• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM ISLAM MENURUT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM ISLAM MENURUT"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM ISLAM

(STUDI KRITIS TERHADAP PEMIKIRAN QURAISH SHIHAB)

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu tema utama sekaligus prinsip pokok dalam ajaran Islam adalah

persamaan antara manusia, baik antara laki-laki dan wanita maupun antar bangsa,

suku dan keturunan. Perbedaan yang digarisbawahi dan yang kemudian meninggikan

atau merendahkan seseorang hanyalah nilai pengabdian dan ketaqwaannya kepada

Allah SWT. Banyak ayat al-Qur’ân telah menunjukkan bahwa laki-laki dan

perempuan adalah semartabat sebagai manusia, terutama secara spiritual (Q.S. 9:112,

66:5).

Namun demikian, meskipun al-Qur’ân adalah kitab suci yang kebenarannya

abadi, penafsirannya tidak bisa dihindari sebagai suatu yang relatif. Perkembangan

historis berbagai mazhab kalam, fiqh dan tasawuf merupakan bukti positif tentang

kerelatifan penghayatan keagamaan umat Islam. Pada suatu kurun, kadar

intelektualitas menjadi dominan. Pada kurun lainnya, kadar emosionalitas menjadi

menonjol. Itulah sebabnya persepsi tentang wanita di kalangan umat Islam khususnya

mufassir juga berubah-ubah dari zaman ke zaman.

Penafsiran “ulama” klasik ihwal keutamaan laki-laki atas perempuan tentu

dapat dipahami apabila dilihat dalam konteks zaman atau lingkungan peradaban

dimana mereka hidup. Laki-laki mendapat kesempatan yang lebih besar dari

perempuan dalam segala hal: pendidikan, sosial, ekonomi, politik dan sebagainya.1

Salah seorang mufassir pada masa itu adalah Ibnu Arabi (w. 1260 M/ 659 H), ia

1

(2)

mengatakan bahwa perempuan lebih rendah dari laki-laki, karena Siti Hawa

diciptakan dari tulang rusuk Adam.

Sementara para Mufassir yang sempat hidup dalam, dan bersentuhan dengan

peradaban modern, – di mana berbagai fasilitas teknologi global, terutama sekali

dalam bidang komunikasi, informasi dan transportasi telah memberikan

kemudahan-kemudahan, akses dan ruang gerak yang lebih luas kepada semua kelompok

masyarakat, laki-laki dan perempuan – seperti Rasyid Ridha, dengan tegas

menyatakan penolakannya atas tafsiran klasik yang mendiskreditkan perempuan atas

dasar jenis kelamin dan atas dasar “faktor-faktor” alamiah serta historis yang melekat

pada perempuan.2

Uraian di atas menjadi contoh pergeseran dan perubahan pemahaman terhadap

penafsiran ayat-ayat al-Qur’ân khususnya tentang perempuan. Latar belakang

pemikiran dan setting sosial pada masa mereka hidup menjadi faktor yang

menyebabkan perbedaan pendapat tentang suatu masalah. Selain itu, metodologi yang

mereka gunakan juga mendapat peran penting dalam membentuk suatu pemahaman.

Selanjutnya di Indonesia, kajian mengenai perempuan makin merebak di

mulai pada era tahun 1990-an. Terbukti ketika digelar forum diskusi seminar yang

mengambil tema tentang perempuan peminatnya sangat banyak. Tampaknya mereka

tidak sekedar punya concern terhadap isu-isu keperempuanan, tetapi mulai

mengibarkan bendera gerakan perempuan, meski baru merupakan sinyal-sinyal awal.3

Hal ini disebabkan oleh adanya praktek-praktek anti emansipasi bagi perempuan

dalam masyarakat kita. Bahkan secara ideologis masih ada anggapan sementara orang

2

Ibid.

3

(3)

bahwa perempuan itu hanyalah “konco wingking”, (teman belakang). Seolah-olah

perempuan tahunya hanya, masalah dapur, kasur dan sumur. Sebagai implikasinya,

kebanyakan mereka – untuk tidak mengatakan semuanya – kurang berperan secara

langsung di sektor publik.4

Namun demikian, anehnya kondisi dan nasib perempuan yang kurang

menguntungkan tersebut, sering dilegetimasi dengan dalil-dalil agama yang bersifat

teologis, bahkan agak berbau politis. Seakan-akan agama dijadikan topeng untuk

melanggengkan status quo dan hegemoni patriarkhi. Akibatnya, perempuan akan terus

berada dalam posisi yang marginal dan subordinat di bawah laki-laki.

