• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Zona Rembesan di Bendungan Bajulmati, Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan Analisis Litologi dengan Menggunakan Data Magnetik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pendugaan Zona Rembesan di Bendungan Bajulmati, Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan Analisis Litologi dengan Menggunakan Data Magnetik"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Pendugaan Zona Rembesan di Bendungan Bajulmati, Kabupaten

Banyuwangi Berdasarkan Analisis Litologi dengan Menggunakan

Data Magnetik

Hanna Azizah Rakhman1)*, Adi Susilo2), Arief Rachmansyah 3)

1)

Program Studi Magister Ilmu Fisika, Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Brawijaya, Malang

2) Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang 3) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Malang

Diterima 31 Januari 2015, direvisi 27 Maret 2015

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenairembesan di Bendungan Bajulmati, Kabupaten Banyuwangi berdasarkan analisis litologi dengan menggunakan data magnetik untuk mengetahui letak zona yang berpotensi mengalami rembesan. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis litologi dari data magnetik (data primer) yang diperoleh di lapangan yang melingkupi daerah genangan Bendungan Bajulmati. Penelitian dimulai dengan akuisisi data magnetik menggunakan PPM (Proton Procession Magnetometer), dari data yang diperoleh kemudian dilakukan koreksi data yang meliputi koreksi diurnal dan koreksi IGRF, Selanjutnya dilakukan reduksi ke bidang datar, kontinuasi ke atas dan reduksi ke kutub sehingga diperoleh nilai anomali magnetik sisa yang berkisar antara -1000 nT sampai 700 nT pada loop 1 dan -2800 nT sampai 1600 nT pada loop 2. Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan metode magnetik didapatkan hasil litologi bawah permukaan dari Bendungan Bajulmati terdiri dari lapisan lempung tufaan, batu pasir, kerikil dan lava vulkanik. Dengan menganalisa litologi bawah permukaan tersebut, diperkirakan terdapat beberapa rekahan yaitu pada lintasan AA’ di titik pengukuran 20 m dan 90 m, lintasan BB’ di titik pengukuran 120 m dan 160 m, dan lintasan CC’ di titik pengukuran 80 m dan 100 m. Rekahan-rekahan tersebut diduga dapat menyebabkan rembesan pada Bendungan Bajulmati.

Kata kunci :litologi, rembesan, rekahan, metode magnetik.

ABSTRACT

A research regarding seeping in Bajulmati Dam of Banyuwangi Regency based on lithology analysis by geomagnetic data has been done to discover the location of zone with seeping potential. This research is done by analyzing lithology from magnetic data (primary data) that was acquired from the field that covers the area of Bajulmati Dam. The research began with the acquisition of magnetic data using PPM (proton procession Magnetometer). Acquired data is then corrected by diurnal and IGRF correction, reduction in to even surface, upward continuation as well as reduction to the pole. Local anomaly contour is acquired with the value ranging from -1000 nT up to 700 nT at loop 1 and ranging from -2800 nT up to 1600 nT at loop 2. Based on the result of data processing by magnetic method, the subsurface layers beneath the said dam consist of the layer of clay (tuff), sandstone, gravel, and volcanic lava. By analyzing the mentioned results, some cracks are located in AA’ line with the measurement point of 20 m and 90 m, and in the 120 m and 160 m, 80 m and 100 m measurement point of BB’, and CC’ line respectively. Those cracks can be expected to cause seepage in Bajulmati Dam.

Keywords : Lithology, seepage, cracks, and magnetic method.

PENDAHULUAN

Bendungan Bajulmati terletak di dua

(2)

kabupaten yaitu Banyuwangi dan Situbondo, Jawa Timur dan dibangun pada lahan seluas 115,5 ha. Adanya pembangunan bendungan ini diharapkan dapat mengairi lahan seluas 1800 ha secara stabil selama setahun, dengan demikian akan dapat meningkatkan hasil produksi pertanian dan meningkatkan ekonomi di sektor pertanian [1].

Bendungan Bajulmati (Gambar 1) dibangun di atas batuan endapan piroklastik Gunungapi Ijen Muda dan sedimentasi Gunungapi Baluran. Pembangunannya yang dilakukan sejak 2006 mengalami permasalahan teknis yaitu kondisi aktual geologi di area maindam dan cofferdam.

