KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM ISLAM
(STUDI KRITIS TERHADAP PEMIKIRAN QURAISH SHIHAB)
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu tema utama sekaligus prinsip pokok dalam ajaran Islam adalah
persamaan antara manusia, baik antara laki-laki dan wanita maupun antar bangsa,
suku dan keturunan. Perbedaan yang digarisbawahi dan yang kemudian meninggikan
atau merendahkan seseorang hanyalah nilai pengabdian dan ketaqwaannya kepada
Allah SWT. Banyak ayat al-Qur’ân telah menunjukkan bahwa laki-laki dan
perempuan adalah semartabat sebagai manusia, terutama secara spiritual (Q.S. 9:112,
66:5).
Namun demikian, meskipun al-Qur’ân adalah kitab suci yang kebenarannya
abadi, penafsirannya tidak bisa dihindari sebagai suatu yang relatif. Perkembangan
historis berbagai mazhab kalam, fiqh dan tasawuf merupakan bukti positif tentang
kerelatifan penghayatan keagamaan umat Islam. Pada suatu kurun, kadar
intelektualitas menjadi dominan. Pada kurun lainnya, kadar emosionalitas menjadi
menonjol. Itulah sebabnya persepsi tentang wanita di kalangan umat Islam khususnya
mufassir juga berubah-ubah dari zaman ke zaman.
Penafsiran “ulama” klasik ihwal keutamaan laki-laki atas perempuan tentu
dapat dipahami apabila dilihat dalam konteks zaman atau lingkungan peradaban
dimana mereka hidup. Laki-laki mendapat kesempatan yang lebih besar dari
perempuan dalam segala hal: pendidikan, sosial, ekonomi, politik dan sebagainya.1
Salah seorang mufassir pada masa itu adalah Ibnu Arabi (w. 1260 M/ 659 H), ia
1
mengatakan bahwa perempuan lebih rendah dari laki-laki, karena Siti Hawa
diciptakan dari tulang rusuk Adam.
Sementara para Mufassir yang sempat hidup dalam, dan bersentuhan dengan
peradaban modern, – di mana berbagai fasilitas teknologi global, terutama sekali
dalam bidang komunikasi, informasi dan transportasi telah memberikan
kemudahan-kemudahan, akses dan ruang gerak yang lebih luas kepada semua kelompok
masyarakat, laki-laki dan perempuan – seperti Rasyid Ridha, dengan tegas
menyatakan penolakannya atas tafsiran klasik yang mendiskreditkan perempuan atas
dasar jenis kelamin dan atas dasar “faktor-faktor” alamiah serta historis yang melekat
pada perempuan.2
Uraian di atas menjadi contoh pergeseran dan perubahan pemahaman terhadap
penafsiran ayat-ayat al-Qur’ân khususnya tentang perempuan. Latar belakang
pemikiran dan setting sosial pada masa mereka hidup menjadi faktor yang
menyebabkan perbedaan pendapat tentang suatu masalah. Selain itu, metodologi yang
mereka gunakan juga mendapat peran penting dalam membentuk suatu pemahaman.
Selanjutnya di Indonesia, kajian mengenai perempuan makin merebak di
mulai pada era tahun 1990-an. Terbukti ketika digelar forum diskusi seminar yang
mengambil tema tentang perempuan peminatnya sangat banyak. Tampaknya mereka
tidak sekedar punya concern terhadap isu-isu keperempuanan, tetapi mulai
mengibarkan bendera gerakan perempuan, meski baru merupakan sinyal-sinyal awal.3
Hal ini disebabkan oleh adanya praktek-praktek anti emansipasi bagi perempuan
dalam masyarakat kita. Bahkan secara ideologis masih ada anggapan sementara orang
2
Ibid.