Dalam konteks ini para tokoh mufassir di Indonesia yang dipandang sebagai

penggerak isu-isu keperempuanan belakangan ini antara lain adalah Nasaruddin Umar

yang menulis Argumen Kesetaraan Jender, Zaitunah Subhan dengan Tafsir

Kebencian-nya, Nashruddin Baidan menulis Tafsir bi Al-Ra’yi. Selain tiga tokoh

Mufassir di atas, Quraish Shihab termasuk diantara tokoh yang menulis tentang

perempuan walaupun kitab tafsirnya disajikan dalam bentuk sistematika tematik

flural. Diantara nama-nama tokoh yang tersebut di atas, nampaknya Quraish Shihab

termasuk tokoh yang cukup produktif, terbukti banyaknya karya yang telah dia tulis.5

Tampaknya dalam karya-karyanya, Quraish Shihab menawarkan tempat yang

layak terhadap perempuan dan mewujudkan keharmonisan antara laki-laki dan

4

Menurut data tahun 1988 diseluruh dunia hanya 14 % kursi DPR yang diduduki perempuan, tahun 1995 berkurang menjadi 11,3 %, sementara kursi parlemen hanya 10 %, sedangkan kursi Perdana Menteri hanya 6 %. Lihat Aep Saefullah Fatah, “Agenda Politik Pemberdayaan Perempuan,” dalam Harian Umum Republika, 22 April 1996, hal. 5.

5

Karya-karyanya antara lain adalah Membumikan al-Qur’ân, WawasanAl-Qur’ân, Tafsir al-Mishbâh, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah. Karya-karya lain berupa artikel antara lain Perempuan Sebagai Pemimpin, Konsep Wanita Menurut al-Qur’ân, Ĥadîth dan Sumber-Sumber Ajaran Islam.

(4)

perempuan. Mengenai persoalan asal usul penciptaan perempuan Quraish shihab

dalam Tafsir Al-Mishbâh menjelaskan bahwa Adam adalah ayah manusia selruhnya

dengan Hawa sebagai pasangannya yaitu Ibu manusia seluruhnya.6 Walaupun dia

mengakui bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam, namun ini hanya terbatas

pada Adam dan Hawa.

Sedangkan perempuan setelah Hawa, lahir dari pasangan laki-laki dan

perempuan, demikian juga dengan laki-laki. Sehingga perempuan tidak lebih rendah

derajatnya dari laki-laki karena dilahirkan dengan cara yang sama. Keduanya saling

membutuhkan, kekuatan laki-laki dibutuhkan oleh perempuan dan kelembutan

perempuan didambakan oleh laki-laki. Dengan metafor antara jarum dan kain,

Quraish Shihab menjelaskan bahwa jarum harus lebih kuat dari kain dan kain harus

lebih lembut dari jarum. Jika tidak jarum akan patah dan kainpun tidak akan terjahit.7

Demikian keharmonisan yang ditawarkan oleh Quraish Shihab dalam kehidupan

antara laki-laki- dan perempuan.

Berbeda dengan Nasaruddin Umar, Zaitunah dan Nashruddin Baidan, mereka

tidak mengartikan kata nafs wâhidah dalam Q.S. an-Nisâ’ [4]:1 sebagai Adam.

Bahkan dengan analisis linguistik Nasaruddin Umar menjelaskan bahwa kata nafh

yang diulang sebanyak 295 kali dalamal-Qur’ân dengan berbagai bentuknya tidak

satu pun yang dengan tegas menunjukkan kepada pengertian Adam.8 Analisis ini pada

6

Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbâh,Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’ân, Jilid II, (Jakarta: Lentera Hati, 2000) hal. 314.

7

Ibid.