Lokasi main dam berada di atas endapan batuan gunungapi kwarter (quartenary volcanic rock), Gunungapi Ijen, Gunungapi Baluran, endapan sungai lama, endapan terrace dan endapan saat ini. Hal ini membuat para teknisi kesulitan dalam menentukan metode perbaikan pondasi bendungan dan proteksi terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran pada pondasi bendungan utama[2].

Gambar 1. Lokasi Penelitian [7]

Suatu bendungan hampir tidak dapat terhindar dari masalah kebocoran atau rembesan akibat kondisi geologi batuan yang menjadi dasar bendungan ataupun kondisi konstruksi bendungan itu sendiri. Kondisi geologi yang mempengaruhi terjadinya rembesan atau kebocoran adalah struktur geologi dan jenis batuan (litologi) pada dasar bendungan. Kondisi struktur geologi yang dapat menyebabkan terjadinya rembesan adalah patahan (fault) dan rekahan (crack). Bila dijumpai adanya patahan ataupun rekahan pada suatu bendungan tentu perlu penanganan lebih lanjut. Kondisi geologi lain yang dapat

menyebabkan rembesan atau kebocoran bendungan adalah jenis batuan (litologi). Pada dasar bendungan, jika jenis batuannya memiliki permeabilitas yang tinggi atau mudah terkikis oleh air, maka akan mempermudah terjadinya kebocoran. Penelitian terhadap adanya rembesan pada bendungan, merupakan langkah awal dalam rangka menjaga kelestarian bendungan itu sendiri. Setelah didapatkan informasi tentang kepastian lokasi rembesan maka pekerjaan teknis dapat mencapai hasil yang maksimal [3].

Secara regional wilayah ini merupakan zona sedimen lava vulkanik dengan sisipan lempung pasiran, batu pasir, dan kerikil dengan penyebaran yang cukup luas sehingga sangat berpotensi untuk terjadi kebocoran pada bendungan [4]. Sehingga untuk mengetahui area yang berpotensi mengalami rembesan, perlu diketahui struktur bawah permukaan dan kondisi geologinya.

Oleh karena itu, maka perlu dilakukan dengan pendekatan metode geofisika di lokasi kedudukan calon bendungan yang akan dibangun. Metode geofisika yang dilakukan untuk mengetahui strukur bawah permukaan Waduk Bajulmati adalah metode magnetik yang dikorelasikan dengan informasi geologi setempat. Metode magnetik sering digunakan dalam eksplorasi pendahuluan minyak bumi, panas bumi, dan batuan mineral serta serta bisa diterapkan pada pencarian prospeksi benda-benda arkeologi [5]

Metode magnetik dapat digunakan untuk mengetahui kedalaman dan struktur bawah permukaan, sehingga pengukuran dapat diperoleh dengan mudah untuk studi lokal dan regional [6]. Hasil tersebut diharapkan dapat memberikan informasi mengenai struktur bawah permukaan dari Bendungan Bajulmati yang berpotensi menimbulkan rembesan air di Bendungan Bajulmati sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan sebelum bendungan tersebut selesai dibangun.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan adalah metode magnetik. Data magnetiknya merupakan data primer hasil akuisisi. Akuisisi data magnetik yang digunakan yaitu looping

(3)

m. Titik akuisisi yang diperoleh sebanyak 65 titik yang terbagi dalam 2 loop. Parameter ukur pada proses pengambilan data terdiri dari nilai intensitas medan magnet, waktu, koordinat posisi (latitude dan longitude) dan ketinggian.

Data akuisisi kemudian dikoreksi diurnal untuk menghilangkan efek penyimpangan intensitas medan magnet bumi yang disebabkan oleh adanya perbedaan waktu pengukuran dan efek sinar matahari dalam satu hari, dengan persamaan di bawah ini [8]:

kemudian dikontinuasi ke atas untuk memisahkan anomali lokalnya dan dilakukan reduksi ke kutub.