3
bahwa perempuan itu hanyalah “konco wingking”, (teman belakang). Seolah-olah
perempuan tahunya hanya, masalah dapur, kasur dan sumur. Sebagai implikasinya,
kebanyakan mereka – untuk tidak mengatakan semuanya – kurang berperan secara
langsung di sektor publik.4
Namun demikian, anehnya kondisi dan nasib perempuan yang kurang
menguntungkan tersebut, sering dilegetimasi dengan dalil-dalil agama yang bersifat
teologis, bahkan agak berbau politis. Seakan-akan agama dijadikan topeng untuk
melanggengkan status quo dan hegemoni patriarkhi. Akibatnya, perempuan akan terus
berada dalam posisi yang marginal dan subordinat di bawah laki-laki.
Dalam konteks ini para tokoh mufassir di Indonesia yang dipandang sebagai
penggerak isu-isu keperempuanan belakangan ini antara lain adalah Nasaruddin Umar
yang menulis Argumen Kesetaraan Jender, Zaitunah Subhan dengan Tafsir
Kebencian-nya, Nashruddin Baidan menulis Tafsir bi Al-Ra’yi. Selain tiga tokoh
Mufassir di atas, Quraish Shihab termasuk diantara tokoh yang menulis tentang
perempuan walaupun kitab tafsirnya disajikan dalam bentuk sistematika tematik
flural. Diantara nama-nama tokoh yang tersebut di atas, nampaknya Quraish Shihab
termasuk tokoh yang cukup produktif, terbukti banyaknya karya yang telah dia tulis.5
Tampaknya dalam karya-karyanya, Quraish Shihab menawarkan tempat yang
layak terhadap perempuan dan mewujudkan keharmonisan antara laki-laki dan
4
Menurut data tahun 1988 diseluruh dunia hanya 14 % kursi DPR yang diduduki perempuan, tahun 1995 berkurang menjadi 11,3 %, sementara kursi parlemen hanya 10 %, sedangkan kursi Perdana Menteri hanya 6 %. Lihat Aep Saefullah Fatah, “Agenda Politik Pemberdayaan Perempuan,” dalam Harian Umum Republika, 22 April 1996, hal. 5.
5
Karya-karyanya antara lain adalah Membumikan al-Qur’ân, WawasanAl-Qur’ân, Tafsir al-Mishbâh, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah. Karya-karya lain berupa artikel antara lain Perempuan Sebagai Pemimpin, Konsep Wanita Menurut al-Qur’ân, Ĥadîth dan Sumber-Sumber Ajaran Islam.
perempuan. Mengenai persoalan asal usul penciptaan perempuan Quraish shihab
dalam Tafsir Al-Mishbâh menjelaskan bahwa Adam adalah ayah manusia selruhnya
dengan Hawa sebagai pasangannya yaitu Ibu manusia seluruhnya.6 Walaupun dia
mengakui bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam, namun ini hanya terbatas
pada Adam dan Hawa.
Sedangkan perempuan setelah Hawa, lahir dari pasangan laki-laki dan
perempuan, demikian juga dengan laki-laki. Sehingga perempuan tidak lebih rendah
derajatnya dari laki-laki karena dilahirkan dengan cara yang sama. Keduanya saling
membutuhkan, kekuatan laki-laki dibutuhkan oleh perempuan dan kelembutan
perempuan didambakan oleh laki-laki. Dengan metafor antara jarum dan kain,
Quraish Shihab menjelaskan bahwa jarum harus lebih kuat dari kain dan kain harus
lebih lembut dari jarum. Jika tidak jarum akan patah dan kainpun tidak akan terjahit.7
Demikian keharmonisan yang ditawarkan oleh Quraish Shihab dalam kehidupan
antara laki-laki- dan perempuan.
Berbeda dengan Nasaruddin Umar, Zaitunah dan Nashruddin Baidan, mereka
tidak mengartikan kata nafs wâhidah dalam Q.S. an-Nisâ’ [4]:1 sebagai Adam.
