, istilahnya Brimob lebih ada kewibawaan daripada polisi. Brimob lebih disegani sehingga tampil di depan. Melakukan pendekatan persuasif pada masyarakat,” jelasnya.

(29)

Pasek mengatakan konflik yang terjadi di Indonesia sepertinya tidak pernah akan ada habisnya. “Sampai negara ini kiamat pun konflik pasti ada. Karena negara kitakan heterogen. Yang pentingkan cara kita mengatasi masalah. Namun rencana orang bertindak rusuh ya kita nggak bisa menghalangi,” jelasnya.

Sementara itu, menurut pengamat kepolisian, Bambang Widodo Umar yang ditemui di kediamanannya, negara ini tak bisa menuntaskan tiap-tiap konflik yang muncul dan tidak pernah ditangani secara serius jadi tidak pernah selesai. “Belajar dari konflik-konflik terdahulu, tidak ada yang menyelesaikan persoalan. Hanya sekadar meredam. Contohnya pada waktu Mesuji, Bima, Cikesik, dan Poso yang menyangkut masalah etnis, masalah keyakinan agama, kemudian masaalah gender, yang memakan korban dan terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM),” ungkapnya.

Lebih lanjut Widodo mengatakan dari semua kasus pelanggaran HAM dan akibat dari konflik yang berkepanjangan, seharusnya Pemerintah turun tangan. “Dalam menangani konflik sudah seharusnya semua aparat penegak hukum mulai dari kepolisian, kejaksaan, hingga kehakiman harus bertindak dan menghukum siapa pun yang bersalah,” jelasnya.

Terkait kasus Sampang, Wakil Ketua Komnas HAM, Nurcholis menyatakan pada Januari tahun ini, Komnas sudah memberikan rekomendasi kepada Kementerian Dalam Negeri soal konflik Sampang yang pernah terjadi Desember tahun lalu. Namun terkesan diabaikan. “Jika saja Pemerintah Pusat dan Daerah melakukan tugasnya, konflik Sampang bisa dicegah,” paparnya kepada media. Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim mengatakan kasus Sampang harus menjadi perhatian. Sementara itu, terkait penanganan kasus kekerasan dan HAM yang tak pernah tuntas Komnas HAM yang saat ini masih dalam transisi menyerahkan kasus demi kasus pada Pemerintah.

Disoroti PBB.

(30)

September 2012 ini jika Pemerintah tidak memiliki upaya serius untuk menuntaskannya. Menurutnya kasus ini dapat mencoreng popularitas Presiden Susilo Bambang di mata internasional. “Jika Pesiden tidak segera mengambil langkah serius terkait kasus ini (Sampang), maka nama Indonesia akan tercoreng. Tidak tuntasnya kasus ini akan mempermalukan Presiden di depan masyarakat Internasional,” tambah Ahmad.

Hal senada diungkapkan Direktur Human Rights Working Group (HRWG), Choirul Anam yang menyatakan akan melaporkan masalah Sampang ke sidang Universal Periodic Review (UPR) Dewan HAM PBB pada bulan September. Peristiwa tersebut dianggap membuktikan Pemerintah Indonesia bersikap intoleran karena tidak melindungi warga negaranya.

Sebetulnya PBB sudah lama menyoroti kasus kekerasan di Indonesia yang mengatasnamakan agama. Masuknya kasus kekerasan atas nama agama di Indonesia ke mekanisme Universal Periodic Review (UPR), Dewan HAM PBB ini atas laporan sejumlah lembaga HAM di Indonesia yang menyoroti kian memprihatinkannya kondisi kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia. Lembaga tersebut antara lain Komnas HAM, Komnas Perempuan dan sejumlah lembaga pemerhati HAM yang tergabung dalam HRWG.

Menurut HRWG, saat ini di Indonesia telah terjadi pelanggaran HAM serius dalam konteks kebebasan beragama dan berkeyakinan. Parahnya lagi, Pemerintah baik Pusat dan Daerah, politisi, bahkan aparat keamanan selama ini melakukan pembiaran terhadap terus berlangsungnya kasus-kasus kekerasan atas nama agama yang terjadi di masyarakat. Berdasarkan laporan HRWG selama ini, PBB telah melakukan tinjauan yang dibagi dalam dua tahap. Tinjauan pertama dilakukan PBB tahun 2008 lalu, namun kala itu Pemerintah belum terbuka dan tidak mengakui maraknya kekerasan atas nama agama di tanah air. Berbagai laporan menyebutkan sejak beberapa tahun terakhir di Indonesia kasus kekerasan berlatar belakang agama memang terus menunjukkan peningkatan.