Interpretasi data anomali magnetik dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif yaitu dengan memodelkan struktur bawah permukaan hasil line section

menggunakan metode Talwani 2,5 dimensi. Sedangkan interpretasi secara kualitatif yaitu dengan menganalisa kondisi geologi dengan peta kontur anomali medan magnetik total dengan setelah di reduksi ke kutub.

Gambar 2. Intensitas Magnetik Total (a) loop 1 dan (b) loop 2

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari perhitungan koreksi diurnal dan IGRF berupa kontur intensitas magnetik total (TMI). Gambar 2a merupakan intensitas magnetik total untuk loop 1 yang berkisar antara 0 nT hingga 600 nT. Sedangkan loop 2 (Gambar 2b) memiliki nilai -2600 sampai 1000 nT. Anomali magnetik total pada Gambar 2 merupakan intensitas magnetik total pada

ketinggian pengukuran yang tidak rata (uneven surface). Agar diperoleh hasil yang lebih baik, anomali tersebut diproyeksikan ke bidang datar dengan menggunakan metode sumber ekivalen (Gambar 3).

Metode sumber ekivalen merupakan metode yang dipergunakan untuk membawa data medan potensial hasil observasi yang terdistribusi di bidang tidak horisontal (misal: bidang topografi) ke bidang horisontal. Sumber dihitung, dimana kemungkinan tidak akan

a

(4)

menyerupai distribusi sumber anomali, tetapi identitas ketiga Green meyakinkan bahwa

sumber alternatif dapat menyebabkan medan potensial yang sama di daerah terbatas.

Gambar 3. Intensitas magnetik total setelah di reduksi bidang datar (a) loop 1 dan (b) loop 2

Gambar 4. Kontur anomali magnetik lokal (a) loop 1 dan (b) loop 2

a

b

a

(5)

Gambar 5. Kontur anomali magnetik total setelah direduksi ke kutub (a) loop 1 dan (b) loop 2

Distribusi sumber harus menghasilkan medan potensial yang harmonis di area yang

“menarik” dan hilang di ketinggian tak

terhingga serta menghasilkan bidang yang diamati [9]. Bila dilihat pada kontur reduksi bidang datar dengan kontur TMI menampakkan kontur anomali yang hampir sama atau perbedaannya tidak terlalu signifikan. Hal ini dikarenakan ketinggian di daerah penelitian cenderung seragam.

Intensitas magnetik total yang diperoleh merupakan superposisi dari 2 komponen anomali, yaitu komponen anomali regional dan komponen anomali lokal (residual). Anomali magnetik yang digunakan untuk interpretasi yaitu anomali magnetik lokal. Sehingga diperlukan pemisahan antara peta regional dengan peta lokal karena pengaruh kemagnetan regional yang dapat menganggu kenampakan pola anomali lokal. Pemisahan ini dilakukan dengan mengurangkan kontur intensitas medan magnetik total dengan kontur kemagnetan regional menggunakan kontinuasi ke atas atau

upward continuation. Proses ini merupakan transformasi data medan potensial dari suatu bidang datar ke bidang datar lainnya yang lebih tinggi [10].

Anomali regional berasosiasi dengan

kondisi geologi umum yang dominan di daerah pengukuran biasanya dicirikan dengan anomali frekuensi rendah. Sedangkan anomali lokal atau sering juga disebut sebagai anomali sisa mengandung kondisi geologi setempat yang telah terdeviasi dari kondisi regionalnya yang biasanya terdapat pada kedalaman yang dangkal [11]. Pemisahan antara peta anomali regional dengan anomali lokal digunakan kontinuasi ke atas setinggi 1000 m. Sedangkan peta anomali lokal diperoleh dari pengurangan antara peta TMI dengan peta anomali regional. Gambar 4a adalah anomali lokal untuk loop 1 yang memiliki rentang nilai -450 nT sampai 250 nT dan Gambar 4b merupakan anomali lokal untuk

loop 2 dengan nilai berkisar antara -2600 nT sampai 1000 nT.