Bahkan dengan analisis linguistik Nasaruddin Umar menjelaskan bahwa kata nafh
yang diulang sebanyak 295 kali dalamal-Qur’ân dengan berbagai bentuknya tidak
satu pun yang dengan tegas menunjukkan kepada pengertian Adam.8 Analisis ini pada
6
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbâh,Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’ân, Jilid II, (Jakarta: Lentera Hati, 2000) hal. 314.
7
Ibid.
8
Kata nafs, dalam al-Qur’ân kadang berarti “jiwa” (Q.S.al-Mâidah [5]:32), “Nafsu” (Q.S. Al-Fajr [89]:27), “nyawa/roh” (Q.S. al-‘Ankabût [29]:57) dan “asal-usul binatang” (Q.S. al-Syûrâ [42]:11). Lihat Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’ân,
akhirnya memberi pengertian bahwa mereka menolak pendapat yang mengatakan
bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki.
Demikian juga dalam persoalan kepemimpinan perempuan. Menurut Quraish
Shihab laki-laki layak menjadi pemimpin karena pertama, laki-laki memiliki
kelebihan baik secara fisik maupun psikologis, dan kedua karena laki-laki telah
membelanjakan hartanya untuk kepentingan perempuan. Namun jika terdapat
perempuan yang memiliki kemampuan yang berfikir dan materi yang melebihi
laki-laki, maka ini menurut Quraish Shihab hanya merupakan sebuah kasus yang tidak
bisa dijadikan dasar untuk menetapkan suatu kaidah yang bersifat umum.9 Namun
alasan pertama yang ditawarkan oleh Quraish Shihab telah dinilai sebagai penafsiran
bias laki-laki oleh Zaitunah dalam Tafsir Kebencian-nya.10
Uraian di atas menerangkan, pemikiran yang dibangun oleh Quraish Shihab
agak berbeda dengan pemikiran beberapa tokoh yang tersebut di atas. Walaupun jika
diperhatikan perkembangan pemikiran, telah melahirkan sejumlah literatur yang
meniupkan pembaharuan dan para feminis yang menggerakkan isu-isu feminisme,
akan membuahkan penafsiran kritis dan tajam serta cenderung kontroversial dengan
ulama klasik. Namun mengapa Quraish Shihab memiliki pemikiran tersendiri yang
cenderung berbeda?. Inilah hal yang menarik untuk dikaji lebih lanjut apa yang
melatar belakangi hal tersebut.
B. Rumusan Masalah
9
Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’ân, (Bandung: Mizan, 2004), hal. 310.
10
Berdasarkan latar belakang di atas, jelas bahwa ada sesuatu dibalik pemikiran
Quraish Shihab sebagai tokoh intelektual kontemporer yang berbeda dengan
tokoh-tokoh kontemporer lainnya. Maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan tesis
ini adalah: “Konfigurasi pemikiran Quraish Shihab yang sebenarnya tentang permasalahan perempuan.” Untuk mendapatkan penyelesaian dari permasalahan tersebut, maka setidaknya dengan pertanyaan- pertanyaan berikut diharapkan dapat
memberikan titik terang pokok masalah yang hendak penulis rumuskan dalam tulisan
ini yaitu:
1. Bagaimana konstruksi pemikiran Quraish Shihab yang
sebenarnya tentang kedudukan perempuan, khususnya mengenai konsep
penciptaan perempuan, kepemimpinan perempuan, konsep kewarisan dan konsep poligami?
2. Mengapa pemikiran Quraish Shihab berbeda dengan
pemikiran mufassir kontemporer, apa faktor-faktor yang menyebabkan
perbedaan tersebut, dan Bagaimana interrelasi gagasan dan setting sosialnya?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan secara jelas
konfigurasi konstruksi logis pemikiran Quraish Shihab menyangkut, konsep
penciptaan perempuan, konsep kepemimpinan perempuan, konsep kewarisan dan
konsep poligami. Selanjutnya menjelaskan secara kritis latar belakang pemikiran
Quraish Shihab faktor-faktor yang mempengaruhi pemikirannya dan interrelasi antara
ide dengan setting sosio-historisnya.