8

Kata nafs, dalam al-Qur’ân kadang berarti “jiwa” (Q.S.al-Mâidah [5]:32), “Nafsu” (Q.S. Al-Fajr [89]:27), “nyawa/roh” (Q.S. al-‘Ankabût [29]:57) dan “asal-usul binatang” (Q.S. al-Syûrâ [42]:11). Lihat Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’ân,

(5)

akhirnya memberi pengertian bahwa mereka menolak pendapat yang mengatakan

bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki.

Demikian juga dalam persoalan kepemimpinan perempuan. Menurut Quraish

Shihab laki-laki layak menjadi pemimpin karena pertama, laki-laki memiliki

kelebihan baik secara fisik maupun psikologis, dan kedua karena laki-laki telah

membelanjakan hartanya untuk kepentingan perempuan. Namun jika terdapat

perempuan yang memiliki kemampuan yang berfikir dan materi yang melebihi

laki-laki, maka ini menurut Quraish Shihab hanya merupakan sebuah kasus yang tidak

bisa dijadikan dasar untuk menetapkan suatu kaidah yang bersifat umum.9 Namun

alasan pertama yang ditawarkan oleh Quraish Shihab telah dinilai sebagai penafsiran

bias laki-laki oleh Zaitunah dalam Tafsir Kebencian-nya.10

Uraian di atas menerangkan, pemikiran yang dibangun oleh Quraish Shihab

agak berbeda dengan pemikiran beberapa tokoh yang tersebut di atas. Walaupun jika

diperhatikan perkembangan pemikiran, telah melahirkan sejumlah literatur yang

meniupkan pembaharuan dan para feminis yang menggerakkan isu-isu feminisme,

akan membuahkan penafsiran kritis dan tajam serta cenderung kontroversial dengan

ulama klasik. Namun mengapa Quraish Shihab memiliki pemikiran tersendiri yang

cenderung berbeda?. Inilah hal yang menarik untuk dikaji lebih lanjut apa yang

melatar belakangi hal tersebut.

B. Rumusan Masalah

9

Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’ân, (Bandung: Mizan, 2004), hal. 310.

10

(6)

Berdasarkan latar belakang di atas, jelas bahwa ada sesuatu dibalik pemikiran

Quraish Shihab sebagai tokoh intelektual kontemporer yang berbeda dengan

tokoh-tokoh kontemporer lainnya. Maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan tesis

ini adalah: “Konfigurasi pemikiran Quraish Shihab yang sebenarnya tentang permasalahan perempuan.” Untuk mendapatkan penyelesaian dari permasalahan tersebut, maka setidaknya dengan pertanyaan- pertanyaan berikut diharapkan dapat

memberikan titik terang pokok masalah yang hendak penulis rumuskan dalam tulisan

ini yaitu:

1. Bagaimana konstruksi pemikiran Quraish Shihab yang

sebenarnya tentang kedudukan perempuan, khususnya mengenai konsep

penciptaan perempuan, kepemimpinan perempuan, konsep kewarisan dan konsep poligami?

2. Mengapa pemikiran Quraish Shihab berbeda dengan

pemikiran mufassir kontemporer, apa faktor-faktor yang menyebabkan

perbedaan tersebut, dan Bagaimana interrelasi gagasan dan setting sosialnya?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan secara jelas

konfigurasi konstruksi logis pemikiran Quraish Shihab menyangkut, konsep

penciptaan perempuan, konsep kepemimpinan perempuan, konsep kewarisan dan

konsep poligami. Selanjutnya menjelaskan secara kritis latar belakang pemikiran

Quraish Shihab faktor-faktor yang mempengaruhi pemikirannya dan interrelasi antara

ide dengan setting sosio-historisnya.

Adapun kegunaan penelitian ini antara lain: Pertama, merumuskan konsepsi

(7)

dalam pandangan Islam. Kedua, menambah khazanah pengetahuan tentang

keberagaman pemikiran diantara para mufassir kontemporer dewasa ini. Ketiga,

memberikan sumbangan pikiran terhadap para pemikir muda tentang persoalan yang

signifikan untuk dibahas, sehingga akan memberikan kejelasan dan menghilangkan

pandangan yang keliru terhadap persoalan perempuan,serta memenuhi sebagian tugas

akhir dalam rangka penyelesaian studi di Program Pascasarjana IAIN Ar-Raniry

Banda Aceh.

D. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian budaya, sebab objek yang diteliti adalah

masalah ide, gagasan seseorang.11 Penelitian ini juga dapat dikatagorikan sebagai

penelitian kepustakaan murni, karena bersumber dari buku-buku atau kitab-kitab tafsir

dan hadîth, khususnya yang menyangkut tentang persoalan perempuan.12 Dan jika

dilihat dari sifatnya, penelitian ini berupa deskriptif analisis, sebab

pemikiran-pemikiran yang tercetus dalam buku-bukunya akan dianalisa setelah terlebih dahulu

mendeskripsikannya.

Data primer yang dipakai dalam penelitian ini adalah tulisan-tulisan Quraish

Shihab sendiri, baik yang berupa buku maupun masih berupa artikel-artikel yang

belum dibukukan. Sedangkan data sekunder diambil dari buku-buku yang terkait

dengan persoalan kedudukan perempuan, kitab-kitab tafsir baik yang klasik maupun

yang kontemporer.

11

M. Atho’ Mudzhar, dkk. Menuju Penelitian Keagamaan dalam Sosial (Cirebon: Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Islam, 1996), hal. 5.

12

(8)

Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan beberapa pendekatan. Antara

lain pendekatan historis filosofis, yaitu melihat dan menganalisa secara kritis mengapa

Quraish Shihab melahirkan pemikiran yang berbeda dengan para tokoh kontemporer,

dengan melekatkan interrelasi antara ide dengan setting sosio-historisnya serta

mengkaitkan antara pemikiran dengan determinasi sosio-kultural. Sebab

bagaimanapun sebuah gagasan pemikiran muncul tidak pernah lepas dari setting

historis pemikirnya.13

Selanjutnya penulis juga manggunakan pendekatan teologis-filosofis. Dalam

hal ini penulis akan melihat kembali ayat-ayat al-Qur’ân atau hadîth yang terkait

dengan perempuan yang telah diinterpretasikan secara logis filosofis. Sedemikian

rupa akan tampak fundamental struktur pemikiran yang dirumuskan oleh Quraish

Shihab. Mencari fundamental struktur itulah yang menjadi ciri khas dalam penelitian

filsafat.14

Dalam meganalisis data, penulis menggunakan analisis data (content

analysis). Analisis isi di sini dimaksudkan melakukan analisa terhadap makna yang

terkandung dalam keseluruhan gagasan pemikiran Quraish Shihab tentang kedudukan

perempuan setelah sebelumnya dideskripsikan. Berdasarkan isi yang terkandung

dalam gagasanya, selanjutnya akan dilakukan komparasikan dengan tokoh-tokoh

pemikir dan mufassir lainnya baik dari kalangan klasik, kontemporer maupun dari

kalangan feminis muslim.

13

Dalam studi tokoh aspek eksternal sangat perlu diperperkenalkan. Yakni keadaan sosio ekonominya, politik, budaya dan filsafat. Hal ini penting mengingat seorang tokoh merupakan anak zaannya, sehingga tidak ada prmikiran yang muncul tanpa konteks. Lihat Syahrin Harahap, Metodologi Studi dan Penelitian Ilmu-ilmu Ushuluddin, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hal. 68.

14

(9)

Adapun langkah-langkah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menginfentarisasi dan menyeleksi data secara kritis, dengan cara

membaca buku-buku khususnya karya Quraish Shihab dan para pemikir

lainnya yang bicara tentang perempuan.

2. Mendeskripsikan gagasan-gagasan fundamental Quraish Shihab secara

utuh dan komperehensif.

3. Setelah itu penulis akan melakukan analisa kritis filosofis terhadap

pemikiran-pemikiran Quraish Shihab.

4. Membuat kesimpulan-kesimpulan sebagai jawaban atas rumusan masalah.

E. Kajian Pustaka

Adalah benar bahwa telah banyak penelitian dan buku yang membahas

tentang kedudukan perempuan, misalnya buku Argumen Kesetaraan Gender

persepektif Al-Qur’ân. 15 Buku tersebut meneliti tentang gender sebagai disertasi,

bahwa di dalam al-Qur’ân perempuan memiliki perbedaan dan persamaan dengan

laki-laki. Keduanya memiliki kelebihan masing-masing, namun nilai kemanusiaan

tetap sebagai fitrah, tanpa harus dijadikan suatu persoalan yang membedakan kepada

hal-hal yang tidak sesuai dengan tuntutan kemanusiaan. Buku ini tidak mengkaji

secara khusus pemikiran Quraish Shihab, tulisannya terdapat dalam kata pengatar dan

ini menjadi salah satu data primer untuk penulis.