Anomali magnetik lokal direduksi ke kutub untuk menyederhanakan interpretasi data medan magnetik pada daerah berlintang rendah dan menengah. Gambar 5a merupakan hasil reduksi ke kutub untuk loop 1 dengan rentang nilai -1000 nT hingga 700 nT. Gambar 5b merupakan hasil reduksi ke kutub untuk loop 2 dengan nilai berkisar antara -2800 nT sampai 1600 nT. Berdasarkan hasil ini belum diketahui gambaran bawah permukaan secara jelas, hanya nilai intensitas magnetiknya yang bervariasi

a

(6)

(positif dan negatif). Bervariasinya nilai anomali magnetik residual tersebut disebabkan karena adanya ketidakseragaman material bawah permukaan pada daerah penelitian. Variasi nilai medan residual ini dibagi ke dalam anomali magnetik rendah atau negatif (≤ 0 nT)

dan anomali tinggi atau positif (> 0 nT). Nilai anomali magnetik positif pada daerah penyelidikan ditafsirkan sebagai batuan yang bersifat magnetik dan nilai anomali magnetik negatif ditafsirkan sebagai batuan yang bersifat non magnetik atau demagnetisasi.

Gambar 6. Posisi sayatan pada kontur anomali

Gambar 7. Model penampang bawah permukaan

lintasan AA’

Interpretasi secara kuantitatif dilakukan dengan membuat model hasil line section

(sayatan) pada kontur anomali magnetik yang ditunjukkan pada Gambar 6. Lokasi sayatan diambil dengan mempertimbangkan adanya anomali posiif dan negatif pada lokasi tersebut dengan melihat hasil reduksi ke kutub di atas. Sayatan dilakukan pada empat (4) lokasi yaitu

pada AA’ dan BB’ di loop 1 dan pada CC’ dan

DD’ di loop 2, dimana pada loop 2 posisi

sayatan CC’ dan DD’ saling berpotongan.

Lintasan AA’ (Gambar 7) melintang mulai

dari Barat ke Timur dengan panjang lintasan

mencapai 100 m. Model penampang melintang anomali lokal lintasan AA’ pada kurva atas memperlihatkan bentuk kurva berupa pola negatif dan positif (dipole) yang merepresentasikan bentuk model bawah permukaan lintasan AA’. Berdasarkan model tersebut dapat dilihat bahwa terdapat ketidakseragaman batuan bawah permukaan, lapisan teratas diperkirakan terdapat batu kerikil dengan nilai suseptibilitas 0,0222-0,0243 (dalam SI), lempung tufaan dengan nilai suseptibilitas 0,0005 (dalam SI) dan batu pasir dengan nilai suseptibilitas 0.0015 (dalam SI). Pada lapisan kedua terdapat lava vulkanik dengan suseptibilitas 0,1325 (dalam SI) yang ditandai dengan warna merah. Lapisan ketiga terdapat batu pasir yang ditandai dengan warna hijau dengan nilai suseptibilitas 0,0035 (dalam SI).

(7)

dengan kedalaman mencapai 24 m. Batuan lava pada lintasan ini, merupakan hasil dari kegiatan gunungapi ijen muda yang kemudian tertutupi oleh sedimen pasir dan kerikil dari Sungai Bajulmati. Rekahan tersebut diperkirakan merupakan daerah rembesan yang menjadi target dalam penelitian ini.

Lintasan BB’ melintang mulai dari arah timur menuju arah barat dengan panjang lintasan 200 m. Berdasarkan Gambar 8 terihat bahwa lapisan teratas diduga merupakan lempung tufaan dengan nilai suseptibilitas 0,0008 (dalam SI) pada kedalaman 0 sampai 5 m. Kemudian pada lapisan kedua terdapat kerikil dengan nilai suseptibilitas 0,0247 (dalam SI), lava vulkanik dengan nilai suseptibilitas 0,1130 (dalam SI) dan batu pasir dengan nilai suseptibilitas 0,0043 (dalam SI).