Adapun kegunaan penelitian ini antara lain: Pertama, merumuskan konsepsi
dalam pandangan Islam. Kedua, menambah khazanah pengetahuan tentang
keberagaman pemikiran diantara para mufassir kontemporer dewasa ini. Ketiga,
memberikan sumbangan pikiran terhadap para pemikir muda tentang persoalan yang
signifikan untuk dibahas, sehingga akan memberikan kejelasan dan menghilangkan
pandangan yang keliru terhadap persoalan perempuan,serta memenuhi sebagian tugas
akhir dalam rangka penyelesaian studi di Program Pascasarjana IAIN Ar-Raniry
Banda Aceh.
D. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian budaya, sebab objek yang diteliti adalah
masalah ide, gagasan seseorang.11 Penelitian ini juga dapat dikatagorikan sebagai
penelitian kepustakaan murni, karena bersumber dari buku-buku atau kitab-kitab tafsir
dan hadîth, khususnya yang menyangkut tentang persoalan perempuan.12 Dan jika
dilihat dari sifatnya, penelitian ini berupa deskriptif analisis, sebab
pemikiran-pemikiran yang tercetus dalam buku-bukunya akan dianalisa setelah terlebih dahulu
mendeskripsikannya.
Data primer yang dipakai dalam penelitian ini adalah tulisan-tulisan Quraish
Shihab sendiri, baik yang berupa buku maupun masih berupa artikel-artikel yang
belum dibukukan. Sedangkan data sekunder diambil dari buku-buku yang terkait
dengan persoalan kedudukan perempuan, kitab-kitab tafsir baik yang klasik maupun
yang kontemporer.
11
M. Atho’ Mudzhar, dkk. Menuju Penelitian Keagamaan dalam Sosial (Cirebon: Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Islam, 1996), hal. 5.
12
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan beberapa pendekatan. Antara
lain pendekatan historis filosofis, yaitu melihat dan menganalisa secara kritis mengapa
Quraish Shihab melahirkan pemikiran yang berbeda dengan para tokoh kontemporer,
dengan melekatkan interrelasi antara ide dengan setting sosio-historisnya serta
mengkaitkan antara pemikiran dengan determinasi sosio-kultural. Sebab
bagaimanapun sebuah gagasan pemikiran muncul tidak pernah lepas dari setting
historis pemikirnya.13
Selanjutnya penulis juga manggunakan pendekatan teologis-filosofis. Dalam
hal ini penulis akan melihat kembali ayat-ayat al-Qur’ân atau hadîth yang terkait
dengan perempuan yang telah diinterpretasikan secara logis filosofis. Sedemikian
rupa akan tampak fundamental struktur pemikiran yang dirumuskan oleh Quraish
Shihab. Mencari fundamental struktur itulah yang menjadi ciri khas dalam penelitian
filsafat.14
Dalam meganalisis data, penulis menggunakan analisis data (content
analysis). Analisis isi di sini dimaksudkan melakukan analisa terhadap makna yang
terkandung dalam keseluruhan gagasan pemikiran Quraish Shihab tentang kedudukan
perempuan setelah sebelumnya dideskripsikan. Berdasarkan isi yang terkandung
dalam gagasanya, selanjutnya akan dilakukan komparasikan dengan tokoh-tokoh
pemikir dan mufassir lainnya baik dari kalangan klasik, kontemporer maupun dari
kalangan feminis muslim.
13
Dalam studi tokoh aspek eksternal sangat perlu diperperkenalkan. Yakni keadaan sosio ekonominya, politik, budaya dan filsafat. Hal ini penting mengingat seorang tokoh merupakan anak zaannya, sehingga tidak ada prmikiran yang muncul tanpa konteks. Lihat Syahrin Harahap, Metodologi Studi dan Penelitian Ilmu-ilmu Ushuluddin, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hal. 68.