(31)

melakukan pelanggaran maupun pembiaran terhadap masalah itu. Lembaga yang diketuai Hendardi ini juga mengungkapkan bahwa Front Pembela Islam (FPI) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah dua organisasi sebagai aktor non-negara yang paling banyak melakukan tindakan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Beberapa kalangan menilai, era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai masih banyak diwarnai berbagai tindak pelanggaran HAM. Gagalnya kepemimpinan SBY dalam melindungi HAM di Indonesia terlihat pada berbagai kasus, mulai intimidasi aksi buruh di Freeport, Papua, penembakan masyarakat hingga perampasan tanah di seluruh Nusantara. Banyaknya kasus pelanggaran HAM, merupakan bukti gagalnya pemerintahan SBY dalam memberikan perlindungan HAM kepada rakyat. Selain itu, mayoritas kasus HAM yang terjadi belakangan terakhir marak di kawasan sumber daya alam seperti tambang, hutan dan perkebunan. Penanganannya pun cenderung menggunakan kekerasan oleh aparat kepolisian.

Komnas HAM Sarat Kepentingan Politik

Penetapan anggota komisioner Komnas HAM baru yang seharusnya mulai bekerja Agustus 2012 lalu dinilai beberapa kalangan diakibatkan adanya kepentingan politik. Menurut sebuah sumber yang masuk dalam 30 nama calon komisioner Komnas HAM, tarik ulur penetapan komisioner sangat kental dengan kepentingan politik. Menurutnya setelah mengikuti beberapa tahap, ia bersama 29 calon lolos ke tahap final, tahap fit and proper test oleh legislatif. Nama 30 calon tersebut sudah diserahkan ke DPR sejak Juni 2012 lalu, namun tidak segera ditindaklanjuti padahal masa kerja komisioner lama berakhir 01 Agustus 2012. “Penetapan komisioner Komnas HAM memang sangat kental dengan kepentingan politik,” ujar sumber.

(32)

Menurut Ibnu, sekarang ini anggota Komnas HAM juga menjadi anggota pleno dan Pansel. Beberapa di antaranya merupakan anggota lama. Ini karena dalam UU memang tidak mengatur tentang pembentukan Pansel di luar anggota Komnas HAM. Karenanya, Ibnu menganjurkan adanya perubahan peraturan dan UU untuk memisahkan antara Pansel dan anggota komisioner yang akan diseleksi. Sebelumnya, Ombudsman menuding Komnas HAM melakukan maladministrasi karena adanya pelanggaran prosedur. Indikasi itu terlihat dari syarat pemilihan calon pendaftar komisioner yang harus berpendidikan S1. Syarat ini tidak tercantum dalam UU maupun tata tertib Komnas HAM. Pansel boleh memberlakukan syarat baru apabila telah mendapat persetujuan pleno. Namun, pleno tidak dilakukan dengan alasan kekhawatiran adanya konflik kepentingan.

Sementara itu, sikap Presiden SBY yang kemudian memperpanjang masa jabatan komisioner lama, dinilai bagian dari ketidakseriusan Pemerintah menangani kasus HAM. Hal ini lantaran Presiden mengeluarkan Kepres tanpa mempersoalkan proses penetapan komisioner yang mandeg di tangan DPR padahal masa jabatan komisioner lama sudah berakhir. “Belum banyak terjadi perubahan dalam penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Ada banyak faktor yang menjadi kendala, termasuk kurangnya dukungan Pemerintah dan DPR,” kata Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ifdhal Kasim.

(33)

Meski sudah mengajukan usulan tambahan anggaran kepada DPR namun tidak ada tindak lanjut nyata. Oleh karena itu, Ifdhal berharap Komnas HAM periode mendatang akan mendapat dukungan dana yang cukup dan memadai untuk menunjang kinerja

(34)

3.1 KESIMPULAN

Dari analisa saya dalam kasus Sampang, Madura saya berkesimpulan bahwa pemerintah kurang perhatian terhadap kaum minoritas di Indonesia termasuk dalam penanganan Hak Asasi Manusia. Akibat dari kelalaian pemerintah yang tidak memperhatikan inilah yang berakibat banyaknya pemberontakan dari kaum mayoritas terhadap kaum minoritas. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pun kurang kinerjanya dikarenakan kurangnya dukungan dan kurang seriusnya pemerintah dan DPR dalam menangani kasus HAM.

3.2 SARAN

Saran yang saya sampaikan dalam analisa Kasus Sampang, Madura ini ialah :

 Pemerintah dan DPR harus lebih responsif lagi dalam menangani kasus HAM

 Pemerintah dan DPR harus lebih mendukung penyelesaian kasus HAM di Indonesia

 KOMNAS HAM harus bekerja lebih keras lagi dalam penyelidiki kasus HAM

Referensi

Dokumen terkait