Pada kedalaman 24 – 40 m terdapat lava vulkanik dengan nilai suseptibilitas 0,0247 (dalam SI). Dan lapisan terakhir terdapat batu pasir dengan nilai suseptibilitas 0,040 (dalam SI). Pada lintasan ini diduga terdapat rekahan pada titik 120 m dan 160 m. Lokasi rekahan ditunjukkan oleh garis putus-putus. Pada titik 120 m terdapat rekahan yang diduga terjadi akibat pertemuan batu kerikil dan lava vulkanik, sedangkan pada titik 160 m rekahan ini muncul diduga akibat lava yang mengalami penurunan mulai titik 160 m. Selanjutnya daerah yang kosong tersebut terisi oleh sedimen pasir dan menjadi batu pasir. Kemudian tertutupi oleh lempung tufaan. Di titik 160 m ini merupakan batas antara sungai dan darat. Rekahan tersebut diduga dapat menyebabkan rembesan pada Bendungan Bajulmati.

Lintasan CC’ terletak di sebelah selatan dari dam Bajulmati, membentang dari arah barat ke arah timur dengan panjang lintasan 160 m. Gambar 9 memperlihatkan bahwa pada lapisan pertama dari model lintasan ini diduga merupakan batu pasir dengan nilai suseptibilitas 0,0035 (dalam SI) dengan ketebalan 3 - 10 m yang ditunjukkan oleh warna hijau.

Lapisan kedua diperkirakan terdapat lava vulkanik yang terpisahkan oleh batu kerikil, disebelah barat lava vulkanik memiliki nilai suseptibilitas 0,1134 (dalam SI), sedangkan disebelah timur lava vulkanik dengan nilai suseptibilitas 0,1098 (dalam SI). Batu kerikil dengan nilai suseptibilitas 0,0153 (dalam SI). Lapisan ketiga merupakan lava vulkanik dengan suseptibilitas 0,0673 (dalam SI). Pada

lintasan ini diduga terdapat rekahan yaitu pada titik 80 m dan 100 m. Rekahan tersebut merupakan pertemuaan antara batu kerikil dan lava vulkanik, dimana batu kerikil tersebut merupakan basement dari sungai. Sehingga lokasi rekahan tersebut terletak pada tepi-tepi dari sungai.

Gambar 8. Model penampang bawah permukaan

lintasan BB’

Gambar 9. Model penampang bawah permukaan

lintasan CC’

Gambar 10. Model penampang bawah permukaan

lintasan DD’

(8)

tergambar pada Gambar 10 terihat bahwa pada lintasan ini diperkirakan terdapat batu pasir dengan nilai suseptibilitas 0,0043 (dalam SI) pada kedalaman 0 sampai 12 m. Kemudian pada lapisan kedua terdapat lava dengan nilai suseptibilitas 0,1059 (dalam SI) dan batu kerikil dengan nilai suseptibilitas 0,0163 (dalam SI). Pada lapisan terakhir terdapat lava vulkanik dengan nilai suseptibilitas 0,0690 (dalam SI). Pada lintasan DD’ ini diperkirakan terdapat rekahan yang berada pada titik pengukuran 80 m. Rekahan tersebut diduga merupakan pertemuan antara lava vulkanik dan batu kerikil yang merupakan dasar sungai. Rekahan tersebut terletak pada posisi yang sama dengan rekahan

pada lintasan CC’, sehingga memperkuat

dugaan adanya rekahan pada titik tersebut. Dari hasil interpretasi kuantitatif diatas,

maka dapat dikatakan bahwa struktur bawah permukaan dari model penampang melintang dari setiap lintasan tersusun atas beberapa batuan yang sama. Penetuan batuan tersebut mengacu pada kisaran nilai suseptibilitas batuan berdasarkan literatur yang ada.

Berdasarkan hasil pengolahan data magnetik dapat diketahui bahwa di lokasi pembangunan Bendungan Bajulmati terdapat beberapa area yang merupakan zona rawan rembesan akibat adanya rekahan (Gambar 11). Rekahan tersebut diperkirakan terdapat pada beberapa lintasan, yaitu pada lintasan AA’ di titik pengukuran 20 m dan 90 m, lintasan BB’ di titik pengukuran 120 m dan 160 m, lintasan

CC’ di titik pengukuran 80 m dan 100 m, dan

lintasan DD’ di titik 100 m yang mana lokasinya

sama dengan titik 80 m dari lintasan CC’.