14
Adapun langkah-langkah penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menginfentarisasi dan menyeleksi data secara kritis, dengan cara
membaca buku-buku khususnya karya Quraish Shihab dan para pemikir
lainnya yang bicara tentang perempuan.
2. Mendeskripsikan gagasan-gagasan fundamental Quraish Shihab secara
utuh dan komperehensif.
3. Setelah itu penulis akan melakukan analisa kritis filosofis terhadap
pemikiran-pemikiran Quraish Shihab.
4. Membuat kesimpulan-kesimpulan sebagai jawaban atas rumusan masalah.
E. Kajian Pustaka
Adalah benar bahwa telah banyak penelitian dan buku yang membahas
tentang kedudukan perempuan, misalnya buku Argumen Kesetaraan Gender
persepektif Al-Qur’ân. 15 Buku tersebut meneliti tentang gender sebagai disertasi,
bahwa di dalam al-Qur’ân perempuan memiliki perbedaan dan persamaan dengan
laki-laki. Keduanya memiliki kelebihan masing-masing, namun nilai kemanusiaan
tetap sebagai fitrah, tanpa harus dijadikan suatu persoalan yang membedakan kepada
hal-hal yang tidak sesuai dengan tuntutan kemanusiaan. Buku ini tidak mengkaji
secara khusus pemikiran Quraish Shihab, tulisannya terdapat dalam kata pengatar dan
ini menjadi salah satu data primer untuk penulis.
Selain itu, buku perempuan Dalam Pasungan bias laki-laki dalam
penafsiran.16 Buku ini merupakan hasil penelitian Disertasi S3 Program Pasca Sarjana
15
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’ân, (Jakarta: Paramadina, 1999).
IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta oleh Nurjannah Ismail. Penulis buku tersebut secara
khusus mengkaji secara serius penafsiran surat al-Nisa’ dari mufassir ath-Thabari,
ar-Razi, dan Muhamad Abduh-Rasyid Ridha dalam kitab masing-masing, namun
sebagaimana judulnya buku ini tidak mengkaji pemikiran Quraish Shihab secara
khusus tatapi pemikiran Quraish Shihab hanya dipakai sebagai kutipan saja.
Ada pula buku yang berjudul “Setara di Hadapan Allah Relasi Laki-laki dan
Perempuan dalam Tradisi Islam Pasca Patriarkhi” yang merupakan terjemahan dari
karya Riffat Hasan dan Fatima Mernissi. Buku tersebut merupakan kumpulan
sebagian artikel mereka yang kemudian diterjemahkan oleh oleh team LSPAA
Yogyakarta tahun 1995. Di sini mereka menggambarkan bahwa tidak ada perbedaan
antara laki-laki dan perempuan di hadapan Allah.
Selanjutnya turut serta dalam khazanah pemikiran tentang perempuan seperti
Mansour Fakih dalam buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial.17 Fakih melihat
adanya ketidak-adilan gender, karena hampir seluruh aspek kehidupan sosial
perempuan menjadi kelompok kedua yang mendapat perlakuan lebih rendah.
Munculnya masalah gender berarti adanya ketidak-adilan antara laki-laki dan
perempuan dalam kehidupan.
Tokoh-tokoh lain yang berjuang terhadap kedudukan perempuan adalah yang
terhimpun dalam buku Mosour Fakih, Membincang Feminisme Diskursus Gender
Perspektif Islam, Wanita dan Gender dalam Islam; Akar-akar Historis Perdebatan
Modern.18 Diskursus mereka tentang perempuan tersebut dipandang secara objektif
Nurjannah Ismail, Perempuan dalam Pasungan Bias Laki-Laki dalam Penafsiran,
(Yogyakarta: LKIS, 2003).
17
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogakarta: Pustaka Pelajar, 1999).
berarti kedudukan perempuan mempunyai landasan untuk menuntut kesetaraan.