Selain itu, buku perempuan Dalam Pasungan bias laki-laki dalam

penafsiran.16 Buku ini merupakan hasil penelitian Disertasi S3 Program Pasca Sarjana

15

Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’ân, (Jakarta: Paramadina, 1999).

(10)

IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta oleh Nurjannah Ismail. Penulis buku tersebut secara

khusus mengkaji secara serius penafsiran surat al-Nisa’ dari mufassir ath-Thabari,

ar-Razi, dan Muhamad Abduh-Rasyid Ridha dalam kitab masing-masing, namun

sebagaimana judulnya buku ini tidak mengkaji pemikiran Quraish Shihab secara

khusus tatapi pemikiran Quraish Shihab hanya dipakai sebagai kutipan saja.

Ada pula buku yang berjudul “Setara di Hadapan Allah Relasi Laki-laki dan

Perempuan dalam Tradisi Islam Pasca Patriarkhi” yang merupakan terjemahan dari

karya Riffat Hasan dan Fatima Mernissi. Buku tersebut merupakan kumpulan

sebagian artikel mereka yang kemudian diterjemahkan oleh oleh team LSPAA

Yogyakarta tahun 1995. Di sini mereka menggambarkan bahwa tidak ada perbedaan

antara laki-laki dan perempuan di hadapan Allah.

Selanjutnya turut serta dalam khazanah pemikiran tentang perempuan seperti

Mansour Fakih dalam buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial.17 Fakih melihat

adanya ketidak-adilan gender, karena hampir seluruh aspek kehidupan sosial

perempuan menjadi kelompok kedua yang mendapat perlakuan lebih rendah.

Munculnya masalah gender berarti adanya ketidak-adilan antara laki-laki dan

perempuan dalam kehidupan.

Tokoh-tokoh lain yang berjuang terhadap kedudukan perempuan adalah yang

terhimpun dalam buku Mosour Fakih, Membincang Feminisme Diskursus Gender

Perspektif Islam, Wanita dan Gender dalam Islam; Akar-akar Historis Perdebatan

Modern.18 Diskursus mereka tentang perempuan tersebut dipandang secara objektif

Nurjannah Ismail, Perempuan dalam Pasungan Bias Laki-Laki dalam Penafsiran,

(Yogyakarta: LKIS, 2003).

17

Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogakarta: Pustaka Pelajar, 1999).

(11)

berarti kedudukan perempuan mempunyai landasan untuk menuntut kesetaraan.

Tetapi membangun wacana tentang keperempuanan baik untuk kepentingan konsep

(teori) maupun aksi, maka memahami dunia perempuan sangat dibutuhkan

penguasaan metodologi, sejarah, psikologi, bahasa dan sastra Arab, logika, Nash-nash

walaupun tidak secara parsial.

Buku-buku di atas sebagai tinjauan pustaka, menunjukkan bahwa perempuan

telah banyak diperbincangkan dan perempuan dipandang sebagai makhluk yang wajar

menuntut kesetaraan. Penelitian ini akan membahas kedudukan perempuan dalam

Islam sebagai studi kritis terhadap pemikiran seorang tokoh zaman modern.

Dari hasil telaah pustaka tersebut, penulis punya dugaan kuat bahwa belum

ada penelitian khusus yang mencoba membedah dan menguak pemikiran Quraish

Shihab secara kritis-filosofis, baik mengenai akar-akar pemikiraanya, metodologi

maupun konstruksi logis pemikirannya. Oleh karenanya, penelitian ini relatif baru dan

layak untuk dilakukan.

F. Sistematika Pembahasan

Bahasan-bahasan dalam penelitian ini akan dituang dalam lima bab yang

saling terkait satu sama lainnya secara logis dan sistematis.

Bab pertama merupakan bagian pendahuluan sebagai pengantar umum tulisan

yang terdiri dari latar belakang masalah untuk memeberikan penjelasan secara

akademik, mengapa penelitian ini perlu dilakukan. Rumusan masalah dimaksudkan

untuk mempertegas pokok-pokok masalah yang akan diteliti agar lebih terfokus.