Gambar 11. Lokasi rekahan pada daerah penelitian

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan struktur bawah permukaan lokasi pembangunan Bendungan Bajulmati didominasi oleh lempung tufaan, batu pasir, kerikil dan lava vulkanik. Dari

(9)

pada lintasan AA’ di titik pengukuran 20 m dan

90 m, lintasan BB’ di titik pengukuran 120 m

dan 160 m, dan lintasan CC’ di titik pengukuran 80 m dan 100 m.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Giyanto (2008). Optimasi Pola Tanam Daerah Irigasi Waduk Bajulmati Dengan Menggunakan Program Linear. Skripsi. Teknik Sipil. Institut Teknologi Surabaya. [2] Deny, S., (2013). Waduk Bajulmati Siap

Alirkan Air Mulai 2014.

www.liputan6.com 19 Juli 2013 Diakses tanggal 2 Agustus 2014

[3] Wibagiyo, A. Indroyono, P. Bungkus, dan Haryono (1998), Penentuan Lokasi Rembesan pada Dasar Bendungan dengan

Teknik Radioisotopdi Bendungan

Ngancar, Wonogiri. Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi. Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN.

[4] Susilo, A., A. Rachmansyah, Irwan, F. Rakhmanto dan Y. Sulistyono (2013),

Detection of seepage patterns direction in

the Bajulmati Dam, Banyuwangi,

Indonesia using geoelectrical method,

Schlumberger and dipole dipole

configuration. Proceeding 3rd Annual Basic Science International Conference (BaSIC) 2013. Fakultas MIPA. Universitas Brawijaya Malang.

[5] Burger, Henry Robert (1992), Exploration of the Shallow Subsurface. Prentice Hall, New Jersey.

[6] Telford, W. M, Geldart L. P., dan Sheriff R. E. (1990), Applied Geophysics. Cambridge University Press. New York [7] Waduk Bajulmati Situbondo Banyuwangi

Jawa Timur. http://loketpeta.pu.go.id. Diakses tanggal 17 Desember, 2013. [8] Palgunadi, Salman dan Y. Hidayat (2000),

Laporan Penyelidikan Magnet G. Inelika, Gou Flores. Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Bandung. [9] Blakely, R.J. (1995), Potential Theory in

Gravity and Magnetic Applications. Cambridge University Press. New York. [10] Oasis Montaj (2007), Oasis Montaj

Version 6.4.2 (HJ). Geosoft, Inc.

[11] Musyafak, Z. Dan Bagus, J. S. (2007),

Gambar

Gambar 1. Lokasi Penelitian [7]
Gambar 2.  Intensitas Magnetik Total (a) loop 1 dan (b) loop 2
Gambar 3.  Intensitas magnetik total setelah di reduksi bidang datar (a) loop 1 dan (b) loop 2
Gambar 5. Kontur anomali magnetik total setelah direduksi ke kutub (a) loop 1 dan (b) loop 2
+4

Referensi

Dokumen terkait

Setelah diwawancarai, ternyata responden jenis giro dipengaruhui oleh peraturan yang ada, seperti peraturan daerah (Perda). Selebihnya responden dipengaruhi oleh keluarga dan

Dalam hal pembelian Unit Penyertaan REKSA DANA BNP PARIBAS EKUITAS dilakukan oleh Pemegang Unit Penyertaan melalui media elektronik, maka Formulir Pemesanan Pembelian Unit

Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan keaktifan belajar matematika melalui strategi pembelajaran tutor sebaya pada siswa kelas IX SMP Darul Ihsan Muhammadiyah

Tugas Akhir yang berjudul “Garap Kendhangan Gending Patalon Lambangsari Laras Slendro Patet Manyura Versi Karawitan Ngripto Laras” ini berisi tentang bagaimana

“Kita kan perusahaan yang menyediakan jasa pengiklanan, prinsip dari media penyiaran adalah kepercayaan, meskipun terkadang klien tidak selalu dengar ikalannya, tapi harus

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, penulis tertarik untuk meneliti apakah terdapat hubungan antara tingkat religiusitas dan orientasi masa depan dalam bidang

Dalam ketentuan Pasal 28 ayat 1 Undang Undang tentang Advokat yang menyatakan bahwa Organisasi Advokat merupakan “satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri...”