Tetapi membangun wacana tentang keperempuanan baik untuk kepentingan konsep
(teori) maupun aksi, maka memahami dunia perempuan sangat dibutuhkan
penguasaan metodologi, sejarah, psikologi, bahasa dan sastra Arab, logika, Nash-nash
walaupun tidak secara parsial.
Buku-buku di atas sebagai tinjauan pustaka, menunjukkan bahwa perempuan
telah banyak diperbincangkan dan perempuan dipandang sebagai makhluk yang wajar
menuntut kesetaraan. Penelitian ini akan membahas kedudukan perempuan dalam
Islam sebagai studi kritis terhadap pemikiran seorang tokoh zaman modern.
Dari hasil telaah pustaka tersebut, penulis punya dugaan kuat bahwa belum
ada penelitian khusus yang mencoba membedah dan menguak pemikiran Quraish
Shihab secara kritis-filosofis, baik mengenai akar-akar pemikiraanya, metodologi
maupun konstruksi logis pemikirannya. Oleh karenanya, penelitian ini relatif baru dan
layak untuk dilakukan.
F. Sistematika Pembahasan
Bahasan-bahasan dalam penelitian ini akan dituang dalam lima bab yang
saling terkait satu sama lainnya secara logis dan sistematis.
Bab pertama merupakan bagian pendahuluan sebagai pengantar umum tulisan
yang terdiri dari latar belakang masalah untuk memeberikan penjelasan secara
akademik, mengapa penelitian ini perlu dilakukan. Rumusan masalah dimaksudkan
untuk mempertegas pokok-pokok masalah yang akan diteliti agar lebih terfokus.
Sedangkan tujuan penelitian untuk menjelaskan pentingnya penelitian ini dan
tujuannya. Metode dan langkah-langkah penelitian dimaksudkan untuk memjelaskan
bagaimana cara yang akan dilakukan penulis dalam penelitian ini, pendekatan apa
yang dipakai serta bagaiman langkah-langkah penelitian tersebut dilakukan. Kajian
pustaka dimaksudkan untuk memberi penjelasan di mana posisi penulis dalam
penelitian ini.
Bab dua merupakan kerangka teoritis tentang kedudukan perempuan. Dalam
Islam. Kedudukan perempuan dalam pandangan Islam dalam hubungannya dengan
agama dan sosial kemasyarakatan, serta Perempuan sebagai Pemimpin Dalam
Pandangan Islam akan mengulas pandangan ulama terhadap perempuan atas
kebolehan seorang perempuan menjadi pemimpin. Bagian ini akan menggambarkan
keberadaan perempuan dalam hubungannya dengan lingkungan mereka yang terdiri
dari norma-norma agama- ulama- dan kemasyarakatan.
Bab Ketiga membahas tentang Quraish Shihab yang meliputi biografi, setting
sosial Quraish Shihab, karya-karyanya dan karakter Pemikiran Quraish Shihab untuk
mengetahui bagaimana kondisi sosio-kultural lingkungan tokoh tersebut, bagaimana
main stream pemikiran yang berkembang disekitarnya. Sehingga akan diketahui
mengapa tokoh tersebut memiliki pemikiran semacam itu, faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhinya.
Bab Keempat merupakan bagian inti dari penelitian ini, analisis kritis
terhadap pemikiran Quraish Shihab, meliputi: Konsep Penciptaan Perempuan,
kepemimpinan dalam rumah tangga, Konsep Kewarisan Perempuan, , dan Konsep
Poligami. Dengan demikian akan tampak secara jelas struktur pemikiran Quraish
Demikian halnya dengan analisa penulis akan menjadi suatu jawaban sebagai
kelengkapan yang tidak terpisahkan dari hasil penelitian ini.
Bab Lima merupakan bahagian penutup sebagai rumusan kesimpulan dari
hasil penelitian terhadap permasalahan yang telah dikemukakan di atas, sekaligus
menjadi jawaban atas pokok masalah yang telah dirumuskan. Selanjutnya, dilengkapi
dengan saran-saran yang berhubungan dengan penelitian ini guna menjadi kontribusi