Sedangkan tujuan penelitian untuk menjelaskan pentingnya penelitian ini dan

(12)

tujuannya. Metode dan langkah-langkah penelitian dimaksudkan untuk memjelaskan

bagaimana cara yang akan dilakukan penulis dalam penelitian ini, pendekatan apa

yang dipakai serta bagaiman langkah-langkah penelitian tersebut dilakukan. Kajian

pustaka dimaksudkan untuk memberi penjelasan di mana posisi penulis dalam

penelitian ini.

Bab dua merupakan kerangka teoritis tentang kedudukan perempuan. Dalam

Islam. Kedudukan perempuan dalam pandangan Islam dalam hubungannya dengan

agama dan sosial kemasyarakatan, serta Perempuan sebagai Pemimpin Dalam

Pandangan Islam akan mengulas pandangan ulama terhadap perempuan atas

kebolehan seorang perempuan menjadi pemimpin. Bagian ini akan menggambarkan

keberadaan perempuan dalam hubungannya dengan lingkungan mereka yang terdiri

dari norma-norma agama- ulama- dan kemasyarakatan.

Bab Ketiga membahas tentang Quraish Shihab yang meliputi biografi, setting

sosial Quraish Shihab, karya-karyanya dan karakter Pemikiran Quraish Shihab untuk

mengetahui bagaimana kondisi sosio-kultural lingkungan tokoh tersebut, bagaimana

main stream pemikiran yang berkembang disekitarnya. Sehingga akan diketahui

mengapa tokoh tersebut memiliki pemikiran semacam itu, faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhinya.

Bab Keempat merupakan bagian inti dari penelitian ini, analisis kritis

terhadap pemikiran Quraish Shihab, meliputi: Konsep Penciptaan Perempuan,

kepemimpinan dalam rumah tangga, Konsep Kewarisan Perempuan, , dan Konsep

Poligami. Dengan demikian akan tampak secara jelas struktur pemikiran Quraish

(13)

Demikian halnya dengan analisa penulis akan menjadi suatu jawaban sebagai

kelengkapan yang tidak terpisahkan dari hasil penelitian ini.

Bab Lima merupakan bahagian penutup sebagai rumusan kesimpulan dari

hasil penelitian terhadap permasalahan yang telah dikemukakan di atas, sekaligus

menjadi jawaban atas pokok masalah yang telah dirumuskan. Selanjutnya, dilengkapi

dengan saran-saran yang berhubungan dengan penelitian ini guna menjadi kontribusi

Referensi

Dokumen terkait

lnstitut lnsinyur Wageningen di Hindia Belanda pada tahun 1932 mengungkapkan beberapa keinginan mengenai masa praktek sebagai berikut : "banyak orang menganggap

Pengukuran nilai kapasitansi dilakukan menggunakan siklik voltametri dan didapatkan hasil berupa data voltamogram untuk masing- masing elektroda kerja karbon aktif

Hal ini mengakibatkan semua pihak yang tidak dikenal dan mengetahui PIN tersebut dapat melakukan permintaan untuk berkomunikasi.Untuk menyediakan layanan otentikasi

Pennak (1978) menyatakan bahwa serangga tersebar luas pada habitat-habitat tempat hidupnya, mereka terdapat dalam jumlah yang sangat luar biasa banyaknya dan sebagian besar

Peneliti bertujuan untuk membuat sistem akuisisi data pengukur suhu menggunakan LabVIEW Interface For Arduino (LIFA) yang merupakan pengembangan sistem pengukur

Pada penelitian ini merancang sebuah sistem kontrol suhu pada dispenser kopi instan otomatis menggunakan kontrol fuzzy yang dapat menghasilkan respon sistem untuk memenuhi

Revitalisasi yang dilakukan adalah mengimplementasi cRIO-9076 dengan modul NI 9205 sebagai pengganti komputer Leher yang mengakuisisi data sekunder menggunakan LabVIEW

(1) Penduduk warga negara Republik Indonesia yang akan mencalonkan diri menjadi Danarta, Dukuh Gude II, Dukuh Pakwungu atau Dukuh Karangtengah I mengajukan surat